Pemerintah Buka Peluang Startup Unicorn Filipina “Revolution Precrafted” Masuki Indonesia

Menkominfo Rudiantara membuka kesempatan startup unicorn asal Filipina, Revolution Precrafted, memasuki Indonesia untuk membantu menyelesaikan Program 1 Juta Rumah yang dibuat pemerintah. Sebagai gantinya, pemerintah meminta Pemerintah Filipina memperbolehkan Go-Jek mengaspal di sana.

Revolution Precrafted merupakan startup properti (proptech) yang memasok kebutuhan rumah prefabrikasi (precrafted) mewah edisi terbatas ke pasar sebagai opsi hunian berkonsep modular. Diklaim perusahaan dapat membangun rumah dalam 2-3 bulan, dari kondisi yang ada saat ini hingga 2 tahun.

Perusahaan ini bekerja sama dengan berbagai biro arstitek ternama, seperti Zaha Hadid Architects, Jean Nouvel Design, Ron Arad Architechts, dan lainnya untuk mendesain rumah prefabrikasi edisi terbatas.

Di Asia Tenggara, Revolution Precrafted berharap bisa membangun rumah modular dengan harga lebih terjangkau. Diestimasikan properti seluas 23 m2 yang  dikembangkan Revolution Precrafted senilai $10.000 (sekitar 140-an juta Rupiah dengan kurs hari ini).

Rudiantara menyebut startup ini diperbolehkan masuk dan menggarap pasar properti di Indonesia, khususnya membantu mempercepat realisasi Program 1 Juta Rumah yang tiap tahunnya belum pernah tercapai sejak dicanangkan sejak 2015. Semangat dari program ini adalah memudahkan orang Indonesia untuk memiliki rumah, baik bersubsidi maupun non subsidi.

“Saya sudah bicara dengan Robbie [Antonio, Founder dan CEO Revolution Precrafted] untuk masuk ke sini. Di ASEAN ada 7 unicorn. Empat dari Indonesia, 1 dari Malaysia, 1 dari Singapura, dan 1 dari Filipina. Yang dari Malaysia dan Singapura sudah di hadir di Indonesia,” kata Rudiantara di acara The ICON 2018, kemarin (13/11).

“Nanti kita carikan mitra lokalnya, kita butuh karena kita ini ada Program 1 Juta Rumah. Kalau bergantung sama tukang semen, tukang pasir, kapan 1 jutanya jadi? But in return, saya minta Go-Jek untuk bisa masuk ke Filipina. Saya sudah bicara dengan Menterinya,” tambahnya.

Secara terpisah, kepada DailySocial, Rudiantara menambahkan, wacana ini masih dalam tahap diskusi awal sehingga masih banyak hal yang harus dibicarakan. Namun dia memastikan bahwa dirinya telah bicara langsung dengan menteri yang berhubungan dan founder Revolution Precrafted itu sendiri.

“Masih tahap awal. Saya sudah bicara dengan Menteri counterpart saya dan juga dengan founder-nya.”

Pemerintah mengambil keputusan tersebut lantaran keputusan Kementerian Transportasi di Filipina yang melakukan moratorium perizinan untuk pemain ride hailing yang ingin beroperasi di wilayahnya. Alhasil, Go-Jek masih berstatus “pending” untuk mengaspal di negara tersebut.

Selain Grab, ada sejumlah pemain lokal di sektor ride hailing di Filipina, yakni Hype Transport, GoLag, iPara Technologies and Solutions, E-Pick Me Up, Hirna Mobility Solutions, dan Micab Systems.

Perkembangan ekspansi Go-Jek

Di ajang yang sama yang digagas GDP Venture, CEO dan Founder Go-Jek Nadiem Makariem menuturkan perkembangan saat ini Go-Jek sudah menghadirkan layanan Go-Food dalam Go-Viet baru-baru ini. Dia mengklaim Go-Viet telah mengambil pangsa pasar sampai 35%.

“Go-Food sudah ada di Vietnam, baru dua hari diluncurkan. Kita ingin jadi pemain global, sudah di Vietnam, Thailand, dan Singapura tunggu ya,” katanya.

Dalam visi misinya, Go-Jek tidak lagi hanya ingin besar di Indonesia namun ingin jadi pemain terbesar di Asia Tenggara. Semua layanannya diharapkan bisa dinikmati semua orang hanya lewat aplikasi Go-Jek.

“Awalnya kita ini bermain di transportasi, tapi dari situ banyak layer yang bisa dilakukan sampai akhirnya jadi snowball effect. Kita ingin jadi super app di mana semua transaksi harus lewat komponen kita, itu kan aspirasi. Untuk capai itu bisa lewat efisiensi yang bisa meningkatkan UKM dan di-solve lewat aplikasi kita, enggak cuma di Indonesia saja, tapi mau sampai ke Asia Tenggara,” pungkas Nadiem.

Application Information Will Show Up Here

Ministry Regulation Regarding IoT to be Issued by the End of this Year, Connectivity as the Main Focus

The government, through the Ministry of Communication and Information (Kemkominfo), targeting the regulation regarding Internet of Things (IoT) industry to be issued by the end of 2018. It was meant to give legal guarantee for IoT industry players in the future.

However, IoT’s regulation draft is currently on its way to the Kemkominfo’s Legal Department and waiting for the government to make public trial to collect opinions from related stakeholders.

“Regarding public trial, we haven’t decided yet. However, the regulation to be issued will be in the form of Ministry Regulation (Permen),” I Ketut Prihadi Kresna, Indonesia’s Telecommunication Regulatory Department, said in a short statement to DailySocial.

IoT regulation will be focused on the connectivity element. There are three main points to regulate, technology, frequency, and standardization of IoT devices. Those are considered to be the most fundamentals in determining the objective of Indonesia’s IoT ecosystem development in the future.

M. Hadiyana, Kemkominfo’s SDPPI Director General, said that they will hold a trial in unlicensed frequencies to ensure no interference with telco operator’s frequency.

It’s the most awaited moment of IoT industry players in Indonesia using Low Power Wide Area (LPWA) technology, such as DycodeX. In fact, the government will control the kinds of technology to support IoT devices in Indonesia, either using 3GPP, non-3GPP, and non-satellite.

In terms of 3GPP-based devices, the supporting technologies are 2G/3G/4G/5G/NB-IoT. For non-2GPP and non-satellite devices, there are LPWA using LoRa and Sigfox technology, also Short Range Devices (SDR), such as Bluetooth, WiFi, and Zigbee.

The spectrum allocation for IoT device connection will be set based on licensed and unlicensed frequencies. The licensed ones consist of; Band 1 (2.100MHz), Band 3 (1.800MHz), Band 5 (800MHz), Band 8 (900mHz), Band 31 (450mhZ), and Band 40 (2.300MHz). In the unlicensed category, we have 2,4GHz and 5,8GHz.

TKDN is not yet a concern in IoT policies

The government doesn’t want to include a policy on Domestic Components (TKDN) in IoT Regulation. The thing is, the device market value as predicted of IDR 56 trillion is far less than the estimated content and application market value of IDR 192,1 trillion by 2022 according to Indonesia’s IoT Forum research.

“TKDN will not be regulated because the IoT devices market value in Indonesia is still lower than its app market. Later, when domestic device industry has developed and ready to take an opportunity in the Indonesian market, we can apply the TKDM policy,” he added.

Once it’s being regulated, the government ensures TKDN will not be applied to the manufacturing process but also from the product designing. TKDN percentage will be upgraded according to the industrial condition, therefore the domestic component industry will grow along.

While waiting for the industry to develop, the government encouraged for the rise of IoT maker in the area through the development of IoT lab facility in 2019. It’ll be a place for the makers to develop products and facilitate its commercialization in the future.

In the IoT roadmap presentation, this facility will be attached with 2G/3G/LTE/NB-IoT/LoRa technology with trial equipment for IoT solution. In the program development and implementation, the government expects a collaboration of relevant stakeholders, from telecommunication companies, universities, and communities.

Specifically, there are many activities to do in IoT lab. The maker can do prototyping, IoT device trials, exchanging insights, training, and incubation, including meetings between producers and customers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Peraturan Menteri tentang IoT Terbit Akhir Tahun, Konektivitas Jadi Fokus Utama

Pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), menargetkan aturan terkait industri Internet of Things (IoT) segera terbit pada akhir 2018. Kebijakan ini diharapkan dapat memberi kepastian hukum terhadap pelaku industri IoT di masa depan.

Adapun, saat ini draf regulasi IoT telah diserahkan ke Bagian Hukum Kemkominfo dan tinggal menunggu pemerintah membuka uji publik untuk meminta berbagai masukan dari para pemangku kepentingan (stakeholder) terkait.

“Soal uji publik, kami belum tahu kapan akan dilakukan. Tapi, aturan IoT yang diterbitkan nanti dalam bentuk Peraturan Menteri [Permen],” kata anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) I Ketut Prihadi Kresna dalam pesan singkatnya kepada DailySocial.

Regulasi IoT sendiri akan fokus terhadap elemen konektivitas. Ada tiga poin utama yang akan diatur di dalamnya, yaitu teknologi, frekuensi, dan standardisasi perangkat IoT. Ketiganya dianggap menjadi fundamental utama dalam menentukan arah pengembangan ekosistem IoT Indonesia di masa depan.

Dirjen Standardisasi Perangkat dan Pos Informatika Kemkominfo M. Hadiyana menambahkan, pihaknya juga akan menggelar uji coba (trial) di frekuensi tak berlisensi untuk memastikan tidak adanya interferensi dengan frekuensi milik operator telekomunikasi.

Hal ini paling ditunggu pelaku bisnis IoT di Indonesia yang menggunakan teknologi Low Power Wide Area (LPWA), seperti DycodeX. Sebagaimana diketahui, pemerintah akan mengatur jenis teknologi yang dapat mendukung perangkat IoT di Indonesia, baik yang memanfaatkan 3GPP, non-3GPP, dan non-satelit.

Untuk perangkat berbasis 3GPP, teknologi yang mendukung antara lain 2G/3G/4G/5G/NB-IoT. Sementara non-3GPP dan non-satelit yakni LPWA dengan teknologi LoRa dan Sigfox, serta Short Range Device (SDR), seperti Bluetooth, WiFi, dan Zigbee.

Alokasi spektrum untuk koneksi perangkat IoT juga akan diatur berdasarkan frekuensi berlisensi maupun tidak berlisensi. Frekuensi berlisensi terdiri dari; Band 1 (2.100MHz), Band 3 (1.800MHz), Band 5 (800MHz), Band 8 (900mHz), Band 31 (450mhZ), dan Band 40 (2.300MHz). Di kategori tidak berlisensi, terdapat frekuensi 2,4GHz dan 5,8GHz.

“Untuk layanan IoT dengan teknologi Low Power Wide Area, kami akan lakukan trial pada frekuensi 919MHz-925MHz pekan depan,” tutur Hadiyana kepada DailySocial.

TKDN belum akan diatur dalam kebijakan IoT

Pemerintah belum mau menyertakan kebijakan mengenai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dalam Permen IoT. Alasannya, nilai pasar perangkat yang diprediksi Rp56 triliun kalah jauh dari estimasi nilai pasar konten dan aplikasi yang sebesar Rp192,1 triliun menurut riset Indonesia IoT Forum di 2022.

“TKDN tidak akan diatur karena nilai pasar perangkat IoT di Indonesia masih kecil jika dibandingkan nilai pasar aplikasi. Nanti ketika industri perangkat dalam negeri sudah berkembang dan siap memanfaatkan peluang pasar Indonesia, kami bisa saja memberlakukan kebijakan TKDN,” jelas Hadiyana.

Apabila diatur, pemerintah memastikan TKDN dihitung tak hanya proses manufaktur saja, tetapi juga sejak proses perancangan produk terjadi. Persentase TKDN juga akan dinaikkan sesuai dengan kondisi industri agar industri komponen dalam negeri juga tumbuh.

Sambil menunggu industrinya berkembang, pemerintah mendorong inisiasi lahirnya lebih banyak maker IoT di Tanah Air melalui pembangunan fasilitas laboratorium IoT di 2019. Lab IoT ini akan menjadi wadah bagi maker untuk melakukan pengembangan produk sehingga mempermudah komersialisasi produknya di masa depan.

Dalam paparan roadmap IoT, fasilitas ini akan dilengkapi teknologi 2G/3G/LTE/NB-Iot/LoRa beserta perangkat uji coba solusi IoT. Dalam pembangunan dan pelaksanaan program di dalamnya, pemerintah mengharapkan kolaborasi pemangku kepentingan terkait, mulai dari perusahaan telekomunikasi, universitas, dan komunitas.

Secara spesifik, banyak kegiatan yang dapat dilakukan di lab IoT. Maker dapat melakukan prototyping, pengujian perangkat IoT, pertukaran ilmu, pelatihan dan inkubasi, termasuk terciptanya pertemuan antara produsen dan pengguna.

Nexicorn Jadi Ambisi Pemerintah Lahirkan Satu Startup Unicorn Tiap Tahun

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika, berambisi melahirkan satu startup lokal yang menyandang status unicorn setiap tahunnya dengan meluncurkan proyek inisiatif bernama “Next Indonesian Unicorn (Nexicorn). Proyek ini merupakan hasil kolaborasi antara Pemodal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) dan Global Consulting Ernst & Young.

Nexicorn digadang-gadang menjadi langkah awal pemerintah dalam mengundang investor luar hadir ke Indonesia. Sebanyak 45 startup yang hadir melakukan one on one meeting dan berkesempatan untuk mengajukan ide-idenya di hadapan 50 investor dari Jepang. Salah satunya dari Sumitomo Group dan Mitsubishi.

Kemarin (13/9), Nexicorn telah menyelenggarakan program pertama di Jakarta. Ada tiga agenda utama yang disampaikan. Pertama, sharing session terkait Gerakan Digital Ekonomi oleh pemerintah Indonesia, diwakili Menkominfo Rudiantara dan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi UKM Kemenko Perekonomian Rudy Salahuddin.

Kedua, showcase dua startup unicorn Indonesia yaitu Go-Jek dan Tokopedia berbagi pengalaman di pasar Indonesia. Terakhir, Nexicorn sebagai sarana startup potensial Indonesia bertemu calon investor Jepang.

Rudiantara berharap pertemuan yang terselenggara antara startup dengan investor Jepang di Nexicorn dapat mendorong kelahiran unicorn baru. Dengan ambisius ia menargetkan setiap tahun ada startup unicorn baru bermunculan.

“Ini langkah awal pemerintah, player, dan unicorn untuk membangun ekosistem digital. Kami juga akan datang ke negara-negara yang dinilai memiliki potensi untuk berinvestasi di Indonesia. Kita tidak bisa pasif, tapi perlu pro aktif untuk menjual Indonesia secara positif,” terangnya dikutip dari situs resmi Kemkominfo.

Menurutnya, Indonesia adalah tempat yang tepat bagi investor untuk berinvestasi. Dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil selama 10 tahun belakangan, Indonesia diprediksi akan menjadi lima besar negara dengan ekonomi terbesar pada 2030. Plus bonus demografi berupa 180 juta penduduk usia produktif di tahun yang sama dan berbagai perubahan cepat dalam lingkungan bisnis.

Beberapa penyederhanaan aturan untuk mendukung ekonomi digital juga diklaim sudah dilakukan pemerintah. Salah satunya kebijakan Tingkat Kandungan Lokal Dalam Negeri (TKDN) minimal 40% untuk smartphone 4G yang masuk Indonesia, mereformasi kebijakan ekonomi digital dengan dikeluarkannya Daftar Negatif Investasi (DNI), aturan mengenai safe harbor policy, dan roadmap e-commerce.

Dukung Ekosistem Digital, Indosat Ooredoo Kembali Gelar Konferensi IDByte 2017

Indosat Ooredoo kembali menggelar IDByte 2017, sebuah acara konferensi tahunan yang kini memasuki tahun keempat dengan mengangkat tema “Connected.” Acara ini akan diselenggarakan selama tiga hari, 26-28 September 2017 di Jakarta.

Rangkaian acara ini akan menghadirkan Virtual Startup Hunt, Bubu Awards v.10, pameran, seminar, hingga konferensi sebagai kegiatan puncaknya dengan mendatangkan pembicara dari berbagai perusahaan teknologi dan instansi ternama. Konferensi ini juga didukung Kemkominfo dan Ristek Dikti.

“Acara ini menjadi salah satu cara pemerintah untuk membantu mengembangkan startup Indonesia,” terang Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangarepan, Rabu (23/8).

Tema “Connected” dipilih karena masyarakat perlu memahami kaitan antara diri mereka dengan teknologi digital, terutama kecenderungan pola perilaku Generation C atau Gen C dalam mengonsumsi konten.

Gen C adalah istilah untuk kelompok psikografis yang dilihat dari pola konsumsi konten mereka yang cenderung menunjukkan karakteristik creation, curation, connection, dan community, tanpa terbatas rentang usia. Terkait Gen C, nantinya dalam konferensi akan diluncurkan hasil riset yang dilakukan antara Bubu.com dengan MARS Indonesia.

“Kita berada di era di mana hampir semua orang terhubung dengan internet dan ekosistem digital sudah menjadi sesuatu yang esensial. Melalui acara ini, kami memberi wadah bertukar dengan hadirnya pembicara internasional dengan mengangkat tema baru, yaitu Gen C, yang dinilai memberi dampak baru bagi ekonomi,” kata Founder Bubu.com dan IDByte Shinta Dhanuwardoyo.

Jaring potensi startup baru

Yang berbeda dengan acara tahun sebelumnya, kali ini IDByte mengadakan Visual Startup Hunt yang dilakukan secara virtual selama dua hari 5-6 September 2017 di lima kota. Yakni Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Medan, dan Surabaya. Mereka akan diberi kesempatan untuk mengikuti pitching melalui video conference.

Sistem pendaftaran dan penjuaran akan dilakukan sepenuhnya secara virtual. Pemenang akan diumumkan sebagai Best Startup dalam Bubu Awards v.10. Hadiah yang akan diterima adalah perjalanan bootcamp di Silicon Valley dan Swedia. Tak hanya itu, pemenang juga akan terus dipantau perkembangannya, mendapat kesempatan mentorship, dan bantuan lainnya.

“Untuk startup yang menang di Bubu Awards, nantinya kami akan terus pantau mereka. Jadi nanti ada sesi mentoring, untuk membantu startup bertemu calon investor atau lainnya,” terang Shinta.

Hanya saja, sambung Shinta, startup yang berhak mengikuti kontes ini cuma diperuntukkan untuk mereka yang sudah tergabung dengan program inkubator. Dia beralasan hal ini dikarenakan pihaknya ingin startup berkualitas yang sudah berpengalaman, sehingga bantuan yang diberikan bisa lebih tepat sasaran.

“Kami ingin setiap startup yang menjadi pemenang di Bubu Awards dapat menjadi world class company di masa depannya. Oleh karena itulah kami mencari startup yang sedang mengikuti program inkubator,” pungkas Shinta.

Sekadar informasi, salah satu startup yang pernah mendapat penghargaan Bubu Awards adalah Tokopedia di tahun 2009. Kini, Tokopedia sudah menjelma menjadi perusahaan marketplace ternama di Indonesia.

Kemkominfo Tantang Inovator Muda Lewat Program Solusi Desa Broadband Terpadu

Pada Jumat (15/4) silam, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) secara resmi membuka program Solusi Desa Broadband Terpadu (SDBT). Program ini bertujuan untuk membantu percepatan pembangunan bagi desa tertinggal lewat solusi teknologi yang berasal dari gagasan para inovator muda. Pendaftarannya sendiri sudah dibuka, mulai dari 15 April  sampai 21 Mei 2016, untuk mencari 50 gagasan terbaik yang berhak mengikuti rangkaian program SDBT.

Dari data yang dihimpun Kemkominfo, di Indonesia saat ini terdapat 74.094 desa dengan 26 persen di antaranya (sekitar 19.386 desa) merupakan kategori desa tertinggal dan lokasi prioritas. Di antara desa tertinggal tersebut, 43 persennya (sejumlah 8.447 desa) merupakan desa tertinggal dengan akses sinyal telekomunikasi yang baik. Kondisi tersebut yang coba dimaksimalkan pemerintah dalam mengakselerasi pembangunan desa dengan pendekatan digital lewat program SDBT.

Sebelumnya pemerintah telah menjalankan program Desa Broadband Terpadu pada tahun 2015 yang kini jumlahnya diklaim sudah mencapai 50 desa percontohan. Namun fokus utamanya saat itu lebih ke penyediaan infrastruktur jaringan, bukan solusi digital.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, “Peralihan aktivitas ekonomi tradisional ke ekonomi digital dipastikan akan meningkatkan efesiensi proses ekonomi. Oleh sebab itu masyarakat harus sesegera mungkin dikondisikan untuk menyambut era ekonomi digital tersebut.”

Lebih jauh, Rudiantara juga menekankan bahwa jangan sampai aspek sosial dilupakan dalam program ini kerena pola pikir masyarakat desa dan kota terhadap teknologi sangat berbeda. Pria yang akrab disapa Chief RA tersebut menekankan bahwa perlu ada pendampingan untuk masyarakat desa agar mereka bisa menggunakan solusi digital terkait.

Program SDBT sendiri terbuka untuk umum, baik itu inovator dengan startup atau inovator yang baru punya gagasan. Pendaftaran sudah dibuka, dari 15 Juli sampai 21 Mei 2016, untuk mencari 50 gagasan terbaik yang berhak mengikuti rangkaian program SDBT seperti bootcamp dan mentoring dari para ahli.

Sasaran dari program SDBT ini adalah desa dengan status 3T (tertinggal, terluar, dan terjauh) yang meliputi desa nelayan, desa pedalaman, dan desa pertanian. Gagasan yang diusulkan diharapkan dapat menjadi solusi untuk mata pencaharian, kesehatan, keselamatan, dan keamanan sehingga dapat meningkatkan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Masyarakat yang berminat mengikuti program ini dapat mengunggah video berdurasi tiga menit yang berisi gagasan pribadi. Nantinya, panitia akan memilih 50 ide terbaik untuk maju ke tahap selanjutnya dan akan disaring kembali menjadi 25 tim yang berhak mengikuti fase bootcamp. Di presentasi final, akan dipilih enam aplikasi dengan solusi terbaik.

Selain mendapat bimbingan dari para mentor ahli di berbagai bidang untuk penyempurnaan solusi, para partisipan juga akan mendapat kesempatan benchmarking ke negara yang sudah sukses dalam pengembangan ekosistem startup. Kesempatan untuk promosi aplikasi melalui kerja sama pemerintah dan operator juga akan didapatkan oleh peserta.

Pilot program rencananya akan diimplementasikan di Desa Jangkang (Riau), Desa Panca Karsa (Gorontalo), dan Kecamatan Atambua (NTT). Informasi lebih lanjut dapat mengunjungi situs resmi program Solusi Desa Broadband Terpadu melalui tautan berikut.

HUBid Mulai Roadshow Sosialisasi Program di Empat Kota Besar

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) tidak tinggal diam dalam mengawal perkembangan startup teknologi di Indonesia. Bersama dengan sejumlah pelaku industri digital, mereka menginisiasi program yang disebut sebagai HUBid. Salah satu kegiatan awal HUBid adalah melakukan roadshow untuk memaparkan program HUBid. Roadshow akan dimulai di Bandung tanggal 5 September mendatang.

Continue reading HUBid Mulai Roadshow Sosialisasi Program di Empat Kota Besar

Kementrian Kominfo Adakan Sosialisasi PP Tentang E-Commerce di Bandung

Informasi bagi Anda yang bergerak di bidang e-commerce, Kementrian Kominfo akan mengadakan sosialisasi Peraturan Pemerintah mengenai Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (E-Commerce) di Bandung.

Continue reading Kementrian Kominfo Adakan Sosialisasi PP Tentang E-Commerce di Bandung

Indonesian Web Domain Considered Less Favorable For E-Commerce Business Owners

The use of certain domain names evidently has an effect to a number of Indonesian businesses across different fields. Lately Indonesia’s .id domain has been discussed among circles in negative light as business owners feel that companies with .id domain names are less favorable than those with .com domains.

Continue reading Indonesian Web Domain Considered Less Favorable For E-Commerce Business Owners

Kemkominfo Bersikeras Tetap Meminta Data Center di Indonesia Bagi Para Penyelenggara Sistem Elektronik

Kantor berita Antara melaporkan bahwa Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyatakan tetap bersikeras akan meminta penyelenggara sistem elektronik menempatkan lokasi pusat datanya (data center) di Indonesia. Hal ini merujuk kepada Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

(null)