Usai SUV Elektrik, Audi Ungkap Sedan Elektrik e-tron GT

Audi sudah resmi memasuki segmen mobil elektrik lewat SUV bernama e-tron yang disingkap pada bulan September lalu. Sekarang saatnya bagi rival BMW dan Mercedes-Benz itu untuk memperluas portofolio mobil bermesin listriknya, dan Audi sendiri rupanya tidak mau berlama-lama.

Di event LA Auto Show, mereka baru saja mengungkap e-tron GT, sedan empat pintu yang berpotensi menjadi penantang kuat Tesla Model S. Karakter desainnya mirip e-tron SUV, terutama dengan lampu belakang yang memanjang dari ujung ke ujung. Namun harus diakui wajahnya jauh lebih sangar, dan ini kontras dengan perannya sebagai sedan empat penumpang.

Audi e-tron GT

Di balik tampang yang gahar itu, tersimpan spesifikasi yang juga ganas. Pada kenyataannya, Audi e-tron GT mengusung dapur pacu yang sama dengan Porsche Taycan karena memang masih satu grup di bawah Volkswagen. Sepasang motor listrik yang terbenam sanggup menghasilkan output daya sebesar 434 kW, atau setara 590 horsepower.

Dipadukan dengan penggerak empat roda, 0 – 100 km/jam dapat ia tempuh dalam waktu 3,5 detik saja. Untuk top speed, Audi membatasinya di angka 240 km/jam. Performa kencang ini turut dibarengi efisiensi yang mengesankan; berbekal baterai berkapasitas 95 kWh (sama seperti e-tron SUV), ia mampu menempuh jarak 400 km dalam satu kali pengisian.

Audi e-tron GT

Proses charging-nya pun tidak harus memakan waktu yang lama, sebab lagi-lagi e-tron GT meminjam salah satu keunggulan Porsche Taycan, yakni kapasitas charging 150 kW, sehingga 30 menit saja sudah cukup untuk mengisi 80% isi baterainya.

Terkait kecanggihan interiornya, kabin e-tron SUV sejatinya sudah bisa menjadi jaminan bahwa e-tron GT juga demikian. Meski begitu, aura balap masih terasa cukup kental pada e-tron GT, seperti yang bisa dilihat dari bentuk lingkar kemudinya.

Audi e-tron GT

Namun tidak seperti e-tron SUV, e-tron GT untuk sementara masih berstatus konsep. Audi baru akan menggarap versi produksinya pada akhir tahun 2020 nanti, dan pemasarannya pun baru bisa dilangsungkan pada awal 2021.

Sumber: Electrek.

Pickup Elektrik Rivian R1T Usung Spesifikasi Mengesankan Tanpa Melupakan Utilitas

Yang namanya mesin bertenaga listrik semestinya bisa disematkan pada jenis kendaraan apapun. Tidak percaya? Lihat saja Tesla Semi, truk elektrik yang diklaim lebih aerodinamis ketimbang mobil sport. Namun truk jelas bukan untuk konsumsi umum terlepas dari utilitasnya. Yang lebih cocok adalah mobil pickup.

Untuk segmen ini, kita harus beralih dari Tesla ke perusahaan lain bernama Rivian Automotive. Selama nyaris satu dekade, perusahaan yang didirikan oleh seorang lulusan MIT ini bekerja tanpa terekspos publik, sampai akhirnya mereka membeli bekas pabrik Mitsubishi tahun lalu.

Rivian R1T

Jutaan dolar telah mereka investasikan guna menyulap pabrik tersebut menjadi fasilitas produksi yang mumpuni ke depannya, dan sekarang mereka sudah siap memperkenalkan mobil pertama yang akan mereka garap: Rivian R1T, sebuah pickup berporos gagah yang murni mengandalkan energi listrik.

Sebagai sebuah pickup, R1T siap mengangkut lima orang dengan mudah, memboyong kargo hingga seberat 800 kg, atau menarik trailer dengan bobot sampai 5 ton. Klaim tersebut turut dibarengi dengan spesifikasi yang sangat mumpuni, terutama untuk sebuah pickup bermesin listrik.

Rivian R1T

Rivian menyematkan satu motor elektrik pada tiap roda R1T, masing-masing dengan output daya 147 kW. Semburan tenaga totalnya berkisar antara 300 – 562 kW (tergantung input ke gearbox), dan torsi maksimumnya mencapai angka 1.120 Nm. Semua itu cukup untuk membawanya melaju dengan kecepatan maksimum 200 km/jam, serta berakselerasi 0 – 100 km/jam dalam 3 detik saja.

Baterainya ditempatkan pada posisi yang sama seperti buatan Tesla maupun mayoritas mobil elektrik lain, yakni di bagian dasar mobil. Namun berhubung pickup ini panjangnya mencapai nyaris 5,5 meter, kapasitas baterai yang dapat diusungnya pun sangat besar.

Rivian R1T

Ada tiga varian yang bakal Rivian tawarkan: 105 kWh, 135 kWh, dan 180 kWh, masing-masing dengan estimasi jarak tempuh hingga 370+ km, 480+ km, dan 640+ km. Baterai ini mendukung fast charging berdaya 160 kW, sedangkan charger bawaannya sendiri punya daya 11 kW.

Selain spesifikasi yang mengesankan, R1T juga kaya fitur. Perpaduan radar, lidar, sensor ultrasonik dan GPS memungkinkan sistem kemudi otomatis Level 3 di jalan tol. Level 3 berarti pengemudi dipersilakan melepas tangannya dari setir dan tidak menatap ke jalanan selagi mobil berjalan dengan sendirinya.

Rivian R1T

Aspek utilitas pun tidak Rivian lupakan. Tepat di antara pintu belakang dan roda belakang R1T, ada sebuah kolong tersembunyi yang memanjang dari sisi kiri ke kanan mobil, cukup untuk menyimpan beragam barang seperti stroller, tas golf dan lain sebagainya, dengan volume total 350 liter.

Kolong ini juga dapat difungsikan sebagai pijakan ketika menaikkan barang ke bak R1T, atau saat pengguna hendak menali sepatunya. Baknya sendiri cukup panjang di angka 1,4 meter, dan di bawahnya masih ada kolong ekstra untuk menyimpan ban cadangan. Di bawah kap mesinnya, berhubung ini mobil elektrik, masih ada bagasi dengan kapasitas 330 liter.

Rivian R1T

Realisasi mobil ini masih cukup lama. Rivian berencana memasarkannya pada akhir 2020, dan yang akan hadir pertama kali adalah varian termahalnya dengan kapasitas baterai 180 kWh dan 135 kWh. Banderolnya sendiri dipatok $69.000 untuk varian termurahnya (105 kWh).

Sumber: Electrek.

Tesla Beberkan Cara Kerja Fitur Track Mode pada Model 3 Performance

Agustus lalu, beredar kabar bahwa Tesla tengah menyiapkan fitur bernama Track Mode untuk Model 3 Performance, varian teratas dari mobil termurah Tesla. Fitur tersebut sudah dirilis via software update, dan Tesla tidak lupa memberikan penjelasan yang lebih merinci mengenainya.

Ada banyak penjelasan teknis yang dibeberkan pada blog-nya, tapi yang pasti fitur ini terwujud berkat upaya Tesla mengembangkan sistem Vehicle Dynamics Controller (VDC) garapannya sendiri. VDC pada Model 3 Performance pada dasarnya berperan sebagai sistem stability control sekaligus penggenjot performa di sirkuit balap.

Ya, mobil-mobil Tesla memang jagoan perihal akselerasi, tapi drifting sama sekali tidak ada dalam kamus mereka. Hal itu dipatahkan oleh Track Mode, yang memungkinkan Model 3 Performance untuk mengepot di tikungan ketika diperlukan, dengan cara mendistribusikan torsi secara instan dan terukur ke setiap roda.

Hal yang sama juga berlaku untuk distribusi output daya. Semuanya dikalkulasikan secara real-time, dan terus berganti antara motor elektrik di sebelah depan atau belakang, menyesuaikan dengan kondisinya.

Tesla tidak lupa memerhatikan mengenai korelasi antara baterai dan panas. Semua peningkatan performa ini jelas bakal menghasilkan panas ekstra pada baterai. Untuk itu, Track Mode juga bakal mengubah karakteristik dari sistem pendingin Model 3 Performance menjadi lebih agresif.

Singkat cerita, mobil elektrik sekarang bisa nge-drift. Kalau ada yang tidak percaya, tunjukkan saja klip video di bawah ini.

Sumber: Tesla.

BMW Siap Luncurkan Empat Mobil Elektrik dalam Tiga Tahun ke Depan

Perkembangan pesat Tesla pasca Model S sering membuat dunia lupa kalau pabrikan otomotif lain sebenarnya juga sudah lama menginvestasikan waktunya di segmen mobil elektrik. Selain Nissan dengan hatchback Leaf, juga ada BMW yang merilis i3 di tahun 2013.

Dalam kasus BMW, i3 merupakan satu-satunya mobil buatannya yang sepenuhnya mengandalkan energi listrik hingga kini. Pabrikan asal Jerman itu bukannya menyerah, hanya saja sekadar tidak mau buru-buru. Namun mereka juga harus bergerak cepat, mengingat dua rival sebangsanya sudah resmi masuk ke segmen elektrik lewat Audi e-tron dan Mercedes-Benz EQC.

Mini Electric / BMW
Mini Electric / BMW

Belum lama ini, BMW menyingkap rencana ke depan mereka untuk segmen mobil elektrik. Menurut CEO-nya, Harald Kruger, BMW Group bakal merilis lima mobil bermesin listrik dalam waktu tiga tahun ini. Yang pertama adalah Mini Electric, dijadwalkan meluncur tahun depan.

Tahun 2020, BMW iX3 akan menyusul meramaikan pasar SUV elektrik, sekaligus menjadi mobil pertama yang mengusung mesin listrik generasi kelima buatan BMW. Setelahnya sedan i4 bakal menyusul, mengambil konsep iVision Dynamics sebagai basisnya. Terakhir, crossover BMW iNext dijadwalkan mengaspal pada tahun 2021.

BMW iVision Dynamics / BMW
BMW iVision Dynamics / BMW

Dari situ bisa kita lihat bahwa i3 dapat dianggap sebagai batu sandungan buat BMW. Lima tahun pasca peluncurannya dipakai untuk mengamati kebutuhan pasar, sehingga tidak kaget apabila portofolio mobil elektrik BMW ke depannya mencakup banyak segmen sekaligus.

Lalu apakah ini merupakan indikasi berakhirnya masa kejayaan mobil bermesin bensin? Belum. Sebab menurut BMW, pada tahun 2025, jumlah mobil elektriknya bakal bertambah lagi menjadi 12 model, tapi ini juga mencakup model plug-in hybrid, meski tentu saja kapabilitas motor elektriknya bakal jauh lebih baik daripada yang ada sekarang.

BMW iNext / BMW
BMW iNext / BMW

Sumber: Electrek.

Hyundai dan Kia Bakal Pasangkan Panel Surya pada Mobil Buatannya

Mobil elektrik dan panel surya merupakan kombinasi yang tepat demi mewujudkan Bumi yang lebih hijau. Namun ketika keduanya disatukan, efisiensi pun menjadi pertanyaan besar. Karena bidang yang tersedia untuk menempatkan panel surya tergolong kecil serta posisi yang kurang optimal, panel surya belum bisa menjadi sumber energi utama suatu mobil elektrik.

Namun itu tidak mencegah Hyundai dan Kia untuk bereksperimen di bidang ini. Meski tak bisa menjadi sumber energi utama, panel surya setidaknya bisa membantu menghasilkan output ekstra untuk mobil elektrik, dan itu tidak ada salahnya diterapkan selama tidak memberikan pengaruh negatif apa-apa.

Hyundai dan Kia tengah sibuk mengembangkan tiga jenis panel surya untuk mobil sekaligus. Generasi yang pertama ditujukan untuk mobil hybrid, yang diestimasikan mampu mengisi 30 – 60 persen kapasitas baterai mobil hybrid dalam kondisi normal dan cuaca yang optimal (tidak hujan atau berawan).

Hyundai semi-transparent solar panel

Generasi yang kedua ditujukan untuk mobil bensin biasa, akan tetapi panel suryanya sendiri berwujud semi-transparan. Karena hampir tembus pandang, panel surya ini dapat diintegrasikan ke panoramic sunroof, membiarkan lebih banyak cahaya masuk selagi mengisi aki mobil secara konstan.

Generasi ketiga adalah yang ditujukan buat mobil bermesin listrik sepenuhnya. Panel ini dirancang untuk dipasang pada bagian atap dan kap mesin demi memaksimalkan output energi yang dihasilkan.

Tujuan akhir yang hendak dicapai Hyundai dan Kia adalah supaya mobil tidak sekadar mengonsumsi energi secara pasif, tapi juga aktif memproduksinya. Kalau untuk menjadi sumber energi utama, sepertinya teknologi panel surya masih harus dikembangkan lebih jauh lagi.

Sumber: Hyundai via Electrek.

Fitur Summon Diperbarui, Mobil Tesla Bisa Dikemudikan Menggunakan Ponsel Layaknya Mobil R/C

Pemilik mobil buatan Tesla tentunya sudah tidak asing dengan kebiasaan sang pabrikan merilis fitur baru melalui software update. Fitur barunya sendiri sering terkesan sepele, tapi terkadang juga bisa sangat berpengaruh, seperti misalnya fitur Autopilot di tahun 2015.

Di samping Autopilot, Tesla juga sempat meluncurkan fitur bernama Summon yang memungkinkan mobil untuk keluar-masuk garasi sendiri. Sepele seperti yang saya bilang, tapi dalam waktu enam minggu lagi, fitur ini bakal berubah drastis menjadi seperti sihir.

Seperti biasa melalui Twitter, Elon Musk mengungkapkan secuil detail mengenai pembaruan fitur Summon ini. Yang paling keren, Summon memungkinkan mobil untuk mengemudi sendiri menuju pemiliknya layaknya seorang petugas valet. Dari mana mobil mengetahui pemiliknya? Dari ponsel dan aplikasi yang terhubung.

Kalau tombol “Summon” di aplikasinya ditekan terus, mobil dapat mengikuti ke mana pun sang pemiliknya pergi. Seperti hewan peliharaan, kalau kata Elon. Saya membayangkan penyempurnaan fitur Summon ini bakal sangat berguna ketika pemilik mobil selesai berbelanja. Ketimbang harus berjalan sambil membawa belanjaan menuju mobil, tunggu saja di area lobi dan panggil mobilnya lewat aplikasinya.

Di samping itu, Elon juga bilang bahwa Summon memungkinkan pengguna untuk mengontrol mobil lewat ponsel, ibarat mobil R/C katanya. Syaratnya, mobil masih harus berada dalam jarak pandang orang yang memegang ponsel, demi keselamatan tentunya.

Syarat terakhir yang harus dipenuhi untuk bisa menikmati semua fitur ini adalah, mobil harus mengemas hardware Autopilot versi kedua, alias yang baru diproduksi minimal dua tahun lalu. Lebih tua dari itu, hardware-nya tidak cukup kapabel untuk fitur-fitur yang lebih advanced seperti ini.

Via: Reuters.

Chevrolet Garap Mobil Elektrik Khusus Drag Race

Balapan trek lurus alias drag race bukanlah skenario yang paling ideal untuk menjajal keunggulan sebuah mobil elektrik. Mobil elektrik diciptakan dengan fokus pada efisiensi energi, namun Chevrolet rupanya menolak mengamini anggapan tersebut.

Pabrikan mobil asal Amerika Serikat itu baru saja memperkenalkan Chevrolet eCOPO Camaro Concept, versi elektrik dari COPO Camaro yang legendaris. Sekadar informasi, COPO Camaro merupakan edisi spesial Camaro yang dirancang secara khusus untuk drag race, sekaligus merupakan mobil paling eksklusif yang ditawarkan General Motors, induk perusahaan Chevy.

Chevrolet eCOPO Camaro Concept

Berhubung masih konsep, Chevy enggan merincikan spesifikasi lengkapnya. Namun yang pasti, motor elektrik tunggal pada eCOPO diklaim sanggup menggelontorkan output daya di atas 700 hp dan torsi lebih dari 800 Nm. Prediksi Chevy, eCOPO mampu mencatatkan waktu di kisaran 9 detik untuk mencapai garis finish pada trek lurus sepanjang 400 meter.

Tenaga sebesar itu tentu mustahil dibarengi konsumsi energi yang efisien. Kalau konteksnya drag race, berapa kilometer yang bisa ditempuh dalam satu kali charge jelas bukan statistik yang relevan. Yang lebih penting adalah seberapa cepat baterai itu bisa terisi penuh.

Chevrolet eCOPO Camaro Concept

Chevrolet belum berani memastikan seberapa cepat, tapi yang pasti eCOPO dibekali baterai 800 volt. Sebagai referensi, Porsche sudah mengoperasikan stasiun fast charging 800 volt yang mampu mengisi sekitar 80% kapasitas baterai mobil elektriknya dalam waktu 15 – 20 menit saja.

Struktur baterai ini terbentuk dari empat modul 200 volt yang ditempatkan di posisi yang strategis: dua di bagian penumpang belakang, dua lagi di area bagasi. Satu tantangan yang menurut saya harus ditangani Chevy adalah masalah panas; panas yang berlebih pada baterai jelas akan berdampak buruk terhadap performa mobil.

Chevrolet belum bicara banyak soal rencana realisasi eCOPO Camaro Concept. Mereka saat ini masih sibuk mengembangkan dan mengujinya di trek lurus demi mencapai target yang dikoar-koarkannya.

Sumber: Chevrolet via Electrek.

Audi e-tron Resmi Diperkenalkan, Siap Tantang SUV Elektrik Lain dengan Seabrek Teknologi Canggih

Setelah lama dinantikan, Audi akhirnya resmi menyingkap mobil elektrik perdananya, sebuah SUV bernama e-tron. Penawaran Audi ini rupanya datang tidak lama setelah rival sekampungnya, Mercedes-Benz, juga menjalani debutnya di segmen elektrik melalui mobil bernama EQC, yang kebetulan juga bertipe SUV.

Dalam mengembangkan e-tron, Audi tampaknya berfokus pada aspek terpenting dari sebuah mobil elektrik, yakni efisiensi daya. Baterai berkapasitas total 95 kWh yang diposisikan di bagian lantai sanggup menyuplai energi yang cukup untuk menempuh jarak sekitar 400 km. Bukan yang paling efisien, tapi tetap saja mengesankan.

Audi e-tron

Yang lebih istimewa menurut saya adalah fitur regenerative braking yang dimiliki e-tron. Tesla maupun mobil elektrik lainnya juga dilengkapi fitur serupa, tapi garapan Audi sepertinya adalah salah satu yang paling efisien saat ini. Kesimpulan ini saya ambil berdasarkan pengujian prototipe e-tron yang dilakukan Carwow, yang bisa Anda tonton sendiri videonya.

Regenerative braking bekerja saat pedal gas dilepas, tidak harus ketika pedal rem diinjak. Saat aktif, motor elektrik yang ada pada mobil justru bekerja sebaliknya, menjadi generator listrik ketimbang mengonversinya menjadi tenaga penggerak. Singkat cerita, di jalan menurun, baterai mobil elektrik seperti Audi e-tron bukannya berkurang, tapi malah bertambah.

Audi e-tron

Dalam kasus e-tron, penambahannya cukup signifikan. Dari hasil pengujian Carwow tadi, e-tron berhasil mengumpulkan energi sebesar ± 10 kWh setelah diajak jalan menurun sepanjang 30 km. 10 kWh kalau dihitung-hitung bisa dikonversikan menjadi jarak tempuh sejauh 60 km. Jalan 30 km, baterai malah bertambah untuk jalan 60 km lebih lagi.

Selain irit, e-tron juga termasuk jagoan soal charging. Di stasiun pengisian yang mendukung, e-tron bisa di-charge dengan kapasitas 150 kW – lebih tinggi dari Tesla dan sistem Supercharger-nya yang ‘hanya’ 120 kW – sehingga charging dari 0 sampai 80% hanya memerlukan waktu sekitar 30 menit saja. Untuk pengisian ulang di rumah, e-tron sudah dilengkapi charger bawaan dengan kapasitas yang cukup tinggi pula di angka 11 kW.

Audi e-tron

Soal performa, e-tron masih kalah dibanding Tesla Model X, tapi akselerasinya jelas menang jauh ketimbang SUV bermesin bensin: 0 – 100 km/jam dalam waktu 5,7 detik. Top speed-nya sendiri berada di angka 200 km/jam.

e-tron ditenagai oleh dua motor elektrik yang diposisikan di depan dan belakang. Perpaduannya mampu menghasilkan tenaga sebesar 265 kW (± 350 hp), akan tetapi angka akselerasi tadi didapat dengan mengaktifkan “Boost Mode”, yang bakal menambah lagi output dayanya hingga mencapai 300 kW (± 400 hp).

Audi e-tron

Tenaganya ini disalurkan ke penggerak empat roda (Quattro), akan tetapi sistem Quattro di sini rupanya juga sudah dielektrifikasi. Hasilnya, sistem dapat menyesuaikan penyaluran torsi ke masing-masing roda dalam waktu 5 milidetik saja, jauh lebih cepat ketimbang sistem Quattro mekanis.

Baik performa dan efisiensi dayanya ini juga bergantung pada faktor aerodinamika, dan spion virtual milik e-tron sangat berjasa dalam hal ini. Ya, teknologi itu bukan sekadar untuk keren-kerenan saja, tapi memang ada faedahnya ke pengalaman berkendara secara keseluruhan.

Audi e-tron

Dari luar, bisa dilihat kalau penampilannya sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda dari versi konsepnya yang pertama dipamerkan tiga tahun silam. Sepintas, e-tron bisa dilihat sebagai versi baru dari SUV Audi Q5, dan tidak akan kelihatan terlalu mencolok apabila dijajarkan dengan barisan SUV tradisional Audi lainnya.

Interior e-tron sendiri sudah pernah kita bahas; tidak kelewat futuristis, tapi masih canggih dan terasa mewah layaknya mobil Audi biasanya. Urusan kemewahan, pabrikan Jerman memang masih sulit ditandingi, dan ini berlaku baik untuk Mercedes-Benz EQC maupun Audi e-tron.

Audi e-tron

Berbeda dari Mercy yang masih bungkam soal banderol harga EQC, Audi tidak segan mengungkap harga e-tron, yang dimulai di angka $74.800, dan akan dipasarkan pada pertengahan tahun 2019 nanti. Untuk varian termurahnya ini, harganya berada di bawah Tesla Model X, tapi masih sedikit di atas Jaguar I-Pace.

Sumber: Electrek dan Audi.

Mobil Elektrik Perdana Mercy, Mercedes-Benz EQC, Resmi Diperkenalkan

Pertama kali Mercedes-Benz mengungkapkan rencananya untuk memproduksi mobil elektrik adalah di tahun 2016 lewat sebuah mobil konsep bernama Generation EQ. Dua tahun berselang, mimpi tersebut akhirnya menjadi kenyataan. Inilah Mercedes-Benz EQC, mobil elektrik murni perdana dari sang pionir industri otomotif.

Dari luar, penampilannya tidak mencerminkan sebuah mobil elektrik. Anda bisa melihat grille berukuran besar di hidungnya, dan ini jelas palsu alias untuk hiasan semata mengingat mekanisme pendingin mobil elektrik sangat berbeda dari mobil bermesin bensin. Pun demikian, setidaknya tampangnya jadi tidak kelewat futuristis.

Mercedes-Benz EQC 400 4MATIC

Mercy tidak membual saat berkata bahwa desain mobil elektrik versi produksinya tidak akan jauh-jauh dari mobil konsep yang diperkenalkan dua tahun lalu. Secara keseluruhan, EQC sangat mirip dengan Generation EQ, hanya saja kesan futuristisnya sedikit ditekan sehingga wujudnya lebih menyerupai SUV/crossover tradisional Mercy.

Mercedes-Benz EQC 400 4MATIC

Urusan performa, EQC mengandalkan sepasang motor elektrik yang masing-masing diposisikan di tengah-tengah roda depan dan belakang. Tenaga yang dihasilkan mencapai angka 300 kW (402 hp), dan torsi maksimumnya mencapai 765 Nm yang disalurkan ke keempat rodanya (all-wheel-drive). Top speed-nya dibatasi di angka 180 km/jam, sedangkan akselerasi 0 – 100 km/jam berhasil diselesaikan dalam 5,1 detik saja.

Motor elektrik ini menerima suplai energi dari baterai lithium-ion berkapasitas total 80 kWh. Layaknya mobil-mobil buatan Tesla, baterainya ditempatkan di bagian dasar mobil demi menekan center of gravity, dan pada akhirnya meminimalkan efek limbung. Dalam satu kali pengisian, EQC dapat menempuh jarak sekitar 450 kilometer.

Mercedes-Benz EQC 400 4MATIC

Terkait charging, kita tahu bahwa Daimler (induk perusahaan Mercy) telah membentuk aliansi bersama nama-nama besar industri otomotif lainnya untuk mengembangkan jaringan charger mobil elektrik bernama Ionity. Namun yang cukup unik, Mercy telah menyematkan charger terintegrasi di dalam EQC yang dilengkapi sistem water cooling. Fungsinya adalah supaya konsumen dapat mengisi ulang baterai EQC di kediamannya dengan lebih cepat, tepatnya dengan kapasitas 7,4 kW.

Mercedes-Benz EQC 400 4MATIC

Masuk ke dalam kabinnya, Anda akan disambut oleh interior yang cukup mewah dan lagi-lagi tidak terlampau futuristis seperti yang ada pada versi konsepnya. Panel instrumen dan sistem infotainment-nya mengandalkan satu layar memanjang dari balik setir ke tengah dashboard, sama seperti sejumlah model Mercy terbaru, dan EQC masih menggunakan sistem MBUX meski ada sejumlah perubahan yang disesuaikan untuk ekosistem mobil elektrik.

Rencananya, mobil bernama lengkap Mercedes-Benz EQC 400 4MATIC ini baru akan diproduksi secara massal mulai tahun 2019. Sayang Mercy masih bungkam soal harga maupun jadwal pemasarannya.

Sumber: Electrek dan Daimler.

Bermesin Listrik tapi Berwajah Klasik, Jaguar E-type Zero Siap Mengaspal Tahun 2020

Sekitar setahun yang lalu, Jaguar membuat kejutan lewat reinkarnasi versi elektrik dari roadster klasiknya. Saat diumumkan, status mobil bernama Jaguar E-type Zero itu baru sebatas konsep, namun baru-baru ini Jaguar memutuskan untuk melanjutkannya ke tahap produksi, dengan estimasi pengiriman ke tangan konsumen paling cepat pada musim panas tahun 2020.

Sekadar mengingatkan, fisik E-type Zero sengaja dibuat sama persis seperti E-type orisinil yang dirilis pertama kali di tahun 1961. Namun ketika kap mesinnya dibuka, yang tampak bukanlah mesin enam silinder berukuran masif, melainkan baterai lithium-ion berkapasitas 40 kWh, diikuti sebuah motor elektrik di belakangnya, persis di posisi gearbox E-type orisinil.

Jaguar E-type Zero

Menilik ke bagian kabin, kita bakal disambut oleh interior yang lebih modern berkat penerapan sistem infotainment berbasis layar sentuh. Elemen modernisasi yang terakhir terletak pada bagian lampu depannya, yang telah digantikan oleh komponen LED. Jaguar terkesan sangat berhati-hati dalam menerapkan pembaruan demi menjaga aura klasik dari salah satu mobil kebanggaannya tersebut.

Jaguar E-type Zero

Begitu presisinya perubahan yang diterapkan Jaguar, konsumen tidak harus membeli E-type Zero sebagai mobil baru. Para pemilik E-type klasik keluaran tahun 1961 – 1975 yang tertarik juga bisa menyulap tunggangannya menjadi mobil elektrik, dan proses restorasi beserta konversinya bakal dikerjakan sepenuhnya oleh tim Jaguar Classic Works.

Jaguar tidak lupa menegaskan bahwa proses konversi ini sifatnya reversible. Semua komponen yang diganti, terutama mesin bensinnya, akan disimpan baik-baik sehingga ke depannya, apabila ada permintaan dari konsumen, Jaguar bisa mengembalikan mobil mereka ke versi aslinya.

Jaguar E-type Zero

Terkait performa, E-type Zero dikembangkan menggunakan teknologi yang sama seperti SUV elektrik perdana mereka, Jaguar I-PACE. Bukan berarti performanya sama persis, akan tetapi setidaknya konsumen dapat diyakinkan bahwa kombinasi motor elektrik dan baterai yang diusung E-type Zero memang pantas untuk versi produksi.

Kemungkinan besar akselerasinya justru lebih unggul ketimbang E-type orisinil, sebab torsi besar dan instan memang sudah menjadi standar mobil elektrik. Soal efisiensi daya, E-type Zero diestimasikan dapat menempuh jarak hingga 270 km dalam satu kali pengisian baterai, cukup baik untuk ukuran baterai yang kecil (40 kWh).

Jaguar E-type Zero

Satu detail yang masih misterius adalah harganya. Sudah pasti mahal mengingat ini Jaguar dan bisa dikategorikan sebagai mobil klasik. Untuk tarif konversi sepertinya bakal bervariasi tergantung kondisi E-type klasik milik masing-masing konsumen.

Sumber: CNET dan Jaguar.