Tren Penggunaan Platform Pembayaran Digital di Kalangan Millennial

Sebelumnya kami menuliskan analisis terkait hasil riset penetrasi dan tren startup fintech yang akan semakin menggeliat di tahun ini. Di lain sisi, tren baru “cashless society” mulai menjadi perhatian masyarakat, khususnya di kalangan millenials sebagai kelompok paling produktif, konsumtif, sekaligus menjadi unjung tombak dari digital adopter. Dua hal tersebut menjadi sebuah korelasi, antara kemapanan bisnis dan terbentuknya calon konsumen layanan finansial digital.

Fintech akan membawa sebuah perubahan pola dalam transaksi keuangan, dari cara konvensional menuju cara digital. Kebiasaan masyarakat untuk menggunakan digital cash menjadi awal yang baik dalam adopsi fintech. Berbicara seputar adopsi digital cash di kalangan millennial Indonesia, hasil survei yang dilakukan JakPat terhadap 689 sampel dari seluruh wilayah Indonesia mengemukakan bahwa 63% dari responden saat ini sudah menggenggam platform pembayaran digital.

Dari beberapa platform yang digunakan, layanan e-money berada di urutan pertama, dengan persentase 44%, disusul layanan Flazz, T-Cash, Go-Pay, Rekening Ponsel dan LINE Pay. Dari peruntukannya, layanan pembayaran digital banyak digunakan untuk tujuan spesifik. Mayoritas menggunakan untuk pembayaran transportasi dan belanja online. Kebutuhan harian lain seperti untuk membayar pintu masuk tol, parkir, hingga isi ulang pulsa turut mematangkan niat para pengguna untuk memanfaatkan layanan pembayaran digital.

Layanan digital cash terpopuler di kalangan millennials / JakPat
Layanan digital cash terpopuler di kalangan millennials / JakPat

Sebelumnya dalam riset DailySocial tentang masa depan digital payment di Indonesia juga telah ditunjukkan beberapa indikasi yang meyakinkan pengguna akan beralih ke layanan modern tersebut. Sebanyak 52,49% dari 1028 responden survei menyatakan bahwa siap untuk beralih ke layanan pembayaran digital di waktu mendatang. Bagi mereka yang menjadi pertimbangan terbesar adalah kemudahan dalam penggunaan, dan keyakinan akan sistem keamanan yang kini ditawarkan oleh penyedia layanan.

Hasil tersebut tak jauh berbeda dengan temuan JakPat di awal tahun 2017 ini, persentase yang hampir mirip juga didapatkan terkait dengan keinginan masyarakat untuk memiliki layanan pembayaran digital. Alasannya pun juga sama, demi kemudahan dan banyaknya promo yang kini ditawarkan melalui sistem pembayaran digital. Dari perencanaan responden, paling banyak ingin menggunakan e-money, disusul layanan pembayaran digital ala T-Cash.

Ekspektasi masyarakat terhadap layanan pembayaran digital

Di balik kemudahan yang diberikan, ada hal lain yang menguatkan minat masyarakat untuk mengadopsi layanan pembayaran digital. Masih dari hasil survei JakPat, sebanyak 80% responden antusias dengan adanya promo yang dihadirkan oleh penyedia layanan pembayaran digital. Promo yang diharapkan berupa diskon, insentif produk, undian hadiah dan bonus top-up.

Dari sisi penggunaan pun mengharapkan akan lebih banyak lagi layanan yang menerima pembayaran digital. Sementara saat ini pembayaran masih terbatas untuk beberapa merchant dan layanan khusus, ke depan berbagai tempat seperti kantin, stasiun, toko baju, hingga toko obat menerima pembayaran digital tersebut.

Minat pengguna menggunakan lebih dari satu layanan pembayaran digital / JakPat
Minat pengguna menggunakan lebih dari satu layanan pembayaran digital / JakPat

Fakta menarik lainnya terkait dengan kepemilikan layanan pembayaran digital. Sebanyak 32% dari responden mengaku sudah cukup dengan layanan yang kini digunakan, sehingga enggan untuk mencoba layanan lain. Selain itu karena pengguna merasa masih jarang menemui tempat atau layanan yang menerima pembayaran dengan layanan digital tersebut.

Ini sekaligus menjadi PR bagi para pebisnis yang berkepentingan di dalamnya, selain mematangkan sistem yang dimiliki, juga harus segera melakukan ekspansi dari sisi jangkauan penerima pembayaran.

Laporan DailySocial: Kondisi Industri Fintech Indonesia Tahun 2016

Hari ini (5/12) DailySocial meluncurkan laporan hasil riset dengan tajuk “Indonesia’s Fintech Report 2016” untuk membantu entitas lokal dan luar negeri dala memahami kondisi fintech Indonesia di tahun 2016. Fokus riset ini lebih menitikberatkan pada entitas perusahaan atau layanan fintech yang bukan milik bank atau perusahaan telekomunikasi. Riset ini merupakan hasil kolaborasi antara DailySocial dengan Asosiasi Fintech Indonesia dan JakPat.

Beberapa poin menarik yang bisa ditemui dalam riset dengan 69 halaman dan melibatkan sekitar 1000 responden pengguna internet umum ini adalah:

  • Pertumbuhan pemain fintech baru tahun ini adalah yang tertinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya, mencapai 78% dengan jumlah pemain hingga 140.
  • Di antara pemain-pemain yang ada saat ini, 43% – nya masuk dalam kategori payment.
  • Jumlah investasi fintech yang tercatat mencapai Rp 486,3 miliar di tahun 2016 dengan East Ventures menjadi VC lokal paling aktif berinvestasi dengan delapan aktivitas investasi.
  • Istilah fintech sendiri masih belum begitu dikenal di kalangan pengguna internet secara umum. Dari 1000 responden yang mengikuti survei, hanya 28,34% yang mengatakan sudah pernah mendengarnya.
  • Pemain fintech saat ini merasa tantangan terbesar datang dari sisi regulasi yang masih belum jelas, kurangnya kolaborasi, kurangnya talenta yang memahami fintech, dan edukasi.

Bila ingin mengetahui lebih jauh hasil riset “Indonesia’s Fintech Report 2016” yang terdiri dari 69 halaman, Anda dapat mengaksesnya secara gratis setelah menjadi member DailySocial melalui tautan berikut ini.

Di samping survei ini, sebelumnya kami juga telah meluncurkan hasil survei yang menyoroti perilaku pengguna terhadap layanan digital, tingkat kepuasan konsumen terhadap layanan e-commerce, penetrasi layanan kesehatan digital, pola mendengarkan musik di Indonesia pada tahun 2016, konsumsi mobile game, dan alat pembayaran non-tunai populer di Indonesia.

Melihat Efektivitas Iklan Mobile dari Pola Pengguna Aplikasi di Indonesia

Bagi pengembang aplikasi mobile, salah satu kanal pendapatan yang paling umum digunakan ialah melalui iklan. Memang tak banyak pilihan untuk sebuah aplikasi yang diluncurkan secara gratis, umumnya pendapatan pengembang diambil dari konten premium, penjualan merchandise atau iklan. Tetapi metode iklan paling banyak diminati, selain bekerja otomatis, iklan juga memberikan nilai yang cukup signifikan ketika aplikasi mendapatkan jumlah unduhan dan penggunaan yang tinggi.

Namun jika melihat dari perspektif pengguna, apakah iklan sejatinya efektif? Ada dua sudut pandang jika kita membahas seputar kebermanfaatan iklan mobile ini, dari sisi pengembang dan dari sisi pengiklan. Dari sisi pengembang sudah jelas iklan menjadi income menjanjikan. Namun dilihat dari sisi pengiklan, hal ini perlu ditelisik lebih lanjut. Mobile advertising menjadi salah satu fokus survei yang dilakukan JakPat baru-baru ini. Dalam survei tersebut tersaji hasil menarik dari ratusan responden pengguna smartphone di Indonesia

(1) Melihat konten iklan tapi mengabaikan –strategi penempatan iklan untuk kenyamanan pengguna

Dari total responden survei tersebut, 88 persen mengaku ketika menggunakan aplikasi mobile yang terkoneksi dengan internet, mereka sering kali menemui iklan digital yang muncul. Kebanyakan mereka melihat secara seksama adanya iklan ketika penempatannya di atas, di bawah dan dalam bentuk pop ads. Kendati demikian, kebanyakan dari mereka (tepatnya 94 persen responden yang mengatakan menyadari adanya iklan) merasa terganggu. Sebanyak 77 persen terganggu oleh pop ads, 68 persen oleh iklan yang tidak bisa di-skip dan 24 persen dari iklan yang muncul di atas atau di bawah laman aplikasi.

Hal ini memberikan sedikit pemahaman kepada kita sebagai pengembang aplikasi untuk lebih jeli dalam menaruh tata letak iklan pada aplikasi. Dari persentase tersebut, bisa dikatakan bahwa iklan yang muncul sudut atas dan bawah aplikasi masih cukup dimaklumi, tidak membuat pengguna aplikasi merasa terganggu. Namun pada dasarnya kesabaran pengguna tersebut akan berbanding lurus dengan kualitas konten aplikasi yang dikembangkan. Jika aplikasi berbobot atau memiliki daya tarik yang tinggi, iklan pun akan dimaklumi untuk ditunggu. Namun sebagai aplikasi rilisan baru, maka hal ini perlu dipertimbangkan.

(2) Efektivitas iklan terhadap capaian pemasaran masih tergolong rendah di Indonesia

Hanya 20 persen dari total responden yang mengaku melihat iklan dengan berbagai alasan membuka tautan yang disajikan. Ada berbagai alasan mengapa pada akhirnya pengguna tersebut memilih untuk menuju ke tautan yang diberikan dalam iklan, alasan paling dominan karena iklan tersebut menyajikan informasi yang berguna atau menarik. Selain itu beberapa orang membuka tautan iklan dikarenakan penasaran dengan konten yang disajikan pada iklan tersebut. Sisanya dikarenakan “kecelakaan” (salah sentuh).

Pengalaman tersebut turut memberikan beberapa masukan terkait dengan user interface dalam aplikasi oleh pengguna. Beberapa pengguna mengaku kerap terjadi salah sentuh sehingga iklan tersebut terbuka. Sebagian besar mengaku karena tombol “close” yang susah diakses dan keterbatasan ruang gerak jari untuk menyembunyikan lagi iklan tersebut. Di sisi lain dapat disimpulkan, bagi pengiklan dua hal yang dapat dipertimbangkan ketika menyusun konten adalah buatlah informasi semenarik mungkin sehingga terlihat berguna. Atau desain sebuah konten yang menarik sehingga membuat orang penasaran untuk membuka.

Patut menjadi catatan, cara-cara yang “membohongi” pengguna cenderung merusak reputasi brand tersebut. Artinya jika konten yang benar-benar menarik, tidak bersifat “menipu” atau “clickbait“. Karena kekecewaan konsumen sasaran akan mengakibatkan stigma negatif terhadap suatu brand.

(3) Jadi, apakah mobile advertising dapat dijadikan pilihan untuk berkampanye iklan di Indonesia saat ini?

Bagan hasil survei berikut ini kami pikir cukup memberikan simpulan untuk demografi konsumen di Indonesia.

Hasil survei JakPat bertajuk "Mobile Advertising: An Effective Promotion Channel?"
Hasil survei JakPat bertajuk “Mobile Advertising: An Effective Promotion Channel?”

Survei DailySocial: Mayoritas Responden Pernah Berbelanja Aplikasi di Google Play

Hari ini (8/11) DailySocial kembali meluncurkan hasil survei yang kali ini bertajuk “Android User Behavior”. Kami mencoba untuk mengungkap bagaimana perilaku pengguna Android, khususnya di Indonesia, pada tahun 2016. Survei ini merupakan hasil kolaborasi DailySocial dengan JakPat untuk memberikan gambaran umum perilaku pengguna Android, mulai dari apa saja yang menjadi pertimbangan utama ketika ingin membeli perangkat baru, aktivitas yang paling sering dilakukan, hingga dana yang dimiliki untuk berbelanja Apps ataupun device baru.

Beberapa poin menarik yang bisa ditemui dalam survei yang melibatkan 1019 responden ini di antaranya adalah:

  • Dukungan jaringan 4G pada perangkat menjadi pertimbangan utama responden saat ini ketika akan membeli perangkat baru dengan persentase mencapai 37,19%.
  • Namun, brands juga harus mempertimbangkan faktor lain seperti Processor, RAM, Harga, dan Baterai yang berhasil masuk dalam daftar 5 besar pertimbangan utama responden untuk membeli smartphone baru.
  • Saat ini, Samsung masih merajai pasar dengan persentase yang mencapai 47,11%, jauh lebih tinggi dibandingkan brand yang lain
  • Di sisi distribusi platform Android, kami menemukan bahwa mayoritas responden dalam survei telah menggunakan Android versi terbaru dengan Android versi Lolipop yang memiliki persentasi paling tinggi yang mencapai 31,51%.
  • Dengan penetrasi perangkat Android yang terus meningkat, aktivitas belanja juga mengalami pertumbuhan dan dalam survei ini 50,34 responden menyatakan pernah berbelanja aplikasi atau melakukan in-app purchase di Google Play
  • Di sisi metode pembayaran, Carrier Billing, atau yang lebih akrab disebut potong pulsa, menjadi metode pembayaran paling populer di Google Play dengan persentase mencapai 54,23%.

Bila ingin mengetahui lebih jauh hasil survei “Android User Behavior” yang terdiri dari 28 halaman, Anda dapat mengaksesnya secara gratis setelah menjadi member DailySocial melalui tautan berikut ini.

Di samping survei ini, sebelumnya kami juga telah meluncurkan hasil survei yang menyoroti perilaku pengguna terhadap layanan digital, tingkat kepuasan konsumen terhadap layanan e-commerce, penetrasi layanan kesehatan digital, pola mendengarkan musik di Indonesia pada tahun 2016, konsumsi mobile game, dan alat pembayaran non-tunai populer di Indonesia.

Survei DailySocial: Mayoritas Responden Optimis Alat Pembayaran Non-Tunai Bisa Menggantikan Tunai di Masa Depan

Hari ini (5/10) DailySocial meluncurkan hasil survei dengan tajuk “Popular Cashless Payment Instrument in Indonesia”. Melalui survei kali ini, kami mencoba mencari tahu popularitas alat pembayaran non-tunai di Indonesia dan bagaimana responden menggunakan alat pembayaran tersebut. Survei DailySocial ini merupakan hasil kolaborasi DailySocial dengan JakPat untuk memberikan gambaran besar mengenai penetrasi alat pembayaran non-tunai di Indonesia secara umum, alasan menggunakan alat pembayaran non-tunai, hingga bagaimana responden menggunakannya.

Beberapa poin menarik yang dapat ditemui dalam hasil survei yang melibatkan 1028 responden ini di antaranya adalah:

  • Secara umum, penetrasi alat pembayaran non-tunai di Indonesia sudah cukup baik karena 82,39% responden menyebutkan telah mengetahui dan menggunakan secara aktif alat pembayaran non-tunai.
  • Pun begitu, masih ada 17,61% responden yang ingin tetap menggunakan tunai sebagai alat pembayaran utama.
  • Dalam survei ini, ATM mendominasi sebagai alat pembayaran non-tunai dengan persentase mencapai 90,67%.
  • Penggunaan non-tunai untuk pembayaran berkala seperti tagihan listrik & air, asuransi, cicilan, hingga pendidikan masih belum jadi prioritas karena persentasenya tidak ada yang melebihi 30%.
  • Berita baiknya, 67,32% responden percaya bahwa pembayaran non-tunai bisa menggantikan alat pembayaran tunai di masa depan nanti.

Bila ingin mengetahui lebih lanjut hasil survei “Popular Cashless Payment Instrument in Indonesia” yang terdiri dari 27 halaman, Anda dapat mengaksesnya secara cuma-Cuma setelah menjadi member DailySocial.

Selain survei ini, DailySocial juga sebelumnya telah meluncurkan survei yang menyoroti perilaku pengguna terhadap layanan digital, tingkat kepuasan terhadap layanan e-commerce, penetrasi layanan kesehatan digital, dan pola mendengarkan musik di Indonesia tahun 2016.

Survei DailySocial: Iklan Facebook dan Instagram Berperan Besar dalam Mendorong Keputusan Berbelanja Online di Indonesia

Survei DailySocial dengan tajuk Laporan Perilaku Konsumen Digital 2016 yang terbit pada Agustus 2016 lalu adalah survei yang menyoroti perubahan perilaku konsumen di berbagai sektor bisnis digital. Ada banyak hal menarik yang ditemukan, salah satunya terkait dengan dampak iklan terhadap pengambilan keputusan untuk berbelanja online. Berdasarkan data survei ditemukan bahwa iklan Facebook, Instagram, dan Google adalah iklan yang paling berperan dalam mendorong keputusan masyarakat untuk berbelanja online.

Iklan Facebook memiliki persentase paling tinggi di antara pilihan-pilihan lain yang dengan persentase mencapai 38 persen. Iklan Instagram mengikuti di posisi kedua dengan 24 persen dan iklan Google di posisi ketiga dengan 15 persen. Media iklan tradisional seperti billboard hanya dipilih oleh 11 persen responden dan Twitter ada di posisi buncit dengan hanya satu persen responden yang memilihnya.

Dampak dari iklan digital terhadap pengambilan keputusan berbelanja online masyarakat / Survei DailSocial
Dampak dari iklan digital terhadap pengambilan keputusan berbelanja online masyarakat / Survei DailSocial

Bertenggernya Facebook di posisi pertama sebenarnya merupakan hal yang wajar mengingat Indonesia adalah salah satu negara dengan basis pengguna Facebook yang besar. Hal yang sama juga berlaku untuk Instagram yang ada di posisi kedua dengan mayoritas penggunanya adalah generasi milenial. Ini diperkuat oleh temuan dari survei JakPat terbaru tentang tren media sosial yang menyebutkan Facebook hingga kini masih mendominasi sebagai media sosial populer di Indonesia.

Dengan popularitas media sosial seperti Facebook dan Instagram, para pemasar digital harusnya mulai memikirkan strategi terbaik mereka untuk berkampanye di dua saluran tersebut. Selain untuk mendatangkan trafik, besar kemungkinan kedua saluran itu bisa mendatangkan pengguna baru untuk bisnis seperti para generasi milenial. Pun begitu, pelaku e-commerce juga perlu mempertimbangkan beberapa faktor lain bila ingin memaksimalkan potensi saluran iklan Facebook, Instagram, ataupun Google.

Berdasarkan data survei, harga adalah faktor utama yang jadi pertimbangan 42 persen responden sebelum memutuskan untuk melakukan transaksi jual beli online. Hal tersebut berbanding lurus dengan 40 responden menganggap diskon adalah kampanye promo paling atraktif bila ingin berbelanja online. Sedangkan kampanye free shipping mengikuti setelahnya dengan persentase mencapai 32 persen.

Kampanye dan promo favorit pebelanja online bila ingin belanja / Survei DailySocial
Kampanye dan promo favorit pebelanja online bila ingin belanja / Survei DailySocial

Dunia e-commerce memang tengah menjadi sektor paling bergairah di bisnis digital Indonesia dengan potensinya yang masih besar. Meski masih ada banyak tantangan untuk diselesaikan, namun e-commerce Indonesi juga tidak perlu dicemaskan pertumbuhannya.

Laporan Perilaku Konsumen Digital 2016 yang diterbitkan oleh DailySocial ini merupakan hasil kerja sama Dailysocial dengan JakPat. Harapannya, melalui laporan ini para pelaku bisnis bisa mendapaktan gambaran makro mengenai kebiasaan masyarakat dalam menggunakan layanan digital dewasa ini.

Anda yang tertarik untuk menggali lebih jauh dapat mengunduh laporan lengkapnya setelah menjadi member DailySocial melalui tautan ini.

Facebook Masih Mendominasi Penggunaan Media Sosial di Kuartal Ketiga 2016

Hasil survei seputar perilaku netizen di Indonesia dalam menggunakan media sosial kembali diluncurkan oleh Jakpat. Bertajuk “Indonesia Social Media Trend Q3 2016“, laporan ini mengamati pola perilaku penikmat media sosial dalam kuartal ketiga tahun ini. Secara umum penggunaan media sosial di Indonesia masih didominasi oleh Facebook dan Instagram. Kendati persentasenya menurun tipis dibandingkan kuartal pertama 2016, namun masih mendominasi jauh dari lawan mainnya.

Persentase penggunaan media sosial dalam Q1 dan Q3 2016 / Jakpat
Persentase penggunaan media sosial dalam Q1 dan Q3 2016 / Jakpat

Selain memang paling tinggi angka penggunanya, Facebook dan Instagram ternyata juga mendominasi dalam penggunaan di berbagai kepentingan bersosial secara online. Selain untuk berkomunikasi bersama teman, Facebook juga menguasai persentase dalam penggunaan sebagai penghubung dengan kolega bisnis dan juga keluarga. Menjadi hal yang cukup menarik, ketika dari sisi pemasaran Path lebih digadang-gadang sebagai media yang lebih privat.

Facebook menjadi media populer untuk terhubung dengan rekan kerja / Jakpat
Facebook menjadi media populer untuk terhubung dengan rekan kerja / Jakpat

Berbicara seputar Facebook, dari responden tercatat bahwa yang paling banyak dipasang di ponselnya adalah aplikasi FB Messenger, persentasenya melebihi (tipis) dari Facebook App. Penggunanya pun sangat fantastis, responden mengatakan bahwa rata-rata mereka pasti membuka Facebook setiap hari, kebanyakan 2-3 kali sehari (22,9 persen), namun tak sedikit juga (19,7 persen) membuka lebih dari 10 kali sehari.

FB Messenger menjadi aplikasi paling popluer di ponsel pengguna / Jakpat
FB Messenger menjadi aplikasi paling popluer di ponsel pengguna / Jakpat

Pun demikian dengan penggunaan Instagram, dari total responden survei 78 persen di antaranya mengaku selalu membuka kanal media sosial gambar tersebut setiap hari. Turut terpetakan juga berbagai aktivitas popluer yang sering dilakukan menggunakan Instagram. Persentase tertinggi (53,3 persen) orang-orang menggunakan Instagram untuk mengeksplorasi konten yang lucu dan unik, selanjutnya disusul penggunaan untuk mencari tahu suatu hal (50,3 persen), digunakan untuk mengeksplorasi produk online shop (47,8 persen) dan untuk mencari tahu aktivitas teman (74,2 persen).

Pemanfaatan Instagram oleh pengguna di Indonesia / Jakpat
Pemanfaatan Instagram oleh pengguna di Indonesia / Jakpat

Kendati tidak sebesar Facebook atau Insagram, pengguna Path juga masih memiliki ekosistem aktif di Indonesia. Dari riset Jakpat tersebut, pengguna mengaku kebanyakan memanfaatkan Path untuk mem-posting mereka sedang mendengarkan lagu apa, menonton film apa dan makan apa. Masih sama peruntukan umumnya dengan visi dari Path, untuk membagikan hal-hal yang bersifat pribadi. Snapchat juga masih memiliki komunitas pengguna. Umumnya digunakan untuk mem-posting konten pribadi dan melihat-lihat akun populer yang mengunggah kontennya.

Pemanfaatan Path oleh pengguna di Indonesia / Jakpat
Pemanfaatan Path oleh pengguna di Indonesia / Jakpat

Persentase pengguna Twitter persis di urutan ketiga setelah Facebook dan Instagram. Namun ditemukan hasil riset untuk kuartal ketiga ini antusias pengakses Twitter tak sekencang sebelumnya. Digunakan untuk memburu informasi, Twitter kini lebih jarang dibuka secara rutin setiap harinya.

Laporan: Mayoritas “Online Shopper” Puas dengan Layanan E-Commerce di Indonesia

DailySocial kembali melakukan penelitian terhadap konsumen layanan e-commerce di Indonesia. Melalui survei “Customer Satisfaction in Indonesia’s E-Commerce Services (2016)” yang diterbitkan hari ini, kami mencoba mencari tahu tingkat kepuasan pelanggan terhadap layanan e-commerce di Indonesia yang mulai merangkak naik ke permukaan sejak tujuh tahun silam. Di sini, kami mencoba mengungkap perilaku konsumen terhadap e-commerce di Indonesia, kendala yang pernah dialami, hingga faktor apa yang membuat konsumen puas dan tidak puas terhadap layanan e-commerce.

Survei ini merupakan hasil kolaborasi DailySocial dan JakPat untuk memberikan gambaran besar mengenai faktor yang mempengaruhi konsumen untuk berbelanja online hingga pelayanan apa yang dirasa oleh pelanggan Indonesia harus ditingkatkan oleh pelaku e-commerce di Indonesia.

[Baca juga: DailySocial.id Luncurkan Laporan Perilaku Konsumen Digital Indonesia 2016]

Beberapa hal menarik yang bisa ditemukan dalam survei 21 halaman ini di antaranya yaitu:

  • Tokopedia, Lazada, dan Bukalapak merupakan tiga besar layanan e-commerce yang populer digunakan oleh konsumen untuk berbelanja online dan Go-Jek berhasil merangsek ke posisi empat di sini, meski inti layanan adalah transportasi on-demand.
  • Meski tak banyak perubahan berarti dalam metode pembayaran favorit, namun pilihan pembayaran melalui minimarket rupanya berhasil menyalip pilihan pembayaran kartu kredit.
  • Harga yang terjangkau dan diskon menjadi pertimbangan utama konsumen untuk berbelanja online dan menjadi faktor utama ukuran tingkat kepuasan mereka.
  • Pelaku e-commerce Indonesia sudah cukup cepat menyelesaikan kendala dengan lebih dari setengah responden menyebutkan kendala mereka bisa selesai di rentang 1-3 hari.
  • 93,45% responden menyatakan sudah puas dengan layanan e-commerce di Indonesia dan sebagian besar dari mereka juga bersedia untuk berlangganan newsletter dari layanan e-commerce yang bersangkutan.

Hasil survei Customer Satisfaction in Indonesia’s E-Commerce Services (2016) secara lengkap dapat diakses cuma-cuma setelah Anda menjadi member DailySocial.

DailySocial.id Luncurkan Laporan Perilaku Konsumen Digital Indonesia 2016

Setelah di tahun 2014 lalu kami menginisiasi DS10 dan di awal tahun ini meluncurkan Laporan Startup 2015, kini kami memperluas kembali cakupan laporan melalui “Laporan Perilaku Konsumen Digital 2016 di Indonesia”.  Di sini, kami coba mengungkap seperti apa perilaku masyarakat ketika menggunakan layanan Social Media, Streaming Services, Online Transportation, Online Shopping, hingga Smartphone Buying Decision.

Laporan Perilaku Konsumen Digital 2016 di Indonesia merupakan kolaborasi DailySocial dan JakPat untuk mengumpulkan informasi perilaku konsumen digital di Indonesia dan memberikan perspektif makro mengenai kebiasaan masyarakat dalam menggunakan layanan digital.

Beberapa hal menarik yang bisa ditemukan dalam laporan 48 halaman ini di antaranya adalah:

  • Jam selepas bekerja (18.00 ke atas) menjadi waktu favorit responden untuk mengakses media sosial dan sebagian besar mengunakannya untuk browsing topik yang menghibur.
  • Skema pembayaran menjadi tantangan bagi penyedia layanan streaming di Indonesia, meski lebih dari setengah responden sudah menikmati layanan streaming
  • Go-Jek adalah raja di layanan on-demand app untuk transportasi, khususnya di layanan transportasi, pengiriman barang, dan pesan antar makanan.
  • Harga dan ukuran layar menjadi pertimbangan masyarakat dalam membeli smartphone
  • Perilaku belanja online via mobile masih banyak didominasi kegiatan browsing dan pembandingan harga

Laporan Perilaku Konsumen Digital 2016 di Indonesia secara lengkap dapat diakses cuma-cuma (menjadi member DailySocial terlebih dahulu) melalui tautan ini.

Karakteristik Generasi Y dalam Lingkungan Pekerjaan

Banyak pembahasan mengenai perbedaan generasi Y (mereka yang lahir di antara tahun 1983 sampai 2001) dengan generasi-generasi sebelum atau sesudahnya. Kebanyakan menyoal kondisi mereka di tempat kerja, karena generasi Y merupakan generasi pertama yang dipengaruhi penuh oleh teknologi digital di tempat kerja mereka. Salah satunya ada JakPat, situs jajak pendapat yang memberikan laporan beberapa perbedaan antara generasi Y dengan generasi X, generasi di atasnya.

Generasi Y atau sering disebut millennial adalah generasi pertama yang dengan mudah mendapatkan akses terhadap informasi dan juga terhubung satu sama lain lintas negara di seluruh dunia. Keunggulan inilah yang pada akhirnya posisi millennial memegang peranan penting dalam setiap perusahaan.

Dari total 618 responden yang tersebar di seluruh Indonesia laporan JakPat memaparkan bahwa ada beberapa kemiripan seperti keinginan memiliki lebih dari 10 atasan dalam hidup mereka dengan alasan untuk mengembangkan karier dan berpikir bahwa generasi mereka lebih baik dari generasi para orang tua mereka.

Tidak dapat dipungkiri cara millennial bekerja dan bagaimana mereka menyelesaikan masalah dipengaruhi oleh budaya teknologi yang berkembang dengan pesat berbarengan dengan perkembangan usia mereka. Mereka jadi mahir dalam memanfaatkan teknologi.

Di buku Millenials @Work karya Chip Espinoza di ungkapkan banyak perbedaan-perbedaan antara para millennial dengan yang lainnya. Beberapa yang paling terlihat adalah kebiasaan mereka berganti-gati pekerjaan. Bukan karena mereka tidak kompeten, tetapi lebih mencari kebahagiaan dalam pekerjaan mereka. Para millennial percaya bekerja dengan perasaan bahagia bisa berpengaruh pada hasil kerja dan percepatan promosi mereka di tempat kerja.

7 dari 10 responden mementingkan kebahagiaan dalam bekerja
7 dari 10 responden mementingkan kebahagiaan dalam bekerja / Jakpat

Di survei yang dilakukan JakPat, dengan 59,71% responden yang merupakan millennial, juga menunjukkan hal yang sama. Dari kesimpulannya, JakPat menjelaskan bahwa 7 dari 10 responden mereka akan memutuskan keluar dari pekerjaan jika memang pekerjaan mereka tidak membuat mereka bahagia. Bahagia bagi millennial bisa dikatakan setara dengan uang.

Tak hanya itu millennial juga digambarkan sering memiliki kesulitan berkomunikasi dengan atasan, terlebih dengan mereka yang berbeda generasi. Espinoza dalam bukunya menyebutkan inilah yang menjadi hal yang pada akhirnya memicu persepsi buruk terhadap millennials oleh para manajer.

Padahal sebenarnya keinginan berkomunikasi dengan generasi sebelumnya merupakan salah satu hal yang terus diupayakan millennial. Dalam laporan survei JakPat juga disebutkan bahwa kebanyakan dari responden mereka ingin bekerja satu tim dengan orang-orang yang berada di generasi di atasnya.