Ismaya Group Terima Pendanaan 266 Miliar Rupiah Dipimpin East Ventures

Perusahaan yang bergerak di industri F&B dan lifestyle Ismaya Group mengumumkan perolehan pendanaan sebesar $18,1 juta atau setara 266 miliar Rupiah dipimpin oleh East Ventures. Investor sebelumnya, Falcon House Partners turut berpartisipasi dalam putaran kali ini.

Rencananya, dana segar ini akan digunakan untuk memperluas jangkauan bisnis di area ritel F&B, produk gaya hidup eksklusif, dan layanan pengiriman makanan. Selain itu, perusahaan juga akan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi dalam mengakselerasi pertumbuhan bisnis melalui personalisasi.

Didirikan pada tahun 2003, Ismaya mengawali bisnis dengan membuka gerai pertamanya yang fokus pada industri hiburan di wilayah Jakarta Selatan. Setelah itu, mulai meramaikan sektor F&B secara bertahap dengan restoran-restoran seperti Pizza e Birra, Kitchenette, Publik Markette, Tokyo Belly, dan lainnya.

Kemudian mereka melebarkan sayap ke industri event promotion dengan Ismaya Lieve. Di bawah bendera Ismaya, berbagai artis papan atas telah menunjukkan aksinya di panggung festival musik tanah air. Festival musik seperti Djakarta Warehouse Project dan We The Fest sukses menjadi kegiatan tahunan yang menggaet minat seantero Asia Tenggara.

Hingga saat ini, Ismaya Group telah menjadi salah satu pemimpin pasar dengan lebih dari 100 lokasi termasuk restoran, lounge, dan festival papan atas.

CEO Ismaya Group Bram Hendratta mengungkap fakta bahwa banyak orang yang sudah kehilangan human touch dan interaksi secara fisik selama lebih dari dua tahun dipenjara oleh lockdown akibat pandemi. Hal ini sangat mempengaruhi industri F&B dan lifestyle, terutama pengalaman makan di tempat atau mengikuti festival. Ia melihat sekarang merupakan momentum untuk bisa menghidupkan kembali interaksi ini.

Roderick Purwana selaku Managing Partner East Ventures mengatakan, dirinya percaya pada brand dan kemampuan operasional yang telah dibangun Ismaya selama bertahun-tahun. Mereka telah sukses membangun bisnis lifestyle, tidak hanya di Indonesia tapi juga di luar negeri.

“Kami telah menjadi saksi akan ketangguhan tim dalam menavigasi dan mengatasi krisis; kini di saat kita semua melangkah menuju keadaan yang kembali normal dan keluar dari pandemi, kami yakin akan pertumbuhan dan keseruan yang akan dibawa oleh Ismaya Group ke depannya,” ungkapnya.

Portfolio East Ventures di industri F&B

Telah berdiri sejak tahun 2009, East Ventures yang memiliki kantor pusat di Singapura ini telah berubah menjadi platform holistik yang menyediakan investasi multi-tahap, termasuk seed dan growth untuk lebih dari 200 perusahaan di Asia Tenggara.

Berdasarkan laporan terbaru yang dirilis oleh DSInnovate bertajuk “Startup Report 2021“, East Ventures menduduki peringkat teratas dalam hal kuantitas pendanaan partisipasi di kuartal tahun 2022 dengan 22 putaran pendanaan. Statistik ini tidak jauh berbeda dengan hasil pada tahun 2021.

Sumber: DSInnovate

Sebagai VC yang paling aktif di Asia Tenggara, East Ventures bergerak di sektor agnostik. Hampir semua sektor di industri teknologi tanah air sudah dipenetrasi oleh jaringan EV, termasuk salah satu yang cukup besar juga adalah F&B. Sebelum Ismaya Group, East Ventures sudah mengucurkan dana untuk beberapa nama termasuk YummyCorp, Kulina, Greenly, dan yang belum lama ini mendapatkan pendanaan tahap awal adalah Legit Group.

Vanessa Hendriadi dari GoWork Mengikuti Passion untuk Menjembatani Masyarakat

Vanessa Hendriadi memiliki kerinduan untuk melakukan hal yang lebih berdampak dalam bisnis real estate keluarganya, maka ia mulai menginisiasi salah satu coworking space ternama di Indonesia, GoWork.

Indonesia adalah tempat bernaung lebih dari 88 juta populasi millennial. Negara ini diprediksi untuk menjadi ekonomi terbesar ke-delapan di dunia pada tahun 2020, berdasarkan penelitian perusahaan konsultan Deloitte. Kota-kota besar di sini adalah pasar yang sangat ideal untuk bisnis co-working space.

Setelah lulus dari University of Southern California pada tahun 2002, Vanessa mengawali portfolio profesionalnya di tahun 2004 dengan bekerja sebagai Direktur Marketing di PT Atlantic Biruaya, sebuah perusahaan air mineral dibawah Mikatasa Group milik keluarganya, yang juga melayani bisnis jual-beli, minuman, bahan-bahan kimia, dan lainnya. Pada akhirnya, ia dipromosikan menjadi Direktur Operasional di holding grup pada tahun 2009. serta menerapkan perubahan dalam rangka perampingan bisnis.

Pada Juni 2013, ia memberanikan diri lalu membangun sistem perangkat lunak untuk manajemen properti yang disebut Gaea. Vanessa, bagaimanapun, belum merasa puas dengan karir profesionalnya, karena ia memiliki keinginan untuk membangun bisnis yang berkaitan dengan hobi dan passion. “Saya menyukai makanan dan aktivitas yoga, dan saya pun menyadari bahwa semua industri tersebut akan berujung pada satu tujuan — yaitu membangun komunitas. Jadi, saya akhirnya memilih untuk membangun ruang kerja bersama, yang menggabungkan pengalaman profesional saya dalam manajemen properti dan hasrat saya untuk menghubungkan orang-orang,” jelasnya kepada KrASIA dalam sebuah wawancara baru-baru ini.

Pada tahun 2016, dengan modal dari keluarga, teman, dan grup Ismaya, perusahaan yang membawahi rantai F&B dan perhotelan populer di Indonesia, Vanessa mendirikan perusahaan co-working space pertamanya, Rework, yang mengintegrasikan beberapa coworking space dengan toko kopi yang dijalankan oleh Ismaya grup di beberapa lokasi strategis di Jakarta.

Sebagai pendiri solo, ia membangun Rework dari awal, dengan beban kerja yang berat. Padahal, pada waktu itu putra keduanya baru berusia sembilan bulan, jadi ia juga memiliki tanggung jawab sebagai seorang ibu. “Rasanya kepala seperti mau pecah, tidak peduli sebanyak apa yang sudah saya lakukan, masih akan ada banyak hal yang menanti di depan. Hal ini sangat gila. Saya tidak ingin terlalu khawatir, tetapi saya harus. Kerap kali saya bertanya-tanya, pantaskah saya menjalankan startup, tetapi juga sebagai wanita dan seorang ibu, saya harus membangun akar keluarga yang kuat. Untungnya, pasangan dan keluarga saya sangat mendukung dan tidak pernah menghakimi saya,” ungkap Vanessa.

Pada tahun 2017, ia menghadiri grand opening co-working startup GoWork, di mana ia bertemu dengan co-founder perusahaan, Richard Lim dan Donny Tandianus. Hendriadi kembali terhubung dengan Lim, yang merupakan teman lama. Mereka bertiga, tanpa basa basi menyadari bahwa mereka memiliki tujuan yang sama: untuk membangun coworking space terbesar di Indonesia. Hal ini terjadi tidak lama sebelum keduanya mengeksplorasi peluang kemitraan.

“Ketika saya memulai Rework, saya tidak melihat seberapa besar hal itu sampai saya terjun ke bisnis. Saya akhirnya memutuskan bahwa saya harus menemukan pasangan, karena saya tidak bisa melakukan semuanya sendirian. Setelah kami berbagi beberapa diskusi dan visi kami untuk memberdayakan banyak perusahaan dan menjadi pemain yang dominan, kami bergabung pada awal 2018,” ujar Vanessa.

Hendriadi’s Rework bersama dengan Lim dan Tandianus ‘GoWork bergabung menjadi sebuah perusahaan baru bernama Go-Rework, yang awalnya memiliki lima lokasi dengan total 3.500 meter persegi di Jakarta. Perusahaan ini kemudian berganti nama menjadi GoWork pada pertengahan 2018 karena alasan pemasaran.

Pada Oktober 2018, Go-Rework menutup putaran Seri A dan mengumpulkan USD 9,9 juta dari Mitra Gobi dan The Paradise Group, dengan partisipasi dari Mahanusa Capital dan dana “Durian” kedua dari 500 Startups. GoWork melipatgandakan jejaknya pada tahun 2019, menurut Richard Lim selaku CFO.

Hari ini, GoWork berhasil mengoperasikan 18 cabang yang mencakup lebih dari 35.000 meter persegi, dengan sebagian besar berlokasi di ibukota dengan satu cabang di Bali. Perusahaan juga mengumumkan rencana untuk meluncurkan lokasi baru di Surabaya dan beberapa kota di Indonesia pada pertengahan 2020, memperluas jejaknya menjadi 65.000 meter persegi. GoWork hanya beroperasi di Indonesia dan tidak memiliki rencana untuk ekspansi internasional.

Menurut Hendriadi, lokasi GoWork tetap mempertimbangan tingkat hunian yang tinggi, biasanya di kisaran 90-100%.

GoWork di Senayan City. Dokumentasi oleh GoWork
GoWork di Senayan City. Dokumentasi oleh GoWork

Untuk menjadi pemain dominan di Indonesia, Hendriadi, Lim, dan Tandianus menetapkan strategi yang berfokus pada pelanggan premium yang bersedia membayar tarif berlangganan GoWork yang lebih tinggi. Karenanya, mereka mengoperasikan GoWork di tempat-tempat seperti pusat perbelanjaan atau gedung perkantoran, yang mudah dijangkau dengan menggunakan transportasi umum. “Hampir 70% anggota mengunjungi lebih dari satu lokasi,” kata Hendriadi. Ia juga mengklaim bahwa pelanggan “dapat memperoleh lebih banyak kredibilitas dengan bekerja di coworking space premium milik GoWork.”

“Ada banyak lokasi coworking space di Indonesia, seperti CoHive atau Outpost, tetapi ada beberapa pemain yang menargetkan kelas premium, yang kami pikir merupakan pasar yang berpotensi besar. Melalui segmen ini, kami dapat memperoleh lebih banyak klien, tidak hanya dari startup, tetapi juga dari perusahaan konvensional serta multinasional,” tambahnya.

Persaingan semakin ketat. Pada 2017, WeWork mengakuisisi Spacemob, sebuah coworking space yang berbasis di Singapura, lalu memulai bisnis di Indonesia dengan mendirikan cabang di Jakarta pada kuartal ketiga 2018. Tidak berapa lama, WeWork membuka enam lokasi di ibukota Indonesia.

Pelajaran yang di ambil dari kasus WeWork: Monetisasi jadi kunci sukses jangka panjang

Meskipun GoWork dan WeWork memposisikan diri sebagai ruang kerja bersama premium, Vanessa mengklaim bahwa GoWork telah mencapai profit pada pertengahan 2019. Namun, dia menolak untuk mengungkapkan lebih detail. Terdapat sekitar 5.000 pelanggan, termasuk karyawan perusahaan dan pekerja lepas. Biaya bulanan berkisar USD 150-200, tergantung pada layanan yang diperlukan.

Semua pendiri GoWork memiliki hubungan yang kuat dan dekat dengan pengembang properti, kata Hendriadi. Ini membantu perusahaan mencari ruang yang melayani tujuan mereka.

“Kami membahas bagaimana GoWork dapat meningkatkan trafik pengunjung ke pusat perbelanjaan atau properti lain yang dijalankan oleh pengembang ini. Ketika pengembang melihat konsep lalu trafik yang datang melalui masing-masing lokasi kami, mereka sebagian besar ingin mengamankan kemitraan, bahkan berinvestasi di GoWork, ”katanya. Sejauh ini, perusahaan memiliki investornya di antaranya Sinar Mas Land, Indonesia Paradise Property, Agung Podomoro Land, Lippo Group, dan MNC Land.

Saat ini, GoWork memiliki tiga fokus utama: menyediakan ruang kerja bersama yang fleksibel dengan interior yang menarik untuk memfasilitasi interaksi klien; mengorganisir acara atau lokakarya, di mana anggota dapat terlibat satu sama lain; dan membangun keterlibatan pengguna melalui aplikasi seluler.

Saat ini, klien GoWork terdiri dari perusahaan besar dan startup yang sudah matang, seperti perusahaan milik pemerintah PT Pegadaian, Gojek, dan Oyo.

“Kami menjadikan ‘sustainabilitas’ sebagai prioritas. Jika kita melihat lanskap startup saat ini, sebagian besar perusahaan kebanyajan fokus pada pertumbuhan dilanjutkan dengan membakar uang. Kami tidak percaya bahwa itu perlu, “kata Hendriadi.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Plaform Reward dan Loyalitas Member.id Dapatkan Pendanaan Awal dari East Ventures

Penyedia platform reward dan loyalitas konsumen Member.id mengumumkan pendanaan awal dari East Ventures dengan dukungan Ismaya Group. Tidak diinformasikan besaran pendanaan yang didapat. Pendanaan ini akan difokuskan Member.id untuk memaksimalkan pemasaran, sehingga semakin banyak perusahaan di Indonesia yang menghadirkan program loyalitas pengguna melalui platformnya.

Member.id memungkinkan penggunanya untuk mengubah poin ke berbagai macam bentuk penukaran. Platform yang disediakan end-to-end, mulai dari konsultasi perancangan hingga operasional. Ismaya sebagai salah satu investor kini juga menerapkan platform yang dimiliki Member.id dan pihaknya mengaku mendapatkan efektivitas dari sisi pertumbuhan pelanggan.

“Pengeluaran untuk mempertahankan pelanggan adalah 5 hingga 10 kali lebih terjangkau dibandingkan dengan pengeluaran untuk mendapatkan pelanggan baru. Konsumen di Indonesia mempunyai kecenderungan untuk tunduk kepada diskon daripada setia terhadap suatu brand, karena banyak bisnis ditekan untuk membuat penjualan lebih cepat. Mereka tidak menyadari bahwa hal ini dapat menjadi sebuah persoalan dalam mempertahankan pelanggan dan akan menjadi pengeluaran yang lebih besar dalam jangka panjang,” jelas Co-Founder & CEO Marianne Rumantir.

Dari riset yang dirilis Member.id, 5% peningkatan kesetiaan pelanggan dapat menaikkan keuntungan rata-rata per konsumen sebesar 25% hingga 100%. 55% dari millennial mengaku setia terhadap suatu brand, dibandingkan 39% dari grup berumur 35 ke atas. Dari angka tersebut Member.id melihat adanya kebutuhan brand untuk menanggapi konsumen dengan cara yang lebih efektif.

“Mencari platform loyalty yang holistik susah didapatkan di Indonesia. Setiap merchant berada di dunia mereka sendiri dan konsumen mengalami kesusahan untuk mengingat keuntungan-keuntungan dari setiap program loyalty tersebut. Kami berharap untuk mengubah hal tersebut dan tim Member.id berada di posisi yang tepat untuk ini,” sambut Managing Partner East Venture Willson Cuaca.

Member.id sendiri didirikan oleh Marianne Rumantir, Robert Tedja dan Edy Sulistyo (sebagai informasi Edy merupakan salah satu co-founder dari Loket yang baru-baru ini diakuisisi GO-JEK). Member.id hadir berbarengan dengan tren yang ada di kalangan konsumen Indonesia saat ini, yakni konsumen lebih tertarik kepada penghematan uang daripada mendapatkan penghargaan untuk dapat membangun kesetiaan mereka terhadap sebuah brand. Tetapi untuk mempertahankan konsumen dalam jangka panjang, brand di Indonesia harus mengumpulkan data dari pelanggan, antara lain mengenai tingkah laku target pasar mereka.

Mudahkan Pemesanan, Rework Coworking Space Merilis Aplikasi Mobile

Kehadiran coworking space telah memberikan pilihan baru kepada pelaku startup untuk beraktivitas. Tidak lagi mengandalkan gedung atau tempat khusus untuk ruang kerja, coworking space saat ini banyak digunakan oleh startup baru, pekerja media hingga profesional lainnya untuk bekerja. Salah satu coworking space yang baru saja diresmikan adalah Rework yang terletak di kawasan strategis Kuningan, Jakarta Selatan.

Kepada media hari Ini (24/04) CEO dan Founder Rework Vanessa Hendriadi Li mengungkapkan, coworking space telah dibuka untuk umum sejak bulan Maret 2017. Dalam peresmian hari ini Rework merilis aplikasi untuk pengguna dalam versi Android dan iOS. Rework adalah coworking space pertama yang meluncurkan aplikasi mobile di Indonesia.

“Alasan utama kami merilis aplikasi mobile adalah karena selama ini smartphone sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di Indonesia. Dengan memanfaatkan teknologi, aplikasi mobile coworking space Rework diharapkan bisa memudahkan proses pemesanan hingga pembayaran dalam satu aplikasi.”

Rework sendiri saat ini sudah memiliki dua cabang, yang terletak di Cityloft Sudirman dan yang terbaru di Setiabudi Building, Kuningan Jakarta. Untuk memudahkan pemesanan kedua lokasi tersebut terintegrasi dalam satu aplikasi. Paket berlangganan pun tersedia dalam 4 kategori, yaitu Rework Connect, Workflex, Workdesk dan Private Office. Harga yang ditawarkan juga cukup terjangkau, dan semua pembayaran bisa menggunakan kartu kredit dan pilihan pembayaran lainnya hanya dalam aplikasi.

“Dengan hadirnya Rework diharapkan bisa menjadi tempat untuk berkolaborasi, networking antara pelaku startup, entrepreneur dan pihak terkait lainnya,” kata Vanessa.

Kegiatan pemasaran mengandalkan kemitraan

Rework coworking space

Untuk kegiatan pemasaran selain kepada pelanggan yang ada, Rework juga mengandalkan kemitraan, di antaranya adalah dengan ISMAYA Group. Kerja sama ini memungkinkan untuk pebisnis menikmati gaya hidup bekerja sambil bermain (work and play).

“Dalam waktu dekat aplikasi Rework juga bisa dipakai untuk melakukan pemesanan workspace di berbagai lokasi ISMAYA di Indonesia,” kata Vanessa.

Terkait dengan investasi yang digelontorkan oleh Rework untuk pembangunan cabang Rework kedua di Jakarta serta peluncuran aplikasi Rework, Vanessa enggan untuk mengungkapkannya. Bisa dipastikan meskipun memiliki relasi dengan Convergence Ventures, uang yang diinvestasikan untuk Rework dan aplikasi mobile sepenuhnya berasal dari uang pribadi dan keluarga Vanessa selaku CEO Rework.

“Untuk ke depannya Rework bisa memberikan solusi untuk tidak sekedar tempat kerja yang nyaman dan tetap produktif, namun juga kepada akses teknologi untuk membangun ekosistem kondusif tumbuh bersama,” tutup Vanessa.

Application Information Will Show Up Here