Kolaborasi Startup dan Bank Digital untuk Memperkuat Inovasi dan Inklusi Keuangan

Ada masa di mana korporasi sempat menganggap eksistensi startup sebagai sebuah tantangan. Namun, dari tahun ke tahun, anggapan ini makin kabur tatkala kedua pihak kini saling berkolaborasi, mengisi satu sama lain untuk memenangkan pasar.

Di sektor perbankan, fenomena baru yang terjadi adalah startup besar mulai berinvestasi dan menjadi pemegang saham mayoritas di bank-bank yang baru bertransformasi menjadi bank digital. Misalnya, Akulaku masuk ke Bank Neo Commerce (BNC), lalu Gojek berinvestasi ke Bank Jago, dan Sea Group, induk usaha Shopee, yang kabarnya masuk ke Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE).

Saat ini Akulaku, melalui PT Akulaku Silvrr Indonesia, tengah berupaya meningkatkan kepemilikan sahamnya di BNC lewat skema right issue. Dengan aksi ini, kepemilikan Akulaku bakal naik dari 24,98% menjadi 27,25%. Adapun Akulaku telah masuk menjadi pemegang saham BNC sejak 2019.

Kemudian, pada pertengahan Desember 2020, Gojek Group melalui anak usahanya GoPay (PT Dompet Anak Karya Bangsa) menyuntikkan investasi ke Bank Jago berupa penyertaan saham sebesar 22% pada akhir 2020.

Sementara itu, belum ada konfirmasi apapun mengenai keterlibatan Sea Group di BKE. Namun, sudah ada bukti kuat berdasarkan informasi dari laman perekrutan yang menyebutkan ada penempatan baru di “Sea Money-Bank BKE”.

Di luar negeri, dinamika bank digital sudah berjalan cepat. Ambil contoh, Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) telah menerbitkan izin operasi bank digital kepada empat kelompok perusahaan. Keempat perusahaan penerima lisensi ini adalah (1) Ant Group anak usaha Alibaba Group, (2) konsorsium Grab-Singapore Telecommunication Limited (Singtel), (3) Sea Group induk dari Shopee, dan (4) konsorsium yang terdiri dari perusahaan asal Tiongkok, termasuk Greenland Financial Holdings.

Lalu, apa arti dari sinergi antara startup dan bank digital ini? Bagaimana sinergi keduanya bisa saling menguntungkan tanpa menerobos aturan yang ada? Sektor perbankan adalah high regulated sector yang memiliki manajemen risiko tinggi jika bicara pengembangan produk dan layanan.

Permodalan kuat dan pengembangan inovasi

Meski belum jelas terminologi bank digital dan regulasi yang mendukung, cikal bakal menuju bank digital sebetulnya sudah muncul ketika BTPN meluncurkan Jenius. Langkah ini kemudian diikuti DBS melalui Digibank. Hanya saja, Jenius dan Digibank belum sahih dikatakan sebagai bank digital karena proses bisnisnya masih berada di atap perusahaan empunya.

Untuk itu bank-bank digital seperti Bank Jago dan BNC melakukan transformasi besar-besaran dengan berganti wajah dan branding baru demi mengokohkan posisinya sebagai bank digital. Bank Jago adalah identitas baru dari nama sebelumnya Bank Artos, sedangkan BNC sebelumnya bernama Bank Yudha Bhakti (BYB).

Pergantian nama Bank Jago pada Juni 2020 menyusul aksi akuisisinya oleh grup investor yang dipimpin Jerry Ng dan Patrick Waluyo lewat PT Metamorfosis Indonesia (MEI) dan Wealth Track Technology (WTT). Jerry Ng adalah eks Direktur Utama BTPN selama satu dekade yang juga orang di balik pengembangan inovasi Jenius, sedangkan Patrick Waluyo merupakan Co-Founder Northstar Group, salah satu mantan pemilik BTPN.

Kemudian, Akulaku masuk menjadi pemegang saham di BNC pertama kali pada Maret 2019 dengan kepemilikan 8,9% dari pemegang saham pengendali saat itu PT Gozco Capital. Platform fintech ini terus menambah kepemilikan sahamnya untuk menjadi pemegang saham pengendali.

Dalam pemberitaan sebelumnya, Direktur Utama Bank Yudha Bhakti Tjandra Gunawan telah menegaskan bahwa pihaknya mengalihkan keseluruhan proses kerja dan model bisnis sebagai bank konvensional menjadi digital, tak terkecuali keberadaan kantor cabang yang jumlahnya bakal dibatasi.

Untuk memperkuat SDM di internal, BNC bahkan merekrut banyak talent di bidang teknologi dan turut dibantu kerja sama oleh dua perusahaan teknologi raksasa, yakni Huawei dan Sunline.

Dihubungi DailySocial baru-baru ini, Tjandra kembali menegaskan bahwa BNC berupaya hadir dengan positioning yang berbeda melalui kolaborasinya dengan Akulaku. Pihaknya akan menyasar segmen ritel dan UMKM melalui sejumlah produk digital banking.

“Akulaku sebagai salah satu pemegang saham di BNC adalah perusahaan fintech yang berfokus pada e-commerce, financing B2B, dan pembiayaan digital lainnya, sehingga ke depannya BNC dan Akulaku akan melakukan kombinasi segmen pasar,” ujar Tjandra.

Sementara itu, belum diketahui alasan Sea Group masuk melalui BKE. Jika ini benar, bisa jadi BKE akan bernasib sama seperti dua contoh bank di atas, yakni hadir dengan identitas baru. Tampaknya, akan sulit untuk maju tanpa identitas baru bagi perusahaan legacy yang ingin melakukan transformasi besar-besaran.

Pengembangan produk dan integrasi ke ekosistem layanan

Keterlibatan Gojek, Akulaku, dan Shopee (Sea Group) memiliki benang merah yang sama, yakni upaya untuk memadukan inovasi terhadap ekosistem layanan digital bagi masyarakat yang masih banyak belum terpapar layanan perbankan.

Bank merupakan bisnis kepercayaan, sedangkan platform digital memiliki kekuatan pada inovasi teknologi. Dalam hal ini, bank bisa mendorong layanan keuangan masuk ke dalam ekosistem layanan platform yang lebih luas dengan basis pelanggan besar.

Gojek telah memiliki ekosistem layanan dari A sampai Z. Demikian juga Shopee yang menurut data iPrice merupakan e-commerce dengan pengunjung bulanan terbesar di Indonesia pada kuartal pertama 2020. Sementara Akulaku membidik ekosistem keuangan yang komprehensif, mulai dari marketplace, P2P lending, hingga pembiayaan.

Mengutip KrAsia, CEO Akulaku William Li mengatakan bahwa potensi perbankan digital di Asia Tenggara sangat besar. “Kami melihat ada 400 juta pekerja, tetapi hanya 5%-10% yang menggunakan layanan perbankan digital. Artinya, kami punya 300 juta pelanggan potensial,” tutur Li. Menurutnya, apabila Akulaku dapat menggarap sekitar 5%-10% dari pangsa pasar tersebut, perusahaan dapat berpotensi meraup pencapaian yang lebih besar.

Dari sisi teknologi, Tjandra juga menyebutkan bahwa pihaknya akan mengoptimalkan pengemba ngan teknologi dan digitalisasi loan origination system dan online financing terkait pemberian persetujuan dan penyaluran kredit. Ke depannya, kordinasi dan integrasi ini dapat menjadi percontohan ekosistem yang bisa direplikasi ke marketplace lain.

Selain itu, BNC akan mengembangkan open banking di sistem pembayaran melalui perumusan Standar Open API sehingga proses transaksi dan identifikasi akan lebih seamless. “Ini merupakan piloting project produk digital di platform Akulaku serta untuk penggunaan BNC Virtual Account guna yang memudahkan customer melakukan pembayaran,” tambah Tjandra.

Platform Kategori Ekosistem Layanan Pengguna/Visitor
Gojek Ride-hailing
  • Food Delivery & Shopping

(GoFood, GoShop, GoMart, GoMall

  • News and Entertainment

(GoTix, GoPlay, GoGames)

  • Payments

(GoPay, GoInvestasi, GoPulsa)

  • Transport & Logistics

(GoCar, GoRide, GoSend, GoBox)

29,2 juta (Nov 2019)
Shopee E-commerce
  • Shopping

(Shopee Mall, Shopee Mart)

  • Payments

(Shopee Pay, Shopee PayLate)

  • Logistics

 (Dikelola Shopee)

71,5 juta (Q1 2020)
Akulaku Fintech
  • Marketplace
  • P2P Lending
  • Multifinance
6 juta (2020)

Sementara itu, Chief Corporate Affairs Gojek Nila Marita mengungkap bahwa Gojek dan Bank Jago saat ini tengah mempersiapkan sinergi layanan perbankan digital. Hal ini sejalan dengan upaya perusahaan untuk meningkatkan inklusi keuangan di seluruh lapisan masyarakat.

Berdasarkan laporan Google, Temasek, and Bain & Company, sebanyak 52% atau sekitar 95 juta penduduk dewasa di Indonesia tidak memiliki rekening bank dan lebih dari 47 juta penduduk dewasa tidak memiliki akses memadai kepada kredit, investasi, dan asuransi. Di sisi lain, penetrasi smartphone di Indonesia telah mencapai hingga 70%-80%. Ini menandakan masyarakat Indonesia sudah siap untuk menerima layanan perbankan digital.

“Jumlah penduduk yang belum memiliki rekening bank masih sangat banyak di Indonesia. Maka itu, Gojek bersama Bank Jago akan menyediakan layanan perbankan digital di platform Gojek untuk memudahkan akses terhadap layanan keuangan,” ujarnya kepada DailySocial.

Mengacu pada hal tersebut, kolaborasi startup dan bank digital dapat mendorong penetrasi inklusi keuangan. Salah satu use case-nya adalah platform digital bisa menjadi front-end channel untuk pembukaan rekening online. Inilah yang tengah disiapkan Gojek dan Bank Jago sebagai rencana sinergi awal mereka. Konsep serupa sebetulnya sudah diterapkan sejumlah bank di Indonesia, seperti pembukaan rekening online BRI di platform Grab.

Dengan memanfaatkan platform sebagai jalan masuk, masyarakat dapat terpapar oleh ekosistem layanan platform yang terintegrasi. Bank Jago dapat memanfaatkan ekosistem layanan Gojek untuk meningkatkan penetrasi layanannya, demikian juga berlaku pada BNC-Akulaku dan Sea Group-BKE. Ini berarti upaya pemerintah untuk mendorong inklusi keuangan di seluruh lapisan masyarakat bisa semakin cepat terealisasi.

Langkah selanjutnya adalah transfer teknologi. Ini merupakan harga mahal yang harus dibayar untuk me-leverage inovasi teknologi yang telah dibangun oleh Gojek, Shopee, dan Akulaku. Akan lebih leluasa mengembangkan inovasi ketimbang bersinergi tanpa komitmen investasi.

Namun, mengingat regulasi yang ada saat ini belum mengakomodasi bank digital, pemain inovasi keuangan masih wait and see tentang limitasi dan potensi-potensi pengembangan bisnis di masa mendatang.

Jenius Starts Targeting SMEs, Introducing Two New Services

Aiming to support new business owners, Jenius launched two new services, the Jenius business account, and the Bisniskit application. Rolled out for free, the application offers some features to new business owners or SME players.

“Through the spirit and process of co-creation, Jenius continues to get ideas, input, and insights from digital-savvy. From this process, we find that there is an aspiration to develop a bigger business. Jenius is here for business needs, therefore, those digital-savvy can easily manage their businesses.” Head of BTPN’s Digital Banking Business Product, Waasi Sumintardja said.

To date, Jenius has recorded a total of 90 thousand users. The Jenius business and Bisniskit accounts can only be used by small business owners. Companies or business owners who are classified as large and already have their own company accounts, cannot take advantage of both applications.

“Unlike the other POS platforms, our Jenius business and Bisniskit accounts are free of charge. In addition, all new users and those previously registered with Jenius can take advantage of this application for free for a lifetime,” Waasi said.

A complete integrated feature

The Jenius business account has several excellent features. First, a “Send It”, menu to make it easier to send money; second, an “In & Out” menu for transaction history; and the third, “mCard” virtual debit card for online transactions.

In addition, users also get $Cashtag and a new account number to send and receive money with Jenius Contacts, which functions to store phone numbers and e-mails for business purposes. Until now, the Jenius Bisnis application has been used by users for daily transactions around 2-3 times per day.

Meanwhile, the Bisniskit application from Jenius is presented to simplify business inquiries for users. Bisniskit has two main menus, shop and cashier.

Through the Shop menu, users can manage their business by using unique features, such as “Dashboard” which provides information and current business or store conditions, “Products” to record products and browse stocks, “Expenses” to record, schedule, and view expense history, “Customers” to store and view customer data, and “Shop Settings” to manage stores and provide access to employees.

“In this application, Bisniskit can be used by 10 people. It is expected that the new business owners can employ family or close relatives to facilitate their business going digital,” Waasi added.

Previously, Youtap has launched a similar service targeting SMEs who want to adopt the digital business. What makes Youtap different is the platform can use QR Code and provide SKU up to 2 thousand more to users.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Jenius Mulai Incar Pelaku UKM, Luncurkan Dua Layanan Baru

Bertujuan untuk membantu pemilik usaha baru, Jenius meluncurkan dua layanan baru yakni akun bisnis Jenius dan aplikasi Bisniskit. Digulirkan secara gratis, aplikasi tersebut menawarkan sejumlah kemudahan kepada pemilik usaha baru atau di tingkat UKM.

“Melalui semangat dan proses kokreasi, Jenius terus mendapatkan ide, masukan serta insight dari digital savvy. Dari proses tersebut, kami menemukan adanya aspirasi mengembangkan bisnis lebih besar lagi. Kini Jenius juga hadir untuk kebutuhan bisnis sehingga digital savvy dapat dengan mudah mengelola kebutuhan bisnisnya,” kata Digital Banking Business Product Head BTPN Waasi Sumintardja.

Secara keseluruhan saat ini Jenus sudah memiliki sekitar 90 ribu pengguna. Adapun akun Jenius bisnis dan Bisniskit hanya bisa digunakan oleh pemilik usaha kecil saja. Untuk perusahaan atau pemilik usaha yang tergolong besar dan sudah memiliki rekening perusahaan sendiri, tidak bisa memanfaatkan kedua aplikasi tersebut.

“Berbeda dengan platform POS lainnya, akun Jenius bisnis dan Bisniskit kami tidak dikenakan biaya. Jadi semua pengguna baru dan yang sebelumnya sudah terdaftar di Jenius bisa memanfaatkan aplikasi ini secara cuma-cuma untuk seterusnya,” kata Waasi.

Fitur lengkap terintegrasi

Akun bisnis Jenius memiliki beberapa fitur unggulan. Pertama ada “Send It”, memudahkan untuk kirim uang; kedua da “In & Out” untuk mencatat dan menelusuri histori transaksi; dan yang ketiga “m­Card” kartu debit virtual untuk transaksi online.

Selain itu para pengguna juga mendapatkan $Cashtag dan nomor rekening baru untuk kirim dan terima uang serta Jenius Contacts yang berfungsi untuk menyimpan nomor telepon dan email untuk keperluan bisnis. Jenius mencatat hingga saat ini untuk aplikasi Jenius Bisnis sudah digunakan oleh pengguna untuk transaksi harian sekitar 2-3 kali per harinya.

Sementara aplikasi Bisniskit dari Jenius dihadirkan agar membantu pengguna mengelola bisnis dengan lebih simpel. Bisniskit memiliki dua menu utama, yaitu Toko dan Kasir.

Melalui menu Toko, pengguna dapat mengelola bisnisnya dengan menggunakan fitur-­fitur unik, seperti “Dashboard” yang menyajikan informasi dan kondisi terkini bisnis atau toko, “Produk” untuk mencatat produk dan mengetahui stok yang dimiliki, “Pengeluaran” untuk mencatat, membuat jadwal, dan melihat histori pengeluaran, “Pelanggan” untuk menyimpan dan melihat data pelanggan, dan “Pengaturan Toko” untuk mengelola toko dan memberikan akses kepada karyawan.

“Dalam aplikasi tersebut Bisniskit bisa digunakan oleh 10 orang, harapannya bagi pemilik usaha baru bisa mempekerjakan famili atau kerabat dekat agar bisnis mereka lebih mudah dijalankan secara digital,” kata Waasi.

Sebelumnya Youtap juga telah meluncurkan layanan serupa yang juga menyasar pelaku UKM yang ingin mengadopsi bisnis mereka secara digital. Bedanya untuk layanan Youtap sudah bisa menggunakan QR Code dan menyediakan SKU hingga 2 ribu lebih kepada pengguna.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Indonesia to Realize Digital Bank Initiative in 2020

We have witnessed various digital banking innovations in the last decade. Mobile and internet banking can be examples of banking digitalization that is most related to daily life. Thanks to this innovation, it is easier for customers to perform financial transactions.

Indonesian banks have also begun to explore service connectivity through the Open API strategy. The digital business growth in this country driven by e-commerce and fintech platforms and to be said as a driven factor for banks to develop these innovations. Currently, cross-platform transactions are very possible.

In recent years, fintech has played a significant role in providing access to efficient and practical financial services. Fintech managed to disrupt the traditional banking business model with a fast onboarding process.

Based on the 2019 Fintech Report, 79.9% of 747 respondents in Indonesia used digital wallet services, followed by investment (31.5%), paylater (30.9%), online multifinance (12%), insurtech (11, 8%), crowdfunding (8.2%), P2P lending (6.2%), and remittance (2.4%).

The role of fintech in the financial ecosystem has become a momentum for banks to innovate. Beyond its mobile banking services, a number of banks in Indonesia are very eager in developing digital financial products, both independent and through collaboration. Also, customers can now open savings accounts through mobile banking applications and digital platforms.

In the context of digitalization, the above efforts are certainly relevant to the demand of today’s users. However, these are not enough in order to reach broader financial inclusion. The population of people who don’t have access to financial services (unbanked) is quite large. The limited number of ATMs and branch offices are an obstacle for banks.

Google, Temasek, Bain & Company report in October 2019 noted that there were 92 million Indonesians in the unbanked segment (50.83%), followed by the banked segment at 42 million people (23.20%), and the underbanked segment 47 million (25.97%).

The Indonesian banking industry is aware of this phenomenon that today’s financial products are not only monopolized by banks. This situation also indicates that banks have not been able to close the gap between the ones with financial literacy and those who are yet to aware of this, with the traditional business model.

Digital bank in Indonesia

After banking digitization, digital bank concept is currently trending in Indonesia. The effort shows banking digital transformation is no longer depend on service digitization, but also to become a separate entity.

In definite, digital banks are different from banking digitalization. Borrowing the current popular term,  the concept of digital banks is generally referred to as neobank, which is popular since 2017. Also, quoting the words “Neo Bank and the Future of Retail Banking in Indonesia“, the term digital bank is often defined as a challenger bank.

Challenger banks in the world have even acquired millions of customers. Some of them are Nubank (Brazil), Monzo (United Kingdom), N26 (Germany), and Chime (United States).

Back to the origin, digital bank or neobank is defined as a bank that operates online-based services without a physical branch office. Digital Bank offers easy access with a user-friendly UI/UX. With an internet connection and smartphone, anyone can open an account and access other financial services.

Digital banks also have the opportunity to be able to leverage the customer’s journey through the development of financial support services and make their products a daily product for customers.

Of course the above concept is inversely proportional to traditional banks where financial services — even though there is already internet and mobile banking — still require face-to-face and physical branch offices. This is understandable considering that banks are a business of trust so physical contact is still needed.

In Indonesia, digital banks are mostly linked to Jenius services (2016) and Digibank (2017). Both are often referred to as the pioneers of the first digital bank. However, there are also those who call it a spin-off product since both are still operating under BTPN and DBS Bank as its main entity.

Jenius and Digibank are examples of application-based services that offer basic banking products, namely savings, online account opening. Both also offer other supporting services, such as financial regulators.

Tabel Jenius dan digibank / DailySocial
Jenius and digibank table / DailySocial

If the root is on the expansion of financial inclusion, Jenius and his staff are considered not a digital bank. This is because both are targeting segments of society that already achieve digital literacy (digital savvy). Meanwhile, the unbanked segment tends not to understand financial literacy.

The next step for digital bank

As the ecosystem and technology is getting mature, 2020 would likely to be the year of the digital banks realization in Indonesia. Some of the plans we have summarized, including Bank Digital BCA, Bank Jago, and Bank Yudha Bakti (BYB). Efforts to become a digital bank as a new entity have all been passed through the acquisition process.

Quoting Kontan, BCA has acquired Bank Royal worth Rp988 billion in 2019. Bank Royal will change its name to Bank Digital BCA targeting some realizations in the second-semester, 2020. The target market is retail and SME segments, different from the main portfolio of its parent company which mostly engaged to corporate. Bank Digital BCA already has a permit from OJK and is ready in infrastructure.

It is known, the company is currently preparing the P2P lending initiative for BCA Digital Bank. However, BCA’s President Director, Jahja Setiaatmadja revealed that he is not to launch the service in the near future. “We wouldn’t dare to enter P2P for the risks are enormous, we are still preparing,” he said as quoted by Katadata.

Tabel Bank Digital / DailySocial
Digital bank table / DailySocial

Furthermore, Bank Artos officially changed its name to Bank Jago after acquired by its seniors, Jerry Ng and Patrick Walujo. According to Bank Jago’s Managing Director, Kharim Siregar, his office is finalizing a business model and perfecting applications targeting to launch before the fourth quarter of 2020. Quoting Bisnis.com, Bank Jago will target the middle segment and mass-market. In addition, Bank Jago will also collaborate with digital platforms in various business verticals, such as e-commerce, ride-hailing, and P2P lending.

DailySocial has in touch with BCA and Bank Jago representations regarding the realization of this digital bank, but their team sre still reluctant to disclose any information. “Our directors are yet to confirm any information to the media because they are currently focusing on preparing applications and everything,” Bank Jago’s Senior Manager Nurul Kolbi said in a short message to DailySocial.

Unlike the two, Bank Yudha Bakti (BYB) started to be controlled by PT Akulaku Silvrr Indonesia which runs Akulaku’s fintech services in 2019. Akulaku’s entrance is expected to accelerate the digital transformation process of BYB, which is to become a digital bank without branch offices and develop mobile applications to increase market penetration.

DailySocial also reached BRI’s Indra Utoyo, Digital Director, Information Technology, and Operations regarding this matter. He commented, BRI did not perform a similar strategy with the above banks. However, BRI is considered to have made a major transformation to become a digital bank.

In order to become a digital bank, Indra ensured that BRI must maximize excellence in physical networks. “The winner is the one who can combine physical and digital excellence. Whatever the entity, both BRI, and its subsidiaries, must be a digital company. There is no need for a dichotomy between digital banks and non-digital banks,” he said.

Without this dichotomy, he said, BRI has provided value from the concept of digital banks with digital-based banking services. BRI became the first bank to launch PINANG and Ceria digital lending products. Then, the first bank to provide account opening services with the entirely digital-based KYC process.

Tabel Produk Digital BRI / DailySocial
BRI’s digital product table / DailySocial

Indra emphasized that digital cannot replace trust, service, and brand. However, without digital, we cannot get all three. It means those with the ‘digital’ label do not necessarily translate into trusted banks than large banks that have transformed digitally.

“To date, I have not seen a successful digital bank or neobank in the world. For me, the winner is the one that combines physical superiority or human touch and digital. The term is phygital,” he said.

Separately contacted, BTPN’s Head of Digital Banking, Irwan Sutjipto Tisnabudi admitted that the emergence of a new digital bank would help create a digital financial ecosystem and encourage education for better financial literacy. In fact, this trend will bring many collaboration opportunities.

Regarding the possibility of Jenius becoming a separate entity, Irwan assured that Jenius currently still supports the BTPN business to expand the current market segments. He also emphasized the main strategy through co-creation and collaboration with like-minded partners to develop products that are relevant to customers.

“In carrying out digital transformation, BTPN believes that digital is the core of the business and value proposition, not an additional channel. Our priority is to build an ecosystem that supports life finance with a broader scope so that the benefits can reach the digital literacy people,” he explained.

Jenius became the result of BTPN transformation which was developed through the process of creation and collaboration with thousands of digital-savvy for 18 months. As of March 2020, Jenius has secured more than 2.5 million users. The company has also just introduced the Bisniskit feature for new business owners and Moneytory to help with financial management.

Regulation and challenges

To date, digital banks still operate under the law of conventional banks. This is regulated in OJK Regulation Number 12 concerning Digital Banking Services Provided by Commercial Banks. There is no separate law to regulate the virtual account opening.

The regulation clearly states that digital banks are different from digital banking services (m-banking, SMS banking, e-banking, etc.). The difference is clear that all digital banking services can be accessed via smartphones.

Beyond that, digital banks cover all banking services from account administration, transaction authorization, financial management, and / or account opening/closing, digital transactions, and other financial product services based on OJK approval.

According to Bhima Yudistira, Institute for Development of Economics (Indef) observer, there is no need yet to draft new regulations to accommodate the law of digital banks. Moreover, existing regulations were only issued in 2018. However, Bhima highlighted that the government needs to pay attention to the high-security aspects and data utilization for third parties.

On the other hand, he also sees that the trend of digital banks is driving a new landscape of banking in the banking sector. According to him, banks that invest in digitalization will obtain a greater market share than banks that continue to operate conventionally.

“The demand for digital banking is greater along with the growth in the number of active internet users in 2020 reaching 175.4 million people. This means that banks are expected to provide faster services at affordable costs, and access anywhere, anytime,” he said.

If a digital bank is realized, the impact will be very large, especially for millennials. However, it is not without obstacles that banks are also deemed necessary to conduct education for other market segments, such as SMEs and rural areas. “The important thing here is developing digital banks must run along with the penetration of internet network access to remote and outermost areas,” Bhima said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

2020 Jadi Tahun Realisasi Bank Digital Indonesia

Kita telah menyaksikan berbagai inovasi digital perbankan dalam hampir satu dekade terakhir. Mobile dan internet banking dapat menjadi contoh digitalisasi perbankan yang paling lekat dalam keseharian. Berkat inovasi ini, nasabah semakin mudah dalam melakukan transaksi keuangan.

Perbankan Indonesia juga mulai merangkul keterhubungan layanan melalui pengembangan Open API. Pertumbuhan bisnis digital di Tanah Air yang dimotori platform e-commerce dan fintech dapat dikatakan sebagai driven factor bagi perbankan untuk mengembangkan inovasi tersebut. Kini, transaksi lintas platform menjadi sangat memungkinkan dilakukan.

Dalam beberapa tahun terakhir, fintech mengambil peran cukup besar dalam memberikan akses layanan keuangan yang efisien dan praktis. Fintech berhasil mendisrupsi model bisnis perbankan tradisional dengan proses onboarding yang cepat.

Berdasarkan Fintech Report 2019, tercatat sebanyak 79,9% dari 747 responden di Indonesia menggunakan layanan digital wallet, diikuti oleh investment (31,5%), paylater (30,9%), online multifinance (12%), insurtech (11,8%), crowdfunding (8,2%), P2P lending (6,2%), dan remittance (2,4%).

Peran fintech dalam ekosistem keuangan ini justru menjadi momentum bagi perbankan untuk berinovasi. Di luar layanan mobile banking yang dimiliki, sejumlah bank di Indonesia semakin agresif mengembangkan produk keuangan digital, baik sendiri maupun berkolaborasi. Bahkan nasabah kini bisa membuka rekening tabungan melalui aplikasi mobile banking dan platform digital.

Dalam konteks digitalisasi, upaya di atas tentu relevan dengan kebutuhan pengguna saat ini. Namun, upaya tersebut belum cukup jika ingin mencapai inklusi keuangan yang lebih luas. Populasi masyarakat yang tidak tersentuh layanan keuangan (unbanked) masih besar. Keterbatasan ATM dan kantor cabang menjadi salah satu kendala bagi perbankan.

Laporan Google, Temasek, Bain & Company pada Oktober 2019 mencatat ada sebanyak 92 juta masyarakat Indonesia masuk ke dalam segmen unbanked (50,83%), diikuti dengan segmen banked sebanyak 42 juta jiwa (23,20%), dan segmen underbanked 47 juta (25,97%).

Industri perbankan di Indonesia menyadari fenomena ini bahwa produk keuangan kini tak hanya dimonopoli oleh bank saja. Situasi ini juga menandakan perbankan belum mampu menutup gap antara masyarakat melek keuangan dan tidak, dengan model bisnis tradisional.

Bank digital di Indonesia

Setelah digitalisasi perbankan, kini tren bank digital di Indonesia secara perlahan mulai bertumbuh. Upaya ini memperlihatkan bagaimana transformasi bank tak lagi bertumpu pada digitalisasi layanan, tetapi juga menjadi sebuah institusi terpisah.

Secara definitif, bank digital berbeda dengan digitalisasi perbankan. Meminjam istilah populer, konsep bank digital umumnya disebut sebagai neobank yang populer sejak 2017. Sementara mengutip tulisan Neo Bank dan Masa Depan Retail Banking di Indonesia“, istilah bank digital sering didefinisikan sebagai challenger bank.

Challenger bank di dunia bahkan sudah mengantongi jutaan nasabah. Beberapa di antaranya adalah Nubank (Brasil), Monzo (Inggris), N26 (Jerman), dan Chime (Amerika Serikat).

Kembali pada definisi awal, bank digital atau neobank diartikan sebagai bank yang beroperasi berbasis online tanpa ada kantor cabang fisik. Bank digital menawarkan kemudahan akses dengan UI/UX yang ramah pemakaian. Dengan koneksi internet dan smartphone, siapa saja dapat membuka rekening dan mengakses layanan keuangan lainnya.

Bank digital juga memiliki peluang untuk dapat me-leverage journey pelanggan melalui pengembangan layanan keuangan penunjang dan menjadikan produknya sebagai produk keseharian nasabah.

Tentu konsep di atas berbanding terbalik dengan bank tradisional di mana layanan keuangan—meski sudah ada internet dan mobile banking—masih membutuhkan tatap muka dan kantor cabang fisik. Hal ini dapat dimaklumi mengingat bank adalah bisnis kepercayaan sehingga kontak fisik masih diperlukan.

Di Indonesia, bank digital kebanyakan dikaitkan pada layanan Jenius (2016) dan digibank (2017). Keduanya sering disebut sebagai pelopor bank digital pertama. Namun, ada juga yang menyebutnya sebagai produk spin off mengingat keduanya masih berada dalam naungan BTPN dan Bank DBS sebagai entitas utama.

Jenius dan digibank merupakan layanan berbasis aplikasi yang menawarkan produk dasar perbankan, yakni tabungan, pembukaan rekening online. Keduanya juga menawarkan layanan penunjang lain, seperti pengatur keuangan.

Tabel Jenius dan digibank / DailySocial
Tabel Jenius dan digibank / DailySocial

Jika akarnya adalah perluasan inklusi keuangan, Jenius dan digibank dapat dikatakan belum bisa dilabeli demikian. Hal ini karena keduanya mengincar segmen masyarakat yang sudah melek digital (digital savvy). Sementara, segmen unbanked cenderung belum memahami literasi keuangan.

Realisasi bank digital selanjutnya

Seiring semakin matangnya ekosistem dan teknologi, tahun 2020 tampaknya bakal menjadi tahun realisasi peluncuran bank digital di Indonesia. Beberapa rencana yang kami rangkum antara lain Bank Digital BCA, Bank Jago, dan Bank Yudha Bakti (BYB). Upaya untuk menjadi bank digital sebagai entitas baru ini semuanya dilalui lewat proses akuisisi.

Mengutip Kontan, BCA mencaplok Bank Royal senilai Rp988 miliar pada 2019. Bank Royal akan berganti nama menjadi Bank Digital BCA dengan target realisasi semester II 2020. Target pasarnya adalah segmen retail dan UMKM, berbeda dari portofolio utama induknya yang bermain di korporat. Bank Digital BCA sudah mengantongi izin dari OJK dan siap secara infrastruktur.

Diketahui, perusahaan juga disebut sedang menyiapkan P2P lending untuk Bank Digital BCA. Namun, Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengungkap urung untuk meluncurkan layanan tersebut dalam waktu dekat. “Belum berani masuk P2P karena risikonya besar sekali, kami sedang persiapan dulu,” ujarnya seperti dikutip dari Katadata.

Tabel Bank Digital / DailySocial
Tabel bank digital / DailySocial

Selanjutnya, Bank Artos resmi berganti nama menjadi Bank Jago setelah diakuisisi bankir senior Jerry Ng dan Patrick Walujo. Menurut Direktur Utama Bank Jago Kharim Siregar, pihaknya sedang merampungkan model bisnis dan menyempurnakan aplikasi yang ditarget meluncur sebelum kuartal IV 2020.
Mengutip Bisnis.com, Bank Jago bakal membidik segmen menengah dan mass market sebagai target utama. Selain itu, Bank Jago juga bakal berkolaborasi dengan platform digital di berbagai vertikal bisnis, seperti e-commerce, ride hailing, dan P2P lending.

DailySocial telah menghubungi reprenstasi BCA dan Bank Jago terkait realisasi bank digital ini, namun pihaknya masih enggan membuka informasi. “Direksi kami belum dapat menyampaikan informasi ke media karena saat ini sedang fokus menyiapkan aplikasi dan segala sesuatunya,” ungkap Senior Manager Bank Jago Nurul Kolbi dalam pesan singkat kepada DailySocial.

Berbeda dengan keduanya, Bank Yudha Bakti (BYB) mulai dikendalikan oleh PT Akulaku Silvrr Indonesia yang menaungi layanan fintech Akulaku pada 2019. Masuknya Akulaku diharapkan dapat mempercepat proses transformasi digital BYB, yakni menjadi bank digital tanpa kantor cabang dan mengembangkan aplikasi mobile untuk meningkatkan penetrasi pasar.

DailySocial menghubungi Direktur Digital, Teknologi Informasi, dan Operasi BRI Indra Utoyo terkait hal ini. Menurut Indra, BRI memang tidak melakukan strategi serupa dengan bank di atas. Akan tetapi, BRI dinilai sudah melakukan transformasi besar untuk mejadi bank digital.

Untuk menjadi bank digital, Indra menilai BRI harus memaksimalkan keunggulan pada jaringan fisik. “Pemenangnya adalah yang dapat memadukan keunggulan fisik dan digital. Apapun entitasnya, baik BRI dan anak usaha, harus digital company. Tidak perlu ada dikotomi bank digital dan bank non-digital,” ungkapnya.

Tanpa dikotomi tersebut, ujarnya, BRI sudah memberikan sebuah value dari konsep bank digital dengan layanan perbankan berbasis digital. BRI menjadi bank pertama yang meluncurkan produk digital lending PINANG dan Ceria. Kemudian, bank pertama yang menyediakan layanan pembukaan rekening dengan proses KYC sepenuhnya berbasis digital.

Tabel Produk Digital BRI / DailySocial
Tabel Produk Digital BRI / DailySocial

Indra menekankan bahwa digital tidak bisa menggantikan kepercayaan, layanan, dan brand. Akan tetapi, tanpa digital, kita tidak bisa mendapatkan ketiganya. Artinya, bank dengan label ‘digital’ tidak serta-merta menjadi lebih terpercaya dibanding perbankan besar yang sudah bertransformasi digital.

“Sampai saat ini saya belum lihat ada bank digital atau neobank yang sukses di dunia. Bagi saya, pemenangnya adalah yang memadukan keunggulan fisik atau human touch dan digital. Istilahnya phygital,” tuturnya.

Dihubungi terpisah, Head of Digital Banking BTPN Irwan Sutjipto Tisnabudi mengaku bahwa kemunculan bank digital baru akan membantu menciptakan ekosistem keuangan digital dan mendorong edukasi terhadap literasi finansial lebih baik. Bahkan, tren ini akan memunculkan peluang kolaborasi.

Terkait kemungkinan Jenius menjadi entitas terpisah, Irwan menegaskan bahwa Jenius saat ini tetap mendukung bisnis BTPN untuk memperluas segmen pasar yang telah dimiliki sebelumnya. Ia juga menekankan pada strategi utama melalui kokreasi dan kolaborasi dengan like-minded partner untuk mengembangkan produk yang relevan bagi customer.

“Dalam melakukan transformasi digital, BTPN meyakini digital menjadi inti bisnis dan value proposition, bukan saluran tambahan. Prioritas kami membangun ekosistem yang mendukung life finance dengan cakupan lebih luas sehingga manfaatnya dapat dirasakan bagi masyarakat melek digital,” jelasnya.

Jenius menjadi hasil transformasi BTPN yang dikembangkan lewat proses kokreasi dan kolaborasi dengan ribuan digital savvy selama 18 bulan. Per Maret 2020, Jenius telah mengantongi lebih dari 2,5 juta pengguna. Perusahaan juga baru saja memperkenalkan fitur Bisniskit untuk pembilik bisnis baru dan Moneytory untuk membantu pengelolaan keuangan.

Regulasi dan tantangan

Saat ini penyelenggaraan bank digital masih berada dalam payung hukum bank konvensional. Hal ini diatur dalam Peraturan OJK Nomor 12 tentang Penyelenggaraan Layanan Perbankan Digital oleh Bank Umum. Belum ada payung hukum tersendiri untuk mengatur pembukaan rekening virtual.

Dalam regulasinya jelas dikatakan bahwa bank digital memiliki perbedaan dengan layanan digital perbankan (m-banking, SMS banking, e-banking, etc). Perbedaannya jelas bahwa seluruh layanan digital perbankan dapat diakses melalui smartphone.

Sementara di luar daripada itu, bank digital mencakup keseluruhan layanan perbankan dari administrasi rekening, otorisasi transaksi, pengelolaan keuangan, dan/atau pembukaan/penutupan rekening, tranksaksi digital, dan pelayanan produk keuangan lain berdasarkan persetujuan OJK.

Menurut pengamat Institute for Development of Economics (Indef) Bhima Yudistira, belum ada kebutuhan untuk merancang regulasi baru untuk mengakomodasi payung hukum bank digital. Terlebih, regulasi yang sudah ada baru diterbitkan pada 2018. Akan tetapi, Bhima menggarisbawahi bahwa pemerintah perlu memperhatikan aspek keamanan dan pemanfaatan data untuk pihak ketiga agar dapat diatur lebih ketat.

Di sisi lain, ia juga melihat bahwa tren bank digital mendorong lanskap persiangan baru di sektor perbankan. Menurutnya, bank yang berinvestasi terhadap digitalisasi akan memperoleh pangsa pasar lebih besar dibandingkan bank yang tetap beroperasi secara konvensional.

“Kebutuhan terhadap digital banking semakin besar seiring dengan pertumbuhan jumlah pengguna internet aktif di 2020 yang mencapai 175,4 juta orang. Artinya perbankan diharapkan memberikan layanan yang lebih cepat dengan biaya terjangkau, dan akses di manapun dan kapanpun,” ujarnya.

Jika bank digital terealisasi, dampaknya akan sangat besar, khususnya bagi kalangan milenial. Namun, bukan tanpa halangan bahwa perbankan juga dinilai perlu untuk melakukan edukasi untuk segmen pasar lain, seperti UMKM dan pedesaan. “Di sini pentingnya pengembangan bank digital harus diiringi oleh penambahan akses jaringan internet ke daerah terpencil dan terluar,” tutur Bhima.

Jenius Kenalkan Fitur Moneytory, Berambisi Jadi Solusi Finansial Menyeluruh

BTPN mulai membentuk Jenius tak hanya sebagai realisasi visi bank digital, tetapi juga sebagai aplikasi finansial yang mudah bagi masyarakat. Mereka menyebutnya sebagai solusi “life finance”. Sejumlah fitur sudah ditambahkan sejak kemunculan pertamanya, yang paling baru mereka memperkenalkan fitur Moneytory. Fitur yang disiapkan untuk bisa membantu masyarakat digital savvy dalam mengelola cash flow mereka.

Pengelolaan cash flow atau pencatatan pengeluaran dan pemasukan dilakukan secara otomatis melalui aplikasi Jenius. Fitur Moneytory akan mencatat pemasukan dan pengeluaran dari transaksi uang masuk dan uang keluar di Saldo Aktif dan Kartu Debit Utama. Kemudian pengguna bisa mengetahui ringkasan kondisi finansial mereka.

Digital Banking Head Bank BTPN Irwan Tisnabudi menjelaskan, “Dalam mewujudkan kondisi finansial yang sehat, hal mendasar yang perlu dilakukan adalah mengetahui cash flow yang dimulai dengan pencatatan finansial. Moneytory hadir sebagai personal financial management tool yang membantu para pengguna mencatat pengeluaran dan pemasukan secara otomatis melalui aplikasi Jenius. Fitur ini kami kembangkan berdasarkan masukan dan feedback dari proses ko-kreasi dan kolaborasi dengan masyarakat digital savvy Indonesia.”

Jenius dan inovasi bank digital di Indonesia

Jenius saat ini merupakan ujung tombak BTPN dalam hal inovasi digital. Sejumlah fitur yang datang belakangan ini tak hanya membuat nyaman penggunanya dalam hal akses layanan perbankan seperti menyimpan uang, berkirim uang, jual beli valuta asing, tapi juga sejumlah fitur lain yang melengkapi kegiatan finansial, seperti Moneytory salah satunya.

Di Indonesia sendiri layanan bank digital menjadi salah satu topik yang hangat untuk dibahas. Melihat bagaimana industri digital di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir bukan tidak mungkin suatu saat nanti bank akan berlomba-lomba dalam inovasi digitalnya. Tercatat, selain Jenius dan DigiBank nama-nama seperti BRI dan BCA sudah mulai ancang-ancang dalam menggarap bank digital mereka.

BRI tahun lalu memperkenalkan BRI Mobile yang diklaim sebagai produk digital banking mereka. Melalui aplikasi, masyarakat bisa membuka rekening dan melakukan berbagai macam kegiatan perbankan lainnya seperti transfer dan top up. BCA pun punya rencana yang sama. Setelah mengakuisisi PT Bank Royal Indonesia, mereka akan segera masuk ke ranah bank digital. Direncanakan bank digital ini akan hadir 2020. Terbaru bank digital ini diberi nama Bank Digital BCA.

Persaingan bank digital di Indonesia segera dimulai. Dilihat dari sederet inovasi yang ada, bank digital ini tidak hanya menyasar masyarakat unbanked, tetapi juga masyarakat yang mencintai kemudahan banking tetapi juga mendambakan keamanan dalam transaksinya.

Application Information Will Show Up Here

Jenius Launches Keyboard to Allow Access Without App

Jenius, BTPN’s digital banking product, releases Jenius Keyboard, the latest feature that facilitates customers to make transaction without opening the app. The feature has been distributed to all Jenius users at the end of January 2019, but currently available only on Android.

They’re yet to give an official release regarding the feature. However, Jenius Keyboard was intended to make transaction easier for customer without having to log in and out of an app. Especially when in a rush and involving such numbers.

Most of the features in Jenius app are accessible through Jenius Keyboard, including active balance, Send it, Pay Me, and In & Out without having to open the app; using $Cashtag, account number, and e-mail/phone number in the contact list to send and collect money.

Then, duplicate the account number on the chatting app and use it to send money; with SKN or RTGS mode; send the profile including $Cashtag and account number; and download the receipt to be sent through chatting apps.

To activate this feature, customers only have to open Jenius app and click the menu on the left-up, show profile, setting, and activate Jenius Keyboard. Customers must click the Jenius Keyboard button on your smartphone’s setting menu and select Change to Jenius Keyboard.

The pop up disclaimer will appear to notify that Jenius will collect all customer’s text, profile, password, and credit card number. It’s guaranteed to be secured by Jenius.

Based on its service network, Jenius is not only available in Jabodetabek, but also in other big cities, such as Bandung, Yogyakarta, Malang, and Surabaya.

Quoted from Bisnis, until October 2018, Jenius user has reached 700 thousand to 800 thousand. About 60%-70% are millennials.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Jenius Rilis Fitur Keyboard, Permudah Akses Tanpa Buka Aplikasi

Jenius, produk perbankan digital dari BTPN, merilis fitur teranyar Jenius Keyboard yang memungkinkan nasabah tidak perlu membuka aplikasi saat bertransaksi. Fitur ini sudah digulirkan ke seluruh pengguna Jenius sejak akhir Januari 2019, namun baru tersedia untuk versi Android.

Belum ada keterangan resmi yang diberikan pihak Jenius terhadap fitur tersebut. Namun di dalam blog-nya, Jenius Keyboard sengaja dihadirkan untuk memudahkan nasabah yang kerap kali keluar masuk aplikasi saat harus melakukan pembayaran. Apalagi dalam keadaan terburu-buru dan harus mengingat banyak angka.

Hampir semua fasilitas dalam aplikasi Jenius bisa dilakukan lewat Jenius Keyboard, termasuk melihat saldo aktif, Send It, Pay Me, dan In & Out tanpa harus membuka aplikasi Jenius; menggunakan fasilitas $Cashtag, nomor rekening, dan alamat e-mail/nomor handphone di daftar kontak untuk mengirim dan menagih uang.

Lalu menyalin nomor rekening dari perbincangan di aplikasi chatting dan langsung menggunakannya untuk mengirim uang; mengirim uang dengan metode SKN atau RTGS; mengirim data pribadi yang berisi informasi $Cashtag dan nomor rekening; dan mengunduh bukti transaksi dan mengirimnya ke aplikasi chatting.

Untuk mengaktifkan fitur ini, nasabah cukup membuka aplikasi Jenius dan mengklik menu di kiri atas layar, pilih Tampilkan Profil, Pengaturan, dan Aktifkan Jenius Keyboard. Nasabah perlu menekan tombol Jenius Keyboard pada menu pengaturan di smartphone dan memilih Ubah ke Jenius Keyboard.

Berikutnya, akan muncul pop up disclaimer yang memberitahukan Jenius mengumpulkan semua teks yang diketik pengguna, termasuk data pribadi seperti kata sandi dan nomor kartu kredit. Seluruh data tersebut diklaim dijamin penuh kerahasiaannya oleh Jenius.

Berdasarkan cakupan layanannya, Jenius tidak hanya tersebar di Jabodetabek saja tapi telah merambah ke kota besar lainnya seperti Bandung, Yogyakarta, Malang, dan Surabaya.

Dikutip dari Bisnis, hingga Oktober 2018 pengguna Jenius telah tembus ke angka 700 ribu sampai 800 ribu orang. Sekitar 60%-70% di antaranya berasal dari kalangan milenial.

 

Jenius will Replace Face-to-Face Authentication with Video Call

Jenius, a financial digital product from BTPN, plans to remove the face-to-face process in account activation from the app and replace it with a video call. Peterjan van Nieuwenhuizen, Digital Banking Head of BTPN, said to DailySocial, they are now waiting for approval from the regulators, in this case, it’s OJK (Financial Service Authority)

“Face-to-face way is still the main process in Jenius account activation, however, we are currently in progress and to form a submission. It is expected to be finished soon.”

The face-to-face authentication has two options. It is to come directly to BTPN or make an appointment with KYC agent from Jenius. Later, once the submission is in, Jenius should be able to use the Video Call method that principally has been authorized in the digital banking industry.

Until the second quarter of 2018, Jenius is claimed to have more than half a million users registering. They still have plan to launch a new feature. It is expected to acquire the new and active users.

The launching of Moneymoji

(Ri-le) Anika Faisal, Director of BTPN; Peterjan van Nieuwenhuizen, Digital Banking Head of BTPN; and Michael Hartawan
(Ri-le) Anika Faisal, Director of BTPN; Peterjan van Nieuwenhuizen, Digital Banking Head of BTPN; and Michael Hartawan

Aimed to change the way of giving Lebaran “bonus” in Indonesia, Jenius has launched Moneymoji feature. It is capable of transferring money to family, friends, and the closest circle, comes with Jenius signature animation, replacing the old ways of holiday greetings or transfer confirmation in writing form.

“Moneymoji is the revolution of a new way in sending gift money or ‘angpao’ without losing the personal touch,” van Nieuwenhuizen, said.

Moneymoji Lebaran edition will be followed by many updates for other activity, such as birthday, new year, wedding, and so on.

“Therefore, Moneymoji will be further developed to complete the memorable moments with the special ones,” he added.

Jenius Pay

Another feature launched by Jenius in late 2017 is Jenius Pay. It is for payment using $Cashtag of the Jenius account holder, currently has four partners, among those, are Dinomarket and Oktagon.

“We are still recruiting to raise the number of Jenius Pay selected partners, every process has to go through the tight security check,” he said.

Jenius Pay is using $Cashtag as the payment identity. Through a couple step, Request and Pay, the transaction will be much easier and practical without having to input the debit/credit card information. The process is in real-time without a long wait.

“Everything is done in Jenius app. This feature should make it easier for shopping and payment from Jenius users,” he finished.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Jenius Siap Gantikan Aktivasi Akun Secara Face-to-Face dengan Video Call

Masih menerapkan proses face-to-face saat melakukan aktivasi akun yang sudah didaftarkan pengguna melalui aplikasi, Jenius, produk keuangan digital dari BTPN, berencana untuk menghapus proses tersebut dan menggantikannya dengan memanfaatkan video call. Kepada DailySocial, Digital Banking Head BTPN Peterjan van Nieuwenhuizen mengungkapkan, saat ini masih menunggu persetujuan dari regulator dalam hal ini adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Cara face-to-face memang masih kami lakukan untuk proses aktivasi akun Jenius, namun saat ini kami masih melakukan persiapan dan segera melakukan pengajuan. Diharapkan dalam waktu dekat bisa diselesaikan.”

Cara face-to-face yang diterapkan oleh Jenius terdiri dari dua pilihan. Yaitu datang langsung ke bank BTPN atau membuat janji dengan agen KYC dari Jenius. Nantinya jika pengajuan dari Jenius sudah dilakukan kepada OJK, diharapkan Jenius bisa memanfaatkan metode Video Call, yang secara prinsip sudah diakui keberadaan dalam kegiatan digital banking.

Hingga kuartal dua 2018 ini, Jenius mengklaim telah memiliki lebih dari setengah juta pengguna terdaftar. Masih memiliki rencana untuk meluncurkan fitur baru, diharapkan jumlah pengguna baru dan aktif Jenius bisa bertambah.

Meluncurkan fitur “Moneymoji”

(Ka-ki) Anika Faisal, Direktur BTPN; Peterjan van Nieuwenhuizen, Digital Banking Head BTPN; dan Michael Hartawan
(Ka-ki) Anika Faisal, Direktur BTPN; Peterjan van Nieuwenhuizen, Digital Banking Head BTPN; dan Michael Hartawan

Bertujuan untuk merubah kebiasaan masyarakat Indonesia memberikan “salam tempel” saat hari raya idul fitri, Jenius meluncurkan fitur Moneymoji. Fitur yang bisa digunakan untuk mentransfer uang kepada keluarga, teman dan kerabat terdekat ini, dilengkapi dengan animasi khas Jenius, menggantikan cara lama yang hanya dalam format tulisan saja, untuk memberikan selamat atau informasi bahwa uang sudah di transfer.

“Moneymoji merevolusi cara baru dalam mengirim salam tempel atau angpao tanpa menghilangkan aspek personalnya,” kata Peter.

Membawa semangat kolaborasi dan kokreasi yang hadir sejak awal dibentuknya Jenius, inovasi akan terus dikembangkan bersama dengan kebutuhan dan gaya hidup para digital savvy yang sangat dinamis.

Proses penggunaan untuk fitur Moneymoji, hanya bisa dilakukan di aplikasi Jenius. Namun bagi penerima uang yang tidak memiliki akun Jenius, bisa menerima informasi transfer uang melalui SMS dengan tautan khusus yang bisa dibuka langsung di mobile browser.

“Dengan demikian kami berharap si penerima uang tersebut bisa langsung melakukan registrasi akun Jenius, setelah menerima SMS tersebut. Kami juga memberikan pilihan kepada pengguna untuk menerima uang di akun lain selain akun bank BTPN,” kata Peter.

Setelah Moneymoji edisi idul fitri, selanjutnya Jenius juga akan mengembangkan fitur ini untuk kegiatan lainnya, seperti ulang tahun, tahun baru, pernikahan dan masih banyak lagi.

“Untuk itu, Moneymoji akan terus hadir melengkapi berbagai momen istimewa bersama orang-orang bermakna,” tambah Peter.

Jenius Pay

Fitur lainnya yang telah diluncurkan oleh Jenius akhir tahun 2017 lalu adalah Jenius Pay. Fitur yang bisa digunakan untuk melakukan pembayaran hanya menggunakan $Cashtag dari pemilik akun Jenius ini, saat ini sudah memiliki empat mitra, di antaranya adalah Dinomarket dan Oktagon.

“Kami masih melakukan perekrutan untuk menambah jumlah mitra terpilih Jenius Pay, semuanya harus melalui proses pemeriksaan keamanan secara ketat,” kata Peter.

Jenius Pay memanfaatkan $Cashtag sebagai identitas pembayaran. Melalui dua langkah sederhana, yaitu Request atau mengirim permintaan uang dan Pay atau membayar permintaan uang, transaksi yang dilakukan akan lebih praktis dan cepat tanpa perlu memasukkan informasi kartu debit atau kredit. Proses yang dilakukan juga bersifat real-time, sehingga tidak perlu menunggu lama.

“Semua dilakukan secara langsung di aplikasi Jenius. Dengan fitur ini diharapkan bisa mempermudah kegiatan belanja dan pembayaran dari pengguna Jenius,” tutup Peter.

Application Information Will Show Up Here