Pesona Dibalik Akuisisi Layanan “Multifinance” oleh Startup Teknologi

Atome mengakuisisi PT Mega Finadana Finance (kini bernama PT Atome Finance Indonesia) untuk menambah jajaran perusahaan fintech lending yang tertarik melebarkan sayap, khususnya di bidang pembiayaan barang konsumen.

Sebelum Atome, ada Kredivo yang mengakuisisi PT Swarna Niaga Finance (kini bernama PT FinAccel Finance Indonesia). Di luar perusahaan fintech, ada Traveloka yang mengakuisisi PT Malacca Trust Finance (kini bernama PT Caturnusa Sejahtera Finance) untuk mengoperasikan Traveloka Paylater.

Dalam keterangan resmi, CEO Atome Financial Indonesia Wawan Salum menyampaikan, “Akuisisi ini merupakan bukti dari komitmen untuk mengembangkan bisnis kami di Indonesia, dengan tujuan melayani mitra serta konsumen kami dengan lebih baik dalam memberikan pilihan pembiayaan dan pinjaman yang disesuaikan.”

Sejak tahun 2017, Atome Financial telah menjalin kemitraan dengan beberapa lembaga keuangan terkemuka di dunia yang menyediakan lebih dari $200 juta dalam pendanaan dan fasilitas kredit guna mendorong inklusi keuangan.

Wawan mengklaim, secara kumulatif perusahaan telah melayani lebih dari 5 juta pengguna dan telah memberikan pinjaman lebih dari $1 miliar untuk memberdayakan pedagang dan konsumen. “Akuisisi ini tidak hanya akan mempercepat ekspansi bisnis kami yang pesat, namun juga berkontribusi pada ekosistem pinjaman dan pembiayaan yang lebih kuat dan sehat di Indonesia,” tambahnya.

DailySocial mengirimkan sejumlah pertanyaan tambahan kepada Wawan, namun hingga tulisan ini diturunkan belum mendapat respons.

Seperti diketahui, Atome Financial memiliki dua unit bisnis utama, yakni Atome dan Kredit Pintar. Keduanya sama-sama bergerak di pinjaman, pembedanya terletak di sisi penggunaannya. Atome menyediakan layanan BNPL dengan opsi pembayaran bunga 0% selama tiga atau enam bulan. Atome bermitra dengan beberapa grup ritel dan platform e-commerce, seperti MAP (mencakup Sephora, Zara, Mango, Pull & Bear, Marks & Spencer, Food Hall), JD.id, dan iStyle.

Sementara, Kredit Pintar bermain di pinjaman cepat (cash loan) dengan maksimal plafon Rp20 juta dengan tunai mulai dari tiga sampai satu tahun. Dana tersebut tidak hanya digunakan untuk kebutuhan produktif, juga kebutuhan sehari-hari.

Maraknya ketertarikan mengakuisisi perusahaan multifinance, menurut pandangan Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno, memungkinkan para pemain tersebut untuk menyentuh produk pinjaman dan pembiayaan yang lebih komprehensif.

Ia mencontohkan, untuk Traveloka, pada dasarnya mereka menjual produk, tidak bisa bertindak seperti perusahaan pembiayaan yang bisa memberikan kredit untuk konsumennya. Secara platform, mereka hanya cukup mendaftarkan diri ke Kemenkominfo saja, tidak seperti perusahaan pembiayaan yang harus diregulasi ketat oleh OJK.

“Sekarang lewat Caturnusa, orang yang mau beli tiket yang harusnya dulu harus beli tunai, sekarang bisa dicicil sampai 10 kali. Itu karena di pembiayaan butuh calon debitur, mereka [Traveloka] masuk ke sini karena melihat potensi, di mana tidak semua orang punya kemampuan beli tunai,” katanya saat dihubungi DailySocial.

Kemampuan meracik produk dan kemampuan perusahaan menawarkan pembiayaannya akan memberikan pendekatan baru. Mereka dapat lebih leluasa menyalurkan pembiayaan multiguna untuk banyak sektor industri seperti perusahaan multifinance pada umumnya dan masuk ke pembiayaan kendaraan, properti, elektronik, KTA, dan lainnya.

Untuk sumber dana, mereka bisa mengandalkan pinjaman dari bank, dengan cara channeling atau joint financing, mengeluarkan surat utang dari MTN, obligasi, sindikasi on/offshore, hingga IPO.

“Dengan menggabungkan produk yang sudah mereka miliki dengan pinjaman yang sesuai dengan regulasi, mereka bisa menawarkan suatu pendekatan baru,” tambah Suwandi.

Sebelumnya, saat dihubungi DailySocial, CEO Kredivo Indonesia Alie Tan menuturkan, sejak awal skema pembiayaan Kredivo memang didominasi pembiayaan pembelanjaan produk di merchant, bukan pinjaman tunai, maka dari itu lisensi multifinance dirasa lebih cocok untuk Kredivo. “Dengan demikian, kami berharap bisa bertumbuh dengan pesat dan melayani 10 juta pengguna dalam beberapa tahun ke depan,” ucapnya.

Pernyataan Alie memperkuat ujaran Co-Founder Kredivo Akshay Garg sebelumnya yang menyebutkan melalui lisensi multifinance maka penyaluran pinjaman Kredivo akan semakin besar dan berkembang. Lisensi ini dinilai lebih stabil karena peraturannya sudah dibentuk sejak lama. Dalam regulasi disebutkan perusahaan pembiayaan juga dimungkinkan untuk menyalurkan 30% pembiayaannya kepada fintech lending.

Pasca FinAccel, induk Kredivo, mengumumkan rampungnya akuisisi terhadap PT Swarna Niaga Finance, perusahaan tancap gas bersama Samsung untuk menyediakan layanan Samsung Financing. Penawarannya tidak jauh berbeda. Konsumen dapat mengajukan cicilan dari Kredivo saat berbelanja gawai Samsung secara online atau offline.

FinAccel tidak serta merta meninggalkan bisnis lending karena mereka memperkenalkan Kredifazz (PT FinAccel Digital Indonesia) yang fokus pada pinjaman produktif dan konsumtif. Salah satu produk pinjaman yang dirilis Kredifazz adalah Klop!, pinjaman konsumtif yang ditujukan untuk pengguna Telkomsel.

Kredivo Bukukan “Debt Funding” 1,4 Triliun Rupiah dari Victory Park Capital

Startup fintech kredit digital Kredivo mengumumkan pendanaan debt hingga $100 juta (setara 1,4 triliun Rupiah) dari perusahaan investasi asal Amerika Serikat, Victory Park Capital Advisors (VPC). Fasilitas debt akan digunakan untuk pengembangan produk pembiayaan agar dapat melayani 10 juta pengguna baru dalam beberapa tahun mendatang.

Diklaim pendanaan ini merupakan terbesar dalam sejarah perusahaan, sekaligus terbesar di industri fintech se-Asia Tenggara. Sekaligus menandakan debut VPC di pasar Asia Tenggara.

Dalam konferensi pers virtual pada hari ini (24/11), Co-Founder Kredivo Umang Rustagi menjelaskan dana tersebut dapat mendorong momentum pertumbuhan perusahaan dan memperkuat matriks risiko, di tengah kondisi ekonomi yang menantang.

Ia mengatakan, proses penggalangan debt ini sudah dimulai sejak enam hingga sembilan bulan lalu, namun baru ditutup pada kuartal ketiga kemarin. “Pendanaan lini kredit ini akan mengakselerasi skalabilitas bisnis dan merealisasikan target kami untuk melayani hingga 10 juta pengguna baru dalam beberapa tahun ke depan,” katanya.

Partner VPC Gordon Watson turut memberikan pernyataannya melalui keterangan resmi. Ia mengatakan, Kredivo mampu memperlihatkan kombinasi yang unik antara perusahaan, jangkauan pasar, manajemen risiko, dan inklusi keuangan di Indonesia.

“Kerja sama ini merupakan investasi pertama VPC di kawasan Asia Tenggara, tentunya menjadi hal yang sangat menggembirakan untuk dapat memulai babak penting ini dengan partner Kredivo.”

Umang menuturkan, dengan posisinya kini sebagai multifinance, tak lagi sebagai startup lending, telah mengembangkan berbagai produk pembiayaan secara lebih leluasa untuk merambah lebih banyak konsumen baru. Produk tersebut seperti pembiayaan healthcare, edukasi, dan usaha produktif untuk pengusaha UKM.

“Pengembangan produk lainnya, seperti pembiayaan otomotif tentu akan ada dalam rencana, namun belum dalam waktu dekat.”

VPC adalah sejumlah lender institusi yang sudah masuk membiayai kredit di Kredivo, sebelumnya ada Bank Permata senilai Rp1 triliun dan Partners for Growth senilai Rp283 miliar. Keduanya masuk pada tahun lalu.

Selain mencari pendanaan dari institusi untuk menyalurkan pembiayaan, Kredivo sebenarnya juga berkesempatan untuk memanfaatkan opsi lainnya yang sudah direstui OJK, yakni channelling dan menerbitkan obligasi. Namun, Umang menegaskan sejauh ini belum ada rencana untuk menerbitkan obligasi.

VP Marketing & Communications Kredivo Indina Andamari menambahkan, perpindahan menjadi multifinance adalah bagian dari Kredivo untuk bisa melayani lebih banyak konsumen dengan diversifikasi produk pembiayaan. Dari sisi kepercayaan para lender dan konsumen, diharapkan bisa lebih meningkat.

“Sebenarnya secara terms kurang tepat [menyebut Kredivo] sebagai p2p lending karena credit line kita ini semuanya berasal dari institusi keuangan. Dengan multifinance, bukan berarti ada dua entitas [p2p lending dan multifinance], entitas hanya satu, tapi lisensinya saja yang ada dua. Tapi cara beroperasi kita tidak ada yang berubah,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Fintech Platform Home Credit Introduces Credit Card Product Supported by Visa

Multipurpose financing company Home Credit launches Home Credit Card, a physical credit card with a Visa logo to be used for online and offline transactions. This service is provided for the company’s loyal customers with a good track record.

Home Credit Indonesia’s Marketing & Strategy Director, Moin Uddin said that digital innovation is an important thing that must be implemented by companies in order to improve service quality for customers.

“With this Home Credit Card, we want to improve the quality of our services by providing comfort, safety, and convenience in the shopping experience,” he said in an official statement, Thursday (30/7).

In terms of application, the customer will receive a notification from the company system through the application or contacted directly by the team. The registration process only takes about three minutes to verify approval to complete the required documents.

Uddin ensured the company remained committed and applied the precautionary principle in accordance with the applicable rules of the regulator.

When it’s approved, the credit card should be activated first through the call center or the My Home Credit application, then create a PIN. By using the Visa network, Home Credit customers can use their credit limit to shop at Visa merchants both domestically and abroad, as well as cash withdrawal at ATMs with the Visa logo.

In terms of interest, a maximum of 2.25% per month or a maximum of 26.95% per year is charged. The company offers installment facilities through its product called Brilliant by Home Credit Card for up to 36 months. Customer transactions made with the card will be converted to installments based on special conditions agreed upon at the request of the cardholder.

As for the payment, the company has cooperated with third parties such as Alfamart, Indomaret, Pos Indonesia, BCA, BNI, Bank BRI, Bank Mandiri, Bank Permata, Bukalapak, GoBills, Tokopedia, and Ayopop. The extent of this payment method is expected to facilitate customers.

“In the past, credit cards only accessible to certain people, now with various facilities and application requirements, having credit cards are getting along with various benefits for their owners,” he concluded.

Marketing and Strategy Director Home Credit Indonesia Moin Uddin / Home Credit
Marketing and Strategy Director Home Credit Indonesia Moin Uddin / Home Credit

Credit card is getting accessible

In the past, credit cards were such premium items for it is only accessible to “priviledge” customers. This is natural because banks must be responsible for channeling loans sourced from public funds.

These conditions eventually create stagnate growth from year to year. Based on data from Bank Indonesia, there were 17.61 million cards in February 2020, rise up 2.67% compared to February 2019 with 17.15 million cards.

In terms of the transaction, it was only Rp25.86 trillion, slightly rise by 0.19% from Rp25.81 trillion. While the transaction volume increased by 3.51% to 26.44 million times from 26.44 million.

In response to the conditions, technology companies finally answered by working with banks to release credit card products. Based on regular customers data of payment and transactions, they will be offered credit cards to “rank up.”

The strategy was at least successfully performed by Traveloka with its Traveloka PayLater in collaboration with Bank BRI. Traveloka PayLater customers who are creditworthy will get a notification to apply for a credit card.

Similar to Home Credit, Traveloka PayLater Card uses the Visa network, therefore, customer credit limits are accessible at all Visa merchants. Through the Traveloka application, customers can control all transactions, even to pay their bills.

Aside from Bank BRI, Bank Mandiri is also in charge of a co-brand credit card with Traveloka, without the PayLater brand. The facilities offered are the opportunity to collect more loyalty points from transactions at Traveloka, daily discounts, and other offers from Bank Mandiri merchants.

Grab actually has previously performed this strategy with Mastercard, it’s just not available in Indonesia since it was first released at the end of last year.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Platform Fintech Home Credit Luncurkan Produk Kartu Kredit, Manfaatkan Jaringan Visa

Perusahaan pembiayaan multiguna Home Credit meluncurkan Home Credit Card, kartu kredit fisik dengan logo Visa yang dapat dimanfaatkan untuk transaksi online dan offline. Layanan ini disediakan untuk para konsumen loyal perusahaan dan memiliki rekam jejak pembayaran yang baik.

Marketing & Strategy Director Home Credit Indonesia Moin Uddin mengatakan, inovasi digital merupakan hal penting yang harus diimplementasikan oleh perusahaan agar bisa meningkatkan kualitas pelayanan untuk para pelanggan.

“Dengan hadirnya Home Credit Card ini, kami ingin meningkatkan kualitas layanan kami dengan memberikan kenyamanan, keamanan, dan kemudahan dalam pengalaman berbelanja,” ucapnya dalam keterangan resmi, Kamis (30/7).

Untuk pengajuan kartu kredit ini, nasabah dipastikan telah menerima notifikasi dari sistem perusahaan melalui aplikasi atau dihubungi langsung oleh tim. Proses pendaftarannya hanya membutuhkan waktu sekitar tiga menit untuk verifikasi persetujuan sejak melengkapi dokumen yang dibutuhkan.

Uddin memastikan perusahaan tetap berkomitmen dan menerapkan prinsip kehatian-hatian sesuai dengan aturan yang berlaku dari regulator.

Jika sudah disetujui, kartu kredit perlu diaktifkan terlebih dahulu melalui call center atau aplikasi My Home Credit, kemudian membuat PIN. Karena memanfaatkan jaringan Visa, nasabah Home Credit dapat memanfaatkan limit kreditnya untuk berbelanja di merchant Visa baik di dalam maupun luar negeri, serta melakukan tarik tunai di ATM berlogo Visa.

Adapun untuk bunga pembelanjaannya maksimal 2,25% per bulan atau maksimal 26,95% per tahun. Perusahaan menawarkan fasilitas cicilan melalui produknya yang bernama Brilian by Home Credit Card hingga 36 bulan. Transaksi nasabah yang dilakukan dengan kartu akan dikonversi menjadi angsuran berdasarkan ketentuan khusus yang disetujui berdasarkan permintaan pemegang kartu.

Sedangkan untuk pembayaran tagihan ini, perusahaan telah bekerja sama dengan pihak ketiga seperti Alfamart, Indomaret, Pos Indonesia, BCA, BNI, Bank BRI, Bank Mandiri, Bank Permata, Bukalapak, GoBills, Tokopedia, dan Ayopop. Luasnya metode pembayaran ini diharapkan memudahkan nasabah.

“Dulu, kartu kredit hanya bisa dimiliki oleh sebagian masyarakat, tetapi sekarang dengan berbagai kemudahan dan syarat aplikasi, kartu kredit semakin mudah dimiliki dan menyediakan berbagai keuntungan bagi pemiliknya,” tutup dia.

Marketing and Strategy Director Home Credit Indonesia Moin Uddin / Home Credit
Marketing and Strategy Director Home Credit Indonesia Moin Uddin / Home Credit

Semakin mudah punya kartu kredit

Memang dulu kartu kredit adalah barang premium karena hanya bisa dimiliki oleh nasabah “priviledge”. Ini wajar karena bank memang harus bertanggung jawab dalam menyalurkan pinjaman yang bersumber dari dana masyarakat.

Kondisi tersebut akhirnya membuat pertumbuhan mandeg dari tahun ke tahun. Data dari Bank Indonesia mengungkapkan, per Februari kemarin tercatat sebanyak 17,61 juta kartu naik 2,67% dibandingkan dengan Februari 2019 sebanyak 17,15 juta kartu.

Dari transaksinya hanya Rp25,86 triliun atau naik tipis 0,19% dari sebelumnya Rp25,81 triliun. Sementara volume transaksinya meningkat 3,51% menjadi 26,44 juta kali dari 26,44 juta.

Menanggapi kondisi tersebut akhirnya dijawab oleh perusahaan teknologi yang bekerja sama dengan perbankan untuk merilis produk kartu kredit. Berbekal dengan data nasabah yang teratur membayar dan rajin bertransaksi, menawarkan kartu kredit agar mereka bisa “naik kelas.”

Strategi tersebut setidaknya sukses dilakukan oleh Traveloka dengan brand-nya Traveloka PayLater yang memboyong Bank BRI. Nasabah Traveloka PayLater yang layak kredit akan mendapat notifikasi untuk mengajukan kartu kredit.

Sama seperti Home Credit, Traveloka PayLater Card menggunakan jaringan Visa sehingga limit kredit nasabah bisa dipakai di seluruh merchant Visa. Lewat aplikasi Traveloka, nasabah dapat mengontrol seluruh transaksinya, pun untuk membayar tagihannya.

Selain Bank BRI, Bank Mandiri juga kepincut untuk co-brand kartu kredit dengan Traveloka, tanpa dibubuhi embel-embel brand PayLater. Fasilitas yang ditawarkan adalah kesempatan mengumpulkan lebih banyak poin loyalitas dari transaksi di Traveloka, diskon harian, dan penawaran lainnya dari merchant Bank Mandiri.

Grab sebenarnya juga sudah melakukan strategi ini dengan Mastercard, hanya saja belum tersedia di Indonesia sejak pertama kali dirilis pada akhir tahun lalu.

Kebutuhan Pembiayaan Membesar, Akulaku Cari Pinjaman dari Luar Negeri

Perusahaan multifinance online Akulaku (Akulaku Finance Indonesia) mengungkapkan sedang dalam proses pencarian pinjaman dari luar negeri (offshore loan) untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pada tahun depan yang ditargetkan menyalurkan Rp6 triliun dari posisi saat ini Rp4 triliun. Salah satu investor yang akan ditarik berasal dari Hong Kong.

Direktur Utama Akulaku Finance Efrinal Sinaga menjelaskan, ini adalah pertama kalinya perusahaan melakukan offshore loan, selama ini mengandalkan pinjaman dari beberapa bank lokal, termasuk afiliasinya Bank Yudha Bakti, dan Asetku untuk disalurkan kembali dalam bentuk pinjaman ke nasabah.

“Akulaku Finance baru kali ini melakukan offshore financing, kita berharap setelah ini ada banyak skema pembiayaan yang lain,” ujarnya Selasa (10/12).

Kantong pendanaan yang diterima Akulaku ini berbeda dengan skema yang biasa diterima startup digital. Konsepnya kurang lebih mirip seperti pinjaman perbankan pada umumnya, ada tenor dan bunga yang harus dibayarkan tapi dengan pricing yang lebih kompetitif daripada mengambil dana dari bank.

Mantapnya investor luar untuk memberikan pinjaman ke Akulaku, sebenarnya dipengaruhi oleh pemegang saham terbesarnya, StreetCorner Lending Corp. dengan kepemilikan 80% saham sehingga memudahkan investor untuk lebih cepat mengenal Akulaku. Apalagi, StreetCorner juga memiliki Ant Financial sebagai salah satu investornya.

Sebenarnya tidak hanya dari faktor itu saja, investor juga melihat dari fundamental perusahaan itu sendiri apakah keuangannya sehat atau tidak.

Bila seluruh rencana ini berhasil, akan terbuka kesempatan lainnya buat Akulaku untuk memperoleh pinjaman lainnya dalam berbagai skema. Dengan bank, tidak hanya channeling, ada joint financing, bentuk lainnya mengeluarkan surat hutang dari MTN, obligasi, sindikasi on/offshore, hingga IPO.

Dengan target pembiayaan yang disasar pada tahun depan, perusahaan akan mengarahkan untuk kredit berbasis produktif untuk modal usaha merchant online dan kredit kendaraan. Porsinya diharapkan akan mencapai 20% dari total pembiayaan yang masih didominasi oleh kredit konsumtif.

Pinjaman untuk merchant online, sambung Efrinal, akan dimulai dari mereka yang bergabung dalam marketplace Akulaku sekitar 120 ribu merchant. Perusahaan juga akan menyasar merchant yang berjualan di platform e-commerce untuk dibiayai usahanya. Nominal pinjaman sekitar Rp50 juta-Rp100 juta.

“Sudah tes sistem, kemungkinan besar bulan depan kita akan piloting di Jabodetabek dulu sebelum kita perluas di luar Jawa.”

Adapun untuk kredit kendaraan bermotor, sudah dimulai sejak Agustus 2019. Besaran pinjaman yang diberikan adalah Rp50 juta-Rp300 juta, dan tenornya bervariasi dari 1-5 tahun. Syarat dokumennya hanya mencantumkan KTP, KK, BPKB, dan dokumen tambahan jika diperlukan.

Efrinal menjelaskan, untuk penyaluran kredit kendaraan tidak hanya mengandalkan dealer offline, perusahaan akan gaet pemain online yang menyediakan jual beli kendaraan di platformnya.

“Karena kita ingin shifting ke produktif, bahkan ada kemungkinan tahun depan kita sasar pinjaman untuk petani dan nelayan.”

Sejak tiga tahun berdiri, Akulaku masih fokus pada kredit konsumer dengan kontribusi 90% dari total penyaluran Rp4 triliun per Oktober 2019. Tumbuh 116% secara year on year. Penggunanya diklaim ada lebih dari 3 juta orang. Tingkat wanprestasi ditekan di bawah 1%.

Berencana jadi super lender dan bersiap garap syariah

Sejalan dengan itu, perusahaan berencana untuk jadi super lender buat perusahaan p2p lending. Efrinal menyebut skema ini dibolehkan dalam POJK karena posisi Akulaku adalah perusahaan multifinance untuk menyalurkan kembali ke dana yang mereka dapat oleh platform online. Akan tetapi, perusahaan mencari pemain yang fokus ke pinjaman produktif.

“Ini masih penjajakan, akhir tahun kita mau lihat peta di fintech lending seperti apa. Lalu apakah cocok pricing-nya, bila mereka juga di produktif enggak ada salahnya untuk dipertimbangkan.”

Berbisnis di Indonesia dengan potensial pasar syariah terbesar, juga membuat Akulaku tertarik untuk garap segmen itu. Namun perusahaan belum akan segera merilis unit bisnisnya tersebut pada tahun depan, melainkan persiapan terlebih dahulu sambil membaca kondisi pasar.

Banyak faktor yang membuat Akulaku tertarik. Di antaranya, syariah punya value yang kuat untuk mendorong terjadinya transaksi baik dari konsumen individu maupun pengusaha, ramainya konversi bank daerah dari konvensional. Ditambah dari dorongan top down dari kabinet saat ini.

“Kita juga sambil menanti batas akhir dari POJK soal spin off di multifinance bentuknya seperti apa. Kalau ini semua dilakukan tidak paralel dan masyarakat sudah mulai loyal terhadap syariah, kita bakal terlambat,” pungkas dia.

Application Information Will Show Up Here

Bukan Pengganggu, Startup Fintech Menjadi “Enabler” Perkembangan Industri Keuangan

Digital adalah raja lanskap bisnis kekinian. Kita bisa lihat 6 dari 10 perusahaan dengan pertumbuhan tercepat pada tahun ini bergerak di sektor teknologi dan digital.

Kondisi tersebut tentu menyebabkan guncangan yang cukup besar bagi para pemain di segala industri. Kita bisa ambil contoh salah satu disrupsi paling besar yang lahir di era digital adalah Uber. Startup ini menggedor pakem bisnis transportasi sehingga menimbulkan disrupsi besar bagi perusahaan taksi di seluruh dunia.

Co-Founder dan COO Vospay Lina Gejali memiliki perspektif berbeda mengenai disrupsi. Hadir sebagai layanan fintech, Lina mengatakan disrupsi tak melulu harus mengguncang industri. Sebaliknya, inovasi dapat dibuat untuk memperkuat industri yang sudah ada dengan menempatkan diri sebagai enabler dalam industri keuangan.

Berikut adalah tips dari Lina Gejali dalam #SelasaStartup mengenai enabler industri ke ekosistem digital.

1. Inovasi produk. Tentu saja inovasi adalah fondasi terpeting dari perusahaan teknologi seperti Vospay. Lina bercerita pihaknya kini sudah punya berbagai inovasi yang menjembatani perusahaan pembiyaan dengan e-commerce atau layanan digital lain. Menurut Lina, teknologi mereka membantu perusahaan multifinance dalam membuka akses ke konsumen membeli barang atau jasa secara cicilan online.

“Jadi kita serve dua belah pihak dan sekarang ini menurut saya strength kita di sana karena kita enggak disrupsi ke mana-mana, jadi kolaborator saja,” ucap Lina.

2. Hadir sebagai kawan. Tantangan startup seperti Vospay yang menempatkan diri sebagai enabler adalah merebut kepercayaan industri yang dituju. Sehebat-hebatnya inovasi baru yang mereka bawa, Lina menyebut industri pembiayaan memiliki sistem sendiri yang sudah berhasil membuat mereka besar.

Namun seiring tren digital yang terus menguat di segala lini, ada kesempatan sekaligus ancaman bagi industri. Vospay memilih hadir di industri keuangan ini dengan dengan kesadaran tersebut dan memposisikan diri sebagai enabler bagi institusi keuangan yang sudah ada.

“Saya sadar kalau ada orang baru dengan ide baru pasti akan di-challenge, entah itu karyawan atau eksekutif. Jadi yang kita bawa adalah personal approach. Waktu itu Vospay sampai berkantor di seberang kantor partner pertama kita akhirnya mereka melihat kita sebagai perpanjangan untuk ke digital,” tuturnya.

3. Menjaga kepercayaan industri. Muncul sebagai perusahaan enabler digital di tengah industri pembiayaan bukan perkara mudah. Industri keuangan seperti pembiayaan sangat menghargai data. Menjadi hal yang wajar ketika perusahaan-perusahaan itu khawatir jika data mereka bocor ke kompetitor.

Kendati demikian, Lina menilai kekhawatiran itu akan luntur ketika teknologi mereka terbukti ampuh sebagai enabler industri pembiayaan. Ia juga meyakini semakin banyak Vospay menggandeng mitra bisnis, semakin mudah penerimaan pemain lain.

“Itu pasti concern pertama mereka dan itu salah satu yang harus kita yakinkan ke mereka dan kalau saya lihat industri multifinance ini industri yang sudah terbentuk, ketika bisa dapat kepercayaan satu perusahaan otomatis yang lain ikut juga,” imbuh Lina.

Saat ini Vospay sudah bermitra dengan 11 perusahaan multifinance dan puluhan merchant. Mereka di antaranya adalah Adira Finance, BCA Finance, BFI Finance, Blibli, iLotte, Fabelio, hingga Sociolla.

4. Banyak berdiskusi dengan regulator. Bermain di industri keuangan berarti harus siap mematuhi segudang peraturan dari pemerintah. Lina mengaku pihaknya sudah berdiskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dari jauh-jauh hari agar produk yang mereka luncurkan tak menyalahi aturan apa pun.

Keterbatasan sumber daya juga jadi alasan bagi Lina agar startup fintech aktif berdiskusi ke regulator. “Saya rasa OJK sangat terbuka kok, apalagi dengan banyaknya pemain startup di lapangan OJK mau belajar,” pungkas Lina.

ACC Rilis Aplikasi Integrator Layanan Pembiayaan “Acc One”

Astra Credit Companies (ACC), perusahaan pembiayaan khusus mobil dari Astra, merilis aplikasi Acc One sebagai integrator seluruh layanan pembiayaan digital yang sudah diluncurkan perusahaan. Hal ini sekaligus upaya memperkuat penetrasi bisnis ACC dalam melayani pelanggan yang sudah didominasi generasi milenial.

Peluncuran aplikasi ini juga menandakan berlanjutnya ACC ke dalam fase ketiga terkait transformasi digital. Fase pertama dan kedua lebih diarahkan untuk menunjang kelancaran internal bisnis. Awal fase ketiga dimulai dari kehadiran aplikasi mobile di 2016, namun sifatnya masih per layanan saja.

“Acc One merupakan integrator dari seluruh kapabilitas bisnis dan inisiatif digital ACC yang akan memberikan kemudahan bagi pelanggan dan masyarakat pada umumnya dalam memperoleh layanan pembiayaan,” ucap CEO ACC Siswadi Swy, Jumat (8/2).

Sebelum Acc One hadir, Acc Yes meluncur untuk permudah pengajuan aplikasi kredit secara online. Siswadi menyebut aplikasi ini telah memproses sekitar 12.500 aplikasi dengan nilai pembiayaan Rp1,5 triliun hingga kini. Layanan digital lainnya yakni BidMart (marketplace balai lelang) telah menjual mobil sebanyak 630 unit senilai Rp67,7 miliar.

“Acc One merangkum hampir semua layanan kami dalam satu aplikasi. Kami berkomitmen untuk terus menerus melengkapi fiturnya dan akan dikembangkan sebagai andalan untuk melayani konsumen dengan lebih baik.”

Direktur Komersial, TI, dan Bisnis Digital ACC Handoko Liem menambahkan, perusahaan mengucurkan dana investasi sekitar Rp10 miliar untuk menghadirkan Acc One beserta produk turunannya.

Kendati bakal perkencang ranah online, perusahaan memastikan tidak melakukan pengurangan SDM dan kantor cabang. Justru mereka berencana terus menambah anggota tim lantaran kebutuhan di bagian back end untuk memproses seluruh pengajuan kredit.

Fitur Acc One

Handoko menjelaskan aplikasi ini dilengkapi dengan fitur andalan Cari Mobil, Cari Dana, dan Layanan Pelanggan. Untuk fitur Cari Mobil, pengguna dapat memiliki mobil impian melalui Acc Mart (marketplace penjualan mobil) yang didukung oleh Acc Trade (diler mobil bekas).

Selain itu, pengguna yang ingin memiliki kendaraan secara mengangsur dapat memanfaatkan Acc Rent. Pelanggan bisa memilih paket kredit dan kalkulator kredit yang memudahkan pengguna mendapatkan layanan pembiayaan dari ACC dalam fitur ini.

Fitur berikutnya adalah Cari Dana. Pelanggan bisa memperoleh dana melalui penjualan kendaraan yang dimiliki dengan metode trade-in atau pengajuan pembiayaan multiguna.

Terakhir, fitur Layanan Pelanggan yang dilengkapi chatbot bernama Yuna untuk membantu menginformasikan seluruh produk ACC kepada pelanggan. Dalam fitur ini, pelanggan dapat terinformasi dengan jelas terkait pembayaran angsuran, jadwal pembayaran, dan tracking pengajuan aplikasi juga bisa ditemukan.

Diharapkan kehadiran Acc One ini dapat jadi penyokong teralisasinya target pembiayaan yang sudah dipatok perusahaan. Pada tahun ini ACC berambisi penyaluran pembiayaan tembus Rp27 triliun atau tumbuh 7%-10% dari 2018. Laba diharapkan tumbuh 5% menjadi Rp1,3 triliun.

Application Information Will Show Up Here

Akulaku to Expand to Kalimantan and Sumatra in 2019

Akulaku, a financial startup, is ready to expand to Kalimantan and Sumatra next year to increase business penetration in Indonesia. Currently, the service is available only in Java.

“Furthermore, we are to expand offline merchants from Jabodetabek to all around Java, therefore, people can easily use our service,” Sandy Chen, Akulaku Indonesia’s Head of Business Development said (11/6).

The massive expansion is still on due to Series C investment worth of Rp1 trillion which was announced last October.

In the same occasion, Akulaku also announced a new feature called Kredit Offline after first introduced on August 2018. This feature was developed by Akulaku Indonesia subsidiary (PT Akulaku Silvrr Indonesia) in multifinance, Akulaku Finance Indonesia.

Akulaku is claimed to reach more than 20,000 offline merchants in Jabodetabek. It is to be expanded throughout Java by the end of this year. The merchants are varied, besides grocery stores. There are also food stalls, coffee shops, cafes, and so on.

Chen revealed the company will expand merchants to the retails with a broader network to improve the use of Kredit Offline feature. Only, he refused to reveal further details on this matter because the discussion is still ongoing.

Currently, the company is still in the stage of introducing a new feature to the public, many of marketing gimmicks are offered, such as 50% discount for all transaction in shops and zero percent installment valid through the end of this year.

The latest feature, in his opinion, has the main objective to facilitate shopping on merchants without disturbing daily cashflow. There is no administration cost for registered merchants. In fact, they will be equipped with Moka Pos in cashier to help recording report and online payment.

One of the coffee shop merchants attending the event mentioned the transaction level after joining for two months was stable sales in a full month. Previously, transactions are increasing only at the beginning of the month.

It is claimed that Akulaku has 15 million registered users and 2 million of those are Akulaku credit users.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Akulaku Segera Ekspansi ke Kalimantan dan Sumatera di Tahun 2019

Akulaku, startup yang bergerak di bidang pembiayaan, siap berekspansi ke Kalimantan dan Sumatera tahun depan untuk memperdalam penetrasi bisnisnya di Indonesia. Saat ini layanannya baru mencakup area Jawa.

“Selain itu kami juga mau perluas merchant offline dari Jabodetabek ke seluruh Jawa, dengan demikian semua orang bisa lebih mudah menggunakan layanan kami,” ucap Head of Business Development Akulaku Indonesia Sandy Chen, kemarin (6/11).

Ekspansi masif ini dilakukan pasca perolehan investasi Seri C senilai Rp1 triliun yang diumumkan akhir Oktober lalu.

Di kesempatan yang sama, Akulaku juga meresmikan kehadiran fitur terbaru Kredit Offline setelah diperkenalkan pertama kali pada Agusutus 2018. Fitur ini dikerjakan oleh anak usaha Akulaku Indonesia (PT Akulaku Silvrr Indonesia) yang bergerak di bidang multifinance, yakni Akulaku Finance Indonesia.

Diklaim Akulaku telah menjaring lebih dari 20 ribu merchant offline di Jabodetabek. Rencananya akan diperluas sampai ke seluruh Jawa sampai akhir tahun ini. Merchant yang bergabung bervariasi, tidak hanya toko kelontong. Ada juga warung makanan, kedai kopi, kafe, dan sebagainya.

Sandy mengungkapkan, perusahaan akan memperluas merchant sampai ke peritel dengan jaringan luas untuk meningkatkan pemanfaatan dari fitur Kredit Offline. Hanya saja dia enggan membeberkan detail terkait hal tersebut, lantaran pihaknya masih dalam tahap diskusi.

Saat ini perusahaan masih dalam tahap pengenalan fitur baru kepada masyarakat, sehingga banyak gimmick pemasaran yang ditawarkan, seperti diskon 50% untuk semua transaksi di warung dan cicilan nol persen yang berlangsung sampai akhir tahun ini.

Fitur terbaru ini, menurut Sandy, fokus utamanya adalah memudahkan belanja di merchant tanpa ganggu cashflow sehari-hari. Tidak ada pula biaya yang dibebankan kepada merchant yang sudah bergabung. Bahkan merchant juga akan dipersenjatai dengan mesin kasir dari Moka Pos untuk membantu pencatatan laporan dan permudah pembayaran secara online.

Salah satu merchant kedai kopi yang turut hadir dalam acara tersebut mengungkapkan, tingkat transaksi yang dia rasakan saat bergabung selama dua bulan adalah penjualan tetap stabil dalam sebulan penuh. Sebelumnya, transaksi hanya terasa tinggi saat awal bulan saja.

Diklaim Akulaku memiliki 15 juta pengguna yang sudah teregistrasi dan dua juta orang di antaranya adalah pengguna kredit Akulaku.

Application Information Will Show Up Here

Akulaku Mulai Rambah Cicilan Tanpa Kartu Secara Offline

Akulaku, startup yang bergerak di bidang pembiayaan, mulai merambah ke segmen cicilan offline lewat peluncuran produk “Akulaku Pay Offline”. Segmen ini dinilai memiliki potensi yang menarik, lantaran masih ada stigma yang menyebut pinjaman hanya dilakukan oleh orang yang tidak punya uang.

Layanan Akulaku Pay Offline bisa digunakan di merchant offline dengan sistem scan barcode dan kode OTP. Untuk sementara, fitur ini baru tersedia di 15 merchant yang telah bekerja sama dengan Akulaku di Mal Gandaria City, Jakarta.

“Ini pertama kalinya Akulaku merambah segmen offline, selama ini kami hanya fokus ke online saja. Tim mulai menambah merchant offline, nanti tidak hanya dari mal saja tapi juga akan ke toko kelontong,” terang Komisaris Akulaku, Martha Adlina, Kamis (23/8).

Ia melanjutkan, nantinya masyarakat bisa memanfaatkan cicilan saat membeli barang dalam jumlah grosir di toko kelontong yang mereka kunjungi. Tentunya kemudahan seperti ini akan menguntungkan pengguna karena pengaturan cash flow bakal lebih teratur, terlebih bagi pedagang.

“Jadi nanti pengguna bisa belanja di agen toko kelontong dalam jumlah besar, nanti tinggal pakai fitur cicilan. Akulaku yang akan bayarkan ke agennya sesuai dengan limit kredit yang dimiliki pengguna.”

Akulaku juga tengah menyiapkan produk cicilan lainnya untuk kebutuhan pendidikan dan medis. Untuk cicilan penididkan, Akulaku bakal bekerja sama dengan universitas dalam menyaring calon debitur. Cicilan dapat digunakan membayarkan biaya uang masuk dan biaya semester.

Sementara untuk medis, Akulaku akan membayarkan berbentuk premi asuransi yang terhutang dalam setahun. Ambil contoh, apabila pengguna punya premi tahunan sebesar Rp5 juta, maka Akulaku akan membayarkan sesuai nominal tersebut. Lalu pengguna akan mencicil sesuai ketentuan yang diberikan.

Capaian bisnis Akulaku

Akulaku hadir di Indonesia sejak Juni 2016 dengan perizinan sebagai perusahaan multifinance dengan fokus bisnis awal di kredit virtual. Setelah Indonesia, Akulaku hadir di Malaysia, Vietnam, dan Filipina dengan merek dagang yang sama.

Martha menyebut perusahaan telah menyalurkan pembiayaan sekitar US$300 juta (lebih dari Rp4,2 triliun) hingga pertengahan tahun ini. Rata-rata Akulaku menyalurkan sekitar US$50 juta (sekitar Rp700 miliar) pinjaman setiap bulan dengan total transaksi mencapai 1,5 juta kali.

Total merchant online yang telah bermitra dengan Akulaku sudah mencapai 3 ribu unit, termasuk di dalamnya platform besar seperti Bukalapak, Blibli, Tiket.com, Shopee dan JD.id. Martha menargetkan sampai akhir tahun ini perusahaan dapat menyalurkan kredit hingga US$450 juta (sekitar Rp6,3 triliun).

Aplikasi Akulaku telah diunduh lebih dari 15 juta kali, sementara dari angka tersebut yang sudah menjadi anggota mencapai 10 juta orang. Kebanyakan mereka berasal dari Jabodetabek, Semarang, Yogyakarta dan beberapa kota di Jawa Timur.

Tahun ini Akulaku juga akan memperluas cakupan bisnis di luar Pulau Jawa, menyasar kota Medan, Palembang, dan Bali. Perluasan ini penting, pasalnya Indonesia menjadi kontributor bisnis utama Akulaku. Jumlah tim di Akulaku juga sudah mencapai 1200 orang yang terdiri atas tim penagihan, manajemen risiko, anti fraud, operasional, dan pengembangan bisnis.

Akulaku disokong oleh beberapa investor ternama, di antaranya Sequoia Capital, IDG Capital, Arbor Ventures, Fidelity VC Fund Arbor, dan masih banyak lagi.

Application Information Will Show Up Here