BroilerX Bukukan Pendanaan Pra-Seri A dari Saison Capital, Insignia, Kopital, dan Orvel Ventures

Startup di bidang peternakan ayam BroilerX mendapatkan pendanaan pra-seri A. Menurut data regulator, seperti dikutip dari Alternative.PE, putaran tersebut diikuti Saison Capital, Insignia Ventures Partners, Kopital Ventures, dan Orvel Ventures. Investasi baru ini membawa total pendanaan yang didapat BroilerX mencapai $3,5 juta atau setara 54,4 miliar Rupiah.

Kabar ini dibenarkan oleh salah satu investor yang terlibat dalam kesepakatan ini.

Bermarkas di Yogyakarta, BroilerX didirikan Prastyo Ruandhito (CEO), Jati Pikukuh (CTO), dan Pramudya Rizki Ruandhito (COO) sejak 2022. Sebelumnya mereka juga telah mendapatkan pendanaan awal $1,3 juta dipimpin Insignia Ventures Partners. Dalam debutnya, mereka telah bekerja sama dengan 30+ mitra peternak untuk melayani 1000+ pelanggan.

Terdapat empat layanan utama yang dihadirkan oleh BroilerX. Pertama sistem Smart Farming, menyediakan peralatan berbasis IoT untuk membantu peternak mengontrol dan memonitor kondisi lingkungan kadang lewat aplikasi. Kedua, mereka juga menyediakan layanan ERP terpadu untuk mendigitalkan proses penjualan, persediaan, manufaktur, hingga pengelolaan SDM.

Ketiga, BroilerX turut membuka layanan kemitraan bagi peternak ayam. Para mitra akan dibantu dengan sistem ternak berbasis smart farming dan solusi pendukungnya. Saat ini mitra yang digandeng berada di seputar Yogyakarta, Solo, Magelang, Purwokerto, Tegal, Pati, Madiun, Sidoarjo, Kediri, dan Malang.

Kemudian layanan terakhir, BroilerX juga menyediakan suplai ayam hidup dengan kualitas terjamin berasal dari ayam yang dibudidayakan bersama mitra peternak; juga karkas ayam segar dan beku yang tersertifikasi halal.

Selain itu, menjelang akhir tahun lalu mereka juga mulai menguji coba LayerX dan RabuX. LayerX adalah sebuah program yang bertujuan untuk memberikan dampak sosial kepada peternak ayam. Sementara RabuX adalah dedikasi perusahaan untuk mengembangkan ekosistem berkelanjutan. Komitmen awalnya dengan memproduksi pupuk dari kotoran ayam dan sekam bekas kandang. Program ini telah mendapati pilot project di daerah Gunungkidul, Yogyakarta.

Startup di area peternakan ayam

BroilerX bukan satu-satunya startup lokal yang mencoba mendemokratisasi sistem peternakan ayam dengan sentuhan teknologi. Sejumlah startup juga bermain di area ini, seperti Pitik dan Chickin. Pitik sendiri terakhir telah mendapatkan pendanaan seri A senilai $14 juta yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures. Sementara Chickin juga telah didukung pendanaan awal dari East Ventures.

Komoditas daging ayam sendiri termasuk yang cukup laris di Indonesia. Menurut data OECD-FAO, konsumsi daging ayam di Indonesia mencapai 7,9 kg per kapita pada 2020, diperkirakan akan meningkat menjadi 9,32 kg per kapita pada 2029.

Selain pangsa pasar yang besar, industri ini juga masih memiliki potensi untuk dioptimalkan dengan meminimalkan isu klasik yang terjadi dari hulu hingga hilir, seperti akses ke modal dan input produksi, masalah produksi (seperti inefisiensi pakan, penyakit, kualitas benih dan teknologi budidaya), dan masalah pasca produksi (seperti harga di tingkat petani yang rendah karena rantai pasokan yang panjang).

Para startup tersebut di atas mencoba hadir untuk menyelesaikan isu-isu tersebut dengan pendekatan modern, dimulai dari automasi hingga memperluas jangkauan pasar melalui saluran digital.

Application Information Will Show Up Here

Skorlife Raih Pendanaan Awal Senilai Rp59,5 Miliar Dipimpin Hummingbird Ventures

Startup pengecekan skor kredit Skorlife hari ini (24/05) mengumumkan pendanaan tahap awal senilai $4 juta atau lebih dari Rp59,5 miliar dipimpin oleh Hummingbird Ventures. Turut berpartisipasi dalam putaran ini investor baru QED Investors, serta investor terdahulu AC Ventures dan Saison Capital.

Rencananya, Skorlife akan menggunakan dana segar yang baru didapat ini untuk mengembangkan produk, memperluas tim, meningkatkan penetrasi pasar, dan mendorong pertumbuhan perusahaan secara umum. Sebelumnya, perusahaan sempat mengumumkan perolehan dana tahap pra-awal lebih dari Rp32,8 miliar pada September 2022 lalu.

Didirikan oleh para veteran terkemuka di ekosistem teknologi lokal, Ongki Kurniawan dan Karan Khetan, SkorLife menawarkan pembangunan kredit bagi individu untuk mengakses dan memantau skor dan laporan kredit mereka serta data terkait lainnya dari biro kredit secara instan dan gratis.

Sebagai salah satu pionir layanan credit builder di Indonesia, Skorlife mencoba mengatasi masalah akses terbatas terhadap kredit yang adil di Indonesia dengan menyediakan pendidikan kredit, alat untuk meningkatkan kredit, dan mempromosikan pinjaman yang bertanggung jawab.

Co-founder dan President SkorLife Karan Khetan menjelaskan, “Dengan dana yang kami peroleh, SkorLife siap untuk mempercepat misinya dalam mempromosikan pinjaman yang bertanggung jawab dan praktik kredit yang adil di Indonesia. Kami berkomitmen untuk mendorong literasi keuangan di kalangan individu dan komunitas.”

Skorlife mengungkap bahwa Indonesia memiliki peluang pasar mencapai $185 miliar yang akan terus berkembang. Namun, warga negara ini masih memiliki keterbatasan akses terhadap kredit yang adil disebabkan oleh pengetahuan terbatas pasar mengenai bagaimana kredit berfungsi, dan bagaimana menjadi peminjam yang bertanggung jawab.

Perusahaan mengklaim, ketika masyarakat memiliki pemahaman yang lebih jelas tentang profil kredit mereka, maka mereka akan berusaha untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan kelayakan kredit dan reputasi keuangan mereka. Hal ini akan memberikan mereka akses ke peluang kredit yang lebih adil, serta bermanfaat bagi masyarakat secara umum dalam jangka panjang.

Founder dan Managing Partner AC Ventures Adrian Li menambahkan, “SkorLife merevolusi pasar Indonesia dengan mengatasi masalah nyata mengenai ketimpangan keuangan, dan AC Ventures dengan bangga menjadi investor awal dan mitra generasional perusahaan ini. Melalui misi untuk membawa keadilan dan kebebasan keuangan ke pasar, SkorLife membuka jalan bagi masa depan yang lebih inklusif dan sejahtera bagi semua masyarakat Indonesia.”

Layanan skoring kredit di Indonesia

Di Indonesia, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk pengecekan skor kredit. Pertama, Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP) sebagai Biro Kredit Konvensional. Selain itu, bisa melalui BI Checking, yang sekarang sudah berubah menjadi Informasi Debitur (iDEB) atau Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).

Data yang digunakan di sini utamanya bersumber dari basis data bank atau lembaga finansial lainnya. Namun, seiring perkembangan layanan fintech di Indonesia, industri perbankan juga mulai terbuka memanfaatkan sumber data alternatif demi memperluas jangkauannya ke segmen masyarakat unbankable dan UMKM.

Dengan begitu, penyelenggara fintech melalui model bisnis Innovative Credit Scoring (ICS) juga mencoba menyediakan solusi serupa dengan memanfaatkan sumber data alternatif yang tidak terbatas pada rekening bank. Contohnya, data belanja daring, data telekomunikasi, juga rekam jejak di media sosial dapat menjadi sumber alternatif.

Terkait regulasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membuat klaster khusus bernama Innovative Credit Scoring (ICS) sebagai penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD). Per Mei 2023, sudah ada 20 perusahaan yang tercatat dalam klaster credit scoring. Untuk Skorlife saat ini masih tercatat di klaster financial planner.

Beberapa layanan pengecekan skor yang juga beroperasi di Indonesia termasuk IdFintechScore yang diluncurkan AFPI dan PEFINDO, layanan CredoLab yang memanfaatkan metadata perangkat mobile, Tokoscore yang terafiliasi dengan Tokopedia, anak perusahaan Investree, AIForesee, dan Ascore.ai yang disediakan oleh layanan P2P Lending Amartha.

Application Information Will Show Up Here

FLIK Umumkan Pendanaan Pra-Awal 17 Miliar Rupiah, Kembangkan Platform “Checkout” Terpadu

FLIK, startup pengembang platform checkout terpadu untuk ragam layanan e-commerce telah merampungkan putaran pendanaan pra-awal (pre-seed) senilai $1,1 juta atau setara 17 miliar Rupiah. Putaran ini  dipimpin East Ventures, dengan partisipasi Init-6, GMO VenturePartners, dan Saison Capital.

Startup ini didirikan Ahmad Gadi. Sebelumnya ia dikenal sebagai salah satu pendiri Pawoon.

Melalui solusi yang ditawarkan, FLIK menyematkan dirinya ke dalam semua aspek belanja konsumen, dimulai dari membantu konsumen menemukan inspirasi produk, pembayaran, pengiriman, pelacakan, pengembalian uang, hingga pengembalian. Sederhananya, di dalam satu aplikasi, konsumen bisa melakukan transaksi belanja di banyak e-commerce sekaligus dan memantaunya di dalam satu dasbor terpusat.

Tidak hanya itu, FLIK juga menyajikan layanan yang ditujukan untuk pebisnis, kreator, dan pengembang. Bagi pebisnis, sejumlah fitur disediakan untuk membantu mereka meningkatkan konversi penjualan di e-commerce. Di antaranya menggunakan layanan Checkout Link, Checkout Widget, Checkout Button, Checkout QR yang dapat diaplikasikan di berbagai platform, termasuk media sosial.

Fitur-fitur tersebut di atas juga bisa dimanfaatkan kreator konten untuk secara native menyematkan sebuah tautan pembelian produk ke konten yang dimiliki, seperti blog atau media sosial yang dimiliki. Kemampuan sinkronisasi inventori secara real-time turut memastikan informasi ketersediaan produk selalu tepat waktu.

Sementara bagi pengembang, ada layanan API checkout instan untuk memudahkan para pengguna situs/aplikasinya.

Contoh penerapan fitur FLIK ke dalam social commerce / FLIK

“Kami percaya solusi checkout terpadu yang ditawarkan oleh FLIK merupakan solusi yang tepat untuk menghilangkan hambatan dalam penjualan dan pembayaran, memberdayakan para pembeli, brand, dan konten kreator  sekaligus. Dengan ekonomi digital yang menjanjikan di Indonesia dan kawasannya, kami bersemangat untuk melihat lebih banyak adopsi dan pertumbuhan dari FLIK dalam waktu dekat,” kata Partner East Ventures Avina Sugiarto.

Fokus membantu ekosistem D2C

FLIK ingin menciptakan “endless loop” yang saling menguntungkan di dalam ekosistem D2C. Ketika pengguna bergabung dengan jaringan FLIK, baik sebagai brand, pembeli, maupun  kreator;  akan mendapat manfaat dan berkontribusi pada jaringan D2C.

“Kami senang mendapatkan dukungan dari East Ventures dan ekosistemnya yang luas. FLIK hadir untuk membantu para brand meningkatkan transaksi direct-to-consumer (D2C) dengan menyatukan pengalaman checkout di berbagai kanal penjualan,” kata Co-Founder & CEO FLIK Ahmad Gadi.

Sebagai platform, FLIK didirikan untuk memperkuat infrastruktur fintech dan pengalaman para pembeli. Misinya adalah memberikan pengalaman berbelanja terbaik dengan menghubungkan para pembeli ke produk yang mereka sukai dan memungkinkan pengalaman checkout tercepat, dengan tujuan untuk membantu brand meningkatkan konversi pembayaran dan pesanan kembali.

Berdasarkan pengalamannya yang mendalam, Ahmad menyadari bahwa para pembeli memiliki berbagai pilihan kanal belanja selain melalui marketplace, seperti melalui situs e-commerce milik para brand, media sosial, atau bahkan melalui aplikasi chatting. Namun, pada saat yang bersamaan, para pembeli dan brand D2C menghadapi beberapa kendala.

Pengalaman berbelanja terfragmentasi di seluruh kanal e-commerce sehingga pembeli kesulitan untuk melakukan checkout. Alhasil, para pembeli lebih memilih untuk membeli produk di marketplace, terutama dengan adanya cashback maupun promo yang ditawarkan.

“Kami yakin solusi kami akan menyelesaikan berbagai pain points yang dialami oleh para pembeli dalam menyelesaikan transaksi secara online di berbagai kanal dan terus memberdayakan para brand dan kreator konten untuk berkembang” kata Ahmad.

Tercatat saat ini sektor e-commerce Indonesia merupakan salah satu pasar dengan pertumbuhan terpesat di dunia. Ekonomi digitalnya bernilai sekitar $77 miliar pada tahun ini menurut laporan e-Conomy 2022, dan diprediksi mencapai $130 miliar pada 2025 dengan dominasi dari sektor e-commerce.

Application Information Will Show Up Here

Startup Skoring Kredit “SkorLife” Raih Dana Pra-Awal 32 Miliar Rupiah

Startup fintech penyedia skoring kredit SkorLife mengumumkan telah mengumpulkan dana tahap pra-awal senilai $2,2 juta (lebih dari 32,8 miliar Rupiah) dari sekelompok investor. AC Ventures bersama Saison Capital berpartisipasi dalam putaran ini, bersama jajaran angel investor di Asia.

Nama-nama angel investor yang berpartisipasi di antaranya, pendiri OneCard (FPL Technologies), Jefferson Chen (Advance.ai), Willy Arifin (KoinWorks), Krishnan Menon (Lummo), Arip Tirta (Evermos), Harshet Lunani (Qoala), Achmad Zaky (Init-6), dan beberapa eksekutif dari Northstar Group, Stripe, Google, Boston Consulting Group, Gojek, dan CreditKarma.

Modal segar akan dialokasikan untuk pengembangan produk, perekrutan karyawan baru, dan peningkatan awareness.

Startup ini didirikan oleh Ongki Kurniawan (CEO) dan Karan Khetan (COO). Keduanya merupakan veteran di dunia teknologi. Sejumlah posisi penting pernah diduduki Ongki, di antaranya Country Head Stripe Indonesia, Executive Director di Grab, Managing Director di LINE, dan menjabat berbagai posisi senior di XL Axiata, BCG, dan lainnya. Sementara itu, Khetan adalah salah satu pendiri di 5x, BookMyShow Southeast Asia, Lamudi, mantan MD di Rocket Internet, dan banyak lagi.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (5/9), Ongki menjelaskan SkorLife adalah pembuat kredit pertama di Indonesia yang masih berada dalam tahap awal. Dengan dukungan dari berbagai investor, dari hasil validasi yang telah dilakukan, ia meyakini bahwa SkorLife berada di posisi yang tepat untuk memimpin beban kredit konsumen di tanah air.

“Melalui layanan kami, individu akan dapat membangun dan meningkatkan profil kredit mereka dengan fitur-fitur seperti tip dan saran yang dipersonalisasi. Kami juga akan membantu membawa lebih banyak pengguna NTC (New to Credit),” kata Ongki.

Solusi SkorLife

SkorLife berada dalam posisi yang unik karena membangun apa yang disebut dengan pemangku kepentingan sebagai “pembangun kredit” di bidang kredit konsumer. Kelayakan kredit kurang dimanfaatkan di Indonesia, sampai sat ini bank dan lembaga keuangan lainnya bergantung pada “kelayakan pendapatan” ketika memutuskan apakah mereka dapat menawarkan kredit kepada peminjam atau tidak.

Untuk mengatasi hal ini, SkorLife bertujuan untuk memberikan kontrol kembali kepada konsumen dengan membuat mereka mengambil peran lebih aktif dalam membangun dan mempertahankan nilai kredit mereka.

SkorLife membuat aplikasi pembangun kredit bagi orang-orang untuk mengakses dan memantau skor kredit, laporan kredit, dan data relevan lainnya dari biro kredit – secara instan dan gratis. SkorLife juga menawarkan mekanisme untuk membantu konsumen membantah informasi yang tidak akurat pada laporan kredit mereka.

Untuk konsumen yang sudah memiliki riwayat kredit, SkorLife akan membantu mereka mengakses dan meningkatkan skor mereka. Bagi mereka yang belum memiliki riwayat kredit (lulusan baru, pekerja lepas, pembuat konten, dll), aplikasi akan membantu mereka mulai membangun skor mereka. Dalam kedua skenario ini, SkorLife menawarkan tip yang digerakkan oleh AI dan dipersonalisasi untuk membantu pengguna membuka akses kredit yang lebih luas.

Tanpa pesaing langsung di pasar, SkorLife beroperasi di ruang ‘ladang hijau’. Indonesia saat ini memiliki 92 juta catatan kredit di biro-bironya. Sementara itu, sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini tidak memiliki akses terhadap informasi tersebut. SkorLife mengharapkan sekitar 2,5 juta pengguna New to Credit (NTC) per tahun ke depan.

Khetan menambahkan, pihaknya memecahkan masalah yang sebenarnya dari ratusan feedback yang telah diterima, disimpulkan bahwa terdapat kesenjangan yang jelas dalam siklus hidup kredit di Indonesia. SkorLife adalah satu-satunya layanan yang berfokus pada konsumen, gratis, dan instan.

“Saat ini, orang Indonesia tidak mengetahui pinjaman yang mereka miliki atau rencanakan terkait dengan kelayakan kredit mereka. Akses ke kredit ‘benar’ akan menjadi bagian besar dari percakapan selanjutnya. Kami percaya SkorLife akan berperan penting dalam mendorong literasi dan inklusi keuangan di negara ini,” ucapnya.

Saat ini, SkorLife memiliki 19 orang dalam timnya, direncanakan akan ditambah menjadi 40 orang. Produk SkorLife versi alpha telah diunduh lebih dari 3 ribu kali dan berkembang oleh 50 hingga 60 pengguna baru per hari, secara organik. Statistik adopsi pribadi ini melampaui target internal SkorLife lebih dari 7 kali lipat. Perusahaan akan segera membuat aplikasinya tersedia untuk diunduh ke publik.

Founder dan Managing Partner AC Ventures, mengungkapkan keyakinannya terhadap SkorLife. Dia bilang, peluang di Indonesia ini sangat besar, meskipun ruang tersebut relatif belum dimanfaatkan. Ukuran pasar kredit konsumen sudah berada di angka $185 miliar. Karena itu, selalu menjadi tantangan di sini karena pemberi pinjaman tidak pernah dapat menarik kesimpulan yang benar-benar holistik tentang peminjam berdasarkan informasi yang terbatas dan terfragmentasi.

“Tetapi dengan kumpulan data ini hanya menunggu untuk dibuka dan digunakan secara bermakna dalam aplikasi konsumer. Kami sangat senang dengan visi dan misi SkorLife untuk mengembalikan orang-orang yang bertanggung jawab atas masa depan keuangan mereka,” kata Adrian.

Dia menambahkan, “Kami juga percaya dalam mendukung pendiri yang kuat sejak dini. Keuntungan tidak adil yang dibawa Ongki dan Karan ke meja adalah apa yang membuat AC Ventures begitu ingin berada di sudut SkorLife sejak awal.”

Application Information Will Show Up Here

Hedosophia, Saison Capital, dan Sejumlah Investor Terlibat di Pendanaan Seri B BukuKas

Pertengahan Mei 2021 lalu, BukuKas baru mengumumkan pendanaan seri B senilai $50 juta. Sequioa Capital India dikatakan memimpin putaran tersebut diikuti angel investor Gokul Rajaram dan Taavet Hinrikus.

Dari data yang kami dapatkan, sejumlah investor global ternama turut andil dalam putaran tersebut. Pemodal ventura asal London, Hedosophia dikabarkan menjadi pemimpin dalam putaran ini, dengan partisipasi nilai mayoritas dari total pendanaan (est $30 juta).

Selain itu ada juga limited partner yang bergabung dengan total keterlibatan hampir seperlima dari total saham yang diperdagangkan, yakni Gemini Investments. Diketahui LP ini juga masuk sempat berpartisipasi ke pendanaan Kopi Kenangan dan Payfazz.

Adapun daftar investor lainnya yang turut terlibat dan belum disebut dalam pemberitaan sebelumnya meliputi Cormano Trade & Investment, Saison Capital, Dogan Online, Cambium Grove Capital, Alter Global, Delaware, January Capital, Orion Advisor, TS Guardians, dan Endeavor Catalyst.

Dengan pendanaan tersebut, saat ini BukuKas diperkirakan telah mencapai valuasi $195 juta.

Hingga April 2021, BukuKas telah berhasil merangkul 6,3 juta pemilik toko dan pelaku usaha kecil, yang mana hampir separuhnya atau sebanyak 3 juta pengguna di antaranya adalah pengguna aktif bulanan. BukuKas mencatatkan akumulasi nilai transaksi sebesar hampir $25,9 juta miliar, atau setara 2,2% dari PDB Indonesia.

BukuKas menargetkan pada 2022 mendatang, perusahaan dapat menumbuhkan jumlah pengguna hingga 20 juta UMKM.

Sementara itu rival utamanya BukuWarung pada awal Juni 2021 ini juga baru mengumumkan penutupan pendanaan seri A yang dipimpin oleh Valar Ventures dan Goodwater Capital. Putaran ini menghasilkan nilai investasi $60 juta, membawa valuasi perusahaan di kisaran $190 juta.

Baik BukuKas dan BukuWarung sama-sama menyuguhkan aplikasi untuk membantu pelaku UMKM melakukan pencatatan transaksi harian. Misi jangka panjangnya untuk menghadirkan layanan fintech komprehensif bagi UMKM di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Finantier Dapatkan Pendanaan Awal Dipimpin Global Founders Capital dan East Ventures, Fokus Perluas Akses “Open Finance”

Startup pengembang platform open finance Finantier mengumumkan telah menutup pendanaan awal (seed funding) yang dipimpin Global Founders Capital dan East Ventures. Tidak disebutkan spesifik nominal yang berhasil dibukukan, disampaikan dana 7-digit yang didapat melebihi target perusahaan dan diperoleh pada valuasi post-money 20x dibanding saat pre-seed di bulan November 2020 lalu.

Beberapa investor baru di putaran ini meliputi Future Shape, Partech Partners, Saison Capital, dan GMO VenturePartners. Sementara investor terdahulu seperti AC Ventures, Y Combinator, Genesia Ventures, Two Culture Capital, dan sejumlah angel investor turut berpartisipasi di putaran teranyar ini.

Pendanaan tersebut akan digunakan perusahaan untuk meningkatkan dan memperbesar penawaran produk, melakukan ekspansi di Indonesia dan sekitarnya, serta menggandakan jumlah karyawan. Disampaikan sejak awal tahun, perusahaan telah menambah timnya menjadi 50 karyawan dan memperbanyak klien serta kemitraan hingga lebih dari 50% per bulannya. Mereka juga telah bekerja sama dengan lebih dari 150 perusahaan dan memberikan akses ke beragam set data.

Selain itu, Finantier merekrut Co-Founder & CEO Truelayer Francesco Simoneschi untuk bergabung dalam jajaran kelompok penasihatnya.

Potensi open finance

Produk open finance yang ditawarkan Finantier berbentuk infrastruktur teknologi berbasis API yang dapat dimanfaatkan fintech untuk menghadirkan layanan keuangan inklusif. Contohnya produk “Finantier Score“, yakni platform credit scoring teregulasi yang dapat dimanfaatkan institusi keuangan digital dalam menunjang layanan pinjaman dengan memastikan kelayakan calon nasabah.

Open finance adalah perpanjangan dari open banking, memungkinkan pertukaran data finansial nonperbankan termasuk kredit dan hipotek secara aman. Selain itu open finance juga memfasilitasi pertukaran terbuka data konsumen sehingga perusahaan dapat memanfaatkannya untuk menjangkau lebih banyak pelanggan sekaligus menciptakan layanan yang lebih dipersonalisasi,” jelas Co-Founder & CEO Finantier Diego Rojas.

Tingginya persentase masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, dinilai menghadirkan kesempatan baik bagi pemain open finance. Berbeda dengan open banking yang memfokuskan layanan yang terpusat di sekitar rekening bank, cakupan open finance lebih luas dan tidak terbatas di institusi keuangan berbasis bank.

“Finantier memudahkan akses ke layanan keuangan bagi jutaan orang yang tidak memiliki rekening bank, mulai dari warung-warung pinggir jalan (UKM), hingga pekerja gig economy, memperoleh keuntungan dari jejak data digital mereka. Dengan adanya akses ke layanan keuangan, kami dapat membantu mereka dan orang yang mereka cintai untuk memiliki kehidupan yang lebih baik,” imbuh Co-Founder & COO Finantier Edwin Kusuma.

Data Bank Indonesia mengatakan ada sekitar 90 juta orang dewasa di Indonesia yang tidak memiliki akses produk perbankan.

“Meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia sangatlah penting mengingat banyaknya orang yang belum memiliki akses ke lembaga keuangan. Dengan akses yang lebih baik ke layanan keuangan, mereka bisa hidup dengan lebih baik dan dapat ikut meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Kami punya harapan untuk Finantier sejak awal dan yakin bahwa mereka berperan penting dalam mewujudkan harapan tersebut dengan menghubungkan mereka yang tidak memiliki akses keuangan ke fintech dan institusi keuangan di berbagai negara,” kata Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Open finance di Indonesia

Layanan open finance di Indonesia cukup berkembang, hal ini ditengarai maraknya pemain fintech dan penerimaan masyarakat luas terhadap produk yang dihadirkan. Dengan bentuk yang berbeda, selain Finantier ada beberapa pemain lain yang juga menjajakan platform serupa. Misalnya Ayoconnecet untuk API bill-payment, Brankas untuk API BaaS, Instamoney untuk API remitansi, dan sebagainya.

Dari sisi pengembang, jelas ini menyajikan kemudahan yang sangat berarti. Dan yang terpenting adalah makna “open” dari istilah yang digunakan, menandakan adanya keterbukaan –dalam kaitannya dengan pengelolaan data– yang bisa menjadikan ekosistem keuangan digital tersebut jauh lebih sehat. Berbagai inisiatif serupa nyatanya juga terus digencarkan para pemain fintech di Indonesia, misalnya yang diinisiasi AFPI untuk membangun pusat data bersama.

Nimbly Raih Pendanaan Pra-Seri A 67 Miliar Rupiah, Pasar Indonesia Tengah Jadi Prioritas

Perusahaan pengembang layanan automasi operasional bisnis berbasis di Singapura “Nimbly” raih pendanaan pra-seri A senilai $4,6 juta atau setara 67 milyar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Insignia Ventures Partners, dengan partisipasi Sovereign’s Capital dan Saison Capital. Dana segar akan difokuskan untuk mengakselerasi pertumbuhan bisnis di kawasan Asia Tenggara.

Daniel Hazman selaku Founder & CEO Nimbly Technologies dalam wawancara bersama DailySocial menyebutkan bahwa perusahaan sedang berada dalam fase pertumbuhan eksplosif dan ingin memperluas bisnis lebih jauh di luar Indonesia.

Selama kurang lebih tiga tahun beroperasi, Nimbly telah tersedia di tujuh negara termasuk Indonesia, Singapura, Malaysia, hingga Amerika Serika. Sebagian besar klien mereka datang dari industri ritel dan F&B, seperti KFC, Kopi Kenangan, 7-Eleven dan Under Armour.

Perusahaan yang juga dikenal dengan nama HelloNimbly ini menawarkan layanan yang bisa membantu perusahaan dalam automasi operasional bisnisnya seperti mengintegrasikan platform spreadsheet, email, dan pesan singkat dengan menggabungkan fungsinya ke dalam satu aplikasi. Termasuk daftar periksa, audit, dan live video untuk memastikan bahwa prosedur operasi standar diikuti di semua lokasi.

Terkait targetnya melalui pendanaan ini, Daniel turut mengungkapkan, “Kami masih menargetkan perusahaan di industri F&B, pertanian, ritel, manufaktur, manajemen fasilitas, dan FMCG yang berbasis di Asia Tenggara. Kami fokus pada Indonesia terlebih dulu karena ini adalah pasar terbesar di kawasan ini; saat kami ingin memperluas ke seluruh Asia Tenggara, Singapura adalah tempat yang tepat untuk itu.”

Daniel sempat menyebutkan rencananya untuk mulai masuk ke industri perbankan. Namun, ketika disinggung kembali terkait rencana tersebut, pihaknya mengatakan masih akan fokus pada industri yang selama ini sudah digarap.

Mengutip Insignia Ventures Partners, mitra pengelola pendiri Yinglan Tan, “Perusahaan SaaS saat ini menjadi vertikal yang sedang berkembang di Asia Tenggara dengan lebih banyak bisnis yang datang dari berbagai ukuran dan seluruh industri yang ingin melakukan transformasi serta mengembangkan kemampuan masuk ke area perangkat lunak.”

“Kami berharap dapat menjadi salah satu mitra pilihan utama organisasi kelas dunia dalam perjalanan transformasi digital mereka,” tutup Daniel.

Segari Receives Seed Funding, Focus on Providing Fresh Groceries

The online grocery platform Segari today (22/3) announced seed funding. This round was led by Beenext with the participation of AC Ventures and Saison Capital. Some angel investors involved are undisclosed.

Segari (PT Sayur Untuk Sudah) was founded by three, including Yosua Setiawan (CEO), Farand Anugerah (COO), and Farandy Ramadhana (CTO). Segari’s vision is to bring high-quality fresh products to households in Indonesia.

“Getting high quality and consistent [fresh produce] is difficult. Not everyone is capable, that is why we focus on it. While other players may focus on expanding SKUs, lowest prices, or expanding areas; we build infrastructure to focus on quality. This is what our customers love,” Setiawan said.

One of the approaches, Segari utilizes a micro warehouse network and thousands of agents in Jakarta for product distribution. Currently, ordering is available via the mobile website or released application.

Segari ensured that each product arrived at the customer’s house no more than 15 hours after harvesting. It is not by keeping stock of goods, but by making a strict prediction of customer demand by balancing the harvest schedules of the farmers.

“We are building an internally tailored end-to-end technology infrastructure to deal with this complex supply chain issue. This includes product receiving from farmers, to long-distance delivery to customers,” Ramadhana added.

Segari exists amid the growing online grocery industry. Even though this category only plays a small part in the whole e-commerce GMV, there is great potential for the Indonesian market. Case studies from abroad, as those conducted by Ding Dong Mai Chai (China), Big Basket (India), Ocado (Europe); shows the potential of online grocery services to hypergrowth and lead to unicorn-equivalent valuations.

Survey by Segari team shows that despite the social restrictions caused by the pandemic, people in Jakarta still went to supermarkets or markets to buy groceries. They do not fully believe in online transactions for fresh products, because they are worried about the quality and freshness of the product.

For AC Ventures’ Managing Partner, Adrian Li, “Segari’s value proposition in producing high-quality products through a data-driven and micro warehouse approach to set them apart from other platforms.” He also believes that fresh products have the potential to become the next opportunity for the e-commerce business, especially because they are driven by changing trends that occur due to Covid-19.

It is undeniable, the online grocery competition is getting tougher. Apart from the new arrivals, legacy players are continue to expand the scope of their products and businesses. For example, Happyfresh, which now covers the Java and Bali areas – besides, it has partnered with Grab and Bualapak.

In addition, there is Sayurbox which continues to expand its market coverage. Recently, they reportedly received an investment from Tokopedia – the consolidation allows them to connect with the ecosystem of the largest local marketplace customer in Indonesia. Also, there is a Kedai Sayur with a unique approach, collaborating with thousands of mobile vegetable seller partners.

On the other hand, the Decacorn Gojek also continues to explore the online grocery market through GoMart. Other big players like Blibli are also doing the same thing through their O2O strategy.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Segari Dapatkan Pendanaan Awal, Fokus Hadirkan Produk Bahan Makanan Segar

Platform online grocery Segari hari ini (22/3) mengumumkan perolehan pendanaan awal. Putaran ini dipimpin oleh Beenext dengan keterlibatan AC Ventures dan Saison Capital. Beberapa angel investor yang tidak disebutkan namanya juga turut andil.

Segari (PT Sayur Untuk Semua) didirikan oleh tiga orang founder, meliputi Yosua Setiawan (CEO), Farand Anugerah (COO), dan Farandy Ramadhana (CTO). Visi Segari adalah menghadirkan produk segar kualitas tinggi untuk kalangan rumah tangga di Indonesia.

“Mendapatkan [produk segar] dengan kualitas tinggi dan konsistensi itu sulit. Tidak semua bisa melakukannya, tapi itulah mengapa kami menjadikannya sebagai fokus. Sementara pemain lain mungkin fokus pada memperbanyak SKU, harga termurah, atau perluasan area; kami membangun infrastruktur untuk fokus pada kualitas. Dan ini yang disukai oleh pelanggan kami,” kata Yosua.

Salah satu pendekatannya, Segari memanfaatkan jaringan gudang mikro dan ribuan agen di Jakarta untuk proses distribusi produk. Untuk saat ini proses pemesanan dapat dilakukan lewat situs mobile web atau aplikasi yang sudah dirilis.

Segari juga memastikan, setiap produk sampai ke rumah pelanggan tidak lebih dari 15 jam sejak dipanen. Yang dilakukan tidak dengan melakukan penyimpanan stok barang, melainkan membuat prediksi permintaan pelanggan secara ketat dengan menyeimbangkan jadwal panen petani mitra mereka.

“Kami membangun infrastruktur teknologi end-to-end secara internal disesuaikan untuk menangani masalah rantai pasokan yang kompleks ini. Termasuk mencakup penerimaan produk dari petani, hingga pengiriman jarak jauh ke pelanggan,” imbuh Farandy.

Platform Segari hadir di tengah pertumbuhan industri online grocery. Kendati kategori ini masih menyumbang sebagian kecil dari GMV produk e-commerce secara keseluruhan, namun ada potensi besar yang dapat dieksplorasi untuk pasar Indonesia. Studi kasus dari luar negeri, seperti yang dilakukan Ding Dong Mai Chai (China), Big Basket (India), Ocado (Europe); menunjukkan potensi layanan online grocery untuk melakukan hypergrowth dan menuju valuasi setara unicorn.

Dari survei yang disampaikan tim Segari, kendati ada pembatasan sosial akibat pandemi, masyarakat di Jakarta masih banyak pergi ke supermarket atau pasar untuk membeli bahan makanan. Mereka belum sepenuhnya percaya dengan transaksi online untuk produk segar, karena khawatir dengan kualitas dan kesegaran produk.

Menurut Managing Partner AC Ventures Adrian Li mengatakan, “Proposisi nilai Segari dalam menghasilkan produk berkualitas tinggi melalui pendekatan berbasis data dan gudang mikro membedakan mereka dari platform lain.” Ia pun meyakini, bahwa produk segar berpotensi menjadi peluang berikutnya dari bisnis e-commerce, khususnya karena didorong oleh perubahan tren yang terjadi akibat Covid-19.

Tidak dimungkiri, persaingan di lanskap online grocery memang semakin ketat. Di luar pemain baru yang berdatangan, ada pemain legasi yang terus memperluas cakupan produk dan bisnisnya. Sebut saja Happyfresh yang kini sudah mencakup area Jawa dan Bali — selain itu telah bermitra dengan Grab dan Bualapak.

Kemudian ada juga Sayurbox yang terus memperluas cakupan pasarnya. Terakhir mereka dikabarkan mendapatkan investasi dari Tokopedia — konsolidasi tersebut memungkinkan mereka untuk terhubung dengan ekosistem pelanggan marketplace lokal terbesar di Indonesia tersebut. Selain itu ada Kedai Sayur dengan pendekatan yang unik, menggandeng ribuan mitra penjual sayur keliling.

Di sisi lain, decacorn Gojek juga terus mengeksplorasi pasar online grocery melalui GrabMart. Pemain besar lainnya seperti Blibli juga lakukan hal yang sama lewat strategi O2O miliknya.

Application Information Will Show Up Here

BukuKas Secures Series A Funding Worth of 142 Billion Rupiah Led by Sequoia Capital India

A startup developing a financial record keeping app for SMEs, BukuKas, today (12/1) announced Series A funding of $10 million or the equivalent of 142 billion Rupiah. This round was led by Sequoia Capital India with the participation of previous investors, including Saison Capital, January Capital, Founderbank Capital, Cambium Grove, Endeavor Catalyst, and Amrish Rau.

Founded in 2019, BukuKas has successfully raised $22 million or the equivalent of 313 billion Rupiah from investors – including through seed and pre-series A rounds. The additional capital will be focused on accelerating merchant acquisitions and building up the technical/product team at the Jakarta office. and Bangalore.

As of November 2020, BukuKas users has reached 3.5 million with 1.8 million active monthly users. However, BukuKas has quite some competitors in market share. The closest one is BukuWarung, with a business model similar to that of millions of users. In addition, there are several local startups that have also launched SME financial records applications, including Credibook, Moodah, Teman Bisnis, Akuntansiku, etc.

“To date, we see this funding round as a strong belief in a huge market opportunity, as well as team and execution capabilities. Even though we have grown rapidly this year, we are just getting started. This round is an important step for us to continue working towards our mission to empowering 60 million small traders and retailers in Indonesia so that they go digital,” BukuKas’ Co-Founder & CEO Krishnan Menon said.

In a previous interview with DailySocial, he said that his business is positioned as an SME digitization software company that will develop into a fintech player. “Sellers have realized that go-digital is very important to their business. Sellers save 2-4 hours a day, 20% in costs, and minimize manual calculation errors. We also allow merchants to recover debts 3x faster because the process is automated.”

Regarding its business model, he also explained, “We currently have an interesting initial experiment on monetization, but it’s still too early. It can be done in many ways, some of which are obvious like SaaS, financial solutions, and there are some interesting thoughts but we are yet to share.”

In its release, BukuKas also announced the acquisition of the Catatan Keuangan Harian app. This company act has actually been going on since last September 2020; expected of strengthening their leadership in related segments.

Statistik pengguna BukuKas dengan matriks DAU / LinkedIn, Krishnan Menon
BukuKas user statistic with DAU metrics / LinkedIn, Khrisnan Menon

“Although the application features can be replicated as they develop, maintaining extreme levels of simplicity in products while adding substantial value will be a challenge. Eventually, companies that are able to make this happen on a large scale will take the lead,” said Krishnan.

With its unique characteristics, the Indonesian market does need a special touch. BukuKas team believes in this, which is represented in feature adjustments. For example, to be able to reach users in small cities, they present an offline mode with automatic synchronization when the user is successfully connected to the internet network.

Furthermore, BukuKas’ Co-Founder & COO Lorenzo Peracchione said, in the near future there will be several new features including digital payment integration. “Merchants will be able to collect money from their customers using various payment options in an easy way. Payments will be automatically added to the BukuKas application, which further automates the bookkeeping process and reduces the inconvenient process for our users.”

BukuKas also recently released an innovative inventory management module in its application. This feature allows small sellers to track the movement of their stock without creating complex frameworks that characterize today’s inventory management solutions.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here