Typedream Diakuisisi Beehiiv, Integrasikan Web Builder dengan Platform Newsletter

Startup pengembang platform website tanpa kode Typedream telah diakuisisi pengembang platform newsletter Beehiiv. Ke depannya akan dilakukan integrasi untuk memudahkan pengguna Beehiiv mendesain website untuk keperluan publikasi newsletter-nya.

Typedream dikembangkan sejumlah founder asal Indonesia yang kala itu sama-sama bersekolah di Amerika Serikat. Mereka adalah Putri Karunia, Kevin Nicholas Chandra, Michelle Marcelline, Anthony Harris Christian, dan Albert Putra Purnama.

Pada founder Typedream / Typedream

Ini bukan kali pertama bagi mereka “exit” atas startup yang dikembangkan. Sebelumnya startup mereka yang fokus mengembangkan platform passwordless login “Cotter” juga diakuisisi oleh Stytch pada tahun 2021.

Dalam debutnya, Typedream juga telah mendapatkan pendanaan seed atas keterlibatannya di Y Combinator. Pendanaan ini juga termasuk dari sejumlah angel investor global.

“Saya sudah sangat akrab dengan platform (dan tim) mereka selama beberapa bulan terakhir dan saya sangat bersemangat tentang apa artinya ini bagi masa depan Beehiiv,” tulis Founder Beehiiv Tyler Denk dalam pernyataan resminya.

Selain itu Tyler juga merinci sejumlah alasan yang melatarbelakangi keputusan untuk melakukan akuisisi ini. Saat pertama Beehiiv diluncurkan fokus utamanya pada newsletter, namun banyak pengguna awal mereka yang sebelumnya telah menggunakan Substack — platform sejenis yang turut menyediakan web sederhana bagi penggunanya.

“Jadi hampir karena kebutuhan, kami juga memilih untuk menyediakan situs web sederhana kepada setiap pengguna kami sehingga mereka dapat dengan mudah mengumpulkan email dan meng-hosting konten mereka secara online […] Sementara itu, ruang email sudah (dan masih) sangat kompetitif. Tidaklah sepadan dengan waktu atau upaya kami untuk mencoba dan bersaing di dua lini yang sangat besar, terutama sebagai tim kecil,” lanjut Tyler.

Dalam beberapa bulan ke depan, diharapkan integrasi antara Beehiiv dan Typedream akan diselesaikan sehingga menghasilkan layanan gabungan yang lebih mulus untuk memanjakan pengguna.

VC Hendra Kwik Berpartisipasi ke Pendanaan Startup SaaS No-Code “Fieldproxy”

Startup SaaS pengembang platform no-code Fieldproxy mengumumkan penerimaan dana pra-seri A senilai $750 ribu (sekitar 11,2 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh Y Combinator (W22 Batch), diikuti jajaran investor lainnya, yakni Number Capital, Mars Shot Ventures, Kevin Moore, dan Abheek Basu. Investor sebelumnya, seperti LetsVenture, 2am VC, magic.fund, serta angel investor dari sejumlah perusahaan di India turut serta dalam penyertaan modal.

Number Capital dan MAGIC merupakan unit ventura yang turut dinakhodai oleh Hendra Kwik, atau dikenal sebagai founder Payfazz. Di Number Capital ia berperan sebagai Founding Partner, sementara di MAGIC sebagai LP dan Partner.

Sejauh ini perusahaan berhasil mengumpulkan dana sebesar $1,05 juta. Adapun dana segar akan dimanfaatkan untuk meningkatkan upaya go-to-market (GTM).

Didirikan pada 2020 oleh Swaroop Vijayakumar, alumnus IIM Kozhikode, dan Balakrishna B, alumnus BITS Pilani di India, Fieldproxy menyediakan platform tanpa kode berbasis web yang memungkinkan bisnis merampingkan dan menyederhanakan interaksi internal mereka dengan tim lapangan di industri seperti bidang jasa, barang konsumsi, farmasi, energi, atau telekomunikasi.

Co-Founder Razorpay & Partner Mars Shot Ventures Shashank Kumar menuturkan, pihaknya senang dapat mendukung FieldProxy untuk mewujudkan visi mereka yang memungkinkan manajemen kekuatan lapangan yang mudah. “Manajemen kekuatan lapangan yang efisien adalah peluang besar di seluruh industri dan kami percaya bahwa FieldProxy berada di posisi yang kuat untuk mendisrupsi industri melalui platform tanpa kode mereka dan menggunakan template berbasis kasus,” katanya melalui keterangan resmi, Rabu (13/7).

Penjelasan Hendra Kwik tentang investasi ini

Founding Partner Number Capital Hendra Kwik menyampaikan, Fieldproxy adalah investasi perdana Number Capital di India. Pihaknya merasa terhormat dapat bermitra dengan Swaroop, Balakrishna, dan tim untuk membangun “Salesforce for Field Teams” di India. Timnya percaya pada tesis bahwa India akan menciptakan banyak startup SaaS besar dengan potensi kuat untuk ekspansi pasar global, mengingat negara tersebut kini dikenal sebagai produsen SAAS.

“Berikutnya, pangsa pasar yang besar karena terjadi inefisiensi, dan potensi ekspansi pasar global setelah dominasi India, adalah tiga alasan utama mengapa kami memutuskan untuk berinvestasi di Fieldproxy,” kata Hendra.

Menurut Hendra, Fieldproxy yang berbasis di Chennai, satu lokasi dengan basis operasional Freshworks yang terdaftar di NASDAQ, membawa optimisme yang tinggi bahwa Fieldproxy akan mengikuti kesuksesan Freshworks di tahun-tahun mendatang. “Manajemen tim lapangan adalah pasar yang sangat besar namun masih sangat tidak efisien, tidak terorganisir, manual, dan sangat bergantung pada pulpen dan kertas. Pendekatan perangkat lunak tanpa kode dari Fieldproxy akan meningkatkan efisiensi tim lapangan dan membantu perusahaan menghemat miliaran dolar,” tambah dia.

Mengomentari soal penggalangan dana, Co-founder & CEO Fieldproxy Swaroop Vijayakumar mengatakan, pihaknya senang karena bergabungnya sejumlah investor kelas dunia dan mengumpulkan dana yang dibutuhkan untuk mempercepat mimpi Fieldproxy untuk untuk mengubah industri lapangan pertama dengan menyediakan kualitas terbaik, solusi kekuatan tanpa kode untuk jutaan bisnis.

“Setelah kami meningkatkan upaya GTM kami, Fieldproxy tidak hanya bertujuan untuk melayani lebih banyak pelanggan perusahaan, tetapi juga bekerja untuk meningkatkan pustaka template siap pakai untuk membantu bisnis bergabung dan membangun solusi mutakhir dalam hitungan menit,” kata Vijayakumar.

Solusi no-code dari Fieldproxy

Menurut data yang dikutip Fieldproxy, permintaan global akan solusi berbasis teknologi meningkat di antara 5 juta pemilik bisnis di lapangan yang kehilangan sekitar 20% pendapatan mereka. Alasannya karena proses yang tidak efisien dan kurangnya visibilitas ke pelanggan, kontrak, pembayaran, atau teknisi lapangan mereka. Platform tanpa kode Fieldproxy membantu organisasi ini melindungi pendapatan mereka dan mengembangkan bisnis mereka.

Co-founder & CTO Fieldproxy Balakrishna B menyatakan, “Pendekatan tanpa kode untuk mengelola tim lapangan adalah yang pertama di industri dan membantu bisnis tradisional di industri seperti FMCG, farmasi, dan layanan lapangan, menyebarkan aplikasi dengan cepat untuk merampingkan tenaga kerja mereka di lapangan tanpa biaya tambahan untuk menjalankan dan mengelola tim pengembangan yang terpisah. Ini membantu mereka fokus pada bisnis inti mereka.”

Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial.id, Vijayakumar menyampaikan, meski kantor pusatnya di India, pihaknya sudah menjalin kerja sama bisnis dengan beberapa UKM di Indonesia. Ke depannya, pada 12-18 bulan mendatang, fokus perusahaan akan ekspansi ke kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

“Hal ini kami pilih mengingat pasar ini sangat mirip dengan India. Hal ini berlaku terutama di industri tempat kami beroperasi – barang konsumsi, farmasi, dan ruang servis rumah di mana sebagian besar operasi masih dijalankan melalui WhatsApp atau pulpen atau kertas dan tidak dalam bentuk digital,” pungkas dia.

Potensi no-code

Di Indonesia, startup pengembang platform no-code, sudah ada beberapa yang hadir. Mereka adalah Typedream dan Feedloop. Kemudahan yang ditawarkan membuat platform no-code, atau sering juga disebut low-code, berkembang pesat. Di kancah global, saat ini banyak sekali platform berbasis SaaS yang menawarkan kapabilitas serupa untuk berbagai kebutuhan spesifik.

Menurut temuan hasil survei Appinventiv, layanan no-code banyak diminati oleh pebisnis lantaran memudahkan langkah mereka melakukan inovasi dan transformasi. Seperti diketahui, bisnis dituntut untuk secara tangkas melakukan transformasi digital dengan go-online. Proses pengembangan manual dapat memakan waktu panjang untuk perusahaan yang baru memulai langkah tersebut, karena harus melakukan banyak tahapan, mulai perencanaan hingga perekrutan staf ahli di bidang pemrograman.

Potensi ini membawa nilai pasar layanan tersebut mencapai $45,5 miliar pada tahun 2025 mendatang. Varian platform yang ada tidak hanya memfasilitasi kebutuhan spesifik perusahaan besar, melainkan juga kepada UMKM yang ingin meningkatkan kehadirannya secara online atau meminimalkan friksi dalam kegiatan operasionalnya.

Sejumlah Rencana Bisnis Xendit Setelah Menjadi Unicorn

Xendit resmi menjadi unicorn setelah merampungkan pendanaan C senilai $150 juta. Secara total, perusahaan berhasil mengumpulkan total dana ekuitas sejumlah $238 juta sejak ronde awal di tahun 2015 lalu. Ada sejumlah rencana yang akan dilakukan selanjutnya. Hal tersebut disampaikan Co-Founder Xendit Moses Lo dan Tessa Wijaya dalam sebuah kesempatan temu media terbatas.

Hal pertama yang akan digenjot ialah melanjutkan ekspansi regional yang telah dimulai dari Filipina sejak tahun 2020 lalu. Bahkan untuk meningkatkan penetrasi layanannya di Filipina, Xendit membangun kemitraan strategis dengan berinvestasi ke pemain fintech setempat Dragonpay.

Menanggapi tentang strategi M&A pasca-pendanaan, Tessa mengatakan, kemungkinan tersebut ada, terlebih saat ini perusahaan juga fokus ke pasar UMKM. Kalaupun akan melakukan aksi strategis seperti investasi, tujuannya masih dalam koridor mendukung ekspansi dan perluasan segmen pengguna.

Membuka pasar yang lebih luas

Didirikan sejak tahun 2014, awalnya Xendit merupakan penyedia platform payment gateway, membantu pebisnis digital menyediakan portal pembayaran untuk konsumennya. Seiring perkembangannya, layanan fintech di dalamnya berkembang mengakomodasi berbagai kebutuhan, termasuk layanan transfer dana untuk bisnis. Sebagian besar layanan Xendit berbasis API, penggunanya mengintegrasikan layanan tersebut melalui backend situs atau aplikasi.

Disampaikan Moses, salah satu alokasi pendanaan seri C untuk mengembangkan ekosistem layanan yang dimiliki. Ia menyebutnya sebagai “value added services”, berisi berbagai fitur pendukung untuk memungkinkan mitranya menghadirkan kapabilitas fintech secara lebih baik. Misalnya, mereka akan mengoptimalkan layanan manajemen risiko untuk membantu bisnis mencegah fraud. Kemudian juga akan menghadirkan platform lending untuk membantu bisnis lebih berkembang.

Data terbaru yang disampaikan, Xendit telah mencatatkan peningkatan total volume pembayaran 200% yoy di pasar Indonesia dan Filipina. Sebagian capaian tersebut didapat dari klien yang berasal dari perusahaan teknologi seperti e-commerce atau aplikasi konsumer lainnya. Untuk membuka potensi yang lebih besar, Moses mengatakan Xendit akan masuk ke pasar solusi digital berbasis “no-code”.

Layanan “no-code” umumnya berupa solusi digital siap pakai yang tetap bisa dikustomisasi sesuai kebutuhan pengguna. Dengan pendekatan ini, Xendit juga mantapkan niat untuk merangkul pasar UKM sebagai target bisnis selanjutnya.  Dalam debutnya, beberapa solusi telah dihadirkan, misalnya dalam aplikasi “Xendit Business” di Playstore. Dengan layanan tersebut pemilik bisnis bisa membuat sebuah tautan khusus untuk dikirimkan ke pembelinya, memudahkan proses transaksi tanpa harus mengintegrasikan ke sebuah e-commerce.

Sebelumnya Xendit juga telah meluncurkan Xendit Inventory Sync. Platform tersebut berbentuk teknologi multi-kanal untuk membantu pebisnis mengelola stok inventaris produk yang dijual secara online di Tokopedia, Shopee, maupun situs seperti Shopify dan WooCommerce. Dengan demikian, pelaku bisnis dapat lebih mudah memantau jumlah stok di masing-masing kanal dalam satu dasbor yang rapi dan terintegrasi.

Belum ada rencana IPO

Ketika ditanya rencana go-public, baik melalui IPO tradisional ataupun SPAC, Moses mengatakan bahwa saat ini ada opsi lain yang masih sangat mendukung laju bisnis perusahaan, termasuk private market. Hingga saat ini, 100% konsentrasi manajemen untuk mengeksekusi rencana-rencana di atas, khususnya ekspansi perluasan bisnis. Dukungan investor yang didapat juga dilihat sebagai respons penting para stakeholder di tengah pertumbuhan dan kompetisi pasar.

Di Indonesia sendiri, saat ini ada beberapa pemain yang menyediakan layanan payment gateway. Sebagian dari mereka adalah pemain yang sudah masuk ke industri sejak lama. Adapun daftarnya sebagai berikut:

Platform Tahun Berdiri Pendanaan Terakhir
Xendit 2014 Series C, $150 juta
Midtrans 2011 Diakuisisi oleh Gojek
Durianpay 2021 Seed Round, $2 juta
Doku 2007 Venture Round, $32 juta
Nicepay 2011
Xfers 2014 Corporate Round, $30 juta; terafiliasi Payfazz
Faspay 2011 Terafiliasi grup Astra
Cashlez 2015 IPO di BEI, Kapitalisasi Pasar: $18 juta
Duitku 2009
iPaymu 2012
Prismalink 2011
Espay 2012 Diakuisisi oleh Emtek

Menurut data yang dihimpun Statista, total nilai transaksi pembayaran digital di Indonesia diproyeksikan akan mencapai $56,7 miliar pada 2021; dan bertumbuh sampai $90,2 miliar pada 2025 mendatang dengan CAGR 12,18%. Salah satu penyumbang terbesarnya adalah e-commerce, dengan nilai total transaksi $53,3 miliar pada tahun ini.

Application Information Will Show Up Here

Feedloop Receives Pre Series A Funding, Currently Operating a Codeless Application Development Platform

SaaS service developer for business digitization Feedloop secures pre-series A funding of an undisclosed amount. This round was led by Telkomsel Mitra Innovation (TMI) with the participation of Aksara Ventures and the previous investor, East Ventures.

Funds will be focused on accelerating the development of technology products, recruiting more human resources, and building distribution networks.

Was founded by Ahmad Rizqi Meydiarsi (CEO), Ronaldi Kurniawan Saphala (CTO), and Muhammad Aji Santika (CMO) in 2018; Feedloop provides much different services than in the early days. They first debuted with a platform that allows marketers to create interactive content such as surveys, quizzes, or digital stories to support online marketing.

While the existing SaaS has been expanded with two main products, Qore and AIXP. Qore is a no code development platform (NCDP), allowing users to develop applications without code/programming for various purposes, such as HR management, warehouse management, consumer applications, and others.

Moreover, AXIP was developed as a customer data and experience platform (CDXP), enabling users to manage digital data from various channels to improve their marketing capabilities. Including aimed at analyzing customer behavior in real-time.

“Entering its third year, Feedloop will continue its commitment to become a digital-enabler for Indonesian companies [..] The investment from TMI will help us to accelerate the realization of our great mission to create equitable digital transformation throughout Indonesia,” Rizqi said.

Potential synergy

Since its debut in May 2019 with an initial managed fund of IDR 576 billion, TMI focused on investing in various types of startups that can be synergized with the main business of the parent. Synergy is an important point that is underlined, as a corporate venture capital (CVC), they carry an important mission to help companies achieve certain goals, in this case digital transformation.

The strategic partnership with Feedloop is no exception. Along with that, Telkomsel will jointly develop a data management platform and consumer experience. Various types of customer data will be formulated to be a more targeted marketing reference and product innovation. The purpose of developing this platform is also to help other SOEs (outside the Telkomsel group) adopt digital transformation.

Feedloop is now TMI’s 13th portfolio company. Previously they have invested in Kredivo, Inspigo, EVOS Esports, TaniHub, Qlue, Tada, PrivyID, Roambee, Halodoc, SiCepat, Skor, and Sekolahmu.

“In the future, TMI will be further developed to open up various opportunities for collaboration and wider startup empowerment. We have prepared many things to realize various strategic plans in the future,” TMI’s CEO, Marlin R. Siahaan said on a media briefing (22/7).

Data and no-code platform projection

Previously there were Typedream and Cotter, no-code platforms developed by founders from Indonesia. They managed to secure seed funding from Y Combinator and some global angel investors. The service concept takes the form of a web builder and a passwordless login platform, allowing users to build their websites without programming; and create secure login access without requiring a password.

The convenience offered makes the no-code platform, or often also called low-code, growing rapidly. In the global arena, currently there are many SaaS-based platforms that offer similar capabilities for various specific needs.

No-Code Platform
Various kinds of no-code platforms in global market / Petro Inverinizzi (Stride VC) and Ben Tossell (Makerpad)

According to the findings of the Appinventiv survey, no-code services are in great demand by business people because it makes it easier for them to innovate and transform. As is known, businesses are required to agilely carry out digital transformation by going online. The manual development process can take a long time for companies just starting out, as they have to go through many stages, from planning to recruiting programming experts.

Survey on user’s reasons to use low-code platform / Appinventiv

This potential brings the market value of these services to $45.5 billion by 2025. The existing platform variants not only facilitate the specific needs of large companies, but also for MSMEs who want to increase their online presence or minimize friction in their operational activities.

No-code platform market share in the world / MarketsandMarkets


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Feedloop Dapat Pendanaan Pra-Seri A, Kini Jadi Platform Pengembangan Aplikasi Tanpa Kode

Pengembang layanan SaaS untuk digitalisasi bisnis Feedloop mendapatkan pendanaan pra-seri A dengan nilai yang tidak diumumkan. Putaran ini dipimpin oleh Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) dengan keterlibatan Aksara Ventures dan investor di tahap sebelumnya, yakni East Ventures.

Dana akan difokuskan untuk mendorong pengembangan produk teknologi, merekrut lebih banyak SDM, dan membangun jaringan distribusi.

Didirikan oleh Ahmad Rizqi Meydiarsi (CEO), Ronaldi Kurniawan Saphala (CTO), dan Muhammad Aji Santika (CMO) sejak tahun 2018; layanan yang disajikan Feedloop saat ini sudah jauh berbeda dibandingkan di masa awalnya. Mereka pertama kali debut dengan platform yang memungkinkan pemasar untuk membuat konten interaktif seperti survei, kuis, atau cerita digital untuk mendukung pemasaran daring.

Sementara SaaS yang ada sekarang sudah diperluas dengan dua produk utama, yakni Qore dan AIXP. Qore sendiri merupakan no code development platform (NCDP), memungkinkan pengguna mengembangkan aplikasi tanpa kode/pemrograman untuk berbagai kepentingan, seperti pengelolaan SDM, manajemen gudang, aplikasi konsumen, dan lain-lain.

Kemudian AXIP dikembangkan sebagai sebuah customer data and experience platform (CDXP), memungkinkan pengguna untuk mengelola data digital dari berbagai kanal untuk meningkatkan kapabilitas pemasarannya. Termasuk ditujukan untuk menganalisis perilaku pelanggan secara real-time.

“Memasuki tahun ketiganya, Feedloop akan melanjutkan komitmen untuk menjadi digital-enabler bagi perusahaan-perusahaan Indonesia [..] Investasi dari TMI akan membantu kami untuk mempercepat realisasi misi besar kami untuk dapat menciptakan pemerataan transformasi digital di seluruh Indonesia,” ujar Rizqi.

Agenda sinergi

Sejak debut pada Mei 2019 membawa dana kelolaan awal 576 miliar Rupiah, TMI fokus untuk berinvestasi ke berbagai jenis startup yang dapat disinergikan dengan bisnis utama induknya. Sinergi menjadi poin penting yang digarisbawahi, sebagai corporate venture capital (CVC), mereka membawa misi penting untuk membantu perusahaan mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini transformasi digital.

Tak terkecuali kemitraan strategisnya dengan Feedloop. Bersamanya, Telkomsel akan bersama-sama mengembangkan platform pengelolaan data dan pengalaman konsumen. Berbagai jenis data pelanggan akan diracik untuk menjadi referensi pemasaran dan inovasi produk yang lebih tepat sasaran. Tujuan pengembangan platform ini juga untuk membantu BUMN lain (di luar grup Telkomsel) mengadopsi transformasi digital.

Feedloop kini jadi perusahaan portofolio ke-13 milik TMI. Sebelumnya mereka telah berinvestasi ke Kredivo, Inspigo, EVOS Esports, TaniHub, Qlue, Tada, PrivyID, Roambee, Halodoc, SiCepat, Skor, dan Sekolahmu.

“Ke depan, TMI akan semakin dikembangkan untuk membuka berbagai peluang kolaborasi dan pemberdayaan startup lebih luas lagi. Sudah ada banyak hal yang telah kami persiapkan untuk merealisasikan berbagai rencana strategis dalam beberapa waktu ke depan,” ujar CEO TMI Marlin R. Siahaan dalam sebuah kesempatan temu media (22/7).

Data dan proyeksi platform no-code

Sebelumnya ada Typedream dan Cotter, platform no-code yang dikembangkan founder asal Indonesia. Mereka berhasil membukukan pendanaan awal dari Y Combinator dan sejumlah angel investor global. Konsep layanannya berbentuk web bulider dan passwordless login platform, memungkinkan pengguna untuk membangun situs webnya tanpa pemrograman; serta membuat akses login yang aman tanpa memerlukan kata sandi.

Kemudahan yang ditawarkan membuat platform no-code, atau sering juga disebut low-code, berkembang pesat. Di kancah global, saat ini banyak sekali platform berbasis SaaS yang menawarkan kapabilitas serupa untuk berbagai kebutuhan spesifik.

No-Code Platform
Berbagai layanan no-code yang saat ini beredar di pasar global / Petro Inverinizzi (Stride VC) dan Ben Tossell (Makerpad)

Menurut temuan hasil survei Appinventiv, layanan no-code banyak diminati oleh pebisnis lantaran memudahkan langkah mereka melakukan inovasi dan transformasi. Seperti diketahui, bisnis dituntut untuk secara tangkas melakukan transformasi digital dengan go-online. Proses pengembangan manual dapat memakan waktu panjang untuk perusahaan yang baru memulai langkah tersebut, karena harus melakukan banyak tahapan, mulai perencanaan hingga perekrutan staf ahli di bidang pemrograman.

Survei mengenai alasan pengguna memakai platform low-code / Appinventiv

Potensi ini membawa nilai pasar layanan tersebut mencapai $45,5 miliar pada tahun 2025 mendatang. Varian platform yang ada tidak hanya memfasilitasi kebutuhan spesifik perusahaan besar, melainkan juga kepada UMKM yang ingin meningkatkan kehadirannya secara online atau meminimalkan friksi dalam kegiatan operasionalnya.

Proyeksi pangsa pasar platform no-code di dunia / MarketsandMarkets