FaZe Clan Berikan Pendanaan untuk Startup Nutrisi Esports, CTRL

Organisasi esports FaZe Clan kembali melakukan ekspansi bisnis mereka. Kali ini, FaZe Clan bekerja sama dengan startup yang mengembangkan produk makanan bernutrisi bagi pelaku esports bernama CTRL. Kerja sama antara pelaku esports dan produk makanan akan menjadi sebuah langkah maju bagi ekosistem esports di masa depan.

Mungkin sampai saat ini stigma negatif masih melekat pada gamers ataupun atlet esports. Gambaran yang terlintas di pikiran saat mendengar kata atlet esports dan gamers adalah, seseorang yang menghabiskan banyak waktunya hanya untuk bermain dan nyaris tidak peduli akan kesehatan bahkan kebersihan diri.

via: drinkctrl.com
via: drinkctrl.com

Lebih jauh lagi mengenai pendanaan FaZe Clan, belum ada keterangan resmi terkait jumlah yang pasti dan seberapa besar kepemilikan FaZe Clan atas CTRL. Meskipun begitu, besarnya pengaruh dan eksistensi FaZe Clan akan memberikan dorongan yang signifikan untuk dapat menjangkau pasar esports secara global.

Dengan pesatnya perkembangan industri game dan esports yang masuk ke dalam lifetstyle, lambat laun stigma negatif terhadap gamers dan atlet esports yang tebangun sejak lama bisa dikikis.

CTRL Flavors | via: drinkctrl.com
CTRL Flavors | via: drinkctrl.com

Skyler Johnson, Co-founder  CTRL, berkomentar kepada VentureBeat, “FaZe Clan adalah perwujudan dari esports lifestyle yang merambah hal lain seperti musik hingga pakaian. Sejauh ini, nutrisi untuk gamer belum benar-benar menjadi bagian dari percakapan.”

Adapun inisatif awal berdirinya CTRL dimulai oleh Sundance Digiovanni dan beberapa pelaku esports lainnya. Dengan pengalamannya memiliki 3 orang anak membuatnya memikirkan asupan nutrisi yang tepat untuk menunjang aktivitas gamers, terlebih atlet esports.

Di kesempatan yang lain di bulan maret tahun ini, FaZe Clan juga sudah melakukan kerja sama dengan salah satu brand minuman energi G FUEL. Dalam kerja sama itu dikembangkanlah salah satu varian rasa yang bernama FaZeberry.

Semoga di masa depan gamers secara luas dapat terlepas dari stigma yang buruk di masyarakat. Berbagai macam cemilan, soft drink, energy drink dan fast food seolah menjadi batasan menu yang dikonsumsi gamers. Padahal di sisi lain, untuk dapat tetap memiliki performa terbaik diperlukan latihan fisik, mental, dan ditunjang asupan nutrisi yang perlu diperhatikan secara serius.

 

Tim INTZ Asal Brazil Membuka Diri untuk Seri Pendanaan

Organisasi esports asal Brazil, INTZ mengumumkan bahwa dirinya membuka seri pendanaan. Inisiatif yang diambil adalah usaha pencarian dana untuk mendukung operasi dan ekspansi bisnis INTZ di masa depan.

Penawaran yang diumumkan baru-baru ini masih terbuka sampai dengan akhir bulan Agustus 2020. Adapun besarnya kepemilikan saham yang ditawarkan oleh INTZ adalah sejumlah 10 persen.

Melalui pernyataan Lucas Almeida, CEO INTZ kepada The Esport Observer, “alasan kami membuka seri pendanaan adalah kebutuhan kami untuk mengamankan slot Brazilian Championship League of Legends, serta untuk proyek lain yang direncanakan di tahun 2021.”

via: intz.com.br
via: intz.com.br

Sebelumnya INTZ dikenal dengan nama INTZ e-sports dan berdiri di tahun 2014. Hanya dalam waktu 6 bulan saja sejak didirikan, INTZ berhasil mencapai BEP (Break Even Point. Lebih jauh lagi INTZ sudah berkembang pesat dengan menjadi tempat bernaung bagi hampir 70 atlet esports dari berbagai divisi dan 30 karyawan lainnya.

Meninjau skena esports di Brazil, pembukaan seri pendanaan oleh organisasi esports bukanlah yang pertama. Sebelumnya, Simplicity Esports juga mendapatkan pendanaan senilai 500.000 Dolar Amerika di awal tahun 2020. Dana yang didapat akan dipakai untuk mengamankan franchise slot di Brazilian Championship League of Legends musim 2021.

via: intz.com.br
via: intz.com.br

Lebih jauh lagi, membuka seri pendanaan melalui venture capital adalah pilihan terbaik bagi organisasi esports untuk memperoleh dana segar dan melakukan ekspansi bisnis. Proses mendaftarkan diri untuk menjadi perusahaan publik dan melakukan penawaran saham perdana bagi perusahaan di Brazil terbilang sulit. Selain dari sisi biaya yang tinggi, banyak juga persyaratan yang harus dipenuhi.

Sesuai dengan bagian dari perjanjian, daftar penyandang dana yang sudah bergabung ke dalam seri pendanaan INTZ tidak dapat diumumkan ke publik. Namun demikian, bagi siapapun yang berminat melakukan investasi, INTZ juga bisa dihubungi secara langsung.

via: intz.com.br
via: intz.com.br

Rencananya Riot Games akan mengubah sistem penyelanggaraan liga ke dalam model franchise di tahun kompetisi 2021. Perubahan dari sistem liga sebelumnya menjadi franchise menandakan bahwa ekosistem esports Brazil sudah cukup stabil. Di sisi lain untuk bisa mengamankan  franchise slot dibutuhkan jumlah dana yang tidak sedikit.

Berkaca dari perkembangan industri esports global, Brazil adalah region yang potensial. Dengan adanya pertumbuhan per tahun yang signifikan, INTZ merasa yakin dengan prospek yang ditawarkannya. Nilai tukar mata uang lain ke dalam Real Brazil adalah salah satu faktor yang sangat menarik ketika ditawarkan bagi investor dari luar Brazil.

 

Wallex Technologies Remittance Startup Secures Series A Funding

Wallex Technologies announces Series A Funding with undisclosed value. The Singapore-based financial technology startup received investment from BAce Capital, SMDV, and Skystar Capital. Participated also some investors from the previous round.

The recent funding is to be used by Wallex to expand its business scale in a number of new markets, as well as to maintain the current products.

“We are excited to partner with new investors, and get their support in some of the largest and most attractive economies in the world. We will continue with Wallex’s mission to empower SMEs by providing various tools to grow their businesses,” Wallex’s Co-founder & COO, Hiroyuki Kiga said.

Wallex, offering its service as an online remittance platform provider, announced its presence in Indonesia after obtaining a license from Bank Indonesia in late 2018. As a business, Wallex is quite confident in their business journey and performance. They claim to grow 20% every month.

“Wallex utilizes technology that facilitates, accelerates, and simplifies cross-border payments for SMEs. We pay close attention to the importance of digital payments after Covid-19 pandemi, therefore, SMEs can be part of economic recovery. We believe that Wallex has the potential to become a payment solution and digital wallet for the segment which is yet to use the service,” BAce Capital’s Managing Director, Mulyono said.

In Indonesia, online remittance services are a manifestation of the development of the financial technology industry. Some players have started running online remittance services in Indonesia. Those are Nium, Zendomoney, OY!, Transfez, and RemitPro.

One of Wallex’s plans with the fresh money is new services and upgrades of existing products. Wallex’s Co-founder & CEO, Jody Ong explained that they would soon be offering new services such as virtual receivable accounts and digital wallets with currency options in certain countries.

“This funding will help us develop the latest features for SME customers. By doing so, they can manage cash flow and protect themselves from foreign exchange risk on a single platform. We also continue to recruit workers and establish partnerships to expand the business,” Jody added.

Wallex is currently focusing on the B2B segment. To date, they received payments in more than 40 currencies. Regarding regulations, Wallex is currently regulated under the Monetary Authority of Singapore as the Main Payment Institution, Bank Indonesia, and the Hong Kong Custom and Excise Department.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup Remitansi Wallex Technologies Raih Pendanaan Seri A

Wallex Technologies mengumumkan telah berhasil meraih pendanaan Seri A dengan nilai yang tidak disebutkan. Startup teknologi finansial yang berkantor pusat di Singapura ini mendapat suntikan dana dari BAce Capital, SMDV, dan Skystar Capital. Beberapa investor yang terlibat alam pendanaan putaran sebelumnya juga turut berpartisipasi.

Rencananya pendanaan kali ini akan dimanfaatkan Wallex untuk memperluas skala usaha di sejumlah pasar baru, juga meningatkan produk-produk yang mereka miliki.

“Kami gembira untuk bermitra dengan investor-investor baru, serta memperoleh dukungan mereka di sejumlah perekonomian terbesar dan paling menarik di dunia. Kami akan terus menjalankan misi Wallex untuk memberdayakan kalangan UKM dengan menyediakan berbagai perangkat yang bisa mengembangkan bisnisnya,” ungkap Co-founder & COO Wallex Hiroyuki Kiga.

Wallex dengan layannya sebagai penyedia platform remitansi online mengumumkan kehadirannya di Indonesia setelah memperoleh izin transfer dana dari Bank Indonesia pada akhir 2018 silam. Sebagai sebuah bisnis, Wallex cukup yakin dengan perjalanan dan performa bisnis mereka. Mereka mengklaim berkembang 20% setiap bulan.

“Wallex memanfaatkan teknologi yang mempermudah, mempercepat, dan menyederhanakan pembayaran lintas negara bagi kalangan UKM. Kami mencermati pentingnya pembayaran digital setelah Covid-19 berlalu agar UKM bisa terlibat dalam pemulihan ekonomi. Kam yakin bahwa Wallex sangat berpotensi menjadi solusi pembayaran dan dompet digital untuk segmen yang belum banyak memanfaatkan layanan tersebut,” terang Managing Director BAce Capital Mulyono.

Di Indonesia sendiri layanan remitansi online adalah salah satu perwujudan perkembangan industri teknologi finansial. Beberapa nama sudah mulai menjalankan layanan remitansi online di Indonesia. Mereka adalah Nium, Zendomoney, OY!, Transfez, dan RemitPro.

Salah satu rencana Wallex dengan pendanaan ini adalah layanan baru dan peningkatan produk-produk yang sudah ada. Co-founder & CEO Wallex Jody Ong menjelaskan mereka akan segera menawarkan layanan baru seperti virtual receivable account dan dompet digital dalam berbagai mata uang di negara-negara tertentu.

“Pendanaan ini akan membantu kami untuk membangun fitur-fitur mutakhir bagi pelanggan UKM. Dengan demikian mereka dapat mengelola arus kas dan melindungi diri dari risiko valas pada suatu platform tunggal. Kami juga terus merekrut tenaga kerja dan menjalin kemitraan demi memperluas bisnis,” imbuh Jody.

Wallex saat ini memang tengah berfokus pada segmen B2B. Untuk saat ini mereka menerima pembayaran dalam lebih dari 40 mata uang. Terkait regulasi untuk saat ini Wallex diregulasi Monetary Authority of Singapore sebagai Lembaga Pembayaran Utama, Bank Indonesia, dan Hongkong Custom and Excise Department.

Perjalanan Wallex di Indonesia

Pihak Wallex mengaku bahwa mendapatkan lisensi resmi di Indonesia adalah salah satu capain penting mereka. Dengan lisensi tersebut kini Wallex bisa menawarkan solusi mereka yang berupa layanan pembayaran untuk 40 lebih kurs dari Indonesia.

“Dalam setahun beroperasi, kami masuk top 15 penyedia pengiriman uang untuk nilai transaksi (oleh Bank Indonesia). Pertumbuhan yang cepat ini sangat menggembirakan bagi kami,” klaim Co-founder dan COO Wallex Hiroyuki Kiga.

Ia juga melanjutkan bahwa transaksi pembayaran internasional melalui media digital masih dalam tahap sangat baru di Indonesia yang kebanyakan masih offline atau datang ke bank, sehingga Wallex pun mencoba mengambil peran dalam mengedukasi masyarakat terkait layanan remitansi online.

Sebagai salah satu pemain di industri yang cukup baru membangun kepercayaan pengguna juga menjadi salah satu tantangan. Selanjutnya, di Indonesia Wallex akan fokus pada menjangkau lebih banyak UKM terutama mereka yang ada di luar Jakarta.

 

N3twork Siapkan Rp793 Miliar untuk Bantu Developer Indie Memasarkan Game Mereka

N3twork, kreator dari game Legendary: Game of Heroes, menyiapkan Growth Fund sebesar US$50 juta (sekitar Rp793 miliar) untuk membantu developer mengembangkan bisnis mereka. Selain itu, mereka juga akan  mengajarkan teknik akuisisi dan retensi pemain serta cara untuk meningkatkan engagement pemain. Tak hanya Growth Fund, mereka juga menyiapkan Pilot Fund sebesar US$1 juta (sekitar Rp15,9 miliar). Pilot Fund ditujukan untuk para developer yang tidak memiliki dana atau kurang mampu dalam merealisasikan potensi game yang mereka buat. Melalui dana ini, N3twork juga ingin membantu developer yang biaya akuisisi pemainnya terlalu tinggi sehingga mereka tidak punya dana marketing yang memadai.

Dengan Pilot Fund, N3twork akan memberikan US$10 ribu (sekitar Rp158,6 juta) pada developer indie untuk mempromosikan game mereka selama satu bulan. Dana tersebut akan digunakan untuk iklan. Peran N3twork adalah untuk membantu para developer agar semakin banyak orang yang mengunduh game mereka. Jika developer sukses memanfaatkan dana dari Pilot Fund, maka mereka akan bisa mendapatkan pendanaan lebih lanjut melalui Growth Fund. Selain dana, N3twork juga akan mengajarkan para developer tentang tips dan trik monetisasi dan cara mengiklankan game yang efektif.

“Ketika saya pertama kali bergabung dengan N3twork, kami memang punya rencana untuk merilis tools dan teknologi yang kami kembangkan ke developer pihak ketiga di masa depan,” kata Dan Barnes, Head of Platform, N3twork, seperti dikutip dari GamesBeat. “Kami selalu mengembangkan tool yang memang bisa menjadi produk mandiri. Tools tersebut bisa kami gunakan sendiri. Namun, tools tersebut juga bisa digunakan oleh pihak lain.” Memang, N3twork memiliki N3twork Scale Platform, yang terdiri dari tools dan layanan terkait pembuatan iklan dan otomasi kampanye iklan serta menyediakan insight tentang segmentasi dan perilaku pengguna.

n3twork
N3twork Scale Platform berisi tools dan layanan untuk iklan. | Sumber: VentureBeat

Sebelum ini, N3twork telah membantu 10 game melalui Pilot Fund. Dari 10 game tersebut, Star Chef 2 buatan 99Games lolos untuk masuk ke tahap pendaan berikutnya via Growth Fund. N3twork juga akan menjadi publisher dari game Star Chef 2. Ke depan, N3twork berencana untuk memberikan pendanaan pada lebih dari 100 game dengan Pilot Fund. Sementara dengan Growth Fund, mereka ingin bisa memberikan dana sampai US$1,5 juta (sekitar Rp23,8 miliar) per bulan.

Star Chef adalah game manajemen restoran. Di sini, para pemain menjadi pemilik restoran yang bertujuan untuk memuaskan hati pelanggan dengan menyediakan berbagai menu populer dari seluruh dunia. Pendahulu Star Chef 2, Star Chef berhasil menjadi salah satu game masak terpopuler dengan total pemasukan mencapai US$30 juta (sekitar Rp476 miliar). Seiring dengan berkembangnya industri game, semakin banyak juga pihak yang tertarik untuk menjadi investor para developer dan pelaku industri game lainnya. Tahun lalu, Hiro Capital dibentuk dengan tujuan untuk mendanai pelaku di bidang game, esports, dan digital sports.

Chilibeli Kantongi Pendanaan Seri A 160 Miliar Rupiah yang Dipimpin Lightspeed Ventures

Lightspeed Ventures memimpin pendanaan seri A senilai US$10 juta (sekitar 160 miliar Rupiah) untuk layanan social commerce Chilibeli. Di pendanaan ini juga berpartisipasi sejumlah investor lain, termasuk Golden Gate Ventures, Sequoia Surge, Kinesys Group, dan Alto Partners.

Penutupan pendanaan ini disampaikan ke publik hari ini. CEO Chilibeli Alex Feng sudah mengabarkan kepastian pendanaan ini sejak awal Maret ini.

Alex mengatakan dana tersebut akan digunakan memperkuat sejumlah lini bisnis mereka. Salah satu prioritas mereka adalah memperkuat jaringan komunitas mereka, yang berada di wilayah Jakarta, Tangerang Selatan, dan Depok, serta memperluas jaringan mereka di Bekasi dan Bogor.

Alex juga menambahkan bahwa dana tersebut juga akan dipakai untuk mempercanggih user interface dan user experience aplikasi mobile mereka, serta meningkatkan fasilitas gudang mereka yang terletak di Depok.

“Dukungan yang kuat dari investor ternama ini krusial dalam memperkuat dan meningkatkan skala pertumbuhan kami di masa depan serta terus memberikan dampak yang berarti untuk masyarakat,” imbuh Alex.

Model bisnis Chilibeli mengandalkan jejaring komunitas, khususnya ibu rumah tangga. Melalui jaringan ini, Chilibeli menjajakan produk sembako mereka, khususnya sayur-mayur dan aneka buah, langsung ke tangan konsumen.

Model ini mengakali tantangan yang kerap dihadapi pelaku agritech dalam mendistribusikan bahan pangan segar. Chilibeli mengklaim hingga saat ini hanya mereka agritech yang memakai model tersebut di Indonesia.

Akshay Bhushan, Partner Lightspeed Ventures, menyebut upaya Chilibeli akan menjadi skala baru bagi platform social commerce di Indonesia dan Asia Tenggara. Keyakinan Lighstpeed memimpin babak pendanaan ini ia sebut datang dari pengalaman mereka berinvestasi di sejumlah startup ternama, seperti Pinduoduo, Snapchat, Udaan, dan Sharechat.

“Kekuatan platform social commerce Chilibeli berasal dari pemberdayaan komunitas lokal di kelas menengah Indonesia melalui akses ke produk yang bernilai dan terjangkau sembari memajukan mata pencaharian petani, ibu rumah tangga, dan UMKM yang ada di ekosistem Chilibeli,” imbuhnya.

Social commerce diyakini banyak pihak sebagai subsektor yang belum banyak dijamah pelaku bisnis. Chilibeli mencatat sekitar 20% penghasilan rumah tanggal habis untuk kebutuhan bahan makan pokok. Itu sebabnya mereka yakin ruang tumbuh mereka masih cukup besar.

Dalam wawancara dengan DailySocial sebelumnya, Alex Feng percaya diri timnya bisa terus mengantongi profit. Alex menargetkan tahun ini Chilibeli mendapat pemasukan hingga Rp1,6 triliun. Selain itu ia juga berniat membuka putaran pendanaan seri B pada kuartal kedua atau ketiga tahun ini. Tahun ini juga mereka berencana melebarkan layanannya ke Jawa Tengah dan Jawa Timur.

“Babak pendanaan ini resmi menjadikan Chilibeli sebagai perusahaan seri A hanya dalam kurun 7 bulan sejak berdiri. Salah satu startup dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara,” pungkas Alex.

Application Information Will Show Up Here

Mantan Developer Vainglory Dapat Investasi Rp37,7 Miliar

Bazooka Tango, game studio yang dibuat oleh dua pendiri Super Evil Megacorp, baru saja mendapatkan kucuran dana sebesar US$2,5 juta (sekitar Rp37,7 miliar). Ronde pendanaan kali ini dipimpin oleh BITKRAFT Esports Ventures, didukung oleh MTG, Mergelane, dan beberapa investor lain.

Proyek pertama Bazooka Tango masih memiliki kaitan dengan Vainglory, yaitu Vainglory All Stars, multiplayer mobile game yang menggunakan format 3v3. Game tersebut akan dibuat menggunakan game engine Evil milik Super Evil Megacorp. Ini memungkinkan timBazooka Tango untuk membuat game dalam waktu cepat. Meski hanya terdiri dari 10 orang, tim Bazooka memperkirakan bahwa mereka hanya membutuhkan beberapa minggu untuk membuat game yang bisa langsung diuji.

“Vainglory adalah properti intelektual dengan dunia yang kelam,” kata Bo Daly, CEO Bazooka Tango yang juga pernah menjabat di posisi yang sama di Super Evil Megacorp, lapor VentureBeat. “Tapi, kami akan menggunakan gaya cerita dan variasi warna yang berbeda kali ini.” Dari segi grafik, Vainglory All Stars memiliki gaya kartun layaknya Fortnite dan bukannya realis seperti Call of Duty.

bazooka tango investasi
CEO Bazooka Tango, Bo Daly. | Sumber: Bazooka Tango via VentureBeat

Selain Vainglory All Stars, Bazooka Tango juga akan membuat properti intelektual baru. Mereka berencana untuk membuat mobile game dengan berbagai genre, mengadaptasi game PC dan konsol populer menjadi mobile game, dan membuat game yang menggabungkan beberapa genre. Daly menjelaskan, jika Super Evil Megacorp fokus untuk mengembangkan game dengan teknologi paling canggih, Bazooka Tango akan fokus untuk membuat game yang bisa dimainkan oleh banyak orang.

“Kita memasuki puncak kejayaan dari mobile game,” ujar Daly. “Dan saya telah memperkirakan hal ini sejak lama, bahwa fokus industri game akan berpindah ke mobile. Namun, sekarang, kami merasa bahwa hal ini memang telah mulai terjadi. Ada banyak mobile game bernilai miliaran dollar seperti Honor of Kings, Free Fire, dan mobile game lain yang berkembang menjadi game esports. Game-game tersebut bisa menyediakan pengalaman bermain game multiplayer secara real-time. Dan pasar inilah yang kami coba sasar.”

bazooka tango investasi
Stephan Sherman. | Sumber: Bazooka Tango via VentureBeat

Untuk mendirikan Bazooka Tango, Daly juga mengajak Stephan Sherman, yang pernah menjabat sebagai Chief Creative Officer di Super Evil Megacorp dan kini memegang dua jabatan di Bazooka Tango, yaitu sebagai Chief Technology Officer dan Chief Product Officer, seperti yang disebutkan oleh Games Industry.

“Kami menghabiskan waktu delapan tahun untuk membangun dan mengoperasikan Vainglory sebagai game MOBA untuk PC dan mobile,” kata Daly. “Saya dan Stephan melihat kesempatan untuk merombak tim kami dan membawa orang baru. Kami merasa, pasar mobile game tengah berubah, sesuai dengan apa yang telah kami duga sebelum ini.” Lebih lanjut, dia menjelaskan, “Sebagai industri, kita harus dapat membuat game AAA yang memang dibuat khusus untuk perangkat mobile. Itu artinya, Anda tidak lagi bisa sekedar meniru game PC ke mobile.”

Running Startups Without External Funding

Funding is an essential and integral part of startup operations. Without funding, it is very likely for a startup to lose before competing.

If it says so, then is it possible for a startup to operate without funding? The answer is probably. Fresh funds are obviously substantial for just daily operations or “burn-money” for promotion.

The truth is, startups can do without funding. This is so far the most relevant option for revenue-based rather than growth-based startups. The following are a few steps for those consider running a startup without funding.

Fixed financial planning from an early stage

With this option, financial planning should be fixed from the very beginning. Without funding, startups must have a detailed calculation of whether the revenue earned from consumers will be greater than the cost spent to acquire consumers.

It’s not only for the early startups but also for mature businesses. Moreover, it is important to be aware of the remaining cash. Drastic steps must be taken when there is only enough cash available for operations in the next six months.

Achieve Product-Market Fit

Startups need parameters to find out whether consumers really want to spend on their products or services. It is important for us to know the product can be the best solution for its users.

The problem is that there are no truly scientific parameters for finding product-market fit. But there are three things that can at least be used as indicators, namely product use, customer retention, and sales activities.

There is no such thing as another metric, it’s only profit

Having a product that is widely discussed by the public is certainly good news. But high traffic, positive engagement, can’t possibly become the right substitute for mature sales and marketing strategies.

Such metrics are often become the early startups killer. They are fixated on pursuing something that doesn’t really impact sales or user acquisitions. Another thing to avoid is investing their money and time and resulting in sales and marketing strategy that won’t last long.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Mengoperasikan Startup Tanpa Bergantung Pendanaan Eksternal

Pendanaan adalah bagian penting yang tak terpisahkan dalam menjalankan suatu startup. Tanpa pendanaan, sangat mungkin sebuah startup kalah sebelum berkompetisi.

Jika memang pertanyaannya demikian, lalu apakah mungkin startup dapat beroperasi tanpa sebuah pendanaan? Jawabannya mungkin saja. Dana segar dari pendanaan jelas sangat berarti untuk sekadar operasional sehar-hari hingga untuk “bakar uang” promosi jor-joran.

Namun kenyataannya, startup tetap bisa melaju tanpa pendanaan. Opsi ini paling relevan untuk startup yang mengedepankan profit ketimbang growth. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat diperhatikan jika ingin menjalankan startup tanpa pendanaan.

Perencanaan keuangan solid sejak dini

Perencanaan keuangan harus benar-benar matang sejak awal dengan opsi ini. Tanpa pendanaan, startup harus memiliki perhitungan detail apakah uang yang diperoleh dari konsumen lebih besar dari uang yang dihabiskan untuk menggaet konsumen.

Ini tidak hanya berlaku untuk startup yang masih berusia dini, tapi juga mereka yang sudah cukup matang. Maka menjadi penting untuk awas terhadap nominal kas yang tersisa. Langkah drastis harus diambil ketika kas yang tersedia hanya cukup untuk operasional enam bulan ke depan.

Mencapai Product-Market Fit

Startup perlu parameter untuk mengetahui apakah konsumen benar-benar mau merogoh koceknya untuk produk atau jasa mereka. Parameter ini penting karena kita dapat mengetahui produk kita jadi solusi terbaik bagi penggunanya.

Masalahnya tak ada parameter yang benar-benar saintifik untuk mencari product-market fit. Namun ada tiga hal yang setidaknya bisa dijadikan indikator yakni penggunaan produk, retensi pelanggan, dan aktivitas penjualan.

Metrik lain itu fana, yang abadi hanya profit

Memiliki produk yang ramai dibicarakan khalayak tentu kabar bagus. Namun trafik yang padat, engagement positif, tetaplah bukan pengganti yang tepat untuk penjualan dan strategi pemasaran yang matang.

Metrik-metrik seperti itu seringkali jadi pembunuh startup berusia dini. Mereka terlalu terpaku mengejar sesuatu yang tidak benar-benar menghasilkan penjualan atau adopsi pengguna baru. Hal lain yang harus dihindari jika investasi uang dan waktu mereka ternyata untuk strategi penjualan dan pemasaran yang tak akan bisa bertahan lama.

TaniGroup Amankan Pendanaan Seri A Senilai 143 Miliar Rupiah

TaniGroup mengumumkan telah berhasil mengamankan pendanaan aeri A sebesar $10 juta atau setara dengan 143 miliar Rupiah. Dana tersebut akan dimanfaatkan untuk melakukan ekspansi bisnis dan mengajak startup pertanian lain berkolaborasi demi memajukan sektor pertanian di Indonesia.

Putaran pendanaan ini dipimpin oleh Openspace Ventures. Turut terlibat di dalamnya Intudo Ventures, Golden Gate Ventures dan The DFS Lab, sebuah akselerator fintech yang didanai oleh Bill dan Melinda Gates Foundations.

Dengan pendanaan yang didapat, TaniGroup berharap bisa memicu pertumbuhan bisnis yang pesat di tahun 2019, sehingga lebih banyak petani dan pembeli dapat diuntungan. TaniGroup percaya bahwa kolaborasi dengan banyak pemangku kepentingan adalah kunci untuk memecahkan masalah di sektor pertanian Indonesia.

TaniGroup akan bekerja sama dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi lokal dan internasional, termasuk startup pertanian lainnya untuk membangun platform yang lebih besar.

“Dalam waktu dekat, kami ingin mengundang startup-startup pertanian untuk berkolaborasi karena kue pertanian Indonesia masih besar dan sangat tradisional. Ada banyak masalah besar yang harus diselesaikan, banyak petani masih membutuhkan bantuan, dan juga kesempatan untuk membangun rantai pasok lebih kuat dalam rangka menyediakan hasil tani yang bagus kepada masyarakat Indonesia dengan harga terbaik,” terang CEO TaniGroup Ivan Arie Sustiawan.

Sejak didirikan pertengahan tahun 2016, TaniHub telah bermitra dengan lebih dari 25.000 petani lokal di seluruh Indonesia dan mengoperasikan lima kantor cabang dan pusat distribusi regional di Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya.

TaniGroup sendiri saat ini memiliki dua jenis layanan. Pertama TaniHub, sebuah platform yang memungkinkan pengguna mendapatkan hasil pertanian segar yang didapat langsung dari petani. Layanan ini memiliki pendekatan B2B dan B2C. Saat ini Tanihub berhasil menghubungkan petani dengan 400 UKM dan lebih dari 10.000 pengguna individu.

Layanan selanjutnya adalah TaniFund, membantu para petani untuk mendapatkan dana pinjaman untuk proyek budidaya pertanian. Dengan adanya hubungan ke platform TaniHub, baik peminjam maupun pemberi pinjaman akan mendapat kejelasan status dan perjanjian. TaniFund ini sudah resmi terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan juga menjadi anggota dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

“Misi utama kami adalah agiculture for everyone. Meskipun pertanian adalah penyumbang terbesar kedua terhadap produk domestik bruto Indonesia, banyak orang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan sektor tersebut sejak lama karena adanya persepsi negatif. Bekerja sebagai petani tidak diminati jika dibandingkan dengan pekerjaan lainnya, dan mayoritas konsumen tidak berhubungan langsung dengan sumber pasokan makanan mereka,” ujar Co-Founder & President TaniGroup Pamitra Wineka.

Application Information Will Show Up Here