FLIK Umumkan Pendanaan Pra-Awal 17 Miliar Rupiah, Kembangkan Platform “Checkout” Terpadu

FLIK, startup pengembang platform checkout terpadu untuk ragam layanan e-commerce telah merampungkan putaran pendanaan pra-awal (pre-seed) senilai $1,1 juta atau setara 17 miliar Rupiah. Putaran ini  dipimpin East Ventures, dengan partisipasi Init-6, GMO VenturePartners, dan Saison Capital.

Startup ini didirikan Ahmad Gadi. Sebelumnya ia dikenal sebagai salah satu pendiri Pawoon.

Melalui solusi yang ditawarkan, FLIK menyematkan dirinya ke dalam semua aspek belanja konsumen, dimulai dari membantu konsumen menemukan inspirasi produk, pembayaran, pengiriman, pelacakan, pengembalian uang, hingga pengembalian. Sederhananya, di dalam satu aplikasi, konsumen bisa melakukan transaksi belanja di banyak e-commerce sekaligus dan memantaunya di dalam satu dasbor terpusat.

Tidak hanya itu, FLIK juga menyajikan layanan yang ditujukan untuk pebisnis, kreator, dan pengembang. Bagi pebisnis, sejumlah fitur disediakan untuk membantu mereka meningkatkan konversi penjualan di e-commerce. Di antaranya menggunakan layanan Checkout Link, Checkout Widget, Checkout Button, Checkout QR yang dapat diaplikasikan di berbagai platform, termasuk media sosial.

Fitur-fitur tersebut di atas juga bisa dimanfaatkan kreator konten untuk secara native menyematkan sebuah tautan pembelian produk ke konten yang dimiliki, seperti blog atau media sosial yang dimiliki. Kemampuan sinkronisasi inventori secara real-time turut memastikan informasi ketersediaan produk selalu tepat waktu.

Sementara bagi pengembang, ada layanan API checkout instan untuk memudahkan para pengguna situs/aplikasinya.

Contoh penerapan fitur FLIK ke dalam social commerce / FLIK

“Kami percaya solusi checkout terpadu yang ditawarkan oleh FLIK merupakan solusi yang tepat untuk menghilangkan hambatan dalam penjualan dan pembayaran, memberdayakan para pembeli, brand, dan konten kreator  sekaligus. Dengan ekonomi digital yang menjanjikan di Indonesia dan kawasannya, kami bersemangat untuk melihat lebih banyak adopsi dan pertumbuhan dari FLIK dalam waktu dekat,” kata Partner East Ventures Avina Sugiarto.

Fokus membantu ekosistem D2C

FLIK ingin menciptakan “endless loop” yang saling menguntungkan di dalam ekosistem D2C. Ketika pengguna bergabung dengan jaringan FLIK, baik sebagai brand, pembeli, maupun  kreator;  akan mendapat manfaat dan berkontribusi pada jaringan D2C.

“Kami senang mendapatkan dukungan dari East Ventures dan ekosistemnya yang luas. FLIK hadir untuk membantu para brand meningkatkan transaksi direct-to-consumer (D2C) dengan menyatukan pengalaman checkout di berbagai kanal penjualan,” kata Co-Founder & CEO FLIK Ahmad Gadi.

Sebagai platform, FLIK didirikan untuk memperkuat infrastruktur fintech dan pengalaman para pembeli. Misinya adalah memberikan pengalaman berbelanja terbaik dengan menghubungkan para pembeli ke produk yang mereka sukai dan memungkinkan pengalaman checkout tercepat, dengan tujuan untuk membantu brand meningkatkan konversi pembayaran dan pesanan kembali.

Berdasarkan pengalamannya yang mendalam, Ahmad menyadari bahwa para pembeli memiliki berbagai pilihan kanal belanja selain melalui marketplace, seperti melalui situs e-commerce milik para brand, media sosial, atau bahkan melalui aplikasi chatting. Namun, pada saat yang bersamaan, para pembeli dan brand D2C menghadapi beberapa kendala.

Pengalaman berbelanja terfragmentasi di seluruh kanal e-commerce sehingga pembeli kesulitan untuk melakukan checkout. Alhasil, para pembeli lebih memilih untuk membeli produk di marketplace, terutama dengan adanya cashback maupun promo yang ditawarkan.

“Kami yakin solusi kami akan menyelesaikan berbagai pain points yang dialami oleh para pembeli dalam menyelesaikan transaksi secara online di berbagai kanal dan terus memberdayakan para brand dan kreator konten untuk berkembang” kata Ahmad.

Tercatat saat ini sektor e-commerce Indonesia merupakan salah satu pasar dengan pertumbuhan terpesat di dunia. Ekonomi digitalnya bernilai sekitar $77 miliar pada tahun ini menurut laporan e-Conomy 2022, dan diprediksi mencapai $130 miliar pada 2025 dengan dominasi dari sektor e-commerce.

Application Information Will Show Up Here

Finantier Dapatkan Pendanaan Awal Dipimpin Global Founders Capital dan East Ventures, Fokus Perluas Akses “Open Finance”

Startup pengembang platform open finance Finantier mengumumkan telah menutup pendanaan awal (seed funding) yang dipimpin Global Founders Capital dan East Ventures. Tidak disebutkan spesifik nominal yang berhasil dibukukan, disampaikan dana 7-digit yang didapat melebihi target perusahaan dan diperoleh pada valuasi post-money 20x dibanding saat pre-seed di bulan November 2020 lalu.

Beberapa investor baru di putaran ini meliputi Future Shape, Partech Partners, Saison Capital, dan GMO VenturePartners. Sementara investor terdahulu seperti AC Ventures, Y Combinator, Genesia Ventures, Two Culture Capital, dan sejumlah angel investor turut berpartisipasi di putaran teranyar ini.

Pendanaan tersebut akan digunakan perusahaan untuk meningkatkan dan memperbesar penawaran produk, melakukan ekspansi di Indonesia dan sekitarnya, serta menggandakan jumlah karyawan. Disampaikan sejak awal tahun, perusahaan telah menambah timnya menjadi 50 karyawan dan memperbanyak klien serta kemitraan hingga lebih dari 50% per bulannya. Mereka juga telah bekerja sama dengan lebih dari 150 perusahaan dan memberikan akses ke beragam set data.

Selain itu, Finantier merekrut Co-Founder & CEO Truelayer Francesco Simoneschi untuk bergabung dalam jajaran kelompok penasihatnya.

Potensi open finance

Produk open finance yang ditawarkan Finantier berbentuk infrastruktur teknologi berbasis API yang dapat dimanfaatkan fintech untuk menghadirkan layanan keuangan inklusif. Contohnya produk “Finantier Score“, yakni platform credit scoring teregulasi yang dapat dimanfaatkan institusi keuangan digital dalam menunjang layanan pinjaman dengan memastikan kelayakan calon nasabah.

Open finance adalah perpanjangan dari open banking, memungkinkan pertukaran data finansial nonperbankan termasuk kredit dan hipotek secara aman. Selain itu open finance juga memfasilitasi pertukaran terbuka data konsumen sehingga perusahaan dapat memanfaatkannya untuk menjangkau lebih banyak pelanggan sekaligus menciptakan layanan yang lebih dipersonalisasi,” jelas Co-Founder & CEO Finantier Diego Rojas.

Tingginya persentase masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, dinilai menghadirkan kesempatan baik bagi pemain open finance. Berbeda dengan open banking yang memfokuskan layanan yang terpusat di sekitar rekening bank, cakupan open finance lebih luas dan tidak terbatas di institusi keuangan berbasis bank.

“Finantier memudahkan akses ke layanan keuangan bagi jutaan orang yang tidak memiliki rekening bank, mulai dari warung-warung pinggir jalan (UKM), hingga pekerja gig economy, memperoleh keuntungan dari jejak data digital mereka. Dengan adanya akses ke layanan keuangan, kami dapat membantu mereka dan orang yang mereka cintai untuk memiliki kehidupan yang lebih baik,” imbuh Co-Founder & COO Finantier Edwin Kusuma.

Data Bank Indonesia mengatakan ada sekitar 90 juta orang dewasa di Indonesia yang tidak memiliki akses produk perbankan.

“Meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia sangatlah penting mengingat banyaknya orang yang belum memiliki akses ke lembaga keuangan. Dengan akses yang lebih baik ke layanan keuangan, mereka bisa hidup dengan lebih baik dan dapat ikut meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Kami punya harapan untuk Finantier sejak awal dan yakin bahwa mereka berperan penting dalam mewujudkan harapan tersebut dengan menghubungkan mereka yang tidak memiliki akses keuangan ke fintech dan institusi keuangan di berbagai negara,” kata Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Open finance di Indonesia

Layanan open finance di Indonesia cukup berkembang, hal ini ditengarai maraknya pemain fintech dan penerimaan masyarakat luas terhadap produk yang dihadirkan. Dengan bentuk yang berbeda, selain Finantier ada beberapa pemain lain yang juga menjajakan platform serupa. Misalnya Ayoconnecet untuk API bill-payment, Brankas untuk API BaaS, Instamoney untuk API remitansi, dan sebagainya.

Dari sisi pengembang, jelas ini menyajikan kemudahan yang sangat berarti. Dan yang terpenting adalah makna “open” dari istilah yang digunakan, menandakan adanya keterbukaan –dalam kaitannya dengan pengelolaan data– yang bisa menjadikan ekosistem keuangan digital tersebut jauh lebih sehat. Berbagai inisiatif serupa nyatanya juga terus digencarkan para pemain fintech di Indonesia, misalnya yang diinisiasi AFPI untuk membangun pusat data bersama.