Kostum Ini Bantu Anda Merasakan Apa yang Karakter dalam Game VR Anda Rasakan

Teknologi virtual reality yang ada sekarang sejatinya sudah bisa memanipulasi indera penglihatan dan pendengaran kita, tapi belum indera perasa. Sebuah startup bernama NullSpace VR ingin mengubah pandangan tersebut. Misi mereka adalah membuat kita bisa merasakan apa yang karakter dalam game kita rasakan.

Dari situ lahirlah Hardlight VR Suit. Kostum ini terdiri dari 16 zona haptic feedback yang tersebar di bagian dada, perut, bahu, lengan sampai ke punggung guna memberikan sensasi yang realistis. Sederhananya, ketika karakter Anda dalam game tertembak di bagian dada kirinya, Anda bakal merasakan getaran di titik yang sama.

Contoh yang lain: saat karakter Anda memasuki area yang sedang diguyur hujan, tubuh dan tangan Anda akan merasakan getaran-getaran kecil seperti sebenarnya. Semua ini ditujukan supaya pengalaman VR Anda jadi lebih immersive lagi.

Hardlight VR Suit terdiri dari 16 zona haptic feedback individual / NullSpace VR
Hardlight VR Suit terdiri dari 16 zona haptic feedback individual / NullSpace VR

Hardlight telah mendukung sistem tracking satu tubuh secara penuh. Dipadukan dengan sistem tracking milik HTC Vive atau Oculus Rift, penggunanya jadi bisa melihat karakter dalam game-nya secara utuh dari atas sampai bawah, bukan sekadar sepasang tangan terbang begitu saja.

Tentunya pihak developer harus terlebih dulu membuat game-nya kompatibel dengan Hardlight. NullSpace mengklaim sejauh ini setidaknya sudah ada 15 game yang mendukung Hardlight, dan mereka telah menyiapkan SDK serta memastikan langkah-langkah integrasinya cukup mudah.

Hardlight VR Suit kompatibel dengan HTC Vive maupun Oculus Rift / NullSpace VR
Hardlight VR Suit kompatibel dengan HTC Vive maupun Oculus Rift / NullSpace VR

Mengingat perangkat mereka kembangkan pada dasarnya merupakan sebuah kostum, NullSpace merasa perlu menaruh perhatian lebih pada aspek kenyamanan. Strap dan klip milik Hardlight telah didesain supaya dapat disesuaikan dengan bentuk tubuh pengguna yang beragam, dan bobot totalnya pun tidak lebih dari 1,6 kilogram.

Saat ini Hardlight VR Suit ditawarkan melalui situs crowdfunding Kickstarter dengan harga paling murah $499. Ia kompatibel dengan HTC Vive maupun Oculus Rift, sedangkan PSVR kabarnya bakal segera menyusul.

Lofree Adalah Keyboard Mekanik Wireless Berdesain ala Mesin Ketik

Kalau melihat produk yang ada di pasaran, mayoritas keyboard mekanik adalah keyboard gaming. Desain keyboard gaming jelas tidak bisa memenuhi selera semua konsumen, dan jarang sekali terdapat keyboard mekanik yang wireless. Jadi seandainya saya memiliki iMac, opsi terbaik saya tetap Apple Magic Keyboard.

Tidak ada yang salah dari Apple Magic Keyboard. Ia wireless, berukuran ringkas dan cukup nyaman digunakan, namun tidak senyaman keyboard mekanik, terutama di tangan saya yang setiap harinya selalu mengetik. Jadi tidak adakah keyboard mekanik dengan karakteristik seperti Apple Magic Keyboard?

Lofree kompatibel dengan perangkat Windows, Mac, Android maupun iOS / Lofree
Lofree kompatibel dengan perangkat Windows, Mac, Android maupun iOS / Lofree

Ada. Namanya Lofree, dan desainnya bahkan terkesan cukup eksentrik karena mengambil mesin ketik lawas sebagai inspirasinya, lengkap dengan tuts berbentuk bulat. Tapi jangan sekalipun tertipu dengan penampilannya, Lofree murni merupakan keyboard mekanik yang modern.

Switch yang digunakan adalah Gateron Blue, yang diyakini sanggup menghasilkan bunyi klik yang mirip seperti mesin ketik. Layout-nya sengaja disamakan dengan Apple Magic Keyboard, dan pengembangnya tidak lupa menyematkan LED backlight yang bisa diatur intensitas kecerahannya.

Lofree bisa digunakan secara wireless ataupun dengan kabel. Istimewanya, ia bisa menyambung ke tiga perangkat sekaligus via Bluetooth (iMac, laptop Windows dan tablet Android) – ya, Lofree juga kompatibel dengan perangkat Android maupun iOS – dan pengguna tinggal menekan kombinasi tombol numerik untuk berganti antar perangkat.

Baterai Lofree diklaim bisa bertahan selama 15 bulan kalau LED backlight-nya tidak dinyalakan / Lofree
Baterai Lofree diklaim bisa bertahan selama 15 bulan kalau LED backlight-nya tidak dinyalakan / Lofree

Lofree mengemas baterai rechargeable berkapasitas 4.000 mAh. Dalam satu kali charge, daya tahannya diperkirakan bisa mencapai durasi selama 15 bulan, dengan catatan backlight-nya tidak menyala. Fitur auto-sleep juga akan aktif ketika perangkat tidak digunakan setelah beberapa saat guna semakin menghemat baterai.

Buat yang tertarik, Lofree saat ini sedang dipasarkan melalui situs crowdfunding Indiegogo seharga $79, sedangkan harga retail-nya diperkirakan berkisar $99. Terdapat tiga warna yang bisa dipilih: putih, hitam atau turquoise.

Razer BlackWidow Chroma V2 Hadir dengan Desain Baru dan Switch Baru Pula

Sejak diluncurkan pertama kali di tahun 2010, Razer BlackWidow telah menjadi salah satu gaming keyboard terpopuler sejagat raya. Tahun demi tahun Razer terus menyempurnakannya, mempercantik desainnya sekaligus menambahkan fitur canggih macam sistem pencahayaan Chroma.

Di tahun 2017 ini, mereka sudah siap dengan BlackWidow Chroma V2. CEO Razer, Min-Liang Tan, mengklaim bahwa BlackWidow Chroma V2 merupakan keyboard mekanik terbaik yang pernah timnya buat, meneruskan tradisi versi orisinilnya yang berfokus pada aspek kenyamanan dan durabilitas.

Dari segi desain, BlackWidow V2 tampak lebih elegan sekaligus premium dari versi sebelumnya, meski perbedaannya tidak terlalu mencolok. Lima tombol macro di sebelah kiri masih ada, begitu juga dengan sistem backlighting yang bisa menyala dalam 16,8 juta warna dan menawarkan beragam efek.

Razer BlackWidow Chroma V2 tanpa palm rest terpasang / Razer
Razer BlackWidow Chroma V2 tanpa palm rest terpasang / Razer

Perubahan terbesar yang dibawa V2 adalah kehadiran switch mekanikal baru, yakni Yellow switch. Dibanding Green dan Orange switch yang versi sebelumnya tawarkan, Yellow switch bersifat linear dan lebih senyap, selagi masih mengedepankan ketahanan hingga 80 juta kali klik.

Razer menyebut Yellow switch ini dirancang spesifik untuk mereka yang gemar bermain game FPS atau MOBA, dimana tombol bisa ditekan lebih cepat daripada ketika menggunakan switch yang lain – penting mengingat pemain FPS dan MOBA bisa menekan tombol tertentu selama ribuan kali dalam satu sesi gaming.

Estetika, fungsionalitas, Razer tentunya juga tidak lupa dengan aspek ergonomi. Setiap konsumen BlackWidow Chroma V2 akan mendapatkan sebuah palm rest magnetik yang dapat dilepas-pasang dengan mudah. Dari gambarnya saja, kelihatan kalau palm rest ini cukup empuk dan bisa membuat sesi gaming yang panjang tetap nyaman.

Razer BlackWidow Chroma V2 saat ini sudah dipasarkan seharga $170, sama persis seperti iterasi sebelumnya.

Sumber: Razer.

PaperStick Ialah Controller VR Headset yang Tidak Lebih dari Secarik Kertas Biasa

Google Cardboard membuktikan bahwa kita hanya memerlukan sejumlah kertas karton dan sepasang lensa saja untuk bisa menikmati virtual reality. Akan tetapi, VR tidak hanya terbatas pada aspek visual saja, melainkan juga interaksi yang lebih bervariasi dengan bantuan controller. Yang jadi pertanyaan, apakah ini juga bisa diselesaikan dengan selembar kertas karton?

Jangankan karton, kertas biasa saja bisa. Mari berkenalan dengan PaperStick, sebuah controller VR yang terbuat dari secarik kertas. Tidak ada komponen elektronik yang tersembunyi, PaperStick tidak lain dari kertas biasa. Namun Anda mungkin bertanya apa kegunaan sederet teks yang ada di atasnya?

Well, teks ini punya fungsi seperti QR code yang bisa dipindai oleh kamera ponsel. PaperStick bekerja dengan aplikasi bernama Poppist, dimana setelah berhasil di-scan, selembar kertas tersebut akan tampak sebagai sebuah pistol yang bisa menembakkan laser di dalam aplikasi.

Untuk menembak, pengguna cukup mengusapkan jarinya di area yang sudah ditandai pada PaperStick. Gerakan senjata dalam game pun akan mengikuti gerakan tangan pengguna yang tengah menggenggam PaperStick.

Versi kedua PaperStick kurang ergonomis dibanding versi pertamanya, tapi kinerja tracking dalam aplikasi pun jadi lebih akurat / Ko Jong-Min
Versi kedua PaperStick kurang ergonomis dibanding versi pertamanya, tapi kinerja tracking dalam aplikasi pun jadi lebih akurat / Ko Jong-Min

Namun PaperStick tentunya bukan tanpa limitasi. Versi pertamanya dirancang supaya bisa dilipat menjadi segitiga dan mudah digenggam. Namun konsekuensinya, tracking jadi kurang akurat. Versi keduanya di sisi lain jadi kurang ergonomis karena hanya berbentuk lipatan kertas begitu saja. Pun begitu tracking-nya jadi jauh lebih akurat dan responsif.

Kreatornya, seorang developer asal Korea Selatan bernama Ko Jong-Min, memastikan PaperStick bisa dinikmati oleh semua orang dengan mengunduh desainnya dan mencetaknya sendiri di atas kertas A4. Namun perlu dicatat, aplikasi Poppist sendiri harus ditebus seharga Rp 23 ribu dari Play Store.

Ke depannya, bisa dipastikan ada sejumlah pihak yang tertarik untuk mematangkan konsep yang dicanangkan oleh Ko Jong-Min ini, merancang desain PaperStick yang lebih optimal dan mengembangkan lebih banyak aplikasi maupun game yang kompatibel.

Sumber: Fast Company.

Application Information Will Show Up Here

Microsoft Luncurkan Keyboard Berdesain Ergonomis Baru dengan Balutan Material Mewah

Selain memadukan desain inovatif dan spesifikasi mumpuni, pesona lini perangkat Microsoft Surface selama ini juga ditopang oleh ketersediaan bermacam aksesori. Sebut saja Surface Pen atau Surface Dial yang baru-baru ini diumumkan bersamaan dengan AIO PC Surface Studio. Namun Microsoft tampaknya tidak mau berhenti di situ saja, diam-diam mereka juga merilis keyboard baru untuk lini Surface.

Microsoft Surface Ergonomic Keyboard, sesuai namanya, memiliki desain ergonomis dimana sisi tengah keyboard berbentuk membusur dan deretan tuts-nya dibagi menjadi dua supaya kedua tangan pengguna bisa diposisikan secara lebih alami. Pada kenyataannya, kenyamanan merupakan aspek yang paling dititikberatkan Microsoft dalam mendesain keyboard ini.

Desain ergonomis tersebut turut didukung oleh tuts pendek-pendek yang tidak berisik tapi masih terasa clicky saat ditekan. Tidak kalah penting adalah palm rest berbalut Alcantara, material unik yang kerap digunakan pada interior mobil mewah.

Keyboard ini mengandalkan konektivitas Bluetooth 4.0 LE yang irit daya. Untuk memakainya, pengguna hanya perlu memasangkan sepasang baterai AAA, dan keyboard diperkirakan bisa beroperasi hingga setahun lamanya.

Kehadiran palm rest-nya saja sebenarnya sudah bisa menjadikan Surface Ergonomic Keyboard sebagai alternatif yang lebih menarik ketimbang Surface Keyboard standar yang termasuk dalam paket penjualan Surface Studio. Microsoft sendiri akan memasarkannya mulai 10 November mendatang seharga $130.

Sumber: Engadget dan Microsoft.

Perangkat Wearable Ini Beri Anda ‘Pandangan 360 Derajat’ dalam Game CS:GO atau LoL

Dalam permainan kompetitif seperti CS:GO atau League of Legends, minimap merupakan elemen penting yang perlu diperhatikan dan berpengaruh besar pada kemenangan. Sayangnya masih ada banyak hal lain yang perlu diperhatikan, sehingga seringkali pemain mengabaikan minimap dan otomatis kehilangan kesadaran akan posisinya di peta – atau yang gamer kenal dengan istilah map awareness.

Dampak buruknya? Pemain mudah disergap dari belakang atau samping di CS:GO. Contoh lain, komunikasi tim jadi kurang efektif dalam LoL karena pemain tidak mengetahui posisi rekan setimnya yang tengah diserbu oleh tim lawan. Singkat cerita, map awareness tidak kalah pentingnya dari sekadar bakat aiming dan respon cepat.

Masalah ini memicu sebuah startup bernama OmniWear Haptics untuk merancang solusi yang menarik. Bernama OmniWear Arc, perangkat ini pada dasarnya merupakan sebuah neckband yang dikalungkan di leher. Fungsinya adalah memberikan pengguna ‘pandangan 360 derajat’ lewat informasi minimap yang diterjemahkan menjadi getaran.

Menariknya, Arc sama sekali tidak perlu disambungkan ke komputer, dan pengguna juga tidak diminta untuk meng-install software tambahan. Arc bekerja dengan sebuah aplikasi smartphone yang dibekali teknologi computer vision untuk mengolah seluruh informasi yang ditangkap melalui minimap.

Cara kerjanya adalah sebagai berikut: pasangkan ponsel pada mount yang tersedia dalam paket pembelian, dan arahkan kamera pada minimap. Ketika aplikasi mendeteksi ada musuh di belakang Anda, maka Arc akan menggetarkan sisi belakangnya dengan intensitas dan frekuensi yang beragam, tergantung seberapa dekat letak musuh.

OmniWear Arc dirancang supaya nyaman dipakai pada ukuran tubuh yang beragam / OmniWear Haptics
OmniWear Arc dirancang supaya nyaman dipakai pada ukuran tubuh yang beragam / OmniWear Haptics

Total ada 8 haptic actuator yang tersebar di bodi Arc, memberikan Anda petunjuk posisi musuh maupun objek lainnya dalam minimap sesuai delapan arah mata angin, alias 360 derajat. Dengan cara seperti ini, mata Anda bisa terus tertuju pada apa yang ada di hadapan Anda dan konsentrasi tidak harus buyar akibat harus melirik ke minimap.

Penggunaan smartphone terbilang menarik karena OmniWear sendiri bisa mengembangkan teknologinya tanpa perlu keterlibatan developer game. Sejauh ini baru CS:GO dan LoL saja yang didukung, tapi ke depannya OmniWear menjanjikan gamegame lain seperti misalnya Dota 2 dan lain sebagainya.

Saat ini OmniWear Arc ditawarkan melalui Kickstarter dengan harga early bird $99. Sayangnya OmniWear baru akan menawarkannya ke pasar Amerika Serikat dan Kanada saja.

Mouse Gaming TTeSports Black FP Dibekali Sensor Sidik Jari Terintegrasi

Dewasa ini kita semakin akrab dengan sensor sidik jari. Mayoritas smartphone kelas atas memilikinya, begitu juga dengan sejumlah laptop Windows 10. Namun buat pengguna PC, opsinya masih tergolong terbatas dan umumnya terkesan kurang elegan.

Bagaimana jika sensor sidik jari itu diintegrasikan ke dalam peripheral wajib untuk PC, yaitu mouse; atau lebih spesifik lagi, mouse gaming? Inilah yang dilakukan oleh TTeSports, divisi gaming dari pabrikan komponen asal Taiwan, Thermaltake.

Bernama Black FP, mouse gaming ini cukup istimewa karena terdapat sebuah sensor sidik jari buatan Synaptics dengan dukungan teknologi enkripsi 256-bit. Sensor tersebut diposisikan di ujung kiri atas mouse, titik dimana ibu jari tangan kanan kita bisa bertumpu secara alami.

Posisi sensor sidik jari pada TTeSports Black FP terasa alami untuk pengguna tangan kanan / TTeSports
Posisi sensor sidik jari pada TTeSports Black FP terasa alami untuk pengguna tangan kanan / TTeSports

Fungsi utamanya tentu saja adalah menggantikan kata sandi. Jadi selain untuk login ke Windows, sensor juga bisa dimanfaatkan untuk mengisi informasi login pada situs, atau bahkan mengamankan folderfolder tertentu dalam PC. TTeSports mengklaim sensor buatan Synaptics ini sanggup membaca sidik jari dan memverifikasinya hanya dalam kurun waktu 0,2 detik saja.

Selebihnya, konsumen akan mendapatkan mouse gaming yang ergonomis dengan performa yang cukup mumpuni. Spesifikasinya mencakup sensor laser 5700 DPI yang bisa disesuaikan tingkatannya, switch bermutu garapan Omron serta total 7 tombol yang bisa diprogram sesuai kebutuhan.

Lebih menarik lagi, TTeSports Black FP hanya dibanderol seharga $60; harga yang sangat kompetitif untuk sebuah mouse gaming dengan inovasi unik yang praktis sekaligus fungsional.

Sumber: TechRadar dan TTeSports.

Pakai Headset Booster One, Maka Anda Bisa Mengendalikan Game dengan Gerakan Kepala

Apa saja kriteria Anda untuk sebuah gaming headset berkualitas? Nyaman dipakai dalam durasi lama? Kualitas suara surround yang baik? Mikrofon yang dapat menyajikan suara dengan jernih? Apapun yang Anda prioritaskan, headset bernama Booster One ini akan mengubah pandangan Anda akan sebuah gaming headset.

Hal ini disebabkan oleh kemampuan Booster One untuk merangkap tugas sebagai controller tambahan. Ya, selain menggunakan keyboard dan mouse, Anda juga bisa mengendalikan sejumlah aspek dalam permainan menggunakan headset ini, dan caranya hanyalah sesederhana menggerakkan kepala.

Rahasianya terletak pada integrasi accelerometer dan gyroscope dalam Booster One yang memungkinkan headset untuk membaca gerakan kepala pengguna. Contoh penggunaannya, misal dalam game Dota 2, Anda bisa menggerakkan kepala ke atas, bawah, kiri atau kanan untuk menggeser tampilan layar alias scrolling.  Berikut demonstrasi yang dilakukan oleh atlet Dota profesional, XBOCT.

Di game FPS seperti CS:GO, pengguna dapat menolehkan kepalanya sedikit ke kanan untuk mengganti senjata, atau ke kiri untuk reload. Semuanya bisa diatur melalui software pendamping Booster One, dimana pengguna bisa dengan mudah mengaktifkan profil yang berbeda untuk tiap-tiap game.

Booster One datang bersama sebuah control unit sekaligus mikrofon noise cancelling yang bisa digunakan untuk mengatur volume, warna cahaya LED maupun sensitivitas gyroscope pada Booster One. Mengingat koneksinya mengandalkan kabel, pihak pengembang Booster One mengklaim tidak akan ada delay dalam membaca gerakan kepala pengguna dan menerjemahkannya sebagai input dalam game.

Selebihnya, Booster One merupakan gaming headset dengan desain serba aluminium yang cukup ergonomis. Headband-nya yang terbuat dari stainless steel mengadopsi gaya split yang bisa disesuaikan untuk mengakomodasi berbagai ukuran dan bentuk kepala sekaligus meningkatkan kenyamanan pengguna.

Booster One saat ini ditawarkan melalui kampanye crowdfunding di Kickstarter seharga $199 selama masa early bird – harga retail-nya $359. Tahap produksi diperkirakan akan dimulai pada bulan Desember, dan harapannya produk dapat didistribusikan kepada konsumen mulai Agustus 2017.

Steelseries Luncurkan Lini Gaming Headset Baru, Arctis

Sukses dengan lini Siberia selama beberapa tahun, Steelseries kini memperkenalkan lini gaming headset baru bernama Arctis. Lewat Arctis, Steelseries sejatinya ingin memadukan faktor kualitas suara dan kenyamanan dengan elemen desain yang stylish.

Steelseries Arctis hadir dalam tiga model: Arctis 3, Arctis 5 dan Arctis 7. Ketiganya memiliki desain yang serupa, dengan tali pengencang pada bagian headband yang terinspirasi oleh ski goggles. Khusus untuk Arctis 5, sisi luar earcup-nya disertai LED yang bisa diubah-ubah warnanya.

Steelseries mengaku juga banyak terinspirasi dengan industri pakaian dalam merancang Arctis. Terbukti dari penggunaan material kain breathable sebagai penutup bantalan telinganya. Harapannya, pengguna bisa lebih betah berlama-lama bermain ketimbang memakai headset dengan material kulit atau velour.

Steelseries Arctis memakai bahan kain breathable untuk memberikan tingkat kenyamanan yang optimal / Steelseries
Steelseries Arctis memakai bahan kain breathable untuk memberikan tingkat kenyamanan yang optimal / Steelseries

Kendati lebih memperhatikan desain, kualitas suara bagi Steelseries tetap nomor satu. Berbekal unit driver yang sama persis seperti yang terdapat pada headset buatan Steelseries seharga $300, ketiga model sanggup menyajikan suara surround 7.1. Akan tetapi khusus untuk Arctis 5 dan Arctis 7, hadir teknologi DTS Headphone X sebagai ‘bumbu penyedap’.

Masing-masing model Arctis dilengkapi mikrofon istimewa bertajuk ClearCast. Tidak seperti yang terdapat di gaming headset pada umumnya, mikrofon ini bi-directional, sehingga ia sanggup merekam percakapan pengguna dengan jernih selagi memblokir suara lain di sekitar yang mengganggu. Saat voice chat tidak dibutuhkan, mikrofon tinggal ditarik masuk dan Arctis bisa dipakai seperti headphone standar.

Arctis 3 ditawarkan seharga $80, sedangkan Arctis 5 yang berbekal pencahayaan RGB, konektor USB dan fitur ChatMix Control – mode untuk berfokus pada audio game atau voice chat – dijajakan seharga $100.

Arctis 7 di posisi paling atas dibanderol $150. Selain turut mengemas konektor USB, model ini juga bisa digunakan secara wireless dengan jangkauan 12 meter dan daya tahan baterai hingga 15 jam nonstop.

Sumber: Steelseries.

Razer DeathAdder Elite Diklaim Sebagai Mouse Gaming dengan Sensor Optik Terbaik

Memilih mouse gaming terbaik tidak semudah mencari yang tombolnya paling banyak atau yang harganya paling mahal. Terkadang yang wujudnya simpel namun menawarkan keseimbangan antara performa dan harga bisa membuat banyak pengguna jatuh cinta, seperti yang telah dibuktikan oleh seri DeathAdder buatan Razer yang langganan titel “Best Gaming Mouse”.

Akan tetapi prestasi tersebut tidak membuat Razer kemudian jadi sombong dan puas dengan pencapaiannya begitu saja. Baru-baru ini, mereka memperkenalkan iterasi terbaru mouse terlarisnya, Razer DeathAdder Elite.

DeathAdder Elite masih mempertahankan desain simpel nan ergonomis yang telah dipakai sejak zaman DeathAdder orisinil di tahun 2006. Pun demikian, performanya meningkat pesat dengan ditanamkannya Razer 5G Optical Sensor yang punya kemampuan tracking hingga 16.000 DPI dalam kecepatan 450 inci per detik.

Simpel tapi fungsional, Razer DeathAdder Elite dibekali sepasang tombol macro dan tombol pengatur DPI / Razer
Simpel tapi fungsional, Razer DeathAdder Elite dibekali sepasang tombol macro dan tombol pengatur DPI / Razer

DeathAdder Elite juga menjadi mouse pertama Razer yang dibekali switch mekanikal. Switch ini merupakan buah kolaborasi antara Razer dan Omron, dan telah dioptimalkan untuk memberi respon yang cepat sekaligus durabilitas kelas dewa – Razer mengklaim switch ini tahan hingga 50 juta klik.

Menutup semua itu, fitur pencahayaan Chroma menjadi bumbu pemanis untuk DeathAdder Elite. Mouse ini akan tersedia di pasaran mulai bulan Oktober mendatang seharga $70.

Sumber: Razer.