Tencent Buka Kantor Baru di Los Angeles, Jumlah Pemain Valorant Capai 14 Juta Orang

Ada beberapa kabar menarik yang muncul di dunia gaming pada minggu lalu. Salah satunya, Tencent memutuskan untuk membuka kantor cabang baru di Los Angeles. Sementara Facebook baru saja mengakuisisi Unit 2 Games, kreator dari Crayta. Dan Riot Games mengungkap, jumlah pemain aktif bulanan Valorant telah mencapai 14 juta orang.

Tencent Buka Kantor Baru di Los Angeles

Tencent America membuka kantor baru di Los Angeles. Terletak di Silicon Beach, Tencent L.A. akan memiliki pekerja sebanyak 150 orang. Dan dalam waktu tiga tahun ke depan, mereka berencana untuk menambahkan jumlah karyawan di posisi game design, game development, dan engineering. Dengan kantor terbaru ini, Tencent punya lima kantor di Amerika Serikat, lapor GamesIndustry. Kelima kantor itu terletak di Los Angeles, Palo Alto, Irvine, Seattle, dan New York. Belakangan, Tencent tidak hanya aktif untuk melakukan ekspansi secara fisik, mereka juga aktif melakukan merger dan akuisisi. Pada 2020, perusahaan Tiongkok itu ikut serta dalam 31 deal bisnis.

Valorant Punya 14 Juta Pemain Aktif Bulanan

Minggu lalu, Riot Games mengungkap, Valorant kini punya 14 juta pemain PC aktif bulanan. Padahal, game FPS tersebut baru diluncurkan pada 2 Juni 2020. Pada pekan lalu, Riot juga mengumumkan rencana mereka untuk membuat versi mobile dari Valorant.

VCT: Masters Stage 2 baru saja digelar pada akhir Mei 2021.

Untuk mengembangkan ekosistem esports Valorant, Riot telah mengadakan Valorant Champions Tour. VCT berlangsung selama satu tahun penuh. Turnamen-turnamen dari VCT terbagi ke tiga level: Challengers, Masters, dan Champions. Turnamen major kedua dari Valorant, VCT: Masters Stage 2 baru digelar pada akhir Mei 2021. Riot menyebutkan, babak final antara Sentinels dan Fnatic berhasil mendapatkan lebih dari satu juta concurrent viewers. Sementara Average Minute Audience (AMA) dari pertandingan tersebut mencapai 800 ribu orang, lapor VentureBeat.

Facebook Akuisisi Unit 2 Games

Facebook mengumumkan bahwa mereka telah mengakuisisi Unit 2 Games, kreator dari Crayta, platform untuk membuat game menggunakan Unreal Engine 4. Perusahaan media sosial itu mengatakan, akuisisi ini akan membantu mereka untuk memperbanyak konten gaming. Dengan mengakuisisi Crayta, Facebook memudahkan para penggunanya untuk membuat, merilis, dan membagikan game melalui platform Facebook Gaming.

“Ke depan, para pengguna Facebook akan bisa membuat game dalam hitungan menit tanpa harus belajar programming, sementara kreator yang lebih berpengalaman akan bisa membuat game sekompleks yang mereka mau,” kata Vice President of Facebook Gaming, Vivek Sharma, menurut laporan GamesIndustry.

Kompetisi Gamers Without Borders Kembali Digelar

Kompetisi internasional Gamers Without Borders — yang menawarkan total hadiah US$10 juta untuk kegiatan amal — telah dimulai pada Sabtu, 5 Juni 2021. Selain total hadiah, dana yang didonasikan selama kompetisi berlangsung juga akan diberikan untuk kegiatan amal. Sementara itu, kegiatan amal yang dipilih adalah program distribusi vaksin di negara-negara yang kurang mampu, menurut laporan Reuters.

Gamers Without Borders kembali diadakan.

Kompetisi Gamers Without Borders akan berlangsung selama sembilan minggu. Kompetisi itu akan diikuti oleh para pemain profesional dan influencers. Beberapa game yang diadu dalam turnamen tersebut antara lain Rainbow Six: Siege, Fortnite, Rocket League, PUBG Mobile, dan Counter-Strike: Global Offensive.

Pendiri Atari Pimpin Studio Game Baru, Athena Worlds

Pendiri Atari, Nolan Bushnell, resmi menjadi anggota dewan direksi dari Athena Worlds, studio game baru yang punya visi untuk meningkatkan kualitas visual game sehingga selevel dengan visual film bioskop. Dengan ini, Bushnell akan menjadi pemimpin dari Athena Worlds. Sementara dewan direksi dari Athena Worlds sendiri berisi eksekutif dari perusahaan-perusahaan game ternama, seperti King, Blizzard, EA, dan Konami. Teknologi yang dikembangkan oleh Athena akan bisa digunakan dalam game dari berbagai platform, mulai dari PC, PlayStation, Xbox, Nintendo, sampai mobile. Lisensi dari software dan tools buatan Athena juga akan dijual ke ke publisher game agar mereka bisa memangkas biaya dan waktu pengembangan game, lapor GamesIndustry.

Berkat Lockdown, Codemasters Bisa Adakan Diskusi Rutin dengan Pembalap F1 

Codemasters dan EA Esports baru saja merilis video gameplay dari game F1 terbaru mereka. Game racing itu akan diluncurkan pada 16 Juli 2021. Lee Mather, F1 Franchise Game Director, Codemasters mengungkap, selama pengembangan game F1 terbaru mereka, Codemasters mendapatkan banyak masukan dari para pembalap F1. Alasannya, lockdown pada awal pandemi COVID-19 membuat banyak pembalap F1 memiliki banyak waktu luang. Hal ini memungkinkan Codemasters untuk mengajak para pembalap F1 berdiskusi secara rutin. Selain itu, banyak pembalap F1 yang ikut serta dalam Virtual Grand Prix karena berbagai kompetisi balapan yang dibatalkan. Hal ini memperkuat hubungan antara para pembalap dengan tim developer.

“Salah satu dampak positif dari lockdown adalah ada banyak tim dan pembalap yang mendadak punya banyak waktu luang,” kata Mather, menurut laporan Motor1. “Kami bisa berdiskusi tentang banyak hal dengan mereka. Dan walau sekarang kompetisi balapan telah dimulai, kami masih bisa terus melanjutkan diskusi tersebut. Sekarang, kami memiliki jadwal temu yang rutin. Sebelum ini, hubungan kami dengan para pembalap memang sudah baik. Namun, sekarang, kita bisa mengadakan diskusi secara rutin. Dan para pembalap bisa memberikan masukan yang lebih banyak ke game F1.”

7 Mitos Soal Game dan Esports: Fact-Checking

Semakin tinggi pohon, semakin kencang angin yang menerpanya. Seiring dengan naiknya popularitas game dan esports, semakin banyak juga asumsi yang muncul di tengah masyarakat. Seperti game menyebabkan kecanduan atau semua pemain profesional dibayar dengan gaji tinggi. Karena itu, kali ini, Hybrid.co.id akan membahas tentang tujuh mitos yang masih dipercaya oleh banyak orang.

1. Tidak Banyak Perempuan yang Bermain Game

Sampai sekarang, salah satu mitos yang dipercaya oleh banyak orang adalah tidak banyak perempuan yang bermain game. Memang, jumlah gamers laki-laki lebih banyak dari gamers perempuan. Jadi, secara teknis, laki-laki memang kelompok mayoritas. Meskipun begitu, ada banyak perempuan yang juga senang bermain game. Menurut data dari Niko Partners, jumlah gamers perempuan di Asia pada 2017 mencapai 346 juta orang, sekitar 32% dari total popoulasi gamers di Asia. Dua tahun kemudian, pada 2019, jumlah gamers perempuan naik menjadi 500 juta orang, berkontribusi 38% dari total populasi gamers di Asia.

Menariknya, Niko Partners menyebutkan, pertumbuhan jumlah gamers perempuan di Asia lebih tinggi dari angka pertumbuhan gamers secara umum. Pada 2020, pertumbuhan jumlah gamers secara umum hanya mencapai 7,8%. Sementara pertumbuhan jumlah gamers perempuan mencapai 14,8%. Di Indonesia sendiri, jumlah gamers perempuan mencapai 49% dari total gamers di Tanah Air. Sementara di Tiongkok, angka itu sedikit turun menjadi 45%.

Dari 500 juta gamers perempuan di Asia, sebanyak 483 juta (95%) bermain di platform mobile, 201 juta orang (40%) bermain di PC, dan hanya 8,5 juta orang (2%) bermain menggunakan konsol. Seiring dengan naiknya jumlah gamers perempuan, kontribusi mereka pada industri game pun terus naik. Pada 2019, gamers perempuan berkontribusi 35% pada total pemasukan industri game. Diperkirakan, angka itu naik menjadi 39% pada 2020. Sementara data dari Statista menunjukkan, pada 2017, 46% dari keseluruhan gamers merupakan perempuan.

Pembagian gamers berdasarkan umur dan gender. | Sumber: Statista

Belum lama ini, Sony juga merilis laporan tentang game. Dalam laporan tersebut, diketahui bahwa jumlah gamer perempuan yang membeli PlayStation 4/5 jauh lebih banyak dari era PlayStation 1. Pada era PS1, persentase gamers perempuan yang membeli konsol itu hanyalah 18%. Sementara di era PS4/5, jumlah gamers perempuan yang memiliki kedua konsol itu mencapai 41%.

Dari semua data di atas, bisa disimpulkan bahwa gamers perempuan sebenarnya tidak selangka unicorn. Lalu, kenapa gamers perempuan jarang ditemui? Berdasarkan riset terbaru yang dilakukan oleh Reach3 Insights dan Lenovo, sebanyak 59% gamers perempuan menyembunyikan gender mereka ketika bermain game online. Menurut laporan GamesIndustry, alasan gamers perempuan menyembunyikan gendernya adalah untuk menghindari gangguan alias harassment. Salah seorang responden mengaku, demi menyembunyikan gendernya, dia sering memainkan karakter laki-laki di game MMORPG. Dia menjelaskan, dia melakukan hal itu untuk menghindari pemain lain merayunya serta mengirimkan item atau pesan yang tidak diinginkan.

2. Gamers Adalah Orang-Orang Anti-Sosial

Gamers sering digambarkan sebagai seorang penyendiri yang sibuk bermain game tanpa memedulikan orang lain. Padahal, sejak kemunculan game online, gamers juga sering bersosialisasi dengan satu sama lain. Berdasarkan studi berjudul Motivations for Play in Online Games yang dirilis pada 2006, ada tiga alasan mengapa seseorang bermain game. Salah satunya adalah untuk menjalin hubungan dengan pemain lain.

Mengingat manusia adalah makhluk sosial, tidak aneh jika kita selalu berusaha untuk terhubung dengan orang lain dan menjadi bagian dari sebuah kelompok. Karena itulah, game-game online — baik game kooperatif maupun kompetitif — bisa populer. Faktanya, di Korea Selatan dan Tiongkok, bermain game masuk dalam kategori kegiatan sosial. Sebelum pandemi, Hybrid juga mengadakan  acara kumpul para gamers bertajuk Hybrid Dojo setiap dua minggu sekali. Tak hanya itu, teman sekantor saya — yang bukan bagian dari Hybrid — juga sering mengajak satu sama lain mabar PUBG Mobile. Hal ini menunjukkan, walau game bisa dinikmati sendiri, tapi sebagian gamers lebih suka untuk bermain game bersama orang lain.

In-game chat adalah salah satu media komunikasi di game. | Sumber: Medium

Sementara itu, studi The Journal of Computer-Mediated Communication, yang dirilis pada 2014, menemukan bahwa para gamres online tidak hanya fokus untuk melawan musuh dan menaikkan level, tapi juga berinteraksi dengan satu sama lain.

Gamers bukanlah orang-orang anti-sosial yang selalu mengurung diri di kamar, yang merupakan stereotipe yang sering kita lihat di berbagai media pop-culture,” kata Nick Taylor, Lead Author dari studi The Journal of Computer-Mediated Communication, seperti dikutip dari CNET. “Hal ini memang bukan sesuatu yang mengejutkan bagi komunitas gamers. Namun, temuan ini pantas untuk disebarluaskan ke masyarakat awam. Tidak banyak gamers yang merupakan penyendiri.”

3. Bermain Game Lama = Kecanduan Game

Selain beredarnya meme tersebut, film Joker juga membuat banyak orang — khususnya generasi muda — yang mendadak mengaku mengalami penyakit mental, mulai dari depresi sampai Bipolar Disorder (BPD). Padahal, sebagian dari mereka mungkin hanya melakukan self-diagnose dan tidak pergi ke ahli kejiwaan. Tren ini menunjukkan bagaimana sekarang, sebagian orang mulai meromantisasi atau bahkan mengglorifikasi penyakit mental. Dan hal ini membuat sebagian orang mengaku bahwa mereka memiliki gangguan mental tertentu. Terkadang, orang mengklaim bahwa dirinya mengalami depresi, padahal dia hanya merasa sedih.

Begitu juga dengan kecanduan game. Banyak orang dengan mudahnya mengklaim bahwa dirinya atau orang lain mengidap “gaming disorder“. Padahal, senang bermain dalam waktu lama bukan berarti seseorang mengalami kecanduan game. Memang, pada 2019, World Health Organization (WHO) menyatakan gaming disorder sebagai penyakit kejiwaaan. Meskipun begitu, mereka juga menjelaskan beberapa karakteristik dari orang-orang yang memang mengidap masalah gaming disorder.

WHO mengklaim gaming disorder sebagai penyakit mental pada 2019. | Sumber: TechCrunch

Dalam situs resminya, WHO menjelaskan, salah satu karakteristik pecandu game adalah kehilangan kendali akan kebiasaan bermain game. Jadi, seseorang yang mengalami gangguan gaming disorder akan kesulitan untuk membatasi waktu bermainnya. Gejala kedua, pengidap gaming disorder akan memprioritaskan bermain game di atas kegiatan lain, termasuk kegiatan yang merupakan kewajibannya, seperti belajar dan bekerja. Tak tertutup kemungkinan, pengidap gaming disorder juga akan lebih mengutamakan bermain game daripada memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti makan atau mandi.

Karakteristik terakhir dari pengidap gaming disorder adalah mereka tetap bermain walau mereka telah merasakan dampak buruk dari keputusan mereka untuk terus bermain. Misalnya, seorang pelajar yang nilainya merosot karena kebanyakan bermain game tetap memilih untuk bermain game daripada belajar. Jika seseorang memiliki tiga karakteristik di atas dan ketiga gejala tersebut bertahan selama setidaknya 12 bulan, maka dia bisa dinyatakan sebagai pengidap gaming disorder.

4. Game Sama dengan Esports

Esports merupakan bagian dari game. Namun, tidak semua game memiliki esports. Pada dasarnya, definisi dari esports adalah kompetisi dengan video game sebagai alat. Sementara menurut Red Bull, esports adalah ketika para pemain terbaik di sebuah game saling beradu untuk memperebutkan hadiah.  Dengan begitu, bisa disimpulkan, salah satu karakteristik utama esports adalah kompetitif. Namun, tidak semua game fokus untuk menawarkan elemen kompetitif. Sebagian menonjolkan sisi naratif, sebagian yang lain justru menawarkan fitur kooperatif.

Hal lain yang membedakan esports dengan game adalah tujuan dari para pelaku. Dalam esports, tujuan utama para pemain profesional adalah untuk menang dan meraih gelar juara, tidak peduli game esports apa yang mereka tekuni. Lain halnya dengan game. Karena cakupan game jauh lebih luas, maka tujuan seseorang untuk bermain game pun lebih beragam. Ada orang yang bermain game demi gameplay yang menarik, ada yang lebih tertarik dengan lore atau worldbuilding yang immersive, dan ada pula orang-orang yang bermain game demi bisa bersosialisasi dengan gamers lain. Satu hal yang pasti, tujuan utama dari game adalah sebagai media hiburan.

5. Semua Pemain Profesional Punya Gaji Besar

Gaji pemain bintang yang berlaga di Premier League tentunya berbeda dengan gaji pemain dari klub yang berlaga di English Football League Two. Begitu juga dengan pemain esports. Memang, gaji pemain profesional kini menjadi terus naik seiring dengan meningkatnya popularitas esports. Sayangnya, tidak semua pemain esports bisa meniktmati gaji memadai. Besar gaji yang diterima seorang atlet esports akan tergantung pada kemampuannya. Selain itu, hal lain yang memengaruhi gaji yang pemain profesional terima adalah game yang dia tekuni. Semakin populer sebuah game, semakin besar pula potensi gaji yang seseorang bisa terima.

Gaji minimal dari pemain Overwatch League (OWL) adalah US$50 ribu per tahun. Sementara gaji rata-rata dari pemain liga League of Legends Amerika Utara (LCS) bisa mencapai US$300 ribu per tahun. Di Indonesia, gaji pemain Mobile Legends Professional League (MPL) bisa mencapai Rp7 juta. Satu hal yang harus diingat, OWL, LCS, dan MPL merupakan liga esports dengan dukungan dari publisher. Jadi, publisher bisa menentukan gaji minimal yang diterima oleh pemain profesional. Tujuannya, untuk memastikan para pemain profesional memang memberikan performa yang terbaik.

Gaji minimal pemain OWL adalah US$50 ribu. | Sumber: Upcomer

Hanya saja, tidak semua publisher mendukung skena esports dari game mereka. Bagi para pemain esports yang menekuni game-game yang kurang populer, gaji yang mereka terima pasti tidak sebesar gaji pemain dari game-game dengan skena esports yang mumpuni. Mari jadikan pemain Valorant sebagai contoh. Menurut narasumber Hybrid.co.id, gaji pemain Valorant beragam. Ada yang menerima gaji di atas Upah Minimum Regional (UMR) Jakarta, ada yang menerima sekitar UMR Jakarta, dan ada juga yang menerima gaji di bawah UMR Jakarta. Sementara bagi pemain profesional dari game yang popularitasnya sudah memudar, gaji yang mereka terima bisa hanya mencapai ratusan ribu rupiah.

6. Pekerjaan Pemain Profesional Hanya Bermain Game

Pemain profesional bisa disandingkan dengan atlet profesional. Tugas para atlet esports adalah untuk terus mengasah kemampuannya bermain. Jadi, jangan heran jika seorang pemain profesional bisa menghabiskan beberapa jam sehari untuk bermain. Namun, sebenarnya, seorang pemain profesional tidak menghabiskan seluruh waktunya hanya untuk bermain game. Mereka juga harus melakukan kegiatan lain, seperti berolahraga atau meninjau gameplay tim dan permainan musuh.

Liyu “Cody” Sun, pemain League of Legends, mengatakan bahwa tidur yang cukup, pola pikir yang sehat, serta kehidupan sosial yang seimbang juga penting bagi seorang pemain esports. Menurutnya, menghabiskan waktu sepanjang hari hanya untuk bermain bukanlah latihan yang efektif.

“Saya pikir, para pemain profesional yang bisa bermain di level tertinggi adalah mereka yang bisa menemukan jadwal yang sesuai untuk diri mereka sendiri dan membangun gaya hidup yang efisien — berlatih, berolahraga, memastikan asupan gizi cukup, dan memiliki kehidupan sosial yang baik” kata Sun, seperti dikutip dari Intel.

Menurut Spectatorph, dalam sehari, pemain profesional bisa menghabiskan waktu sekitar 1 jam untuk berolahraga dan 1 jam lainnya untuk meninjau permainan tim. Dan waktu yang dihabiskan untuk bermain — berlatih bersama tim maupun sendirian — bisa mencapai 9 jam.

Sementara itu, CEO RRQ, Andrian Pauline alias AP mengatakan, tugas pemain profesional memang tidak hanya bermain game. Mereka juga harus melakukan review dari gaya permainan tim maupun lawan. Soal porsi antara waktu bermain game dengan kegiatan lain non-gaming, AP menjelaskan, hal ini juga tergantung kebutuhan. “Kadang full main, kadang 50-50, kadang 80-20,” ujarnya saat dihubungi oleh Hybrid. Biasanya, para pelatih dari masing-masing tim yang akan menentukan porsi latihan dari anak-anak didiknya.

7. Fans Esports Pasti Adalah Pria

Kebanyakan penonton esports merupakan gamers. Pasalnya, seseorang hanya bisa menikmati konten esports ketika mereka memahami game yang diadu. Jadi, seiring dengan semakin bertambahnya jumlah gamers perempuan, tidak heran jika jumlah penonton esports perempuan juga bertambah.

Menurut data dari Statista, pada 2019, jumlah fans esports perempuan mencapai 22% dari total penggemar esports di dunia. Persentase penonton esports di masing-masing negara berbeda-beda. Di AS, jumlah fans esports perempuan hanya mencapai 17%. Sementara di Inggris, jumlah fans esports perempuan mencapai 25%, Tiongkok 30%, dan Korea Selatan 32%.

Jumlah penonton esports perempaun di masing-masing negara. | Sumber: Statista

Data dari Interpret menunjukkan, jumlah penonton esports perempuan pada Q4 2018 adalah 30,4%, naik dari 23,9% pada Q4 2016. Tia Christianson, Vice President Interpret untuk kawasan Eropa mengatakan, peningkatan sebesar 6,5% dalam 2 tahun adalah pencapaian yang signifikan. Walau dia juga sadar, perubahan dalam komunitas dengan populasi besar akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Kabar baiknya, pertumbuhan jumlah penonton esports perempuan menunjukkan bahwa komunitas esports memang tengah berubah ke arah yang benar, yaitu ke kesetaraan gender.

Kesimpulan

Manusia punya kecenderungan untuk mewaspadai sesuatu yang mereka tidak pahami. Karena itu, orang-orang terkadang menjadi takut akan hal-hal baru, termasuk game dan esports. Jadi, wajar jika muncul berbagai asumsi salah akan industri game dan esports. Misalnya, pada sekitar tahun 1988-1992, muncul ketakutan bahwa game-game table-top RPG (TTRPG), seperti Dungeons and Dragons, merupakan cara baru untuk mempromosikan satasnime, pornografi, dan bahkan pembunuhan. Karena itu, penting bagi masyarakat untuk tetap berpikir kritis dan tidak mempercayai informasi yang didapatkan begitu saja. After all, assume makes an ass out of u and me.

Cyberpunk 2077 Punya Game Director Baru, Game Demon Slayer Bakal Tersedia Dalam Bahasa Inggris

Minggu lalu, muncul rumor baru tentang Nintendo Switch Pro. Dikabarkan, konsol itu akan diluncurkan pada September/Oktober 2021 sebagai pengganti dari Switch orisinal. Selain itu, CD Projekt juga menunjuk Game Director baru untuk Cyberpunk 2077. Pada minggu lalu, Sega juga mengonfirmasi bahwa mereka akan meluncurkan versi Inggris dari fighting game, Demon Slayer.

CD Projekt Tunjuk Game Director Baru untuk Cyberpunk

CD Projekt menunjuk Gabriel Amatangelo sebagai Game Director baru dari Cyberpunk 2077. Mereka mengambil keputusan ini setelah mantan Quest Director Mateusz Tomaszkiewicz mengundurkan diri dan keluar dari perusahaan. Amatangelo bergabung dengan CD Projekt pada Januari 2020 sebagai Creative Director untuk Cyberpunk. Sebelum itu, dia pernah menjabat sebagai Design Director untuk Dragon Age: Inquisition DLC dan juga Lead Designer di berbagai ekspansi dari Star Wars: The Old Republic. Sebagai Game Director dari Cyberpunk, dia akan bertanggung jawab untuk mengembangkan ekspansi dari Cyberpunk, menurut laporan GamesIndustry.

Sega Bakal Rilis Versi Inggris dari Game Demon Slayer

Sega Asia mengonfirmasi bahwa fighting game Demon Slayer juga akan diluncurkan dalam bahasa Inggris, dengan judul Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba – The Hinokami Chronicles. Mereka mengungkap, game itu dilengkapi dengan dua opsi voice, yaitu dalam bahasa Inggris dan bahasa Jepang. Soal subtitle, game tersebut menyediakan empat opsi subtitle, yaitu Inggris, Jepang, Mandarin Tradisional, dan Mandarin Sederhana. Dalam fighting game ini, Anda akan menemukan lebih dari 10 karakter dari Kimetsu no Yaiba, termasuk sang tokoh utama, Tanjiro Kamado, serta adiknya, Nezuko Kamado.

Menurut laporan IGN, game Demon Slayer akan dilengkapi dengan dua mode, yaitu Solo Mode dan Versus Mode. Dalam Solo Mode, Anda akan bermain dengan alur cerita yang sama seperti anime Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba. Di sini, Anda akan bermain sebagai Tanjiro dan harus menemukan cara untuk menyelamatkan Nezuko, yang telah menjadi seorang demon. Sementara di Versus Mode, Anda akan bisa bermain dengan pemain lain — baik secara offline atau online — untuk mengadu karakter yang Anda mainkan.

Switch Pro Dikabarkan Bakal Diluncurkan Pada September 2021

Muncul rumor baru tentang Nintendo Switch Pro. Dikabarkan, konsol itu akan diluncurkan sebagai pengganti dari Switch orisinal. Menurut laporan Bloomberg, yang mengutip narasumber anonim, proses perakitan dari Switch Pro ini akan dimulai pada Juli 2021. Sementara itu, konsol tersebut dikabarkan akan diluncurkan pada September atau Oktober 2021. Nintendo diperkirakan akan memberikan pengumuman terkait Switch Pro sebelum E3, yang dimulai pada 12 Juni 2021, lapor GamesIndustry. Sayangnya, tidak diketahui fitur baru apa saja yang akan dimiliki oleh Switch Pro ini. Satu hal yang pasti, konsol itu akan memiliki harga yang lebih mahal dari Switch versi orisinal.

Microsoft Bakal Gabung Konferensi Pers Xbox dan Bethesda

Microsoft mengonfirmasi bahwa mereka akan menggabungkan konferensi pers E3 untuk Xbox dengan Bethesda, yang telah mereka akuisisi pada tahun lalu. Konferensi pers itu akan diadakan pada 13 Juni 2021 dengan durasi selama 90 menit. Xbox Games Marketing GM, Aaron Grenberg mengungkap, showcase itu akan membahas tentang game-game yang akan diluncurkan oleh Bethesda dan Microsoft, serta game yang akan dirilis untuk Xbox dan Xbox Game Pass. Microsoft mengakuisisi perusahaan induk Bethesda, ZeniMax Media pada September 2020. Setelah itu, Bos Xbox, Phil Spencer mengonfirmasi rencana Microsoft untuk membuat game eksklusif untuk PC, Xbox, serta Game Pass.

Microsoft akan menggabung konferensi pers untuk Xbox dan Bethesda.

Noice Dapatkan US$5 Juta untuk Buat Platform Sosial Bagi Gamers

Noice baru saja mendapatkan investasi sebesar US$5 juta. Dana ini akan digunakan untuk membuat platform sosial bagi para gamers. Bermarkas di Helsinki, Finlandia, Noice didirikan oleh Jussi Laakkonen, yang merupakan pendiri dari Applifier, perusahaan mobile game video sharing yang diakuisisi oleh Unity Technologies pada 2014, menurut laporan VentureBeat.

Untuk membuat Noice, Laakkonen bekerja sama dengan Jenni Wilson, yang menjabat sebagai Lead Game Designer dan Co-founder. Sayangnya, mereka tidak memberikan informasi lengkap tentang apa yang akan startup mereka lakukan. Namun, mereka mengimplikasikan bahwa platform yang mereka buat akan menggabungkan user-generated content, sistem deep game, dan desain sosial yang menarik.

Kenapa Pasar Gaming Asia Tenggara Menjadi Semakin Penting?

Industri game dimonopoli oleh beberapa perusahaan besar asal Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang pada abad ke-20. Namun, sejak tahun 2000-an, industri game mulai berubah. Sekarang, developer indie pun bisa menargetkan pasar global. Pasalnya, keberadaan internet dan perangkat mobile memudahkan developer game untuk menyasar gamer global. Beberapa game yang dibuat oleh sebuah tim kecil atau bahkan seorang developer pun terbukti bisa sukses, seperti Flappy Bird atau Among Us.

Meskipun begitu, belum banyak riset yang membahas tentang perkembangan industri dan budaya gaming di Asia. Karena itu, Phan Quang Anh merilis riset berjudul Shifting the Focus to East and Southeast Asia: A Critical Review of Regional Game Research. Studi tersebut membahas tentang industri dan budaya gaming di kawasan Asia, khususnya Asia Timur dan Asia Tenggara.

Industri dan Budaya Gaming di Asia Timur

Ada beberapa alasan mengapa Asia menjadi semakin penting bagi pelaku industri game. Salah satunya adalah besarnya pasar game di Asia. Baik dari segi pendapatan atau jumlah pemain, Asia merupakan kawasan yang sangat menguntungkan untuk perusahaan game. Selain itu, beberapa negara Asia juga memiliki perusahaan-perusahaan game raksasa, seperti Jepang dengan Nintendo dan Sony, Korea Selatan dengan Nexon, serta Tiongkok dengan Tencent. Terakhir, pemerintah di negara-negara Asia juga cukup punya andil yang cukup besar dalam perkembangan industri game di negaranya masing-masing.

Walkman jadi salah satu pendorong terciptanya budaya individualisme di Jepang. | Sumber: SCMP

Hanya saja, Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok punya budaya gaming yang berbeda-beda. Misalnya, gamers di Jepang cenderung lebih individualistik. Budaya individualisme di Jepang sendiri mulai muncul pada tahun 1970-an, ketika Sony meluncurkan Walkman. Ekosistem game di Jepang pun tumbuh sesuai dengan budaya lokal. Alhasil, kebanyakan gamers Jepang lebih suka untuk bermain game single-player. Sementara itu, gamers di Korea Selatan dan Tiongkok justru menganggap game sebagai kegiatan sosial. Mereka senang bermain game bersama teman-teman mereka, baik co-op game ataupun competitive game. Faktanya, hal ini menjadi salah satu alasan mengapa ada banyak atlet esports yang datang dari Korea Selatan dan Tiongkok.

Budaya bermain game online di Korea Selatan mulai muncul pada 1998, ketika Blizzard meluncurkan StarCraft. Dan bermain game online dengan cepat menjadi salah satu hobi favorit generasi muda. Pasalnya, bermain game online memang tidak memakan biaya besar. Selain itu, PC bangs — alias warnet — juga menjamur. Budaya kompetitif Korea Selatan juga membuat industri esports berkembang. Di sana, ada televisi yang menyiarkan konten esports dan menjadi pemain profesional merupakan karir yang bisa ditempuh. Fenomena esports ini lalu menyebar ke negara-negara lain di Asia Timur dan Asia Tenggara.

Sama seperti gamers Korea Selatan, gamers Tiongkok juga senang bermain bersama orang lain. Meskipun begitu, pasar game Tiongkok tetap berbeda dari industri game Korea Selatan. Salah satu hal yang membuat pasar gaming Tiongkok unik adalah besarnya peran pemerintah dalam mengembangkan industri game online. Pemerintah tidak hanya membuat regulasi terkait industri game online, tapi juga berusaha untuk memajukan perusahaan-perusahaan game lokal. Perusahaan game dengan ide inovatif akan dibantu sehingga bisa tumbuh. Alhasil, pada 2020, ada 19 mobile game asal Tiongkok yang masuk dalam daftar 100 game dengan pemasukan terbesar di Amerika Serikat.

Industri dan Budaya Gaming di Asia Tenggara

Selain Asia Timur, Asia Tenggara juga merupakan kawasan yang patut diperhitungkan oleh perusahaan game. Menurut Newzoo dan Niko Partners, pertumbuhan mobile game di Asia Tenggara pada 2014-2017 mencapai lebih dari 180%. Dan dalam lima tahun ke depan, industri game Asia Tenggara diperkirakan masih akan tumbuh. Menurut data dari Shibuya Data Count, dalam periode 2020-2025, Compound Annual Growth Rate (CAGR) dari industri game di Asia Tenggara akan mencapai 8,5%. Sementara enam negara yang kini menjadi pasar game terbesar di kawasan Asia Tenggara adalah Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Singapura, dan Filipina.

Salah satu faktor pendorong pertumbuhan industri game adalah pembangunan infrastruktur internet. Dan hal ini terjadi karena kemunculan teknologi 5G pada 2020. Tidak heran, mengingat 5G diperkirakan akan memberikan performa hingga 100 kali lebih baik dari jaringan 4G. Faktor lain yang mendorong pertumbuhan industri game di Asia Tenggara adalah naiknya popularitas esports. Seiring dengan semakin populernya konten esports di platform seperti YouTube dan Twitch, pemasukan perusahaan-perusahaan game pun akan naik. Buktinya, Free Fire berhasil menjadi game yang paling banyak diunduh pada 2019.

Free Fire jadi game yang paling banyak diunduh pada 2019.

Selain itu, keberadaan game free-to-play juga punya peran dalam mendorong pertumbuhan industri game di Asia Tenggara. Dan jika cloud gaming berhasil diadopsi secara besar-besaran di Asia Tenggara, ia akan menumbuhkan industri mobile game di kawasan tersebut. Menariknya, lebih dari 55% mobile gamers di Asia Tenggara berumur lebih dari 55 tahun dan hanya 8% yang merupakan remaja. Alasannya, banyak mobile game yang mengusung genre kasual atau bahkan hypercasual. Kedua genre itu bisa dimainkan oleh semua orang.

Hanya saja, mobile game kasual biasanya tidak bertahan lama. Popularitas mobile game kasual sangat rentan. Padahal, model monetisasi yang biasa digunakan developer adalah iklan. Popularitas mobile game kasual bisa memudar hanya dalam waktu beberapa minggu atau bahkan beberapa hari. Karena itu, memperkirakan tren mobile game di masa depan bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan.

Industri Game di Indonesia

Sama seperti Tiongkok, pemerintah dari negara-negara Asia Tenggara juga peduli akan industri game. Hanya saja, peraturan yang ditetapkan oleh negara-negara Asia Tenggara tidak seketat regulasi dari Tiongkok. Dan hal ini bisa menguntungkan perusahaan-perusahaan game asing yang ingin masuk. Tren ini juga berlaku untuk Indonesia.

Indonesia merupakan negara dengan populasi terbesar ke-4 di dunia. Dan jumlah populasi serta pekerja di Tanah Air didominasi oleh generasi muda. Tak hanya itu, para generasi muda ini juga aktif dalam membangun komunitas online. Menurut Newzoo, hal ini merupakan kelebihan pasar game Indonesia. Di Indonesia, mobile game mendominasi pasar game. Kabar baiknya, sekitar 49% dari mobile gamers tidak segan untuk mengeluarkan uang demi membeli item dalam game. Menurut data Newzoo, per tahun, mobile gamer Indonesia rata-rata menghabiskan US$9. Sementara itu, strategi menjadi genre favorit gamers Indonesia. Para pemain game strategi juga merupakan gamers dengan spending terbesar. Sekitar 41% dari mereka rela untuk membeli item dalam game.

Biaya untuk membuat mobile game jauh lebih murah dari game PC online.

Popularitas mobile game merupakan kesempatan emas bagi developer lokal. Alasannya, membuat mobile game membutuhkan dana yang jauh lebih sedikit dari membuat game PC online. Untuk membuat satu mobile game, biaya yang dibutuhkan hanyalah sekitar US$1 ribu. Sementara biaya untuk membuat game PC online lebih dari 10 kali lipat dari biaya tersebut. Karena itu, tidak heran jika kebanyakan developer game di Indonesia memilih untuk membuat mobile game.

Potensi industri game disadari oleh pemerintah Indonesia. Salah satu bentuk dukungan pemerintah pada perusahaan game lokal adalah dengan mengadakan berbagai event game, seperti Game Prime. Selain itu, sejumlah menteri juga menyatakan dukungan pemerintah pada industri game dan esports, seperti Menteri Komunikasi dan Informasi serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Sebelum ini, Indonesia juga sukses untuk melobi negara-negara ASEAN untuk memasukkan esports sebagai cabang olahraga eksibisi di Asian Games 2018 dan menjadikan esports sebagai cabang olahraga bermedali pada SEA Games 2019.

Industri Game di Singapura

Menurut Darang S. Candra, Director for Southeast Asia Research, Niko Partners, besar spending gamers di negara-negara Asia Tenggara berbanding lurus dengan besar Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per kapita di masing-masing negara. Negara-negara dengan PDB per kapita yang relatif rendah, seperti Indonesia dan Filipina, punya Average Revenue per User (ARPU) sekitar US$4-6 untuk game PC dan US$5-8 untuk mobile game. Sementara negara-negara dengan PDB per kapita tinggi, seperti Malaysia dan Singapura, punya ARPU yang lebih tinggi, mencapai US$15-20 untuk game PC dan US$25-60 untuk mobile game.

Memang, selama ini, Singapura dianggap sebagai pusat ekonomi di Asia Tenggara. Walau jumlah populasi Singapura jauh lebih sedikit dari populasi Indonesia, penetrasi internet di negara itu sangat tinggi, mencapai 80% dari total populasi. Sementara 60% pengguna internet Singapura merupakan gamers yang tidak keberatan untuk menghabiskan US$189 per tahun. Tak hanya itu, kebanyakan warga Singapura juga paham Bahasa Inggris dengan baik. Jadi, bukan hal yang aneh jika Singapura menjadi negara Asia dengan tingkat penetrasi game-game Barat tertinggi.

Pemerintah Singapura sendiri sudah tertarik untuk mengembangkan industri game sejak 1995. Sejak saat itu, mereka mendukung startup yang bergerak di bidang game. Tak hanya itu, mereka juga membuka dan mebiayai berbagai laboratorim riset terkait game. Pemerintah Singapura bahkan meminta bnatuan Jepang untuk melatih Sumber Daya Manusia mereka. Mereka juga menetapkan regulasi yang ketat, termasuk terkait pembajakan. Hukuman yang berat dan denda yang besar membuat masyarakat enggan untuk menggunakan produk bajakan. Hal ini membuat perusahaan-perusahaan asing lebih tertarik untuk berinvestasi dan membuka kantor di Singapura. Beberapa perusahaan game besar yang membuka kantor cabang di Singapura antara lain Ubisoft dan Electronic Arts.

Niko Partners: Jumlah Gamers di GSEA Capai 381 Juta Orang

Tahun lalu, ketika lockdown diberlakukan karena pandemi virus corona, banyak orang yang menjadikan game sebagai hiburan dan media untuk berkomunikasi dengan teman dan keluarga. Karena itu, bermain game menjadi hobi yang semakin diminati oleh orang-orang. Dari segi bisnis pun, industri game terlihat semakin menarik. Pasalnya, ketika banyak industri mengalami masalah karena pandemi, industri game justru tetap bisa tumbuh.

Memang, menurut data dari Niko Partners, industri game dan esports di Greater Asia Tenggara — mencakup Asia Tenggara dan Taiwan — akan mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun ke depan. Pada 2019, nilai industri game di GSEA adalah US$5 miliar. Angka itu diperkirakan akan naik menjadi US$8,3 miliar pada 2023. Salah satu alasan mengapa jumlah pemasukan industri game di GSEA bisa naik pesat adalah karena jumlah gamers yang juga terus naik.

“Berdasarkan riset Niko Partners pada 2020, terdapat 381 juta gamers di kawasan Greater Southeast Asia,” kata Director for Southeast Asia Research, Niko Partners, Darang S. Candra pada Hybrid.co.id melalui email. “Di masing-masing negara tersebut, jumlah gamer diperkirakan mencapai sekitar 40-50% dari total populasinya.” Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 273,5 juta pada 2020. Hal itu berarti, jumlah gamers di Indonesia berkisar sekitar 109,4 juta sampai 136,7 juta orang.

Data populasi berdasar Worldometers. Data GDP berdasar dari Statista.

Selain jumlah gamers, tolok ukur lain yang bisa digunakan untuk mengetahui seberapa besar industri game di sebuah negara adalah total pemasukan di negara tersebut. Dan total pemasukan industri game punya kaitan langsung dengan Average Revenue Per User (ARPU). Darang mengungkap, ARPU dari masing-masing negara Asia Tenggara berbeda-beda. Biasanya, besar ARPU  di sebuah negara berbanding lurus dengan besar Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per kapita. Jadi, semakin besar PDB per kapita dari sebuah negara, semakin besar pula ARPU game di negara tersebut.

Jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara, Indonesia memang memiliki PDB paling besar, mencapai US$1.09 triliun. Sebagai perbandingan, PDB Thailand hanyalah US$509,2 miliar, Singapura US$337,5 miliar, dan Malaysia US$336,3 miliar. Meskipun begitu, jumlah penduduk Indonesia juga jauh lebih banyak dari tiga negara tersebut. Alhasil, nilai PDB per kapita Indonesia lebih rendah, hanya mencapai US$3,9 ribu. Sementara itu, PDB per kapita di Thailand mencapai US$7,3 ribu, Singapura US$57,7 ribu, dan Malaysia US$10,4 ribu.

“Negara dengan PDB per kapita yang relatif rendah, seperti Indonesia dan Filipina, juga memiliki ARPU yang realtif rendah,” ujar Darang. “ARPU untuk game PC di Indonesia dan Filipina berkisar antara US$4-6. Sementara untuk negara dengan PDB per kapita tinggi, seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura, ARPU berkisar antara US$15-20. Demikian pula untuk ARPU dari game mobile. ARPU untuk game mobile di Indonesia berkisar antara US$5-8, sementara Malaysia, Thailand, dan Singapura berkisar antara US$25-60.”

CEO ByteDance Bakal Mundur, Fortnite Kerja Sama dengan NBA

Minggu lalu, CEO ByteDance, perusahaan induk dari TikTok, mengumumkan bahwa dia akan mengundurkan diri. Alasannya adalah karena dia ingin fokus pada strategi perusahaan dalam jangka panjang. Sementara Epic Games mengumumkan kerja samanya dengan NBA untuk membuat konten dan turnamen dari game battle royale tersebut.

Fortnite Gandeng NBA untuk Buat Konten Baru

Epic Games baru saja menandatangani kerja sama dengan National Basketball Association (NBA). Dengan ini, mereka akan bisa memasukkan 30 tim NBA ke dalam game Fortnite. Konten NBA dalam game akan muncul dalam bentuk jersey tim dan aksesori yang bisa dikenakan oleh para pemain. Kerja sama ini mulai 21 Mei 2021. Selain itu, Donovan Mitchell dari Utah Jazz dan Trae Young dari Atlanta Hawks juga akan mempromosikan bundle khusus — berisi aksesori yang mereka pilih sendiri — yang dinamai Locker Bundles.

Epic Games baru saja mengajak kerja sama NBA.

Sebagai bagian dari Fortnite x NBA: The Crossover, Epic Games dan NBA juga akan mengadakan kompetisi Fortnite x NBA Team Battles, yang berlangsung selama lima hari. Di kompetisi ini, para pemain akan bisa mewakili tim basket favorit mereka. Di pertandingan tersebut, para pemain juga akan bisa mendapatkan V Bucks, mata uang dalam game Fortnite, lapor The Esports Observer.

CEO ByteDance Bakal Mundur

Zhang Yiming, CEO dari ByteDance, perusahaan induk TikTok, mengumumkan bahwa dia akan mengundurkan diri dari jabatannya pada akhir tahun ini. Co-founder dan HR Head, Liang Rubo akan menggantikan Yiming sebagai CEO. Yiming menjelaskan, tanggung jawabnya sebagai CEO membuatnya harus fokus pada rencana jangka pendek perusahaan. Sementara itu, dia ingin bisa lebih fokus pada strategi jangka panjang perusahaan. Jadi, dia memutuskan untuk mundur dari posisinya sebagai CEO dan beralih ke jabatan yang memungkinkannya untuk fokus pada strategi jangka panjang perusahaan.

ByteDance dikenal sebagai perusahaan induk TikTok. Namun, mereka juga telah menjajaki industri game. Mereka telah mengakuisisi beberapa studio game, seperti Ohayoo, Nuverse, dan PixDance. Tahun lalu, mereka juga membuat publisher game di Tiongkok, Pixamin, serta meluncurkan platform game kasual, Danjuan Games, lapor GamesIndustry. Sementara tahun ini, mereka telah mengakuisisi C4 Games dan Moonton Technology.

Snapchat Games Mendapatkan Lebih dari 200 Juta Pemain

Snap berkata, games di Snapchat telah memiliki lebih dari 200 juta pemain, naik dari 100 juta pada tahun lalu. Dan sekitar 30 juta pengguna Snapchat memainkan Snap Games setiap bulannya. Secara keseluruhan, Snapchat memiliki lebih dari 500 juta pengguna aktif bulanan. Snap mengklaim, aplikasi mereka digunakan oleh 50% pengguna smartphone di Amerika Serikat. Sementara sekitar 40% dari pengguna Snap ada di luar Amerika Utara dan Eropa. Pengguna aktif harian Snapchat di India India telah naik 100% dalam waktu 5 kuartal terakhir.

Snap bekerja sama dengan Unity untuk membuat avatar Bitmoji. | Sumber: VentureBeat

Dalam dua tahun terakhir, ada lebih dari 30 game yang diluncurkan di Snapchat, menurut laporan VentureBeat. Rekan Snap, Voodoo, berencana untuk meluncurkan lima game baru di Snapchat pada tahun 2021. Sebelum ini, mereka telah merilis game Hole.io dan Crowd City. Mereka juga telah meluncurkan Aquapark IO pada musim gugur tahun lalu. Sekarang, game itu telah mendapatkan 45 juta pemain di Snapchat.

Twitch Turunkan Biaya Berlangganan

Twitch mengumumkan, mereka akan menurunkan biaya berlangganan. Tujuannya adalah untuk tidak membebani fans di luar Amerika Serikat. Pada saat yang sama, mereka juga akan menjamin bahwa pemasukan para streamers tidak akan turun. Sebelum ini, Twitch memasang biaya berlangganan sebesar US$5 untuk semua orang, tak peduli dari negara mana seseorang berasal. Namun, mereka merasa, harga tersebut mungkin tidak sesuai untuk orang-orang di sejumlah negara. Karena itu, Twitch akan menyesuaikan biaya berlangganan sesuai dengan biaya hidup di sebuah negara.

“Kami yakin, biaya berlangganan yang lebih murah akan mendorong pertumbuhan dan pemasukan kreator dalam jangka panjang,” kata Twitch, seperti dikutip dari Pymnts, “Tapi, kami juga sadar bahwa kami harus memperhitungkan kemungkinan turunnya pemasukan kreator dalam periode penyesuaian. Untuk memastikan para kreator tidak mendapatkan dampak negatif dari penurunan harga berlangganan ini, kami meluncurkan program 12 bulan untuk menjamin pemasukan kreator.”

Platform Game Blockchain, Forte Dapat Kucuran Dana US$185 Juta

Forte, perusahaan penyedia platform game blockchain, baru saja mendapatkan investasi sebesar US$185 juta. Ronde pendanaan kali ini dipimpin oleh Griffin Gaming Partners. Dengan ini, valuasi Forte menembus US$1 miliar, menjadikannya sebagai unicorn terbaru dalam pasar blockchain gaming, menurut laporan VentureBeat.

Forte adalah perusahaan asal San Francisco, Amerika Serikat, yang menyediakan infrastruktur menggunakan teknologi blockchain. Produk Forte memungkinkan game blockchain untuk menggunakan dompet cryptocurrency demi menyimpan token para pemain. Dompet ini tidak hanya harus aman, tapi bisa digunakan untuk bertransaksi dengan berbagai cryptocurrency, seperti Bitcoin dan Ethereum. Tak hanya itu, uang yang ada di dompet itu juga harus bisa ditukar ke mata uang standar, seperti dollar.

Bagaimana Game Mengubah Perilaku Komunikasi dan Interaksi Sosial

Pernahkah Anda mengenal seseorang yang cerewet di dunia maya, tapi mendadak menjadi diam ketika diajak untuk bertemu tatap muka? Atau mungkin, Anda justru orang yang ceriwis di dunia online tapi menjadi pendiam di dunia nyata. Jangan khawatir, Anda tidak sendiri. Internet memang memengaruhi cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain.

Dan seiring dengan semakin populernya game online, semakin banyak orang yang menggunakan game sebagai tempat untuk bersosialisasi. Memang, game bisa digunakan untuk mendekatkan diri dengan temah yang sudah Anda kenal atau mencari teman yang sama sekali baru.

Evolusi Alat Komunikasi Manusia

Sejatinya, manusia adalah makhluk sosial. Mereka akan selalu mencari cara untuk bisa berkomunikasi dengan satu sama lain. Yang membedakan cara komunikasi manusia dari masa ke masa adalah teknologi yang ada. Seiring dengan berkembangnya teknologi, alat komunikasi manusia pun menjadi semakin canggih. Menurut Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Dampaknya Terhadap Kehidupan, perkembangan alat komunikasi manusia terbagi ke dalam empat era.

Pertama adalah era komunikasi tulisan yang dimulai pada 4000 SM. Kedua adalah era percetakan. Era ini dimulai pada 1456, ketika Gutenberg menemukan alat percetakan. Meskipun begitu, surat kabar baru muncul pada sekitar tahun 1600. Di Eropa, surat kabar yang pertama dicetak berasal dari Jerman, bernama Aviso di Wolfunbuttel. Sementara di Tanah Air, koran nasional yang pertama diterbitkan adalah Medan Prijaji. Koran asal Bandung itu terbit sejak Januari 1907 sampai Januari 1912, menurut laporan Kompas.

Kolom biro jodoh di koran. | Sumber: Hipwee

Sebagai alat komunikasi, koran bersifat satu arah. Jadi, seseorang bisa membuat pengumuman berita suka atau duka — seperti pernikahan atau pemakaman — ke masyarakat luas, tapi, masyarakat tidak bisa membalas kabar tersebut. Tak hanya itu, koran atau majalah juga bisa menjadi alat untuk mencari teman baru. Di koran, terdapat segmen biro jodoh atau cari jodoh, yang berisi daftar orang-orang yang tertarik untuk mencari kekasih. Segmen sahabat pena mungkin lebih jarang ditemukan. Namun, ketika saya masih SD, saya pernah mendapatkan sahabat pena dari majalan anak-anak.

Era ketiga adalah era telekomunikasi. Ada beberapa temuan terkait komunikasi di era ini, seperti film dan radio. Gelombang radio pertama kali diidentifikasi dan dipelajari oleh ahli fisika Jerman, Heinrich Hertz, pada 1887. Namun, transmitter dan receiver pertama radio dibuat oleh pria Italia, Guglielmo Marconi, pada 1895-1896. Empat tahun kemudian, pada 1900, radio mulai digunakan secara komersil.

Di Indonesia, generasi pertama staisun radio muncul pada 1925, di Malabar, Jawa Tengah. Sementara Radio Republik Indonesia (RRI) sendiri didirikan pada 11 September 1945. Hari berdiri RRI kemudian juga diperingati sebagai Hari Radio Nasional, lapor Kompas. Biasanya, radio digunakan sebagai media untuk titip salam, baik untuk keluarga, teman, atau gebetan. Berdasarkan pengalaman pribadi, walau tidak ada jaminan bahwa orang yang dituju akan mendengar salam yang kita kirim, ada rasa kepuasan tersendiri ketika sang penyiar membaca pesan kita.

Selain radio, para era ketiga ini juga ditemukan televisi, yang memungkinkan berbagai layanan komunikasi baru. Hanya saja, sama seperti koran, baik radio maupun TV merupakan alat komunikasi satu arah. Seseorang bisa menggunakan TV dan radio untuk membuat pengumuman pada banyak orang, tapi sang pendengar/penonton tidak bisa berinteraksi dengan pengumuman atau pesan yang disampaikan. Hal ini berubah pada era keempat.

Internet muncul di era komunikasi interaktif. | Sumber: Deposit Photos

Era komunikasi keempat merupakan era komunikasi interaktif. Nama dari era ini merefleksikan kemampuan dari teknologi-teknologi komunikasi yang muncul di era ini, seperti satelit, komputer, dan internet. Semua teknologi komunikasi itu memungkinkan kita untuk berkomunikasi secara dua arah. Pada tahun 1990-an, industri komunikasi mengalami perubahan besar-besaran berkat kemunculan internet, menurut Forbes. Sejak saat itu, internet — serta komputer dan smartphone — memungkinkan terciptanya berbagai alat komunikasi, mulai dari email, instant messaging, Voice Over Internet Protocol (VOIP), forum internet, media sosial, dan juga game online.

Sama seperti alat komunikasi lainnya, media sosial juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Friendster, yang dirilis pada 2001, merupakan salah satu situs media sosial pertama di dunia. Sementara LinkedIn didirikan pada 2002 sebagai situs media sosial untuk para pekerja profesional. Pada 2020, LinkedIn telah memiliki lebih dari 675 juta pengguna, menurut Mary Ville. Pada 2004, Mark Zuckerberg mendirikan Facebook, yang penggunanya kini mencapai miliaran orang. Dan dua tahun kemudian, Twitter didirikan dengan konsep situs microblogging.

Instagram muncul pada 2010. Di tahun yang sama, Pinterest berdiri dan satu tahun kemudian, Snapchat resmi diluncurkan. Dengan ini, konten di media sosial pun mulai berubah, dari teks menjadi gambar. TikTok didirikan oleh perusahaan Tiongkok, ByteDance, pada 2016. Berbeda dengan Facebook atau Instagram, fokus TikTok adalah pada video dengan durasi pendek. Keberadaan TikTok juga menjadi bukti bahwa netizen sekarang lebih gemar untuk mengonsumsi video.

Media sosial juga terus berevolusi. | Sumber: Marry Ville

Keberadaan media sosial memberikan sejumlah kemudahan, seperti terhubung dengan teman atau keluarga yang tinggal jauh dari Anda. Selain itu, media sosial juga memudahkan penggunanya untuk mencari orang-orang yang punya ketertarikan yang sama dengannya. Jika Anda suka bermain game atau tertarik dengan animasi, Anda bisa dengan mudah mencari grup gamers atau animators. Hanya saja, media sosial juga memberikan dampak negatif. Media sosial didesain sedemikian rupa sehingga Anda bisa hanya melihat konten-konten yang Anda sukai. Sehingga, media sosial bisa menjadi echo chamber yang memperkuat bias Anda. Masalah lain yang biasa muncul di media sosial adalah cyberbullying, yang masih ada kaitannya dengan anonimitas di internet.

Terlepas dari dampak positif dan negatif dari media sosial, tak bisa dipungkiri, media sosial membuat komunikasi menjadi lebih mudah dan murah. Dulu, Anda harus mempertimbangkan biaya roaming ketika menelpon orang yang ada di provinsi yang berbeda. Sekarang, Anda bisa terhubung dengan mudah ke orang-orang yang hidup di negara atau bahkan benua lain.

Sekarang, game digadang-gadang sebagai media sosial baru. Memang, kemunculan internet juga mengubah industri game. Internet memunculkan berbagai game online, seperti Lineage dan Starcraft pada 1998 dan Counter-Strike: Global Offensive pada 1999. Sama seperti game offline, pada awalnya, game online merupakan media hiburan. Meskipun begitu, sekarang, game online juga bisa berfungsi sebagai tempat hangout, apalagi ketika lockdown ditetapkan pada tahun lalu.

Bagaiman Game Memengaruhi Interaksi Sosial

Apa yang terbayang di pikiran Anda ketika Anda mendengar kata keren? Masing-masing orang punya definisi keren yang berbeda-beda. Bagi siswa SMA, misalnya, label “cool” mungkin pantas disematkan untuk orang-orang yang ikut dalam band, aktif dalam ekstrakurikuler basket atau sepak bola, atau mungkin menjadi ketua OSIS. Dulu, orang-orang yang senang bermain game lebih sering dikategorikan sebagai nerd atau bahkan mungkin loser. Namun, sekarang tren itu sudah berubah. Kini, orang-orang yang jago dalam bermain game punya karisma tersendiri. Memang, menjadi atlet esports merupakan impian bagian sebagian orang, walau kesempatan untuk menjadi pemain profesional kurang dari 1%.

Sementara itu, dengan semakin maraknya game Pay-to-Win (P2W), orang-orang yang menghabiskan banyak uang dalam game juga sering disanjung dan dinobatkan sebagai “sultan” atau “whale“. Sebagian game influencers bahkan membuat konten tentang berapa banyak uang yang mereka habiskan untuk mendapatkan karakter atau item tertentu. Misalnya, YouTuber Indonesia, feraldoto, yang menghabiskan Rp64 juta demi mendapatkan Albedo C6 di Genshin Impact. .

Sayangnya, stigma negatif yang sudah terlanjur melekat di diri gamer tidak bisa hilang begitu saja. Salah satunya adalah asumsi bahwa gamers merupakan penyendiri atau bahkan bersifat anti-sosial. Padahal, banyak orang yang mendapatkan teman baru — atau bahkan kekasih — melalui game online. Tak hanya itu, di beberapa negara — seperti Korea Selatan dan Tiongkokgame merupakan kegiatan sosial. Pada 2003, Mark Griffiths, seorang dosen di Nottingham Trent University, merilis penelitian terkait game online. Untuk membuat jurnal itu, dia melakukan survei pada 11 ribu pemain game online, Everquest. Hasilnya, sebanyak 25% responden mengatakan, bersosialisasi dengan teman merupakan bagian favorit mereka dari Everquest. Hal ini menunjukkan, asumsi bahaw gamers merupakan orang-orang anti-sosial adalah salah.

Pada 2007, Griffiths kembali melakukan studi terkait game online. Dia meneliti data dari 912 pemain game Massively Multiplayer Online (MMO) yang berasal dari 45 negara dan menghabiskan waktu rata-rata 22 jam dalam seminggu untuk bermain game. Dari studi tersebut, dia menyimpulkan, game online merupakan lingkungan sosial yang sangat interaktif.

“Sepuluh persen responden survei bahkan berakhir dengan menjalin hubungan romantis di luar game,” kata Griffiths, seperti dikutip dari BBC. “Sosialisasi dalam game sebenarnya merupakan konsep yang telah ada sejak lama.” Dan pada 2020, ketika lockdown diberlakukan, semakin banyak orang yang menyadari hal itu, bahwa game tidak sekedar media hiburan, tapi juga bisa menjadi wadah untuk bersosialisasi.

Tahun lalu, semakin banyak orang yang menggunakan game sebagai tempat untuk berkumpul. Sebagian dari mereka bahkan merayakan momen penting, seperti ulang tahun dan pernikahan, di dalam game. Tak hanya itu, game bahkan bisa dijadikan alat untuk menunjukkan belasungkawa. Ketika streamer Byron “Reckful” Bernsten meninggal pada Juli 2020, para gamers World of Warcraft berkumpul di beberapa lokasi untuk memberikan penghormatan pada Bernsten.

Pengaruh Anonimitas Pada Interaksi Sosial

Perilaku seseorang di dunia maya tidak selalu sama dengan tingkah lakunya di dunia nyata. Salah satu alasannya adalah karena di jagat internet, seseorang bisa menyembunyikan identitas dirinya. Apalagi dalam sebuah game online, nama yang seseorang gunakan pun belum tentu nama aslinya. Berdasarkan jurnal The positive and negative implications of anonymity in Internet social interactions: “On the Internet, Nobody Knows You’re a Dog”, anonimitas bisa memberikan dampak positif dan negatif.

Menurut teori Social Identity Model of Deinvidiuation Effect (SIDE), salah satu dampak positif anonimitas adalah membuat sebuah grup menjadi lebih efektif. Namun, hal ini hanya berlaku ketika semua anggota grup memang anonim dan tidak bisa mengenali satu sama lain. Jika seseorang bisa mengenali anggota lain, sementara jati dirinya tetap tersembunyi, dia punya kemungkinan lebih besar untuk melakukan tindakan yang akan merugikan kelompoknya. Dalam kerja kelompok, anonimitas juga membuat para anggota grup merasa memiliki kaitan lebih erat dengan jati diri kelompok.

Anonimitas bisa memberikan dampak baik dan buruk. | Sumber: Deposit Photos

Meskipun begitu, fakta bahwa anonimitas membuat grup menjadi lebih efektif juga bisa berdampak buruk. Hal ini terjadi ketika grup minoritas — orang-orang yang rasis, misalnya — berusaha untuk mengacaukan dinamika grup mayoritas. Contohnya, jika ada sekelompok orang yang tidak suka dengan pemerintahan Indonesia yang sah dan ingin menggulingkan Presiden, mereka bisa mengorganisasi pergerakan mereka melalui grup anonim. Hal seperti inilah yang bisa menyebabkan dampak buruk.

Sementara itu, salah satu dampak positif lain dari anonimitas adalah memberdayakan orang-orang dari grup termarjinalkan, seperti perempuan dan penyandang disabilitas. Berdasarkan hipotesa equalization, komunikasi anonim via internet dapat menyeimbangkan “kekuasaan” yang dimiliki oleh grup minoritas dan mayoritas.

Di dunia nyata, kita cenderung memperlakukan seseorang berdasarkan ras, gender, penampilan, dan lain sebagainya. Sementara di dunia maya, ketika kita tidak bisa melihat atau menilai social cues tersebut, maka kita akan memperlakukan orang lain secara adil. Contohnya, seseorang mungkin akan menjadi jaim di hadapan lawan jenis yang dianggap cantik atau tampan. Sementara dalam forum internet anonim, dia akan memperlakukan semua orang dengan sama karena dia tidak bisa melihat penampilan lawan bicaranya.

Terakhir, dampak positif dari anonimitas adalah menjaga privasi seseorang. Secara garis besar, anonimitas punya tiga kaitan dengan privasi, yaitu recovery, catharsis, dan autonomy. Recovery diartikan sebagai rsa tenang yang dirasakan oleh seseorang setelah mempertimbangkan situasinya. Sementara catharsis muncul ketika seseorang bisa mengekspresikan dirinya secara bebas. Dan terakhir, anonimitas bisa memberikan otonomi, yang memungkinkan seseorang untuk melakukan sesuatu tanpa harus khawatir akan penghakiman dari masyarakat atau orang-orang dikenal. Sayangnya, otonomi yang muncul dari anonimitas juga bisa membuat orang bertindak sembrono. Alasannya, karena mereka berpikir, anonimitas mereka akan melindungi mereka, membuat mereka bisa terbebas dari konsekuensi perilakunya.

Kesimpulan

Bermain game tidak lagi menjadi hobi yang harus dilakukan sendirian. Memang, masih ada banyak game-game single-player berkualitas. Meskipun begitu, game-game multiplayer — apalagi yang punya ekosistem esports — juga tidak kalah populer. Dengan begitu, fungsi game pun melebar. Sejatinya, game tetap merupakan media hiburan. Meskipun begitu, sekarang, game juga bisa menjadi sarana komunikasi. Lockdown akibat pandemi pada tahun lalu mempercepat tren tersebut.

Pada tahun lalu, terbukti bahwa game bisa menjadi tempat hangout atau bahkan merayakan momen penting. Hanya saja, perilaku seseorang di dunia game online — atau di internet, secara umum — tidak selalu sama seperti tingkah laku mereka di dunia nyata. Alasannya, karena di dunia game, seseorang dilindungi oleh anonimitas. Dia tidak perlu khawatir akan dihakimi hanya karena penampilan, ras, atau social cues lainnya.

Sebagian orang percaya, persahabatan yang dijalin di dunia online adalah sesuatu yang rapuh dan mudah putus. Namun, sekarang, ada banyak aplikasi yang bisa Anda gunakan untuk tetap terhubung dengan teman-teman online, mulai dari WhatsApp, Facebook, sampai Discord. Saya sendiri masih berhubungan dengan teman yang saya kenal dari Ragnarok Online pada awal tahun 2000-an. Dan berita tentang gamers yang menemukan kekasihnya saat bermain game pun mulai menjadi lumrah. Hal itu berarti, Anda tetap bisa menjalin hubungan yang dekat dan lama dengan orang-orang yang Anda temui di game online.

Polemik Durasi Game: Apakah Semakin Panjang Berarti Semakin Bagus?

Bermain game kini telah menjadi hobi mainstream yang dilakukan oleh banyak orang. Seiring dengan bertambahnya jumlah gamer, maka jenis gamers pun menjadi semakin beragam. Sebagian orang menyatakan dirinya sebagai gamers hardcore, sementara sebagian yang lain sebagai gamer kasual. Sebagian gamer hanya bermain game di platform tertentu, sementara sebagian lain mungkin menikmati game multiplatform.

Keberagaman gamers itu berarti keinginan para gamers juga menjadi semakin beragam. Pasalnya, apa yang diinginkan oleh sekelompok gamers mungkin berbeda dari keinginan dari kelompok gamers lainnya. Sebagai contoh, gamers kasual biasanya akan cenderung menyukai mobile game yang tidak memakan waktu banyak. Sementara gamer hardcore mungkin lebih suka gamegame menantang yang mengharuskannya untuk menghabiskan waktu puluhan atau bahkan ratusan jam untuk ditamatkan.

Sekarang, durasi playtime sebuah game menjadi salah satu topik yang diperdebatkan di kalangan gamers. Sebagian gamers mendukung game dengan durasi panjang, sementara yang lain lebih suka game dengan durasi yang lebih pendek.

 

Durasi Resident Evil Village yang Cenderung Pendek

Harga game sekarang menjadi semakin mahal. Game AAA biasanya ada di rentang harga Rp500 ribu sampai Rp1 juta. Karena itu, tidak heran jika ada gamers yang ingin agar game AAA punya playtime yang panjang. Jadi, mereka tidak merasa sia-sia telah mengeluarkan uang hingga ratusan ribu rupiah.

Resident Evil Village yang dirilis pada awal Mei 2021 jelas masuk kategori game AAA. Game itu merupakan bagian dari franchise populer buatan developer yang juga sudah dikenal. Dari segi harga pun — bundle dari RE Village dan Resident Evil Re:Verse dihargai Rp848 ribu di Steam — Resident Evil Village masuk dalam kategori game AAA. Namun, playtime dari game tersebut tidak lama.

RE Village punya playtime yang cenderung pendek dari game-game AAA lain. | Sumber: Steam

Menurut GamesRadar, waktu rata-rata yang diperlukan untuk menamatkan RE Village adalah 10 jam. Jika Anda hanya fokus pada jalan cerita tanpa memedulikan side quest, Anda kira-kira hanya memerlukan waktu sekitar 6 jam. Dan jika Anda adalah seorang completionist yang ingin menemukan semua treasure, weapon, dan upgrade yang ada, serta menjalankan semua side quests yang tersedia, Anda mungkin akan membutuhkan waktu sekitar 12-13 jam. Jika dibandingkan sejumlah game AAA lain, playtime RE Village jauh lebih singkat.

Sebagai perbandingan, berdasarkan laporan Geek Culture, playtime rata-rata kebanyakan game AAA sekarang adalah 30-50 jam. Dan ada beberapa game yang bahkan bisa memakan waktu sekitar 80 jam untuk ditamatkan, seperti The Witcher 3 dan Red Dead Redemption. Bagi sebagian orang, playtime RE Village yang pendek mungkin membuat mereka merasa keberatan untuk membeli game itu. Sementara sebagian gamers lainnya merasa, harga yang ditetapkan oleh Capcom untuk RE Village adalah wajar, mengingat game itu memang memiliki replay value yang tinggi.

Selain itu, playtime yang lebih lama tidak selalu menjamin kualitas yang lebih baik. Berikut penjelasan tentang pro dan kontra dari playtime yang panjang. Namun, sebelum itu, mari kita bicara tentang…

 

Apa Durasi Game Memang Menjadi Semakin Panjang?

Untuk mengetahui waktu rata-rata untuk menamatkan game dari masa ke masa, say menggunakan data playtime game dari situs HowLongToBeat. Seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di bawah, pada era 1990-an, durasi playtime memang menunjukkan tren naik. Meskipun begitu, sejak 2000 sampai 2020, playtime game setiap tahunnya cenderung stagnan, pada belasan jam. Walau memang, beberapa anomali, yaitu ketika waktu playtime naik drastis menjadi lebih dari 20 jam atau bahkan hingga 40-an jam.

Rata-rata waktu bermain game dari tahun ke tahun. | Sumber: HowLongToBeat

Meskipun begitu, tak bisa dipungkiri, sejumlah game AAA membutuhkan waktu berpuluh-puluh jam untuk ditamatkan, seperti Legend of Zelda: Breath of the Wild atau Dragon Age: Inquisition. Lalu, apakah game-game tersebut bermasalah? Tidak juga. Salah satu keuntungan game dengan playtime panjang adalah game itu akan dapat menampilkan dunia yang kompleks, membuat pemainnya seolah-olah berada di dalam dunia tersebut (imersif), berpetualang atau menjelajah dunia bersama karakter-karakter yang ada. Dan bagi gamer yang masih muda, yang masih duduk di bangku SMA atau universitas, game dengan playtime panjang bukanlah masalah. Mungkin, bagi mereka, semakin panjang sebuah game, justru semakin bagus. Alasannya, gamer yang lebih muda punya waktu kosong yang lebih banyak.

Masalahnya, para gamers yang sudah lebih tua, yang punya tanggung jawab atas pekerjaan atau keluarga, mereka mungkin akan kesulitan untuk menamatkan game dengan playtime puluhan jam. Selain itu, game dengan durasi yang terlalu panjang juga punya masalah tersendiri, seperti yang disebutkan oleh CBR.

Salah satunya adalah gameplay atau cerita yang repetitif. Menghabiskan waktu puluhan jam untuk mengeksplorasi konten yang baru mungkin akan terasa menyenangkan. Namun, bagaimana jika Anda harus menghabiskan berjam-jam hanya demi grinding? Untuk menaikkan level karakter agar Anda bisa mengalahkan bos di sebuah dungeon atau sekedar meng-upgrade senjata dari tokoh utama? Hal ini justru bisa membuat game terasa menjadi membosankan dan bukannya menyenangkan,

Satu hal lain yang harus diingat, game adalah media hiburan yang berbeda dari buku atau film. Ketika Anda membaca buku, Anda bisa melewati atau sekedar men-skim bagian yang Anda rasa membosankan. Begitu juga dengan film atau seri TV. Namun, lain halnya dengan game. Memang, Anda bisa memilih untuk tidak melakukan side quests dan fokus pada misi utama. Namun, bagaimana jika sebuah game mengharuskan Anda untuk grinding hingga level tertentu? Bagi sebagian orang, grinding memang memberikan kepuasan tersendiri. Namun, bagi sebagian orang lain — termasuk saya — melakukan hal yang sama berulang kali akan lebih terasa sebagai siksaan.

 

Berapa Durasi Playtime yang Ideal?

Menurut Shawn Layden, mantan Worldwide Chairman dari Sony Interactive Entertainment, studio game besar tetap bisa sukses walau mereka membuat game dengan playtime sekitar 12-15 jam. Dia menjelaskan, durasi playtime naik seiring dengan naiknya biaya produksi game. Alasannya, banyak studio game yang merasa bahwa playtime yang panjang merupakan justifikasi dari harga game AAA yang semakin mahal. Namun, dia merasa, tren ini tidak bisa dilakukan dalam jangka panjang.

“Tidak semua game adventure akan bisa punya playtime selama 50-60 jam, karena hal itu akan membuat biaya produksi jadi terlalu mahal,” kata Layden pada GamesIndustry. “Pada akhirnya, jika playtime menjadi daya tarik utama dari sebuah game, tren itu justru bisa mendorong sejumlah kreator game bangkrut.”

Playtime The Last of Us 2 adalah 25 jam, sementara seri pertamanya hanya membutuhkan 15 jam.

Tidak hanya dari segi developer, Layden percaya, tren playtime yang semakin panjang juga akan menyulitkan para gamers. Pasalnya, tidak semua gamers akan bisa menamatkan game-game yang membutuhkan waktu puluhan jam untuk diselesaikan. Karena itu, dia mendorong para studio game untuk mengubah gaya kerja mereka. Daripada menghabiskan waktu 5 tahun untuk membuat game dengan playtime selama 80 jam, sebaiknya mereka membuat game dengan playtime 15 jam yang bisa dibuat dalam waktu 3 tahun

“Sebagai gamer yang berumur, saya sendiri lebih ingin game AAA dengan playtime sekitar 12-15 jam,” kata Layden, seperti dikutip dari Geek Culture. “Dengan begitu, saya akan bisa menyelesaikan lebih banyak game. Dan, sama seperti film atau buku yang telah diedit dengan baik, game tersebut akan memiliki konten yang lebih padat dan menarik.”

Jumlah Pemain FIFA 21 Capai 25 Juta Orang, Kreator PUBG Jual Saham untuk Karyawan

Minggu lalu, sejumlah perusahaan game mengumumkan laporan keuangan terbaru mereka. Salah satunya adalah EA. Ketika itu, EA juga mengungkap bahwa jumlah pemain FIFA 21 telah mencapai 25 juta orang. Sementara itu, Hiro Capital memimpin ronde investasi untuk Twin Suns dan FRVR.

Jumlah Pemain FIFA 21 Capai 25 Juta Orang

Dalam laporan keuangan terbarunya, Electronic Arts juga menyebutkan bahwa jumlah pemain FIFA 21 kini telah mencapai 25 juta orang. Game sepak bola itu diluncurkan pada Oktober 2020 untuk Nintendo Switch, PlayStation 4, Xbox One, dan PC. Sementara versi PlayStation 5 dan Xbox Series X/S diluncurkan pada Desember 2020. FIFA adalah salah satu franchise paling penting untuk EA. Setiap tahun, EA merilis game baru dari FIFA. Dengan begitu, mereka bisa mengetahui penjualan dari game FIFA dari tahun ke tahun, lapor VentureBeat.

Gameloft, Lamborghini, dan ESL Italy Bekerja Sama Adakan Kompetisi Mobile Racing Game

Gameloft bekerja sama dengan perusahaan pembuat mobil Lamborghini dan penyelenggara turnamen ESL Italy untuk mengadakan Lamborghini Essenza SCV12 Challenge. Kompetisi tersebut akan mengadu para peserta dalam mobile game racing, Asphalt 9: Legends. Event yang dimulai pada 13 Mei 2021 itu memiliki 3 babak kualifikasi, menurut laporan Esports Insider. Kali ini adalah pertama kalinya Lamborghini masuk ke ranah mobile esports. Namun, mereka telah menjajaki dunia esports dengan mengadakan balapan virtual, The Real Race, bersama Assetto Corsa Competizione.

Lamborghini kerja sama dengan Gameloft dan ESL Italy untuk adakan kompetisi Asphalt 9: Legendary.

Karyawan Krafton Bisa Beli Saham Perusahaan

Chairman Krafton Inc., Byung Gyu Chang baru saja mengungkap program baru perusahaan, yaitu Employee Stock Ownership Program. Sesuai namanya, program ini memungkinkan pekerja Krafton untuk membeli saham perusahaan. Namun, program ini hanya bisa diikuti oleh pekerja Krafton di Korea Selatan. Kabar bariknya, tim global Krafton bisa mendapatkan saham perusahaan yang dimiliki oleh Byung Gyu Chang. Total nilai saham yang bisa dibeli oleh pekerja Krafton mencapai US$89 juta. Selain itu, Krafton juga mengumumkan, mereka berencana untuk mempekerjakan 700 karyawan baru dalam 1 tahun ke depan, lapor The Esports Observer.

Hiro Capital Pimpin Ronde Investasi untuk Twin Suns dan FRVR

Twin Suns dan FRVR baru saja mendapatkan kucuran dana investasi. Ronde investasi untuk kedua perusahaan game tersebut dipimpin oleh Hiro Capital. FRVR, perusahaan asal Portugis yang membuat platform untuk game instan, mendapatkan investasi sebesar US$2,6 juta. Sementata Twin Suns, studio game asal Seattle, Amerika Serikat, mendapatkan US$3,9 juta.

Hiro Capital pimpin ronde pendanaan untuk Twin Suns dan FRVR. | Sumber: Game Informer

Twin Suns merupakan studio game baru yang didirikan oleh sejumlah veteran dunia game, seperti Tim Longo, Forest Swartout Large, dan Jeff Morris. Longo pernah ikut serta dalam pembuatan game-game ternama seperti Star Wars: Republic Commando, Halo, dan Tomb Raider, menurut laporan VentureBeat. Sementara Swartout large pernah menjadi bagian dari tim pembuat Hitman dan Tomb Raider. Dan Morris pernah membuat Gears of War serta Unreal Tournament.

Newzoo: Nilai Industri Game Pada 2021 Mengalami Penurunan

Nilai industri game pada tahun 2021 diperkirakan akan mencapai US$175,8 miliar, turun 1,1% jika dibandingkan pada tahun 2020. Kali ini adalah pertama kalinya industri game mengalami penurunan sejak Newzoo mulai mengamati industri game pada 2012. Meskipun begitu, hal ini bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Pasalnya, angka penurunan nilai industri game tidak besar. Selain itu, diperkirakan, industri game masih akan bernilai US$200 miliar pada 2023.

“Sejak kami mulai mengamati perkembangan industri game, penurunan pemasukan industri game pada tahun ini memang unik,” kata Tom Wijman, Games Market Lead, Newzoo, pada GamesBeat. “Meskipun nilai industri game diduga akan turun pada tahun ini, dalam jangka panjang, atau bahkan dalam waktu beberapa tahun ke depan, industri game akan kembali tumbuh. Pada tahun lalu, industri game memang mengalami pertumbuhan yang tidak wajar. Dan pertumbuhan tidak wajar itu akan ternormalisasi pada tahun ini.”

Kenapa Industri Game Menyusut?

Nilai industri game pada 2020 mencapai US$177,8 miliar, naik 23,1% dari tahun 2019. Angka tersebut merupakan pertumbuhan tertinggi dari industri game sejak 2012. Ada beberapa hal yang membuat industri game tumbuh pesat pada tahun lalu. Salah satunya adalah pandemi virus corona. Akibat pandemi, banyak negara yang menetapkan lockdown. Alhasil, banyak orang yang harus mencari hiburan di rumah. Dan salah satu hiburan yang dipilih oleh masyarakat adalah bermain game. Tak hanya itu, karena sebagian besar kantor menetapkan Work from Home (WFH), para pekerja menjadi punya waktu ekstra, yang bisa dihabiskan untuk bermain game.

Perkiraan nilai industri game dalam beberapa tahun terakhir. | Sumber: Newzoo

Hal lain yang mendorong pertumbuhan industri game pada tahun 2020 adalah peluncuran konsol next-gen oleh Sony dan Microsoft. Kedua perusahaan itu meluncurkan PlayStation 5 dan Xbox Series X pada November 2020. Hal ini mendorong para hardcore gamers berbondong-bondong membeli konsol baru tersebut. Faktanya, baik PS5 maupun Xbox Series X menjadi barang langka karena permintaan konsumen yang lebih tinggi dari suplai.

Masalah stok PlayStation 5 dan Xbox Series X diperkirakan masih akan berlanjut hingga tahun ini. Hal ini menjadi salah satu faktor yang membuat industri game mengalami penyusutan. Selain itu, suplai GPU untuk PC gaming juga diperkirakan masih akan kurang, yang dapat menyebabkan penurunan belanja oleh para gamers. Faktor lain yang menghambat pertumbuhan industri game pada 2021 adalah keputusan Apple untuk memperketat peraturan terkait targeted advertising demi menjaga privasi para penggunanya.

Meskipun begitu, sejauh ini, hasil laporan keuangan dari berbagai perusahaan game, seperti Activision Blizzard dan Zynga, masih sangat baik. Mereka memperkirakan, dalam beberapa kuartal ke depan, keadaan keuangan mereka juga masih tidak akan mengalami masalah.

Nilai industri game global di 2021 berdasarkan segmen. | Sumber: Newzoo

“Kami memperkirakan, penurunan pemasukan akan mulai terlihat pada Q2 dan Q3 2021,” kata Wijman. “Pada tahun lalu, kenaikan pemasukan yang tidak wajar akibat pandemi juga terjadi pada Q2 dan Q3. Jadi, wajar jika saat ini, pemasukan dari perusahaan-perusahaan game masih menunjukkan kenaikan. Namun, kami memperkirakan, dalam dua kuartal ke depan, pemasukan perusahaan game akan mulai turun.”

Turunnya Pemasukan Industri Game PC dan Konsol

Pada 2021, industri game PC diperkirakan akan mengalami penurunan sebesar 2,8%, menjadi US$35,9 miliar. Sementara itu, industri game konsol diduga akan turun 8,9%, menjadi US$49,2 miliar. Salah satu alasan mengapa segmen gaming PC dan konsol turun adalah karena masalah suplai GPU dan konsol next-gen. Menurut Newzoo, kelangkaan konsol next-gen dan PC gaming akan memberikan dampak negatif pada total belanja para gamers.

Hal lain yang menyebabkan industri game mengalami penurunan pada tahun ini adalah ditundanya sejumlah game yang ditunggu-tunggu. Beberapa game yang peluncurannya harus dimundurkan ke akhir 2021 atau bahkan ke 2022 antara lain Returnal, Gotham Knights, Destiny 2: The Witch Queen, Gran Turismo 7, dan Destruction AllStars.

Returnal jadi salah satu game yang harus ditunda. | Sumber: Engadget

Alasan tertundanya peluncuran sejumlah game adalah perubahan pola kerja di studio game. Pada paruh pertama 2020, lockdown diberlakukan. Hal ini memengaruhi hampir semua lini pekerjaan. Tak terkecuali studio game. Perusahaan game yang membuat game AAA dengan tim besar adalah pihak yang paling terdampak. Akibat penetapan kerja dari rumah oleh perusahaan-perusahaan game, produksi game pun terkendala. Hal ini berujung pada ditundanya peluncuran game AAA, untuk konsol dan PC.

Selain pemasukkan, tingkat engagement berbagai game juga mengalami kenaikan pada tahun lalu. Newzoo memperkirakan, pada tahun ini, tingkat engagement itu akan mengalami penurunan. Sekarang pandemi COVID-19 mulai mereda, sebagian orang akan memilih untuk menghabiskan uang dan waktunya melakukan kegiatan sosial selain bermain game. Kabar baiknya, sebagian dari kenaikan engagement yang terjadi pada tahun lalu akan bertahan pada 2021.

Pertumbuhan Industri Mobile Game

App Annie memperkirakan, industri mobile game akan tumbuh 20% pada 2021. Namun, menurut perkiraan Newzoo, pertumbuhan industri mobile game hanya akan mencapai 4,4%, menjadi US$90,7 miliar. Salah satu faktor yang menghambat pertumbuhan industri mobile game adalah keputusan Apple untuk menghapuskan Identification for Advertisers (IDFA). Selama ini, IDFA digunakan oleh developer untuk melacak data pengguna, seperti untuk mengetahui siapa saja yang menghabiskan uang dalam game.

Dengan peluncuran iOS 14.5, Apple memudahkan para pengguna iPhone dan iPad untuk mematikan tracker dari para pengiklan. Hal ini akan mempersulit para developer yang menggantungkan diri pada pemasukan dari iklan. Menariknya, perusahaan game asal Tiongkok, seperti Tencent dan NetEase, diduga tidak akan terlalu terpengaruh oleh keputusan Apple. Karena, mereka bisa mengumpulkan data para pemainnya tanpa harus menggunakan IDFA. Apa yang dilakukan oleh Tencent dan NetEase bisa ditiru oleh developer dan publisher mobile game di masa depan.

Apple akan menghilangkan IDFA pada iOS 14.5. | Sumber: 9to5Mac

Untungnya, industri mobile game diperkirakan masih akan tumbuh pada tahun ini. Karena, proses pengembangan mobile game relatif lebih sederhana daripada game PC dan konsol. Alhasil, dampak akibat perubahan ritme kerja karena pandemi pada proses produksi mobile game tidak sebesar pada pengembangan game PC dan konsol. Tak hanya itu, orang-orang yang mencoba untuk bermain mobile game pada tahun lalu kemungkinan akan tetap memainkannya pada tahun ini. Karena itulah, Wijman mengungkap, perkiraan Newzoo akan niai industri mobile game pada 2021 tetap lebih tinggi daripada dugaan mereka sebelum pandemi COVID-19.