Jual-Beli Nama Tim Esports: Dampak Pada Sponsor dan Tim

Beberapa tahun belakangan, semakin banyak merek non-endemik yang memutuskan untuk mendukung pelaku esports, termasuk organisasi esports. Ketika sebuah perusahaan menjadi sponsor dari tim esports, salah satu hal yang bisa mereka dapatkan adalah pemasangan logo atau nama perusahaan di jersey pemain, sama seperti yang dilakukan perusahaan ketika mereka mensponsori tim olahraga konvensional. Sayangnya, siaran pertandingan esports jauh berbeda dari kompetisi olahraga.

Saat Anda menonton siaran pertandingan olahraga, Anda akan sering melihat para atlet. Namun, sebagian besar pertandingan esports justru menunjukkan jalannya pertandingan dalam game. Jadi, para pemain justru jarang disorot. Alhasil, nama sponsor yang terpasang pada jersey pemain menjadi kurang terekspos. Karena itu, ada beberapa perusahaan yang memilih untuk menjadi naming sponsor. Dengan begitu, nama perusahaan atau brand mereka akan dipadankan langsung dengan nama tim.

Kontrak Naming Rights dan Organisasi Esports yang Telah Melakukannya

Pada 2020, pemasukan industri esports diperkirakan hampir mencapai US$1 miliar. Sponsorship dan hak siar media memberikan kontribusi hampir 75% dari total pemasukan tersebut. Sementara itu, bagi organisasi esports, sponsorship justru memberikan kontribusi yang lebih besar lagi pada keuangan mereka. Menurut Gaming Street, sekitar 90% dari total pemasukan organisasi esports berasal dari sponsorship.

Tentu saja, ketika perusahaan menjadi sponsor esports, mereka punya tujuan yang ingin mereka capai. Berdasarkan studi Sponsorship in Esports, kebanyakan perusahaan yang menjadi sponsor esports biasanya punya tujuan jangka panjang, yaitu ingin membangun reputasi mereka, khususnya di kalangan fans esports. Para sponsor esports biasanya tidak berusaha untuk mencari Return of Investments (ROI) dalam jangka pendek, seperti peningkatan penjualan.

Memang, menjadi sponsor esports akan membantu perusahaan untuk memenangkan hati para generasi milenials dan Gen Z, yang merupakan demografi penonton esports. Menurut studi Sponsoring Esports to Improve Brand Image, ketika perusahaan menjadi sponsor esports, maka satu per tiga fans esports akan menjadi lebih menyukai brand mereka. Dengan asumsi jumlah audiens esports mencapai 474 juta orang pada 2021, maka sebuah brand akan bisa menjangkau sekitar 158 juta orang ketika mereka menjadi sponsor esports.

Pertumbuhan jumlah penonton esports. | Sumber: Newzoo

Secara garis besar, ada empat jenis sponsorship, yaitu media sponsor, promotional sponsor, in-kind sponsor, dan sponsor finansial. Media sponsor bertugas untuk mengiklankan sebuah acara, baik di media televisi, koran, ataupun channel digital, seperti situs dan blog. Sementara itu, promotional sponsor memiliki tugas yang sama dengan media sponsor. Hanya saja, jika media sponsor biasanya diisi oleh perusahaan media, promotional sponsor biasanya merupakan individu.

In-kind sponsor merupakan sponsor yang memberikan bantuan berupa jasa atau produk yang mereka buat. Misalnya, jika merek minuman menjadi sponsor dari turnamen esports, maka mereka akan menyediakan minuman mereka bagi pemain dan penonton esports yang hadir. Terakhir, sponsor finansial. Dibandingkan dengan tiga jenis sponsorship lainnya, sponsor finansial adalah yang paling sering dibahas. Sesuai namanya, sponsor finansial akan memberikan bantuan berupa uang pada turnamen, event, atau tim yang mereka sponsori.

Salah satu hal yang bisa ditawarkan oleh tim esports pada sponsor mereka adalah memasang logo atau nama sponsor di jersey pemain. Hanya saja, wajah pemain profesional tak terlalu sering disorot kamera, berbeda dengan atlet olahraga konvensional. Karena itu, beberapa perusahaan lebih memilih untuk menjadi naming sponsor. Dengan begitu, nama perusahaan atau brand akan disandingkan dengan nama tim esports. Sejauh ini, ada beberapa organisasi esports yang telah menandatangani kontrak naming rights dengan brand, baik brand endemik maupun non-endemik.

Kia Motor jadi naming sponsor dari DAMWON Gaming. | Sumber: Esports Insider

Salah satu organisasi esports yang punya naming sponsor adalah DAMWON Gaming, organisasi esports asal Korea Selatan yang memenangkan League of Legends World Championship pada 2020. Pada Desember 2020, DAMWON mengumumkan bahwa Kia Motor akan menjadi naming sponsor mereka mulai 2021. Nama mereka pun berubah menjadi DWG KIA. Selain itu, mereka juga memperkenalkan logo dan seragam baru untuk pemain League of Legends mereka. Hyugho Kwon, Head of Korea Business Division, Kia Motors menjelaskan, alasan Kia Motors mendukung DAMWON Gaming adalah karena mereka ingin “merevitalisasi” ekosistem esports global. Tak hanya itu, mereka juga ingin mempromosikan merek Kia pada fans esports di seluruh dunia.

Organisasi esports lain yang baru saja menandatangani kontrak naming rights adalah JDG Gaming. Organisasi itu merupakan bagian dari divisi esports milik Jing Dong, perusahaan e-commerce asal Tiongkok. Perusahaan yang menjadi naming sponsor JD Gaming adalah Intel. Melalui sponsorship ini, nama JDG Gaming diubah menjadi JDG Intel Esports Club. Kontrak naming rights ini berlangsung selama dua tahun. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai kontrak naming rights ini.

Team SoloMid (TSM) juga baru saja menandatangani kontrak naming rights pada awal Juni 2021. Perusahaan yang menjadi naming sponsor dari TSM adalah bursa cryptocurrency asal Hong Kong, Future Exchange (FTX). Kontrak naming rights antara TSM dan FTX berlangsung selama 10 tahun dan bernilai US$210 juta. Setelah menandatangani kontrak itu, TSM akan dikenal dengan nama TSM FTX. Tujuan FTX menjadi naming sponsor untuk TSM adalah karena mereka ingin membuat masyarakat Amerika Serikat mengenal brand mereka.

Setelah Genflix menjadi naming sponsor, nama Aerowolf pun berubah. | Sumber: Twitter

Di Indonesia, juga ada tim esports yang pernah menandatangani kontrak naming rights, yaitu Aerowolf. Pada Mei 2019, Aerowolf mengumumkan bahwa Genflix, platform streaming video lokal, resmi menjadi naming sponsor mereka. Alhasil, mereka mengubah nama mereka dari Aerowolf Roxy menjadi Genflix Aerowolf. Sama seperti FTX, tujuan Genflix menggandeng Aerowolf adalah untuk meningkatkan brand awareness. Hanya saja, Genflix menyasar generasi muda, yang memang merupakan demografi penonton esports.

Untung-Rugi dari Kontrak Naming Rights

Setiap perusahaan pasti ingin punya brand yang kuat dan positif. Alasannya, di tengah ketatnya persaingan, reputasi brand yang positif bisa membuat perusahaan lebih unggul dari persaingannya. Ketika sebuah brand punya reputasi yang baik di mata konsumen, kemungkinan besar produk dari brand tersebut dibeli akan menjadi lebih tinggi. Sponsorship menjadi salah satu cara perusahaan untuk membangun reputasi brand mereka. Menjadi sponsor dari kegiatan atau tim olahraga merupakan salah satu cara terbaik bagi perusahaan untuk membangun brand yang positif, menurut Winnan. Sekarang, perusahaan-perusahaan juga mulai menunjukkan ketertarikan untuk menjadi sponsor dari pelaku esports. Apalagi, ketika perusahaan menargetkan generasi milenial dan Gen Z.

Bagi perusahaan, salah satu keuntungan dari menjadi naming sponsor dari tim esports adalah meningkatkan brand awareness. Saat perusahaan menjadi naming sponsor dari tim esports, brand mereka akan disandingkan dengan nama tim. Dalam siaran kompetisi esports, para pemain memang jarang disorot kamera, membuat logo dan nama pada jersey pemain menjadi kurang terlihat. Namun, lain halnya dengan nama tim. Nama tim esports pasti akan selalu disebut dalam siaran kompetisi esports. Tak hanya itu, selama pertandingan, nama tim juga biasanya ditampilkan pada layar. Jadi, dengan menjadi naming sponsor dari tim esports, perusahaan bisa meningkatkan eksposur konsumen — khususnya penonton esports — akan brand mereka.

Keuntungan lain yang bisa didapatkan oleh perusahaan ketika mereka menjadi naming sponsor dari tim esports adalah kesetiaan para fans. Dalam buku berjudul The eSports Market and eSports Sponsoring, penulis Julian Heinz Anton Stroh, menyebutkan bahwa kebanyakan fans esports sadar, perusahaan yang menjadi sponsor dari tim kesayangan mereka punya tujuan komersil, seperti meningkatkan penjualan. Namun, para fans juga sadar, industri esports membutuhkan para sponsor untuk bisa bertahan. Jadi, komunitas esports biasanya tidak membenci perusahaan yang menjadi sponsor. Sebaliknya, mereka biasanya justru mengapresiasi para sponsor.

Fans esports punya antusiasme yang tinggi. | Sumber: ESTNN

Sejumlah studi juga menunjukkan, para fans tidak keberatan jika merek non-endemik yang tidak ada sangkut pautnya dengan game atau esports turut mendukung skena competitive gaming. Studi oleh Stroh menunjukkan, 70% dari fans esports berharap, akan ada semakin banyak merek non-endemik yang ikut mendukung esports. Walau memang, mereka lebih menyukai merek endemik.

Menjadi sponsor esports memang bisa membuat reputasi perusahaan menjadi lebih positif di mata fans. Hanya saja, ada beberapa faktor lain yang juga memengaruhi citra sebuah perusahaan, seperti metode activation yang digunakan oleh sponsor, target audiens, dan produk yang ditawarkan oleh perusahaan. Dan tak bisa dipungkiri, komunitas esports memiliki antusiasme yang tinggi. Jika sebuah brand sukses memenangkan hati mereka, maka mereka akan secara aktif memuju brand di media sosial. Word-of-mouth dari para fans bisa membuat memperkuat reputasi brand di kalangan penonton esports. Sayangnya, antusiasme fans esports ini layaknya pedang bermata dua. Jika pesan yang perusahaan coba sampaikan melalui sponsorship tidak tersampaikan, para fans justru bisa menyebarkan pesat negatif akan brand. Hal ini juga berlaku dalam kontrak naming rights.

Ketika perusahaan menandatangani kontrak naming rights dengan tim esports, brand mereka akan disandingkan dengan nama tim. Jadi, brand dan tim esports yang bekerja sama akan saling diasosiasikan dengan satu sama lain. Hal ini bisa menimbulkan masalah ketika salah satu pihak — baik perusahaan maupun tim esports — terkena skandal. Misalnya, jika sebuat tim esports terbukti pernah bermain curang, maka, tak hanya reputasi tim esports saja yang akan rusak, tapi juga brand yang menjadi sponsor. Begitu juga dengan sebaliknya. Jika sponsor terkena skandal, tak tertutup kemungkinan, tim esports yang bekerja sama dengan perusahaan juga mendapatkan cap negatif dari masyarakat.

Tujuan utama perusahaan menjadi naming sponsor dari tim esports adalah untuk membuat fans mengasosiasikan merek mereka dengan tim. Hanya saja, kontrak naming rights terkadang tidak berlangsung lama. Dan jika nama tim terus berganti, fans justru bisa menjadi tak peduli pada naming sponsor. Kemungkinan lain yang mungkin terjadi adalah fans akan mengingat sponsor lama dari tim karena sudah terbiasa.

Hal ini pernah terjadi pada Candlestick Park, stadion yang menjdi markas dari San Francisco 49ers dan San Francisco Giants, menurut laporan Chron. Stadion itu dikenal dengan nama Candlestick Park sejak 1960. Pada 1995-2002, nama stadion itu berubah menjadi 3Com park. Nama stadion kembali berubah pada 2004-2008, menjadi Monster Park. Namun, pada akhirnya, nama yang diingat oleh fans adalah Candlestick Park. Hal ini menunjukkan, jika kontrak naming rights hanya berlangsung sebentar, ada kemungkinan fans tidak akan mengasosiasikan tim dengan merek sang sponsor. Meskipun begitu, jika kontrak naming rights berlangsung lama — seperti yang terjadi antara TSM dan FTX — hal ini juga bisa merugikan kedua belah pihak.

Team SoloMid baru saja menandatangani kontrak dengan FTX. | Sumber: Dot Esports

Keputusan tim esports untuk menjual naming rights pada sponsor bisa dibandingkan dengan keputusan startup untuk menerima tawaran akuisisi dari perusahaan yang lebih besar. Baik kontrak naming rights maupun akuisisi punya potensi untuk kedua belah pihak untung atau buntung. Akuisisi yang menguntungkan bagi perusahaan adalah ketika startup/perusahaan yang diakuisisi bisa memberikan kontribusi pemasukan yang lebih besar dari nilai belinya. Contohnya adalah akuisisi Instagram oleh Facebook. Pada 2012, Facebook membeli Instagram — yang hanya memiliki 13 karyawan — senilai US$1 miliar. Sekarang, Instagram memiliki lebih dari 1 miliar pengguna dan memberikan kontribusi sebesar US$20 miliar pada pemasukan Facebook setiap tahunnya.

Namun, tidak semua startup/perusahaan akan menerima tawaran akuisisi atau merger dari perusahaan yang lebih besar. Biasanya, alasan perusahaan menolak tawaran itu adalah karena mereka percaya, mereka akan bisa tumbuh besar tanpa bantuan dari perusahaan yang ingin mengakuisisi. Atau, mereka percaya, nilai perusahaan mereka di masa depan akan menjadi lebih besar dari nilai tawar saat ini. Contoh perusahaan yang menolak akuisisi perusahaan besar adalah Discord. Microsoft sempat menawarkan US$12 miliar untuk mengambil alih Discord sepenuhnya. Namun, pihak Discord menolak dan memilih untuk fokus melakukan IPO di masa depan, menurut laporan Bloomberg.

Hal yang sama juga bisa terjadi pada kontrak naming rights. Mari kita ambil kontrak naming rights antara TSM dan FTX sebagai contoh. Kontrak yang berlangsung selama 10 tahun itu bernilai US$210 juta. Hal itu berarti, saat ini, nilai merek TSM memang hanyalah US$210 juta. Namun, ke depan, ada kemungkinan TSM akan menjadi organisasi esports yang lebih besar dan dikenal oleh lebih banyak orang, yang berarti, nilai brand mereka bisa naik. Sebaliknya, dalam 10 tahun, tidak tertutup kemungkinan, performa TSM justru menurun, yang menyebabkan nilai atas nama organisasi juga merosot. Dalam kasus ini, maka FTX yang akan dirugikan karena mereka sudah terlanjur membayar ratusan juta di awal kontrak.

Kontrak Naming Rights di Olahraga Konvensional

Tak hanya di esports, kontrak naming rights juga lumrah terjadi di dunia olahraga konvensional. Misalnya, beberapa tim basket di Indonesia telah menjual naming rights pada sponsor. Salah satu tim basket Indonesia yang punya naming sponsor adalah Satria Muda. Sejak didirikan pada 1993, tim Satria Muda telah menandatangani kontrak naming rights beberapa sponsor. Pada 1997, merek AdeS dari The Coca-Cola Company menjadi sponsor utama dari tim basket asal Jakarta tersebut. Alhasl, nama tim pun berubah menjadi AdeS Satria Muda. Satu tahun kemudian, pada 1998, nama tim kembali berubah, menjadi Mahaka Satria Muda. Alasannya, karena sponsor utama tim berubah menjadi PT Abdi Bangsa Tbk milik Erick Tohir.

Tak berhenti sampai di situ, pada 2004, BRI melalui BritAma mensponsori tim Satria Muda. Ketika itu, nama tim pun menjadi Satria Muda BritAma. Tak hanya itu, markas Satria Muda juga dinamai The BritAma Arena. Namun, pada 2015, sponsor utama Satria Muda kembali berganti, menjadi Pertamina. Seiring dengan perubahan itu, nama tim basket tersebut pun berubah menjadi Satria Muda Pertamina. Tim basket nasional lain yang juga punya naming sponsor adalah Amartha HangTuah. Ketika didirikan pada 2003, tim basket itu hanya menggunakan nama HangTuah. Mereka mengganti nama menjadi HangTah Sumsel Indonesia Muda pada 2008. Nama tersebut digunakan hingga 2019, ketika Amartha memutuskan untuk menjadi naming sponsor dari HangTuah. Setelah itu, tim basket tersebut pun dikenal dengan nama Amartha HangTuah.

Saat Amartha jadi naming sponsor HangTuah. | Sumber: Kompas

Tentu saja, tidak semua tim olahraga bersedia menjual naming rights dari tim mereka. Klub sepak bola Eropa misalnya, mereka biasanya hanya menjual naming rights dari stadion yang menjadi markas mereka, tapi tidak naming rights atas klub itu sendiri. Contohnya, maskapai asal Uni Emirat Arab, Emirates, membeli naming rights atas stadion markas Arsenal pada 2004. Diperkirakan, kontrak yang berlangsung selama 15 tahun itu bernilai £100 juta. Selain hak atas nama stadion, Emirates juga mendapatkan placement logo di jersey pemain Arsenal sejak musim 2006-2007. Tahun lalu, Barcelona juga baru menjual naming rights atas markas mereka, Camp Nou. Hanya saja, dana yang Barcelona dapatkan dari penjualan naming rights atas Camp Nou tidak masuk kantong mereka sendiri, tapi akan diberikan untuk kegiatan amal terkait COVID-19.

Sementara itu, alasan mengapa klub sepak bola ternama tidak menjual naming rights atas klub mereka adalah karena nama mereka sudah dikenal banyak orang. Berbeda dengan tim esports yang masih relatif muda, klub-klub sepak bola Eropa sudah berumur lebih dari 100 tahun. Empat klub besar di Inggris didirikan sebelum tahun 1900: Arsenal pada 1886, Liverpool pada 1892, Manchester City pada 1880, dan Manchester United pada 1878. Jadi, kecil kemungkinan mereka akan rela mengganti nama hanyay demi mendapatkan sponsor. Sekalipun ada tim sepak bola yang mau menjual naming rights mereka, belum tentu ada perusahaan yang rela membelinya karena harganya yang pasti mahal. Selain itu, jika sponsor hanya ingin meningkatkan brand awareness, mereka bisa mendapatkannya dengan menjadi sponsor biasa dari tim sepak bola. Toh, penempatan logo atau nama pada jersey pemain bola sudah dapat memberikan eksposur.

Kontrak naming rights tidak hanya terbatas pada tim olahraga atau organisasi esports. Ada juga perusahaan yang bersedia menjadi naming sponsor dari pertandingan olahraga atau kompetisi esports. Contohnya, liga sepak bola nasional Thailand dikenal dengan nama Toyota League Cup karena perusahaan Jepang itu memang menjadi sponsor utama dari liga tersebut. Sementara di esports, salah satu perusahaan yang membeli naming rights atas turnamen adalah Intel, yang memunculkan Intel Extreme Masters dan Intel Grand Slam. Di Indonesia, JD.id merupakan contoh perusahaan yang menandantangai kontrak naming rights dengan turnamen esports, yaitu High School League, yang diadakan oleh Yamisok. Tujuan JD.id menjadi sponsor dari HSL adalah untuk meningkatkan brand awareness di kalangan pemain dan penonton esports SMA.

Penutup

Ketika Anda pergi ke supermarket, ada berapa banyak merek sabun yang Anda lihat? Ketika dua perusahaan menawarkan produk yang sama dengan kualitas dan harga yang mirip, bagaimana Anda akan memilih produk yang akan Anda beli? Di tengah ketatnya persaingan di pasar, salah satu cara bagi perusahaan untuk unggul dari pesaingnya adalah dengan membangun reputasi merek yang baik. Salah satu cara yang bisa perusahaan lakukan untuk membangun reputasi brand adalah dengan menjadi sponsor di bidang olahraga, termasuk esports.

Memasang logo atau nama perusahaan pada jersey pemain merupakan salah satu bentuk sponsorship paling standar. Namun, bagi perusahaan yang ingin mengekspos brand-nya lebih jauh, mereka bisa memilih untuk menjadi naming sponsor dari organisasi esports. Dengan begitu, fans akan mengasosiasikan nama brand dengan tim kesayangan mereka. Hanya saja, jika tidak hati-hati dalam memilih tim esports yang dijadikan sebagai rekan, perusahaan justru bisa terkena masalah.

Dorong Pertumbuhan Konsep O2O, JD.ID Luncurkan Gerai Offline “Wellio”

Layanan e-commerce asal Tiongkok, JD.ID, kembali membuka gerai offline di Jakarta. Bernama Wellio, gerai ini mencoba konsep baru dengan menawarkan multi category yang menjual berbagai kategori produk, mulai dari elektronik rumah tangga, gadget, hingga berbagai produk pelengkap gaya hidup (lifestyle).

“Saat kita bergerak maju menuju era kenormalan baru yang sarat akan perubahan, adalah tugas kami untuk menyambut perubahan-perubahan itu dengan tangan terbuka serta membantu transisi tren belanja para pelanggan kami, itulah dasar kami untuk membuka Wellio by JD.ID,” kata Head of Offline Business JD.ID Eyvette Tung.

Dengan dibuka-nya Wellio, JD.ID juga memperkenalkan kembali fitur “Nearby Shop”. Diluncurkan pada bulan November 2020 lalu, fitur ini bisa memperlihatkan gerai-gerai offline di manapun konsumen berada, dengan durasi kirim yang lebih singkat.

Ekspansi Wellio akan menjadi fokus divisi offline JD.ID tahun ini. Wellio dan gerai konsep ekslusif lainnya akan hadir di berbagai pusat perbelanjaan strategis Jakarta dan Surabaya.

Mendorong kembali Online-to-Offline (O2O)

Berdasarkan riset yang dilakukan secara internal oleh JD.ID, pandemi telah mengubah gaya hidup dan kebiasaan dari masyarakat ketika mengkonsumsi produk. Perusahaan berupaya menggabungkan dua saluran bisnis yang berbeda (online & offline) menjadi satu, sehingga diharapkan bisa melengkapi satu sama lain.

“Harapannya adalah dengan ekspansi dari Wellio by JD.ID, kami dapat melakukan penetrasi market secara agresif dengan mengedepankan ‘Joyful Shopping Experience’ sebagai modal utama. Dan menjadi platform ecommerce pertama dengan integrasi offline-online terluas di Indonesia.”

Sebelumnya JD.ID telah memiliki toko offline yang telah diluncurkan pada tahun 2018 lalu dengan nama JD.ID X. JD.ID X merupakan gerai produk serba ada yang berbasiskan teknologi AI (artificial intelligence) pertama di Indonesia, dengan fitur pemindai wajah, radio-frequency identification (RFID), dan metode pembayaran non-tunai.

JD.ID juga telah membangun JD HUB. Gerai ini menjual berbagai produk kebutuhan sehari-hari dengan kombinasi pengalaman belanja online dan offline, yang terletak di bilangan Gandaria, Jakarta Selatan.

Selain mengedepankan konsep O2O, JD.ID akhir tahun 2020 lalu juga mulai fokus ke rantai pasokan, penambahan gudang dan logistik.

Application Information Will Show Up Here

JD.id to Focus on Supply Chain, Warehouse Extension, and Logistics

Logistics services are now a crucial sector. One of the driving factors for the sector during the pandemic is the increase in online shopping activities. Integrated and comprehensive services are increasingly prioritized by e-commerce platforms in Indonesia, starting from collaborating with experienced logistics partners to carrying out logistics activities on their own.

DailySocial tries to dig deeper into JD.id’s business focus until next year and their efforts to emerge as the leading platform in the fast delivery sector throughout Indonesia.

Commitment for fast delivery

JD.id’s President and CEO, Zhang Li said, “In accordance with the company’s vision and mission, JD.id will continue to build the company’s capabilities to serve consumers with the best shopping experience, by continuing to strengthen three main elements, namely strategic development in the supply chain, increasing numbers. warehouse and expand logistics coverage, as well as developing online-to-offline (O2O) retail technology. ”

JD.id’s Chief Marketing, Mia Fawzia explained, during the last 6 months, the company has experienced positive business growth. Not only in the number of visitors but the growth in the number of sales reached up to 40%. Popular types of products are products in the Electronics, Groceries, Mom & Baby, and Home Living & Virtual categories.

Regarding logistics services, the company noted that in September 2020 85% of order package shipments to all parts of Indonesia were successfully carried out within 24 hours. The data also shows that 95% of the delivery of ordered packages to the Jabodetabek area was successfully carried out within 24 hours. For logistics fleets, sellers are free to choose J-Express (JD.id’s internal logistics service) or use other services.

“Until now, JD.id has been able to reach almost all parts of Indonesia. However, especially for the Papua region, we are still working with third-party logistics to help us in the process of delivering goods,” said Mia.

Overall JD.id has around 12 warehouses spread across several regions in Indonesia. The warehouse locations are scattered in several regions. Starting from Jakarta (Marunda) 6 warehouses, Cikarang (rented by IKEA) 1 warehouse, Medan 1 warehouse, Semarang 1 warehouse, Makassar 1 warehouse, Pontianak 1 warehouse, and Sidoarjo 1 warehouse.

Warehouse ownership is one of the keys to speeding up the logistics process. By being managed independently, the e-commerce platform can carry out the sorting and shipping process quickly, without obstacles to inventory data access and the retrieval process from third-party logistics partners.

Service expansion

Teknologi QR Code di JD X-Mart Indonesia
QR Code technology in JD X-Mart Indonesia

As an e-commerce platform, JD.id has expanded its services to various products. The company also has several insurance or protection products.

“We intend to provide a complete and comprehensive shopping experience and services to JD.id customers, [..] to help reduce the risk of consumers in shopping if something unwanted happens,” Mia said.

In the future, JD.id is interested in exploring this service further, one of which is by collaborating with various national and multinational protection companies.

To increase product choices, JD.id presents JD Life on-demand services. In total, there are 12 service categories to help with daily life, from installation, maintenance, to cleaning services. Most of the services offered by JD Life focus on household needs, including installation and cleaning of electronic devices, washing machines, to air conditioning for housing and apartments.

“The range of JD Life services depends on each category, but currently almost all major cities in Indonesia can order and enjoy JD Life services,” JD Life’s Head Operations Ryan Sebastian said.

Regarding the development of JD.id X-Mart, Mia revealed, similar to other retail businesses, JD felt the impact of the Covid -19 pandemic. Even so, this offline retail facility is managed by an omnichannel, so the impact is not felt.

Introduced in 2018, JD.ID X-Mart is the first cashier-less shop in Indonesia (outside of its home country, China), located on PIK Avenue. Because it carries the concept of a store without a cashier, JD.ID X-Mart uses the QR code in the mobile application on the smartphone to the verification tool at the store entrance gate.

“The JD X-Mart module business itself is indeed an omni channel, making it very easy for us to switch and focus on online sales,” said Mia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

JD.id Makin Fokus Ke Rantai Pasokan, Penambahan Gudang, dan Logistik

Layanan logistik kini menjadi salah satu sektor yang krusial. Salah satu faktor pendorong sektor saat pandemi adalah meningkatnya kegiatan belanja online. Layanan terpadu dan menyeluruh makin diprioritaskan platform e-commerce di Indonesia, mulai dari menggandeng mitra logistik berpengalaman hingga menjalankan sendiri kegiatan logistiknya.

DailySocial mencoba menggali lebih mendalam fokus bisnis JD.id hingga tahun depan dan upaya mereka untuk tampil sebagai platform terdepan di sektor pengiriman cepat di seluruh Indonesia.

Komitmen untuk “fast delivery”

President dan CEO JD.id Zhang Li mengatakan, “Sesuai dengan visi dan misi perusahaan, JD.id akan terus membangun kapabilitas perusahaan untuk melayani konsumen dengan pengalaman belanja terbaik, dengan terus memperkuat tiga elemen utama, yakni pengembangan strategis pada rantai pasokan, menambah jumlah gudang dan memperluas cakupan logistik, serta mengembangkan teknologi ritel online-ke-offline (O2O).”

Marketing Chief JD.id Mia Fawzia menjelaskan, selama 6 bulan terakhir, perusahaan mengalami pertumbuhan bisnis yang positif. Tidak hanya dalam jumlah visitor, tetapi pertumbuhan jumlah penjualan yang mencapai hingga 40%. Jenis produk yang populer adalah produk-produk di kategori Elektronik, Groceries, Mom & Baby, dan Home Living & Virtual.

Perihal layanan logistik, perusahaan mencatat di bulan September 2020 85% pengiriman paket pesanan menuju seluruh wilayah Indonesia sukses dilakukan dalam kurun waktu 24 jam. Data tersebut juga menunjukkan 95% pengiriman paket pesanan menuju wilayah Jabodetabek sukses dilakukan dalam kurun waktu 24 jam. Untuk armada logistik, penjual dibebaskan memilih J-Express (layanan logistik internal JD.id) atau memakai jasa yang lain.

“Hingga saat ini, JD.id sudah dapat menjangkau hampir seluruh wilayah Indonesia. Namun, terkhusus untuk wilayah Papua, kami masih bekerja sama dengan third-party logistics untuk membantu kami dalam proses pengiriman barang,” kata Mia.

Secara keseluruhan JD.id telah memiliki sekitar 12 gudang yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Lokasi gudang tersebut tersebar di beberapa wilayah. Mulai dari Jakarta (Marunda) 6 gudang, Cikarang (disewa IKEA) 1 gudang, Medan 1 gudang, Semarang 1 gudang, Makassar 1 gudang, Pontianak 1 gudang, dan Sidoarjo 1 gudang.

Kepemilikan gudang menjadi salah satu kunci mempercepat proses logistik. Dengan dikelola secara mandiri, platform e-commerce bisa melakukan proses sorting dan pengiriman secara cepat, tanpa adanya hambatan akses data inventory dan proses pengambilan dari mitra logistik pihak ketiga.

Perluas layanan

Teknologi QR Code di JD X-Mart Indonesia
Teknologi QR Code di JD X-Mart Indonesia

Sebagai platform e-commerce, JD.id telah memperluas layanannya ke berbagai produk. Perusahaan juga memiliki beberapa produk asuransi atau proteksi.

“Kami bermaksud memberikan pengalaman belanja dan pelayanan yang lengkap dan menyeluruh kepada para pelanggan JD.id, [..] membantu meringankan resiko konsumen dalam berbelanja jika ada hal yang tidak diinginkan terjadi.” kata Mia.

Ke depan JD.id tertarik mengeksplorasi layanan ini lebih jauh, salah satunya dengan bekerja sama dengan beragam perusahaan proteksi nasional dan multinasional.

Untuk menambah pilihan produk, JD.id menghadirkan layanan on demand JD Life. Total ada 12 kategori layanan untuk membantu kehidupan sehari-hari, mulai dari layanan pemasangan, perawatan, hingga pembersihan. Kebanyakan jasa yang ditawarkan JD Life fokus ke kebutuhan household, termasuk pemasangan dan pembersihan perangkat elektronik, mesin cuci, hingga AC untuk perumahan dan apartemen.

“Jangkauan dari layanan JD Life tergantung pada masing-masing kategori, namun saat ini hampir di semua kota besar di Indonesia sudah dapat memesan dan menikmati jasa JD Life,” kata Head Operations JD Life Ryan Sebastian.

Tentang perkembangan JD.id X-Mart, Mia mengugkapkan, serupa dengan usaha ritel lainnya, JD merasakan dampak pandemi Covid -19. Meskipun demikian sarana ritel offline ini dikelola secara omni channel, sehingga dampaknya tidak begitu terasa.

Dihadirkan tahun 2018 lalu, JD.ID X-Mart merupakan toko tanpa kasir pertama di Indonesia (di luar negara asalnya, Tiongkok) yang berlokasi di PIK Avenue. Karena mengusung konsep toko tanpa kasir, JD.ID X-Mart menggunakan QR code yang ada di aplikasi mobile di smartphone ke alat verifikasi di gerbang masuk toko.

“Bisnis modul JD X-Mart sendiri memang merupakan omni channel, sehingga sangat memudahkan kami untuk beralih dan fokus pada penjualan online,” kata Mia.

Application Information Will Show Up Here

JD.id Sematkan Teknologi AR untuk Produk Kecantikan

Industri kecantikan menjadi salah satu pasar yang paling menarik dieksplorasi, apalagi jika disinergikan dengan perkembangan teknologi. Melihat potensi tersebut, platform e-commerce JD.id meluncurkan fitur “AR Make-up Try-On” memanfaatkan teknologi augmented reality (AR) yang memungkinkan para pelanggan mencoba berbagai produk make-up dari berbagai macam brand secara virtual di dalam aplikasi mobile.

Dalam melancarkan idenya, JD.id menggandeng sejumlah brand kosmetik dan kecantikan ternama di Indonesia, termasuk Wardah, Emina, Make Over, Maybelline, Loreal, Nacific Cosmetic, I’m Meme, Somethinc, Pixy, Safi, dan Marina Glow Ready.

“Melalui fitur ‘AR Make-up Try-On’, kami berupaya untuk memudahkan proses belanja para pelanggan serta menawarkan pengalaman yang baru dalam membeli produk make-up secara online di JD.id,” kata Head of Beauty Retail JD.id Liana Heryono.

Meningkatnya minat masyarakat untuk berbelanja online saat pandemi, juga menjadi pendorong JD.id merilis teknologi AR ini. Tanpa harus datang ke toko, pengalaman pengguna yang lebih baik bisa didapatkan.

JD.id mencatat di masa pandemi pihaknya mengalami pertumbuhan bisnis yang positif. Mereka mengklaim nilai penjualan mengalami kenaikan hingga 40%.

Telah diterapkan di Tiongkok

Meskipun baru resmi meluncur di Indonesia tahun ini, teknologi AR sudah hadir di Tiongkok sejak tahun 2018, tempat induk perusahaan JD.id beroperasi, untuk meningkatkan pengalaman pengguna saat membeli produk kecantikan. Di blog JD disebutkan, Fitur “AR Styling Station” JD memungkinkan pengguna secara virtual mencoba berbagai produk, termasuk lipstik, blush, lensa kontak berwarna, dan pensil alis.

AR Styling Station diluncurkan sebagai bagian upaya JD menciptakan fungsi belanja mutakhir dan dipersonalisasi bagi konsumen yang melek digital.

Beautytech di Indonesia

Di artikel DailySocial sebelumnya disebutkan, industri kecantikan yang mengedepankan teknologi atau beautytech, diprediksi bakal menjadi primadona di pasar ekonomi digital Indonesia. Platform seperti Sociolla telah melakukan ekspansi ke Vietnam setelah mengantongi penggalangan dana senilai $58 juta (lebih dari 841 miliar Rupiah) pada bulan Juli lalu. Platform yang mengusung konsep direct-to-consumer seperti Base dan Callista makin agresif memproduksi dan menjual produk kecantikan mereka.

Menurut Co-Founder & CEO Female Daily Hanifa Ambadar, ada sejumlah faktor pasar kecantikan kian membesar. Tren global, kemunculan merek-merek lokal, hingga serbuan kultur K-Drama dan K-Pop berakibat banyaknya produk kosmetik asal Korea yang mencoba peruntungan di sini. Platform review seperti Female Daily mengamplifikasi semua hal tersebut sehingga menghasilkan ekosistem yang lengkap.

“Sampai sekarang apa yang kita bangun di Female Daily itu berdasarkan feedback user,” ujar Hanifa.

Application Information Will Show Up Here

Ecommerce di Esports, Mau Apa?

Jika ditanya apa kesamaan antara ecommerce dan esports, saya akan menjawab, keduanya sama-sama menambahkan unsur “e” — electronic — pada sebuah kegiatan. Di kasus ecommerce, kegiatan tersebut adalah dagang (commerce) dan di esports, olahraga (sports). Keduanya memanfaatkan internet untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah ada sebelumnya. Namun, selain itu, saya rasa, tidak ada kesamaan lain di antara keduanya.

Meskipun begitu, banyak perusahaan ecommerce yang menjajaki industri competitive gaming. Tak percaya? Buktinya, pada 2014, Amazon mengakuisisi platform streaming game Twitch. Pada 2016, raksasa ecommerce Tiongkok, Alibaba, menanamkan investasi sebesar US$150 juta di esports. Perusahaan ecommerce asal Tiongkok lainnya, JD juga punya tim esports sendiri. Dan jangan salah, di Indonesia, perusahaan-perusahaan ecommerce juga mulai menjajaki esports, mulai dari yang hijau, biru, oranye, sampai merah.

 

Bukti Keterlibatan Ecommerce Lokal di Esports

Berikut daftar turnamen yang disponsori atau didukung oleh perusahaan ecommerce, serta kerta kerja sama antara perusahaan ecommerce dengan tim esports Indonesia:

2017
– Tokopedia mengadakan Revival E-sports Festival

2018
– Tokopedia mengadakan Battle of Fridays (TBOF)
– JD.id jadi sponsor dari High School League (HSL) Season 1

2019
– Blibli mendukung Piala Presiden 2019
– Blibli mengadakan Blibli Esports Championship (BEC)
– JD.id jadi sponsor dari High School League Season 2
– Shopee kerja sama dengan Louvre
– Shopee mengadakan Shopee Fire Cup
– Tokopedia mengadakan Indonesia Esports National Championship (IENC)

2020
– Blibli mendukung Piala Presiden 2020
– Lazada menggandeng EVOS Esports

Battle of Fridays jadi salah satu turnamen esports dengan hadiah terbesar pada 2018. | Sumber: Bolalob
Battle of Fridays jadi salah satu turnamen esports dengan hadiah terbesar pada 2018. | Sumber: Bolalob

Dari semua turnamen di atas, Tokopedia Battle of Fridays menawarkan total hadiah paling besar, yaitu Rp1,9 miliar. Memang, turnamen itu menjadi salah satu kompetisi esports dengan hadiah terbesar pada 2018. Menggunakan format tertutup, TBOF mengadu beberapa game sekaligus, yaitu Dota 2, Counter-Strike: Global Offensive, Mobile Legends, dan Point Blank. Mereka mengundang 12 tim esports profesional untuk ikut serta, termasuk Bigetron Esports, BOOM Esports, dan EVOS Esports.

Bukan hanya TBOF, Indonesia Esports National Championship juga menawarkan hadiah yang cukup besar, mencapai Rp750 juta. Walau IENC memiliki total hadiah yang jauh lebih kecil dari TBOF, turnamen ini juga tak kalah pamor, karena dijadikan sebagai ajang kualifikasi untuk memilih atlet esports yang akan maju di SEA Games 2019. Turnamen esports yang melibatkan ecommerce lain juga menawarkan hadiah yang cukup fantastis. Misalnya, total hadiah Blibli Esports Championship mencapai Rp500 juta, sementara JD.id High School League bahkan mencapai Rp1,2 miliar.

Oke, mari beralih untuk membahas kerja sama antara perusahaan ecommerce dan tim esports. Salah satu ecommerce yang pernah mendukung organisasi esports profesional adalah Shopee. Pada tahun lalu, mereka memutuskan untuk menjadi sponsor dari Louvre karena mereka menganggap, tim tersebut memiliki potensi untuk menang. Selain sponsorship, kerja sama keduanya juga meliputi pengadaan official store dari Louvre di Shopee.

EVOS punya official store di Lazada. | Sumber: Lazada
EVOS punya official store di Lazada. | Sumber: Lazada

Sementara itu, pada April 2020, Lazada mengumumkan kolaborasinya dengan EVOS Esports. Sama seperti Shopee, salah satu bentuk kerja sama antara Lazada dan EVOS adalah pembukaan official store EVOS di Lazada. Hanya saja, Lazada dan EVOS juga punya kerja sama lain, yaitu EVOS harus mengisi program live streaming Lazada Cyber Combat.

 

Ecommerce Adakan Turnamen Esports, Memang Bisa?

Di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Pepatah ini tampaknya cocok digunakan untuk menggambarkan Blibli, yang memutuskan untuk menangani penyelenggaraan Blibli Esports Championship sendiri. “Pelaksanaan turnamen BEC tersebut disiapkan dan dilakukan oleh tim khusus yang dimiliki oleh Blibli,” ujar Lani Rahayu, Associate Vice President Social Media and Community Blibli dan Project Lead Blibli Esports Championship. “Kami juga berkolaborasi dengan berbagai pihak termasuk gaming provider para mitra brand yang menyediakan produk-produk terkait dengan esports, komunitas, juga akademisi (HIMA di universitas Jadetabek).”

Tentu saja, pendekatan masing-masing ecommerce tak harus sama. Berbeda dengan Blibli, Tokopedia memilih untuk bekerja sama dengan pelaku industri esports. Pada 2018, untuk mengadakan Battle of Fridays, Tokopedia bekerja sama dengan IESPL. Sementara untuk menyelenggarakan Indonesia Esports National Championship, mereka menggandeng IESPA.

“Lewat berbagai kolaborasi dengan para tournament organizer ini, Tokopedia dilibatkan dalam pemilihan game yang akan dipertandingkan. Penentuan game dilakukan berdasarkan popularitas, skena kompetitif dan komunitas game tersebut,” ujar Jonathan Gilbert Tricahyo, Top-up Digital Singular Senior Lead Tokopedia.

Sementara itu, JD.id tak mau repot dan lebih memilih untuk menjadi title sponsor dari High School League. Untuk membahas tentang pengadaan HSL lebih lanjut, saya menghubungi Chief Marketing Officer dan Founder Yamisok, Diana Tjong.

“JD.id merupakan title sponsor kita, tapi event-nya, High School League, memang punya kita,” ujar Diana ketika dihubungi melalui pesan singkat. Dia menjelaskan, JD.id tertarik untuk mensponsori HSL karena perusahaan ecommerce tersebut memang tertarik dengan konsep HSL. Namun, JD.id tidak ikut campur tangan dalam memilih game yang akan ditandingkan dalam HSL. “Segala sesuatunya jadi tanggung jawab Yamisok dan MoobaTV,” katanya.

High School League pada 2018. | Sumber: Kastara
High School League pada 2018. | Sumber: Kastara

Jika dibandingkan dengan turnamen esports lainnya, salah satu keunikan HSL adalah karena liga ini menyasar pemain amatir di tingkat SMA dan setara. Hanya saja, kepuutsan ini juga menimbulkan masalah tersendiri, seperti keengganan pihak sekolah atau orangtua mengizinkan anak mereka berpartisipasi dalam kompetisi tersebut. Untuk mengatasi masalah itu, Yamisok lalu mengundang psikolog dan mengadakan roadshow ke berbagai sekolah.

“Tujuan kami melakukan roadshow adalah sebagai pendekatan dan edukasi pada orangtua dan pihak sekolah, agar bisa menjadi jembatan antara dunia pendidikan dengan esports,” jelas Diana. “Sekarang pun, kita buat program-program lanjutan. Di Yamisok, ada student representative. Sekarang, kita lagi buat trial class untuk akademi esports buat ekskul esports di sekolah.”

 

Media dan Dokumentasi Kompetisi Esports

Yamisok bukan satu-satunya pihak yang memiliki andil dalam penyelenggaraan HSL. EsportsID juga punya campur tangan sebagai media partner. Salah satu tugas mereka adalah melakukan dokumentasi dari kegiatan HSL, termasuk saat grand final dan wawancara pemenang setelah turnamen berakhir.

“Sebagai media partner, tugas kami pastinya untuk mempromosikan event-nya,” kata Michael Samuel, Editor-in-Chief, EsportsID, saat dihubungi melalui pesan singkat. “Dalam dokumentasi, kita juga bantu membuat video perjalanan tim-tim finalis saat mereka di Jakarta, sampai mereka bertanding di grand final. Kami juga buat video after event ke sekolah yang juara, mengenai dampak dan pandangan positif tentang esports dari pihak sekolah. Jadi, kita wawancara guru dan timnya.” Dia menjelaskan, mereka dapat melakukan hal ini karena sekolah yang keluar sebagai juara HSL akhirnya memutuskan untuk mengadakan program ekstrakurikuler esports.

Jumlah penonton menjadi salah satu daya tarik turnamen esports. Semakin banyak orang yang menonton turnamen esports, semakin menarik pula turnamen itu di mata sponsor. Untuk turnamen esports profesional, seperti Mobile Legends Professional League, kemampuan bermain para pemain profesional jadi salah satu daya jualnya. Sayangnya, hal ini tidak berlaku untuk turnamen amatir seperti HSL. Namun, hal itu bukan berarti tidak ada hal yang pantas untuk diangkat dari pertandingan amatir.

Michael berkata, “Untuk turnamen pro dan amatir, topik yang diangkat juga berbeda. Kalau pro kan yang diangkat pasti tim atau player-nya. Sedangkan pertandingan amatir, kita bisa tampilkan perjuangan mereka, background tim atau sisi lainnya.”

Terkait HSL, Michael menjelaskan bahwa salah satu hal yang mereka coba highlight adalah usaha para tim untuk mendapatkan izin sekolah. Mereka juga menampilkan bagaimana para tim berjuang keras untuk bisa lolos babak kualifikasi hingga juara. Selain itu, EsportsID juga mengangkat topik tentang esports itu sendiri. Pasalnya, dia mengaku, masih banyak stigma buruk terkait esports yang beredar di masyarakat.

 

Tujuan Ecommerce Masuk ke Dunia Esports

Ketika ditanya tentang alasan Tokopedia terjun ke dunia esports, Jon menjawab, mereka masuk ke industri esports untuk membangun ekosistem competitive gaming sehingga orang-orang yang memiliki impian untuk berkarir di dunia esports akan bisa mencapai mimpinya.

“Mengingat potensi industri gaming di Indonesia masih sangat besar, baik dari sisi pemain maupun tim Indonesia yang sudah banyak berprestasi di level internasional. Esports bahkan saat ini menjadi industri baru yang banyak membuka kesempatan kerja kepada para peminatnya,” ujar Jon. “Kami berharap, dengan adanya dukungan Tokopedia terhadap industri esports di Indonesia, akan lebih banyak lagi talenta-talenta terbaik negeri yang nantinya bisa mendunia.”

Babak akhir Blibli Esports Championship. | Sumber: Blibli
Babak akhir Blibli Esports Championship. | Sumber: Blibli

Sejalan dengan Tokopedia, Blibli mengungkap bahwa salah satu alasan mereka tertarik mengadakan BEC adalah karena mereka melihat betapa tingginya minat akan esports di Indonesia. Hal ini mendorong mereka untuk ikut serta dalam membangun ekosistem esports.

“Kami mendukung esports karena sejalan dengan semangat serta komitmen Blibli sebagai ecommerce lokal yang ingin terus mendorong pemberdayaan kepada masyarakat,” kata Lani. “Melalui esports, Blibli berharap anak-anak muda dapat menggunakan konten teknologi atau games untuk pengembangan diri, seperti membentuk sportivitas, teamwork, kemampuan strategic thinking, dan membuka lapangan pekerjaan baru serta membangun karir untuk para gamers muda Indonesia, termasuk salah satunya menjadi atlet esports.”

Singkatnya, baik Blibli maupun Tokopedia mendukung esports dengan harapan industri ini bisa berkembang lebih besar lagi. Dengan begitu, semakin banyak gamer Indonesia yang bisa unjuk gigi. Tak hanya itu, semakin besar industri esports, semakin banyak pula lowongan pekerjaan baru yang muncul.

Tak ada yang salah dengan semua tujuan altruistik ini. Hanya saja, Blibli, Tokopedia, atau ecommerce lainnya tetaplah perusahaan yang dibangun untuk mendapatkan untung. Mustahil rasanya mereka rela mengeluarkan uang hingga beratus-ratus juta atau bahkan bermiliar rupiah jika tak ada untung yang bisa didapat perusahaan.

Jadi, pertanyaannya adalah keuntungan apa yang bisa didapatkan oleh perusahaan ecommerce jika mereka masuk ke dunia esports? Jawabannya sederhana: perhatian penonton. Pada 2018, jumlah penonton esports di dunia mencapai 395 juta orang, menurut data dari Newzoo. Angka ini terus naik, menjadi 443 juta pada 2019, dan diperkirakan menjadi 495 juta pada 2020. Jadi, tidak heran jika perusahaan non-endemik, seperti ecommerce, tertarik untuk aktif di industri esports.

Pertumbuhan jumlah penonton esports dari tahun ke tahun. | Sumber: Newzoo
Pertumbuhan jumlah penonton esports dari tahun ke tahun. | Sumber: Newzoo

Jika tujuan ecommerce masuk esports untuk menarik perhatian fans esports, hal ini sesuai dengan penjelasan Diana. Dia berkata, salah satu KPI (Key Performance Indicator) yang mereka harus capai saat menyelenggarakan HSL adalah impresi. “Impression itu mencakup semua, dari viewer, Instagram, influencer, dan media juga,” ujar Diana. “Tapi, target offline-nya berbeda.”

Memang, dalam konferensi pers High School League Season 2, pihak JD.id mengungkap, menjadi sponsor dari turnamen esports ini merupakan bagian dari strategi marketing mereka. Pasalnya, dengan menjadi title sponsor, nama JD.id akan selalu disandingkan dengan HSL. Tak hanya itu, logo mereka juga akan ditampilkan di semua atribut HSL. Jadi, melalui HSL, JD.id akan dapat meningkatkan brand awareness masyarakat, khususnya di kalangan siswa SMA atau setara, orangtua, dan pihak sekolah.

Setelah mengadakan turnamen esports sendiri, Blibli berhasil menjangkau penonton esports. Ketika ditanya tentang dampak yang telah Blibli rasakan setelah mereka masuk ke dunia esports, Lani menjawab, “Dampak dari penyelenggaraan esports bagi kami tentunya bisa menjangkau audience millenials yang lebih muda menjadi pelanggan Blibli. Selain itu, kami juga melihat penjualan khususnya voucher game terus meningkat, partner-partner yang menyediakan perlengkapan gaming semakin bertambah.”

Memanfaatkan hype esports sebagai alat marketing, apakah ini salah? Tentu tidak. Tak bisa dipungkiri, esports tengah populer, apalagi di tengah pandemi. Jika perusahaan ecommerce — atau perusahaan non-endemik lain — tertarik untuk mendukung pelaku esports agar mereka bisa memperkenalkan brand mereka para penonton esports, tak ada yang salah dengan itu. Toh, semakin banyak perusahaan yang tertarik mendukung pelaku esports, semakin baik.

Namun, tidak semua turnamen esports mendewakan view. Setidaknya, hal inilah yang dipercaya oleh Michael. Dia berkata, “Kalau dari saya pribadi, sebenarnya setiap event esports pasti punya tujuan masing-masing. Memang benar, tujuan itu bisa jadi view, awareness, dan lain-lain. Tapi, nggak sedikit juga event yang memang tujuan utamanya untuk mencari bibit baru dan tidak sekadar viewers sih.”

 

Penutup

Bayangkan jika Anda sedang jatuh cinta pada seseorang yang punya ketertarikan yang berbeda dengan Anda. Bukankah Anda juga akan berusaha untuk memahami hal yang disukai oleh gebetan Anda? Tujuannya, agar Anda dan si dia punya bahan obrolan. Dan mungkin, dari sana, kalian bisa jadi lebih dekat dan berakhir menjadi sepasang kekasih.

Perusahaan non-endemik, dalam hal ini ecommerce, juga begitu. Mereka tahu bahwa target konsumen mereka di masa depan — generasi Milenial dan Gen Z — kini tengah sangat suka dengan konten game dan esports. Tentu saja, mereka tak akan melewatkan kesempatan ini. Mereka ikut masuk ke dunia esports sebagai bentuk pedekate dengan fans esports. Dari sana, mungkin saja ada yang berakhir dengan checkout keranjang belanja.

Sumber header: Blibli

JD.id Sets Focus on the On-Demand Service Through JD Life

JD.id has entered the on-demand business through its latest unit, JD Life. There are 12 service categories in total, providing a variety of features to help with everyday life, from installation, maintenance, to cleaning services.

To order these services, users can use the JD.id website or application. All services are included in the JD Life category. The ordering process is similar to ordering any goods in general. After making a payment, the JD Life team or designated service provider partners will contact the customer in a maximum of 48 hours after that.

JD Life Head Operations Ryan Sebastian told DailySocial, “The range of JD Life services depends on each category, but currently, almost all major cities in Indonesia can order and enjoy JD Life services.”

Regarding partners, Ryan also explained that JD Life collaborates with certain companies that provide services to perform some services. There are no further details of the partner companies. It is expected that the JD Life feature can be an extra value for them.

“Through JD Life’s agreements with various national to multinational companies which also experts in their fields, we can ensure that our service standards and quality are always well standardized and professional,” he added.

JD Life alone has actually been operated since 2019, he said, his team is optimistic that by the end of the year they can serve 35 thousand users’ demand.

Berbagai layanan yang disajikan JD Life
JD Life various services

On-demand is not the latest innovation

Analyzing the past few years, on-demand services that facilitate people to order AC maintenance services, cleaning services, to laundry services have actually started to rise since the 2016s. The on-demand model was adapted and extended after Gojek, Grab, Seekmi, and several other players managed to achieve a market-fit product, aka being accepted by the market.

At that time, various applications appeared, starting from Tukang, Otomontir, Masto, ApotikAntar, KlikTukang, and others. Even startups in rural areas were trying to work on local markets around the area, for example, Tripy and Ponjek in Pontianak; or Yoofix and Hipcar in Yogyakarta. Until the last few months, there were still new players emerging, for example, Help Indonesia, D-Laundry, Sneakershoot, and HepiCar.

On the other hand, GoLife as part of Gojek’s business unit in related fields was discontinued this year. They chose to deepen their core business and explore other businesses, such as ticketing, fintech, and video streaming. This means that there are dynamics – or even market changes – that have occurred, therefore, that it is considered less promising to continue, at least according to Gojek.

Responding to this, Ryan said that during this pandemic his company found an increase in interest in using related services.

“The fulfillment of the need for services is still very high during this pandemic period. Therefore, during this pandemic, JD Life focused on ensuring the provision of safe and comfortable services for our customers and service providers. On the other hand, we have also compiled a number of strategies and collaborations to enlarge and expand the scope of JD Life services,” Ryan said.

D-Laundry’s CEO Ridhwan Basalamah has a similar opinion, the impact of the pandemic can also be seen as an opportunity for on-demand services. He said, “The concern about Covid-19 infection has made people pay more attention to cleanliness, one of which is clothes, this should be used by laundry businessmen as a momentum to promote safe and comfortable services to the community.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

JD.id Seriusi Bisnis Layanan “On-Demand” Lewat JD Life

JD.id mulai masuk ke bisnis on-demand melalui unit terbarunya JD Life. Total ada 12 kategori layanan, menyediakan berbagai fitur untuk membantu kehidupan sehari-hari, mulai dari layanan pemasangan, perawatan, hingga pembersihan.

Untuk memesan layanan tersebut, pengguna dapat memanfaatkan situs web atau aplikasi JD.id. Semua layanan ada di kategori JD Life. Proses pemesanannya mirip dengan proses order barang pada umumnya. Setelah melakukan pembayaran, tim JD Life atau mitra penyedia layanan yang ditunjuk akan menghubungi pelanggan maksimal 48 jam setelahnya.

Kepada DailySocial, JD Life Head Operations Ryan Sebastian mengatakan, “Jangkauan dari layanan JD Life tergantung pada masing-masing kategori, namun saat ini hampir di semua kota besar di Indonesia sudah dapat memesan dan menikmati jasa/layanan JD Life.”

Terkait mitra, Ryan juga menjelaskan bahwa JD Life bekerja sama dengan perusahaan tertentu yang menyediakan jasa untuk mengerjakan tugas terkait. Tidak disebutkan detail nama-nama perusahaan mitra tersebut. Diharapkan hadirnya fitur JD Life ini dapat menjadi nilai ekstra bagi mereka.

“Melalui kesepakatan kerja sama JD Life dengan beragam perusahaan nasional hingga multinasional yang ahli di bidangnya, kami dapat memastikan standar dan kualitas layanan kami selalu terstandardisasi dengan baik dan profesional,” imbuhnya.

JD Life sendiri sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2019 lalu, ia mengatakan pihaknya optimis sampai akhir tahun bisa mencapai 35 ribu layanan terjual.

Berbagai layanan yang disajikan JD Life
Berbagai layanan yang disajikan JD Life

Layanan on-demand bukan hal baru

Menelusur beberapa tahun ke belakang, layanan on-demand yang memudahkan orang untuk memesan jasa perawatan AC, jasa kebersihan, hingga jasa pencucian baju sebenarnya sudah mulai marak sejak tahun 2016an. Model on-demand diadaptasi dan semakin luas setelah Gojek, Grab, Seekmi, dan beberapa pemain lainnya berhasil capai product market-fit alias diterima pasar.

Kala itu berbagai aplikasi bermunculan, mulai dari Tukang, Otomontir, Masto, ApotikAntar, KlikTukang, dan lain-lain. Bahkan juga lahir startup di daerah-daerah yang coba garap pasar lokal di sekitarnya, misalnya Tripy dan Ponjek di Pontianak; atau Yoofix dan Hipcar di Yogyakarta. Sampai beberapa bulan terakhir pun masih terus bermunculan pemain baru, misalnya Help Indonesia, D-Laundry, Sneakershoot, dan HepiCar.

Di lain sisi, GoLife sebagai unit bisnis Gojek di bidang terkait justru dihentikan tahun ini. Mereka memilih memperdalam core business dan mengeksplorasi bisnis lain, misalnya ticketing, fintech, dan video streaming. Artinya sudah ada dinamika –atau bahkan perubahan pasar—yang terjadi, sehingga untuk terus dilanjutkan dinilai kurang menjanjikan, setidaknya menurut Gojek.

Menanggapi hal tersebut, Ryan mengatakan selama pandemi ini perusahaannya mencatat adanya peningkatan minat untuk penggunaan layanan terkait.

“Pemenuhan atas kebutuhan akan jasa/layanan masih sangat tinggi selama periode pandemi ini. Oleh karena itu, selama pandemi ini JD Life fokus dalam memastikan penyediaan layanan yang aman dan nyaman bagi para pelanggan maupun penyedia layanan kami. Di sisi lain kami juga telah menyusun sejumlah strategi dan kolaborasi untuk memperbesar dan memperluas cakupan dari layanan JD Life,” jelas Ryan.

Hal senada juga disampaikan CEO D-Laundry Ridhwan Basalamah, dampak pandemi juga bisa dilihat sebagai peluang tersendiri bagi layanan on-demand. Ia berkata, “Kekhawatiran akan infeksi Covid-19 membuat banyak orang kini lebih telaten memperhatikan kebersihan, salah satunya pakaian, hal ini harus dimanfaatkan oleh pebisnis laundry sebagai momentum untuk mempromosikan jasa yang aman dan nyaman kepada masyarakat.”

Application Information Will Show Up Here

TokoCabang to Disrupt Tokopedia’s Business Model

It’s been over a year that Tokopedia’s fulfillment service, TokoCabang, launched to the public. This is part of Tokopedia’s ambition to become an IaaS (infrastructure-as-a-service) platform.

TokoCabang started to disrupt Tokopedia’s core business model, which was originally a pure C2C marketplace, to becoming semi B2C.

TokoCabang is operated by a partner appointed by Tokopedia, namely PT Bintang Digital Internasional under the brand Haistar. It is an e-logistics company founded in 2018. Another partner is Titipaja, the latest business unit of Anteraja‘s last-mile logistics service.

Haistar has warehouses around Jakarta, Bandung, and Surabaya. They were also chosen as Pos Indonesia’s partners for “Haipos” in optimizing the company’s assets in Medan, Palembang, and Makassar.

According to a TokoCabang seller kit, Tokopedia merchants with a minimum reputation of Gold 1 or Official Store can utilize partner warehouses to deposit their goods so they can reach consumers faster.

Moreover, some warehouses that can be used by merchants are Haistar Gading, Haistar Kamal, Haistar Bandung, Haistar Surabaya, and Haistar Makassar. Titipaja is currently available in Cililitan, Jakarta because it was just launched earlier this year. However, the company plans to expand to Bandung, Medan, Denpasar, and Pontianak.

TokoCabang practices semi B2C concept where the warehouse partners, in this case Haistar and Titipaja, will receive the fees from merchants calculated based on monthly volume. For example, if it’s over 1000 units, a fulfillment fee of IDR 2,400 per unit is charged for each item sold and a storage fee of IDR 2,000 per unit per month.

The cost is considered more efficient than merchants having to open branches with their own warehouses, also to think of labor costs, packaging costs, and warehouse expenses. This is a win-win solution created by Tokopedia for all stakeholders.

This pandemic limits mobility, including in meeting daily needs. As result shopping patterns tend to shift from offline to online. The number of online sellers has increased.

According to the company’s internal records, there were one million new sellers to 8.3 million in May 2020 within three months.

A game-changer in the e-commerce sector

Tokopedia’s solution can be said to be different from what other B2C e-commerce platforms offer, for example, Blibli, Lazada, and JD.id.

All B2C players multiply physical assets, in the form of warehouses, to store items for sale. Having a warehouse that is spread out at several points in each city means a shorter delivery distance. Delivery time will be much shorter and shipping costs paid by consumers will be even cheaper.

Earlier this year, Blibli plans to add warehouses to 21 units, as well as hubs and mobile hubs, to 43 units to accelerate delivery. JD.id currently has 11 warehouses around Medan, Jakarta, Semarang, Pontianak, Surabaya, and Makassar. Whereas Lazada has 12 warehouses and 75 hubs. The largest ones are in Cilodong, Makassar, Surabaya, and Balikpapan.

This month, Tokopedia is to expand TokoCabang in Makassar, Medan, and Palembang. Since it was launched in Jakarta, Bandung, and Surabaya, sellers who take advantage of this do not need to consider operational issues – both when receiving orders, packing, and even delivering to couriers, especially when facing surging demand.

Tokopedia’s Head of Fulfillment Erwin Dwi Saputra explained, during the pandemic, there was a significant jump in the number of orders handled by TokoCabang by 2.5 times in the second quarter compared to the first quarter of this year.

One of TokoCabang consumers is Big Bad Wolf event, which holds an online book bazaar on May 27-May 3 and June 24-30. Hundreds of thousands of books are sold, packaged, and distributed to various regions faster through the TokoCabang.

Consumers who choose services through Tokopedia can utilize the “Dilayani Tokopedia (Fulfillment by Tokopedia)” filter on the search page.


The original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bagaimana TokoCabang Ubah Lanskap Model Bisnis Tokopedia

Sudah setahun lebih TokoCabang, layanan pemenuhan pesanan (fulfillment service) dari Tokopedia, diperkenalkan ke publik. Ini adalah bagian ambisi Tokopedia menjadi platform IaaS (infrastructure-as-a-service).

TokoCabang mulai mengaburkan lanskap model bisnis inti Tokopedia yang awalnya adalah marketplace murni C2C, menjadi semi B2C.

TokoCabang dioperasikan mitra yang ditunjuk Tokopedia, yakni PT Bintang Digital Internasional dengan nama brand Haistar. Mereka adalah perusahaan e-logistic yang berdiri pada 2018. Mitra lain yang ditunjuk adalah Titipaja, unit bisnis terbaru layanan logistik last mile Anteraja.

Haistar memiliki gudang yang tersebar di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Mereka juga terpilih sebagai mitra Pos Indonesia untuk “Haipos” dalam rangka optimalisasi aset perseroan yang berada di Medan, Palembang, dan Makassar.

Menurut keterangan seller kit TokoCabang, merchant Tokopedia dengan minimal reputasi Gold 1 atau Official Store dapat memanfaatkan gudang mitra untuk menitipkan barang-barangnya agar lebih cepat sampai ke konsumen.

Adapun lokasi gudang yang dapat dimanfaatkan merchant sejauh ini ada di Haistar Gading, Haistar Kamal, Haistar Bandung, Haistar Surabaya, dan Haistar Makassar. Sementara Titipaja baru tersedia di Cililitan, Jakarta, karena layanan baru beroperasi pada awal tahun ini. Kendati begitu, perusahaan berencana untuk ekspansi ke Bandung, Medan, Denpasar, dan Pontianak.

TokoCabang menggunakan konsep semi B2C karena mitra gudang dalam hal ini Haistar dan Titipaja akan menerima ongkos yang dibayarkan merchant dan dihitung berdasarkan volume bulanan. Misalnya, untuk volume lebih dari 1000 unit dikenakan biaya fulfillment Rp2.400 per unit untuk setiap barang yang terjual dan biaya penyimpanan Rp2.000 per unit tiap bulan.

Biaya tersebut terhitung lebih efisien ketimbang merchant harus buka cabang dan buka gudang sendiri karena harus memperhatikan biaya pekerja, biaya pengemasan, dan beban gudang. Ini adalah solusi win-win yang diciptakan Tokopedia untuk semua stakeholder.

Pandemi membuat mobilitas menjadi sangat terbatas, termasuk dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Alhasil pola belanja cenderung bergeser dari offline ke online. Jumlah penjual online pun meningkat.

Menurut catatan internal perusahaan, ada penambahan satu juta penjual baru menjadi 8,3 juta penjual pada Mei 2020 dalam kurun waktu tiga bulan.

Game changer untuk dunia e-commerce

Solusi Tokopedia bisa dikatakan berbeda dengan apa yang ditawarkan platform e-commerce B2C lain, misalnya Blibli, Lazada, dan JD.id.

Semua pemain B2C memperbanyak aset fisik, berupa gudang, untuk menyimpan barang-barang yang dijual. Memiliki gudang yang tersebar di beberapa titik di tiap kota berarti semakin pendek jarak pengiriman. Waktu pengiriman akan jauh lebih singkat dan ongkos kirim yang dibayarkan konsumen akan semakin murah.

Pada awal tahun ini, Blibli berencana menambah gudang menjadi 21 unit, serta hub dan mobile hub, menjadi 43 unit untuk percepat pengiriman. JD.id saat ini memiliki 11 gudang yang tersebar di Medan, Jakarta, Semarang, Pontianak, Surabaya, dan Makassar. Sedangkan Lazada memiliki 12 gudang dan 75 hub. Gudang terbesarnya ada di Cilodong, Makassar, Surabaya, dan Balikpapan.

Tokopedia sendiri pada bulan ini akan menambah kehadiran TokoCabang di Makassar, Medan, dan Palembang. Dalam keterangan resmi, sejak diluncurkan di Jakarta, Bandung, dan Surabaya, penjual yang memanfaatkan ini tidak perlu mempertimbangkan isu operasional — baik ketika menerima pesanan, mengemas, hingga mengantar ke kurir, terutama ketika menghadapi lonjakan permintaan.

Head of Fulfillment Tokopedia Erwin Dwi Saputra menjelaskan, selama pandemi terjadi lonjakan signifikan dalam jumlah pesanan yang ditangani TokoCabang hingga 2,5 kali lipat pada kuartal kedua dibandingkan kuartal pertama tahun ini.

Pengguna TokoCabang salah satunya adalah Big Bad Wolf yang menggelar bazar buku online pada 27 Mei-3 Mei dan 24-30 Juni lalu. Ratusan ribu buku terjual, dikemas, dan didistribusikan ke berbagai wilayah dengan lebih cepat lewat TokoCabang.

Konsumen yang memilih pelayanan melalui Tokopedia bisa memanfaatkan filter “Dilayani Tokopedia” di halaman pencarian.

Application Information Will Show Up Here