198X Ialah Perpaduan Unik dari 5 Game ‘Retro’ 80-an

Meski kita telah sampai di sebuah era di mana game bergrafis cantik dengan gameplay adiktif bisa ditemukan di tiap tikungan, pesona permainan-permainan lawas tetap tidak tergantikan. Bagi gamer veteran, grafis pixelated serta musik 8-bit punya daya tarik tersendiri dan merupakan alasan mengapa ada banyak konsumen memburu NES Classic Edition serta mencintai retrogaming.

Tingginya minat gamer terhadap permainan retro direspons oleh para produsen hardware dan developer dengan sigap. Saat ini tidak sulit menemukan game indie populer bergaya ‘jadul’, misalnya Terraria, Stardew Valley, Hotline Miami, hingga Into the Breach. Tim Hi-Bit Studios Stockholm juga punya ketertarikan tinggi buat menggarap permainan bergaya retro, tetapi mereka memanfaatkan arahan desain yang sangat tidak biasa.

Tim developer asal Stockholm itu memperkenalkan 198X, yaitu game yang menjanjikan satu pengalaman retrogaming lengkap. Di sana, Hi-Bit Studios mencoba menghidangkan lima game arcade dengan genre berbeda: beat ’em up, shoot ’em up, balapan, action side-scrolling, dan role-playing. Semua itu dikemas dalam sebuah kisah yang boleh jadi pernah Anda alami.

198X 1

Sesuai judulnya, 198X mengambil latar belakang tahun 80-an. Permainan ini mengisahkan tentang remaja bernama Kid. Ia hidup di daerah pinggir kota, hidupnya berjalan monoton, hingga suatu saat Kid menemukan dunia baru lewat permainan video di arena arcade. Dan di sanalah developer membubuhkan twist menarik.

198X 2

Lewat tiap game yang dimainkan, gerakan baru yang dipelajari, serta musuh yang dikalahkan, sang protagonis menjadi lebih kuat dan batasan antara realita serta video game jadi kian mengabur. Kelima game arcade 198X terinspirasi dari tema klasik. Saya melihat sensasi Streets of Rage di beat ’em up, R-Type di shoot ’em up, Out Run di permainan racing, Shinobi di ‘ninja game‘, serta Phantasy Star di JRPG.

198X 3

Proyek pengembangan 198X dimulai di musim semi 2017. Statusnya saat ini masih dikerjakan, dibangun menggunakan engine Unity. Hi-Bit Studios berencana untuk melepas 198X di bulan Maret 2019 di empat platform game populer – yakni PC, PlayStation 4, Xbox One dan Nintendo Switch.

Developer juga tengah melangsungkan kampanye pengumpulan dana di Kickstarter. Mereka membutuhkan modal sebesar US$ 56 ribuan agar proses pengerjaan game berjalan lancar.

198X 4

Saya mungkin bisa membayangkan cara Hi-Bit Studios menyajikan kelima ‘permainan’ di 198X, namun saya sangat penasaran pada bagaimana developer menyatukan semua itu menjadi satu tema dan narasi.

198X 5

Para Developer Indie Legendaris Berkolaborasi Menggarap UFO 50, Sebuah Antologi Game Bertema Retro

Di era 90-an ketika compact disc menjadi medium distribusi utama permainan video, banyak gamer (termasuk saya) yang memilih bundel karena kita bisa mendapatkan banyak game lewat satu keping CD. Hal tersebut sudah mustahil sekarang karena game modern menuntut storage hingga puluhan gigabyte. Tapi bagi sejumlah developer indie, semangat retrogaming masih belum pudar.

Lima orang developer independen legendaris memutuskan untuk menggarap sebuah hal yang belum pernah dilakukan selama bertahun-tahun. Derek Yu (Spelunky), Eirik Suhrke (Skorpulac), Jon Perry (Time Barons), Paul Hubans (Madhouse), dan Ojiro Fumoto (Downwell) mengumumkan proyek baru mereka, antologi bertajuk UFO 50, yaitu koleksi 50 permainan bertema retro.

UFO 50 menjanjikan pengalaman bermain yang bervariasi, menyuguhkan gameplay single-player serta multiplayer dalam berbagai genre – dari mulai puzzle, action, shoot ’em up hingga role-playing. Misi developer adalah mengombinasikan gaya 8-bit dengan aspek gameplay dan desain modern. Permainan-permainan di dalamnya merupakan kreasi baru, namun di sana Anda dapat merasakan sensasi ala Kid Icarus hingga Double Dragon.

ufo50_01

Rata-rata, game-game di UFO 50 berukuran sedikit lebih kecil dari judul-judul 8-bit di tahun 80-an, namun developer menekankan bahwa kontennya tak sekedar microgame ataupun minigame. Butuh waktu ratusan jam untuk menyelesaikan semuanya. Menariknya lagi, semua permainan di sana saling terhubung dan punya benang merah: alkisah, 50 game tersebut dibuat oleh perusahaan paling maju di eranya tapi tak diketahui banyak orang.

ufo50_02

Permainan-permaian di UFO 50 menggunakan palet 32-color sehingga tampil layaknya game lawas sungguhan. Semuanya menyuguhkan gameplay single-player, dan sekitar satu per tiganya dibekali mode multiplayer. Publisher Mossmouth sudah memublikasikan tak kurang dari 15 buah screenshot, masing-masing menunjukkan permainan berbeda, namun mereka belum mengungkap nama-nama judulnya.

ufo50_03

Developer menjelaskan bahwa pengembangan tiap permainan dipimpin oleh seorang director, lalu anggota tim lainnya membantu mengerjakan konten berbeda baik dari sisi programming, art hingga desain.

ufo50_05

UFO 50 rencananya akan dirilis tahun depan di PC, baru setelah itu developer mencoba membawanya ke console. 2018 masih empat bulan lagi, semoga saja kita tak perlu menunggu terlalu lama. Saya pribadi berharap agar mode multiplayer UFO 50 bisa dinikmati secara offline atau via local area tanpa membutuhkan internet – agar pengalaman retrogaming terasa lebih otentik.

Mossmouth juga belum memberi tahu harga dari bundel UFO 50 ini, tapi pengembang berjanji untuk menjajakannya di harga yang terjangkau.

Sumber: 50games.fun.

Fear Effect Sedna Meluncur di Kickstarter, Ini Dia Informasi yang Perlu Anda Ketahui

Minggu lalu, muncul kejutan gembira bagi fans seri permaianan yang keberadaannya terkatung-katung belasan tahun. Melalui Eurogamer, satu studio kecil dikabarkan mencoba menggarap penerus franchise Fear Effect. Menariknya, mereka memilih jalur independen. Sang pemilik IP, Square Enix, ternyata tidak keberatan. Publisher Jepang itu malah mendukungnya.

Sesuai informasi, tim developer Sushee pimpinan Benjamin Anseaume memulai kampanye penggalangan dana di Kickstarter. Fear Effect Sedna merupakan bagian dari program Square Enix Collective, sebuah platform pengembangan game indie. Melalui langkah ini, detail-detail lebih lanjut mengenai Sedna mulai terungkap. Anda mungkin sudah tahu, Fear Effect Sedna mengusung arahan gameplay yang berbeda dari dua permainan terdahulu.

Gameplay petualangan dengan kontrol ala tank kini digantikan oleh formula tactical action real-time, di mana Anda akan mengendalikan lima jagoan utama (termasuk Hana dan Rain) dalam perspektif isometrik – lebih mirip permainan strategi. Sedna mengajak Anda bertualang ke berbagai belahan dunia, dari mulai Hong Kong sampai Greenland. Kali ini, game dibumbui legenda dan mitos suku Inuit.

Fear Effect Sedna Kickstarter 02
Dari kiri ke kanan: Axel (tokoh baru), Rain, Hana, Glas dan Deke.

Sekedar penyegar ingatan: Fear Effect 2: Retro Helix ialah prekuel dari Fear Effect pertama, dan kini Sedna meneruskan ceritanya – di-setting empat tahun setelah kejadian Fear Effect. Hana, kini bebas dari cengkeraman Triad, tinggal bersama Rain di Hong Kong. Mereka berdua bekerja sebagai tentara bayaran. Sementara itu, Deke perlahan-lahan menjauh semenjak Glas pulang ke Amerika.

Sushee menjanjikan jalan cerita dan narasi ‘dewasa’, fokus pada misteri ‘dimensi arwah’. Namun selain berupaya memuaskan gamer veteran, Sushee juga ingin agar game ini menjadi sebuah introduksi buat para pemain baru ke franchise Fear Effect.

Fear Effect Sedna mengombinasi elemen taktik, puzzle serta stealth – terinspirasi dari permainan sebelumnya, lalu level stres dan ketakutan setiap karakter kembali memengaruhi game. Tiap tokoh mempunyai kemampuan berbeda, dan Anda ditantang untuk memandu mereka layaknya satu tim profesional yang efektif.

Fear Effect Sedna Kickstarter 03
Glas dan Rain di dalam game.

Fear Effect selalu dikenang sebagai salah satu permainan pertama yang memanfaatkan grafis cel-shaded – penampilan 3D-nya flat sehingga menyerupai komik. Fear Effect Sedna mewariskan teknik penyuguhan grafis tersebut. Berdasarkan sejumlah screenshot, game memadukan objek 3D dan latar belakang dua dimensi (mirip Transistor atau Pillars of Eternity).

Buat merampungkan Fear Effect Sedna, Sushee membutuhkan modal sebesar € 100.000. Untuk sementara, game baru akan diluncurkan ke platform PC dan Mac, rencananya pada bulan Mei 2017 jika kampanye crowdfunding sukses.

Sumber: Kickstarter.

Game Slime Rancher Ajak Anda Beternak Lendir-Lendir Hidup yang Lucu

Bagi developer, keinginan untuk menciptakan game yang spesial adalah hal lazim. Dibekali sebuah konsep antik, dua orang rekan bernama Nick Popovich dan Mike Thomas mendirikan studio Monomi Park dan mulai mengerjakan satu proyek debut. Kira-kira dua tahun setelahnya, kreasi mereka menjadi kian matang, dan akhirnya bisa dijajal oleh gamer via platform early access.

Ciptaan Monomi Park itu sangat unik. Game diperkenalkan dengan judul Slime Rancher, mengajak pemain beternak lendir-lendir hidup yang lucu. Permainan disajikan dalam visual penuh warna dipadu efek-efek suara menggemaskan; dikombinasi elemen eksplorasi dan formula sandbox. Hasilnya istimewa, dapat Anda langsung lihat melalui trailer gameplay perdana Slime Rancher.

Permainan mengisahkan petualangan Beatrix LeBeau, seorang gadis pemberani yang pergi ribuan tahun cahaya dari Bumi dan tiba di planet asing. Dibekali pengalamannya sebagai peternak, Beatrix mencoba menjinakkan penghuni planet baru tersebut, yaitu makhluk-makhluk bertubuh seperti lendir. Selain beternak, Anda ditantang menggarap serta mengelola lahan.

Saat Slime Rancher dimulai, Anda diberikan dua petak tanah. Kita bisa membangun kandang untuk menaruh para slime, bercocok tanam, serta memelihara ayam. Di tahap pengembangan ini, misi game cukup simpel. Anda ditugaskan memandu Beatrix untuk menghasilkan uang sebanyak-banyaknya. Caranya ialah dengan mengumpulkan makhluk-makhluk lendir berbekal Vacpac – senjata mirip vacuum cleaner; lalu menempatkan mereka di kandang.

Slime Rancher 01

Slime harus diberi makan, dan setelahnya, ‘plort‘ yang mereka keluarkan bisa ditukarkan menjadi uang. Tiap spesies memiliki sifat dan kebutuhan berbeda. Contohnya, makhluk lendir berwarna pink mampu mengonsumsi benda apapun tapi hanya mengeluarkan sedikit plort. Sedangkan slime dengan kulit mirip batu cuma dapat memakan wortel dan berbahaya bagi Beatrix, namun ia menghasilkan plort tiga kali lebih banyak.

Slime Rancher 03

Tentu ‘menggembala’ slime tidaklah mudah. Mereka tidak diam saja ketika ditaruh dalam sangkar, slime akan bergerak-gerak dan saling menumpuk. Jika terlambat diberi makan, mereka menjadi semakin resah. Lalu saat terpaksa, para lendir tanpa ragu langsung memakan plort teman-temannya sendiri, mengubah mereka menjadi spesies baru yang lebih sulit diprediksi.

Bahkan walaupun belum rampung, untuk sebuah game indie Slime Rancher memperlihatkan potensi yang sangat besar. Jika penasaran ingin menjajalnya, Anda dapat berpartisipasi ke dalam program Steam Early Access dengan membayarkan uang sebesar Rp 136 ribu.

Slime Rancher 04

Via Rock Paper Shotgun. Sumber: SlimeRancher.com.

Armello Hidupkan Dongeng Menjadi Video Game

Industri video game berhutang besar pada permainan board. Tanpa mereka, franchise semisal Dungeons & Dragons dan Warhammer tidak akan sebesar sekarang. Hingga kini, adaptasi masih sering dimanfaatkan developer melalui eksekusi berbeda. Dan satu tim dari Australia mengklaim mereka berhasil menemukan titik keseimbangan antara dua medium itu. Continue reading Armello Hidupkan Dongeng Menjadi Video Game

Memoranda Ialah Game yang Terinspirasi dari Novel Haruki Murakami

Terkenal di Indonesia, kritik terbesar yang Haruki Murakami dapatkan atas karyanya adalah mereka tidak seperti literatur Jepang. Novel-novel Murakami biasanya mengusung latar belakang surealis, kental dengan tema kesendirian. Mungkin tulisannya bukanlah konsumsi mainstream, namun empat orang developer asal Kanada malah melihatnya sebagai sumber inspirasi. Continue reading Memoranda Ialah Game yang Terinspirasi dari Novel Haruki Murakami

Ayo Pastikan Valthirian Arc: Red Covenant Sukses di Kickstarter

Sesuai pengumuman Agate Studio di awal Oktober, sekuel kedua Valthirian Arc akan digarap secara independen, mencoba mengikuti kesuksesan beberapa judul lokal lain. Buat menggalang modal, developer asal Bandung itu memanfaatkan platform crowdfunding semisal Kickstarter dan Steam Greenlight. Dan pada tanggal 13 Oktober kemarin, dimulailah perjalanan mereka. Continue reading Ayo Pastikan Valthirian Arc: Red Covenant Sukses di Kickstarter

Satu Lagi Reboot Game Klasik Jadi Hit di Kickstarter: BattleTech

Saat menikmati permainan bertema mecha seperti Titanfall, gamer veteran mungkin akan segera teringat pada masa kejayaan MechWarrior. Tapi tahukah Anda, MechWarrior hanyalah spin-off dari franchise fiksi ilmiah BattleTech yang diperkenalkan oleh Jordan Weisman di tahun 80-an. Lebih dari tiga dekade setelahnya, ia berniat untuk menciptakan ulang kreasinya itu. Continue reading Satu Lagi Reboot Game Klasik Jadi Hit di Kickstarter: BattleTech

Proyek Remake Resident Evil 2 Buatan Fans Dihentikan, Harapan Belum Hilang

Ketika diluncurkan perdana 17 tahun silam, Resident Evil 2 memperoleh banyak pujian dari media dan gamer, melambungkan nama Resident Evil sebagai salah satu franchise terbesar Capcom. Banyak fans bergembira setelah mendengar ada tim indie yang mencoba me-remake permainan tersebut berbekal Unreal 4. Sayang proyeknya terpaksa dihentikan atas permintaan Capcom. Continue reading Proyek Remake Resident Evil 2 Buatan Fans Dihentikan, Harapan Belum Hilang

Memperingati Hari Kemerdekaan RI, Festival In.Game 2015 Segera Digelar

Melihat perkembangan industri gaming di Indonesia selama beberapa tahun ke belakang, kita sadar bahwa ia pelan-pelan bergerak ke arah yang lebih positif. Konsumen kian matang dan lebih selektif dalam memilih game, esport diakui secara resmi, lalu akses ke store digital semacam Steam jadi jauh lebih mudah. Dan kini saatnya ranah independen untuk turut bangkit. Continue reading Memperingati Hari Kemerdekaan RI, Festival In.Game 2015 Segera Digelar