Mengintip Lebih Jauh Coral Island, Game Farming Sim dari Yogyakarta

Originality is overrated. Sekarang, menemukan ide yang sama sekali baru adalah hal yang hampir mustahil. Sebagai gantinya, orang-orang harus mencari cara baru untuk mengeksekusi ide lama. Tampaknya, hal ini juga berlaku di dunia game. Ketika genre battle royale menjadi populer, banyak developer berlomba-lomba membuat game serupa. Pada akhirnya, hanya ada beberapa game battle royale yang bertahan.

Sekarang, Stairway Games, developer asal Yogyakarta, mencoba untuk membuat game farming sim baru, yang dinamai Coral Island. Jika Anda pernah memainkan game-game farming sim, seperti Harvest Moon atau Stardew Valley, Anda akan melihat ada banyak kesamaan di Coral Island. Namun, Coral Island juga menawarkan berbagai keunikan tersendiri. Berikut ulasannya.

 

Gameplay dan Fitur Unik di Coral Island

Coral Island merupakan game farming sim. Jadi, salah satu tugas utama Anda di sini adalah bercocok tanam. Stairway Games menawarkan lebih dari 75 tanaman, termasuk beberapa tanaman yang hanya bisa ditemukan di Asia. Selain itu, Anda juga bisa menanam pohon yang membutuhkan waktu 11 hari untuk tumbuh. Salah satu pohon yang bisa Anda tanam adalah durian, yang jarang ditemukan di game farming sim lain.

Selain bercocok tanam, Anda juga bisa membuat kandang untuk hewan ternak. Ada berbagai hewan ternak yang bisa Anda pelihara di Coral Island, mulai dari hewan ternak yang biasa ditemui di game farming sim, seperti ayam, kambing, sapi, dan domba sampai binatang yang lebih unik, seperti llama, luwak, dan burung puyuh.

Bertani dan beternak memang penting. Namun, jika bosan, Anda juga bisa mencari kegiatan lain, seperti memancing atau menjelajahi gua. Satu hal yang harus diingat, di Coral Island, Anda akan menemukan monster di gua. Jadi, sebaiknya Anda membawa senjata ketika pergi ke gua. Ketika pertama kali menghadapi monster di Stardew Valley, saya cukup kaget. Tapi, keberadaan monster di game farming sim membuat kehidupan damai sebagai petani/peternak menjadi lebih menarik.

Stairway Games memang menyediakan banyak kegiatan yang bisa dilakukan. Tapi, mereka juga tidak mengacuhkan warga Starlet Town. Di kota itu, Anda akan menemukan 32 karakter. Sebanyak 16 orang bisa Anda ajak kencan dan nantinya, menikah. Jika dibandingkan dengan game farming sim lain, Coral Island menawarkan karakter yang bisa di-romance yang cukup banyak. Sebagai perbandingan, di Stardew Valley, ada 12 orang yang bisa Anda kencani. Sementara di Story of Seasons: Friends of Mineral, jumlah karakter yang romanceable hanya mencapai 16 jika Anda juga menghitung Harvest Goddess dan Kappa.

Di halaman Kickstarter, Stairway menyebutkan bahwa mereka berusaha untuk membuat game farming sim yang lebih inklusif melalui Coral Island. Dan memang, kulit para karakter tidak melulu putih dan nama mereka juga tidak selalu kebarat-baratan. Stairway bahkan membuat NPC dengan nama khas Indonesia, seperti Joko dan Dinda. Karakter Joko bahkan mengenakan blankon. Dengan ini, Stairway Games sukses menyelipkan “budaya khas Indonesia” ke dalam game-nya.

NPCs di Coral Island yang bisa diajak kencan. | Sumber: Kickstarter
NPCs di Coral Island yang bisa diajak kencan. | Sumber: Kickstarter

 

Last but not least, Coral Island punya fitur menyelam. Saat menyelam, Anda bisa membersihkan sampah agar ikan-ikan bisa kembali hidup di habitatnya semula. Selain itu, Anda juga bisa berusaha untuk memulihkan terumbu karang. Fitur ini merupakan salah satu keunikan Coral Island dari game farming sim lainnya. Saat menyelam, Anda bahkan bisa mengunjungi Merfolk Underwater Village. Hanya saja, para Merfolk memiliki bahasa sendiri. Artinya, Anda hanya bisa berkomunikasi dengan para Merfolk setelah memahami bahasa mereka.

But, there is no hero without villain. Sebagai “villain”, Stairway Games menyiapkan Pufferfish Drilling Corp. Seperti namanya, perusahaan ini hendak melakukan pengeboran minyak di sekitar Coral Island. Di Stardew Valley, Anda juga akan menemukan “musuh” serupa, yaitu Joja Corp. Dalam game itu, Anda bisa “mengalahkan” korporasi itu dengan memulihkan Community Center. Dan Anda bisa melakukan itu dengan mengumpulkan item-item yang diperlukan di Community Center bundles.

Pufferfish merupakan korporasi yang akan menjadi "lawan" para pemain. | Sumber: Kickstarter
Pufferfish merupakan korporasi yang akan menjadi “lawan” para pemain. | Sumber: Kickstarter

Di Coral Island, juga terdapat berbagai proyek komunitas yang bisa Anda lakukan. Semakin banyak proyek komunitas yang Anda selesaikan, Starlet Town akan menjadi semakin hidup.

 

Coral Island Penuhi Target di Kickstarter, Apa yang Harus Diwaspadai?

Stairway Games menyatakan bahwa mereka sebenarnya punya cukup dana untuk mengembangkan Coral Island. Namun, pada awal Februari 2021, mereka memutuskan untuk melakukan pengumpulan dana di dalam Kickstarter. Coral Island mencapai target pendanaan, sebesar US$70 ribu (sekitar Rp985 juta), dalam waktu kurang dari 36 jam. Per 17 Februari 2020, Coral Island telah mendapatkan lebih dari US$726 ribu (sekitar Rp10,2 miliar), jauh lebih banyak dari target semua mereka. Hal ini menunjukkan betapa tingginya minat para gamer — lokal maupun internasional — akan game ini.

“Kami ingin bisa membuat Coral Island yang sempurna. Kami rasa, satu-satunya cara kami dapat melakukan itu adalah dengan melibatkan komunitas,” ujar Stairway Games dalam halaman Kickstarter Coral Island. “Melalui Kickstarter, kami harap kami bisa memuat komunitas yang antusias dan kami akan bisa menyertakan kalian semua dalam pengembangan dari game ini. Semua ini kami lakukan demi bisa membuat game farming sim terbaik.”

Peta dari Coral Island. | Sumber: Kickstarter
Peta dari Coral Island. | Sumber: Kickstarter

Hanya saja, suksesnya Stairway Games dalam mengumpulkan dana untuk mengembangkan Coral Island bukan akhir dari perjuangan mereka. Sebelum ini, telah ada beberapa game Indonesia yang juga berhasil mencapai target pendanaan di Kickstarter tapi tidak pernah diluncurkan. Hal itu menunjukkan bahwa setelah mengumpulkan dana pengembangan pun, developer masih bisa mengalami berbagai masalah.

Ketika ditanya tentang masalah apa yang mungkin dihadapi oleh para developer, Program Manager, Asosiasi Game Indonesia, Febrianto Nur Anwari menjawab, “Yang pasti manajemen proyek. Kalkulasinya harus tepat, mereka butuh berapa orang untuk menyelesaikan game dalam waktu sekian bulan, dengan scope game yang sudah ditentukan. Tentu saja, mereka juga harus menghitung dana cadangan kalau proses pengembangan game molor sekian bulan.”

Selain itu, Febri juga menekankan pentingnya komunikasi, tidak hanya pada para backers yang mendanai sebuah game, tapi juga ke masyarakat luas. Hal ini bertujuan untuk menghindari rumor tidak sedap. “Nggak semua orang yang nungguin game ini jadi backer. Dan kalau tidak ada update sama sekali, pasti bakal muncul kabar bernada miring, kayak, ‘Sudah funded, tapi kok menghilang, tidak ada update‘,” jelasnya.

Kabar baiknya, Stairway Games tidak hanya membuka komunikasi melalui media sosial seperti Facebook dan Twitter. Mereka juga membuat server Discord khusus untuk orang-orang yang tertarik dengan Coral Island. Sejauh ini, jumlah anggota server itu mencapai lebih dari 6 ribu orang. Server Coral Island bahkan memiliki channel khusus untuk berbagai bahasa, mulai dari Indonesia, Spanyol, Portugis, Prancis, Jepang, Korea Selatan, hingga Thai.

Seri Kingdom Hearts Bakal Rilis di EGS, Lunar New Year Sale di Steam Telah Dimulai

Minggu lalu, muncul berbagai berita di dunia game, baik berita baik maupun berita buruk. Salah satu kabar baik yang beredar adalah Square Enix mengumumkan, game-game Kingdom Hearts akan bisa dimainkan di PC melalui Epic Games Store pada Maret 2021. Sementara kabar buruk yang muncul adalah grup hackers yang menyerang CD Projekt Red mengklaim, mereka telah menjual source code dari Cyberpunk 2077 dan The Witcher 3.

Seri Kingdom Hearts Bakal Tersedia di Epic Games Store

Square Enix mengumumkan bahwa gamer PC akan bisa memainkan seri Kingdom Hearts dalam waktu dekat. Game-game dari franchise ini akan tersedia secara eksklusif di Epic Games Store mulai 30 Maret 2021. Seri Kingdom Hearts yang akan tersedia di EGS mencakup Kingdom Hearts I.5 + II.5, II.8, III, dan Melody of Memory. Memang, seperti yang disebutkan oleh VentureBeat, beberapa tahun belakangan, Square Enix tengah berusaha untuk membawa beberapa game dari franchise terpopulernya — seperti Final Fantasy dan Dragon Quest — ke PC.

Januari 2021, Total Belanja Game di AS Tembus US$4,71 Miliar

Pada Januari 2021, para gamer di Amerika Serikat menghabiskan US$4,71 miliar untuk membeli segala sesuatu terkait game, menurut laporan NPD Group. Hal ini berarti, total belanja gamer AS pada Januari 2021 naik 42% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Total belanja hardware mengalami kenaikan paling tinggi. Pada bulan lalu, jumlah belanja hardware di AS naik 144% menjadi US$319 juta. Menurut laporan GamesIndustry, hal ini terjadi berkat peluncuran konsol-konsol baru. Popularitas Nintendo Switch juga mendukung tren ini. Pada bulan lalu, Switch menjadi konsol dengan angka penjualan terbaik. Namun, dari segi nilai penjualan, PlayStation 5 tetap lebih tinggi. Sementara itu, total belanja untuk konten game naik 36% menjadi US$4,17 miliar. Selama tiga bulan belakangan, Call of Duty: Black Ops Cold War masih menjadi game terpopuler.

Hackers CD Projeck Red Klaim Telah Jual Source Code Cyberpunk 2077

Grup hackers yang menyerang CD Projekt Red mengklaim bahwa mereka telah menjual data yang mereka curi dari developer tersebut. Mereka melelang source code dari game-game buatan CD Projekt Red melalui forum. Di forum tersebut, mereka mengklaim telah menemukan pembeli. Hal ini diketahui dari gambar yang dirilis oleh perusahaan cyberintelligence, Kela, lapor GamesIndustry.

Grup hacker CD Projekt Red mengklaim telah menjual source code dari The Witcher 3.
Grup hacker CD Projekt Red mengklaim telah menjual source code dari The Witcher 3.

Sebelum ini, vx-underground — yang mengumpulkan source code, sampel, dan jurnal dari malware — menyebutkan bahwa grup hackers yang menyerang CD Projekt Red telah mendapatkan source code dari Cyberpunk 2077, THronebreaker, dan The Witcher 3, termasuk versi dengan Ray Tracing yang belum dirilis. Grup hacker itu membuka lelang dengan harga US$1 juta. Mereka juga bersedia menjual semua source code yang mereka curi seharga US$7 juta.

Steam Adakan Lunar New Year Sale

Untuk menyambut Tahun Baru Imlek, Steam memulai Lunar New Year Sale pada 11 Februari 2021 lalu. Biasanya, Steam sale akan berlangsung selama dua minggu. Namun, Lunar New Year Sale hanya berlangsung selama beberapa hari. Steam Sale kali ini akan berakhir pada 15 Februari 2021 pukul 10 pagi PT atau 16 Februari 2021, pukul 1 pagi WIB. Selain diskon game, selama Steam Lunar New Year Sale, Ada juga bisa mendapatkan stiker kerbau gratis, menurut laporan GameSpot.

Jumlah Pemain Terdaftar Rainbow Six: Siege Tembus 70 Juta

Dalam satu tahun terakhir, jumlah pemain terdaftar dari Rainbow Six: Siege bertambah 15 juta orang. Dengan begitu, total pemain terdaftar dari game buatan Ubisoft itu mencapai 70 juta orang. Ubisoft mengungkapkan hal ini saat mereka mengumumkan laporan keuangan mereka. Ketika itu, mereka juga mengaku optimistis akan pertumbuhan Rainbow Six: Siege di masa depan, walau game itu dirilis pada 2015.

Rainbow Six: Quarantine akan jadi spin-off dari Siege. | Sumber: Gamers Grade
Rainbow Six: Quarantine akan jadi spin-off dari Siege. | Sumber: Gamers Grade

Ubisoft juga menyebutkan bahwa mereka sedang mempersiapkan game spinoff dari Siege, yaitu Rainbow Six: Quarantine. Saat ini, game itu tengah dikembangkan oleh Ubisoft Montreal, lapor VentureBeat. Sayangnya, masih belum diketahui kapan game itu akan diluncurkan. Ubisoft berharap, Quarantine akan membuat semakin banyak orang tertarik mencoba Siege.

Serba Serbi dan Potensi Cloud Gaming di Indonesia

Jika Anda ingin memainkan game-game terbaru seperti Cyberpunk 2077 atau The Last of Us 2, Anda harus memiliki perangkat yang memadai, baik konsol ataupun PC gaming. Sayangnya, tidak semua orang punya uang untuk membeli konsol atau merakit PC gaming. Cloud gaming menjadi opsi bagi orang-orang tersebut. Namun, meski memang menawarkan kelebihan yang unik, cloud gaming memiliki tantangannya sendiri. Kali ini kita membahas panjang lebar soal cloud gaming, termasuk soal potensinya di Indonesia.

 

Apa Itu Cloud Gaming?

Cara kerja cloud gaming serupa dengan proses streaming ketika Anda menonton video. Saat Anda menonton video di YouTube, Anda tidak perlu mengunduhnya terlebih dulu karena perangkat Anda terus menerima paket data, berupa video dan audio, dari server YouTube.

Dalam cloud gaming, pihak server tidak hanya mengirimkan paket data, tapi juga memproses tugas komputasi — memproses hasil dari input pemain, melakukan render grafik, dan lain sebagainya. Karena proses komputasi dilakukan di server, hal itu berarti, Anda bisa memainkan game AAA di PC/laptop/smartphone kentang sekalipun. Hanya saja, untuk bisa bermain game dengan lancar di cloud gaming, Anda hanya perlu jaringan internet yang tidak hanya cepat, tapi juga berlatensi rendah.

Saat ini, ada beberapa perusahaan yang telah membuat platform cloud gaming, mulai dari perusahaan yang memang berkecimpung di dunia game, seperti Sony, NVIDIA, dan Xbox, sampai perusahaan teknologi yang jarang berkutat dengan game, seperti Google dan Amazon.

“Alasan mengapa game kini masuk ke cloud adalah karena ada banyak orang yang ingin bisa bermain game tapi tak punya perangkat yang memadai,” kata Andrew Fear, Senior Product Manager of GeForce Now, seperti dikutip dari Polygon. Dengan cloud gaming, akan ada semakin banyak orang yang bisa memainkan game-game “berat” seperti Far Cry 5. Pasalnya, mereka tidak lagi harus membeli PC atau laptop gaming seharga belasan juta rupiah.

Konsep akan cloud gaming sebenarnya telah muncul sejak tahun 2000-an. Layanan cloud gaming pertama adalah OnLive, yang diluncurkan pada Juni 2010. Ketika itu, OnLive menawarkan sejumlah game untuk konsol, seperti Borderlands dan Darksiders. Hanya saja, teknologi cloud gaming masih sangat baru. Alhasil, muncul berbagai masalah teknis, seperti masalah latensi ketika memainkan game-game tertentu. Dalam perusahaan OnLive, juga muncul masalah internal yang mengakibatkan tutupnya perusahaan. Pada akhirnya, mereka menjual aset mereka ke Sony.

Dalam 10 tahun, teknologi berkembang pesat, membuat konsep cloud gaming dapat kembali direalisasikan. Memang, cloud gaming belum sempurna, tapi melalui layanan cloud gaming, Anda sudah bisa bermain game layaknya di PC atau konsol, seperti yang disebutkan Digital Trends.

Ukuran Call of Duty: Black Ops - Cold War mencapai 175 GB.
Ukuran Call of Duty: Black Ops – Cold War mencapai 175 GB.

Alasan lain mengapa cloud gaming kembali populer adalah karena ukuran game-game baru yang semakin besar. Misalnya, Call of Duty: Black Ops – Cold War di PC membutuhkan storage sebesar 175GB. Bayangkan jika Anda memiliki tiga game serupa. Berapa banyak kapasitas storage yang harus Anda siapkan? Berapa lama waktu yang Anda butuhkan untuk mengunduh game itu? Cloud gaming menawarkan solusi untuk masalah-masalah itu. Idealnya, dengan cloud gaming, Anda tidak perlu mengunduh game lagi. Anda bisa langsung terhubung ke server cloud gaming dan memainkan game yang Anda inginkan.

 

Siapa Saja yang Punya Cloud Gaming dan Apa Bedanya?

Microsoft adalah salah satu perusahaan yang mengembangkan layanan cloud gaming. Platform mereka dinamai xCloud. Nama platform tersebut diubah menjadi Xbox Game Pass Cloud Gaming ketika Microsoft menggabungkan Game Pass — layanan berlangganan game dari Microsoft — dengan xCloud pada September 2020, mereka menggabungkan Game Pass dengan xCloud.

Vice President of Cloud Gaming, Microsoft, Kareem Choudhry mengungkap bahwa Microsoft mengembangkan cloud gaming agar para gamer bisa memainkan game di perangkat apapun yang mereka mau. “Sebelum ini, Anda perlu PC spesifikasi tinggi untuk bermain game,” kata Choudhry, lapor CNET. “Dengan menggabungkan Game Pass dan cloud, kami memungkinkan orang-orang untuk melakukan streaming game dari cloud ke konsol dan PC mereka, serta smartphone atau tablet mereka.”

Microsoft menggunakan model berlangganan untuk Cloud Gaming. Biaya berlangganan dari Cloud Gaming adalah US$15 per bulan. Biaya berlangganan ini memang lebih mahal dari layanan cloud gaming lain. Namun, dengan berlangganan Cloud Gaming, Anda juga sudah bisa mendapatkan akses ke Xbox Game Pass Ultimate, yang menawarkan lebih dari 100 game populer. Microsoft juga memastikan bahwa game-game buatan studio game mereka — seperti franchise Halo, Hellblade, The Medium, dan game-game yang Bethesda buat di masa depan — akan selalu tersedia di Cloud Gaming. Hanya saja, daftar game-game buatan studio game pihak ketiga akan terus berubah. Microsoft akan mengganti game-game yang sudah berumur tua dengan yang lebih baru.

Saat ini, Xbox Game Pass Cloud Gaming tersedia 26 negara. Sayangnya, Indonesia tidak termasuk dalam daftar itu. Untuk bisa bermain di Cloud Gaming, Microsoft merekomendasikan pengguna memakai jaringan dengan kecepatan setidaknya 10Mbps. Namun, GSM Arena menyebutkan, kecepatan 10Mbps cukup untuk memainkan game pada resolusi 720p. Jika Anda ingin bermain game pada resolusi 1080p, Anda sebaiknya menggunakan internet dengan kecepatan 20-25Mbps. Cloud Gaming juga sudah dilengkapi dengan fitur Save Cloud Sync. Hal itu berarti, Anda bisa melanjutkan game Anda, tak peduli perangkat apa yang digunakan.

Melalui Cloud Gaming dari Microsoft, Anda akan bisa memainkan game di ponsel kentang sekalipun. | Sumber: VG27
Melalui Cloud Gaming dari Microsoft, Anda akan bisa memainkan game di ponsel kentang sekalipun. | Sumber: VG27

Selain Microsoft, NVIDIA juga membuat layanan cloud gaming, yang dinamai GeForce Now. Mekanisme GeForce Now agak berbeda dengan Cloud Gaming dari Microsoft. Jika Anda ingin bermain game melalui GeForce Now, Anda harus membeli game-nya terlebih dulu. Kabar baiknya, NVIDIA bekerja sama dengan beberapa toko game digital populer, seperti Steam, Epic Game Stores, UPLAY, dan GOG. Namun, daftar game yang bisa Anda mainkan melalui GeForce Now terbatas. Anda bisa melihat game apa saja yang tersedia di GeForce Now di sini.

Sama seperti Microsoft, NVIDIA juga menggunakan model berlangganan. Karena Anda masih harus membeli game yang ingin Anda mainkan, biaya berlangganan GeForce Now jauh lebih murah, hanya US$5 per bulan atau US$25 per enam bulan. NVIDIA bahkan menyediakan versi gratis dari GeForce Now. Tapi, Anda hanya bisa bermain selama satu jam per game. Selain itu, Anda juga tidak bisa mengaktifkan Ray Tracing.

GeForce Now bisa digunakan untuk memainkan game di Android, iPhone atau iPad, Window dan Mac. Melalui cloud gaming dari NVIDIA ini, Anda bisa memainkan game pada 1080p dan 60fps. Anda juga bisa mengaktifkan Ray Tracing dan DLSS. Jika Anda menggunakan NVIDIA Shield, Anda bahkan bisa mendapatkan resolusi 4K. Sama seperti Cloud Gaming, kecepatan minimal yang Anda butuhkan untuk mengakses GeForce Now adalah 10Mbps. Untuk memastikan pengalaman bermain lancar, sebaiknya Anda menggunakan internet dengan kecepatan 22-25Mbps. Jika dibandingkan dengan Cloud Gaming, jangkauan GeForce Now jauh lebih luas, mencapai lebih dari 50 negara. Sayangnya, layanan ini juga tidak tersedia di Indonesia.

Sony juga membuat cloud gaming, yaitu PlayStation Now. Melalui layanan ini, Anda bisa memainkan ratusan game dari PS2, PS3, dan PS4 di PS4, PS5, atau PC Windows. Memang, PS Now belum mendukung perangkat mobile atau Mac. Hanya saja, biaya berlangganan PS Now cukup mahal. Sony menawarkan tiga model berlangganan, yaitu US$20 per bulan, US$45 per 3 bulan, atau US$100 per tahun.

Stadia merupakan platform gaming dari Google. | Sumber: Digital Trends
Stadia merupakan platform gaming dari Google. | Sumber: Digital Trends

Walau jarang berkutat di dunia game, Google juga menunjukkan ketertarikan dengan cloud streaming. Mereka memperkenalkan Stadia pada November 2019. Mereka menyebutkan, untuk mengoperasikan Stadia, mereka menggunakan teknologi yang sama dengan teknologi untuk streaming YouTube.

Sama seperti GeForce Now, untuk memainkan game di Stadia, Anda harus membelinya terlebih dulu. Hanya saja, Google tidak bekerja sama dengan toko digital pihak ketiga seperti Steam. Hal itu berarti, Anda harus membeli game langsung di Stadia. Untungnya, Google menyediakan versi gratis dari Stadia. Di sini, Anda bisa memainkan game dengan resolusi 1080p. Jika Anda rela membeli Google Chromecast Ultra dan membayar versi Pro Stadia — seharga US$10 per bulan — Anda bisa memainkan game yang Anda punya pada resolusi 4K. Selain itu, Google juga menyediakan katalog game yang bisa dimainkan oleh para pengguna berbayar.

Sama seperti Cloud Gaming dan GeForce Now, kecepatan minimal yang dibutuhkan untuk mengakses Stadia adalah 10Mbps. Namun, GSM Arena menyarankan untuk menggunakan internet dengan kecepatan sekitar 20Mbps untuk bisa bermain dengan resolusi 1080p dengan lancar. Sementara jika Anda ingin memainkan game pada resolusi 4K HDR, Anda harus menggunakan internet dengan kecepatan lebih dari 35Mbps.

Walau lebih dikenal sebagai perusahaan e-commerce atau penyedia cloud, Amazon juga tertarik untuk masuk ke industri game. Setelah membeli platform streaming game Twitch pada 2014, Amazon juga mulai mengembangkan cloud gaming. Saat ini, platform cloud gaming Amazon — yang dinamai Amazon Luna — masih dalam tahap closed beta. Jadi, Amazon Luna hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu di Amerika Serikat. Melalui Luna, Anda bisa berlangganan “channel”, yang memungkinkan Anda untuk mengakses game-game dalam channel tersebut.

Amazon menggunakan sistem channel pada Luna. | Sumber: Android Authority
Amazon menggunakan sistem channel pada Luna. | Sumber: Android Authority

Saat ini, Luna hanya memiliki dua channel, yaitu Luna Plus dan Ubisoft Plus. Dihargai US$6 pr bulan, Luna Plus menawarkan 50 game, yang kebanyakan merupakan game indie. Meskipun begitu, Luna Plus juga menawarkan beberapa game AAA, seperti Control, Metro Exodus, GRID, dan The Surge 1&2. Sementara melalui Ubisoft Plus, Anda bisa memainkan game-game buatan Ubisoft. Namun, harga berlangganan dari channel ini lebih mahal, yaitu US$15 per bulan.

Saat ini, para pengguna Luna bisa memainkan game pada resolusi 1080p. Untuk itu, mreeka membutuhkan jaringan dengan kecepatan minimal 10Mbps walau 20Mbps masih menjadi kecepatan yang direkomendasikan. Amazon berencana untuk menambahkan fitur streaming game 4K pada 2021.

 

Tantangan Cloud Gaming

Tantangan terbesar untuk para penyedia layanan cloud gaming adalah koneksi. Pasalnya, untuk bisa bermain game dengan lancar menggunakan cloud gaming, Anda tidak hanya memerlukan jaringan internet yang cepat, tapi juga berlatensi rendah. Bahkan di negara maju seperti Amerika Serikat sekalipun, tidak semua orang bisa mendapatkan akses ke jaringan internet yang diperlukan untuk bermain menggunakan cloud gaming.

Kabar baiknya, jaringan 5G telah tersedia — setidaknya di luar sana. Jaringan 5G tidak hanya menawarkan kecepatan yang lebih tinggi, tapi juga latensi yang jauh lebih rendah. Di beberapa negara maju, jaringan 5G telah digelar. Sayangnya, proses penggelaran itu tidak secepat harapan, apalagi di era pandemi seperti sekarang.

Di Indonesia sendiri, jaringan 4G baru digelar secara nasional pada Desember 2015. Sementara untuk jaringan 5G, Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate mencanangkan untuk menggelar jaringan baru pada 2021. Masalahnya, Indonesia adalah negara kepulauan. Sudah jadi rahasia umum bahwa pembangunan jaringan telekomunikasi di Indonesia tidak merata. Untuk pembangunan jaringan 5G sendiri, pemerintah berencana untuk memprioritaskan kawasan pariwisata, industri, dan kota mandiri, menurut laporan Kompas.

5G dianggap akan membantuk adopsi cloud gaming. | Sumber: Deposit Photos
5G dianggap akan membantuk adopsi cloud gaming. | Sumber: Deposit Photos

Selain koneksi, masalah lain yang harus dihadapi oleh penyedia cloud gaming adalah harga. Penyedia layanan cloud gaming harus bisa mematok harga yang pas: cukup tinggi sehingga mereka tidak rugi, tapi juga cukup terjangkau untuk menarik minat para gamer. Untungnya, harga game AAA terus naik. Saat ini, harga game AAA berkisar di rentang Rp500 ribu sampai Rp1 juta.

“Jika harga game AAA terus naik, menjadi US$70-80 per game, layanan cloud gaming akan sangat menarik bagi orang-orang yang tidak bisa terus membeli game-game baru dari franchise populer, seperti Call of Duty,” kata Lead Analyst, Juniper Research, James Moar pada Polygon. Juniper Research adalah perusahaan riset asal Inggris yang telah melacak data tentang layanan digital, termasuk cloud gaming, sejak 2001.

Lebih lanjut, Moar menjelaskan, jika layanan cloud gaming mengharuskan para penggunanya untuk membeli game sendiri — seperti di Stadia atau GeForce Now — maka biaya berlangganan harus ditekan. Dia memperkirakan, untuk menarik para pelanggan, biaya berlangganan cloud gaming setiap bulan sebaiknya tidak lebih dari biaya berlangganan Netflix. Alasannya, dia mengungkap, jumlah game yang bisa seseorang mainkan dalam sebulan jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah film yang bisa dia tonton. Sebagai referensi, di Indonesia, biaya berlanggan Netflix ada di rentang Rp54 ribu sampai Rp186 ribu.

Lalu, bagaimana jika harga layanan cloud gaming tak bisa ditekan? Penyedia cloud gaming bisa menawarkan game eksklusif. Menyediakan game eksklusif bukan strategi baru di dunia game. Sony juga menggunakan taktik ini untuk mendorong penjualan PlayStation. Dan tampaknya, baik Google maupun Amazon menyadari hal ini. Karena itulah, Google membuat Stadia Games & Entertainment pada November 2019. Amazon juga masih kukuh untuk membuat game sendiri.

Sayangnya, membuat game tidak mudah. Buktinya, meskipun dikabarkan telah menggelontorkan hampir US$500 juta per tahun, divisi gaming Amazon masih mengalami berbagai masalah. Salah satu game yang hendak mereka buat, Crucible, bahkan berhenti dikembangkan. Sementara itu, Google bahkan menutup studio game mereka, Stadia Games & Entertainment (SG&E).

Jade Raymond juga keluar dari Stadia. | Sumber: 9to5Google
Jade Raymond juga keluar dari Stadia. | Sumber: 9to5Google

Melalui blog resmi Stadia, Phil Harrison, Stadia GM dan Vice President mengungkap bahwa alasan Google menutup SG&E adalah karena membuat game membutuhkan uang dan waktu lebih banyak dari yang mereka kira dan Google ingin fokus pada pengembangan teknologi di Stadia. Selain mengumumkan akan penutupan SG&E, Harrison juga mengonfirmasi bahwa Jade Raymond, yang ditunjuk sebagai Vice President dketika SG&E dibentuk pada 2019, telah meninggalkan Stadia. Meskipun begitu, Harrison meyakinkan, Google masih akan terus mengembangkan Stadia. Mereka juga akan terus membantu para developer dan publisher untuk dapat memasukkan game mereka di Stadia.

“Kami tetap berkomitmen pada cloud gaming dan kami akan melanjutkan usaha kami berperan serta dalam industri ini,” ujar Harrison, menurut laporan Polygon. “Fokus kami tetap untuk membuat platform terbaik untuk para gamer dan menyediakan teknologi terhebat bagi rekan-rekan kami sehingga kami bisa menawarkan layanan cloud gaming ke semua orang.”

 

Potensi Cloud Gaming di Indonesia?

Membeli satu set PC gaming seharga Rp30 jutaan memang bukan tugas yang mudah buat mayoritas gamer di Indonesia — apalagi kebanyakan gamer di Indonesia bermain game di mobile yang membutuhkan ‘mesin’ yang lebih murah. Membeli PS5 ataupun Xbox Series S|X  pun juga terhitung lebih mahal ketimbang membeli ponsel — mengingat console memang hanya bisa berfungsi sebagai mesin gaming semata. Apalagi dengan kelangkaan barang sekarang ini (GPU ataupun konsol), yang punya uang pun jadi malas membeli barang jika harganya tak masuk akal.

Cloud gaming sebenarnya bisa menjadi solusi atas semua masalah tadi. GPU langka gara-gara harga Bitcoin naik? Anda tak perlu pusing rebutan GPU dengan para miner. Pengeluaran Anda untuk bermain game juga bisa lebih terjangkau karena ibaratnya bisa ‘dicicil’. Anda tak perlu menyediakan uang belasan juta untuk sebuah GPU kelas atas. Apalagi jika biaya berlangganan cloud gaming bisa lebih rendah ataupun setara dengan Netflix ataupun Disney+.

Mari kita coba hitung-hitungan sedikit. Harga berlangganan Disney+ adalah Rp199 ribu sebulan. Sedangkan paket Netflix yang paling mahal ada di Rp186 ribu sebulan. Biar gampang, anggaplah harganya Rp200 ribu sebulan. Harga RTX 3070, kalau normal, mungkin mencapai Rp9 jutaan. Jadi, jika Anda menyisihkan uang Rp200 ribu sebulan (harga langganan streaming) untuk bisa membeli RTX 3070,  Anda butuh waktu 45 bulan alias hampir 4 tahun. Itu Anda belum bisa bermain game karena baru beli GPU saja.

Jika memang benar langganan cloud gaming bisa setara dengan langganan streaming video premium, akan ada banyak sekali gamer di Indonesia yang bisa menikmati game-game AAA — bukan yang Free-to-Play. Buktinya, ada 2,5 juta pelanggan berbayar untuk Disney+ dan 850 ribu pelanggan Netflix di Indonesia.

Dengan UMP Jakarta terbaru yang sebesar Rp4,4 juta saja, membayar biaya langganan Rp200 ribu per bulan untuk hobi/hiburan memang masih masuk akal. Namun, memiliki console ataupun PC gaming belasan juta atau malah puluhan juta memang jadi tidak masuk akal dengan UMP tadi — kecuali memang tiap hari makan nasi kecap. Karena itu tadi, potensi pasar cloud gaming (andai harganya sama dengan layanan streaming film) sebenarnya sangat besar — apalagi di Indonesia ada lebih dari 100 juta orang yang menggunakan smartphone di 2018.

Sayangnya, permasalahan soal koneksi internet di Indonesia memang seperti benang kusut yang mungkin baru bisa terurai ketika para pengambil kebijakan di masa depan lebih peduli dengan kemajuan teknologi ketimbang soal moralitas. Pemerataan infrastruktur juga jadi PR besar dan berat mengingat Indonesia adalah negara kepulauan. Belum lagi aturan main soal bisnis layanan internet di Indonesia juga belum kondusif untuk menyuburkan kompetisi dagang — jika melihat fenomena dominasi layanan internet kabel di tanah air.

Cloud gaming sendiri, meski tidak butuh perangkat high-end, tetap butuh koneksi internet kelas atas karena butuh latency rendah dan bandwith besar. Biasanya kedua hal tersebut dibutuhkan di dua layanan yang berbeda. Untuk bermain game online, misalnya, tidak butuh bandwith besar namun Anda butuh latency/ping yang kecil agar bisa nyaman bermain. Sebaliknya, jika Anda streaming video, Anda tak butuh latency rendah namun bandwith yang besar. Cloud gaming butuh keduanya, yang saat ini mungkin hanya bisa ditawarkan oleh ISP macam Biznet, MyRepublic, CBN, atau yang sekelas.

ISP untuk GSM (koneksi 4G misalnya) ataupun yang masih pakai FUP, tentunya tidak ideal digunakan untuk cloud gaming karena Anda akan terlalu boros dengan kuota data yang sangat terbatas. Dengan demikian, potensi cloud gaming di Indonesia memang nyaris nol besar. Meski potensi pasarnya besar, hal-hal semacam infrastruktur ataupun mindset para pengambil kebijakan bukan perkara yang mudah diselesaikan.

 

Kesimpulan

Salah satu alasan mengapa masyarakat bersedia mengadopsi teknologi baru — seperti smartphone misalnya — adalah karena teknologi itu memudahkan kehidupan mereka. Pertanyaannya, kemudahan apa yang ditawarkan oleh cloud gaming? Salah satunya adalah menurunkan biaya yang seseorang keluarkan untuk bisa bermain game. Dengan cloud gaming, Anda tidak perlu lagi merakit PC gaming atau membeli laptop gaming dengan harga selangit. Anda bisa menggunakan laptop kuliah atau laptop kerja Anda untuk bermain game. Dan semakin banyak jumlah gamer, industri game akan semakin berkembang. Buktinya, mobile game kini memberikan kontribusi sebesar hampir 50% pada total industri game.

Kemudahan lain yang ditawarkan oleh cloud gaming adalah Anda akan bisa memainkan game di manapun. Memang, sekarang, para gamer sudah bisa bermain mobile game di smartphone mereka. Namun, para gamer AAA tentu tahu bagaimana kualitas game di ponsel. Jika mereka ingin memainkan Grand Theft Auto V atau The Witcher 3, mereka masih harus menggunakan PC, konsol, atau laptop gaming. Cloud gaming membuka kemungkinan bermain game-game berat di laptop kentang atau bahkan perangkat mobile.

Sayangnya, cloud gaming masih punya satu tantangan besar, yaitu jaringan internet. Di negara berkembang seperti Amerika Serikat, kecepatan rata-rata internet mencapai 50Mbps. Walaupun, sama seperti di Indonesia, pembangunan infrastruktur internet di negeri itu tidak merata. Di beberapa kota, seperti Bayside, New York dan Longmont, Colorado, kecepatan internet bisa mencapai 100Mbps. Sementara di beberapa kota lain, seperti Sylvia, North Carolina dan Stowe, Vermont, kecepatan internet bisa hanya mencapai 6Mbps.

Bagaimana dengan Indonesia? Menurut Asia Quest Indonesia, kecepatan internet rata-rata di Indonesia hanyalah 6,65 Mbps. Kecepatan internet puluhan Mbps hanya bisa dinikmati oleh orang-orang yang tinggal di kota besar dengan infrastruktur internet yang memadai. Jadi, tampaknya Indonesia tidak akan menjadi target market dari para penyedia platform cloud gaming dalam waktu lamaaaaaaaaaaa.

Sumber header: Windows Central

Pemasukan Industri Game di Arab Saudi Tembus US$1 Miliar

Industri game terus tumbuh. Pada 2020, total pemasukan industri game diperkirakan hampir mencapai US$160 miliar. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan industri game adalah pandemi virus corona. Asia Tenggara merupakan salah satu pasar game yang masih berpotensi untuk tumbuh. Begitu juga dengan Timur Tengah dan Afrika.

Untuk kawasan Timur Tengah dan Afrika, Arab Saudi menjadi salah satu negara utama yang mendorong pertumbuhan pasar gaming. Pada 2019, populasi di Arab Saudi mencapai 34,27 juta orang. Jika dibandingkan dengan populasi Indonesia — yang mencapai lebih dari 270 juta orang — populasi Arab Saudi memang jauh lebih sedikit. Meskipun begitu, banyak gamer di Arab Saudi yang tidak segan untuk mengeluarkan uang saat bermain game. Berikut data lengkapnya.

 

75% Warga Perkotaan di Arab Saudi Bermain Game

Banyak warga Arab Saudi yang mengisi waktu luangnya dengan bermain game. Faktanya, sekitar 75% dari total masyarakat perkotaan bermain game. Dari 34 juta warga Arab Saudi, sekitar 21,1 juta orang merupakan gamer.

Meksipun industri game masih sering diidentikkan sebagai dunia pria, para perempuan di Arab Saudi juga aktif bermain game. Buktinya, 72% perempuan di Arab Saudi bermain mobile game. Sebagai perbandingan, persentase laki-laki yang bermain mobile gamer adalah 73%, hanya 1% lebih tinggi dari populasi gamer perempuan. Satu hal yang harus diingat, jumlah gamer perempuan yang bermain di PC dan konsol lebih sedikit dari para pemain mobile game, seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di bawah.

Persentase pemain game di mobile, PC, dan konsol berdasarkan gender. | Sumber: Newzoo
Persentase pemain game di mobile, PC, dan konsol berdasarkan gender. | Sumber: Newzoo

Para mobile gamer di Arab Saudi menghabiskan cukup banyak waktunya untuk bermain. Berdasarkan data dari Newzoo, hampir 25% dari netizen Arab Saudi bermain mobile game dalam 5 hari setiap minggu. Hanya saja, angka ini turun drastis di kalangan gamer konsol atau PC. Di Arab Saudi, persentase gamer PC dan konsol yang bermain pada 5 hari dalam seminggu tidak mencapai 10%. .

 

Genre Favorit Gamer Arab Saudi

Di Indonesia, genre favorit para mobile gamer adalah strategi, diikuti oleh MOBA dan action/adventure. Sementara tiga genre favorit gamer PC di Indonesia adalah MOBA, strategi, dan shooter. Jika dibandingkan dengan gamer Indonesia, gamer Arab Saudi punya preferensi genre game yang jauh berbeda. Para gamer Arab Saudi senang untuk bermain game kasual. Genre game favorit mereka adalah puzzle. Sekitar 39% netizen di Arab Saudi mengungkap, mereka senang bermain game puzzle di mobile. Memang, kebanyakan gamer di sana mengaku bahwa puzzle solving merupakan bagian favorit mereka saat bermain game.

Sementara itu, game olahraga menjadi genre favorit gamer Arab Saudi kedua setelah puzzle. Sebanyak 34% netizen Arab Saudi memainkan game dengan genre olahraga. Melihat betapa populernya game olahraga di Arab Saudi, tidak aneh jika FIFA menjadi franchise game paling populer dari negara tersebut. Genre game favorit ketiga di Arab Saudi adalah racing, dengan jumlah pemain mencapai 31% dari populasi online di Arab Saudi. Adventure menjadi genre game favorit keempat. Jumlah pemain dari game adventure di Arab Saudi diperkirakan mencapai 29% dari total populasi online.

Alasan para gamer di Arab Saudi bermain game. | Sumber: Newzoo
Alasan para gamer di Arab Saudi bermain game. | Sumber: Newzoo

Dalam laporan tentang kebiasaan spending para gamer Arab Saudi, Newzoo juga membahas tentang alasan para gamer bermain game. Sebagian besar gamer mengaku alasan mereka bermain game adalah untuk mengisi waktu luang. Hal ini menjelaskan mengapa kebanyakan gamer di Arab Saudi senang bermain game kasual yang tidak membutuhkan waktu lama atau komitmen.

Selain itu, para gamer di Arab Saudi juga bermain game untuk bersosialisasi atau melarikan diri dari realita. Selama pandemi, memang banyak orang yang memilih untuk bermain game sebagai pelarian diri dari realita. Karena itulah, pada tahun lalu, Animal Crossing: New Horizons sempat sangat populer. Game juga menjadi tempat yang aman bagi orang-orang untuk berkumpul bersama teman dan keluarga tanpa harus khawatir akan physical distancing. Terakhir, keinginan untuk menang atau berkompetisi menjadi alasan terakhir mengapa para gamer di Arab Saudi senang untuk bermain game.

 

Bisnis Industri Game di Arab Saudi

Tiongkok merupakan negara dengan pasar gaming terbesar, diikuti oleh Amerika Serikat dan Jepang. Tiongkok dan Amerika Serikat diuntungkan oleh populasi mereka yang besar. Jumlah penduduk Tiongkok mencapai hampir 1,4 miliar orang, sementara AS 328 juta orang. Jika dibandingkan dengan dua negara itu, populasi Arab Saudi memang jauh lebih kecil, hanya mencapai 34 juta orang. Namun, hal itu bukan berarti pemasukan industri game di negara juga kecil.

Pada 2020, total pemasukan industri game di Arab Saudi mencapai US$1 miliar, naik 41,1% dari 2019. Sebagai perbandingan, total pemasukan industri game Indonesia menembus US$1,1 miliar pada 2018. Ketika itu, jumlah penduduk Indonesia mencapai 267 juta orang. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah gamer di Arab Saudi tak terlalu banyak, kebanyakan gamer di sana rela mengeluarkan uang demi bermain game.

Pengelompokan netizen Arab Saudi ke tiga golongan spender. | Sumber: Newzoo
Pengelompokan netizen Arab Saudi ke tiga golongan spender. | Sumber: Newzoo

Newzoo membagi para gamer yang menghabiskan uang dalam game ke dalam tiga kategori: minor spender, average spender, dan big spender. Sekitar 12% netizen Saudi Arabia masuk dalam kategori big spender saat bermain mobile game, sementara 31% merupakan average spender. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kawasan Eropa, yang pasar gaming-nya dianggap telah matang. Di Eropa, jumlah average spender adalah 12% dari total netizen sementara jumlah big spender hanya mencapai 4%.

Kebanyakan big spenders di Arab Saudi merupakan gamer konsol. Sebagian besar para gamer konsol juga merupakan spender. Newzoo memperkirakan, tren ini muncul karena di ada banyak game free-to-play di mobile dan PC. Padahal, mendorong para pemain gratis untuk mengeluarkan uang bukanlah hal mudah, khususnya para mobile gamer. Meskipun begitu, mobile game tetap memberikan kontribusi terbesar pada total pemasukan industri game di Arab Saudi. Alasannya adalah karena jumlah mobile gamer tetap lebih banyak dari gamer PC atau konsol. Memang, seperti Indonesia, Arab Saudi juga merupakan negara mobile-first.

Menurut Statista, pemasukan di industri mobile game di Arab Saudi akan mencapai US$344 juta pada 2021. Angka ini diduga masih akan tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata (CAGR) sebesar 10,3%. Hal itu berarti, pada 2025, pasar mobile game di Arab Saudi diduga akan bernilai US$509 juta.

Sumber: Newzoo

Sony Rugi Saat Jual PS5, Codemasters Setuju untuk Diakuisisi EA

Minggu lalu, beberapa perusahaan mengeluarkan laporan keuangannya. Salah satunya adalah Sony. Dalam laporan keuangan tersebut, mereka menyebutkan bahwa mereka justru mengalami kerugian saat menjual PlayStation 5. Selain itu, para pemegang saham Codemasters juga telah bertemu untuk menentukan apakah mereka setuju dengan akuisisi oleh EA.

Harga PS5 Lebih Murah dari Biaya Produksi

Sony Interactive Entertainment baru saja mengeluarkan laporan keuangan mereka. Dalam laporan keuangan tersebut, mereka menyebutkan bahwa harga PlayStation 5 lebih murah dari biaya pembuatannya. Hal itu berarti, Sony justru merugi ketika menjual PS5. VentureBeat memperkirakan, biaya produksi PS5 mencapai sekitar US$460-490. Sementara Sony menjual PS5 seharga US$500 dan PS5 Digital Edition senilai US$400. Sony bukan satu-satunya perusahaan yang merugi saat menjual konsol mereka. Microsoft juga mengalami hal yang sama dengan Xbox Series X/S.

Sony Kini Punya Saham di Kadokawa Corporation

Pada minggu lalu, Sony Corporation juga memulai aliansi baru dengan Kadokawa Corporation dan CyberAgent. Kadokawa Corporation merupakan perusahaan yang memiliki bisnis sebagai penerbit dan konten media. Mereka juga merupakan pemilik dari From Software, developer dari Dark Souls dan Bloodborne. Sementara CyberAgent merupakan pemilik dari developer CyGames, yang membuat Granblue Fantasy dan Dragalia Lost.

Dengan aliansi ini, baik Sony maupun CyberAgent akan memiliki saham sebesar 1,95% di Kadokawa. Melalui kerja sama tersebut, ketiga perusahaan akan bekerja sama untuk membuat intellectual property (IP) baru dan memaksimalkan potensi IP yang sudah dimiliki oleh Kadokawa, lapor GamesIndustry.

Pemegang Saham Codemasters dengan Akuisisi EA

Pada Desember 2020, EA dikabarkan akan mengakuisisi Codemasters. Minggu lalu, para pemegang saham Codemasters memberikan persetujuan pada EA untuk melanjutkan proses akuisisi tersebut. Dari 76 pemegang saham, sebanyak 63 orang — yang menguasai 98% dari perusahaan — setuju dengan akuisisi EA. Sebelum ini, regulator di Jerman dan Austria juga telah merestui akuisisi Codemasters oleh EA, menurut laporan Motor1.

Activision Dituduh Mencuri Desain Karakter untuk Call fo Duty

Clayton Haugen, kreator dari karakter bernama “Cade Janus”, menuntut Activision, Infinity Ward, dan Major League Gaming atas tuduhan mencuri konsep karakternya saat membuat Mara, karakter dalam Call of Duty: Modern Warfare. Dalam tuntutannya, Haugen menyebutkan, untuk mengambil foto Mara, Activision menggunakan model yang sama. Selain itu, mereka juga meminta sang model untuk menggunakan pakaian dan perlengkapan yang sama ketika dia menjadi Cade Janus.

Foto buatan Haugen (kiri) dan foto Mara (kanan). | Sumber:
Foto buatan Haugen (kiri) dan foto Mara (kanan). | Sumber: Kotaku

Activision juga dituduh telah menggunakan makeup artist yang sama dan meminta sang makeup artist untuk mendandani sang model seperti ketika dia menjadi model dari Cade Janus. Haugen mengklaim, dia telah membuat karakter ini bertahun-tahun lalu. Dan dia telah mendaftarkan hak cipta atas konsep karakternya pada 2012-2013, lapor Kotaku. Sementara hak cipta untuk foto Cade Janus dia dapatkan pada 2020.

Valve Rilis Versi Beta dari Staem China

Valve akhirnya merilis versi beta dari Steam China. Analis Niko Partners, Daniel Ahmad mengumumkan hal ini melalui Twitter, lapor GamesIndustry. Dia mengonfirmasi, versi beta dari Steam China akan bisa digunakan oleh masyarakat luas pada 9 Februari 2021. Dua game pertama yang tersedia di platform tersebut adalah Dota 2 dan Counter-Strike: Global Offensive. Ahmad menyebutkan, untuk bisa memainkan kedua game itu, para gamer Tiongkok akan diminta untuk masuk ke Steam China. Kabar baiknya, semua data dari game mereka akan langsung dipindahkan ke akun Steam mereka.

Riot Tarik Mantan Eksekutif Netflix

Riot Games menunjuk Ryan Crosby sebagai Head of Marketing and Consumer Products. Sebelum bergabung dengan Riot, Crosby bekerja di divisi marketing dan public relations di berbagai perusahaan besar, termasuk Netflix, Hulu, Activision, dan divisi Xbox milik Microsoft, seperti yang disebutkan oleh The Esports Observer.

Belum lama ini, Riot juga telah menarik mantan eksekutif Netflix lainnya, yaitu Shauna Spenley. Dia ditarik oleh Riot pada Desember 2020 untuk menjadi kepala dari divisi entertainment. Crosby juga akan bekerja dalam divisi tersebut. Tugasnya adalah untuk membuat animasi, musik, dan film dari IP Riot, termasuk League of Legends, Valorant, dan Wild Rift.

Sumber header: Yahoo

Info Turnamen dan Event Minggu Ini

OMEN Boot Camp Valorant Quest telah membuka pendaftaran untuk Anda yang ingin mengikuti rangkaian acara terkait game Valorant. Ada coaching clinic, battlequest atau individual challange. Acara ini juga berhadiah total cukup menarik yaitu 50 juta rupiah.

Info lengkap untuk acara ini bisa dilihat di tautan ini: https://www.menanggaming.com/event

Turnamen PES. Tertarik mengasah keahlian bermain PES atau Pro Evolution Soccer? Anda bisa mencari turnamen terdekat sesuai domisili lewat situs Turnamenpes.com.

HybridIDN Subscription. Berlangganan Hybrid hanya dengan 25k rupiah dan dapatkan artikel ekslusif dan berbobot khas Hybrid.co.id. Cek link ini. https://hybrid.co.id/subscription

Blizzard: Tidak Ada Diablo IV dan Overwatch 2 Tahun Ini

Di industri video game, nama Blizzard jelas sudah bisa dikategorikan sangat senior. Namun meski sudah berdiri selama tiga dekade, jumlah game yang digarap dan dirilisnya boleh dibilang masih bisa dihitung jari. Tentu saja, segelintir game itu terbukti sukses besar.

Sejarah menunjukkan kalau Blizzard memang tidak pernah mau terburu-buru dalam berkarya. Ambil contoh franchise StarCraft. Game StarCraft pertama dirilis di tahun 1998, dan sekuelnya, StarCraft II: Wings of Liberty, baru tiba sekitar 12 tahun setelahnya. Contoh lain adalah Diablo II dan Diablo III, yang jaraknya juga terpaut 12 tahun.

IP terbaru mereka, Overwatch, dirilis di tahun 2016. Game tersebut digarap menggunakan aset dari proyek berjudul Titan yang batal dirilis. Titan sendiri mulai dikembangkan sekitar tahun 2007, sebelum akhirnya pengembangannya dihentikan pada tahun 2013. Maka dari itu, bisa dibilang cikal-bakal Overwatch sudah terbentuk sejak sembilan tahun sebelum perilisannya.

Diablo IV

Jadi jangan heran kalau ke depannya Blizzard masih menerapkan filosofi yang sama. Dua game anyar yang sedang dikerjakannya, Diablo IV dan Overwatch 2, hingga kini masih belum punya jadwal rilis sama sekali, padahal keduanya sama-sama sudah diumumkan sejak tahun 2019 lalu. Dalam laporan finansial terbarunya, Blizzard bahkan memastikan bahwa mereka tidak akan merilis Diablo IV dan Overwatch 2 tahun ini.

Kedengarannya memang mengecewakan, tapi sebagai penggemar kedua franchise tersebut, saya pribadi sama sekali tidak keberatan menunggu lebih lama. Saya lebih memilih developer memanfaatkan waktunya sebaik mungkin guna menciptakan game yang benar-benar matang daripada terburu-buru dan hasilnya mengecewakan seperti Cyberpunk 2077.

Dalam kasus Diablo IV, meski Blizzard sendiri pernah bilang bahwa perilisannya masih lama, mereka rupanya cukup rajin membagikan update mengenai pengerjaannya. Update terakhirnya di bulan Desember 2020 kemarin membahas banyak detail mengenai penyempurnaan substansial yang mereka terapkan pada aspek itemization, aspek yang bisa dibilang menjadi kekuatan utama seri Diablo selama ini. Sebelumnya lagi, Blizzard juga sempat membahas secara merinci mengenai sistem skill dan talent pada Diablo IV.

Overwatch 2

Untuk Overwatch 2, Blizzard memang belum berbicara banyak. Namun kita tahu bahwa game ini pada dasarnya adalah Overwatch yang sama yang selama ini kita kenal, tapi yang digarap menggunakan engine baru, dan yang menaruh fokus ekstra pada konten PvE. Kalau butuh gambaran lebih jelas, Anda bisa tonton demonstrasi gameplay-nya dari dua tahun lalu.

Dua game tersebut adalah yang paling dinanti dari Blizzard, tapi penggemar sejatinya pasti tahu bahwa Blizzard juga sedang menggarap Diablo untuk perangkat mobile. Kabar baiknya, ada kemungkinan game berjudul Diablo Immortal itu bakal dirilis di tahun 2021 ini. Pastinya kapan belum diketahui, tapi semestinya Blizzard bakal membahasnya lebih jauh di event BlizzConline pada tanggal 19 – 20 Februari mendatang.

Sumber: PC Gamer.

Embracer Group Akuisisi Pengembang Seri Game Borderlands, Gearbox Entertainment

Gearbox Entertainment, developer sekaligus publisher yang dikenal lewat seri game Borderlands, punya pemilik baru. Mereka adalah Embracer Group, holding company asal Swedia yang dulunya dikenal dengan nama THQ Nordic AB. Lewat sebuah siaran pers, Embracer mengumumkan akuisisinya terhadap Gearbox senilai $363 juta.

Mahar yang dibicarakan kedengarannya memang sedikit untuk ukuran perusahaan dengan pengalaman sepanjang Gearbox, akan tetapi ini baru jumlah yang dibayarkan di hari pertama. Dalam enam tahun ke depan, Gearbox punya peluang untuk menerima dana tambahan dari Embracer dengan nilai maksimum $1,015 juta seandainya mereka memenuhi target yang disepakati.

Pasca merger, Gearbox bakal menjadi grup operasional milik Embracer yang ketujuh di samping THQ Nordic, Saber Interactive, Koch Media, DECA Games, Amplifier Game Invest, dan Coffee Stain Holding. Perlu dicatat, Gearbox Entertainment sendiri merupakan holding company yang didirikan di tahun 2019 sebagai induk perusahaan dari Gearbox Software dan Gearbox Publishing.

Gearbox didirikan di tahun 1999 sebagai Gearbox Software. Mereka memulai kiprahnya sebagai pengembang expansion untuk game Half-Life besutan Valve, spesifiknya Half-Life: Opposing Force di tahun 1999 dan Half-Life: Blue Shift di tahun 2001. Barulah di tahun 2005, mereka mulai menggarap IP-nya sendiri, yaitu Brothers in Arms.

Godfall, game terbaru yang dipublikasikan oleh Gearbox / Epic Games Store
Godfall, game terbaru yang dipublikasikan oleh Gearbox / Epic Games Store

Namun tidak bisa dipungkiri, karya termasyhur Gearbox adalah seri Borderlands, yang game pertamanya dirilis di tahun 2009. Borderlands 2 yang dirilis di tahun 2012 malah lebih fenomenal lagi. Hingga tahun 2019 kemarin, game tersebut masih dimainkan oleh lebih dari 1 juta orang setiap bulannya, dan sudah terjual sebanyak 22 juta kopi per Agustus 2019.

Sebulan setelahnya (September 2019), Borderlands 3 dirilis dan kembali mencatatkan rekor yang cukup fantastis: lebih dari 5 juta kopi terjual dalam lima hari pertamanya, dan itu semua secara eksklusif dari Epic Games Store saja. Kalau ditotal, franchise Borderlands secara keseluruhan sudah mendatangkan pemasukan lebih dari $1 miliar. Borderlands juga akan diadaptasikan ke film, yang sekarang sedang dikerjakan oleh sutradara Eli Roth.

Bergabungnya Gearbox otomatis akan semakin memperkaya amunisi Embracer Group. Secara keseluruhan ada 58 studio game yang berada di bawah naungan Embracer Group – Wikipedia punya catatan lengkap semua perusahaan game yang diakuisisi oleh mereka sejak tahun 2011. Mei 2020 lalu, laporan tahunan Embracer Group menyebutkan bahwa ada 118 game yang sedang dikembangkan oleh anak-anak perusahaannya, salah satunya Biomutant.

Untuk seri Borderlands sendiri, status 2K Games sebagai publisher game tersebut rupanya tidak terpengaruh oleh merger ini. Dengan kata lain, seandainya ada Borderlands 4, yang berperan sebagai publisher tetaplah 2K Games (dan Take-Two selaku induknya).

Sumber: PC Gamer dan Embracer Group.

Semua yang Perlu Diketahui tentang Mass Effect Legendary Edition

November tahun lalu, EA dan BioWare memberikan kejutan dengan mengumumkan Mass Effect Legendary Edition, kompilasi lengkap sekaligus versi remastered dari Mass Effect, Mass Effect 2, dan Mass Effect 3. Game baru tapi lawas ini rencananya akan dirilis di musim semi tahun ini, dan EA rupanya tidak berbohong.

Lewat sebuah trailer, EA mengumumkan jadwal perilisan resmi Mass Effect Legendary Edition, yakni 14 Mei 2021. Di video tersebut kita bisa melihat sejauh apa penyempurnaan visual yang dihadirkan. Namun grafik yang lebih bagus rupanya hanya sebagian dari cerita lengkapnya.

Meski hanya sebatas remaster, Mass Effect Legendary Edition rupanya juga membawa sederet pembaruan teknis yang sangat krusial. Revisi yang paling banyak tentu diterapkan pada Mass Effect orisinal. Di versi remastered ini, kontrol dalam game tersebut sudah jauh lebih sempurna. BioWare bahkan tidak segan untuk melakukan perbaikan-perbaikan yang sangat spesifik, seperti misalnya membenahi kontrol atas mobil Mako.

Sejumlah elemen UI-nya juga sudah diubah menjadi jauh lebih modern. Secara keseluruhan, combat-nya akan terasa jauh lebih balanced daripada di game aslinya. Untuk Mass Effect 2 dan Mass Effect 3, BioWare sejatinya tidak perlu menerapkan terlalu banyak pembaruan di luar sisi visual.

Bicara soal visual, BioWare juga tidak sekadar meningkatkan resolusi aset teksturnya begitu saja. Beberapa aset bahkan ada yang harus diperbarui satu per satu, seperti misalnya detail wajah karakter-karakter dalam game. Teknik seperti ambient occlusion juga sudah diterapkan ke ketiga game, bukan cuma diterapkan setengah-setengah di Mass Effect 3 saja.

Namun penyempurnaan visual yang menurut saya paling menarik adalah adanya real-time reflection pada Mass Effect Legendary Edition. Berhubung ketiga game aslinya dibuat menggunakan Unreal Engine 3, otomatis BioWare tidak bisa menerapkan real-time raytracing pada versi remastered-nya ini, dan di situlah real-time reflection mencoba menawarkan alternatif.

Di PC, BioWare memastikan bahwa Mass Effect Legendary Edition bisa dijalankan tanpa batasan frame rate sedikit pun. Kalau Anda mampu menjalankannya di resolusi 4K dengan efek HDR, silakan. Kalau Anda ingin menikmati pemandangan planet demi planet yang fantastis di monitor ultra-wide (21:9), silakan.

Juga penting adalah optimalisasi waktu loading, yang pada game pertamanya disamarkan sebagai adegan di dalam elevator. Sebagai perbandingan, kalau di game aslinya kita perlu menghabiskan waktu sekitar 52 detik di dalam elevator, di Legendary Edition kita hanya butuh sekitar 14 detik.

Beralih ke soal kustomisasi karakter, Mass Effect Legendary Edition juga menawarkan opsi kustomisasi yang seragam antara game pertama, kedua, dan ketiganya – opsi yang dulunya cuma tersedia di Mass Effect 3 sekarang juga ada di Mass Effect maupun Mass Effect 2. Tidak seperti dulu, Legendary Edition juga memungkinkan pemain untuk menggunakan preset default Female Shepard (yang baru ada di Mass Effect 3) di game pertama maupun keduanya jika mau.

Ada lebih dari 40 konten DLC yang tersedia di Legendary Edition, namun tidak ada satu pun konten yang benar-benar baru – yang ada justru mode multiplayer Mass Effect 3 yang dipangkas. BioWare pun sama sekali tidak menyentuh jalan cerita dari trilogi game kebanggaannya tersebut. Untuk ending-nya, BioWare memilih ending yang terdapat di Mass Effect 3: Extended Cut sebagai opsi kanon di Legendary Edition.

Sejauh ini, Mass Effect Legendary Edition terdengar cukup menjanjikan, baik untuk penggemar trilogi aslinya, maupun yang hingga kini belum sempat memainkannya sama sekali. Narasi yang kaya, karakter-karakter yang tidak terlupakan, serta dunia dan lore yang ekspansif; tiga hal tersebut adalah yang BioWare banggakan dari karya-karyanya, dan trilogi Mass Effect memang punya itu semua. Legendary Edition hanya menyajikannya dalam kemasan baru yang lebih modern.

Sumber: PC Gamer.