Grab Gandeng OpenAI, Siap Optimalkan Layanannya dengan Teknologi Kecerdasan Buatan

Grab mengumumkan kemitraan strategis dengan OpenAI. Kerja sama ini bertujuan untuk mengintegrasikan teknologi AI mutakhir ke dalam berbagai layanan Grab, meningkatkan pengalaman pengguna, serta memperkuat posisi perusahaan sebagai inovator di industri teknologi.

Dalam konferensi pers yang diadakan di Singapura, CEO Grab Anthony Tan, menyatakan bahwa kemitraan ini akan membawa manfaat besar bagi pengguna dan mitra Grab di seluruh wilayah operasionalnya.

“Dengan memanfaatkan kemampuan AI dari OpenAI, kami dapat menawarkan layanan yang lebih cerdas, personal, dan efisien. Ini merupakan langkah penting dalam visi kami untuk menciptakan ekosistem yang mendukung mobilitas, pengiriman, dan keuangan digital yang lebih baik,” ujar Tan.

OpenAI, yang dikenal luas dengan model bahasa GPT (Generative Pre-trained Transformer), akan bekerja sama dengan tim teknologi Grab untuk mengembangkan solusi AI yang dapat diimplementasikan dalam berbagai fitur aplikasi Grab.

Teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan berbagai aspek layanan Grab, mulai dari rekomendasi makanan yang lebih akurat di GrabFood, optimasi rute perjalanan di GrabTransport, hingga analisis data transaksi di GrabFinancial.

Kolaborasi ini diharapkan dapat memberikan dampak signifikan terhadap kualitas layanan yang diterima pengguna. Salah satu contohnya adalah integrasi teknologi AI dalam layanan GrabFood, di mana sistem AI akan mampu memahami preferensi kuliner pengguna dan memberikan rekomendasi yang lebih tepat dan personal.

Selain itu, AI juga akan digunakan untuk meningkatkan efisiensi operasional dengan mengoptimalkan rute pengiriman dan mengurangi waktu tunggu bagi pengguna.

Teknologi AI dari OpenAI juga akan diterapkan dalam sektor keuangan digital Grab. Melalui analisis data yang lebih mendalam, GrabFinancial akan dapat menawarkan produk keuangan yang lebih relevan dan sesuai dengan kebutuhan pengguna. Ini termasuk pengembangan layanan pinjaman dan asuransi yang didukung oleh AI, yang akan membantu meningkatkan inklusi keuangan di wilayah Asia Tenggara.

Kepala AI OpenAI Sam Altman, menambahkan bahwa kemitraan ini merupakan peluang besar untuk menunjukkan bagaimana AI dapat membawa perubahan positif dalam kehidupan sehari-hari.

“Kami sangat antusias bekerja dengan Grab untuk menerapkan teknologi AI kami dalam skala besar dan melihat dampaknya yang nyata terhadap masyarakat,” kata Altman.

Dengan kerja sama ini, Grab dan OpenAI berkomitmen untuk terus berinovasi dan membawa solusi berbasis AI yang dapat memberikan manfaat nyata bagi pengguna. Langkah ini juga memperkuat posisi Grab sebagai pionir dalam memanfaatkan teknologi canggih untuk meningkatkan kualitas layanan dan kesejahteraan masyarakat di Asia Tenggara.

Application Information Will Show Up Here
Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Pendapatan Grab Melonjak 24%, Perusahaan Tingkatkan Perkiraan Laba Tahunan

Grab Holdings meningkatkan perkiraan laba tahunannya setelah pendapatan Q1 2024 naik 24% menjadi $653 juta, melampaui perkiraan analis. Pertumbuhan ini didorong oleh pengurangan biaya dan permintaan kuat untuk layanan ride-hailing dan food deliverymasing-masing tumbuh 27% dan 19%.

Restrukturisasi besar pada tahun 2023, termasuk pengurangan 1000 pekerjaan dan pemotongan biaya teknologi, membantu perusahaan mencapai arus kas positif. CFO Grab Peter Oey menyatakan bahwa lonjakan pariwisata di Asia Tenggara memperkuat permintaan layanan ride-hailing.

Grab sekarang memperkirakan laba inti yang disesuaikan antara $250 juta hingga $270 juta tahun ini, naik dari perkiraan sebelumnya $180 juta hingga $200 juta. Proyeksi pendapatan tahunan tetap tidak berubah pada $2,70 miliar hingga $2,75 miliar.

Perusahaan juga mengungkapkan pembelian kembali saham Kelas A sebesar $97 juta, bagian dari rencana pembelian kembali $500 juta yang diumumkan pada bulan Februari.

Co-founder dan CEO Grab Anthony Tan menyatakan bahwa fokus mereka pada pertumbuhan produk membuahkan hasil, dengan GMV permintaan meningkat meskipun ada dampak musiman pada kuartal pertama. Peningkatan keterjangkauan dan keandalan layanan mereka juga menarik lebih banyak pengguna dan meningkatkan frekuensi pesanan.

Saham Grab yang terdaftar di AS naik 2% dalam perdagangan setelah jam kerja, menyusul hasil yang diumumkan beberapa jam setelah pasar tutup. Meskipun saham masih turun sekitar dua pertiga sejak Grab go public pada akhir 2021, perusahaan yakin bahwa inisiatif baru seperti perbankan digital akan meningkatkan pendapatan di masa depan.

Dengan langkah-langkah strategis ini, Grab berharap dapat terus mendorong pertumbuhan dan memperkuat posisinya sebagai pemimpin pasar di Asia Tenggara.

Application Information Will Show Up Here
Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Grab Kejar Profitabilitas, Dorong Bisnis “On-demand Grocery” dan Bank Digital di Indonesia

Baru-baru ini petinggi Grab Holdings Limited (NASDAQ: GRAB) membagikan proyeksi kinerja keuangan dan strategi perusahaan untuk menuju profitabilitas. Target utamanya adalah menjadi ekosistem superapp terbesar dan platform on-demand paling efisien di Asia Tenggara.

Sebagaimana dirangkum dalam laporannya, Grab masih mencatat rugi sebesar $1 miliar atau Rp15,3 triliun di semester I 2022, tetapi turun dari rugi di periode sama tahun lalu sebesar $1,46 miliar atau Rp22,3 triliun. Total Segment Adjusted EBITDA di semester I 2022 rugi $94 juta atau Rp1,43 triliun, dari untung $21 juta atau Rp319 miliar di semester I 2021.

Adapun, di kuartal II 2022 saja, Grab melaporkan sebanyak 62% dari total pengguna memakai dua atau lebih layanan atau naik dari 12% di 2018. Selain itu, sebanyak 69% dari mitra roda dua Grab melayani pesanan transportasi dan food delivery. Di 2021, Grab mengantongi sebesar $8,9 miliar atau tumbuh 24% dari tahun sebelumnya yang dihasilkan oleh mitra driver, delivery, dan merchant.

Co-Founder dan CEO Grab Anthony Tan mengaku bahwa perusahaan telah berupaya keras untuk mengejar profitabilitas dan mencapai pertumbuhan berkelanjutan. Maka itu, pihaknya telah menyiapkan rencana baru yang akan mencerminkan berbagai rencananya menuju keuntungan.

“Sepuluh tahun dan sepuluh miliar perjalanan kemudian, kami merasa baru mencapai permukaannya saja dalam mendorong kemajuan di Asia Tenggara. Kami meyakini ada runway pertumbuhan besar di depan kami untuk melayani kawasan ini, dan kami berada di posisi yang baik dengan sumber daya yang dimiliki saat ini. Kami akan memanfaatkan kekuatan ekosistem superapp untuk menegaskan kepemimpinan kami di Asia Tenggara, tetapi sambil terus mengoptimalkan biaya yang dimiliki,” jelasnya.

Proyeksi dan rencana selanjutnya

Grab menyiapkan sejumlah rencana solid  untuk mendorong pertumbuhan seluruh lini bisnisnya, mulai dari program berlangganan GrabUnlimited, GrabForBusiness, online grocery, kemitraan lokal, dan iklan. Kemudian, Grab berencana ekspansi GXS Bank ke Malaysia dan Indonesia pada 2023, bank digital ini baru saja meluncur di Singapura. Adapun, operasional GXS Bank ditargetkan breakeven pada 2026.

Pihaknya memahami bahwa pasar UMKM dan pekerja gig di Asia Tenggara kurang terlayani oleh bank tradisional. Dengan memiliki data seperti perilaku penggunaan pada superapp dan pendapatan mereka, pihaknya dapat memperluas layanan perbankan secara akurat.

“Pada saat yang sama, kami juga meluncurkan teknologi eksklusif untuk meningkatkan efisiensi platform bagi merchant dan mitra driver kami. Kami juga berencana fokus pada layanan fintech sehingga dapat melayani pelanggan dengan baik melalui peluncuran digibank,” ungkap Chief Operating Officer Grab Alex Hungate.

Grab menargetkan Group Adjusted EBITDA pada semester II 2022 mencapai $380 juta atau naik 27% dari semester sebelumnya. Perusahaan juga membidik breakeven pada Group Adjusted EBITDA dapat tercapai di semester II 2024. Dari sisi pendapatan, Grab memproyeksikan pendapatan tahun ini mencapai $1,3 miliar. Tahun depan, Grab menargetkan pendapatannya tumbuh 45%-55% (YoY) dengan constant currency basis.

Di tahun ini, Grab memperkenalkan inisiatif baru bernama Just-in-Time Allocation yang bertujuan meningkatkan akurasi perkiraan waktu pada layanan food delivery dan memungkinkan pengemudi memenuhi lebih banyak pesanan. Per Juli 2022, Grab mencatat ada sekitar 12 juta menit waktu tunggu mitra driver yang berhasil dihilangkan dibandingkan Februari 2022.

Per Agustus 2022, ada sekitar 22% pengurangan waktu tunggu untuk mitra delivery, 19% batch job, dan 11% perjalanan per jam transit dibandingkan kuartal IV 2021.S

Grab juga akan menambah jumlah merchant 40% lebih banyak dibandingkan 2020, dengan mengembangkan self-serve tools dan fitur automasi lain. Di samping itu, Grab akan meningkatkan produktivitas dan pendapatan mitra driver di tahun mendatang.

Gandeng Trans Retail

Terbaru, Grab juga mengumumkan kemitraannya dengan raksasa hypermarket chain PT Trans Retail Indonesia milik CT Group untuk menawarkan layanan grocery berbasis on-demand. Pada layanan ini, Grab juga beroperasi di Malaysia dengan mengakuisisi Jaya Grocer.

Menurut perusahaan, kemitraannya bersama Trans Retail dapat menciptakan cost-sustainable dalam membangun platform on-demand untuk mobilitas dan pengiriman on-demand paling efisien. Selain itu, pihaknya dapat meningkatkan skala bisnis on-demand grocery dengan memanfaatkan keahlian yang dimiliki Trans Retail Indonesia pada aset retail, warehouse, dan daya beli.

Saat ini, Trans Retail Indonesia memiliki lebih dari 110 hypermarket dan supermarket yang tersebar di 28 kota di Indonesia. Pada sinerginya, baik Grab dan Trans Retail Indonesia akan melakukan integrasi dua arah. Trans Retail akan menghubungkan layanan utama Grab ke seluruh gerai miliknya, sedangkan Grab akan memanfaatkan infrastruktur hypermarket Trans Retail untuk beroperasi dengan biaya lebih rendah. Salah satunya adalah menutup dark store dan dan memindahkan operasionalnya ke Trans Retail.

Sebagai informasi, Trans Retail Indonesia juga mengoperasikan layanan online grocery AlloFresh melalui perusahaan patungan yang didirikan bersama PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA) , dan Growtheum Capital Partners (investor AlloBank).

Application Information Will Show Up Here

Grab Resmi Umumkan Rencana “Go Public” Melalui SPAC

Kemarin Grab mengumumkan kepastian go public di bursa saham Amerika Serikat menggunakan Special Purpose Acquisition Company (SPAC) bermitra dengan perusahaan cek kosong (blank check company) Altimeter Growth Corp ($AGC). Tidak disebutkan kapan pastinya proses ini selesai, tapi diperkirakan perusahaan resmi menggunakan ticker $GRAB di pertengahan tahun ini.

Grab menjadi perusahaan Asia Tenggara kedua yang memastikan melantai menggunakan SPAC. Sebelumnya Vision+, anak perusahaan MNC, telah menggandeng Malacca Straits Acquisition Company ($MLAC) untuk go public di kuartal ketiga tahun ini.

Grab membidik valuasi $39,6 miliar (sekitar Rp580 triliun) dan perolehan dana segar $500 juta dari $AGC dan melalui PIPE (Private Investment in Public Equity) senilai $4 miliar. $750 juta di antaranya merupakan komitmen Altimeter.

“Altimeter berkomitmen untuk memegang saham yang dimiliki oleh sponsornya selama tiga tahun dan juga akan melakukan kontribusi yang besar dari sahamnya untuk dana abadi GrabForGood. Altimeter bersama dengan para investor dan lembaga pengelola investasi ternama lainnya akan bersama kami dalam jangka panjang,” ujar Group CEO dan Co-Founder Grab Anthony Tan.

Angka valuasi Grab ini setara dengan valuasi yang diharapkan hasil merger Gojek dan Tokopedia. Sepanjang tahun 2020, Grab mencatatkan penjualan (Gross Merchandise Value / GMV) $12,5 miliar, dengan pilar bisnis terdiri atas Delivery (pengantaran), Mobility (pergerakan orang), dan Finance (kegiatan finansial). Indonesia adalah pasar terbesar Grab.

Anthony mengatakan, “Merupakan suatu kebanggaan bagi kami untuk dapat mewakili Asia Tenggara di pasar terbuka global. Langkah ini merupakan pencapaian dari perjalanan kami dalam memberikan akses kepada setiap orang untuk dapat menikmati kemajuan ekonomi digital. [..] Ketika Asia Tenggara sukses, maka Grab juga sukses.”

Brad Gerstner, Founder & CEO, Altimeter menambahkan, “Sebagai salah satu perusahaan internet terbesar di dunia dengan pertumbuhan terpesat, Grab membuka jalan digital bagi 670 juta masyarakat Asia Tenggara. Kami sangat senang bahwa Grab memilih Altimeter Capital Markets sebagai mitra IPO mereka dan sangat bersemangat untuk bergabung menjadi pemilik-pemilik jangka panjang dari perusahaan yang inovatif dan bermisi besar ini.”

Hati-hati dengan SPAC

Makin menjamurnya perusahaan yang go public menggunakan SPAC menjadi perhatian tersendiri dari regulator. Regulator Amerika Serikat, SEC, menghimbau agar keputusan berinvestasi di suatu SPAC tidak semata-mata karena didukung selebritas industri dan mewajibkan investor tetap melakukan pengecekan dan riset sendiri.

Data pertumbuhan dana yang diperoleh dari publik melalui SPAC dalam 8 tahun terakhir / Dealogic dan Goldman Sachs Global Investment Research
Data pertumbuhan dana yang diperoleh dari publik melalui SPAC dalam 8 tahun terakhir / Dealogic dan Goldman Sachs Global Investment Research

Menurut data yang dikompilasi Dealogic dan Goldman Sachs, pertumbuhan perolehan dana publik melalui SPAC melonjak pesat di tahun 2020 dan mencapai puncaknya di kuartal pertama 2021. ZeroHedge melaporkan angka ini turun drastis di permulaan kuartal kedua. SEC disinyalir memperketat proses pendaftaran dan go public SPAC ini demi melindungi dana publik.

Secara umum, SPAC mempermudah dan mempercepat proses go public perusahaan karena tidak banyak paperwork dan persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan. Meskipun demikian, kasus Nikola, yang menyebabkan pendirinya harus mengundurkan diri, merupakan contoh bahwa perusahaan yang go public melalui SPAC ternyata belum pasti bebas dari masalah.

Grab Resmikan Markas Kedua di Jakarta, Sekaligus Jadi Pusat Inovasi UKM

Grab meresmikan kantor pusat keduanya atau dual headquarter di Jakarta, setelah Singapura. Kantor tersebut sekaligus menjadi Tech Center atau pusat inovasi kawasan Asia Tenggara yang didedikasikan untuk mengembangkan berbagai solusi teknologi untuk UKM Asia Tenggara.

Dalam peresmiannya, turut mengundang jajaran menteri. Mereka adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Menteri Perhubungan, Menteri Koperasi dan UKM, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Menteri Keuangan, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Selain menteri, Ilham Habibie selaku perwakilan keluarga BJ Habibie turut hadir untuk meresmikan aula BJ Habibie Hall yang berlokasi di Tech Center.

Grab Tech Center ini bertempat di Gama Tower, di kawasan Kuningan (Jakarta) seluas lebih dari 12 ribu meter persegi, menempati sembilan lantai gedung.

Co-Founder dan Group CEO Grab Anthony Tan menerangkan, Indonesia adalah rumah bagi lebih dari 64 juta UKM, baru 16% di antaranya yang telah terdigitalisasi. Artinya 8 dari 10 UKM belum memperoleh manfaat dari ekonomi digital.

“Pusat teknologi kami akan difokuskan pada pengembangan solusi “Buatan Indonesia” untuk para UKM, merchant, dan agen GrabKios. Kami akan membangun fitur-fitur yang disesuaikan dengan kebutuhan para pelaku usaha Indonesia,” terangnya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (10/11).

Sesuai dengan tujuannya, Tech Center akan difokuskan untuk meriset, merancang, dan menguji coba berbagai perangkat dan teknologi yang ditujukan bagi para UKM di Indonesia terlebih dulu. Lalu, akan diekspor ke pasar berkembang lainnya di Asia Tenggara, di mana Grab beroperasi.

Ia akan menaungi tim yang fokus pada penelitian dan pengembangan (R&D) GrabKios, Merchant, dan GrabFood, dengan serangkaian divisi lengkap yang diperlukan untuk pengembangan produk yang menyeluruh. Hal ini mencakup manajemen produk, desain produk, analisis produk, software engineering, hingga quality assurance engineering.

Grab berencana untuk semakin memperkuat kapabilitas di backend engineering, mobile front-end engineering, serta site reliability engineering. Salah satu tanggung jawab utama tim Tech Grab Indonesia adalah mengembangkan platform berbagai produk digital Grab. Melalui itu, akan dibangun berbagai jenis produk guna menciptakan sumber pendapatan tambahan bagi para pengemudi dan mitra agen Grab.

Anthony mencontohkan, salah satu inovasi yang dikerjakan adalah bertambahnya 7 ribu pasar tradisional ke sistem pemetaan Grab sejak bulan lalu. Dengan demikian, kini pelanggan dapat menemukan pasar favorit dari lokasi terdekat dengan menggunakan Grab Assistant, layanan concierge pribadi.

“Para pemimpin dan tim kami di Indonesia telah melakukan banyak hal dalam delapan bulan terakhir, dan menunjukkan betapa pedulinya mereka terhadap mitra-mitra kami. Dengan pusat teknologi ini, kami akan berinvestasi lebih banyak untuk mengembangkan talenta teknologi lokal dan mendidik generasi pemimpin teknologi Indonesia berikutnya.”

Contoh inovasi lainnya adalah fitur aplikasi GrabMerchant yaitu Self-Onboarding (Pendaftaran Mandiri) yang memungkinkan pengusaha makanan untuk mendaftarkan diri dan menjalankan bisnisnya di Grab dalam waktu 24 jam. Fitur ini dibuat oleh tim Grab Indonesia dan diklaim berhasil mempercepat upaya perusahaan untuk mendigitalkan lebih banyak pelaku UKM selama pandemi.

Antara bulan Mei sampai September 2020, tercatat ada lebih dari 70 ribu merchant di Indonesia telah bergabung dengan Grab melalui fitur tersebut. Perusahaan berencana untuk meluncurkan fitur ini di pasar-pasar lain di kawasan Asia Tenggara.

Presiden of Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata melanjutkan, Grab memiliki komitmen jangka panjang dan berkelanjutan di Indonesia. Grab Tech Center ditujukan untuk meningkatkan kapabilitas teknologi Grab di Indonesia dalam rangka membangun berbagai solusi yang dibutuhkan masyarakat Indonesia.

“Namun tidak terbatas pada itu saja. Kami juga ingin berkontribusi dalam mengembangkan potensi teknologi Indonesia dan berharap dapat memboyong teknologi Buatan Indonesia ke seluruh Asia Tenggara,” ujarnya.

Di Indonesia, Grab telah beroperasi di lebih dari 500 kota dan memberdayakan lebih dari enam juta pengusaha UKM. Perusahaan juga berhasil mendigitalisasi lebih dari 450 ribu UKM selama pandemi. Ridzki menyebut lewat Tech Center, pihaknya akan menambah 5 juta UKM yang dapat didigitalkan sampai lima tahun mendatang.

Application Information Will Show Up Here

Adu Kelengkapan “Super App” Gojek dan Grab Terus Berlanjut

Di tengah pandemi Covid-19, Gojek dan Grab terus berinovasi agar menjadi super app terdepan. Dimulai dari Gojek, perusahaan menambah kemitraan dengan pihak ketiga untuk fitur edutech (bersama Zenius) dan investasi emas online GoInvestasi (bersama Pluang).

Kedua layanan ini sudah resmi hadir dalam aplikasi Gojek dalam bentuk shuffle card.

Perlu dicatat, kedua perusahaan ini punya keterikatan dengan Gojek. Zenius kini dipimpin oleh Rohan Monga, sebelumnya menjabat sebagai COO Gojek. Dia berpartisipasi saat merintis Gojek pada fase awal hingga mendapat status decacorn.

Adapun, Pluang adalah salah satu portofolio dari Go-Ventures, unit modal ventura milik Gojek. Startup yang dulu bernama EmasDigi ini memperoleh investasi Seri A senilai $3 juta pada September 2019.

Dalam keterangan resmi, Head of Third Party Platform Gojek Sony Radhityo mengatakan, “Solusi tepat sasaran yang Gojek berikan selalu berangkat dari permasalahan yang ada di kehidupan sehari-hari pengguna. […] Hadirnya layanan teledukasi merupakan salah satu upaya kami untuk memastikan agar anak bangsa tetap produktif dan dapat belajar mandiri dengan nyaman di rumah.”

Zenius membuka aksesnya untuk 80 ribu video pembelajaran dan latihan soal untuk materi kelas 1-12, live teaching dan live chat dipandu para tutor, dan rencana belajar harian.

Berikutnya, GoInvestasi menyediakan transaksi jual beli investasi emas online. Harga pembelian dimulai dari 0,01 gram atau setara Rp8 ribu-an. Metode pembayaran yang tersedia untuk sementara ini GoPay.

Pluang menjamin, seluruh transaksi dijamin sesuai regulasi yang berlaku. Perusahaan sudah mendapat lisensi dari Bappebti, emas disalurkan oleh PT PG Berjangka dan disimpan di PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI). Serta, sudah disertifikasi oleh MUI untuk menjamin transaksi sesuai akad syariah.

GoInvestasi juga menyediakan grafik harga jual dan beli emas secara real time untuk memberikan gambaran yang lebih jual kepada para pengguna.

Sebelum merilis kedua fitur, Gojek telah memperkenalkan GoSure (PasarPolis), GoGive (Kitabisa), GoGames (divisi eksperimental milik Google ‘Area 120’), GoNews (Google News dan Kumparan), GoMall (Blibli dan JD.id), GoMed (Halodoc), dan GoFitness (Doogether).

Secara terpisah, dalam wawancara sebelumnya, Sony memberi contoh GoSure tak lain hadir karena indeks literasi produk asuransi di Indonesia hanya 12,1% menurut hasil survei dari OJK. Artinya, hampir 90% masyarakat Indonesia belum terjangkau oleh asuransi.

Padahal, proteksi terhadap suatu potensi kerugian perlu ditanamkan untuk melindungi masyarakat dari risiko terhadap dirinya, harta benda, maupun kegiatan usaha.

Grab justru pilih fokus pada vertikal yang sudah ada

Di tengah landainya jasa transportasi akibat diberlakukannya physical distancing, Grab justru melihat itu adalah kesempatan untuk meningkatkan permintaan pengiriman makanan, barang, dan kebutuhan harian. Mereka merilis GrabMart dan GrabAssistant dan akan diperluas ke lebih banyak negara dalam beberapa minggu mendatang.

“Covid-19 telah memberikan dampak ketidakpastian finansial yang besar bagi mitra pengemudi, mitra pengiriman, dan merchant. Prioritas utama kami adalah memastikan keselamatan dan keberlangsungan hidup setiap individu yang tergabung dalam platform Grab,” ujar Co-Founder dan Group CEO Grab Anthony Tan dalam keterangan resmi, Senin (30/3).

GrabMart melayani pembelian kebutuhan barang kebutuhan baik itu makanan kemasan, minuman, barang perawatan pribadi dan rumah yang dijual oleh mitra merchant. Layanan ini sedikit berbeda dengan GrabFresh yang menyediakan pembelian produk segar seperti sayuran, buah, dan lainnya di supermarket.

GrabMart adalah layanan pengiriman kebutuhan harian. Pelanggan dapat membeli makanan kemasan, minuman, barang perawatan pribadi, dan banyak lagi dari swalayan, toko serba ada, dan apotek melalui aplikasi Grab dan mengirimkannya kepada pelanggan.

Sementara itu, GrabAssistant adalah layanan concierge-on-demand, pelanggan dapat meminta bantuan mitra pengantaran untuk menangani kebutuhan mendesak atau membeli produk di toko-toko yang tidak terdaftar di GrabMart.

GrabMart sendiri sudah tersedia di Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Thailand. Akan dikembangkan ke lebih banyak kota dan negara termasuk Filipina, Myanmar, dan Kamboja. Begitupun untuk GrabAssistant, akan segera hadir di Filipina, Indonesia, Thailand, dan Vietnam.

Dalam perjalanannya menjadi super app, Grab memperkaya vertikalnya dengan menggaet berbagai mitra. Ada HappyFresh (GrabFresh), GoodDoctor (GrabHealth), Sejasa (Clean & Fix), Agoda, Booking.com, dan Oyo (Hotels), Hooq (Video), dan BookMyShow (Tickets).

Mitra-mitra tersebut ada yang datang karena diinvestasi oleh dan/atau investor dari Grab, serta masuk ke dalam program akselerator Grab yakni Grab Velocity Ventures.

Mempertahankan konsumen loyal

Seperti yang sering dijelaskan, sejatinya ambisi yang ingin dicapai dari strategi super app adalah bagaimana membuat pelanggan tetap kembali memakai layanan dari suatu aplikasi karena sesuai dengan kebutuhan mereka.

Peta persaingan bisnis digital, apalagi dengan produk berbasis aplikasi, kini semakin ketat dan rentan dengan risiko churn. Dalam laporan MoEngage termutakhir, mengungkapkan sebanyak 56% pengguna meng-uninstall dalam kurun waktu tujuh hari setelah mengunduhnya. Sisanya, sebanyak 23% aplikasi di-uninstall dalam kurun waktu 24 jam.

Analisis lebih dalam oleh Day Zero memperlihatkan sebanyak 23% pengguna tidak membuka aplikasi sejak hari pertama mereka mengunduhnya. Serta, 15% pengguna lainnya meng-uninstall aplikasi dalam hari yang sama tanpa membuka sama sekali aplikasi tersebut.

Analisis tersebut dilakukan di India terhadap lebih dari tiga juta pengguna aplikasi e-commerce yang telah mengunduh aplikasi lebih dari 90 hari. Diterangkan juga persaingan aplikasi e-commerce dengan media sosial seperti WhatsApp dan Facebook cukup sengit.

Meski aplikasi media sosial cukup menyita kapasitas smartphone, tapi umumnya punya tingkat churn yang rendah karena punya fungsionalnya yang tinggi ketimbang aplikasi e-commerce.

“Cukup sering orang menemukan bahwa aplikasi tidak memenuhi ekspektasi pelanggan. Bagi beberapa orang kemudahan itu penting, tapi ada juga yang lebih suka aplikasi stabil, tidak crash atau macet,” terang Founder dan CEO MoEngage Raviteja Dodda.

“Konsumen sangat selektif tentang data yang mereka bagikan dengan aplikasi. Jika aplikasi terus menerus minta akses ke akun sosial mereka atau mengirimkan undangan atas nama pengguna tanpa persetujuan, unistall akan jauh lebih tinggi,” sambungnya.

Menurut laporan App Annie State of 2020, menunjukkan pengguna rata-rata menghabiskan waktu 3 jam 40 menit setiap harinya pada tahun lalu. Rata-rata tersebut naik 35% dibandingkan 2017.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Super App Approach for The Future’s Collaboration Form

It is undeniable, that Gojek and Grab kinds of services as the top of mind are getting high awareness among users due to flexibility and simplicity offered within just one platform. Each platform is claimed to be the super app, not only just a ride-hailing tool, and has accommodated various services in the application.

Gojek’s Co-Founder who is recently appointed as Indonesia’s Minister of Education and Culture, Nadiem Makarim said in an interview that an application capable to be the one-for-all services would create a great potential in Indonesia.

“When you digitize human movement and trace back transactions, you create a new visibility level and understand very clearly how each city operates,” he said.

A similar statement comes from Grab’s CEO, Anthony Tan. He thought as the number of young users grows, it actually changes the habit and lifestyle in more digital ways. Through smartphones and apps, the data collected can be very useful for service development.

Starts in China

superapp

Since China, many applications have emerged offering solutions and provide more than one service. The term super app began to extend and happened to capture as much attention from people.

Super app has created a relevant ecosystem and needed on a daily basis. Starts from purchasing groceries, transportation, shopping and payment to the extent of entertainment.

Today, the super app model is rapidly growing in the emerging market, such as India, South America, and Southeast Asia. Its focus is on making horizontal expansion and dominating certain geographic spots aggressively. Eventually, with the right and relevant features and categories, the super app is predicted to be the future technology.

The Future Technology

Using the super app framework as the direction of many technology startups, it’ll be wiser for those startups, corporates, and brands to collaborate and create an application with a one-stop-shopping concept.

Gojek, for example, has partnered up with cinemas, health consulting service, and drug purchasing, also the news portal for users can stay longer in the application.

Grab, on the other side, provides grocery service with GrabFresh in collaboration with HappyFresh. Partnering with Grab allows HappyFresh to add more slots in the sales, also to improve delivery time.

HappyFresh’s CEO, Guillem Segarra said, the partnership approach, as the one with Grab, will give consumers easier access to groceries from their currently used app, without having to download the HappyFresh app.

“We believe in the partnership approach and it has proven with Grab. They are very helpful towards us getting new users. Hereby, we decided to stay open to other platforms with lots of user base,” He added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Grab Dorong Proyek Kendaraan Listrik di Indonesia

Electric vehicles atau dikenal sebagai kendaraan listrik menjadi salah satu inovasi yang diharapkan bisa memberikan dampak positif pada penurunan polusi. Grab, salah satu perusahaan teknologi besar di kawasan Asia Tenggara, mulai merencanakan membangun sebuah ekosistem kendaraan listrik, termasuk di Indonesia.

Co-Founder dan CEO Grab Anthony Tan, melalui statusnya, membagikan rencana Grab untuk ekosistem kendaraan listrik, khususnya di Indonesia. Ia menyebutkan bahwa dalam akan ada sesuatu di “jalan-jalan” Indonesia sebelum akhir tahun ini.

“Indonesia akan menjadi sesuatu yang besar dalam proyek energi bersih, dan bertujuan untuk menjadi pusat pengembangan kendaraan listrik di Asia Tenggara pada tahun 2030. Indonesia akan membutuhkan ekosistem mitra penuh, mulai dari produsen kendaraan baterai hingga infrastruktur pengisian daya. Grab sangat mendukung untuk menyatukan semua orang untuk mencapai tujuan kendaraan listrik, dan ini adalah bulan November yang sibuk,” tulis Anthony.

Kendaraan listrik yang berpotensi mengaspal dalam waktu dekat adalah mobil Hyundai Ionio Electric dan motor Honda PCX Electric. Di pertengahan tahun ini, beberapa pengemudi Gojek juga menguji coba motor listrik sebagai bentuk kerja sama Gojek dan Astra International. Rencananya motor listrik, yang masih berharga mahal ini, akan disewakan melalui perusahaan.

Kabar mengenai masuknya Grab dalam inisiatif kendaraan listrik sudah santer terdengar sejak tahun lalu. November tahun 2018 Grab menerima pendanaan dari Hyundai dan Kia Motors senilai $250 juta atau setara Rp3,7 miliar. Termasuk dalam rencana dan kesepakatannya adalah pengembangan kendaraan listrik di Asia Tenggara.

Grab juga sudah resmi menjalin kerja sama dengan PLN untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Rencana keduanya akan dilakukan bertahap dimulai dari kawasan Jabodetabek. Grab juga disebut sudah melakukan pilot project untuk kendaraan listrik roda dua dan roda empat yang memiliki charging station dari pihak PLN.

Soal kendaraan listrik, Grab sudah memiliki armada kendaraan listrik di Singapura sebagai hasil kerja sama dengan Hyundai. Penggunaan kendaraan listrik diharapkan bisa memberikan efisiensi dan keuntungan lebih bagi mitra. Untuk penerapan di Indonesia tampaknya hanya tinggal menunggu waktu, mengingat dorongan dari pemerintah cukup besar.

Application Information Will Show Up Here

Pendekatan “Super App” Sebagai Format Kolaborasi Masa Depan

Tidak dapat dipungkiri, layanan seperti Gojek dan Grab bisa menjadi top of mind dan mendapatkan awareness tinggi di antara pengguna karena fleksibilitas dan kemudahan yang ditawarkan dalam satu platform. Masing-masing platform mengklaim menjadi super app, tak hanya sekadar layanan ride hailing, dan sudah mengakomodasi berbagai layanan di satu aplikasi.

Dalam sebuah wawancara, Co-Founder Gojek Nadiem Makarim, yang kini menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, menyebutkan, aplikasi yang bisa menjadi layanan untuk semua memiliki potensi sangat besar dikembangkan di Indonesia.

“Ketika Anda mendigitalkan pergerakan manusia, barang, dan melacak semua transaksi, Anda membuat lapisan visibilitas baru dan mengetahui dengan jelas cara masing-masing kota beroperasi,” kata Nadiem.

Hal senada disampaikan CEO Grab Anthony Tan. Menurutnya, makin besarnya pertumbuhan pengguna dari kalangan muda telah mengubah kebiasaan dan gaya hidup menjadi lebih digital. Melalui smartphone dan aplikasi, data yang masuk bisa dimanfaatkan untuk pengembangan layanan.

Dimulai di Tiongkok

Sejak diawali di Tiongkok, mulai banyak bermunculan aplikasi yang mampu mengatasi masalah dan memberikan solusi lebih dari satu layanan. istilah super app kemudian mulai banyak dikembangkan dan ternyata mampu menarik perhatian orang banyak.

Super app telah menciptakan ekosistem yang relevan dan dibutuhkan setiap harinya oleh orang banyak. Mulai dari membeli kebutuhan sehari-hari, transportasi, pembelian dan pembayaran hingga hiburan.

Saat ini model super app berkembang pesat di pasar negara berkembang, seperti India, Amerika Selatan, dan Asia Tenggara. Fokus super app adalah melakukan ekspansi secara horizontal dan mendominasi geografi tertentu secara agresif. Pada akhirnya, dengan fitur dan kategori yang tepat dan relevan, diprediksi super app menjadi teknologi masa depan.

Masa Depan

Dengan framework super app yang menjadi arahan banyak startup teknologi,  menjadi hal yang bijak bagi startup, korporasi, dan brand untuk berkolaborasi dan menciptakan aplikasi dengan konsep one stop shopping.

Gojek, misalnya, telah menggandeng bioskop, layanan konsultasi kesehatan dan pembelian obat-obatan, dan platform berita supay pengguna betah berlama-lama menggunakan aplikasinya.

Sedangkan Grab menghadirkan layanan pembelian barang-barang sehari-sehari bersama GrabFresh menggandeng HappyFresh. Kehadiran mitra Grab memungkinkan HappyFresh menambah lebih banyak slot pengiriman dan meningkatkan waktu pengiriman.

CEO HappyFresh Guillem Segarra menjelaskan, pendekatan partnership, seperti dengan Grab ini, akan memudahkan konsumen dalam mengakses layanan groceries dari aplikasi yang mereka pakai, tanpa harus mengunduh aplikasi HappyFresh.

“Kita percaya dengan pendekatan partnership dan sudah terbukti dengan Grab. Mereka sangat membantu kami dalam mendapatkan konsumen baru. Dari sini kami memutuskan untuk terbuka ke platform lain yang memiliki basis pengguna yang banyak,” unggap Guillem.

Inovator Teknologi Terkemuka (Sayangnya) Tidak Pernah Benar-benar dari Nol

Kisah para pengusaha sukses yang berjuang dari bawah adalah pengantar motivasi esensial bagi mereka yang ingin menempuh jalan serupa. Determinasi untuk tidak menyerah dengan keadaan merupakan resep utama dalam tiap kisah tersebut. Namun dalam technopreneurship, situasinya berbeda. Seringkali mereka yang mengecap sukses di bidang ini memiliki modal yang lebih dari sekadar semangat pantang menyerah.

Perjalanan Steve Jobs misalnya seringkali jadi contoh ideal bagi kebanyakan technopreneurship tentang bagaimana determinasi kuat akan membuahkan hasil. Besar di keluarga kelas menengah di California, Amerika Serikat, Jobs akhirnya berhasil mendirikan Apple. Meskipun banyak masalah yang harus ia hadapi setelahnya, Jobs tetap dikenal sebagai seseorang yang dikagumi di bidangnya.

Kisah Steve Jobs ini jamak ditemui di rak-rak kewirausahaan toko buku atau artikel-artikel di internet. Ganti namanya dengan Bill Gates, Elon Musk, Jeff Bezos, Mark Zuckerberg, atau bahkan Nadiem Makarim, khalayak dapat menemukan kisah epik serupa. Namun tak banyak yang tahu bahwa kesuksesan mereka tadi tak berdiri sendiri karena usaha mereka. Ada faktor lain yang tak kalah besar pengaruhnya seperti latar belakang keluarga.

Privilese

Kita dapat memulai dari Nadiem sebagai pendiri Gojek. Nadiem adalah anak dari pengacara terkemuka Nono Anwar Makarim dan Atika Algadri yang merupakan putri dari perintis kemerdekaan Hamid Algadri. Dari keluarga ayahnya, Nadiem memiliki paman bernama Zacky Anwar Makarim yang berkarier di militer dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal. Sedangkan dari pihak ibu ia punya paman Maher Algadri, seorang pengusaha dari Kodel Group.

Pendidikan cemerlang Nadiem di Universitas Harvard mengikuti jejak langkah ayahnya. Di kampus itu pula ia bertemu dengan Anthony Tan dan Tan Hooi Ling yang kemudian mendirikan Grab dan menjadi rivalnya dalam berbisnis. Sama seperti Nadiem, Tan pun punya privilese yang melekat sejak lahir.

Terima atau tidak, status Nadiem yang lahir dan besar dengan sendok perak di meja makan memungkinkannya merengkuh pendidikan tinggi hingga berhenti dari pekerjaannya untuk mendirikan Gojek. Dalam kalimat lebih sederhana: seseorang dapat lebih leluasa menjadi kreatif ketika mereka memiliki jaring pengaman sehingga lebih berani mengambil risiko.

Peneliti asal Perancis Francoise Bastie, Sylvie Cieply, dan Pascal Cussy mengatakan ada dua modal berbeda untuk menjadi pengusaha seperti Nadiem atau Anthony yakni modal sosial dan finansial. Modal sosial lebih menitikberatkan kepada latar belakang kewirausahaan jaringan. Sementara modal finansial condong dimanfaatkan untuk merebut atau melanjutkan kesuksesan.

“Cara mereka menyikapi risiko menjelaskan mengapa orang-orang yang memiliki jaringan kewirausahaan cenderung membangun startup baru,” tulis para peneliti itu.

Jalan terjal

Lalu pertanyaannya, apakah mereka yang berasal dari keluarga sederhana, tanpa privilese lebih seperti yang dimiliki oleh Nadiem atau Anthony, dapat menembus manisnya bisnis teknologi? Jawabannya tentu bisa namun dengan kemungkinan yang kecil.

Hasil studi Smeru Institute yang dimuat dalam laporan Asian Development Bank Institute (ADBI) pada September 2019 menyimpulkan 87% anak-anak yang berumur 8-17 tahun pada 2000, lahir dan besar di keluarga miskin, memiliki pendapatan yang lebih rendah ketika dewasa dibanding mereka yang tidak miskin saat anak-anak.

Mayang Rizky, Daniel Suryadarma, dan Asep Suryahadi sebagai penyusun laporan menyoroti tujuh mendiator yang dapat menjelaskan hubungan kemiskinan pada anak-anak dengan pendapatan mereka saat dewasa kelak. Dalam mediator pertama laporan ini menemukan, meski anak-anak dari keluarga miskin berpendidikan dan punya kemampuan matematika yang sama dengan anak yang tak miskin, pendapatannya tetap lebih rendah. Setelahnya mereka turut menghitung tingkat stres, koneksi dalam mendapatkan pekerjaan, dan kesehatan. Mediator tersebut mendapati bahwa anak-anak dari keluarga miskin ternyata tetap memperoleh pemasukan pas-pasan saat dewasa.

“Jadi apa? Ini yang kami tidak dapat pastikan. Bisa mindset. Bisa koneksi di sekolah. [Menurut] McKnight (2015): tetap ada unexplained additional advantage dgn hidup di keluarga non-miskin. Dampaknya: pendapatan lebih besar pada saat dewasa. Perlu studi lebih lanjut,” ujar Daniel lewat akun Twitter pribadinya.

Cerita Ricky Yean, CEO startup PRX, mungkin dapat mewakili temuan studi tersebut. Ricky adalah pria kelahiran Taiwan dan kini mengadu nasib di Silicon Valley. Sang ayah membawa Ricky hijrah ke AS untuk mencari peruntungan. Sebagai imigran, Ricky yang masih remaja melakukan bermacam pekerjaan sampingan untuk menyokong hidup keluarga.

Mengenyam pendidikan selama di AS pun jadi kesulitan tersendiri buat Ricky. Ia gagal mencerna materi di SMA tempatnya belajar meski sudah membaca berulang kali sehingga cuma punya tiga jam untuk tidur. Ricky juga terpaksa menarik uang yang seharusnya dipakai untuk membayar segala macam tagihan untuk mengikuti kelas persiapan ke universitas.

Singkat cerita, Ricky akhirnya diterima di Universitas Stanford. Namun sepanjang kuliahnya di sana, jerat kemiskinan masih menyelimuti Ricky. Ada perbedaan akses terhadap pendidikan yang berkualitas di sekolah sebelumnya antara Ricky dan teman-teman di kampusnya. Ia juga harus berjibaku mencari uang untuk sekadar mengimbangi kehidupan sosial teman-temannya.

Bagi Ricky, lahir dari keluarga miskin dapat berpengaruh ke banyak hal di kehidupan dewasa. Ia menyebut dalam konteks industrinya, para pendiri startup yang lahir dari keluarga miskin cenderung kurang percaya diri dibanding mereka yang punya privilese.

“Sekarang bayangkan berjalan memasuki kantor VC bersaing dengan anak seperti itu. Dia begitu yakin akan mengubah dunia dan itu akan ia perlihatkan dalam presentasinya. Kalian tidak bisa mengarang kepercayaan diri semacam itu di tempat,” tulis Ricky.

Meski saat ini sudah berada di jalan yang lebih baik lewat startup yang ia rintis, Ricky belum sepenuhnya lepas dari efek kemiskinan yang ia derita di masa mudanya. Untuk mempekerjakan orang baru saja ia mengaku butuh waktu lama sampai berakhir membuat keputusan.

“Aku juga sadar bedanya memiliki sumber daya bawaan. Aku tidak punya ‘uang teman dan keluarga’. Justru aku mengirim uang bulanan ke ayah dari pendapatan yang tak seberapa dari startup yang aku dirikan,” imbuhnya.

Privilese dalam industri teknologi itu nyata. Mereka yang lahir dari keluarga berpunya punya modal awal yang lebih baik ketimbang para pendiri startup macam Ricky Yean. Mendirikan startup itu mahal dan mereka yang punya kekayaan dari keluarganya akan melangkah lebih cepat ketimbang mereka yang tidak.