Berkat Playable Ads, Pengguna Facebook Bisa Langsung Mencoba Versi Demo Game di News Feed

Sebagai perusahaan yang memperoleh mayoritas penghasilannya dari bisnis periklanan, Facebook cukup gencar bereksperimen dengan format-format iklan baru. Belum lama ini, mereka menguji iklan berformat augmented reality yang memungkinkan pengguna untuk menjajal produk yang diiklankan secara virtual.

Sekarang, mereka menawarkan solusi baru bagi para pengiklan yang bergerak di industri gaming dalam bentuk Playable Ads. Sesuai namanya, ini merupakan iklan game yang dapat dimainkan langsung dari News Feed, tanpa mewajibkan pengguna mengunduh apa-apa.

Jadi kalau biasanya iklan game di Facebook itu berupa video, di sini masih sama, hanya saja videonya interaktif. Saat menjumpai suatu Playable Ad, pengguna hanya perlu menyentuhnya, menunggu proses loading sebentar, lalu mulai mencoba memainkan versi demo-nya. Baru setelahnya, mereka akan dibawa langsung ke laman game tersebut di app store masing-masing platform.

Langsung mencoba bermain jelas lebih menarik ketimbang hanya melihat videonya saja, dan ini diharapkan bisa meningkatkan efektivitas iklan. Hal ini juga telah dibuktikan oleh sejumlah developer besar seperti Rovio dan Bagelcode selaku pengiklan yang telah memanfaatkan format Playable Ads.

Menurut Rich Kelly selaku VP of Global Gaming di Facebook, inisiatif seperti ini dibutuhkan mengingat industri game mobile semakin hari semakin besar. Developer sederhananya butuh cara yang lebih efektif untuk menjangkau dan menarik lebih banyak audiens ketimbang hanya menggarap game yang bagus.

Sumber: CNET dan Facebook.

Square Enix Montreal Berhenti Kerjakan Seri Game GO

Suka atau tidak, free-to-play (F2P) adalah masa depan industri gaming, terutama di ranah mobile. Model bisnis seperti ini sejatinya merupakan win-win solution bagi konsumen dan developer: konsumen senang karena tidak perlu mengeluarkan uang untuk bisa bermain, sedangkan developer senang karena bisa meraup untung lebih banyak dari pemain yang bersedia mengucurkan dana.

Memangnya seberapa besar untung yang bisa didapat dari game F2P? Coba tanya ke Epic Games selaku developer Fortnite Battle Royale. Hanya sebulan setelah versi mobile-nya dirilis, nilai pemasukannya sudah mencapai angka $15 juta. Yang lebih mengejutkan lagi, itu baru di iOS saja, sebab versi Android-nya masih belum siap.

Oke, angka sefantastis ini mungkin hanya berlaku ketika model bisnis F2P dikawinkan dengan genre battle royale, tapi intinya F2P merupakan bisnis yang sangat menggiurkan bagi developer game. Jadi jangan salahkan kalau ke depannya populasi game mobile premium makin menipis.

Lara Croft GO / Square Enix Montreal
Lara Croft GO / Square Enix Montreal

Salah satu yang terkena dampaknya adalah seri game “GO” besutan Square Enix Montreal. Berbicara kepada PC Games Insider, Patrick Naud selaku pimpinan studionya mengungkapkan bahwa mereka tidak akan melanjutkan seri ini ke depannya. Atau dengan kata lain, tidak akan ada lagi game GO untuk franchise lain selain tiga yang sudah ada, yaitu Hitman, Tomb Raider dan Deus Ex.

Tiga game tersebut, Hitman GO, Lara Croft GO dan Deus Ex GO, terbukti berhasil menuai pujian dari banyak pihak, baik dari segi gameplay maupun visualnya yang unik. Pemasukannya pun tergolong lumayan kalau kata Patrick. Akan tetapi jumlah pemainnya terbilang sedikit, dan penyebabnya tidak lain dari harga yang harus dibayar saat hendak mengunduh game, meski mungkin hanya sekitar $5 saja.

Deus Ex GO / Square Enix Montreal
Deus Ex GO / Square Enix Montreal

Patrick lanjut menjelaskan bahwa konsumen sekarang memiliki banyak pilihan game bagus yang bisa dimainkan secara cuma-cuma. Sederhananya, kenapa harus membayar ketika ada yang gratis? Mindset seperti ini mungkin terkesan negatif, tapi pada kenyataannya tidak sedikit game F2P yang benar-benar bagus, seperti salah satunya Fortnite itu tadi.

Kendati demikian, ini bukan berarti Square Enix Montreal sudah benar-benar menyerah di ranah game mobile. Mereka masih akan terus berkarya, hanya saja seri GO tidak akan dilanjutkan. Jujur saya sedikit sedih, sebab Hitman GO dan Lara Croft GO terbukti sangat adiktif sampai-sampai Square Enix Montreal memutuskan untuk menggarap versi console dan PC-nya.

Sumber: Pocket Gamer via Variety.

Buka Concept Store Pertama di Hong Kong, Razer Siap Jajaki Ranah Mobile Gaming

Nama Razer tak bisa dipisahkan dari PC. Bagaimana pun juga, platform inilah yang melambungkan kepopularitasannya hingga Razer menjadi salah satu brand gaming paling prestisius. Dan tak hanya di PC, perusahaan pimpinan Min-Liang Tan itu juga sudah lama mencoba ekspansi ke segmen gaming lain seperti mobile dan console lewat Junglecat sampai Thresher Ultimate.

Namun baru belakangan ini sang perusahaan periferal asal Amerika itu menunjukkan keseriusannya dalam mempenetrasi ranah mobile gaming. Berkolaborasi bersama perusahaan telekomunikasi Three Group, Razer membuka concept store pertama di Hong Kong di hari Sabtu kemarin. Store tersebut merupakan gerai RazerStore keenam di dunia, setelah sebelumnya diresmikan di Shanghai, Taipei, Bangkok, Manila, dan San Francisco.

Kerja sama mereka tak berhenti sampai di sana. Razer dan Three kabarnya akan menggarap perangkat bergerak baru dengan misi ‘mengganggu’ pasar mobile, meski sang produsen memang belum menjelaskan seperti apa produk anyar dan rencana mereka selanjutnya. Selain hardware, kedua perusahaan juga bersama-sama akan menawarkan layanan khusus para penggemar game mobile.

Hal ini bukanlah kabar mengejutkan. Dalam beberapa waktu ke belakang, Razer telah melakukan banyak persiapan: di tahun 2015, mereka membeli Ouya, dan memanfaatkan asetnya dalam menyajikan Forge TV. Dan baru di bulan Januari 2017 kemarin, perusahaan mengakuisisi tim pencipta smartphone Robin, Nextbit senilai US$ 1,3 juta. Selain ada peluang besar Razer punya agenda melepas perangat bergerak, tak tertutup kemungkinan mereka berniat menyiapkan platform gaming-nya.

Dari penjelasan CEO Min-Liang Tan pada South China Morning Post, pasar gaming masih menyimpan potensi yang sangat besar. Dalam waktu tiga tahun terakhir saja, Razer berhasil mengapalkan hardware senilai lebih dari US$ 1 miliar, dan angka ini belum termasuk keuntungan dari segmen mobile game.

“Saat pertama kali kami melihat pasar laptop gaming, belum ada produk atau layanan yang tersuguh optimal buat para gamer,” tutur Tan pada SCMP. “Situasi serupa terjadi sekarang. Saya belum melihat adanya perangkat mobile maupun software platform yang betul-betul dapat memenuhi kebutuhan pemain. Artinya, masih terbuka kesempatan besar untuk ‘men-disruptmarket.”

Dibukanya RazerStore di jantung kota Hong Kong (tepatnya di Causeway Bay) sendiri dimaksudkan untuk memperkokoh cengkeraman mereka di kawasan Tiongkok dan sekitarnya. Buat saat ini, Razer merupakan brand eSport terbesar di China.

Sumber tambahan: The Business Times.

Soft-World Taiwan Formalisasi Bisnis Kartu Digital MyCard di Indonesia

Pengembang dan distributor permainan yang berbasis di Taiwan, Soft-World Internasional, membentuk perusahaan patungan (joint-venture), PT Maya Kartuku Internasional, bersama perusahaan agen iklan Indonesia PT Damai Sejahtera Indonesia dan konsultan keuangan Singapura Balius Capital Limited. Perusahaan tersebut akan mempromosikan MyCard, layanan kartu digital yang bisa digunakan untuk membeli voucher berbagai jenis permainan, Facebook credit, dan sejumlah konten digital lainnya, untuk dipasarkan di Indonesia dan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.

Maya Kartuku Internasional memiliki modal awal senilai $2 juta, dengan Soft-World Internasional memegang 30% saham. Meski demikian Soft-World berharap bisa mendapatkan lebih banyak saham di PT Maya Kartuku Internasional hingga 60%. Perusahaan yang berkantor pusat di Jakarta ini akan beroperasi mulai 10 Mei 2016 mendatang.

Sebelumnya MyCard sudah tersedia di Indonesia melalui kemitraan dengan sejumlah pengecer. Kehadiran Maya Kartuku Internasional adalah bentuk formalisasi usaha ekspansi Soft-World di pasar Indonesia.

Masuknya Soft-World dengan layanan MyCard-nya ke Indonesia dipengaruhi oleh pertumbuhan layanan mobile gaming di Indonesia. Diperkirakan tahun ini pertumbuhan pasar Indonesia untuk layanan mobile gaming berbasis smartphone yang diperkirakan mencapai $320 juta (lebih dari 4 triliun Rupiah) tahun ini. Dengan angka angka yang menggiurkan itu, Maya Kartuku Internasional berharap bisa mendapatkan 10% dari total keseluruhan nilai pasar di satu tahun pertamanya.

Di Indonesia MyCard akan bersaing langsung dengan Indomog dan MOL Global Malaysia. Yang terakhir ini telah mengakuisisi AyoPay di tahun 2013 untuk memperkuat bisnisnya di Indonesia.

Pengguna BlueStacks Kini Bisa Menyiarkan Sesi Gaming-nya ke Twitch

Setelah merilis BlueStacks 2 menjelang akhir tahun lalu, tim pengembang BlueStacks kini kembali memberikan kejutan baru bagi jutaan penggunanya. Kejutan itu datang dalam wujud kemitraan bersama Twitch. Buah kerja samanya? Apalagi kalau bukan integrasi layanan live streaming Twitch di dalam BlueStacks.

Ya benar, versi terbaru BlueStacks App Player kini dilengkapi fitur yang dijuluki BlueStacks TV, dimana pengguna dapat menyiarkan sesi gaming-nya ke Twitch hanya dengan menekan satu tombol saja. Cukup login menggunakan akun Twitch masing-masing, klik “Go Live” dan mulai bermain.

Sebelum ini, mengadakan sesi live streaming game mobile tidak semudah game PC. Opsi terbaik sejauh ini adalah YouTube Gaming yang baru saja tersedia di Indonesia. Namun kalau platform yang Anda pilih adalah Twitch, BlueStacks-lah solusi terbaiknya saat ini.

Tentu saja fitur BlueStacks TV ini juga berarti pengguna bisa menonton video-video yang disiarkan oleh komunitas Twitch. Kontennya bahkan disajikan secara terkurasi dan otomatis, mengikuti game apa saja yang Anda mainkan. Jadi semisal Anda sering bermain Clash Royale, rekomendasi videonya tentu saja akan banyak mengenai game tersebut.

Untuk bisa menikmati fitur live streaming ini, Anda bisa mengunduh versi terbaru BlueStacks App Player langsung lewat situs resminya.

Sumber: BlueStacks Blog.

Cartoon Network Luncurkan Game Mobile Orisinil Perdananya, OK K.O.! Lakewood Plaza Turbo

Siapa sih yang tidak mengenal Cartoon Network (CN)? Channel televisi ini sudah menemani para penggemar film kartun sejak tahun 1992, menghasilkan franchisefranchise ikonik mmacam Powerpuff Girls, Ben 10, Johnny Bravo, dan masih banyak lagi. Meski tergolong sudah sangat sukses di industri hiburan televisi, CN rupanya ingin mencoba melebarkan sayapnya ke ranah mobile gaming.

Melalui salah satu anak perusahannya, Cartoon Network Studios, lahirlah sebuah franchise baru berjudul OK K.O.! Lakewood Plaza Turbo. Yang unik adalah, ini merupakan game mobile orisinil pertama garapan Cartoon Network. Orisinil karena sebelumnya Lakewood Plaza Turbo belum pernah ditayangkan di TV manapun.

OK K.O.! Lakewood Plaza Turbo

Game ber-genre beat-them-up ini mengambil tempat fiktif di Lakewood Plaza, sebuah mall untuk para superhero. Tokoh utamanya, K.O., harus menghadang musuh bernama Lord Boxman yang bermisi menghancurkan mall tersebut dengan pasukan robotnya.

Selain mempelajari teknik bertarung dari ibunya, K.O. juga harus mengeksplorasi area-area terpencil dan bertemu dengan karakter-karakter sinting lain selagi dirinya berupaya membangun kembali Lakewood Plaza. Seiring berjalannya game, K.O. perlahan akan membuka sejumlah special attack baru.

Setting dunia dan ceritanya digarap oleh animator ternama Ian Jones-Quartey, yang merupakan otak di balik judul-judul keren seperti Steven Universe dan Secret Mountain Fort Awesome. Beliau bekerja sama dengan animator kenamaan lain, Toby Jones, sedangkan game-nya sendiri dikerjakan oleh developer indie asal Kanada, Double Stallion.

OK K.O.! Lakewood Plaza Turbo

Karena pada dasarnya berakar di televisi, Cartoon Network sudah punya rencana untuk menjadikan Lakewood Plaza Turbo sebagai salah satu serial TV-nya nanti. Demikian pula dengan gamegame orisinil lain yang akan dikembangkan oleh Cartoon Network Studios. Dengan kata lain, alurnya jadi terbalik: dari game ke film, bukan sebaliknya.

Namun yang jauh lebih penting lagi, OK K.O.! Lakewood Plaza Turbo sekarang sudah bisa dimainkan di Android atau iOS secara cuma-cuma.

Sumber: VentureBeat.

Gamepad Bluetooth dari Satechi Ini Fleksibel dan Penuh Fitur

Hanya ada satu misi tim Satechi, yaitu membantu konsumen hidup lebih efisien. Selama satu dekade, perusahaan asal San Diego itu mewujudkan prinsip tersebut dengan menciptakan berbagai macam aksesori kantor, kamera dan audio. Tapi meluasnya fungsi smartphone ke lini gaming kelas antusias tampaknya mendorong mereka untuk mengekspansi jajaran produk. Continue reading Gamepad Bluetooth dari Satechi Ini Fleksibel dan Penuh Fitur

Freemium dan Masa Depan Mobile Gaming, Menurut Gameloft

Candy Crush, Clash of Clans, Despicable Me: Minion Rush, ketiganya adalah game yang sangat populer di kalangan pengguna perangkat Android maupun iOS. Ketiganya pun bisa dimainkan secara cuma-cuma, sehingga tidak heran apabila jumlah user-nya begitu besar.

Sebagian dari kita mungkin bertanya-tanya: kalau seperti itu caranya, dari mana tim developer maupun publisher-nya mendapatkan pemasukan? Well, jawabannya adalah model bisnis freemium.

Dalam artikel ini, saya akan membahas seputar game freemium yang sudah menjadi tren di industri mobile gaming. Maka dari itu, saya pun tidak lupa meminta pendapat dari salah satu nama paling tenar di kancah mobile gaming, Gameloft. Lewat email, saya berbincang sedikit dengan Emeric Le Bail, Country Manager untuk Gameloft Indonesia.

Info menarik: Kumpulan Game Android Terbaru 13 – 27 Juli 2015

Apa itu freemium?

freemium
Copyright: Venimo/Shutterstock

Istilah freemium sebenarnya merupakan gabungan dari kata “free” dan “premium“. Istilah ini pertama kali digunakan oleh seorang ahli e-commerce bernama Jarid Lukin di tahun 2006. Melihat polanya, bisa dikatakan freemium merupakan evolusi dari istilah shareware, yang populer di kalangan pengguna PC, dimana software berjenis shareware biasanya bisa digunakan secara cuma-cuma, namun hanya dalam durasi tertentu.

Selain freemium, sebenarnya ada juga istilah serupa yang populer di kalangan gamer, yakni free-to-play. Kedua istilah ini sebenarnya sama, akan tetapi free-to-play secara khusus diasosiasikan dengan konten digital berupa video game ketimbang aplikasi secara umum.

Dalam sebuah game free-to-play, Anda tidak dikenai biaya apa-apa untuk bisa mengunduh dan memainkannya. Kendati demikian, ada sejumlah konten opsional yang baru bisa didapat jika Anda mau membayar.

Agar tidak membingungkan, selanjutnya saya akan menggunakan istilah freemium – yang pada dasarnya bisa mempersingkat panjang artikel ini ketimbang menggunakan istilah free-to-play.

Info menarik: Sambungkan Buah-Buahan Dalam Game Puzzle Fruits Connect

Alasan penerapan strategi freemium

despicable-me-minion-rush

Di industri gaming, freemium sendiri awalnya lebih diprioritaskan untuk mencegah menyebarnya pembajakan game. Emeric pun membenarkan, dimana ia memaparkan bahwa model freemium secara alami disandang untuk membatasi pembajakan. Kendati demikian, ini rupanya bukan motivasi utama dari penerapan model freemium – paling tidak buat Gameloft.

Seperti yang kita ketahui, smartphone dan tablet kini sudah menjadi perangkat massal yang ada di mana-mana. Terlepas dari latar belakang masing-masing, sebagian besar dari mereka sebenarnya adalah gamer kasual. Tidak seperti gamer kelas hardcore – seperti Yoga Wisesagamer kasual lebih sering mencari hal-hal baru, dalam kasus ini hiburan beresiko rendah.

Emeric pun lanjut menjelaskan bahwa fokus Gameloft pada game freemium murni untuk menanggapi permintaan gamer kasual. Karena gratis, game freemium tentu saja lebih mudah diakses. Namun sebagai bonus, konsumen dibebaskan untuk bermain “dengan cara mereka sendiri”.

Anda tidak mau mengeluarkan uang? Silakan. Tapi kalau Anda mau mendapat pengalaman bermain yang lebih komplet, Anda bisa membayar untuk itu. Konsumen senang, publisher dan developer pun ikut senang.

Info menarik: Eternal Symphony, Game Ritme yang Menantang

Kontroversi freemium

league-of-legends-store

Meski pada prinsipnya freemium menguntungkan pihak gamer, kontroversi pun tetap tidak bisa dihindari. Seiring bertambah banyaknya game freemium, muncul istilah “pay-to-win“, yang sejatinya merupakan cemoohan untuk istilah free-to-play. Sesuai makna harafiahnya, istilah ini berarti Anda harus membayar kalau mau menang.

Dalam game yang mengandung aspek kompetisi, model freemium memang berpotensi menjurus ke arah pay-to-win. Agar lebih mudah dipahami, saya akan memberikan contoh di luar mobile game, yakni Dota 2 dan League of Legends, yang memang sangat kompetitif. Keduanya bisa dimainkan secara gratis, dan menyimpan konten-konten opsional yang bisa dibeli. Bedanya, di Dota 2, konten opsional tersebut hampir tidak mempengaruhi hasil permainan, sedangkan di League of Legends sebaliknya.

Namun dalam konteks mobile game, saya kira freemium tidak bisa dicap sebagai pay-to-win secara mutlak. Memang ada sejumlah mobile game yang menjurus ke arah pay-to-win, akan tetapi kalau melihat mayoritas konsumennya yang merupakan gamer kasual, mereka bisa dengan mudah mencari game lain ketika mereka tidak puas dengan konsep freemium yang ditawarkan.

Info menarik: Panduan Memilih Casual Game dari Gameloft

Masa depan industri mobile gaming

siegefall

Ketika saya menanyakan apakah ke depannya semua mobile game akan mengadopsi model freemium, Emeric tampaknya enggan mengiyakan. Mungkin tidak semua, akan tetapi jumlah game freemium saya perkirakan akan bertambah banyak, bukan dari Gameloft saja, tetapi juga dari banyak publisher dan developer lain.

Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan industri gaming secara keseluruhan yang luar biasa, dan salah satu kontributornya adalah model freemium itu sendiri. Dalam kasus Gameloft, perusahaan asal Perancis ini berhasil menduduki posisi kedua publisher terbesar di tahun 2014 menurut App Annie, dilihat dari jumlah unduhan game di Google Play maupun Apple Store. Semuanya berkat model bisnis freemium.

Melihat pencapaian semacam itu, Emeric pun menyebutkan bahwa komitmen Gameloft di pasar freemium kini lebih kuat ketimbang sebelumnya, dan ke depannya mereka berencana untuk tetap seperti itu. Mengapa? Karena konsep micro-transaction di dalam game dirasa jauh lebih alami, dimana pemain hanya membayar untuk apa yang mereka konsumsi, tidak lebih.

Sekali lagi, model bisnis freemium terbukti dapat menguntungkan kedua pihak sekaligus, baik produsen (publisher dan developer) maupun konsumen.

Info menarik: GarudaPoint Coba Hadirkan Marketplace dan eCommerce Platform Game di Indonesia

Visi Gameloft ke depannya

asphalt-8

Melihat prestasi dan pertumbuhan Gameloft sejauh ini, saya pun tertarik mengetahui apakah mereka berminat merambah platform lain selain perangkat mobile. Emeric menegaskan bahwa visi mereka tidak terbatas pada perangkat mobile saja, meski itu sejatinya merupakan DNA mereka.

Untuk saat ini, mobile masih menduduki posisi teratas terkait jumlah game yang diunduh setiap harinya, bahkan saya kira jauh melebihi console maupun PC. Inilah yang sepertinya menjadi pertimbangan utama Gameloft. Selama mobile masih memimpin, mereka akan terus fokus di situ. Namun kalau ke depannya console maupun PC kembali ‘meledak-ledak’, bukan tidak mungkin Gameloft akan turut meramaikannya.

Bagaimana dengan VR, alias virtual reality? Saya pun juga penasaran, namun Emeric berpendapat bahwa itu masih terlalu dini untuk dibicarakan. Saya cukup yakin ada sentilan-sentilan kecil di tim internal Gameloft seputar keinginan mengembangkan game VR, tapi tidak dalam waktu dekat.

Masih didukung rasa penasaran, saya lanjut menanyakan soal crowdfunded game. Sejauh ini Gameloft belum mempunyai rencana untuk memperkenalkan sebuah game lewat kampanye crowdfunding, mungkin suatu hari ketika benar-benar ada permintaan besar dari konsumen.

Gambar header: Mobile gaming via Shutterstock.

Frost & Sullivan: Mobile Gaming in Southeast Asia Will Reach $7 Billion by 2019

In 2014, Frost & Sullivan noted that mobile gaming in Southeast Asia experienced an impressive growth, with $1 billion of total revenue. This is claimed to be the best growth in the world, compared to any other regions. Good news is, it’s unlikely stopping there, as it’s predicted to reach $7 billion by 2019. Continue reading Frost & Sullivan: Mobile Gaming in Southeast Asia Will Reach $7 Billion by 2019