Pintek Introduces “Pintek Instan”, Adjusting Educational Loan Amid Pandemic

The specific p2p lending platform for the education sector, Pintek, launched a new product called Pintek Instant. Pintek’s Co-Founder & President Director Tommy Yuwono said the new service was made specifically to help parents of students from early childhood education to college during this pandemic situation.

As Tommy said, the education sector was severely affected by the Covid-19 outbreak. First, the increasing unemployment rate and the decreasing income of the majority of the population. On the other hand, there are around 69 million students who lost access to education during this pandemic, only 40% of Indonesia’s population has internet access. Educational institutions are automatically affected because they need funds to digitize teaching and learning activities.

In fact, Pintek Instant is an upgraded version of the Pintek Student. The difference is, this latest product is able to do credit approval in just one hour.

The credit limit that can be submitted reaches IDR 5 million. The urgent need for education funding along with the economic turmoil due to the pandemic has made Tommy believe that Pintek Instant can help parents to pay for everything in school, from admission fees, gadgets for distance learning, and other bills.

“This Pintek Instant can be given quickly, there is also an option for restructuring, and integrated into schools for submission,” Tommy said in the webinar.

There are two tenor options available for those who want to use this service, 30 days and 90 days. The 30-day settlement option has no interest, while the 90-day option will cost 2.19% interest. All with a loan limit of IDR 5 million.

“Pintek Instant is limited to schools partnered with us. Therefore, we also invite schools in need of this solution, where there are parents who experience problems, therefore, cash flow does not decrease, the students can learn in peace, to contact us,” he added.

Apart from Pintek, there are other fintech lending platforms in Indonesia that offer loans in the education sector. Some of them are Cicil, KoinPintar from KoinWorks, and DanaDidik.

Restructuring as an option

Pintek service has reached 20 provinces in Indonesia with more than 3 thousand borrowers. In addition, they have collaborated with 142 educational institutions. With a large enough scale and this pandemic condition, Pintek provides loan restructuring options for Pintek Instant.

Tommy explained that the restructuring application can be done by filling in the required documents through their customer service. After completing the document, they will offer a new installment scheme, of course, with the approval of the lender.

“We also improve or justify our scoring criteria to prevent bad credit,” said Tommy.

Through this latest product, Tommy targets to gain around 5,000 new borrowers in the next six months. This target is very likely to be achieved considering the large funding needs in the education sector during this pandemic and the number of p2p lenders that focus on education is still relatively small in the country.

Pintek Instant is also a continuation of Pintek’s plan after securing an extension fund from their pre-series A round which was announced last May. At that time, Tommy stated that the funds they obtained is to be focused on developing technology that supports the education industry affected by Covid-19.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pintek Luncurkan “Pintek Instan”, Penyesuaian Pinjaman Pendidikan di Tengah Pandemi

Platform p2p lending khusus sektor pendidikan Pintek meluncurkan produk terbaru bernama Pintek Instant. Co-Founder & Direktur Utama Pintek Tommy Yuwono mengatakan, layanan baru tersebut dibuat khusus untuk membantu orang tua pelajar dari pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi selama situasi pandemi ini.

Menurut Tommy, sektor pendidikan terkena dampak yang cukup dalam dari wabah Covid-19 yang berkepanjangan. Pertama adalah membesarnya angka pengangguran dan kian turunnya pendapatan sebagian besar masyarakat. Di sisi lain ada sekitar 69 juta pelajar yang kehilangan akses pendidikan selama pandemi ini, hanya 40% dari penduduk Indonesia yang punya akses internet. Institusi pendidikan pun otomatis terkena imbasnya karena mereka butuh dana untuk melakukan digitalisasi kegiatan belajar-mengajar.

Sejatinya Pintek Instan ini merupakan versi upgrade dari Pintek Student. Bedanya, produk terbaru ini mampu melakukan persetujuan kredit hanya dalam satu jam.

Adapun batas kredit yang boleh diajukan mencapai Rp5 juta. Kebutuhan pendanaan pendidikan yang mendesak diiringi dengan gejolak ekonomi akibat pandemi membuat Tommy yakin Pintek Instan dapat membantu orang tua pelajar untuk melunasi segala keperluan di sekolah mulai dari uang pangkal, gawai untuk belajar jarak jauh, dan tagihan lainnya.

“Pintek Instant ini bisa dengan cepat diberikan, juga ada opsi untuk restrukturisasi, dan terintegrasi ke sekolah untuk pengajuannya,” ujar Tommy dalam webinar yang mereka selenggarakan.

Ada dua pilihan tenor yang tersedia bagi mereka yang ingin menggunakan Pintek Instan ini yakni 30 hari dan 90 hari. Opsi pelunasan 30 hari tidak dikenakan bunga, sedangkan opsi 90 hari dikenakan bunga 2,19%. Semua dengan batas pinjaman Rp5 juta.

“Pintek Instant terbatas ke sekolah-sekolah yang bekerja sama dengan kami. Jadi kami pun mengundang sekolah-sekolah yang membutuhkan solusi ini, di mana ada orang tua murid mengalami kendala, agar cash flow tidak berkurang, anak-anak murid bisa belajar dengan tenang, bisa menghubungi kami,” imbuhnya.

Selain Pintek, di Indonesia sudah ada platform fintech lending lain yang tawarkan pinjaman di sektor pendidikan. Dua di antaranya Cicil, KoinPintar dari KoinWorks, dan DanaDidik.

Pilihan restrukturisasi

Layanan Pintek sudah menjamah 20 provinsi di Indonesia dengan lebih dari 3 ribu peminjam. Selain itu mereka telah bekerja sama dengan 142 institusi pendidikan. Dengan skala yang sudah cukup besar dan kondisi pandemi ini, Pintek menyediakan opsi restrukturisasi pinjaman untuk Pintek Instan ini.

Tommy menjelaskan, pengajuan restrukturisasi dapat dilakukan dengan mengisi dokumen-dokumen yang dibutuhkan melalui customer service mereka. Jika hal itu sudah rampung mereka baru akan menawarkan skema cicilan yang baru yang tentu saja dengan persetujuan pemberi pinjaman.

“Kami juga meningkatkan atau menjustifikasi kriteria scoring kami untuk mencegah kredit macet,” tukas Tommy.

Melalui produk anyar ini Tommy menargetkan bisa memperoleh sekitar 5.000 peminjam baru dalam enam bulan ke depan. Target itu sangat mungkin tercapai mengingat kebutuhan pendanaan di sektor pendidikan yang masih besar selama masa pandemi ini dan jumlah p2p lending yang fokus di pendidikan masih tergolong sedikit di Tanah Air.

Pintek Instant ini juga merupakan kelanjutan dari rencana Pintek ketika berhasil mengantongi extension fund dari putaran pra-seri A mereka yang diumumkan Mei lalu. Saat itu Tommy menyatakan dana yang mereka peroleh saat itu akan difokuskan untuk mengembangkan teknologi yang mendukung industri pendidikan yang terdampak Covid-19.

The Story of Educational Loan Providers in Indonesia

There are many problems in Indonesia related to education. It is not only about curriculum and effective learning, but also access to education itself. The required capital or costs to get knowledge from courses or higher education is not cheap. For some people, it is quite burdensome. The government has issued several programs and incentives to help this access, one of which is KIP-Lecture.

Another alternative that could be an option is an education loan platform. The concept is like a loan service for capital funds, the difference is that the funds lent must be earmarked for education. Indeed, with different agreements and responsibilities on each lending platform. Some startups that have loaning products or services for education funds include Pintek, KoinPintar from KoinWorks, and DanaDidik.

Pintek’s co-founder & Managing Director Tommy Yuwono explained, in Indonesia 1 out of 4 children of high school graduates did not go to college, because the cost of education was expensive.

“In fact, the cost of education in Indonesia compared to the income per capita was 150% of GDP, whereas in America the cost of education compared to income per capita was only 51% of GDP,” Tommy said.

KoinWorks Co-Founder & CEO Benedicto Haryono said the same thing. Given the relatively high number of middle-class Indonesia and the limited number of scholarships each year, education loan services can be a solution to the inaccessibility of higher education costs in Indonesia.

“In addition, the Government also [should] provide full support so that the education loan program in Indonesia can be truly implemented. Moreover, the government development is currently focused on improving the quality of human resources towards “Advanced Indonesia”, where improvements in the quality of human resources can be pursued through good quality education,” Benedicto continued.

Education that is covered by educational loan platforms is not only limited to formal education such as tertiary institutions or vocational schools but also courses in various fields, such as programming, data science, business, to language courses.

The rise of loans for education funds are also subject to monthly installments or agreed upon, as well as the amount. There is also an ISA (Income Share Agreement) mechanism out there, a mechanism that allows loan payments by deducting salary. The amount and other things depend on the agreement in force.

Illegal fintech cases and the challenges ahead

The financial technology industry in Indonesia was hit by bad news, thanks to the actions of a number of unlicensed fintech companies entering the Indonesian market. This negative sentiment more or less has affected the whole industry, including the niche of educational loans.

Benedicto said that the rise of illegal fintech has an impact on the KoinWorks brand as a fintech company. However, he said as time passed by and the industry continues to grow, public understanding of fintech services is getting better. It was proven by the number of KoinWorks users in 2019 which increased 178% compared to the previous period.

Meanwhile, DanaDidik CEO Dipo Satria assessed that the rise of illegal fintech cases had an influence on people’s stigma on the fintech industry in Indonesia. To fight the negative stigma, Danadidik conducted a series of socialization in front of students and the campus.

“Fintech student loans such as DanaDidik which have been registered and supervised by the OJK may actually be an answer for students who want to study independently but somehow prohibited by expensive tuition fees. Campus and students stigma on loans (online loans) because illegal loans make potential borrowers worried,” Dipo said.

He also added that education funding is a new niche loan that many people do not know about, therefore, introducing products and industry to the general public is an important part of DanaDidik’s journey.

Public trust in the financial technology industry in Indonesia is also a special concern for Tommy. He said, all the owners of legal lending services, AFPI, and also the FSA are trying together to fight the illegal fintech case by educating the wider community. That became one of the main challenges to be fought together.

“In addition, there are negative perceptions of ‘loans’. In fact, not all loans are negative. For example, the loan service that Pintek provides is loans for investment. We make it easier for people to invest through education, which will be very useful for themselves in looking for work, help them meet the family, needs, also contribute to the country’s economy. So, not all loans are negative,” Tommy said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Cerita Penyedia Pinjaman Dana Pendidikan di Indonesia

Ada banyak permasalahan di Indonesia terkait dengan pendidikan. Tidak hanya soal kurikulum dan belajar yang efektif, tetapi juga akses terhadap pendidikan itu sendiri. Modal atau biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan ilmu dari kursus atau jenjang pendidikan tinggi tidaklah murah. Bagi sebagaian orang cukup memberatkan. Pemerintah sudah mengeluarkan beberapa program dan insentif untuk membantu akses ini, salah satunya KIP-Kuliah.

Alternatif lain yang bisa jadi pilihan adalah platform pinjaman dana pendidikan. Konsepnya seperti layanan peminjaman dana untuk modal, bedanya dana yang dipinjamkan harus diperuntukan untuk pendidikan. Tentu dengan kesepakatan dan tanggung jawab berbeda di setiap platform peminjaman. Beberapa startup yang memiliki produk atau layanan peminjaman untuk dana pendidikan antara lain Pintek, KoinPintar dari KoinWorks, dan DanaDidik.

Co-founder & Direktur Utama Pintek Tommy Yuwono menjelaskan, di Indonesia 1 dari 4 anak lulusan sekolah atas tidak melanjutkan ke perguruan tinggi, karena biaya pendidikan mahal.

“Bisa dikatakan biaya pendidikan di Indonesia dibandingkan pendapatan per kapita 150% dari GDP, sedangkan di Amerika biaya pendidikan dibandingkan pendapatan perkapita hanya 51% dari GDP,” cerita Tommy.

Co-Founder & CEO KoinWorks Benedicto Haryono menyampaikan hal senada. Mengingat jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia yang cukup tinggi dan terbatasnya pemberian beasiswa setiap tahun, layanan peminjaman dana pendidikan bisa jadi solusi tidak terjangkaunya biaya pendidikan tinggi di Indonesia.

“Selain itu, Pemerintah juga [seharusnya] memberikan dukungan penuh agar program pinjaman pendidikan di Indonesia dapat benar-benar terlaksana. Apalagi saat ini fokus pembangunan pemerintah berada di perbaikan kualitas SDM untuk menuju “Indonesia Maju”, yang mana perbaikan kualitas SDM dapat ditempuh lewat kualitas pendidikan yang bagus,” lanjut Benedicto.

Pendidikan yang dijangkau platform pinjaman pendidikan tidak hanya terbatas pada pendidikan formal seperti perguruan tinggi atau sekolah vokasi, tetapi juga kursus di berbagai macam bidang, seperti pemrograman, data science, bisnis, hingga kursus bahasa.

Lazimnya pinjaman, untuk dana pendidikan ini juga dikenai angsuran bulanan atau yang disepakati, demikian juga besarannya. Di luar sana juga ada mekanisme ISA (Income Share Agreement), sebuah mekanisme yang memungkinkan pembayaran pinjaman dilakukan dengan memberlakukan potong gaji setelah bekerja. Besaran dan hal lainnya tergantung kesepakatan yang berlaku.

Kasus fintech ilegal dan tantangan yang dihadapi

Industri teknologi finansial di Indonesia sempat diterpa kabar tak baik berkat ulah sejumlah perusahaan fintech tak berizin yang masif masuk ke Indonesia. Sentimen negatif ini pun sedikit banyak memberikan pengaruh ini terhadap industri keseluruhan, termasuk niche pinjaman pendidikan.

Benedicto menceritakan, maraknya fintech ilegal memberikan dampak kepada brand KoinWorks sebagai salah satu perusahaan fintech. Namun menurutnya seiring berjalannya waktu dan industri yang terus tumbuh pemahaman masyarakat terkait layanan fintech semakin membaik. Terbukti dari jumlah pengguna KoinWorks di tahun 2019 yang meningkat 178% dibandingkan periode sebelumnya.

Sementara itu CEO DanaDidik Dipo Satria menilai maraknya kasus fintech ilegal bepengaruh pada stigma masyarakat terhadap industri fintech di Indonesia. Untuk melawan stigma negatif itu, Danadidik melakukan serangkaian sosialisasi di depan mahasiswa dan kampus.

“Fintech student loan seperti DanaDidik yang telah terdaftar dan diawasi OJK padahal sebenarnya dapat menjadi jawaban bagi mahasiswa yang ingin kuliah mandiri tetapi terhalang biaya kuliah yang mahal. Stigma kampus dan mahasiswa soal pinjol (pinjaman online) karena pinjaman ilegal membuat calon peminjam menjadi khawatir,” ujar Dipo.

Ia juga menambahkan bahwa pinjaman dana pendidikan merupakan niche baru yang belum banyak masyarakat tahu, sehingga memperkenalkan produk dan industri kepada khalayak ramai menjadi bagian penting dalam perjalanan DanaDidik.

Kepercayaan masyarakat terhadap industri teknologi finansial di Indonesia juga menjadi perhatian khusus Tommy. Menurutnya semua pemilik layanan peminjaman legal, AFPI, dan juga OJK tengah berusaha bersama-sama memerangi kasus fintech ilegal dengan bersama-sama mengedukasi masyarakat luas. Itu menjadi salah satu tantangan utama yang harus diperangi bersama.

“Selain itu, adanya persepsi negatif mengenai ‘pinjaman’. Padahal, tidak semua pinjaman itu bersifat negatif. Sebagai contoh layanan pinjaman yang Pintek berikan yaitu pinjaman untuk investasi. Kami mempermudah masyarakat untuk investasi melalui pendidikan, yang nantinya akan sangat berguna untuk dirinya sendiri dalam mencari pekerjaan, dapat membantu pemenuhan kebutuhan keluarganya, juga berkontribusi pada perekonomian negara. Jadi, tidak semua pinjaman itu bersifat negatif,” ujar Tommy.

Pintek Menaruh Harapan pada Pertumbuhan Pasar Pinjaman Pendidikan Online di Indonesia: Startup Stories

Segmen pinjaman pendidikan online di Indonesia mungkin tidak sebesar dan produktif seperti pinjaman konsumen, dengan hanya beberapa pemain fintech yang menargetkan segmen ini. Namun, dengan jutaan siswa yang membutuhkan bantuan untuk membiayai pendidikan mereka, perusahaan mulai merambah segmen ini.

Presiden Indonesia Joko Widodo di tahun 2018 juga mendesak bank-bank lokal untuk memberikan lebih banyak pinjaman terkait pendidikan, dalam upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di negara ini. Di antara beberapa bank yang mengikuti instruksi presiden adalah Bank Tabungan Negara (BTN) milik negara, yang menyalurkan IDR 33,83 miliar (USD 2,4 juta) kepada 470 siswa per Juli 2019, dan Bank Mandiri, yang menyalurkan pinjaman mahasiswa sebesar Rp 773 juta (USD) 56.512) per Agustus 2019.

Ada beberapa startup fintek yang juga ikut merambah segmen ini, sebut saja Dana Cita, Dana Didik, dan KoinWorks, namun seperti terpapar di media lokal The Jakarta Post, pinjaman dana pendidikan belum banyak mengambil hati publik.

Inilah yang mendorong eksekutif investasi dari Prancis Ioann Fainsilber bersama pengusaha Indonesia Tommy Yuwono untuk mendirikan perusahaan pinjaman Fintek Pintek pada tahun 2018, dengan tujuan untuk memberikan akses mudah ke pendidikan di Indonesia melalui kredit yang terjangkau dan fleksibel.

“Sektor pendidikan adalah sesuatu yang sangat kami perhatikan. Indonesia memiliki pasar yang sangat besar untuk segmen ini dan kami percaya bahwa pendidikan sangat penting untuk mendorong peningkatan kualitas kelas menengah. Namun, pinjaman pendidikan relatif tidak tersentuh oleh layanan keuangan dan teknologi, dan oleh karena itu kami pikir ini adalah waktu yang tepat bagi kami untuk terjun ke segmen [pendidikan] ini,” kata Ioann Fainsilber kepada KrASIA dalam sebuah wawancara belum lama ini.

Perusahaan ini melancarkan putaran pendanaan pra-Seri A pada November 2019, dipimpin oleh Global Founders Capital dengan partisipasi dari investor sebelumnya, Finch Capital dan Amand Ventures. Fainsilber mengatakan bahwa Pintek akan menggunakan dana segar ini dengan dua fokus: meningkatkan awareness tentang produk Pintek serta terhubung dengan sebanyak mungkin institusi, sementara juga meningkatkan kapasitas teknologi perusahaan untuk memberikan produk yang mudah digunakan tanpa hambatan.

Co-founder Pintek: Tommy Yuwono (kiri) dan Ioann Fainsilber. Dokumentasi foto oleh Pintek

Pintek memberikan pinjaman kepada siswa mulai dari taman kanak-kanak hingga pendidikan pascasarjana, serta bagi mereka yang berada dalam program pendidikan informal khususnya kursus kejuruan yang bertujuan mempersiapkan mereka untuk dunia kerja. Peminjam dapat mengajukan pinjaman mulai dari Rp3 juta (USD 218) hingga Rp500 juta (USD 36,439) dengan jangka waktu hingga dua tahun. Hingga saat ini, perusahaan telah menyalurkan lebih dari Rp27 miliar (USD 1,9 juta) dalam bentuk pinjaman kepada 1.700 siswa di 25 provinsi di Indonesia.

Pinjaman yang diajukan ke Pintek harus dilakukan oleh orang tua, meskipun siswa yang sudah memiliki pendapatan tetap juga berhak untuk mendaftar. Perusahaan mengenakan biaya bunga antara 0 dan 1,5% per bulan, ujar Ioann.

Menurutnya, kerjasama dengan institusi pendidikan merupakan strategi yang penting dalam bisnis. Startup ini telah berkolaborasi dengan setidaknya 100 institusi pendidikan, dimana 40% adalah universitas atau sekolah tinggi, seperti London School of Public Relation (LSPR), LaSalle College, dan Institut Teknologi Telkom Surabaya.

“Kolaborasi menjadi esensial bagi kami. Partner kami akan secara efektif memperkenalkan produk ini kepada pelanggan mereka. Misalkan, jika Anda seorang siswa di LSPR, Anda dapat memilih untuk membayar secara langsung, atau dalam bentuk tunai, dan Anda juga dapat membayar uang kuliah Anda dengan mencicil melalui Pintek,” tambahnya.

Edukasi pasar mengenai keuntungan pinjaman dana pendidikan merupakan tantangan terbesar Pintek dalam segmen ini, kata Ioann. “Orang Indonesia pada umumnya senang meminjam apa pun untuk konsumsi. Namun, meskipun pendidikan jelas merupakan investasi yang hebat, ada keraguan dari pelanggan apakah mereka benar-benar membutuhkannya atau tidak, jadi ada banyak upaya yang kami lakukan untuk edukasi pasar,” ujarnya.

Memperkenalkan education outcomes loan

Indonesia memiliki rasio pendaftara bruto untuk pendidikan tinggi yang rendah di angka 31%, jauh di bawah negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia (38%), Thailand (54%), atau Singapura (78%), menurut sebuah laporan yang diterbitkan oleh Global Business Guide Indonesia. Masalah keuangan menjadi alasan utama.

“Rasio pendaftaran yang rendah menjadi salah satu masalah yang kami coba selesaikan. Namun, kami tidak hanya memberikan dukungan keuangan, tetapi juga ingin mempersiapkan siswa dengan lebih baik untuk pasar kerja dengan bekerja sama dengan berbagai institusi dan perusahaan,” kata Ioann.

Ke depannya, Pintek akan memperluas cakupan produk dan kemitraannya. Perusahaan akan meluncurkan produk baru yang disebut education outcomes loan bulan ini, bekerja sama dengan beberapa yayasan. Idenya adalah bahwa siswa akan mendapat keuntungan lebih dengan suku bunga yang lebih rendah jika mendapatkan nilai baik.

“Untuk proyek ini, kami menetapkan beberapa target untuk peminjam tertentu. Semakin tinggi nilai yang mereka dapatkan, semakin rendah tingkat suku bunga yang harus mereka bayar, dan itu bahkan bisa menjadi bunga negatif,” jelas Ioann.

Proyek pilot akan diluncurkan bulan ini bekerja sama dengan beberapa mitra sekolah, dan cakupannya akan berkembang secara bertahap dari waktu ke waktu. Pintek menargetkan untuk mencapai setidaknya seribu siswa di tahap uji coba.

“Saya pribadi ingin memasukkan semua peminjam saya ke dalam skema ini, tetapi itu akan tergantung pada seberapa banyak komitment modal yang bisa kami dapat. Kami sedang berdiskusi dengan beberapa organisasi internasional besar yang sangat tertarik dengan program ini, jadi kami sangat optimis dengan produk ini,” ujar Ioann, dilanjutkan dengan harapannnya agar pelajar lebih termotivasi dan bisa menghasilkan komunitas yang lebih berpendidikan.

Mekanisme pendanaan baru juga dapat menguntungkan mitra industri Pintek yang mengarahkan pendanaan tanggung jawab sosial perusahaan mereka melalui education outcomes loan. Mitra-mitra ini dapat mengukur dampak program CSR mereka dengan lebih baik karena dana mereka hanya dihargai untuk hasil pendidikan yang terbukti, Ioann menambahkan.

Selain itu, Pintek juga akan mengeksplorasi lebih banyak kolaborasi dengan sekolah kejuruan untuk mendukung siswa dengan keterampilan yang berlaku untuk mencocokkan kebutuhan industri. Dari segi bisnis, Fainsilber mengatakan bahwa Pintek ingin mengembangkan bisnisnya dengan meningkatkan jumlah peminjam dan pinjaman yang dicairkan setidaknya sepuluh kali pada akhir tahun ini.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Indonesian Fintech Company Pintek Receives Pre Series A Funding from Global Founders Capital

Pintek, a fintech company with funds solution to education, announced Pre Series A funding without revealing the number led by Global Founders Capital (GFC). This was well received by Pintek’s parent company, SoCap. The company plans to use the fresh money to improve the technology platform and its commercial team.

In specific, they offered solutions for those in need of loans related to educational issues. GFC as the lead of this round sees something captivating on the company’s journey to grow in the future.

“We expect to work with Pintek team in their mission to facilitate better access for millions of Indonesian people. Pintek has identified holistic approach for educational costs, partners with academic institutions, and we’re glad to be able to support the new phase of the company’s growth,” GFC’s Partner, Tito Costa said.

Also participated in this round, the previous investors, Finch Capital and Amand Ventures. Finch Capital’s Managing Partner, Hans De Back said that they’re glad to be a part of Pintek, seeing the big potential it holds to bridge the gap between the formal and non-formal education.

“We find it equally important for education to be financially inclusive and accessible to public,” he added.

Pintek, valid since 2018, has partnered up with nearly 100 academic institutions and distributed educational loans in 22 Indonesian provinces.

“Pintek is having explosive growth, especially after the funding round earlier this year. From May to October, users are increasing 20 times up with default rate under 1%. We need to grow our team to keep up with the user’s demand and to expand our products. We’re going to double up our technology and commercial teams in the next quarter,” Co-Founder of SoCap and Pintek, Ioann Fainsilber said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Perusahaan Fintech Pintek Terima Pendanaan Pra-Seri A dari Global Founders Capital

Pintek, startup teknologi finansial yang memberikan solusi pendanaan untuk keperluan pendidikan, mengumumkan telah mengamankan pendanaan Pra-Seri A dengan dana yang tidak disebutkan yang dipimpin oleh Global Founders Capital (GFC). Pendanaan ini terima oleh SoCap, perusahaan induk Pintek. Rencananya, dengan pendanaan ini, perusahaan akan fokus pada pengembangan platform teknologi dan tim komersial.

Pintek secara spesifik menawarkan solusi bagi mereka yang ingin mendapatkan dana pinjaman untuk kepentingan pendidikan. GFC sebagai pemimpin putaran pendanaan ini melihat sebuah hal yang unik dan cukup tertarik melihat bagaimana perusahaan ini tumbuh ke depannya.

“Kita berharap dapat bekerja dengan tim Pintek dalam misi mereka untuk menyediakan akses yang lebih baik ke pendidikan untuk jutaan orang Indonesia. Tim Pintek telah mengidentifikasi pendekatan holistik yang unik untuk pembiayaan pendidikan, bekerja sama dengan institusi pendidikan, dan kami sangat senang untuk mendukung fase baru pertumbuhan perusahaan,” Partner GFC Tito Costa.

Juga terlibat dalam pendanaan ini adalah investor terdahulu Finch Capital dan Amand Ventures. Managing Partner Finch Capital Hans De Back menyampaikan bahwa mereka cukup senang menjadi bagian dari Pintek karena melihat potensi yang sangat besar untuk bisa menjembatani kesenjangan pembiayaan di sektor pendidikan formal dan non formal.

“Kami menemukan sama pentingnya untuk pendidikan agar inklusif secara finansial dan dapat diakses oleh semua orang di Indonesia,” terang Hans.

Pintek yang mulai beroperasi sejak tahun 2018 ini kini sudah bekerja sama dengan hampir 100 institusi pendidikan dan sudah menyalurkan bantuan pembiayaan pendidikan di 22 provinsi di Indonesia.

“Pintek mengalami pertumbuhan eksplosif, terutama sejak putaran pendanaan awal tahun ini. Dari bulan Mei hingga Oktober pengguna bulanan kami meningkat 20 kali lipat dengan default rate di bawah 1%. Kami perlu menumbuhkan tim kami untuk memenuhi permintaan pelanggan dan memperluas penawaran produk kami. Kami ingin melipatgandakan tim teknologi dan komersial kami di kuartal berikutnya,” ujar Co-Founder SoCap dan Pintek Ioann Fainsilber.