Razer Rilis Trio Periferal Wireless Baru: DeathAdder V2 Pro, BlackShark V2 Pro, dan BlackWidow V3 Pro

Seorang gamer kompetitif pada umumnya akan menghindari periferal wireless dengan alasan performanya kurang bisa diandalkan, terutama perihal latency. Namun dalam beberapa tahun terakhir ini, kita sudah melihat satu demi satu produsen periferal sibuk mengembangkan teknologi wireless-nya sendiri, semua dengan tujuan mengurangi latency sebanyak mungkin sehingga perangkat dapat diandalkan di ranah kompetitif.

Di saat suatu produsen sudah siap dengan teknologi wireless besutannya sendiri, kita tidak perlu heran apabila mereka langsung menerapkan teknologi tersebut pada produk-produk andalannya. Razer adalah salah satunya. Sejauh ini, sejumlah periferal bikinan mereka yang populer sudah dibuatkan versi wireless-nya yang mengemas teknologi Razer HyperSpeed, dan hari ini mereka menambah lagi anggota keluarga gaming gear nirkabelnya.

Tidak tanggung-tanggung, Razer memperkenalkan tiga periferal wireless baru sekaligus: Razer DeathAdder V2 Pro, Razer BlackShark V2 Pro, dan Razer BlackWidow V3 Pro. Namun ketimbang sebatas menyematkan konektivitas wireless begitu saja ke perangkat yang sudah ada, Razer turut merevisi sejumlah aspek dari masing-masing produk.

Razer DeathAdder V2 Pro

Untuk DeathAdder V2 Pro, bisa kita lihat bahwa desainnya nyaris identik dengan DeathAdder V2. Namun kalau kita amati lebih lanjut, samping kiri dan kanannya kini dilapisi karet bertekstur yang jauh lebih luas daripada milik versi berkabelnya. Bobotnya memang bertambah sedikit dari 82 gram menjadi 88 gram, tapi ini tetap sangat ringan untuk ukuran mouse wireless yang mengemas baterai rechargeable, dan yang tidak mengadopsi desain bolong-bolong.

Bicara soal baterai, DeathAdder V2 Pro sanggup beroperasi hingga 70 jam sebelum perlu diisi ulang. Untuk pemakaian kasual dengan koneksi Bluetooth, daya tahan baterainya malah bisa mencapai angka 120 jam. Selagi tersambung kabel, perangkat tetap bisa digunakan seperti biasa.

Sensor yang digunakan DeathAdder V2 Pro sama persis seperti versi standarnya, yakni sensor Focus+ dengan sensitivitas maksimum 20.000 DPI. Yang berubah adalah optical switch-nya, yang Razer bilang merupakan generasi kedua, walaupun ketahanannya tetap tercatat di angka 70 juta klik.

Razer DeathAdder V2 Pro saat ini sudah dipasarkan seharga $130, nyaris dua kali lipat versi standarnya. Satu hal yang membuat saya penasaran adalah, kenapa namanya bukan “DeathAdder V2 Ultimate”? Well, bisa jadi karena ia hadir setelah Razer Naga Pro.

Razer BlackShark V2 Pro

 

Sesuai namanya, perangkat ini merupakan versi nirkabel dari headset gaming bernama sama yang Razer luncurkan Agustus lalu. Saya tidak melihat ada perubahan dari segi desain, tapi lagi-lagi Razer sudah merevisi jeroannya. Driver yang digunakan tetap driver TriForce Titanium berdiameter 50 mm, akan tetapi BlackShark V2 Pro turut mengemas satu speaker chamber ekstra.

Bukan cuma itu, mikrofon milik BlackShark V2 Pro juga lebih besar (9,9 mm) daripada milik versi berkabelnya, dan Razer mengklaim ini dapat meningkatkan kemampuannya mengabaikan suara-suara di sekitar yang mengganggu. Sama seperti di versi standarnya, mikrofonnya dapat dilepas saat sedang tidak dibutuhkan.

Hal lain yang mungkin juga bakal terasa berbeda adalah terkait kenyamanannya. BlackShark V2 Pro lebih berat 58 gram daripada BlackShark V2. Tidak mengejutkan mengingat ia harus mengusung modul baterai, dan kabar baiknya, baterai ini bisa tahan sampai 24 jam pemakaian.

Razer BlackShark V2 Pro sekarang telah dijual dengan banderol $180, selisih $70 dibanding versi standarnya. Harga yang cukup masuk akal untuk headset gaming pertama yang dibekali konektivitas Razer HyperSpeed, yang secara teknis mendukung transmisi audio dengan kualitas lossless.

Razer BlackWidow V3 Pro

Namanya mungkin agak menipu, akan tetapi BlackWidow V3 Pro merupakan versi wireless dari BlackWidow Elite yang dirilis dua tahun silam. Satu fakta yang agak mengejutkan adalah, ini merupakan keyboard gaming wireless pertama dari Razer – kecuali Anda menghitung Razer Turret, yang secara spesifik ditujukan bagi pengguna Xbox One.

Layout yang digunakan oleh BlackWidow V3 Pro sama persis seperti BlackWidow Elite, dengan tiga tombol multimedia dan kenop untuk mengatur volume. Kendati demikian, pencahayaan RGB di BlackWidow V3 Pro bisa menyala lebih terang berkat kemasan switch yang transparan. Masing-masing keycap-nya juga diklaim lebih tangguh berkat penggunaan material Doubleshot ABS.

Switch-nya sendiri merupakan switch mekanis dengan dua varian yang berbeda – Green yang clicky, atau Yellow yang linear – bukan optical switch seperti milik seri Razer Huntsman. Seperti halnya DeathAdder V2 Pro tadi, keyboard ini juga dapat disambungkan via dongle Razer HyperSpeed atau Bluetooth. Dalam sekali pengisian, baterainya tahan sampai 200 jam, tapi ini tentu tergantung seberapa terang lampu RGB-nya menyala.

Buat yang tertarik meminang Razer BlackWidow V3 Pro, silakan siapkan modal sebesar $230. Agak mahal memang, tapi setidaknya Anda masih dapat wrist rest yang empuk demi kenyamanan ekstra.

Sumber: Razer.

Razer Luncurkan Mouse dan Keyboard Wireless Non-Gaming

Produk-produk bikinan Razer selama ini identik dengan warna hitam, hijau, dan RGB. Namun seperti yang bisa kita lihat pada gambar di atas, keyboard dan mouse wireless terbaru Razer itu malah berwarna putih bersih dengan aksen abu-abu. Apakah filosofi desain Razer sudah bergeser? Tidak. Warna tersebut dipilih karena keduanya tidak termasuk dalam kategori periferal gaming.

Lihat saja mouse-nya, yang dari bentuk dan scroll wheel berbahan logamnya tampak banyak terinspirasi oleh Logitech MX Master 3, salah satu mouse terbaik bagi yang ingin memaksimalkan produktivitas. Di mata saya, desainnya kelihatan seperti hasil perkawinan Razer DeathAdder dan Razer Basilisk. Namun sebenarnya mouse bernama lengkap Razer Pro Click ini merupakan hasil kolaborasi Razer bersama perusahaan ahli ergonomi asal kota New York, Humanscale.

Seperti kebanyakan mouse Razer lain, sisi kiri dan kanan Pro Click juga memiliki lapisan bertekstur agar semakin mantap digenggam. Satu elemen desain yang saya paling suka, terutama jika dibandingkan dengan Logitech MX Master maupun Logitech M720 Triathlon (yang saya pribadi sudah pakai sejak lama, bahkan saat artikel ini ditulis pun), adalah tombol klik kiri dan kanan yang memiliki cekungan mengikuti kontur jari.

Berdasarkan pengalaman saya menggunakan Razer DeathAdder selama bertahun-tahun, cekungan di tombol benar-benar bisa memberikan kenyamanan ekstra. Memang ini harus dirasakan sendiri langsung untuk bisa mengetahui sesignifikan apa perbedaannya.

Di balik tombol tersebut, bernaung switch dengan klaim ketahanan hingga 50 juta kali klik. Secara total, Pro Click mengemas 8 tombol yang semuanya programmable via software Razer Synapse (software yang sama seperti yang Razer siapkan untuk melengkapi lini mouse gaming-nya), termasuk scroll wheel-nya yang selain dapat diklik, juga bisa diklik ke kiri atau kanan seperti Logitech M720 Triathlon – sayang tidak ada opsi untuk mengatur resistensi scroll wheel-nya.

Kompatibilitas dengan Razer Synapse ini menurut saya merupakan nilai jual yang sangat penting, sebab software tersebut memang memiliki opsi pengaturan yang amat sangat komprehensif. Sebagai perbandingan, Logitech M720 Triathlon saya cuma bisa dikustomisasi menggunakan software Logitech Options, yang fitur-fiturnya tidak selengkap software Logitech G Hub yang dirancang untuk mouse gaming. Razer di sisi lain tidak membuatkan software yang berbeda untuk mouse non-gaming-nya ini.

Meski tidak masuk kategori gaming, Pro Click rupanya tetap mengemas sensor optik dengan sensitivitas agak kebablasan; maksimum hingga 16.000 DPI, tapi saya bisa membayangkan kegunaan DPI tinggi buat yang bekerja menggunakan setup multi-monitor. Kelincahannya semakin disempurnakan oleh mouse feet dengan bahan PTFE murni – kedengarannya sepele, akan tetapi mouse gaming pun tidak semuanya dilengkapi dengan fitur ini.

Terkait konektivitas, pengguna dapat memilih antara Bluetooth atau dongle wireless 2,4 GHz yang menancap ke port USB, atau dua-duanya sekaligus. Secara total, Pro Click dapat menyambung ke empat perangkat yang berbeda, dan pengguna tinggal mengklik tombol di sisi bawah mouse untuk berpindah koneksi dari satu perangkat ke yang lain, tanpa perlu menjalani proses pairing ulang.

Dalam sekali pengisian, baterainya diklaim bisa tahan sampai 400 jam pemakaian, atau sampai 200 jam kalau tersambung via dongle USB-nya. Selagi di-charge, mouse tetap bisa digunakan seperti biasa. Catatan tambahan: konektornya masih kuno alias micro USB, dan belum USB-C.

Untuk mendampingi Pro Click, Razer juga menyiapkan mouse pad Pro Glide yang dijual secara terpisah. Namun pendamping yang lebih esensial mungkin adalah keyboard bernama Razer Pro Type berikut ini.

Secara fisik, desainnya banyak mengingatkan saya pada Razer BlackWidow, tapi tanpa tombol multimedia terpisah dan palm rest. Warna putih dan backlight yang juga putih semakin memperkuat aura minimalisnya, dan Razer tidak lupa membalut tiap-tiap tombolnya dengan lapisan soft-touch agar bisa semakin nyaman dipakai mengetik.

Yang cukup menarik adalah, sebelum ini Razer sebenarnya sudah pernah meluncurkan keyboard yang lebih difokuskan untuk bekerja, yaitu BlackWidow Lite. Pro Type bisa kita anggap sebagai versi penuhnya karena dilengkapi deretan tombol numpad. Namun kemiripan keduanya berpusat pada switch yang digunakan, yakni Razer Orange Mechanical Switches yang bersifat taktil tapi senyap, serta diklaim punya ketahanan hingga 80 juta kali klik.

Seperti halnya Pro Click tadi, Pro Type juga menyambung secara wireless via Bluetooth atau dongle USB, dan juga dapat disambungkan ke empat perangkat yang berbeda. Juga sama adalah kemudahan untuk berpindah koneksi antar perangkat; cukup dengan mengklik tombol Fn + 1 atau 2 atau 3, dan tanpa mengulangi proses pairing.

Ketiga produk untuk segmen produktivitas ini sudah Razer pasarkan sekarang juga. Di Amerika Serikat, mouse Razer Pro Click dibanderol seharga $100, keyboard Pro Type seharga $140, dan mouse pad Pro Glide seharga $10.

Sumber: Razer.

Asus ROG Falchion Adalah Keyboard Wireless Mungil dengan Panel Sentuh Interaktif

Razer baru-baru ini mencuri perhatian kalangan pencinta keyboard berukuran ringkas lewat Huntsman Mini, keyboard 60% pertamanya yang dilengkapi seabrek fitur. Tentu saja produsen gaming peripheral lain tidak mau ketinggalan. Adalah Asus yang tengah bersiap untuk meluncurkan keyboard mininya.

Sejauh ini belum banyak yang bisa kita ketahui dari keyboard bernama ROG Falchion ini. Asus bahkan belum merincikan switch mekanik Cherry MX warna apa saja yang akan tersedia untuk Falchion – prediksi saya Blue atau Brown, sebab ada kata “tactile feedback” yang disebut dalam laman produknya. Satu hal yang pasti, layout tombolnya agak sedikit berbeda dari Razer Huntsman Mini.

Di sisi paling kanan Falchion, kita masih bisa menemukan deretan tombol Insert, Delete, Page Up beserta Page Down. Juga absen pada Huntsman Mini adalah tombol arah panah, dan keempatnya ikut tersedia di sini. Total tombol yang dimiliki Falchion berjumlah 68, dan secara teknis dimensinya memang sedikit lebih besar ketimbang Huntsman Mini, sebab ia masuk kategori keyboard 65% ketimbang 60%.

Asus ROG Falchion

65% ukuran keyboard standar tentu masih sangat kecil dan bisa menyisakan ruang yang melimpah di sebelah mouse, cocok untuk penggemar game FPS kompetitif yang terbiasa menggunakan setting DPI rendah pada mouse-nya demi meningkatkan akurasi bidikannya. Berhubung Falchion merupakan keyboard wireless, tentu saja ia bisa ditempatkan secara lebih bebas lagi di atas meja.

Asus bilang Falchion merupakan keyboard wireless pertamanya dengan pencahayaan RGB di tiap-tiap tombol. Ia juga menyimpan panel sentuh interaktif di ujung kirinya, persis di sebelah tombol Esc, Tab, Caps Lock, dan Shift. Fungsinya sudah pasti bisa dikustomisasi via software, dan panel seperti ini semestinya sangat cocok difungsikan sebagai slider untuk mengatur volume.

Dalam kondisi baterainya terisi penuh, ROG Falchion diklaim bisa tahan sampai 400 jam pemakaian, tapi ini dengan lampu RGB dalam posisi mati. Terakhir, paket penjualannya turut menyertakan sebuah cover case, menjadikannya semakin cocok untuk dibawa bepergian.

Sayangnya hingga kini Asus belum menyingkap banderol harga maupun jadwal pemasaran ROG Falchion. Meski demikian, saya cukup yakin harganya lebih mahal daripada Razer Huntsman Mini mengingat ia masuk kategori wireless dan mengusung label “ROG”.

Sumber: Tom’s Hardware.

Razer Huntsman Mini Ramaikan Tren Keyboard 60%

Keyboard 60% merupakan salah satu topik terhangat di industri periferal belakangan ini. Baik di kalangan enthusiast maupun gamer, keyboardkeyboard dengan ukuran mini itu sedang ramai diburu oleh konsumen, dan produsen periferal kenamaan macam Razer tentunya tak mau kehilangan momentum.

Mereka baru saja memperkenalkan Razer Huntsman Mini, versi ringkas dari keyboard inovatif bernama sama yang mereka rilis dua tahun silam. Istilah “keyboard 60%” sendiri datang dari ukuran fisiknya yang cuma 60% dari keyboard normal, dan itu juga berlaku pada Huntsman Mini. Ia bahkan lebih mungil ketimbang Razer Huntsman Tournament Edition yang masuk kategori tenkeyless (TKL) alias tanpa numpad.

Seperti seabrek keyboard 60% lain yang ada di pasaran, tentunya banyak tombol yang dieliminasi pada Huntsman Mini. Tombol arah panah, tombol F1 – F12, tombol Home, Print Screen dan kawan-kawannya sudah diubah menjadi function key, yang artinya Anda butuh kombinasi tombol tertentu untuk mengaksesnya.

Contoh yang paling gampang adalah, kombinasi tombol “fn + 1” sama saja dengan mengklik tombol “F1”, demikian pula untuk tombol-tombol lain, menyesuaikan dengan label yang ada di bagian sisi masing-masing tombol. Akses ke tombol pengontrol media pun masih tersedia; kombinasi “fn + Tab” misalnya, sama saja dengan mengklik tombol “Mute”.

Razer Huntsman Mini

Sebagai bagian dari seri Huntsman, tentu saja keunggulan utama Huntsman Mini terletak pada jenis switch yang digunakan, yakni optical switch yang diyakini lebih responsif ketimbang mechanical switch, plus memiliki ketahanan hingga 100 juta klik. Konsumen bisa memilih antara varian switch yang bersifat clicky atau linear, dan Razer mengklaim varian linearnya ini lebih senyap ketimbang yang ada pada Huntsman Tournament Edition.

Setiap switch dibungkus oleh keycap berbahan doubleshot PBT, bahan yang lebih tangguh ketimbang ABS yang umum dipakai di banyak keyboard, dan yang tidak mudah menyisakan bekas minyak dari jari-jari pengguna. Rangka keyboard-nya sendiri terbuat dari material aluminium, dan Razer tak lupa menyertakan kabel USB-C berwujud braided untuk Huntsman Mini (bisa dilepas-pasang).

Razer Huntsman Mini

Pertanyaannya, untuk siapa keyboard kecil seperti Huntsman Mini ini? Untuk gamer yang punya space terbatas di atas mejanya, untuk mereka yang memerlukan area pergerakan mouse yang lebih luas dari biasanya. Keyboard 60% pada dasarnya merupakan tandem yang sangat pas bagi para pemain game FPS kompetitif yang terbiasa menggunakan setting DPI rendah pada mouse-nya, yang kerap terlihat lebay saat menyapukan mouse-nya.

Daripada harus memiringkan salah satu sisi keyboard supaya tidak terbentur mouse (‘teknik’ yang umum saya jumpai pada banyak gamer kompetitif), menggunakan keyboard 60% jelas merupakan solusi yang lebih ideal, bahkan lebih ideal lagi ketimbang keyboard TKL.

Di Amerika Serikat, Razer Huntsman Mini saat ini telah dipasarkan seharga $120 untuk versi clicky-nya. Versi linearnya akan menyusul di bulan Agustus dengan banderol $130, sama persis seperti harga Huntsman Tournament Edition. Pilihan warnanya sendiri ada hitam atau putih.

Sumber: Razer.

Tipis dan Ringkas, Logitech G915 TKL Juga Siap Manjakan Gamer dengan Konektivitas Wireless

Logitech G915 yang dirilis tahun lalu merupakan sebuah keyboard mekanis yang cukup unik. Unik karena semua tutsnya jauh lebih tipis dari biasanya, dan tebal perangkat secara keseluruhan hanya berkisar 22 mm saja.

Dipadukan dengan konektivitas wireless, G915 merupakan solusi portable yang sangat menarik bagi penggemar keyboard mekanis. Sayang sekali keberadaan deretan numpad di sebelah kanan mungkin membuat sejumlah konsumen jadi enggan membelinya, dan ini secara langsung juga berpengaruh pada portabilitasnya.

Buat mereka yang enggan, Logitech sudah punya jawabannya. Mereka baru saja menyingkap G915 TKL. TKL, bagi yang tidak tahu, merupakan singkatan dari istilah “tenkeyless“, dan semua keyboard yang mengusung embel-embel TKL di belakangnya sudah pasti tidak memiliki numpad.

Tebal dan lebar sasis aluminiumnya sama persis seperti G915 versi standar, akan tetapi panjangnya menyusut drastis menjadi 36,8 cm sehingga jauh lebih mudah dimasukkan ke dalam tas. Satu hal yang perlu dicatat, selain kehilangan numpad, G915 TKL juga tidak memiliki 5 tombol makro di bagian kiri seperti versi standarnya.

Logitech G915 TKL

Selebihnya, kedua keyboard cukup identik. G915 TKL tetap mengemas sederet tombol multimedia sekaligus kenop volume. Keunggulannya pun tetap dipertahankan, yakni switch mekanis jenis low profile yang menawarkan aktuasi 25% lebih cepat. Logitech lagi-lagi menghadirkan tiga pilihan switch dengan karakteristik yang berbeda: Clicky, Tactile, dan Linear.

Menariknya, daya tahan baterai G915 TKL justru lebih awet, sampai 40 jam pemakaian meski backlight RGB-nya menyala dengan tingkat kecerahan maksimum. G915 standar di sisi lain cuma bisa bertahan sampai 30 jam dengan skenario yang sama.

Di Amerika Serikat, Logitech G915 TKL saat ini telah dipasarkan seharga $230, alias $20 lebih murah daripada versi standarnya, dan $30 lebih mahal ketimbang G815, yang pada dasarnya merupakan G915 standar versi non-wireless.

Sumber: Logitech.

Lenovo Luncurkan Keyboard Wireless dengan Joystick Kecil Khas Seri Laptop ThinkPad

Tidak semua orang paham atau suka dengan bulatan merah kecil di tengah-tengah keyboard milik seri laptop Lenovo ThinkPad. Maklum, bulatan kecil bernama resmi TrackPoint itu berbeda dari joystick pada umumnya. Padahal, ia sudah eksis sejak branding ThinkPad masih berada di bawah naungan IBM.

Kalau ditanya apa keuntungannya dibanding trackpad/touchpad biasa atau mouse, setidaknya ada dua jawaban gamblang yang bisa saya berikan: 1) TrackPoint hemat tempat, dan 2) TrackPoint bisa mengeliminasi gerakan tangan yang tidak diperlukan, sebab posisinya memang sengaja ditempatkan di dekat posisi default jari telunjuk di atas keyboard (tombol “F” dan “J”).

Terlepas dari itu, TrackPoint sekarang bukan lagi fitur eksklusif milik laptop ThinkPad. Lenovo baru saja meluncurkan ThinkPad TrackPoint Keyboard II yang dapat dimanfaatkan oleh para pengguna perangkat desktop. Dibandingkan seri sebelumnya, versi keduanya ini sudah mengadopsi teknologi wireless.

Lenovo ThinkPad TrackPoint Keyboard II

Baik via Bluetooth 5.0 atau dongle USB, keyboard dapat disambungkan ke dua perangkat sekaligus. Lenovo bahkan melengkapinya dengan tuas khusus untuk berganti antara mode Windows atau Android, memberikan fleksibilitas ekstra kepada para konsumennya.

Keunggulan utamanya tentu saja adalah TrackPoint itu tadi. Layout keyboard-nya diadaptasikan dari ThinkPad X1, dan di bagian bawah ada tiga tombol mouse yang bisa digunakan.

Dalam sekali pengisian via USB-C, baterainya diklaim bisa tahan sampai sekitar 2 bulan pemakaian. Di Amerika, ThinkPad TrackPoint Keyboard II saat ini telah dipasarkan seharga $100.

Untuk siapa keyboard ini? Untuk yang menyukai TrackPoint sebagai metode input tentu saja, tapi saya juga melihat kegunaannya bagi mereka yang meja kerjanya cukup sempit, entah karena terlalu banyak barang atau memang mejanya kelewat kecil. Menggunakan TrackPoint jelas butuh waktu untuk beradaptasi, sama seperti metode input non-konvensional lainnya.

Sumber: Windows Central.

SteelSeries Luncurkan 3 Gaming Gear Terjangkau Untuk Gamer Pemula

Dalam memilih gaming gear, tiap orang memang punya preferensi brand sendiri. Tapi kini makin banyak konsumen memahami bahwa masing-masing merek punya kekuatan: ada yang memberikan pilihan paling banyak, mutu terbaik di harga terjangkau, hingga nama-nama apa saja yang menguasai lini high-end. Di kelas inilah kita bisa menemukan perangkat berdesain unik dengan fitur-fitur canggih.

Meski begitu, segmen entry-level tentu tetap jadi tulang punggung bisinis terlepas dari begitu ketatnya kompetisi di sana. Demi membuat penawarannya lebih menarik, produsen menurunkan sejumlah fitur premium ke produk-produk terjangkau. Inilah strategi SteelSeries dalam mengenalkan tiga periferal anyarnya. Perangkat-perangkat ini disiapkan sebagai gaming gear pertama bagi mereka yang baru mulai menyeriusi gaming.

Tiga produk SteelSeries baru itu meliputi mouse bernama Rival 3 dan dua buah keyboard, yaitu Apex 3 dan Apex 5.

 

Rival 3

Rival 3 ialah mouse spesialis gaming dengan rancangan simetris khas SteelSeries. Meski demikian, ia dirancang untuk digunakan di tangan kanan karena thumb button-nya diposisikan di sisi kiri. Struktur tubuhnya terbuat dari ‘material premium’, dan demi mempercantik penampilannya, SteelSeries tidak lupa membubuhkan sistem pencahayaan RGB LED tiga zona pada logo serta striping di bagian bawah.

SS 1

Mouse menyajikan total enam buah tombol yang menyimpan switch mekanis berdaya tahan hingga 60 juta kali tekan. Di rentang harga ini, switch biasanya hanya tahan sampai 10 atau 20 juta kali tekan. Selanjutnya, Rival 3 memanfaatkan sensor optik TrueMove Core dengan sensitivitas DPI dari 100 sampai 8.500, dan kabarnya dibekali kemampuan melacak 1:1 dalam menerjemahkan gerakan tangan ke layar.

 

Apex 3

Apex 3 merupakan keyboard berdaya tahan paling tinggi terjangkau yang SteelSeries miliki. Alasannya adalah penggunaan struktur kedap air bersertifikasi IP32 sehingga ia tidak langsung rusak ketika Anda tak sengaja menumpahkan minuman saat sedang seru bermain. Apex 3 menghidangkan layout full-size dengan numerical pad, dilengkapi wrist rest magnetik, serta siap memeriahkan kegiatan gaming Anda dengan tarian warna LED RGB 10-zona.

SS 2

Apex 3 masih menggunakan jenis switch karet. Tapi SteelSeries tak mau ia disamai dengan switch membran biasa: papan ketik tetap bisa bekerja normal hingga 20 juta kali tekan. Selain itu, keyboard mempunyai fitur antighosting, rangkaian tombol multimedia dedicated, serta ditunjang kabel routing tiga arah.

 

Apex 5

Apex 5 diramu untuk memperkuat lini tengah keyboard SteelSeries dan menyuguhkan upgrade signifikan dari Apex 3. Tubuhnya terbuat dari aluminium kelas pesawat terbang, kemudian terdapat layar OLED di area kanan atas untuk menampilkan profil, info permainan hingga notifikasi Discord. Sistem backlight-nya pun lebih canggih, Apex 5 memanfaatkan RGB LED per-key yang memperkenankan kita buat mengustomisasi pencahayaan tiap tuts. Dan tentu saja, SteelSeries turut membekalinya dengan wrist rest magnetik.

SS 5

Jantung dari Apex 5 adalah switch hybrid racikan SteelSeries sendiri. Switch ini tetap menggunakan membran karet sebagai basisnya, dipadu struktur mekanis sehingga tiap tekanan pada tombol memberikan sensasi clicky ala Cherry MX Blue. Switch hybrid juga dijanjikan lebih awet dari varian membran dengan daya tahan hingga 20 juta kali tekan.

SS 6

Ketiga produk sudah mulai dipasarkan, namun saat ini mereka masih belum tersedia di Indonesia. Berikut daftar harganya:

Sumber: SteelSeries.

Desain Unik Keyboard Logitech Baru Ini Ditujukan Untuk Memaksimalkan Kenyamanan

Keyboard hampir tak dapat dipisahkan dari aktivitas para pekerja modern. Ia merupakan salah satu periferal input terpenting dalam berkreasi dan berinteraksi dengan konten digital. Seiring berjalannya waktu, produsen terus berupaya menyempurnakan desain serta memperbarui teknologinya agar perangkat lebih nyaman serta presisi. Dan faktor ergonomi sering dijadikan kiblat perancangan.

Sebagai nama yang berpengalaman di bidang penyediaan aksesori PC, Logitech sudah lama mengedepankan aspek ergonomis di produk-produknya. Anda mungkin tak asing lagi dengan lini mouse MX. Logitech sempat menghidupkan lagi fungsi trackball lewat MX Ergo serta mengusung desain berdiri di MX Vertical. Buat mendampingi mouse MX, perusahaan asal Swiss itu memperkenalkan papan ketik anyar yang tak kalah unik. Logitech menamainya Ergo K860.

Logitech Ergo K860 ialah keyboard split dengan konstruksi melengkung. Produsen menjelaskan, wujud papan ketik yang tidak biasa ini bertujuan untuk mengurangi tekanan dan ketegangan otot di pergelangan tangan dan lengan. Menariknya lagi, Ergo K860 siap mendukung setidaknya dua jenis metode pemakaian: ketika Anda duduk normal di depan layar, serta sewaktu Anda menggunakan standing desk – bekerja sambil berdiri kabarnya bisa meminimalkan resiko nyeri bahu dan punggung.

Ergo K860 3

Selain struktur melengkung, Ergo K860 menyajikan layout tombol yang terbagi dalam dua zona (split). Tuts di masing-masing zona dibuat sedikit menyerong, membentuk huruf V. Gunanya adalah agar posisi lengan lebih santai, tidak dipaksa harus tegak lurus seperti menggunakan keyboard standar. Ergo K860 sendiri merupakan papan ketik full-sized, artinya Anda disuguhkan tombol lengkap dengan numpad.

Ergo K860 1

Aspek unik lain dari Ergo K860 berkaitan dengan dukungannya terhadap posisi bekerja sambil berdiri (menggunakan standing desk). Ketika umumnya keyboard lain memiliki sepasang kaki retractable di area belakang, kaki Ergo K860 malah berada di depan, membuat papan ketik jadi ‘menungging’ ketika kaki dikeluarkan. Sekali lagi, hal ini dimaksudkan buat mengikuti postur tubuh dan mengurangi ketegangan otot pergelangan.

Ergo K860 4

Logitech tidak lupa membekali Ergo K860 bersama wrist rest. Bagian ini mendapatkan perhatian istimewa dan dibuat dari tiga lapis material berbeda: memory foam di paling bawah, dilapis oleh busa padat, kemudian dilindungi bahan kain yang mudah dibersihkan.

Ergo K860 kompatibel ke perangkat bersistem operasi Mac dan Windows, tersambung secara wireless via dongle USB. Keyboard dapat terkoneksi ke tiga device sekaligus serta ditopang fitur Logitech Flow. Sayangnya, K860 tidak dibekali sistem backlight yang bisa membantu pengoperasian di kondisi gelap. Kemudian ia juga tidak memiliki baterai built-in. Tenaganya dipasok oleh sepasang baterai AAA yang kabarnya mampu bertahan sampai dua tahun.

Produk rencananya akan mulai dipasarkan di bulan ini pertama kali lewat website Logitech, kemudian hadir secara retail pada bulan Februari 2020. Ergo K860 dibanderol seharga US$ 130.

Via The Verge.

7 Aplikasi Keyboard Android Paling Recommended, Punya Fitur Lengkap dan Mudah Digunakan

Keyboard merupakan komponen smartphone yang sangat penting karena hampir sebagian besar aktivitas melibatkan keyboard. Misalnya saja untuk chatting, mengerjakan pekerjaan, mengirim email, membuat jadwal, catatan dan lain sebagainya.

Secara default, semua smartphone Android sudah dibekali aplikasi keyboard. Fiturnya pun semakin hari semakin menjawab kebutuhan pengguna. Tapi jika Anda sedang mencari aplikasi keyboard Android pengganti, 7 aplikasi ini bisa jadi opsi.

Berikut 7 Aplikasi Keyboard Android di Play Store

Gboard dari Google

Gboard merupakan keyboard yang diluncurkan resmi oleh Google. Dengan keyboard ini Anda bisa mengetik dengan lebih cepat. Di Gboard ini Anda juga bisa menelusuri GIF bawaan untuk lebih mengekspresikan perasaan Anda.

Untuk fitur-fiturnya terdapat penelusuran emoji, pengetikan multi bahasa, Google translate, dan fitur ketik geser yang dapat mempercepat pengetikan Anda dengan menggeser dari satu huruf ke huruf lain.

Keyboard Swiftkey

aplikasi Swiftkey

Keyboard milik microsoft ini merupakan keyboard Android terbaik yang dapat mempelajari gaya penulisan Anda, sehingga Anda dapat mengetik lebih cepat dari biasanya.

Di Swiftkey juga terdapat GIF, Emoji, animasi dan lain-lain sesuai dengan keinginan Anda. Selain itu, ada juga fitur koreksi yang akan meminimalisir typo Anda. Toolbar keyboard kustomnya juga terdapat menu yang dapat diperluas dan berisi pintasan cepat.

GO Keyboard

Bagi Anda yang menginginkan aplikasi keyboard tambahan yang pastinya tidak membosankan dan cocok di semua tipe android, Go Keyboard bisa menjadi alternatif untuk Anda.

go keyboard_1

Di aplikasi keyboard Android ini terdapat paket pengembangan emoji yang akan membuat Anda tidak akan kehabisan bahan untuk chattingan. Selain emojinya yang banyak, Anda juga bisa mengetik dengan bahasa lain misalnya bahasa arab, jerman, inggris, korea, jepang, spanyol, italia, dan lain sebagainya.

Cheetah Keyboard

Bosan dengan tampilan keyboard yang standar? Cheetah Keyboard menawarkan papan ketik dengan tema-tema 3D. Terdapat ratusan tema yang dapat Anda gunakan sesuai keinginan. Selain itu keyboard ini memiliki koreksi otomatis yang akan membantu mengetik dengan cepat.

Typani Keyboard

Anda ingin mengubah tema keyboard Anda dengan foto Anda sendiri? Typani Keyboard memungkinkan Anda untuk mengubah tema, memilih foto, serta wallpaper yang Anda buat sendiri. Ini akan menjadikan smartphone Anda lebih eksklusif dan beda dari yang lain.

Ikeyboard

ikey

Ikeyboard merupakan keyboard kekinian yang terdapat lebih dari 40 tema yang warna warni. Temanya pun bisa dibuat custom sesuai kreativitas Anda. Selain itu, keyboard ini juga kaya akan emoji.

Face Emoji Keyboard

Dengan keyboard ini pengalaman mengetik Anda akan lebih menyenangkan. Hal ini karena Face Emoji Keyboard mengandung lebih dari 3000 emoji, stiker, emoticon dan GIF. Selain itu, keyboard ini juga bisa disesuaikan warnanya sesuai selera Anda.

Logitech Luncurkan Mouse dan Keyboard Wireless Baru, MX Master 3 dan MX Keys

Seri mouse Logitech MX Master kerap menjadi bahan pembicaraan dalam beberapa tahun terakhir berkat kenyamanan yang ditawarkannya, mulai dari desainnya yang ergonomis, sampai sepasang scroll wheel (vertikal dan horizontal) yang begitu inovatif.

Versi keduanya, MX Master 2S menghadirkan inovasi dalam wujud scroll wheel adaptif yang dapat menyesuaikan karakteristiknya (klik-per-klik atau bergulir tanpa henti) dengan gerakan jari pengguna. Dua tahun berselang, Logitech kembali menyempurnakannya lagi lewat MX Master 3.

Logitech MX Master 3

Pada versi terbarunya ini, Logitech telah mengganti sistem mekanis yang menyokong scroll wheel-nya menjadi sistem elektromagnetis. Sifat adaptifnya tidak berubah, akan tetapi sistem baru ini diklaim menawarkan tingkat presisi 87% lebih tinggi dalam mode klik-per-klik, serta lonjakan kecepatan sebesar 90% dalam mode bergulir tanpa henti.

Fisik scroll wheel-nya juga sedikit berubah, kini tak ada lagi lapisan karet pada wujud stainless steel-nya. Scroll wheel horizontalnya juga lebih lebar dari sebelumnya, dan sepasang tombol yang sebelum ini berada di belakangnya kini telah dipindah ke bawahnya demi mempermudah akses.

Selebihnya tidak ada yang berubah, mulai dari sensor 4.000 DPI yang bisa aktif meski berada di atas permukaan kaca, kombo konektivitas Bluetooth dan USB receiver, dukungan teknologi Logitech Flow, sampai daya tahan baterai hingga 70 hari. Kabar baiknya, charging-nya kini tak lagi mengandalkan sambungan micro USB, melainkan sudah USB-C.

Logitech MX Keys

Di samping MX Master 3, Logitech turut memperkenalkan MX Keys sebagai pendamping opsionalnya. Perangkat ini sejatinya merupakan keyboard yang sama seperti Logitech Craft, tapi yang tidak dilengkapi kenop customizable di ujung kiri atasnya.

Di luar itu, MX Keys sama persis seperti Logitech Craft. Absennya switch mekanis bisa dibayar dengan rancangan tombol yang cekung, dan sistem backlight-nya tetap cerdas seperti milik Craft; bisa menyala sendiri ketika pengguna mulai memakainya, dan tingkat kecerahannya dapat menyesuaikan secara otomatis dengan kondisi pencahayaan di sekitar.

Baik Logitech MX Master 3 maupun Logitech MX Keys akan dipasarkan mulai bulan ini juga, masing-masing seharga $100. Untuk keyboard-nya, tersedia pula aksesori berupa palm rest yang detachable, yang dapat ditebus secara terpisah seharga $20.


Sumber: Logitech dan The Verge.