Paper.id Hadirkan Horizon Card, Kartu Kredit Virtual untuk Bisnis

Paper.id, platform invoicing dan pembayaran digital, meluncurkan solusi terbaru, Horizon Card, sebuah kartu kredit virtual untuk bisnis yang dirancang untuk mempermudah proses pengadaan dan pengelolaan pengeluaran perusahaan. Inovasi ini diharapkan dapat mendukung transformasi digital dan mempercepat pertumbuhan bisnis, khususnya bagi perusahaan skala menengah hingga besar di Indonesia.

Dengan Horizon Card, perusahaan dapat memanfaatkan berbagai kemudahan, termasuk pengajuan kartu secara digital dan fleksibilitas pembayaran hingga 60 hari. Kartu ini terintegrasi dengan platform Paper.id, memungkinkan pengguna mengakses layanan pembayaran kepada supplier secara praktis dengan sistem yang transparan dan terstruktur.

Menurut Co-Founder & CEO Paper.id Yosia Sugialam, peluncuran Horizon Card bertujuan untuk mendukung perusahaan dalam memaksimalkan efisiensi operasional sekaligus merespons peluang pertumbuhan ekonomi digital yang kian meningkat. “Kami sangat bangga menghadirkan Horizon Card sebagai bagian dari layanan kami yang terintegrasi. Solusi ini tidak hanya mendorong digitalisasi, tapi juga membantu pelaku usaha dalam pengelolaan arus kas dan penghematan waktu pada proses pengadaan,” ujar Yosia.

Fitur unggulan Horizon Card antara lain adalah kemampuan pembuatan kartu digital yang dapat disesuaikan dengan limit untuk berbagai divisi dalam perusahaan. Fitur ini memungkinkan pengelolaan anggaran yang lebih efisien dan pengawasan pengeluaran secara terpusat melalui satu dashboard. Selain itu, fleksibilitas tanggal cetak tagihan memberi keleluasaan bagi perusahaan dalam mengatur siklus pembayaran sesuai kebutuhan.

Dalam peluncuran Horizon Card, Paper.id didukung berbagai pihak, termasuk Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) dan CIMB Niaga, yang menyatakan pentingnya inovasi ini bagi kemajuan ekonomi digital Indonesia. Dedy Sahat, Head of Digital Economy CIMB Niaga, menyebutkan bahwa digitalisasi ekosistem pembayaran seperti Horizon Card dapat menjadi katalis utama untuk inklusi keuangan bagi pelaku bisnis di Indonesia.

Antusiasme juga datang dari pelaku industri yang telah menggunakan Horizon Card, seperti Muhammad Haykal dari PT. Erdeha Multi Niaga. “Dengan Horizon Card, kami dapat mengelola pengadaan lebih efektif, menjaga stabilitas cash flow, dan mempercepat proses pembayaran tanpa kendala likuiditas,” kata Haykal.

Momentum peluncuran ini diharapkan dapat mengoptimalkan potensi ekonomi digital Indonesia yang diproyeksikan mencapai $360 miliar pada 2030. Dengan komitmen untuk terus menghadirkan solusi digital yang memberdayakan bisnis, Paper.id siap menjadi bagian dari transformasi ekonomi digital yang kompetitif di Indonesia.

Paper.id didirikan pada tahun 2017 sebagai platform B2B untuk invoicing dan pembayaran digital yang telah membantu lebih dari 600.000 perusahaan, termasuk Kopi Kenangan dan J&T Cargo, dalam meningkatkan efisiensi dan keamanan finansial.

Application Information Will Show Up Here

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Payable Software Startup Spenmo Obtains 484 Billion Rupiah Series A Funding

Spenmo fintech startup, a payment-for-business (payable software) SaaS solution provider, announced series A funding round of $34 million (over 484 billion Rupiah) led by Insight Partners, a VC from the United States. Other investors participating in this round include Addition, Salesforce Ventures, Alpha JWC Ventures, Global Founders’ Capital, Broadhaven, Operator Partners and Commerce Ventures.

Apart from institutional investors, several angel investors also participated. They are William Hockey (Plaid’s founder), Andy Cohen (Ex-SVP of Sales Bill.com), Ongki Kurniawan (Head of Stripe Indonesia), Kunal Bahl & Rohit Bansal (Snapdeal’s founder), Matt Doka (Fivestars’ founder), and John Kim (Sendbird’s founder).

It is said that this funding is one of the largest series A rounds that the Y Combinator-backed company has successfully closed in Southeast Asia.

The fresh funds will be used to build market penetration and access to more than 20 million SMEs and mid-sized markets in Southeast Asia. Most of the segment doesn’t use any software to manage their debts, previously using spreadsheets or human labor.

Spenmo is a fintech company that provides SaaS solutions for managing business payments through corporate credit card products aimed at SMEs and medium-sized enterprises as the target users. This credit card is intended to help businesses manage finances when paying bills, tracking, categorizing purchases, and bookkeeping on autopilot in 90% less time.

In Indonesia, Spenmo already has a local team and is actively recruiting new talents. The Spenmo website is available in Indonesian to target new users.

In an official statement, Spenmo’s Co-founder & CEO, Mohandass Kalaichelvan explained, Spenmo’s services were previously considered a back-office function, but finance and debt are an important part of running a business.

“The finance team that implemented our service got their hours back. On average, they save over 50 hours and $10K each month. Our goal is to return 10 billion man-hours every year to finance teams across the region,” he said.

Insight Partners’ Principal, Rebecca Liu-Doyle has joined the board of directors at Spenmo after this round. She said that the payment industry would be disrupted, especially in Southeast Asia, which Spenmo’s solution had not yet explored. “We are delighted to be able to play a part in Spenmo’s journey to continue to innovate and develop,” Rebecca said.

Since its launching in Singapore last year, Spenmo has expanded across Southeast Asia, bringing in several thousand customers representing a wide range of sectors, from high-growth startups to SMEs, mid-market companies and accounting firms.

Corporate credit card

Corporate credit card is an expensive item for SMEs in Indonesia as banks have a number of strict requirements for the application process. Almost all banks issue corporate credit card products as their target users, in addition to credit cards for retail.

Due to the gap, it finally opens up opportunities for fintech lending players exposed to finance business capital or KTA. At Spenmo, the physical and virtual credit cards they present allows companies to easily manage team expenses and lot of bills by providing invoice payment features and automatic bank transfers.

Spenmo provides virtual and physical credit cards to pay rent, invoices, and employee salaries on a scheduled basis in the dashboard. Also, you can easily integrate the API with accounting software (such as Xero, SAP, and myob) already used by the company.

It is claimed that SMEs can apply for a Spenmo account with a 30 minute process, control (freeze and cash out) spending with just one click, and prioritize security by setting pre-approved funds to avoid overspending.

B2B paylater trend

In addition to corporate credit cards or productive capital loans, B2B paylater services has been intensively implemented. According to a research publication released by DSInnovate entitled “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021”, currently there are several startup collaborations that offer these services.

Indonesia’s B2B paylater service provider / DSInnovate

The concept is that the fintech lending service acts as a partner in providing financing, synergizing with the owner of the procurement service — both goods and services. In contrast to lending services that provide cash capital loans, B2B paylater focuses on financing or purchasing business equipment.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup “Payable Software” Spenmo Terima Pendanaan Seri A 484 Miliar Rupiah (UPDATED)

Startup fintech penyedia solusi SaaS pembayaran untuk bisnis (payable software) Spenmo mengumumkan perolehan pendanaan seri A sebesar $34 juta (lebih dari 484 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Insight Partners, VC asal Amerika Serikat. Investor lainnya yang turut serta dalam putaran tersebut adalah Addition, Salesforce Ventures, Alpha JWC Ventures, Global Founders’ Capital, Broadhaven, Operator Partners, dan Commerce Ventures.

Selain investor institusi, beberapa angel investor ikut berpartisipasi. Mereka adalah William Hockey (founder Plaid), Andy Cohen (Ex-SVP of Sales Bill.com), Ongki Kurniawan (Head of Stripe Indonesia), Kunal Bahl & Rohit Bansal (founder Snapdeal), Matt Doka (founder Fivestars), dan John Kim (founder Sendbird).

Diklaim pendanaan ini merupakan salah satu putaran seri A terbesar yang berhasil ditutup oleh perusahaan yang didukung Y Combinator di Asia Tenggara.

Dana segar yang diperoleh akan digunakan untuk membangun penetrasi pasar dan mengakses ke lebih dari 20 juta UKM dan pasar menengah di Asia Tenggara. Segmen tersebut sebagian besar tidak menggunakan perangkat lunak apa pun untuk mengelola hutang mereka, yang sebelumnya menggunakan spreadsheet atau tenaga kerja manusia.

Spenmo adalah perusahaan fintech yang menyediakan solusi SaaS untuk mengelola pembayaran bisnis melalui produk kartu kredit perusahaan yang ditujukan buat UKM dan perusahaan menengah sebagai target penggunanya. Kartu kredit ini diperuntukkan untuk membantu bisnis dalam mengelola keuangan saat pembayaran tagihan, melacak, mengkategorikan pembelanjaan, dan pembukuan secara autopilot dalam waktu 90% lebih singkat.

Di Indonesia, Spenmo sudah memiliki tim lokal dan mulai aktif merekrut talenta baru. Situs Spenmo telah tersedia dalam bahasa Indonesia untuk menyasar pengguna baru.

Dalam keterangan resmi, Co-founder & CEO Spenmo Mohandass Kalaichelvan menerangkan, layanan Spenmo sebelumnya dianggap sebagai fungsi back-office, tetapi keuangan dan hutang adalah bagian penting dalam menjalankan bisnis.

“Tim keuangan yang mengimplementasikan layanan kami mendapatkan kembali jam kerja mereka. Rata-rata, mereka menghemat lebih dari 50 jam dan $10 ribu setiap bulannya. Tujuan kami adalah mengembalikan 10 miliar jam kerja setiap tahun untuk membiayai tim di seluruh wilayah,” kata dia.

Principal Insight Partners Rebecca Liu-Doyle kini bergabung sebagai dewan direksi di Spenmo pasca putaran ini. Dia menuturkan, industri pembayaran akan terdisrupsi, terutama di Asia Tenggara yang belum tergarap oleh solusi Spenmo. “Kami senang dapat berperan dalam bagian perjalanan Spenmo yang ingin terus berinovasi dan berkembang,” ujar Rebecca.

Sejak diluncurkan di Singapura tahun lalu, Spenmo telah berkembang di seluruh Asia Tenggara, membawa beberapa ribu pelanggan yang mewakili berbagai sektor, mulai dari perusahaan rintisan dengan pertumbuhan tinggi, hingga UKM, perusahaan pasar menengah, dan firma akuntansi.

Kartu kredit korporat

Memiliki kartu kredit korporat di Indonesia adalah barang mahal bagi UKM di Indonesia karena bank memiliki sejumlah persyaratan yang ketat untuk proses pengajuannya. Hampir semua bank mengeluarkan produk kartu kredit korporat sebagai target penggunanya, selain kartu kredit untuk ritel.

Karena ada gap tersebut, akhirnya membuka kesempatan bagi pemain fintech lending yang selama ini ditawarkan untuk membiayai modal usaha atau KTA. Di Spenmo sendiri, dengan kartu kredit fisik dan virtual yang mereka hadirkan, memungkinkan perusahaan yang ingin mengelola pengeluaran tim dengan mudah dan memiliki banyak tagihan dengan menyediakan fitur pembayaran invoice dan transfer bank otomatis.

Spenmo menyediakan kartu kredit virtual dan fisik yang dapat digunakan untuk membayar sewa, invoice, dan gaji karyawan secara terjadwal dalam dasbor. Serta, dapat dengan mudah integrasi API dengan software akuntansi (seperti Xero, SAP, dan myob) yang sudah digunakan perusahaan.

Diklaim, UKM dapat mengajukan akun Spenmo dengan proses 30 menit selesai, mengontrol (membekukan dan mencairkan) pengeluaran hanya dengan satu klik, dan mengutamakan keamanan dengan menetapkan dana yang telah disetujui sebelumnya untuk menghindari pengeluaran berlebih.

Mulai ada tren paylater B2B

Selain kartu kredit korporat atau pinjaman modal produktif, opsi lain yang mulai gencar diadakan adalah layanan paylater B2B. Menurut publikasi riset yang dirilis DSInnovate bertajuk “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021“, saat ini sudah ada beberapa kolaborasi startup yang menawarkan layanan tersebut.

Penyedia layanan B2B paylater di Indonesia / DSInnovate

Konsepnya, layanan fintech lending bertindak sebagai mitra penyedia pembiayaan, bersinergi dengan pemilik layanan pengadaan — baik barang ataupun jasa. Berbeda dengan layanan lending yang memberikan pinjama modal tunai, paylater B2B fokusnya pada pembiayaan atau pembelian perlengkapan bisnis.

*Kami mengubah judul berita dengan menambahkan terminologi bisnis Spenmo yang lebih tepat

Shopee Jadi Marketplace Berikutnya yang Miliki Produk PayLater

Shopee memperkenalkan fitur pembayaran kartu kredit digital teranyar yang dinamai Shopee PayLater. Fitur ini sudah digulirkan sejak Maret 2019, namun masih dalam tahap beta dan belum diperkenalkan secara resmi. Pihak Shopee belum bersedia memberikan tanggapannya ketika dihubungi oleh DailySocial.

Shopee menyediakan fitur PayLater ini dengan menggandeng pemain p2p lending bernama PT Lentera Dana Nusantara (LDN). Perusahaan ini sudah beroperasi sejak 2018 dan pada awal tahun ini resmi mengantongi surat tanda terdaftar dari OJK.

Belum diketahui apakah ada keterlibatan kepemilikan di LDN oleh Shopee atau sekadar kerja sama eksklusif. Di situs, LDN menyebutkan Shopee PayLater adalah produk p2p lending yang dikelolanya.

Sama seperti fitur PayLater di situs marketplace lainnya. Shopee PayLater dapat digunakan untuk seluruh pembayaran di dalam platform Shopee, kecuali kategori Voucher dan Produk Digital.

Untuk mengaktifkan fitur ini, pengguna bisa mengakses menu tab Saya > Shopee PayLater di aplikasi, kemudian mengunggah foto diri beserta KTP. Dalam hitungan menit hasil verifikasi akan keluar.

Bila diterima, limit pinjaman pertama yang diberikan adalah Rp750 ribu yang dapat dibayar H-30 tanpa bunga atau mencicil selama 2-3 bulan dengan biaya 2,95%.

Rincian tagihan akan muncul tiap tanggal 25 dan pembayaran paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya. Bila terlambat akan dikenakan denda 5% per bulan dari total tagihan.

Di situs LDN dipaparkan statistik Shopee PayLater. Total akumulasi pinjaman yang telah disalurkan ke Shopee PayLater sebesar Rp88,3 miliar. Peminjamnya mencapai 102.971 orang, dengan 81.423 orang adalah peminjam aktif.

LDN juga membuka kesempatan konsumen menjadi pemberi pinjaman (lender). Seluruh prosesnya dilakukan melalui situsnya. Setelah lolos verifikasi, lender dapat memilih peminjam Shopee yang sesuai dengan profil risiko yang diinginkan. Lender dapat menyetor dana melalui Virtual Account.

Tren memiliki produk sendiri dengan embel-embel PayLater kini dilirik para pemain e-commerce. Selain Shopee, telah lebih dulu ada Tokopedia dengan Ovo menyediakan Ovo PayLater, Traveloka PayLater menggaet Danamas, dan Bukalapak merilis BayarNanti bekerja sama dengan Julo.

Kehadiran fitur PayLater makin memperkuat persaingan antar pemain dalam menggaet kebutuhan pengguna yang kini ingin serba instan dan mudah.

Application Information Will Show Up Here

Tokopedia Is Now Provide Virtual Credit Card “Ovo PayLater”

Tokopedia is to broaden partnership with Ovo in improving services by releasing Ovo PayLater, virtual credit card for Tokopedia transaction.

In DailySocial observation, since first established in early January 2768019, it hasn’t reached all users. Tokopedia has nothing to say regarding this issue.

In its website, Ovo PayLater is described as a new payment method in a form of credit limit to pay for transaction on Tokopedia app or website. The credit limit provided by fintech lending startup, Taralite.

However, it is not to be used for credit installment, credit card bill, gift card, e-money, donation, alms, mutual funds, and gold. In order to use this facility users need to upload ID Card and take a selfie with it. The result will be in 1×24 hrs.

In case the submission approved, users will get credit limit and it’s available for minimum transaction of Rp10 thousand. There is 5% administration fee for every transaction using Ovo PayLater.

It will be collected on the 27th every month. Users can choose for partial or full payment. This concept is familiar with credit card transaction in general. There will be 0,1% interest per day past the due date.

Ovo PayLater is currently available for Tokopedia users in Jabodetabek, Bandung, and Surabaya for minimum 4 months registered account.

Taralite, before Ovo PayLater, also partnered up with tech company, such as Tokopedia, Lazada, Doku, Hacktiv8, and Jurnal. However, this service intends to be used for productive business development.

Previously, Ovo’s CPO, Albert Lucius has declared to broaden financial services, from insurance, online installment without credit card, and online loan. All those will be introduced in parallel in 2019’s first quarter.

In other words, Ovo has announced two partnerships, with Taralite for online installment without credit card, and Do-It for online loan.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Tokopedia Mulai Gulirkan Kartu Kredit Virtual “Ovo PayLater”

Tokopedia semakin memperluas kemitraannya dengan Ovo untuk meningkatkan pelayanan kepada para penggunanya dengan merilis Ovo PayLater, kartu kredit virtual untuk pembayaran transaksi di Tokopedia.

Menurut pantauan DailySocial, sejak pertama kali dirilis di awal Januari 2019, belum seluruh pengguna menerima fasilitas tersebut. Pihak Tokopedia pun belum bersedia memberikan pernyataan resmi terkait hal ini.

Melihat dari penjelasan di situsnya, Ovo PayLater adalah metode pembayaran terbaru dalam bentu kredit limit untuk membayar transaksi di situs atau aplikasi Tokopedia saja. Kredit limit yang disediakan Ovo PayLater ini berasal dari Taralite, startup fintech lending.

Hanya saja, kredit limit ini tidak bisa digunakan untuk pembayaran angsuran kredit, tagihan kartu kredit, gift card, e-money, donasi, zakat, reksa dana dan emas. Untuk mengajukan fasilitas ini, pengguna cukup melakukan verifikasi dengan mengunggah KTP dan swafoto dengan KTP. Hasil pengajuan akan diberitahu dalam 1×24 jam.

Begitu pengajuan diterima, pengguna akan mendapat kredit limit dan menggunakannya untuk minimum transaksi sebesar Rp10 ribu. Ada biaya layanan sebesar 5% untuk pengguna setiap kali transaksi pakai Ovo PayLater.

Penagihan akan diajukan setiap tanggal 27 setiap bulannya. Pengguna dapat memilih mau bayar penuh atau sebagian. Konsep ini sangat familiar ketika bertransaksi dengan kartu kredit pada umumnya. Jika ada keterlambatan pembayaran, maka pengguna dikenakan bunga 0,1% per hari.

Ovo PayLater untuk sementara baru bisa dinikmati oleh pengguna Tokopedia yang berdomisili di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya dengan minimal umur akun empat bulan.

Taralite sendiri, sebelum menjadi mitra untuk Ovo PayLater, juga bermitra dengan perusahaan teknologi seperti Tokopedia, Lazada, Doku, Hacktiv8, dan Jurnal. Namun layanan yang disediakan ini lebih diarahkan untuk pengembangan usaha produktif.

Dalam kesempatan sebelumnya, CPO Ovo Albert Lucius sudah menjelaskan tahun ini Ovo akan perluas layanan finansial, mulai dari asuransi, cicilan online tanpa kartu kredit, dan pinjaman online. Seluruh layanan ini akan hadir secara paralel di kuartal pertama tahun 2019.

Dengan kata lain, sudah ada dua kemitraan yang sudah diumumkan Ovo yakni dengan Taralite untuk cicilan online tanpa kartu kredit, dan Do-It untuk pinjaman online.

Application Information Will Show Up Here

Akulaku Sets Financial Distribution to Reach 39.2 Trillion Rupiah This Year

Akulaku, a startup engaged in financing sector, is targeting Rp39.2 trillion disbursement in this year, or increased by 300% from last year. There will be city expansion, new feature launching, and the improvement for some old features.

An ambitious target set aiming to repeat the previous success of Rp9.8 trillion with an average of 1.8 million transaction per month. Akulaku claims the achievement was also increased by 300% in 2017.

“2018 is a great year for us. All innovations and development which was done, ongoing, and to-do list are our commitment to support government’s program for financial inclusion,” Akulaku Indonesia’s Director of Corporate Affairs and Public Relations, Anggie Setia Ariningsih, Wed (1/30).

In addition, the company also targeting up to 30 million active users, which previously was only 10 million. Anggie said, Akulaku users are scattered across Java, Medan, Palembang, and Padang.

In demographic, their age ranging from 21 to 45 years old having job as employees and housewives. The most purchased products are gadget and electronics, household appliances, baby & kids, fashion, and virtual service.

Later, Akulaku will available in more than 10 cities, including Sumatera and Kalimantan. They start seeing potential in East Indonesia with over 15 million downloads and 120 thousand merchants.

“The challenge in East area is to know the demographic, habit and many more. It’ll take times for research, but we keep heading there.”

Regarding Series D investment rumor from Ant Financial, Anggie avoids to make any comment. She only mentioned that Akulaku has enough investors for business in this year or the following year.

She added, 98% of risk assessment in Akulaku was made by machine learning with various risk module to implement risk analysis and anti fraud. The system is to avoid and minimize human error, internal fraud, and other failure in the conventional company.

This way, the company claims to capable of reducing bad credit. Akulaku, although didn’t specifically said, claims to have bad credit below 5% based on OJK’s provisions.

“Since the very beginning, we’ve been watching out the front and back side, in case the fraud can be detected earlier. If the due date has over, we’ll keep collecting as per Association and OJK’s regulation.”

In terms of products, Akulaku has four business lines. First, Sell on Akulaku, an in-app marketplace for transaction via official stores or merchants. When users are interested in buying products, it’ll be facilitated by Akulaku credit.

Second, Akulaku Pay for integrated payment system in e-commerce platform partnered with Akulaku. Third, Akulaku Lending for cash loan service to customers (both consumers or merchants) provided by Asetku, Akulaku’s subsidiary.

The latest is Akulaku Offline as a payment facility at offline merchants with barcode scanning.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Akulaku Targetkan Penyaluran Pembiayaan Tembus 39,2 Triliun Rupiah Tahun Ini

Akulaku, startup yang bergerak di bidang pembiayaan, menargetkan penyaluran pinjaman sebesar Rp39,2 triliun pada tahun ini atau naik 300% dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan ini bakal dilakukan dengan ekspansi kota, peluncuran fitur baru, serta penyempurnaan fitur yang sudah ada sebelumnya.

Target yang cukup ambisius ini dipasang lantaran ingin mengulang kesuksesan pada tahun sebelumnya sebesar Rp9,8 triliun dengan rata-rata 1,8 juta transaksi terjadi setiap bulannya. Akulaku mengklaim pencapaian di tahun lalu itu juga naik 300% di tahun 2017.

“Tahun 2018 merupakan tahun yang baik bagi kami. Semua gebrakan dan pengembangan yang telah, sedang, dan akan kami lakukan ini adalah bentuk komitmen dalam mendukung program pemerintah dalam mewujudkan inklusi keuangan,” terang Director of Corporate Affairs and Public Relations Akulaku Indonesia Anggie Setia Ariningsih, Rabu (30/1).

Tak hanya itu, perusahaan juga menargetkan jumlah pengguna aktif sampai 30 juta orang, dari sebelumnya 10 juta orang. Pengguna Akulaku, menurut Anggie, tersebar di seluruh Jawa, Medan, Palembang, dan Padang.

Secara demografi, mereka mayoritas berumur antara 21-45 tahun yang berprofesi sebagai karyawan dan ibu rumah tangga. Kategori produk yang paling banyak dibeli pengguna adalah gadget dan elektronik, peralatan rumah tangga, baby & kids, fesyen, dan layanan virtual.

Nantinya Akulaku bakal hadir di lebih dari 10 kota dengan melengkapi kehadiran di Sumatera dan Kalimantan. Perusahaan juga mulai melirik potensi di Indonesia bagian Timur. Aplikasi Akulaku telah diunduh lebih dari 15 juta kali dan memiliki 120 ribu merchant.

“Tantangan saat mau ke wilayah Timur itu harus kenal demografi masyarakat di sana, bagaimana kebiasaan dan sebagainya. Riset seperti ini butuh waktu sedikit lebih lama, namun kami terus berupaya untuk terus ke arah timur Indonesia.”

Terkait rumor investasi seri D yang diikuti Ant Financial, Anggie menolak untuk berkomentar lebih jauh. Dia hanya memberi pernyataan bahwa Akulaku memiliki cukup investor untuk dukung bisnisnya pada tahun ini maupun tahun depan.

Anggie menyebut 98% risk assessment di Akulaku dilakukan oleh machine learning dan berbagai risk module untuk melaksanakan risk analysis dan anti fraud. Sistem ini bertujuan untuk mencegah dan meminimalisir kesalahan manual, internal fraud, dan kesalahan lain yang kerap terjadi di perusahaan konvensional.

Diklaim dengan cara ini perusahaan dapat menekan laju kredit macet. Meski menolak menyebut secara spesifik, Akulaku mengklaim kredit macet tetap berada di bawah 5%, sesuai dengan ketentuan OJK.

“Sedari awal kami sudah jaga dari sisi depan dan belakangnya, sehingga untuk tindakan fraud bisa di deteksi dari awal. Kalaupun benar sampai menunggak kami tetap proses penagihan sesuai apa yang diatur OJK dan asosiasi.”

Secara produk, Akulaku memiliki empat lini usaha. Pertama, Sell on Akulaku, sebuah marketplace di dalam aplikasi yang bisa digunakan untuk transaksi di merchant dan toko resmi. Ketika pengguna tertarik untuk membeli produk tersebut dapat difasilitasi dengan layanan kredit dari Akulaku.

Kedua, Akulaku Pay untuk sistem pembayaran terintegrasi di platform e-commerce yang sudah bermitra dengan Akulaku. Berikutnya, Akulaku Lending untuk layanan pinjaman tunai kepada pengguna (baik konsumen maupun merchant) yang disediakan Asetku, anak perusahaan Akulaku.

Yang terbaru adalah Akulaku Offline sebagai fasilitas pembayaran di merchant offline dengan pemindaian barcode.

Application Information Will Show Up Here

Akulaku Dikabarkan Tengah Proses Pendanaan Seri D Lebih dari 1,4 Triliun Rupiah dari Alibaba (UPDATED)

Akulaku, startup yang bergerak di bidang pembiayaan, dikabarkan sedang dalam pembicaraan lanjutan untuk pendanaan seri D senilai US$100 juta (lebih dari Rp1,4 triliun). Disebutkan Ant Financial, lini bisnis Alibaba yang bergerak di jasa keuangan, akan bergabung dalam putaran ini sebagai investor strategis.

Menurut sumber dari Momentum Works, Ant Financial dikabarkan berinvestasi sebanyak US$40 juta (sekitar Rp560 miliar) dari putaran pendanaan kali ini.

Dikutip dari KrAsia, pendanaan ini akan berdampak pada semakin dalamnya penetrasi bisnis Alibaba (lewat Ant Financial) dan portofolio perusahaan lainnya yang tergabung dalam Alibaba, terutama dari sisi layanan e-commerce di Indonesia.

Bila kabar ini terkonfirmasi, dapat dikatakan total pendanaan yang telah diterima Akulaku tembus ke angka US$220 juta (lebih dari Rp3,08 triliun). Pada Oktober 2017, perusahaan menerima pendanaan seri C senilai $70 juta (lebih dari Rp1,06 triliun) yang dipimpin oleh Fanpujinke Group, diikuti Sequoia India, BlueSky Venture Capital, dan Qimimng Venture Capital.

Asia Tenggara menjadi kawasan yang paling dilirik oleh perusahaan raksasa Alibaba dalam membangun jejak internasionalnya. Untuk lini e-commerce, Alibaba berinvestasi ke Lazada dan Tokopedia. Sementara dari sisi fintech, Alibaba hadir di sejumlah pemain lokal, seperti Dana (Indonesia), GCash (Filipina), TrueMoney (Thailand), TnGD (Malaysia).

Akulaku berdiri sejak 2014 dengan lini bisnis utama kartu kredit virtual dan menawarkan penjualan produk komputer, komunikasi, dan produk konsumer. Selain Indonesia, Akulaku juga beroperasi di Filipina, Vietnam, dan Malaysia.

Dalam konferensi pers beberapa waktu lalu, pihak Akulaku menyebut tahun ini akan ekspansi ke Kalimantan dan Sumatera untuk perluas cakupan nasabah, sebelumnya hanya melayani area Jawa saja.

Akulaku memiliki tiga lini bisnis di bawahnya, yakni Asetku yang bergerak di bidang p2p lending, Akulaku Silvrr (marketplace), Akugrosir (B2B e-commerce), dan Akulaku Finance bergerak di bidang pembiayaan (multifinance).

Produk terakhir yang baru dirilis Akulaku adalah Kredit Offline, memungkinkan pengguna dapat membayar di merchant offline dengan mencicil. Diklaim Akulaku memiliki 15 juta pengguna yang sudah terdaftar dan 2 juta di antaranya adalah pengguna aktif.

*Update: Kami menambahkan artikel tambahan dari Momentum Works

Application Information Will Show Up Here

Kredivo Releases Cash Loan Product

Kredivo, a digital credit card startup, released a cash loan product to answer the high demand of loans at the end of the year. Kredivo targets in the q4 payment distribution to grow 50% bigger than the same period the previous year, without mentioning the exact number.

Indina Andamari, Kredivo‘s Head of Marketing, said this product has no special requirements. All users with an active accounts can use the product. They can also withdraw the limit to cash for various payment or shopping in more than 200 merchants partnered with Kredivo.

“We use big data and machine learning technology to value someone’s credit worth in real time for risk mitigation. In addition, we also have security system to evaluate users transaction, and effective billing process,” she explained to DailySocial.

Kredivo’s cash loan is available in two types, Mini and Jumbo. Mini allows users to borrow up to Rp3 million with 30 days tenor, and Jumbo has Rp30 million limit with 6 month tenor.

She explained, after the user claims a number and its tenor, cash will be disbursed instantly through the bank account within 10 minutes without collateral. It is said to be the first business model in Indonesia.

The interest rate is claimed to be the lowest among the others in market. Kredivo charges up to 2.95% per month, lower than competitors with 1% interest in average per day.

“Kredivo’s vision is to provide credit access to Indonesian millennials at the lowest possible cost. We are pleased to be capable to provide this product for our users at low cost, right when the end of the year’s demand increasing.”

Kredivo is currently available for users in Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Medan, Palembang, Semarang, and Denpasar. Kredivo has almost one million active users.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here