NZXT Perkenalkan Ekosistem Produk Audio Perdana Mereka

Didirikan Johnny Hou di 2004, NZXT memulai kiprahnya sebagai produsen case PC, kemudian memperlebar bisnisnya ke ranah penyediaan solusi pendingin, motherboard, unit power supply, hingga aksesori serta sistem pencahayaan LED. Produk-produk NZXT memang sengaja dipasarkan ke gamer, namun ditakar dari aspek kelengkapan, mereka mungkin belum bisa menyamai kompetitor seperti Corsair.

Di minggu ini, perusahaan hardware PC asal Los Angeles itu kembali memperluas portofolio produk melalui peluncuran perangkat audio pertamanya. NZXT menyuguhkannya sebagai ‘ekosistem’, terdiri dari headphone stereo AER, pusat pengendali suara MXER dan stand untuk menaruh headset, STND. Melihat dari cara penyajiannya, NZXT tampaknya mengambil metode penyajian sistem audio secara tradisional.

NZXT AER 2

Mari kita bahas headphone AER terlebih dulu. NZXT menyediakan dua pilihan headset, yaitu varian standar yang dirancang buat mengisolasi suara serta tipe AER Open Headset, menjanjikan fleksibilitas dalam dan ‘kejernihan akustik’. Kedua model mempunyai penampilan hampir serupa (ada rangkaian lubang di sisi luar AER Open Headset) dengan tema minimalis dan bersih. Konstruksinya terbilang konvensional: dua housing speaker ber-earcup over-ear tersambung ke sebuah headband, kemudian terdapat bantalan empuk di sisi dalam.

NZXT AER 1

Yang istimewa dari headset AER adalah struktur semi-modularnya. Bagian microphone serta kabel dapat kita pindahkan sesuai keinginan, dari housing speaker kanan ke kiri atau sebaliknya. Kompatibilitas juga menjadi aspek andalan NZXT AER. Kedua headphone tersebut siap menemani Anda ber-gaming di perangkat apapun, baik itu PC, console PlayStation 4, Xbox One maupun Nintendo Switch.

NZXT AER 3

Selain pemanfaatan desain closed-back dan open-back, saya tidak melihat adanya perbedaan signifikan di sisi spesifikasi dari masing-masing headset. Mereka sama-sama dibekali driver 40mm, mampu mereproduksi suara di rentang frekuensi 20Hz sampai 50KHz, memiliki sensitivitas 90dB +/- 4dB (closed-back) dan 88dB +/- 4dB (open-back), serta mempunyai bobot 291-gram.

NZXT AER 4

Unit mixer-nya sendiri menyimpan DAC Wolfson (24-bit, 96kHz). Ketika MXER dikoneksikan ke STND, output suara secara otomatis akan dipindahkan dari speaker ke headset apapun yang tersambung ke MXER. Selain itu, mixer ditopang oleh fitur Nahimic 7.1 surround sound, lalu Anda bisa mudah mengatur serta mengelola input suara di mic dan audio permainan.

Belum diketahui kapan rencananya NZXT akan mulai memasarkan AER, MXER dan STND – namun mungkin akan dilakukan di waktu dekat. Unit headphone dibanderol US$ 130 (baik varian closed– maupun open-back), mixer dijajakan seharga US$ 100, lalu stand ditawarkan di harga US$ 50. Tersedia pilihan warna hitam atau putih untuk semua jenis produk, plus ungu khusus buat AER closed-back. Saat artikel ini ditulis, gerbang pre-order juga belum dibuka.

Beoplay H4 2nd Gen Hadirkan Penyempurnaan Desain dan Dukungan Voice Assistant dalam Harga yang Sama

$300 merupakan harga yang cukup tinggi untuk sebuah headphone Bluetooth. Namun kalau yang dibahas adalah Bang & Olufsen, banderol tersebut termasuk salah satu yang paling terjangkau dari seluruh penawarannya. Perangkat yang saya maksud adalah Beoplay H4 yang dirilis dua tahun lalu, dan B&O rupanya baru saja meluncurkan versi anyarnya.

Sepintas, desain headphone tipe over-ear ini tampak tidak berbeda dari pendahulunya. Beoplay H4 generasi kedua masih mengadopsi rancangan yang sama selagi memadukan sejumlah material premium (aluminium, stainless steel dan kulit asli). Meski demikian, ada sejumlah revisi yang membuat penampilannya jadi makin sleek.

Beoplay H4 2nd Gen

Yang paling kentara adalah kabel braided yang menyambung dari bagian earcup ke headband, yang pada versi barunya ini nyaris tidak kelihatan. Penutup aluminium di sisi luar earcup-nya kini juga lebih menonjol, mengikuti gaya desain yang dianut sejumlah penawaran lain B&O yang dihargai lebih mahal.

Deretan tombol pengoperasiannya juga turut disempurnakan, akan tetapi yang paling signifikan adalah penambahan sebuah tombol baru untuk memanggil voice assistant di ponsel. Ya, Beoplay H4 2nd Gen siap menjadi perantara Anda dan Siri (atau Google Assistant), dan B&O juga memastikan suara Anda bisa ditangkap dengan jelas berkat sebuah mic ekstra yang posisinya diyakini sangat optimal.

Beoplay H4 2nd Gen

Fitur lain yang sepele namun masih cukup berperan adalah dukungan aptX Low Latency, yang dirancang untuk memastikan agar audio dan video selalu sinkron. Soal baterai, Beoplay H4 2nd Gen masih mempertahankan daya tahan 19 jam pemakaian seperti pendahulunya, akan tetapi charging-nya sekarang sudah mengandalkan sambungan USB-C.

Juga tidak diubah adalah banderol harganya. Beoplay H4 2nd Gen tetap dihargai $300, dan tetap merupakan salah satu penawaran paling terjangkau dari portofolio headphone wireless B&O.

Sumber: Trusted Reviews.

Lúcio dari Overwatch Jadi Sumber Inspirasi Razer Dalam Merancang Headset Edisi Spesial Ini

Demi memikat konsumen, kerja sama antara produsen hardware dan developer game tidak terelakkan. Dari sejak bertahun-tahun silam, Razer sudah sering menggandeng sejumlah raksasa gaming untuk memproduksi periferal edisi spesial. Beberapa franchise permainan yang sempat berkolaborasi bersama Razer meliputi Mass Effect, Destiny, Street Fighter, Call of Duty, dan tentu saja Overwatch.

Bahkan beberapa b ulan sebelum Overwatch resmi meluncur, Razer sudah gencar mempromosikan mouse, keyboard dan mousepad berlisensi resmi permainan shooter multiplayer populer Blizzard Entertainment itu. Dan lima tahun berselang, Razer telah menyediakan delapan (jika saya tidak salah hitung) pilihan gaming gear bertema Overwatch, dan dua produk anyarnya sengaja didedikasikan pada karakter DJ sekaligus hero support Lúcio.

Razer Nari Ultimate Overwatch Lúcio Edition 2

Tema Lúcio diterapkan pada mouse mat Goliathus dan headphone Nari Ultimate. llustrasi Lúcio pada Goliathus memang membuat mousepad ini tampil atraktif, namun yang istimewa ialah ketika desain khas Lúcio diimplementasikan pada headset. Dominasi warna hitam pada Razer Nari Ultimate kini digantikan oleh kombinasi warna yang jadi identitas sang hero support, membuatnya meriah tanpa terlihat berlebihan.

Razer Nari Ultimate Overwatch Lúcio Edition 4

Razer Nari Ultimate Overwatch Lúcio Edition memiliki tubuh berwarna kuning, dipadu biru di bagian housing, serta beberapa zona hijau – di headband serta pelat bundar di sisi terluar. Kemudian, logo Razer digantikan oleh logo katak Lúcio. Namun selain itu, produk edisi spesial ini memiliki fitur dan kelengkapan layanya Nari Ultimate, termasuk penggunaan struktur tubuh kombinasi logam dan plastik, headband auto-adjustable sekunder, serta earcup berukuran besar yang bisa bebas bergerak mengikuti bentuk kepala.

Razer Nari Ultimate Overwatch Lúcio Edition 3

Selain itu, headphone mengusung segala teknologi yang dimiliki varian Nari Ultimate, di antaranya bantalan empuk dengan gel pendingin, THX Spatial Audio sehingga kita bisa mendengar suara di ruang lingkup 360 derajat, sistem pencahayaan Chroma, dukungan konektivitas wireless 2,4GHz bebas lag dan tentu saja terdapat Hypersense Intelligent Haptics. Sistem unik ini dirancang agar mampu mendeteksi frekuensi dan ‘bentuk’ suara untuk kemudian diubah jadi efek haptic berupa getaran – secara akurat dengan intensitas berbeda.

Razer Nari Ultimate Overwatch Lúcio Edition 1

“Sebagai hero support, Lúcio sangat mahir dalam menjaga kawan-kawannya tetap prima di sesi pertempuran yang panjang,” tutur Razer. “Dan seperti Lúcio, headset ini diramu agar Anda selalu berada di kondisi terbaik saat bermaraton Overwatch.

Razer Nari Ultimate Overwatch Lúcio Edition sudah mulai dipasarkan dan pemesanan bisa dilakukan di situr Razer. Perlu Anda ketahui bahwa produk edisi spesial ini dibanderol US$ 30 lebih mahal dari Nari Ultimate standar, yaitu US$ 330.

Via DualShockers.

Headphone SteelSeries Arctis 1 Wireless Siap Menemani Anda Ber-gaming di Platform Berbeda

Memiliki periferal audio berkualitas ialah hal krusial bagi gamer. Di mode single-player, perangkat audio yang tepat berguna dalam mendongkrak aspek sinematik permainan. Lalu di game multiplayer kompetitif, sistem suara mumpuni tentu saja memudahkan kita untuk lebih awas terhadap keadaan di sekitar serta mendeteksi lawan. Sayang sekali banyak headphone gaming yang cuma bisa mendukung satu atau dua platform saja.

Menyadari kondisi ini, SteelSeries mengajukan sebuah solusi menarik. Produsen gaming gear asal Denmark itu memperkenalkan Arctis 1 Wireless, yaitu headphone berkonsep 4-in-1 yang dirancang agar kompatibel dengan mayoritas platform gaming – dari mulai PC, PlayStation 4, Xbox One, Switch hingga Android. Berbekal kapabilitasnya itu, kita tidak perlu lagi membeli periferal audio untuk perangkat gaming berbeda – dimungkinkan berkat lengkapnya konektivitas Arctis 1 Wireless.

Arctis 1 Wireless 3

Dari sisi desain, Arctis 1 Wireless mempunyai penampilan layaknya headphone standar. Ia mempunyai dua housing speaker yang disambung oleh headband. Housing mempunyai bentuk agak lonjong, dibekali earcup berbantalan empuk. Ukuran cup cukup lebar untuk merangkul seluruh bagian telinga, lalu padding juga bisa ditemukan di sisi bawah headband-nya. Aspek menarik dari tubuh Arctis 1 Wireless adalah pemanfaatan rangka jenis baja ringan demi memastikan strukturnya tetap kuat namun lentur – cocok buat gamer.

Sempat saya singgung sebelumnya, konektivitas ialah aspek yang membuat Artcis 1 Wireless istimewa. Bagi saya, perangkat ini cocok bagi orang-orang yang biasa ber-gaming di PC tapi juga suka menikmati permainan di console. Arctis 1 Wireless dapat tersambung ke PC lewat kabel atau dongle USB. Aksesori wireless USB tersebut juga memungkinkannya tersambung ke PlayStation 4 atau Nintendo Switch (baik ketika diposisikan di docking maupun dalam mode handheld).

Arctis 1 Wireless

Perlu diketahui bahwa metode koneksi Arctis 1 Wireless ke Xbox One sedikit berbeda. Khusus buat console Microsoft itu, headphone tidak dapat disambungkan secara wireless, melainkan via kabel bercolokan 3,5mm ke port yang terdapat di unit controller.

Jantung dari Arctis 1 Wireless adalah driver 40mm yang juga dimanfaatkan oleh model Arctis 7. Segala proses pengaturan (volume, mute, play/pause) bisa dilakukan langsung dari headphone lewat switch dan dial di bagian luar housing. Di mode wireless, perangkat mengusung teknologi lossless di frekuensi 2,4GHz, menjangkau jarak maksimal 9-meter dan mengambil tenaga dari baterai internal yang kabarnya mampu menghidangkan suara hingga 20 jam non-stop.

Arctis 1 Wireless 2

Arctis 1 Wireless sudah mulai dipasarkan secara global di awal bulan September 2019, dibanderol seharga US$ 100.

Via The Verge.

Buoq Axis Ialah Headphone Wireless yang Bisa Berubah Jadi Speaker

Modal ialah satu-satunya batasan seorang pecinta audio. Akan selalu ada produk penyaji musik yang lebih baru, lebih canggih dan lebih mahal. Itu sebabnya sungguh bijaksana jika dalam menikmati kegemaran ini, Anda lebih dulu menetapkan batasan, serta memilih produk-produk dengan fitur serta fungsi terlengkap. Satu alternatifnya adalah kreasi dari perusahaan bernama Buoq.

Lewat Kickstarter, tim inventor asal Barselona itu memperkenalkan Buoq Axis, yaitu headphone wireless Hi-Fi pertama di dunia yang bisa diubah menjadi speaker portable kapan pun Anda menginginkannya. Transisi Buoq Axis dari headset ke speaker berlangsung secara mudah dan singkat berkat pemanfaatan struktur unik.

Di mode normal, Buoq Axis terlihat seperti headphone biasa. Ia memiliki dua housing speaker, disambung oleh headband adjustable. Earcup on-ear-nya mengusung jenis bantalan NIF Tech yang empuk, aman di kulit, memiliki sirkulasi udara yang baik, anti-air dan noda, serta berfungsi pula sebagai sistem noise cancelling pasif. Padding serupa juga diterapkan di sisi bawah headband.

Buoq Axis 2

Setelah tersambung ke perangkat pemutar musik via Bluetooth 5.0, beberapa fungsi Buoq Axis bisa Anda akses via tombol yang bersembunyi di pelat aluminium bundar di sisi luar: tekan sekali untuk play/pause, dua kali buat pindah ke lagu berikutnya, atau tekan selama satu detik buat mundur. Di dekat pelat itu terdapat tombol switch equalizer. Dengannya, kita dapat menonjolkan vokal, bass atau memilih preset seimbang secara instan.

Buoq Axis 1

Saat ingin berbagi musik, yang perlu Anda lakukan hanyalah memutar housing/earcup 180 derajat ke arah luar dan Buoq Axis segera berubah menjadi speaker. Selanjutnya, Anda dapat menaruh di mana saja, atau alternatifnya, mengalungkan Buoq Axis di leher. Metode ini cocok jika Anda ingin mendengarkan musik saat berkendara di atas sepeda tanpa mengurangi keawasan terhadap keadaan sekitar.

Buoq Axis 4

Jantung dari kapabilitas Buoq Axis adalah sepasang driver 40-milimeter ‘berkualitas tinggi’ yang dibantu oleh unit micro amplifier terintegrasi. Kombinasi dari semua itu memungkinkan perangkat menghasilkan suara yang lantang, dapat terdengar hingga radius 15-meter. Buoq Axis dibekali baterai internal berdaya tahan cukup lama, mampu menghidangkan musik 18 jam non-stop di mode headphone atau 11 jam di mode speaker.

Buoq Axis 5

Menariknya lagi, Buoq Axis tak cuma didukung koneksi wireless. Audio juga bisa dikirimkan lewat kabel bercolokan 3,5-milimeter, baik ketika Anda ingin menggunakan perangkat sebagai headset maupun speaker. Selain itu, bagian earcup terpasang ke housing secara magnetis, dan Anda dapat menggota-gantinya dengan warna lain yang sudah Buoq sediakan.

Buoq Axis bisa Anda pesan di situs crowdfunding Kickstarter. Di sana, produk dijajakan seharga mulai dari € 90 atau kisaran US$ 100, dan akan didistribusikan pada para backer di bulan Oktober 2019. Bundel pembeliannya sudah termasuk kabel charger, kabel Aux-in 3,5mm, pouch travel anti-air dan hard case.

[Review] Huawei Freelace: Bluetooth Earphone USB-C dengan Bass Besar

Beberapa waktu yang lalu saya sempat dihubungi oleh salah seorang PR dari Huawei. Dia mengatakan akan mengirimkan satu produk Huawei untuk di-review. Saya pun bertanya, smartphone apa lagi yang akan diluncurkan produsen asal Tiongkok ini. Ternyata, produk tersebut bukanlah smartphone.

Huawei memang sudah memiliki banyak earphone yang dijual di pasar Indonesia. Akan tetapi, baru kali ini mereka sepertinya serius dalam memasarkan produk earphone, apalagi yang memiliki konektivitas bluetooth, seperti Huawei FreeLace. Huawei Freelace merupakan sebuah earphone nirkabel yang memiliki model neckband yang dikalungkan ke leher saat digunakan.

Huawei Freelace

Penamaan ini pun sudah menandakan bahwa bentuk dari earphone ini akan digantungkan di leher. “Free” berarti bahwa perangkat ini bebas dari kabel yang langsung menancap pada sumber musik. “Lace” berarti kalung (dari necklace) yang memang menjadi aksesoris tambahan setiap penggunanya.

Huawei ingin menjual perangkat yang satu ini untuk mereka yang muda dan gemar mendengarkan musik. Sayangnya, earphone yang satu ini hanya bisa digunakan feature-nya secara lengkap saat dihubungkan dengan smartphone Huawei saja. HiPair yang dimiliki earphone ini hanya bisa digunakan pada OS Andorid dengan EMUI 9.1.

Spesifikasi dari earphone ini adalah sebagai berikut

Berat 27 gram
Jangkauan Maksimal 10 meter
Versi Bluetooth 5.0
Ukuran Driver ø9.2mm
Frequency response 20 – 20,000 Hz
Sensitivitas 98 dB
Rating IP57
Kapasitas Baterai 120 mAh

Unboxing

Seperti inilah isi dari paket penjualan Huawei Freelace.

Huawei Freelace - Paket Penjualan

Di dalamnya dapat ditemukan perlengkapan seperti berikut

Desain

Huawei Freelace menggunakan bahan berjenis karet pada kabelnya. Karet yang digunakan juga memiliki finishing yang cukup lembut sehingga membuatnya cukup nyaman saat tersentuh dengan kulit bagian belakang leher yang biasanya sensitif. Karet kalungnya sendiri juga lentur dan lembut sehingga membuat para penggunanya tidak perlu takut mematahkannya secara tidak sengaja.

Huawei Freelace - Buttons

Pada sisi kanan dan kiri kabel tersebut terdapat dua bongkah besi metal. Yang bagian kiri berisikan baterai lithium sebesar 120 mAh yang dapat diisi dengan cepat dengan teknologi 3C yang dapat mengisi 3x lebih cepat. Pada bagian kanan merupakan bagian kontrol yang memiliki empat buah tombol: daya, volume naik, volume turun, dan tombol serbaguna.

Bagian kanan tersebut juga membawa konektor USB-C. Tinggal cabut saja antara bagian kontrol dengan kabel earphone sebelah kanan. Uniknya, jika Anda memiliki smartphone dengan port USB-C, maka Huawei Freelace dapat diisi baterainya di mana saja. Huawei mengklaim bahwa empat menit melakukan charge dapat membuat baterainya bertahan selama lima jam.

Huawei Freelance - USB-C

Pada bagian belakang kedua earpiece terdapat magnet yang dapat menarik cukup kuat. Pada saat kedua earpiece tertempel, akan membuat musik yang sedang dimainkan akan terhenti serta memutuskan hubungan bluetooth-nya. Hal ini tentu saja sangat membantu jika kita tidak ingin repot mematikan musik dengan mengeluarkan smartphone dari kantung.

Pengalaman Menggunakan

Saat pertama membuka paket penjualannya, saya langsung melakukan pairing bluetooth ke salah satu smartphone, yang sayangnya bukan merek Huawei. Hal ini membuat saya tidak bisa mencoba fitur HiPair yang tinggal menancapkan Freelace ke smartphone dan langsung terhubung melalui bluetooth. Namun, pairing bluetooth-nya juga sangat mudah, seperti kebanyakan perangkat: tekan tombol daya selama 3-5 detik.

Oleh karena keterbatasan waktu, kali ini saya menggunakan Spotify yang diset ke kualitas Very High. Seharusnya, pada pilihan ini Spotify akan memainkan musik yang dikonversikan ke Ogg Vorbis 320 Kbps yang sulit dibedakan dengan FLAC/WAV. Jadi, kualitasnya cukup untuk menguji suara yang keluar.

Huawei Freelace - Charge

Saat memasukkan earbud ke dalam lubang kuping, hal pertama yang terasa adalah suara dari luar cukup terisolasi. Hal itu cukup terlihat di mana earbud nya terdesain miring agar pas masuk ke lubang kuping. Jadi, Freelace cukup berguna pada saat Anda berada di tempat yang cukup berisik.

Saat memainkan musik, hal pertama yang terdengar adalah suara bass yang cukup dominan. Hal ini tentu sangat menarik untuk mereka yang suka mendengarkan musik dengan profile bass yang “menendang”. Pada beberapa lagu, malah high dan mid-nya seperti tertelan oleh bass.

Huawei Freelace - Auf

Volume yang dikeluarkan oleh Huawei Freelace memang sangat keras dikelasnya. Saking kerasnya, membuat suara yang dihasilkan dari file musik MP3 menjadi pecah. Oleh karena itu, cukup disarankan untuk mendengarkan musik pada tingkat 70-80% saja.

Baterai menjadi pembahasan yang cukup menarik pada Freelace. Huawei menjanjikan pemakaian 18 jam non-stop pada earphone ini. Saya pun sudah menggunakan hampir tiga hari dengan pemakaian yang cukup lama dan belum harus melakukan charge. Baterai pun dapat diisi langsung dengan menancapkan ke smartphone yang saya gunakan yang kebetulan menggunakan port USB-C.

Verdict

Dengan bermunculannya earphone dengan model nirkabel, membuat persaingan pada pasar ini terus memanas. Hal itu membuat Huawei meluncurkan Freelace yang didesain khusus untuk mereka yang stylish.

Desain dari Huawei Freelance yang menghadirkan USB-C memang harus diapresiasi karena sangat memudahkan dalam mengisi baterai. Selain itu, earbud yang menutupi lubang kuping juga tidak memerlukan teknologi tambahan noise cancellation. Bahan karet juga sangat berguna agar tidak mudah lapuk akibat keringat.

Suara yang dihasilkan juga cukup baik untuk sebuah perangkat musik nirkabel. Yang pasti, beberapa orang tidak akan memerlukan equalizer tambahan untuk meningkatkan kualitas dan volume suaranya. Hanya saja, bagi Anda yang kurang suka dengan earphone yang memiliki bass berlebih, mungkin tidak akan suka dengan Freelace.

Huawei Freelace dijual dengan harga Rp. 999.000 dan saat ini sudah tersedia untuk pasar Indonesia. Dengan harga tersebut, membuat alternatif pilihan dalam membeli earphone nirkabel menjadi lebih banyak. Namun, dengan harga tersebut, Anda bisa mendengarkan musik dengan lebih lama dan melakukan pengisian baterai dengan lebih mudah.

Sparks

  • Daya tahan baterai cukup lama
  • Bass yang “nendang”
  • Earbuds yang cukup nyaman
  • IP57 water resistant
  • USB-C
  • Pilihan ukuran earbuds yang banyak

Slacks

  • HiPair hanya untuk perangkat Huawei/Honor
  • Tidak mendukung codec APTX dari Qualcomm

Sony Umumkan Truly Wireless Headphones WF-1000XM3 dengan Noise Cancelling

Beberapa aktivitas ber-smartphone seperti mendengarkan musik, menonton video, hingga bermain game, tentunya membutuhkan kualitas audio yang baik untuk memperoleh experience yang optimal. Seiring dengan berkembangnya teknologi, cara-cara baru hadir bagi yang ingin melakukan aktivitas tersebut di mana saja kapan saja.

Satu diantaranya lewat inovasi perangkat truly wireless headphones. Bertepatan dengan hari jadi Walkman yang sekarang sudah berusia 40 tahun, Sony telah memperkenalkan generasi baru dari truly wireless headphones lini 1000X-nya ke Indonesia yakni WF-1000XM3 yang dilengkapi fitur noise cancelling.

Sony-7

Sony WF-1000XM3 menggunakan chip HD Noise Cancelling Processor QN1e dan teknologi Dual Noise Sensor untuk menangkap dan menghilangkan kebisingan, sehingga fokus Anda hanyalah pada musik. Chip tersebut menghasilkan 24-bit audio signal processing dan DAC dengan amplifier sehingga Anda dapat menikmati musik kelas premium. Fitur Digital Sound Enhancement Engine HX (DSEE HX) juga akan meningkatkan kualitas musik digital yang telah dikompres termasuk format MP3.

Sony WF-1000XM3 tersedia di Indonesia mulai tanggal 26 Juli 2019 dengan harga Rp3.499.000. Menurut kalian seberapa penting perangkat truly wireless headphones ini?

Hands-on Sony WF-1000XM3

Sony-3

Belakangan paket penjualan smartphone baru, belum tentu dilengkapi earphone bawaan dan kalaupun ada kualitasnya bisa dibilang ‘seadanya’. Selain itu, keberadaan jack audio 3.5mm di smartphone juga perlahan-lahan mulai menghilang. Faktor tersebutlah yang membuat perangkat truly wireless headphones semakin diminati.

Menurut survei yang dilakukan oleh internal Sony, mereka yang tertarik dengan perangkat truly wireless headphones juga karena kebutuhan fashion dan untuk digunakan saat bepergian menggunakan transportasi publik seperti misalnya KRL dan MRT. Singkatnya, kita juga membutuhkan konektivitas yang stabil, baterai yang lebih tahan lama, latency yang rendah.

Lewat headphone WF-1000XM3 ini Sony berupaya memenuhi kebutuhan tersebut. Pada acara peluncurannya, ada sesi experience di mana saya berkesempatan mencobanya langsung di MRT.

Sony-4

Charging case ialah solusi pintar dari Sony untuk menyuguhkan daya tahan baterai yang lama. Sony WF-1000XM3 mampu menyuguhkan enam jam pemakaian dengan fitur noise cancelling aktif dan 24 jam dengan charging case. Bila noise cancelling tidak digunakan, bisa bertahan delapan jam dan hingga 32 jam berkat charging case.

Proses pairing ke smartphone cukup mudah, perangkat ini memiliki konektivitas Bluetooth versi terbaru 5.0. Saat mulai mencobanya, lagi-lagi saya dibuatnya terkesan – fitur noise cancelling ini benar-benar ‘mengerikan’. Suara orang-orang dan hiruk-pikuk lingkungan tiba-tiba senyap.

Sony-5

Tentu saja, fitur noise cancelling yang bekerja sangat baik ini juga menuntut kesadaran diri yang tinggi. Sony juga telah membekalinya dengan touch control dan mode Quick Attention untuk berkomunikasi tanpa harus melepas earbud.

Cukup letakkan jari di atas panel sentuh pada earbud sebelah kiri untuk menurunkan volume lagu dan mendengar suara ambien untuk dapat mendengar orang bicara.

Sony-2

Dari percobaan singkat, kesan awal saya cukup baik – banyak sekali peningkatan yang dilakukan oleh Sony. Dibanderol Rp3,5 juta, perangkat ini memang tidak tergolong premium. Balik lagi ke kebutuhan Anda, yang pasti Sony WF-1000XM3 juga dirancang untuk fashion statement.

Sony XB900N Diciptakan untuk Pencinta Bass yang Juga Mementingkan Noise Cancelling

Saya yakin tidak ada yang meragukan reputasi Sony di bidang audio, apalagi dengan portofolio yang mencakup produk sekelas headphone WH-1000XM3. Tidak hanya menawarkan fitur noise cancelling yang efektif, headphone tersebut juga masuk di kriteria kaum audiophile berkat kemampuannya mengolah file audio beresolusi tinggi.

Namun sebagian besar konsumen tidak membutuhkan kapabilitas setinggi itu, dan mereka pun juga bakal keberatan mengucurkan dana sebesar 6 juta rupiah hanya untuk sebuah headphone wireless. Ditambah lagi, beberapa mungkin akan menilai dentuman bass yang dihasilkan WH-1000XM3 masih kurang wow.

Itulah mengapa Sony telah menyiapkan headphone wireless lain bernama XB900N. Label “XB” adalah kuncinya, singkatan dari “eXtra Bass” yang berarti karakter suaranya lebih condong ke frekuensi rendah. Di saat yang sama, label “N” di buntutnya juga berarti noise cancelling telah tersedia sebagai fitur standar di headphone ini.

Sony XB900N

Buat saya pribadi, yang cukup mencuri perhatian adalah desainnya. Saya masih ingat di kisaran tahun 2012-2013, seri headphone Sony XB selalu berpenampilan agak norak. Seperti yang bisa Anda lihat, XB900N tidak demikian. Selain elegan, desainnya juga fungsional; earcup-nya dapat diputar sekaligus dilipat sehingga mudah dibawa bepergian.

Sisi luar earcup-nya dibekali panel sentuh, yang berarti pengoperasiannya mengandalkan gesture seperti WH-1000XM3. Dukungan Google Assistant dan Alexa pun tidak ketinggalan, sedangkan baterainya bisa bertahan sampai 30 jam pemakaian sebelum perlu diisi ulang via USB-C.

Di Amerika Serikat, Sony XB900N sudah dipasarkan seharga $250, selisih $100 dari banderol WH-1000XM3 saat pertama dirilis.

Sumber: The Verge.

[Review] Plantronics BackBeat Fit 2100: Musik Saat Olahraga Tanpa Kendur

Dengan meningkatnya tren kegiatan berolah raga, tentu saja perlengkapan pendukung juga bakal diperlukan. Salah satu yang diperlukan biasanya adalah earphone untuk mendengarkan musik. Tentunya, mendengarkan musik saat berolah raga akan mengusir kebosanan.

Akan tetapi, kabel earphone sering kali mengganggu. Misalkan saja saat sedang berlari, kadang kabel dapat terkait dengan telapak tangan dan tertarik dari kuping. Solusi untuk hal tersebut adalah dengan menggunakan bluetooth head set atau earphone. Sayangnya, model seperti ini seringkali jatuh saat terguncang.

Plantronics BackBeat FIT 2100 - Inbox

Oleh karena itu, Plantronics datang dengan membawa solusi. Salah satunya adalah BackBeat FIT 2100 Wireless Sport Headphone. Sesuai dengan namanya, konektivitas dari headphone ini menggunakan nirkabel melalui Bluetooth. Yang membuatnya unik adalah desain dari BackBeat FIT 2100.

BackBeat FIT 2100 sendiri memiliki spesifikasi sebagai berikut

Berat 28 gram
Jangkauan Maksimal 10 meter
Versi Bluetooth 5.0, HFP 1.7, HSP 1.2, A2DP 1.3, AVRCP 1.5, SPP 1.2
Ukuran Driver 13.5 mm
Frequency response 20 – 20,000 Hz
Sensitivitas 94 dBSPL @ max volume
Microphone MEMS microphone dengan DSP
Rating IP57
Kapasitas Baterai 115 mAh

Unboxing

Plantronics BackBeat FIT 2100 - Paket

Seperti inilah isi dari paket penjualan Plantronics BackBeat FIT 2100.

Plantronics BackBeat FIT 2100 - Unboxing

Desain

BackBeat FIT 2100 menggunakan bahan berjenis karet. Karet yang digunakan juga memiliki finishing yang cukup lembut sehingga membuatnya cukup nyaman saat tersentuh dengan kulit bagian belakang leher yang biasanya sensitif. Karet penyangganya sendiri juga sangat lentur sehingga membuat para penggunanya tidak perlu takut mematahkannya secara tidak sengaja.

Plantronics BackBeat FIT 2100 - In ear

Bobot dari BackBeat FIT 2100 pun sangat ringan, yaitu hanya 28 gram saja. Selain itu, headphone ini juga memiliki rating IP57 yang tahan terhadap debu dan air. Hal ini tentu membuatnya menjadi tahan terhadap keringat saat melakukan olah raga yang cukup ekstrim.

Plantronics juga mendesain headphone ini supaya tidak mudah lepas. Oleh karena itu, pengait yang berada pada sisi kanan dan kirinya harus disangkutkan ke dalam daun telinga penggunanya. Nantinya, earbud yang juga terbuat dari karet akan masuk ke lubang telinga penggunanya.

Plantronics BackBeat FIT 2100 - Running

Bulatan pada bagian kanan merupakan tombol. Tombol tersebut dapat berfungsi untuk menyalakan, mematikan, melakukan pairing, dan lain sebagainya. Namun untuk menaikkan dan menurunkan volume, bulatan pada sisi telinga kiri dapat disentuh untuk mengaturnya.

Plantronics BackBeat FIT 2100 - BackBeat Apps

Plantronics juga membekali BackBeat FIT 2100 dengan teknologi Always Aware. Teknologi ini membuat suara di sekitar akan terdengar saat sedang menggunakan headphone tersebut. Teknologi ini ditonjolkan oleh Plantronics karena mereka ingin penggunanya untuk terhindar dari bahaya karena tidak dapat mendengar apa-apa. Hal ini membuat lubang telinga tidak tertutup secara penuh.

Pengalaman menggunakan

Memasang headphone (bukan earphone) Plantronics BackBeat FIT 2100 pada kuping untuk pertama kali memang cukup merepotkan bagi saya. Hal tersebut dikarenakan daun kuping saya cukup besar dan tebal, sehingga cukup memakan waktu untuk memasangnya. Semakin lama, memasang headphone ini tentu akan menjadi lebih terbiasa.

Plantronics BackBeat FIT 2100 - Earbuds

Pertama kali menggunakan, saya cukup terganggu karena lubang telinga tidak tertutup rapat. Tentu saja, hal tersebut saat belum mengetahui bahwa desain Always Aware membuat suara dari luar dapat masuk. Tentu saja, suara yang bisa terdengar dari luar merupakan suara ekstra keras seperti bel, klakson, tepukan tangan, dan lain sebagainya. Hal ini berujung kepada volume yang lebih kecil dari beberapa headphone sekelas.

Untuk kualitas suaranya sendiri, saya melakukan burn-in selama sekitar 200 jam. Saat mendengarkan lagu, suara pada treble dan mid dirasa cukup baik dan detil. Akan tetapi, bass yang dihasilkan dirasa kurang “nendang” karena suara dentuman terasa biasa saja.

Saat menggunakan untuk berlari dan melompat, headphone yang satu ini tidak lepas dari kuping saya. Bahkan, mencoba melakukan headbang pun tidak melonggarkan kaitan pada kuping saya. Hal ini membuktikan bahwa desain yang dimiliki oleh Plantronics sangat cocok untuk digunakan saat berolah raga.

Plantronics BackBeat FIT 2100 - Charger

Kami menggunakan perangkat ini dari jam delapan pagi hingga sekitar jam tiga sore. Perangkat ini dapat digunakan secara terus menerus hingga tujuh jam. Jika tidak terlalu sering digunakan, kemungkinan BackBeat FIT 2100 bisa digunakan seharian.

Verdict

Mendengarkan musik pada saat berolah raga memang sudah menjadi sebuah kebutuhan. Hal tersebut tentu akan mengusir kebosanan serta menambah kenyamanan saat badan mulai letih. Dengan koneksi nirkabel serta desain yang tidak akan membuatnya terlepas, Plantronics pun menghadirkan BackBeat FIT 2100.

Desain yang ditawarkan pada perangkat ini memang cukup baik. Selain seperti merekat pada kuping, teknologinya yang membuat headphone ini menjadi open juga patut diapresiasi. Hal tersebut berkaitan dengan keselamatan penggunanya agar menyadari keadaan saat terjadi sesuatu di sekitarnya.

Suara juga merupakan satu hal yang diperhatikan oleh Plantronics. Tidak sedikit perangkat bluetooth yang menawarkan suara yang cukup buruk. BackBeat FIT 2100 memang cocok untuk mereka yang suka akan suara flat. Untuk mereka yang menyukai suara bass, ada baiknya untuk mencoba meningkatkannya melalui equalizer terlebih dahulu.

Harga dari perangkat ini ada pada tingkat Rp. 1.799.000. Memang, harga tersebut dirasa cukup mahal. Akan tetapi, fitur yang dibawa membuatnya cocok untuk digunakan saat berolah raga. Dari pada membeli perangkat yang sedikit lebih murah namun sering jatuh, lebih baik yang cukup mahal namun tahan lama.

Sparks

  • Suara cukup baik
  • Bahan karet lembut
  • Always Aware membuat suara dari luar bisa terdengar
  • Tombol kanan kiri yang mudah digunakan
  • Tahan air dan debu
  • Daya tahan baterai cukup baik

Slacks

  • Harga cukup tinggi
  • Cukup rumit saat memasangnya
  • Dentuman bass kurang

 

Headset Audeze LCD-GX Diciptakan untuk Gamer yang Kebetulan Juga Seorang Audiophile

Saya yakin tidak banyak gamer yang mengenal perusahaan bernama Audeze, kecuali mereka juga punya hobi di bidang audio. Selama berkiprah sejak 2008, nama Audeze lebih populer di kalangan audiophile, akan tetapi per tahun lalu, mereka mulai merambah segmen gaming lewat headset bernama Mobius.

Eksperimen mereka di ranah baru ini rupanya membuahkan hasil yang cukup positif. Buktinya, mereka baru saja mengumumkan gaming headset kedua mereka. Dijuluki Audeze LCD-GX, wujudnya memang sama sekali tidak mencitrakan sebuah gaming gear, sebab memang target pasar yang diincar adalah para gamer yang kebetulan juga masuk di kalangan audiophile.

Itulah mengapa desainnya menyerupai headphone lain dari lini Audeze LCD, mengadopsi model open-backed demi menyajikan soundstage yang lebih luas, tapi dengan ‘ongkos’ suara akan bocor ke mana-mana, serta suara dari luar yang gampang sekali masuk. Di balik setiap earcup-nya, tertanam driver berteknologi planar magnetic dengan diameter 103 mm.

Audeze LCD-GX

Secara umum, keunggulan utama teknologi planar magnetic adalah dentuman bass-nya yang terdengar bulat dan sangat mantap. Ketika diaplikasikan ke ranah gaming, tentunya ini juga bisa dilihat sebagai hal yang positif, meski saya yakin banyak juga gamer yang lebih memprioritaskan gimmick seperti suara surround dan spatial audio.

Kalau memang itu yang dicari, maka Mobius jelas merupakan pilihan yang lebih tepat ketimbang LCD-GX, belum lagi rencana Audeze untuk menambahkan fitur yang dapat menerjemahkan pergerakan kepala menjadi input keyboard. LCD-GX di sisi lain hanya akan menarik perhatian mereka yang mementingkan kualitas suara di atas segalanya.

Sebagai sebuah gaming headset, tentu saja LCD-GX dibekali sebuah mikrofon, lengkap dengan tombol mute beserta lengan yang fleksibel sehingga masing-masing pengguna bisa menyesuaikan posisinya dengan mudah. Yang cukup menarik, mic ini menjadi satu dengan kabel, dan Audeze menyertakan dua pasang kabel yang berbeda; satu tanpa mic untuk pemakaian di luar sesi gaming.

Secara keseluruhan, Audeze LCD-GX bukan untuk semua gamer, sebab untuk bisa memaksimalkan kinerjanya, Audeze menyarankan untuk menyiapkan amplifier atau DAC terpisah sebagai pendampingnya. Harganya yang dipatok $899 juga merupakan alasan lain ia kurang cocok buat gamer mainstream.

Sumber: The Verge.