Helptask dan Misi Tingkatkan Ekosistem Pertukangan di Indonesia

Berdasarkan data yang dipaparkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Provinsi (LPJKP) tahun 2016, saat ini di Jakarta terdapat sekitar satu juta lebih tukang yang tidak memiliki pekerjaan yang layak dan terpaksa menganggur karena kurangnya akses pekerjaan. Berdasarkan laporan tersebut, Helptask mencoba menghadirkan layanan menyeluruh yang membutuhkan jasa tukang berkualitas.

Dukungan ekosistem “pertukangan”

Kepada DailySocial, Founder Helptask Hendra Sucipto mengungkapkan, selama delapan tahun berkiprah sebagai arsitek, Hendra menyadari minim sekali naungan yang mampu mendukung ekosistem pertukangan, mulai dari penanaman pengetahuan soft-skill sebagai tukang serta akses pekerjaan yang layak untuk tukang.

“Tidak heran, situasi konstruksi (terutama) di Jakarta saat ini seringkali diwarnai dengan situasi yang tidak sehat. Terlebih, banyak pemain konstruksi yang lebih mengutamakan profit sebanyak-banyaknya daripada mengutamakan kualitas.”

Sementara konsumen yang selama ini masih banyak memanfaatkan cara-cara tradisional untuk mendapatkan rekomendasi tukang, masih kesulitan memperoleh hasil yang memuaskan. Banyak tukang dengan latar belakang keahlian yang kurang jelas.

“Berawal dari titik inilah Helptask didirikan untuk menjadi sebuah jawaban atas permasalahan yang dihadapi, sekaligus menjadi naungan/ekosistem di mana solusi tersebut dapat ditemukan serta dapat menguntungkan bagi kedua belah pihak (simbiosis mutualisme),” kata Hendra.

Bersama Megawindriati Mahawan dan Jeffri Tantoni, Hendra mulai membangun tim dan mengembangkan platform Helptask yang rencananya akan diluncurkan bulan Desember 2017 mendatang. Layanan Helptask di antaranya adalah menyediakan layanan AC, layanan plafon, layanan listrik, layanan air (berkaitan dengan plumbing), layanan cat, dan layanan rumah tangga.

“Membangun SDM bukan mengenai bersaing harga semurah-murahnya. Namun, lebih kepada membangun struktur yang sebenar-benarnya. Helper mendapatkan kemudahan dari segi waktu yang lebih fleksibel, mudah mendapatkan akses pekerjaan, dan memiliki standar operasional kerja yang jelas. Konsumen pun tahu jelas berapa anggaran yang harus dialokasikan,” kata Hendra.

Cara kerja

Tidak berbeda jauh dengan layanan “jasa” lainnya yang saat ini sudah banyak hadir di Indonesia, seperti Seekmi, Ahlijasa dan lainnya, cara kerja Helptask hampir serupa. Perbedaan yang diklaim Helptask terletak pada visi dan misinya, yaitu ingin membuat suatu gebrakan ekosistem baru dalam bidang pengelolaan sumber daya manusia.

“Memang jika dibandingkan antara Helptask dengan perusahaan jasa serupa lainnya, secara cover Helptask terlihat sama. Namun, secara sistem dan tujuan terdapat perbedaan,” kata Hendra.

Helptask tidak bekerja borongan melainkan lebih fokus kepada after sales service maintenance. Selain itu Helptask juga tidak bekerja sebagai pialang (perantara vendor dengan konsumen), melainkan menghubungkan konsumen secara langsung kepada helper tertentu yang menjadi mitra HELPTASK secara resmi.

“Dengan alasan tersebut kami ingin semua yang kami kerjakan memiliki standar operasional kerja (tidak asal kerja),” kata Hendra.

Dari sisi konsumen, Helptask memberikan harga jelas sesuai dengan harga yang berlaku, tidak perlu repot memilih karena helper yang menerima permintaan sudah mengetahui apa yang akan dikerjakan melalui foto kondisi yang tertera. Bebas memilih hari dan jam, helper yang datang pun jelas dan terdata. Helptask juga memberlakukan sistem pantau helper, dari pekerjaan dimulai hingga selesai.

“Di samping itu, Helptask tidak menentukan helper mana yang akan datang, karena kita memberlakukan fair system. Jika helper bisa menyelesaikan permasalahan user, helper layak untuk menerima pekerjaan tersebut. Dan sebaliknya, helper pun layak menolak jika merasa ragu dapat menyelesaikan pekerjaan dari konsumen,” kata Hendra.

Dari sisi tukang / helper, tidak perlu repot bekerja berdasarkan tender. Helptask tidak menyarankan helper untuk saling bersaing harga yang dapat mengakibatkan helper mengorbankan sisi kualitas demi mendapatkan klien.

Masih boostrapping

Meskipun telah didirikan sejak tahun 2016, hingga kini Helptask masih menjalankan bisnis secara bootstrap dan enggan didanai investor. Tim Helptask tidak menganggap investasi dari investor adalah hal yang buruk, namun tim Helptask memilih untuk melakukan bootstrap agar lebih tertantang dalam meningkatkan kualitas perusahaan.

“Tentunya kami juga sangat berhati-hati mengenai investasi. Membicarakan Helptask berarti kita membicarakan mengenai tanggung jawab dalam membuka lapangan kerja dan kesejahteraan orang banyak, bukan kepentingan segelintir orang. Dengan bootstrap, kami lebih sejahtera dalam menentukan anggaran yang ingin kami prioritaskan untuk inovasi layanan serta membuat value bisnis semakin berkembang,” tutup Hendra.

Tak Sanggup Bersaing, Startup On-Demand Lokal di Pontianak Tumbang

Sejak Go-Jek merambah ke Pontianak sekitar Mei 2017 lalu, diikuti Grab dan Uber, ternyata berdampak negatif terhadap beberapa startup on-demand lokal di Kota Khatulistiwa ini. Terbukti, beberapa startup lokal seperti Tripy, Ponjek, Travella, dan Hay Trans kini sudah tidak beroperasi lagi. Hal ini diakui oleh Ibrahim, salah seorang pendiri Tripy.

Ibrahim mengatakan kepada DailySocial, startup lokal Pontianak seperti Tripy, tak mampu menyaingi startup nasional karena mereka tidak punya modal finansial yang besar. Saat Go-Jek masuk sebulan sebelum Ramadan 2017, transaksi Tripy masih bagus. Lalu Uber masuk Pontianak sebulan kemudian dengan promo gila-gilaan, dengan tarif 15.000 rupiah ke bandara, tidak lama setelah itu, Go-Car beroperasi. Transaksi Tripy hanya bertahan sebulan, lalu manajemen Tripy memutuskan mundur karena beban operasional dan beban server yang besar.

“Mau perang sama perusahaan yang biasa “bakar duit”, kami tak sanggup,” ujar Ibrahim.

Namun, ada juga beberapa startup lokal yang masih sanggup bertahan, seperti Angkuts, Hello Kapten, Delifairy, dan Bujang Kurir. Saat ditemui DailySocial, Riszky Ramadhan selaku owner Bujang Kurir mengatakan, hingga detik ini Bujang Kurir masih bisa bertahan karena banyaknya pelanggan setia mereka, meski terasa ada penurunan order sebesar 10-15%. Hingga detik ini, tercatat 100 order per hari. Startup lokal yang berdiri pada 18 Juni 2015 ini telah diunduh 10.000 kali.

Adanya monopoli dari perusahaan nasional dalam hal delivery order mematikan usaha lokal. Riszky mengatakan tidak pernah menolak adanya startup nasional di Pontianak. Dia  cuma meminta adanya regulasi yang jelas dari pemerintah daerah mengenai tarif, zona, dan perekrutan tenaga driver.

“Saya minta perhatian pemerintah daerah berupa perwa dan perda untuk melindungi startup lokal agar mampu bersaing dengan startup nasional. Kita tidak bisa menolak kemajuan teknologi, tapi itu bisa dikontrol,” tegasnya.

Predicting The Logic Behind Go-Jek’s Acquisition Rumor on Two Payment Services

Go-Jek, Indonesian unicorn startup, became the headline of the acquisition-related rumors of two payment services (for some reason the name would not be mentioned in this article). Perhaps most people still wonder why two payment services (also why two, not just one) are subjected to the acquisition of an on-demand service departing from an easy-booking service.

It can’t be confirmed that the rumors were true, because we did not get an official confirmation. Nevertheless, some reliable sources has mentioned that there are indications to that, even an agreement might already occurred.

It’s time for Go-Pay to “shine”

Speaking about payment can’t be parted from Go-Pay as Go-Jek payment service. Go-Pay is a phenomenon that becomes part of user’s everyday life and as it has been sounded by Co-Founder and CEO of Nadiem Makarim, Go-Pay is ready to get out of the Go-Jek ecosystem and purely becomes digital payment tools.

In order to get out of its own ecosystem, Go-Pay needs “vehicles” to speed up its adoption across platforms. There are not many B2B payment gateway platforms that dominate the Indonesian market and with Doku being  acquired by EMTEK, only one online payment platform becomes a serious candidate as Go-Pay partner. Looking at the sites, they have already offered Go-Pay as a supported payment tool.

If one platform has been acquired, is it necessary to acquire another payment company? We must notice the strengths and weaknesses of each payment company and Go-Jek’s ambition with Go-Pay.

One is strong enough with online payment services, but has no presence in offline payment services (primarily related with EDC). The other is strong in offline payment services and has an extensive network with thousands of leading retailers.

If Go-Jek acquires both, they will create new synergy to encourage enormous use of Go-Pay. Not only for online transactions, but also offline transactions. Imagine shopping at local grocery store or fancy outlets in the mall using Go-Pay.

QR Code technology has become the “bridge” between the two worlds (offline and online), as already indicated in China which became the mecca of Indonesian startup development. It will simply integrate Go-Pay with QR Code and voila Go-Pay can be WeChat Pay or Alipay of Indonesia.

Synergy to win the payment platform game

There is a different sentiment felt when a local synergy do a head-to-head fighting at the same level with global player. Go-Jek currently leads Indonesian market against Grab and Uber in on-demand market and competition between the three already extends to the payment platform.

Grab took Kudo and Lippo Group, while Uber is in partnership with Tokopedia. Go-Jek certainly can not just sit still. The acquisition of these two payment platforms will strengthen Go-Jek’s position in digital payment area. Dominate the payment system, as we have seen in China, and it will not be difficult to make a profit.

Still, is there any confusion among crowd on how Go-Jek retaining the income?


Original article is written in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Migo Offers E-Bike Rental Through Application

The concept of ride sharing is starting to spread around big cities in Indonesia. Many were inspired from there  to make similar services or other innovations. Form of innovation from the ride sharing concept invasion is presented by Migo in Surabaya. With digital technology, Migo provides e-bike rental service. The solution is claimed to be the first in Indonesia.

Migo tries to facilitate users in ordering and payment. For reservations, user can just scan the QR Code on every bike. These things can be done through the Migo app available on Google Play and the App Store.

“Migo has technological advantages different from other transportation. Start from the registration, the top-up process, opening, locking up, until restoring Migo to the station can be done just by a smartphone in hand,” said Migo’s team member, Tony Chandra.

Migo provides approximately 100 points of substation scattered around Surabaya. On these substations, users can rent and return their bikes. For the rent cost, Migo set it based on kilometers at affordable prices to the public.

Migo applies Rp2,000 base rate for the first 2 kilometres. Afterwards, users will be charged Rp.500 per kilometre. Whereas, waiting or stopping charges are set to Rp500 per 15 minutes. Waiting or stopping charges are valid from 06.00 to 20.00.

“Currently Migo has approximately 100 points of substation scattered throughout Surabaya. If you want to know the substation points above, you can directly download Migo app via Play Store or App Store. Substations as Migo partners act as an extension of Migo’s hand in providing electric bike units and ready to serve customers,” said Tony.

Right now Migo has already acquired 2000 registered users with 1000 active user on average. By the end of this year, Migo plans to add 50 new substations to ease the access.


The original article is written in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Uber Resmi Hadir di Aplikasi Tokopedia

Hari ini (10/11) Uber secara resmi mengumumkan kerja sama strategis dengan Tokopedia. Salah satu realisasinya, kini layanan Uber hadir di aplikasi Tokopedia. Sebagai langkah awal, layanan Uber yang tersedia di aplikasi Tokopedia adalah layanan tumpangan langsung (rides) dan transaksi Uber Gift Card.

Seluruh layanan rides dari Uber, seperti UberX, UberMotor, UberXL, UberBlack, dan UberPOOL kini dapat dibayar menggunakan dompet elektronik TokoCash. Menariknya TokoCash sendiri masih dalam status “dibekukan” — implikasinya tidak bisa melakukan top-up kredit, mengingat Tokopedia belum mengantongi lisensi e-money dari Bank Indonesia. Estimasinya baru akhir tahun akan terbit izin tersebut.

Ke depan, akan terbuka dengan metode kartu kredit. Sedangkan Uber Gift Card pun kini dapat dibeli lewat Tokopedia, memungkinkan siapa pun untuk membeli dan berbagi hadiah. Seluruh layanan ini dapat digunakan di 34 kota, di mana Uber beroperasi dan pemesanan paket UberDeliver di Surabaya.

Menurut General Manager Uber untuk kawasan Asia Tenggara dan Utara Chan Park, kehadiran Uber di aplikasi Tokopedia menjadi peluang perusahaan untuk menjaring lebih banyak pengguna baru tanpa harus mengunduh aplikasi Uber dan menjadi pengguna Uber sebelumnya.

Tentunya, Uber tidak merasa khawatir apabila jumlah unduhan aplikasi menurun dan beralih ke Tokopedia. Sebab tujuan perusahaan adalah membuka peluang ekonomi sebesar-sebesarnya untuk mitra pengemudi lewat kemudahan booking bagi sisi pengguna.

“Kemitraan ini kami harapkan bisa bantu capai misi yang ingin memberikan kenyamanan dalam bertransportasi untuk semua orang,” kata Chan, Kamis (9/11).

Chief of Staff Tokopedia Melissa Siska Juminto menambahkan, “Kerja sama strategis ini turut membawa misi kami lebih jauh lagi dalam mewujudkan pemerataan ekonomi secara digital di Indonesia, dengan memberikan pengunjung Tokopedia lebih banyak akses terhadap layanan yang mereka perlukan.”

Menurut Melissa, kerja sama strategis antara Uber ini merupakan jangka panjang. Sehingga bakal ada inisiatif baru antara kedua perusahaan yang akan bermunculan.

Untuk memesan Uber rides, pengguna dapat membuka menu “Pembayaran & Top Up”, lalu pilih logo Uber untuk mulai memesan perjalanan. Tentukan poin penjemputan dan destinasi. Jika sudah siap, klik “Request”.

Akan tetapi, belum semua pengguna Tokopedia sudah bisa menggunakan layanan rides. Sebab baru diluncurkan untuk sebagian pengguna. Rencananya dalam waktu dekat akan tersedia untuk seluruh pengguna Tokopedia.

Sementara untuk pembelian Uber Gift Card, pengguna dapat memilihnya di menu Gift Card. Lalu pilih metode pembayaran yang diinginkan dan nominal Gift Card yang diinginkan Rp50 ribu atau Rp100 ribu. Nanti pengguna akan mendapat Gift Code yang dapat dimasukkan dalam aplikasi Uber.

Bila ingin memberi hadiah ke orang lain, masukkan nominal Gift Card, email atau nomor ponsel yang terasosiasi dengan akun Uber milik penerima hadiah. Bila penerima telah menjadi pengguna Uber, Gift Card akan masuk secara otomatis. Bila belum, penerima harus membuat akun Uber terlebih dahulu.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Valetic, Layanan “On Demand” untuk Sopir Pribadi

Kebutuhan akan sopir pribadi di kota-kota besar seperti Jakarta dinilai cukup tinggi dan memiliki potensi untuk sebuah bisnis digital. Founder Valetic Catra Darusman melihat permasalahan ini sebagai peluang sehingga menghadirkan Valetic sebagai layanan on demand yang siap menghubungkan pengguna dengan sopir pribadi melalui aplikasi.

Valetic secara spesifik menyasar masyarakat yang memiliki mobil pribadi tapi mengalami kendala dalam mengemudikan, merawat, atau keberatan untuk biaya mempekerjakan sopir tetap dengan gaji bulanan. Melalui Valetic, selain bisa membantu mengemudikan kendaraan pribadi, sopir juga bisa dimintai tolong untuk menunggu antrean di bengkel maupun jasa cuci mobil yang bisa menyita waktu pemilik kendaraan.

Catra telah mengamati bagaimana penggunaan supir pribadi untuk kebutuhan sehari-hari kurang efisien. Biaya yang dikeluarkan setiap bulan dinilai tidak sepadan dengan waktu kerja yang diberikan oleh supir.

“Saya amati bagaimana penggunaan supir pribadi untuk kebutuhan sehari-hari kurang efisien, di mana harga yang dibayarkan setiap bulan tidak sepadan dengan waktu kerja yang diberikan oleh supir. Supir pribadi lebih banyak bekerja dengan menunggu sang majikan, dibanding menyetir kendaraan,” ungkap Catra.

Soal harga, Valetic menerapkan harga per jam, mulai dari 1 jam hingga 12 jam. Sistem ini rencananya akan dikembangkan hingga bisa melayani pemesanan untuk harian, mingguan, hingga bulanan.

Valetic secara resmi beroperasi per tanggal 2 Agustus 2017, sementara aplikasi Android-nya baru diluncurkan awal November 2017. Sejauh ini Valetic baru memiliki 10 driver, namun Catra menjanjikan penambahan driver hingga 30 orang di akhir bulan November dan akan terus bertambah. Sementara ini driver Valetic baru tersebar di wilayah Jakarta.

Meski tergolong bisnis baru, Valetic menerapkan seleksi ketat untuk setiap pengemudi yang ingin bergabung. SIM A, SKCK, dan KTP aktif adalah dokumen wajib. Untuk kemampuan, setiap pengemudi diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami teknologi Google Maps dan aplikasi pesan instan.

“Kita aktivasi mereka juga untuk penggunaan aplikasi dan SOP hospitality. Kita provide 1 tas khusus untuk driver yang isinya deodoran, sabun muka, jaket dan sisir untuk dipakai sebelum melayani pengguna,” terang Catra.

Sebagai bisnis baru, Valetic sudah merencanakan langkah strategis untuk mengembangkan bisnisnya. Beberapa hal yang sedang direncanakan dalam satu-dua tahun mendatang antara lain melebarkan sayap ke model B2B untuk bengkel, kantor, wisata, dan lain-lain. Mereka juga merencanakan untuk melakukan ekspansi ke kota lainnya

Application Information Will Show Up Here

Cerita Akuisisi Kudo dan Kolaborasinya dengan Grab

Bulan April ini Grab mengumumkan akuisisi terhadap Kudo, startup lokal yang fokus kepada layanan penjualan produk melalui agen. Kabarnya akuisisi ini dikabarkan termasuk melancarkan rencana Grab menjadikan Kudo kendaraan legal GrabPay di Indonesia. Bagaimana cerita Kudo pra dan pasca akuisisi? Di sesi diskusi Tech in Asia Jakarta 2017, CEO Albert Lucius menceritakan kisah perjalanannya.

Proses akuisisi tidak direncanakan

Proses akuisisi yang berjalan sekitar selama tiga bulan disebutkan awalnya tidak pernah direncanakan Albert dan Co-Founder-nya, COO Agung Nugroho. Albert mengungkapkan awal pertemuan dengan Grab diinisiasi investor Kudo East Ventures di Singapura.

“Pertemuan kita ke Singapura awalnya hanya sebatas perkenalan dan mendapatkan informasi perihal teknikal saja. Setelah kami memperkenalkan diri dan menjabarkan apa itu Kudo dan misinya, tidak beberapa lama kemudian Grab membawa tim finance dan investment team untuk melakukan pertemuan dengan kami,” kata Albert.

Adanya kesamaan misi dan visi antara Grab dan Kudo menjadikan proses akuisisi ini berjalan dengan cepat. Meskipun proses akuisisi ini merupakan “prestasi” tersendiri bagi Kudo, namun Albert dan tim sempat ragu untuk menyetujui kesepakatan ini.

“Kekhawatiran tersebut apakah kedua perusahaan ini nantinya bisa melakukan kolaborasi dengan baik, memberikan kontribusi satu dan lainnya. Hal tersebut sempat kami pikirkan, namun demikian akhirnya proses exit ini kami setujui,” kata Albert.

Albert menambahkan di Indonesia persepsi exit, akusisi atau menjual perusahaan, masih diartikan negatif oleh kalangan keluarga, rekan kerja, hingga pegawai. Berbeda dengan Amerika Serikat yang menyambut baik proses exit sebuah startup.

“Setelah perjanjian kami sepakati selama bulan Desember 2016 sampai Januari 2017, kami melakukan pertemuan intesif dengan stakeholder sekaligus pegawai Kudo terkait dengan proses akuisisi ini,” kata Albert.

Rencana Kudo dan Grab selanjutnya

Saat ini Albert masih menjabat sebagai CEO Kudo dan terus menjalankan bisnis Kudo secara independen. Meskipun telah menjadi bagian keluarga besar Grab, Kudo masih terus fokus meneruskan rencana bisnis yang telah disusun sebelumnya.

Implementasi kolaborasi dengan Grab adalah penggunaan agen Kudo, yang saat ini sudah tersebar di seluruh Indonesia, oleh Grab dan pemanfaatan keberadaan Grab yang sudah hadir di 7 negara.

“Hal ini sejalan dengan rencana dari Kudo untuk go global. Selain itu kami juga memanfaatkan tenaga ahli dari Grab untuk memberikan pelatihan kepada engineer Indonesia,” kata Albert.

Saat ini Kudo tengah menghubungkan teknologi dan back-end dengan Grab. Jika sudah siap, Kudo, yang saat ini sudah bermitra dengan perusahaan FMCG, operator telekomunikasi hingga layanan e-commerce di Indonesia, akan menghadirkan pilihan penjualan berbagai produk tersebut di dalam aplikasi Grab.

“Saat ini masih kita kembangkan. Diharapkan nantinya melalui mitra pengemudi Grab kemudahan tersebut bisa dinikmati oleh orang banyak,” kata Albert.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Mengintip Strategi Grab Optimalkan Big Data dalam Operasional

Seperti kebanyakan perusahaan teknologi lainnya, Grab juga memanfaatkan big data yang telah dihimpun untuk meningkatkan pelayanannya agar tetap relevan di setiap negara di mana dia beroperasi, termasuk Indonesia.

Perkembangan teknologi yang cepat turut memperkaya big data Grab seiring waktunya. Tiga tahun lalu, Grab mengaku baru diunduh oleh satu juta perangkat, satu booking per dua detik, 100 perangkat CPU, satu database, dengan beberapa gigabyte data dan logs.

Hingga kini Grab telah diunduh hingga 63 juta perangkat, ribuan booking per detik, puluhan ribu CPU, ratusan database, dengan ratusan terabyte data dan logs. Data-data tersebut di antaranya berisi kebiasaaan pengguna dan pengemudi dengan identitas anonim.

Data yang dikumpulkan dimanfaatkan Grab untuk mencari solusi dan inovasi baik secara jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk jangka pendek, Grab berupaya mengoptimalkan jumlah permintaan dengan persediaan pengemudi.

Misalnya memberi notifikasi kepada pengemudi tentang prediksi lokasi yang akan ramai dengan pesanan dalam beberapa menit mendatang.

“Banyak data yang dikumpulkan berarti ada banyak insight buat kami. Dalam seharinya kami menerima 10 terabyte data. Bila ditotal sama dengan multi-petabyte data. Ini yang menjadikan kami sebagai layanan transportasi online yang paling banyak diminta di Asia Tenggara,” terang Head of Engineering Grab Ditesh Gathani, kemarin (25/10).

Sementara untuk rencana jangka panjang, Grab ingin mengubah sistem transportasi ke arah yang lebih baik. Semisal, cara mengurangi jumlah kendaraan di jalan, menyediakan transportasi lebih aman, dan mengurangi polusi.

Salah satu contoh inovasi yang dilakukan lewat memanfaatkan big data adalah kehadiran GrabShare dan GrabNow. GrabShare adalah layanan berbagi tumpangan bersama orang lain, dengan titik tujuan searah.

Sementara GrabNow adalah cara mendapatkan pengemudi tercepat dengan langsung menghampiri pengemudi terdekat yang tidak dalam status pemesanan.

“Karena ingin mengubah sistem transportasi yang lebih baik, kami juga membuka data dengan pemerintah setempat. Salah satu yang sudah kami lakukan adalah dengan pemerintah Singapura. Kami berbagi data untuk menyelesaikan kemacetan jalan atau pembangunan infrastruktur.”

Ditesh mengungkapkan, untuk menyelesaikan masalah pihaknya menerapkan pendekatan secara hyperlocal. Misalnya, pihaknya mengirimkan 15 orang tim Grab untuk menghabiskan waktu selama enam bulan di Jakarta. Mereka akhirnya menemukan bahwa warga Jakarta ternyata akan lebih mudah memesan Grab yang ada di depan matanya.

Rutin upgrade platform

Ditesh juga menuturkan, banyaknya data yang melimpah di satu sisi memaksa Grab untuk me-rewrite sistem setiap dua tahun sekali. Maka dari itu, tim engineer Grab bekerja hanya untuk menyediakan solusi yang berlaku dalam jangka waktu dua tahun.

Tentunya, memprediksi apa yang terjadi dalam dua tahun itu bukan perkara mudah. Namun dengan bekal pengalaman yang terdahulu, ditambah kemampuan tim engineer yang mumpuni, Grab dapat mereka-reka. Setidaknya apa kemungkinan yang terjadi dalam dua tahun mendatang.

“Ini jadi tantangan tersendiri karena kita sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi dua tahun ke depan. Tapi kita dapat pengalaman terdahulu, sehingga bisa mereka-reka. Kami juga cukup terkejut dengan kemampuan tim engineer yang mampu meng-upgrade platform Grab jadi lebih scalable dalam dua tahun ke depan.”

Ditesh mengaku sejak lima tahun lalu, Grab telah melakukan rewrite sistem hingga tiga kali. Tahun ini telah mamasuki masa keempat.

Kolaborasi antar engineer di setiap negara

Berlimpahnya data, membuat perusahaan rela berinvestasi besar-besaran membangun research and development center (R&D center) di berbagai lokasi. Total R&D Grab ada enam titik, Seattle (AS), Ho Chi Minh (Vietnam), Singapura, Beijing (Tiongkok), Bangalore (India), dan Jakarta (Indonesia).

Pemilihan lokasi ini, tutur Ditesh, juga tidak sembarang. Pihaknya mempertimbangkan ketersediaan engineer lokal yang mumpuni untuk membantu bisnis Grab. Untuk lokasi yang tidak ada dalam wilayah bisnis Grab, seperti Seattle, Beijing dan Bangalore, dipilih lantaran di negara tersebut memiliki engineer bertalenta baik karena hadirnya berbagai perusahaan teknologi kelas triple A.

Bentuk kolaborasi antar engineer di setiap negara pun juga cukup intens, mereka dapat belajar dari satu sama lain. Tim engineer di luar ASEAN bertugas untuk membantu seluruh tim engineer Grab yang ada dalam menyelesaikan masalah.

Sementara tim engineer lokal karena paham dengan pasar di negara sendiri akan fokus memberi solusi yang bisa mereka lakukan.

Ambil contoh, tim Bangalore bekerja untuk fitur GrabPay. Mereka akan bekerja sama dengan tim Kudo untuk mengintegrasikan GrabPay dalam aplikasi Kudo. Sedangkan tim engineer di Indonesia fokus mempermudah proses penerimaan pengemudi baru dalam aplikasi Kudo.

“Pada intinya, tim engineer akan fokus pada nilai apa yang bisa mereka tawarkan untuk menguntungkan masing-masing negara. tim Vietnam akan bekerja untuk market mereka. Sedangkan tim Singapura mereka mampu membantu seluruh tim di Asia Tenggara.”

Dampak penunjukkan CTO baru

Selain membahas big data, Ditesh juga mengungkapkan bahwa pihak cukup senang dengan kehadiran Theo Vassilakis sebagai CTO Grab. Vassilakis akan membawahi seluruh tim R&D, termasuk Ditesh sendiri.

Pengalaman yang sudah dihimpun Vassilakis tentang big data dari perusahaan sebelumnya diharapkan dapat membantu Grab untuk scale up lebih kencang. Pasalnya, Grab kini tidak hanya sebagai perusahaan transportasi on demand, tapi kini sudah masuk ke sistem pembayaran.

“Kami harap Vassilakis dapat membantu Grab untuk scale up dalam dua hal tersebut,” pungkas Ditesh.

Application Information Will Show Up Here

Antusiasme UKM di Luar Jabodetabek Mengadopsi Teknologi Digital

DailySocial mendatangi sebuah penjual chicken wings di Jalan Kaliurang Yogyakarta. Ukuran kedainya tidak besar namun cukup ramai dipadati pelanggan, terutama yang memesan lewat jasa GO-FOOD. Ketika hendak melakukan pembayaran, penjual tersebut memasukkan data pesanan kami melalui sebuah tablet Android dan mencetak sebuah invoice melalui printer mini yang tersambung dengan perangkat tersebut.

Apa yang ada di tablet merupakan sebuah aplikasi SaaS (Software as a Services) berbentuk POS (Point on Sales) untuk merekapitulasi seluruh transaksi yang dilakukan. Layanan yang diakses secara online ini juga difungsikan untuk menyatukan sistem rekapitulasi antar kedai yang dimiliki agar seluruh transaksi terekam dalam satu buah pembukuan kas arus keluar dan masuk yang mudah dikontrol.

Seorang produsen batik tulis di Rembang, Jawa Tengah, mengungkapkan omzet hariannya sangat terbantu sejak ia memanfaatkan platform marketplace online Bukalapak dan Shopee. Salah satu alasannya adalah fleksibilitas dalam mengatur harga dan keuntungan yang ingin didapat. Cakupan pasarnya pun semakin luas.

Meskipun demikian, ia kadang masih merasa takut. Dengan dipublikasikan secara digital, desain karyanya akan mudah dijiplak. Kebetulan batik yang diproduksinya mempunyai ciri khas di desain dan tergolong edisi terbatas.

Adopsi teknologi di daerah

Bisnis digital terus melakukan perluasan pasar, menyusur kota-kota kecil di luar Jabodetabek untuk memaksimalkan keuntungan sembari berharap menciptakan sebuah tren baru di tengah masyarakat konsumtif di daerah. Yang saat ini sedang gencar salah satunya layanan on-demand dan e-commerce, termasuk beberapa startup digital yang sengaja menyasar potensi pasar di luar kota besar.

Untuk menggambarkan bagaimana para pebisnis melakukan pendekatan digital, kami melakukan survei terhadap 139 responden yang mengaku sedang menjalankan sebuah bisnis di daerahnya masing-masing. Responden berasal dari Jawa Tengah, Yogyakarta, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Lampung, hingga Bangka Belitung.

Pemanfaatan media sosial

Pertama, kami menanyakan apakah saat ini mereka memanfaatkan media sosial untuk mendorong promosi bisnis. Sebanyak 77,61 dari responden menyatakan telah memanfaatkan media sosial untuk membantu mempromosikan bisnisnya. Facebook dan Instagram masih menjadi platform yang paling mendominasi.

Selanjutnya mengenai pemanfaatan situs jual beli online. Sebanyak 57,21% dari responden memanfaatkan layanan e-commerce atau online marketplace untuk meningkatkan traksi penjualan produk. Diurutkan dari yang paling banyak digunakan, situs yang paling banyak digunakan adalah Tokopedia (68.7%), Bukalapak (58.26%), Shopee (42.61%), Lazada (37.39%), BliBli (18.26%), dan situs lainnya (16.52%).

Kami juga menanyakan tentang efektivitas penggunaan teknologi secara umum, sebanyak 57,71% responden mengaku bahwa teknologi cukup berperan untuk membantu bisnis mereka berkembang. Dari beberapa kategori teknologi, alat komunikasi seperti email berbayar yang paling banyak digunakan.

Penggunaan e-commerce

Peluang baru

Pengrajin batik di Rembang tersebut kini dapat menawarkan langsung produk karyanya kepada seluruh masyarakat di penjuru Indonesia, tidak hanya sebatas di lingkungan tertentu saja layaknya ketika ia menitipkan barang dagangannya ke toko aksesoris di kotanya. Pun demikian dengan kedai chicken wings di Yogyakarta. Dengan ilmu analisis sederhana, mereka bisa menemukan tren penjualan untuk menentukan seberapa banyak bahan baku yang perlu disiapkan dalam hari-hari tertentu. Bisnis makanan lebih berisiko jika stok tersisa terlalu banyak.

Di Yogyakarta, DailySocial juga mengamati sebuah tren unik dari ekspansi layanan pesan antar makanan ala GO-FOOD. Ada beberapa tipe penjual makanan yang kini tidak memfokuskan kepemilikan warung atau kedai untuk berjualan. Sampel makanan difoto dengan estetika yang sangat menarik kemudian diunggah ke dalam aplikasi. Pemesanan hanya bisa dilakukan melalui aplikasi, jadi secara fisik tidak ada kedai yang digunakan untuk melayani pembelian yang langsung dimakan di tempat.

Sangat menarik ketika teknologi dapat digerakkan untuk menciptakan peluang baru dan dimulai dengan cara yang sangat efisien. Umumnya pelaku bisnis kuliner ketika akan membuka layanan dipusingkan dengan investasi untuk tempat dan seabrek kebutuhan mebel yang harus dibeli. Mereka kini bisa fokus pada produk masakan dan menjualnya tanpa harus melalui kedai fisik. Cukup dari rumah masing-masing.

Permasalahan yang muncul

Penerapan teknologi oleh para penjual di kota-kota non metropolitan bukan tanpa masalah. Meski membawa peluang baru, penerapan teknologi masih terhambat oleh dua masalah mendasar,  kemampuan teknis mengenai penggunaan teknologi dan infrastruktur. Hal ini dirasakan benar Agit, salah seorang pengrajin batik tulis di Rembang yang dipusingkan dengan pengetahuannya yang minim mengenai teknologi digital, ditambah lagi dengan konektivitas internet (mobile) yang belum stabil.

Masalah pertama mulai teratasi dengan rajin mengikuti pelatihan atau kumpul komunitas untuk memaksimalkan penjualan. Dua topik utama biasanya mengenai promosi, membangun brand, dan menjual barang melalui toko online atau marketplace.

Masalah yang kedua, yakni infrastruktur, dirasa sangat menghambat, padahal Rembang terletak di Jawa Tengah yang seharusnya sudah memiliki infrastruktur teknologi yang cukup memadai. Menurut Agit, penjualan online sangat dipengaruhi respon terhadap permintaan dan percakapan yang dilakukan dengan pembeli. Terlalu lama merespon pasti bisa berimbas pada kepuasan pembeli.

Infographic Transformasi Digital

Pekerjaan rumah

Gambaran yang kita temui di lapangan tentang pemanfaatan teknologi memberikan harapan bagi bisnis (apapun) untuk berkembang, termasuk mempermudah proses pemesanan dan pengelolaan keuangan. Pengalaman pengguna dan efisiensi manajemen menjadi dua hal yang langsung terdongkrak. Di sisi pemasaran dan penjualan, mereka sangat terbantu dengan adanya media sosial dan layanan e-commerce.

Meskipun demikian, berdasarkan pengalaman mereka di lapangan, infrastruktur internet yang menjadi tulang punggung ternyata masih menjadi kendala di berbagai pelosok. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bersama, baik bagi regulator maupun penggiat ekosistem. Infrastruktur dan edukasi adalah kunci pemanfaatan teknologi untuk membantu para UKM meningkatkan daya saing dan berkompetisi di tataran nasional, bahkan global.

Pemkab Banyuwangi Bermitra dengan GO-JEK, Dimulai dari Program Pengantaran Obat

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi ingin mencoba membuktikan kepedulian mereka dengan layanan publik dan inovasi di bidang teknologi. Menggandeng GO-JEK, pihaknya akan menyediakan layanan pengantaran obat kepada warga kelas menengah bawah yang membutuhkan, memanfaatkan jasa GO-SEND.

Dalam sambutannya, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengutarakan bahwa program ini merupakah langkah strategi Banyuwangi untuk meningkatkan layanan publik. Dan kerja sama dengan GO-JEK adalah bentuk realisasi pemerintah setempat mengikuti perkembangan inovasi. Program pengantaran obat ini menjadi program uji coba yang nantinya diharapkan bisa diimplementasikan untuk layanan lain

“Pengantaran obat menggunakan GO-SEND ini akan mendukung program Kabupaten Banyuwangi terdahulu yaitu Gancang Aron yang juga bergerak di pengantaran obat. Dengan penambahan armada dari GO-JEK, maka pengiriman obat kami harapkan akan lebih cepat,” jelas Anas.

“Nanti, kami juga merencanakan agar kerja sama dengan GO-JEK bisa membantu pengembangan pelayanan publik lainnya seperti UMKM dan Pariwisata. Dengan demikian, kami berharap masyarakat bisa merasakan manfaat teknologi secara langsung. Kami akan terus membuka potensi-potensi kerja sama yang lain,” tambahnya.

Sementara itu menanggapi kerja sama ini CEO GO-JEK Nadiem Makarim mengutarakan rasa bangganya karena mendapatkan kesempatan untuk mendukung program-program Pemkab Banyuwangi.

“Dari awal, GO-JEK hadir untuk bisa membantu berbagai permasalahan sosial di Indonesia dan kami sangat senang karena Pemerintah Banyuwangi memanfaatkan layanan kami untuk bisa membantu masyarakat yang lebih luas lagi. Kami harap langkah progresif ini juga bisa kami jadikan percontohan untuk diaplikasikan di daerah lain,” ujarnya.

Kabar kerja sama GO-JEK dengan Pemkab Banyuwangi ini berbarengan dengan kabar penolakan GO-JEK dan transportasi online lainnya di sejumlah kota di Indonesia. Alasannya selalu sama, dinilai menjadi pesaing transportasi konvensional yang akhirnya dilengkapi dengan demo dan dilarang beroperasinya transportasi online.

Ironisnya, kota-kota yang melarang berlomba-lomba dalam label smart city di kotanya. Inovasi berbau teknologi seperti transportasi online jika dilihat dari segi manfaat tentu akan berguna di banyak sektor, dan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi paham salah satu pemanfaatan hal tersebut.

Application Information Will Show Up Here