Map Legendaris Counter-Strike, Dust 2, Akan Segera Hadir di Fortnite

Dust 2 – atau yang lebih dikenal dengan nama de_dust2 oleh pemain Counter-Strike klasik – mungkin adalah salah satu multiplayer map yang paling sering dimainkan di sepanjang sejarah gaming. Lokasi virtual ini pertama menyapa dunia pada tahun 2001 melalui game Counter-Strike versi 1.1, dan sampai sekarang masih sering dimainkan di Counter-Strike: Global Offensive.

Tidak lama lagi, Dust 2 malah bakal menyambangi Fortnite. Gambar di atas adalah penampakan map legendaris tersebut di Fortnite, sedangkan gambar di bawah adalah penampakannya di CS:GO. Seperti yang bisa kita lihat, tampilannya begitu mirip, dan nuansa kartun khas Fortnite-nya hanya kentara dari warna hijau mencolok pada pohon-pohonnya.

CS:GO Dust 2

Adalah Team Evolve yang bertanggung jawab atas eksistensi Dust II di Fortnite. Mereka adalah sekelompok desainer yang rajin merancang custom map dan custom mode menggunakan platform sandboxing Fortnite Creative untuk berbagai brand dan organisasi.

Ini tentu bukan pertama kalinya Dust 2 dibuat untuk game lain. Replikanya bisa kita temukan di Far Cry 5 Arcade, dan tentu saja komunitas Minecraft punya segudang versi Dust 2. Dalam waktu dekat, Dust 2 juga dapat dimainkan di salah satu game terpopuler saat ini.

Dust 2 di Fortnite nantinya bisa diakses melalui fitur Battle Lab, yang sejak Desember lalu memungkinkan mode battle royale untuk diterapkan pada custom map yang dibuat di Fortnite Creative. Buat yang tidak sabar, nantikan saja kode untuk map-nya yang akan segera dirilis Team Evolve melalui Twitter.

Sumber: Team Evolve (Twitter) via PC Gamer.

Bos Epic Games Ingin Developer Berhenti Gunakan Sistem Loot Box

Di industri game, loot box adalah salah satu topik kontroversial yang sering dibahas. Tahun lalu, pemerintah Amerika Serikat bahkan berencana membuat regulasi tentang loot box. Loot box menjadi pembicaraan hangat karena belakangan, semakin banyak game yang menggunakan sistem tersebut. Game-game populer sekalipun menggunakan sistem loot box, seperti Overwatch, Apex Legends, dan FIFA. Memang, penggunaan sistem loot box terbukti menguntungkan. Belum lama ini, Nintendo mendapatkan US$1 miliar dari game mobile. Game yang memberikan kontribusi paling besar adalah Fire Emblem, yang merupakan game gacha. Namun, CEO Epic Games, Tim Sweeney merasa, developer harus berhenti menggunakan sistem loot box atau gacha demi mendapatkan untung.

“Kita harus bertanya pada diri kita sendiri, sebagai industri, kita mau menjadi industri seperti apa? Apa kita ingin seperti Las Vegas, yang penuh dengan perjudian… atau kita mau dikenal sebagai kreator dari produk yang bisa dipercaya oleh konsumen?” kata Sweeney, menurut laporan Dexerto. Dia merasa, saat ini, industri game sedang berada di persimpangan jalan dan mereka harus memilih jalan yang benar. “Kita harus berhati-hati dalam menciptakan game yang pengalaman bermain para pemain dipengaruhi oleh jumlah uang yang dihabiskan. Sistem loot box memiliki mekanisme yang sama dengan judi. Hanya saja, Anda tidak bisa mendapatkan uang Anda kembali di loot box.”

X-ray Llama dalam Fortnite. | Sumber: Dexerto
X-ray Llama dalam Fortnite. | Sumber: Dexerto

Sweeney memang tidak hanya besar omong. Fortnite sempat mengimplementasikan sistem loot box, yang berbentuk Llama, dalam mode Save the World. Ketika penggunaan sistem loot box ini dianggap “predatory”, Epic memutuskan untuk mengubahnya. Mereka membuat agar pemain bisa tahu item yang mungkin mereka dapatkan ketika mereka membeli sebuah Llama. Selain itu, setelah Epic mengakuisisi Psyonix — developer Rocket League — pada 2019, Sweeney juga mengubah sistem loot box yang ada dalam game Rocket League.

Keputusan Epic memengaruhi beberapa developer lain untuk melakukan hal yang sama. Salah satunya adalah Bungie yang memutuskan untuk menghilangkan sistem konten random berbayar pada Destiny 2. Mengingat Fortnite masih menghasilkan uang untuk Epic — pada tahun 2019, Epic mendapatkan US$1,8 miliar dari Fortnite — keputusan Sweeney mungkin akan mendorong developer lain untuk berhenti menerapkan sistem loot box.

Sweeney mengatakan, untuk mendapatkan keuntungan jangka panjang, sebuah developer harus bisa membuat hype tentang game-nya. Dia memberikan contoh kerja sama Fortnite dengan Star Wars dan Marvel. Dia menambahkan, sekarang, game tak hanya dimainkan untuk menghilangkan stres, tapi telah menjadi “tempat” bagi para pemain untuk berkumpul. Karena itu, industri game memiliki tanggung jawab atas jutaan orang yang bermain game mereka setiap hari.

Sumber header: Polygon

Melangkah ke Esports, Audio-Technica Gandeng Team Atlantis

Team Atlantis, organisasi esports yang berasal dari Lithuania, mengadakan kerja sama dengan produsen perlengkapan audio asal Jepang yaitu Audio-Technica. Menyasar pasar game Fortnite, kerja sama ini adalah langkah pertama Audio-Technicake industri esports.

Team Atlantis sendiri besar di ranah kompetitif Fortnite. Pertama kali didirikan pada tahun 2018 dan berisikan pemain asal Eropa. Team Atlantis juga memiliki perwakilan di Fortnite World Cup 2019 Solo Finals yaitu Blaž “K1nzell” Lešnik dan Kevin “LeTsHe” Fedjuschkin.

 

Mengutip Ayo.news, Rebecca Ward selaku Brand Marketing Manager dari Audio-Technica mengatakan bahwa ini adalah pertama kalinya mereka bekerja sama dengan tim esports. Audio-Technica berusaha menerapkan pengalaman panjang mereka dalam memproduksi perlengkapan audio ke lini produk gaming headset dan microphone untuk streaming-nya. Mereka berharap membantu performa Team Atlantis dengan perlengkapan dari Audio-Technica. Beberapa promosi juga sudah diluncurkan oleh Audio-Technica untuk para
penggemar Team Atlantis lewat akun Twitter Team Atlantis.

 

Partnership Manager dari Team Atlantis, James Mockler menyampaikan bahwa dengan berkembangnya industri esports mereka bangga bahwa Audio-Technica menganggap Team Atlantis sebagai pihak yang tepat untuk bekerja sama. “Kami sangat senang dapat membantu Audio-Technica untuk memulai langkah di industri ini. Membantu pemain kami dengan perlengkapan audio high-end dan memperkenalkan produk berkualitas ke penggemar kami. Dengan kesamaan visi yang dimiliki, kami dan Audio-Technica sangat bersemangat untuk menggapai tujuan di tahun 2020 ini”.

Sumber: JB Hi-Fi Official Youtube
Sumber: JB Hi-Fi Official Youtube

Audio-Technica memang sudah terkenal di dunia audiophile. Di pasar gaming sendiri memang sempat ada ‘kebimbangan’ , apakah lebih baik menggunakan headset audiophile atau headset khusus gaming saat bermain game. Dengan peluncuran lini produk gaming oleh Audio Technica ini, seharusnya hal tersebut akan mengurangi perdebatan.

Sayangnya, headset gaming Audio-Technica sendiri masih kesulitan untuk mengalahkan popularitas produk lain yang sudah ada di industri gaming sejak lama. Audio-Technica ATH-G1WL adalah produk unggulan dari lini gaming peripheral mereka. Dengan harga yang jauh lebih mahal dari kompetitornya, membuat Audio-Technica cukup sulit untuk menguasai pasar gaming peripheral. 

Fortnite dan TikTok Gelar #EmoteRoyaleContest

Fortnite dan TikTok mengumumkan kerja sama mereka untuk menjalankan event #EmoteRoyaleContest. Sebelumnya, Fortnite sudah beberapa kali membuat hal serupa seperti #BoogieDown Contest. #BoogieDown mempersilakan para peserta untuk mendaftarkan video mereka ke Facebook, Instagram dan Twitter. Melihat antusiasme penggemar Fortnite, TikTok berusaha untuk memanfaatkan hal tersebut dengan memindahkan kontes tersebut ke platform mereka. Kerja sama ini memang tidak mengherankan, mengingat baik TikTok dan Fortnite punya pasar yang sama-sama besar.

Peserta #EmoteRoyaleContent diharuskan untuk membuat akun TikTok dan mengunggah video tarian mereka ke TikTok. Jangan lupa juga untuk menyertakan #EmoteRoyaleContent di judul videonya. Ada beberapa peraturan yang dibuat oleh Epic Games untuk peserta yang ingin mengikuti kontes ini. Beberapa di antaranya adalah, peserta harus berumur di atas 13 tahun. Peserta juga diwajibkan untuk menggunakan lagu-lagu yang sudah disediakan oleh Epic Games. Pendaftaran peserta akan ditutup pada tanggal 24 Januari 2020. Yang spektakuler adalah, pemenang kontes tersebut berhak mengabadikan tariannya menjadi salah satu emote di game Fortnite.

Melalui website Fortnite, Streamer Imane “Pokimane” Anys dan Jordan Fisher memberikan contoh video yang harus diunggah oleh para peserta. Di video tersebut, tarian Pokimane dan Jordan sudah dijadikan emote oleh Fortnite. Sehingga para peserta mendapat gambaran seperti apa nantinya apabila tarian mereka dijadikan sebuah emote di Fortnite.

Fortnite memang dekat sekali dengan tarian. Fortnite membuat Floss Dance populer di tahun 2018 kemarin. Floss Dance awalnya adalah tarian yang dibuat oleh seorang anak laki-laki di panggung saat Katy Perry melakukan konser pada acara Saturday Night Life. Floss Dance bisa seterkenal ini karena viral di kalangan anak sekolah yang bermain Fortnite.

Rangkul 108 Juta Pengguna, Epic Games Akan Terus Bagikan Game Gratis Tiap Minggu di 2020

Salah satu daya tarik utama layanan premium seperti PlayStation Now dan Xbox Live Gold adalah game gratis. Namun bagi gamer PC, permainan premium cuma-cuma bisa ditemukan di mana saja selama kita jeli: Steam, GOG, Humble Store, hingga IndieGala. Dan sejak meluncur di penghujung tahun 2018, platform Epic Games Store secara konsisten terus membagikan game gratis hingga hari ini.

Dan baru saja, tim pencipta Fortnite dan Unreal Engine itu mengumumkan rencana untuk melanjutkan program bagi-bagi permainan tiap minggu di tahun 2020 sebagai ungkapan terima kasih pada para pengguna. Melalui infografis, developer menyingkap pencapaian membanggakan Epic Games Store, seperti keberhasilan merangkul 108 juta pengguna dalam waktu setahun dan dipercaya gamer sebagai platform distribusi digital tempat mereka menghabiskan uang sebesar US$ 680 juta.

Terhitung mulai bulan Desember 2018 sampai Januari 2020, Epic Games sudah melepas 73 game berbayar (bukan free-to-play) secara gratis, hampir seluruhnya dikembangkan oleh studio third-party. Jika semuanya dijumlahkan, nilainya mencapai US$ 1.455. Permainan-permainan tersebut kabarnya telah diklaim sebanyak lebih dari 200 juta kali (dan saya adalah orang yang paling rajin mengecek apakah ada game gratis baru di Epic Store).

Pada awalnya, Epic Games membagikan permainan cuma-cuma seminggu sekali. Namun menjelang pergantian tahun, frekuensinya melonjak. Di 12 hari terakhir 2019, Epic merilis satu judul gratis setiap hari. Tak berhenti sampai di sana, di tanggal 1 Januari 2020, Epic Games membuka akses ke tiga game lagi yang bisa diperoleh tanpa membayar sepeser pun, yaitu Darksiders, Darksiders II dan Steep.

Yang perlu Anda lakukan untuk mendapatkan permainan gratis hanyalah log-in di Epic Games Store dan memasukkannya ke library dengan melakukan transaksi – hanya konfirmasi, tanpa pembayaran. Selama game berada di library, Anda bisa mengunduh dan memainkannya kapan pun.

Selain pengumuman terkait pencapaian dan kelanjutan program game gratis, Epic Games tak lupa mengabarkan sejumlah agenda ke depan. Mereka akan terus ‘memastikan store tetap bersahabat bagi developer‘ dengan mempertahankan pembagian keuntungan 88 banding 12. Epic juga melakukan kemitraan bersama Humble Store buat menghadirkan metode transaksi keyless. Kerja sama rencananya akan diperluas ke storefront digital lain.

Di usianya yang belia, fitur Epic Games Store memang belum selengkap raksasa seperti Steam, tapi kedua platform setidaknya punya satu kesamaan. Baik Steam maupun Epic Store menerapkan penyesuaian harga game terhadap wilayah/negara asal pengguna. Misalnya buat pelanggan di Indonesia, judul-judul semisal Control, Metro Exodus, Jedi: Fallen Order dan MechWarrior 5 dijual lebih murah dari harga global. Dan jangan kaget jika Anda menemukan beberapa judul di Epic Store yang harganya lebih rendah dari Steam.

Infografis pencapaian Epic Games Store dapat Anda lihat di bawah.

Epic Store 1

Bukan Fortnite, Fate/Grand Order Jadi Game Terpopuler di Twitter

Sepanjang 2019, ada lebih dari satu miliar tweet yang membahas soal game, ungkap Twitter. Angka ini naik 20 persen jika dibandingkan dengan tahun 2018. Jepang menjadi negara yang paling aktif dalam membuat kicauan tentang game. Faktanya, aktifnya para pengguna Jepang membuat Fate/Grand Order, game yang dirilis empat tahun lalu, masih ramai dibicarakan di Twitter hingga saat ini.

Memang, dari tahun ke tahun, pengguna Jepang sering menjadi pemecah rekor di Twitter. Minggu lalu, milyarder Jepang, Yusaku Maezawa mengunggah dua tweet yang paling sering di-retweet sepanjang sejarah. Bahkan pada 2011, pengguna Twitter di Jepang begitu aktif membicarakan anime klasik yang kembali muncul di televisi sehingga topik itu menjadi topik yang paling sering dibicarakan, mengalahkan pengumuman kehamilan Beyonce.

“Popularitas Twitter di Jepang memiliki peran penting dalam menentukan game apa yang paling sering orang bicarakan di Twitter, baik pada tingkat lokal maupun global,” kata Rishi Chadha, Global Head of Gaming Partnerships, Twitter pada The Washington Post. “Fans dari Jepang terus mendorong diskusi tentang game-game yang memang populer di Twitter. Ini menunjukkan bahwa game itu memang tak dibatasi oleh negara.”

Sumber: Epic Games
Sumber: Epic Games

Setelah Jepang, negara yang paling sering membahas soal video game adalah Amerika Serikat, diikuti oleh Korea Selatan dan Thailand. Indonesia masuk peringkat ke-8 dalam daftar 10 negara yang paling sering membahas game di Twitter. Pada November 2019, Twitter mengungkap tentang lanskap pasar gaming di Indonesia. Berdasarkan survei yang mereka lakukan pada 3.928 orang, 86 persen responden mengaku, mereka bermain di perangkat mobile.

Fate/Grand Order menjadi game yang paling banyak dibicarakan di Twitter, mengalahkan Fortnite, yang menjadi game dengan pendapatan paling besar pada 2019. Selain itu, Final Fantasy juga menjadi salah satu game yang paling sering dibahas oleh pengguna Twitter. Kemungkinan, salah satu alasan mengapa Final Fantasy sering dibicarakan karena game remake dari Final Fantasy VII akan dirilis pada Maret tahun ini. Pada tahun ini, Chadha memperkirakan, Jepang masih akan memengaruhi diskusi tentang game di Twitter, terutama karena turnamen fighting game EVO Japan 2020 akan diadakan pada akhir bulan Januari ini. Selain itu, Intel Open World juga akan diadakan sebelum Olimpiade Tokyo.

Selain soal industri gaming, Twitter juga mengungkap data tentang esports. Menurut Twitter, turnamen esports yang paling sering dibahas adalah League of Legends World Championship, diikuti oleh EVO 2019 dan Fortnite World Cup. Sementara itu, organiasi esports yang paling sering menjadi bahan pembicaraan adalah FaZe Clan, diikuti oleh G2 Esports dan Cloud9. Tyler “Ninja” Blevins menjadi streamer yang paling populer di kalanganpengguna Twitter. Duduk di posisi kedua dalam daftar streamer yang paling sering dibicarakan adalah YouTuber asal Spanyol, ElRubius sementra posisi ketiga ditempati oleh YouTuber asal Irlandia, Jack Septic Eye.

Sumber header: Tokyo Buzzy Clips

2019, Fortnite dan FIFA 19 Jadi 2 Game dengan Pendapatan Terbesar

Sepanjang 2019, Fortnite berhasil mendapatkan total pendapatan sebesar US$1,8 miliar, menurut data dari Superdata, yang dimiliki oleh Nielsen. Total pendapatan Fortnite turun 25 persen dari US$2,4 miliar pada 2018. Meskipun begitu, Fortnite masih menjadi game free-to-play (FTP) dengan pendapatan terbesar sepanjang 2019. Faktanya, 2019 menjadi tahun kedua Fortnite menjadi game dengan pendapatan terbesar.

Dengan pendapatan US$1,6 miliar, Dungeon Fighter Online dan Honour of Kings menjadi dua game FTP dengan pendapatan terbesar setelah Fortnite, disusul oleh League of Legends dan Candy Crush, yang memiliki pendapatan US$1,6 miliar dan Pokémon Go dan Crossfire, yang masing-masing berhasil mendapatkan US$1,4 miliar. Menariknya, meskipun Fortnite menjadi game gratis berpendapatan terbesar, jumlah pemain League of Legends masih lebih banyak. Salah satu alasan mengapa Fortnite sukses mendorong pemainnya untuk terus membeli item berkat promosi dan kerja sama yang dilakukan oleh Epic Games, misalnya dengan Star Wars, Avengers, dan Stranger Things. Game FTP merepresentasikan 80 persen dari total pasar game digital.

Sementara itu, sepanjang 2019, spending para pemain game digital mencapai US$120,1 miliar, naik 3 persen jika dibandingkan dengan tahun 2018. Mobile gamer masih memberikan kontribusi terbesar dengan spending sebesar US$64,4 miliar. Sementara total spending PC gamer mencapai US$29,6 miliar dan pemain konsol US$15,4 miliar. Dari segi media interaktif, Gaming Video Content (GVC) memberikan kontribusi US$6,5 miliar dan mixed reality US$6,3 miliar pada total spending.

Sumber: Superdata
Sumber: Superdata

Pendapatan dari game premium pada 2019 mencapai US$18,9 miliar, turun 5 persen jika dibandingkan dengan tahun 2018. Menurut TechSpot, alasannya adalah karena jumlah game AAA yang diluncurkan sepanjang 2019 lebih sedikit. Meskipun begitu, pendapatan game premium diperkirakan akan naik pada 2020 menjadi US$19,8 miliar karena peluncuran game Cyberpunk 2077 dan The Last of Us Part II. Keduanya memang memiliki hype yang tinggi dan dinanti-nanti oleh para gamer. Selain itu, peluncuran konsol generasi baru, PlayStation 5 dan Xbox Series X, juga diperkirakan akan mendorong pendapatan game premium.

Selama 2019, FIFA 19 menjadi game premium dengan pendapatan terbesar. Total pendapatan game sepak bola itu mencapai US$786 juta. Call of Duty: Modern Warfacer duduk di posisi kedua dengan total pendapatan US$645 juta.

Masih Perkasa, Fortnite Kumpulkan Pendapatan Rp25 triliun Selama 2019

Setelah hampir 3 tahun menemani para pemainnya, Fortnite ternyata terbukti masih menjadi favorit banyak gamers di dunia. Walau kurang populer di Indonesia, game ini tetap masih menjadi pilihan, dengan total pemain mencapai kurang lebih 250 juta pemain di bulan Maret 2019 lalu.

Selain itu, tahun 2019, Fortnite kembali mencetakkan rekor. Mengutip riset yang dilakukan SuperData, sebuah perusahaan sub-divisi bidang gaming milik Nielsen, Fortnite mencatatkan pemasukan sebesar US$1,8 miliar (sekitar Rp25 triliun), dan mencatatkan diri di peringkat 1 game free to play dengan pendapatan terbanyak. Angka ini melejit cukup jauh jika dibandingkan dengan League of Legends, yang hanya mendapatkan US$1,5 miliar (sekitar Rp 20 triliun) saja sepanjang tahun 2019; yang membuatnya bertengger di posisi ke-4 dari 10 game free to play dengan pendapatan terbanyak di 2019.

Mengutip SuperData, ada beberapa faktor atas suksesnya Fortnite. Pertama, adalah soal update konten yang rutin. Strategi ini berhasil membuat pemain jadi pembeli setia atas konten-konten yang disajikan Epic Games. Dikatakan, walau jumlah pemain Fortnite lebih sedikit dibanding League of Legends, namun para pemainnya dua kali lipat lebih ingin untuk membeli konten in-game Fortnite. Selanjutnya, faktor kedua yang tak kalah penting menurut SuperData adalah karena berbagai promosi bersifat crossover yang dilakukan oleh Fortnite, seperti dengan Marvel Avengers, Stranger Things, ataupun Star Wars.

Secara umum, laporan tersebut mengatakan bahwa pendapatan dari konten digital meningkat tiga persen dalam perbandingan data tahun ke tahun. Sepanjang 2019, konten digital berhasil mengumpulkan pendapatan sebesar US$120,1 milyar. Walau demikian, pendapatan konten digital untuk PC games masih tertinggal jika dibanding dengan mobile games. Dari total US$120,1 milyar, sektor mobile games mendapatkan US$64 milyar, dilanjut US$29,6 milyar dari sektor PC games dan US$15,4 milyar dari sisi game konsol.

Memang sepertinya pada tahun 2019 lalu, besaran pasar mobile games sedang meningkat dengan cukup signifikan. Peningkatan dari sisi teknologi mungkin jadi salah satu faktor penyebabnya. NPD juga sempat mengungkap belanja gamers Amerika Serikat di Q3 2019 lalu. Ketika itu, total pendapatan gaming meningkat satu persen dengan pendapatan terbesar dari sektor konten digital, dengan Pokemon GO termasuk sebagai salah satu dari 7 game top-grossing.

Sumber: Fortnite Official Site
Tren mobile games tak terhentikann, Epic Games juga memutuskan membuat versi mobile dari Fortnite pada pertengahan 2018 lalu. Sumber: Fortnite Official Site

Kalau bicara pasar mobile gaming, Indonesia adalah salah satu pasar yang besar. Hal ini terbukti lewat Esports Market Trend 2019 dari DSResearch yang menemukan tiga dari lima game esports terpopuler adalah mobile game. Walau Fortnite masih mempertahankan diri sebagai game terpopuler dan paling laku, namun tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan.

Melihat angka pendapatan yang dilaporkan oleh Super Data, mungkinkan mobile games akan jadi tren berikutnya di tahun 2020. Apalagi tren ini juga sudah ditanggapi berbagai pengembang besar di barat. Contohnya seperti Epic Games yang merilis Fortnite untuk mobile, Riot Games membuat LoL: Wild Rift untuk mobile, dan Activision Blizzard yang membuat Diablo untuk mobile.

Sumber header: Fortnite Official Site

10 Konten Gaming di YouTube yang Paling Populer di 2019

YouTube Rewind 2019 sudah datang. Anda bisa nyinyir soal ini atau mengambil pelajaran tentang data konten gaming di YouTube yang paling populer.

Data-data ini dirilis di microsite dari YouTube Rewind dan menggunakan data sampai dengan 30 Oktober 2019 (berarti angkanya harusnya lebih besar lagi saat artikel ini ditulis). Tanpa basa-basi lagi, inilah 10 konten gaming terlaris di YouTube.

1. Minecraft

Sumber: Mojang
Sumber: Mojang

Dengan total 100,2 miliar views, Minecraft merajai konten gaming di YouTube. Menariknya, Minecraft kembali naik daun setelah content creator gaming paling populer di YouTube, PewDiePie, kembali mengunggah konten Minecraft di akhir bulan Juni. Sebulan setelah PewDiePie mengunggah video berjudul ‘Minecraft Part 1‘, unggahan video terkait Minecraft mencapai titik tertinggi.

Jumlah pemain Minecraft sendiri juga masih sangat masif yang mencapai 480 juta orang. Minecraft juga jadi salah satu game dengan penjualan terlaris sepanjang masa.

2. Fortnite

Sumber: Epic Games
Sumber: Epic Games

Berada di peringkat dua, ada Fortnite yang telah ditonton selama 60,9 miliar kali. Meski Fortnite bisa dibilang sebagai game paling populer di dunia, ia bukanlah yang paling laris ditonton di Youtube.

Sampai bulan Maret 2019, Fortnite memiliki 250 juta pemain di seluruh dunia. Meski memang game ini ‘hanya’ memiliki 78,3 juta pemain aktif setiap bulannya (MAU).

3. GTA V

Sumber: Best HQ Wallpapers
Sumber: Best HQ Wallpapers

Selanjutnya ada Grand Theft Auto V besutan Rockstar Games yang telah ditonton sebanyak 36,9 miliar kali di tahun 2019 ini. Menariknya, GTA V adalah satu-satunya game di daftar ini yang kuat dari aspek singleplayer dan kedalaman cerita.

Meski demikian, GTA V memang sungguh istimewa. GTA V merupakan produk media terlaris sepanjang sejarah (highest gross) — yang berarti dibandingkan produk musik dan film sekalipun. GTA V mencatatkan angka penjualan sebesar US$6 miliarBandingkan dengan Avengers: Endgame yang hanya mencetak uang sebesar US$2,7 miliar.

4. Garena Free Fire

Image Credit: Garena
Image Credit: Garena

Konten Free Fire di YouTube berhasil ditonton setidaknya 29,9 miliar kali sepanjang 2019. Free Fire mungkin adalah satu-satunya game yang masuk peringkat 5 besar yang tidak laris di pasar barat, yang memang lebih suka dengan platform PC ataupun console.

Namun demikian, popularitas Free Fire di Brasil dan Asia Tenggara ternyata mampu mengalahkan 6 game lainnya di daftar ini. Game ini juga ternyata memiliki 450 juta gamer di seluruh dunia dengan 50 juta pemain aktif setiap harinya (DAU), menurut data bulan Mei 2019.

5. Roblox

Jujur saja, mungkin inilah satu-satunya game di daftar ini yang paling tidak familiar di kepala saya. Namun, jika sekilas melihat gameplay-nya, Roblox menawarkan konsep yang mirip dengan Minecraft yang memberikan ruang bermain bebas (sandbox) yang memang cocok bagi komunitasnya memamerkan kreasi mereka sendiri lewat YouTube. Konten Roblox di YouTube berhasil ditonton sebanyak 29,6 miliar kali sepanjang tahun 2019.

Menurut data yang dirilis di bulan April 2019, Roblox memiliki 90 juta pemain aktif setiap bulannya (MAU) di seluruh dunia.

6. PUBG Mobile

Sumber: PUBG Mobile
Sumber: PUBG Mobile

Sayangnya, untuk peringkat 6 dan seterusnya, tidak ada angka yang disuguhkan untuk setiap game. Meski demikian, saya kira tetap menarik dan berguna jika kita melanjutkan daftar ini.

PUBG Mobile memang langsung mencuri perhatian saat ia dirilis pertama kali. PUBG (versi PC-nya) sendiri memang sedang hangat-hangatnya saat versi mobile-nya dirilis. Sayangnya, game ini sepertinya kehilangan momentum dan kalah popularitasnya ketimbang Free Fire – setidaknya dari pengamatan saya di scene esports Indonesia. Mungkin karena memang Free Fire memiliki requirements yang lebih ringan dari sisi perangkat yang digunakan.

Meski begitu, pada bulan Juni 2019, game ini telah mencatatkan total pengguna sebanyak 400 juta dengan 50 juta pemain aktif setiap hari (DAU) di seluruh penjuru dunia.

7. Playerunknown’s Battlegrounds (PUBG)

Sumber: PUBG
Sumber: PUBG

Jika PUBG Mobile kalah dengan Free Fire di platform mobile, PUBG juga sepertinya kalah popularitasnya di platform yang lebih dewasa dibanding Fortnite.

Hal ini juga terlihat dari penurunan pemain aktifnya (concurrent players) di platform PC (Steam) dari titik tertingginya di Januari 2018. Kala itu PUBG mampu menarik 3,2 juta pemain aktif di saat yang sama. Namun menurut data terakhir dari Statista, di bulan November 2019 kemarin, concurrent players-nya menurun hingga di angka 695 ribu.

8. League of Legends

Sumber: League of Legends
Sumber: League of Legends

Meski League of Legends (LoL) jadi game paling populer di Twitch (saat artikel ini ditulis), nampaknya game ini tak begitu populer di YouTube. Namun demikian, tetap saja LoL adalah salah satu game paling laris di dunia sampai hari ini. Menurut data yang diungkap oleh Riot Games selaku publisher-nya di bulan September 2019, ada 8 juta concurrent players setiap harinya.

9. Brawl Stars

Sumber: Red Bull
Sumber: Red Bull

Di peringkat 9, kita kembali ke platform mobile. Brawl Stars adalah game besutan Supercell yang sebelumnya lebih dikenal dari Clash of Clans dan Clash Royale. Nampaknya, setidaknya di YouTube, Brawl Stars sudah mengalahkan popularitas 2 saudara tuanya itu tadi.

Menariknya, meski diperuntukkan untuk platform mobile, game ini tak terlalu populer di Indonesia. Menurut data bulan Juli 2018, 5 negara dengan pemain Brawl Stars terbanyak adalah Singapura, Finlandia, Macau, Hong Kong, dan Malaysia.

10. Mobile Legends: Bang Bang

Sama seperti Free Fire ataupun PUBG Mobile, saya mungkin tak perlu menjelaskan panjang lebar tentang game ini. Setidaknya, di Indonesia, MLBB adalah salah satu game esports terlaris sampai artikel ini ditulis.

Di Indonesia saja, menurut data dari Moonton selaku publisher-nya, MLBB memiliki 31 juta pengguna aktif setiap bulannya (MAU). Lalu kenapa game ini ‘hanya’ bertengger di peringkat 10 di YouTube? Bisa jadi karena turnamen-turnamen resmi dari Moonton seperti MPL (Mobile Legends: Bang Bang Professional League) di 4 kawasan (Indonesia, Malaysia-Singapura, Filipina, dan Myanmar) dan MSC (Mobile Legends: Bang Bang Southeast Asia Cup) 2019 hanya tayang eksklusif di Facebook. Hanya M1 World Championship 2019 yang tayang eksklusif di YouTube.

Terakhir, sebagai penutup, uniknya 10 game yang paling populer di YouTube tadi tidak ada yang dirilis di tahun 2019 ini. Daftarnya dipenuhi dengan game-game yang punya komunitas besar tapi rajin mendapatkan update.

Analis Ungkap 4 Kunci Sukses Free Fire di Asia Tenggara dan Amerika Latin

Bila kita berbicara tentang battle royale, pikiran kita pasti akan langsung tertuju pada dua game battle royale terbesar di dunia: Fortnite dan PlayerUnknown’s Battlegrounds (PUBG). Akan tetapi sebetulnya ada game lain yang diam-diam juga punya kesuksesan besar, bahkan melampaui Fortnite dan PUBG di beberapa negara. Game itu adalah Free Fire, battle royale besutan 111dots Studio dan Garena yang kini jadi kekuatan dominan di Asia Tenggara dan Amerika Selatan.

Seberapa populerkah Free Fire? Menurut sebuah siaran pers dari Garena, Free Fire di pertengahan 2019 memiliki lebih dari 450 juta pengguna terdaftar, dan lebih dari 50 juta peak daily users. Pendapatan game ini juga cukup besar, dengan laporan dari Sensor Tower menunjukkan revenue di kuartal pertama tahun 2019 saja mencapai US$90.000.000 (sekitar Rp1,26 triliun).

Brasil menjadi negara dengan popularitas tertinggi di dunia Free Fire, dan menyumbang sekitar 31% dari pendapatan total. Negara kedua tertinggi adalah Thailand yang menyumbang 11% dari revenue keseluruhan. Mengapa game ini bisa begitu sukses, terutama di wilayah Asia Tenggara dan Amerika Selatan? Belum lama ini Henri Brouard, seorang analis di NetEase Games, mengutarakan pendapatnya lewat situs Gamasutra.

Bisa main di smartphone “kentang”

Hal pertama yang diutarakan Brouard adalah target pasar Free Fire yang memang ingin menjangkau negara-negara berkembang. Garena memastikan bahwa game ini bisa berjalan lancar di perangkat-perangkat berspesifikasi rendah. Brouard menyebutkan data dari Device Atlas, yang menunjukkan bahwa perangkat yang paling banyak ditunakan untuk memainkan Free Fire di kuartal kedua tahun 2019 adalah iPhone 7 dan Samsung Galaxy J2. Smartphone yang terakhir ini hanya memiliki RAM sebesar 1,5 GB dan storage antara 8-16 GB.

Free Fire - Screenshot
Free Fire tidak butuh spesifikasi tinggi | Sumber: Garena Free Fire Indonesia

Untuk memainkan Free Fire secara lancar, para pengguna memang hanya dituntut memiliki RAM 1 GB serta storage sebesar 900 MB. Ini jauh lebih rendah daripada misalnya PUBG Mobile, yang butuh RAM di atas 2GB serta storage 1,5 GB lebih. Free Fire juga menyediakan pilihan setting visual, sehingga pemain di smartphone canggih bisa mendapatkan pengalaman yang lebih baik.

Gameplay super kasual

Free Fire didesain dari awal agar mudah dimainkan siapa saja dan tidak butuh waktu lama. Ketika game dimulai, jumlah pemainnya adalah 50 orang. Artinya satu ronde bisa berakhir lebih cepat, rata-rata sekitar 10 menit saja. Bangunan juga tidak memiliki pintu atau jendela, sehingga pemain tidak bisa bersembunyi dengan mudah di dalamnya. Hal ini ditambah dengan elemen-elemen lain yang mempercepat permainan, seperti high loot area serta drone yang bisa menunjukkan lokasi musuh.

Free Fire - 10 Minutes
Permainan kasual dengan durasi 10 menit | Sumber: Google Play

Dari segi kesulitan, Free Fire menyediakan fitur aim assist yang cukup ekstrem, lebih ekstrem dari game shooter atau battle royale lainnya. Begitu ekstremnya sampai-sampai kursor akan tetap mengunci musuh meskipun mereka bergerak ke arah lain. Di samping itu, ketika pemain melakukan zoom senjata, kursor akan berubah menjadi warna merah bila musuh terkunci. Semua fitur bantuan ini menjadikan Free Fire game yang ramah bagi mereka yang tak terbiasa bermain game shooter.

Monetisasi dengan elemen RPG

Sekilas monetisasi Free Fire mungkin terlihat biasa saja. Pemain bisa mendapatkan imbalan cukup dengan bermain, dan akan mendapat imbalan ekstra bila membeli season pass. Game ini juga menawarkan fitur gacha (Luck Royale) yang akan memberikan item secara acak. Pemain bisa menggunakan mata uang gratisan ataupun premium untuk memainkan Luck Royale ini.

Free Fire - Characters
Battle Royale dengan elemen RPG | Sumber: Google Play

Perbedaan Free Fire dengan battle royale lainnya adalah bahwa game ini memiliki elemen serupa RPG. Di Free Fire, pemain bisa memilih satu dari puluhan karakter berbeda, dan masing-masing karakter ini memiliki keahlian berbeda pula. Sebagian karakter bisa didapatkan secara gratis, tapi ada juga yang harus dibeli dengan mata uang premium. Karakter-karakter ini kemudian bisa di-upgrade agar menjadi lebih kuat, dan tentunya proses upgrade itu akan lebih cepat bila menggunakan mata uang premium.

Ini masih ditambah lagi dengan adanya berbagai item yang akan memberikan keuntungan, seperti mengisi ulang HP, memanggil peti airdrop, dan sebagainya. Dengan mengabiskan lebih banyak uang, pemain bisa mendapat sedikit keuntungan dibandingkan pemain lainnya, dan ini memberikan daya tarik tersendiri.

Merangkul komunitas lokal

Free Fire sangat gencar dalam menapakkan kakinya di pasar lokal, dan ini dilakukan lewat sejumlah aspek berbeda. Hal pertama yang langsung terlihat adalah kanal media sosial resminya terpisah berdasarkan negara. Anda bisa menemukan akun Facebook, Twitter, bahkan YouTube Free Fire khusus untuk pasar Indonesia, Brasil, India, dan sebagainya.

Free Fire - Dia de los Muertos
Event Dia de los Muertos di Free Fire | Sumber: Free Fire South America

Pendekatan kedua adalah pengembangan konten-konten dengan nuansa lokal. Free Fire memiliki event khusus bertema Karnaval Brasil, Dia de los Muertos (perayaan Meksiko), karakter Monkey King (Tiongkok), dan masih banyak lagi. Selain itu, game ini juga banyak mengambil inspirasi dari film atau game lain yang terkenal. Anda bisa menemukan kostum yang mirip Joker, karakter yang mirip John Wick, dan banyak lagi.

Pendekatan lokal berikutnya adalah esports. Di negara-negara barat, esports di platform mobile tidak begitu populer. Tapi lain halnya dengan negara-negara yang bersifat “mobile-first” seperti wilayah Asia Tenggara dan Amerika Selatan. Esports mobile sangat banyak diminati, dan Garena memfasilitasinya lewat kompetisi-kompetisi nasional maupun internasional.

Siaran Free Fire World Cup 2019 yang tayang live di YouTube berhasil meraih 1,4 juta viewer di channel Free Fire Indonesia, dan 1,7 juta viewer di channel Free Fire India. Sementara di Brasil, acara ini ditonton hingga 5,3 juta viewer. Popularitas esports ini kemudian didukung juga oleh keaktifan para YouTuber dan influencer lokal, menciptakan komunitas yang solid di tiap wilayah.

Keberhasilan Free Fire mencapai kesuksesan ini membuat Henri Brouard menyebutnya sebagai “the other king of battle royale”. Apakah Free Fire bisa melampaui kesuksesan Fortnite dan PUBG secara global? Belum tentu, tapi tidak harus juga. Garena berhasil menemukan “sweet spot” dengan cara memahami karakteristik gamer di pasar mereka, dan hasilnya adalah sebuah game yang sukses dengan caranya sendiri.

Sumber: Henri Brouard/Gamasutra