Doogether Umumkan Perolehan Dana Awal, Dipimpin Gobi Agung

Platform pemesanan pusat kebugaran Doogether mengumumkan perolehan dana awal yang dipimpin Gobi Agung dan didukung Everhaus, Prasetia Dwidharma, dan Cana Asia dalam jumlah yang tidak disebutkan. Sebelumnya, perusahaan telah mendapatkan pendanaan dari sejumlah investor, seperti Erick Thohir (Pemimpin MAHAKA Group) dan Alexander Rusli (Mantan CEO Indosat Ooredoo dan Founder Digiasia Bios).

DOOgether akan memfokuskan dana segar ini untuk mencapai tiga tujuan utama, yakni memperluas jaringan kelas olahraga, mengembangkan aplikasi, dan merekrut talenta profesional.

Dalam keterangan resminya, Venture Partner Gobi Agung Arya Masagung menyatakan “Jika berkaca pada tren dunia, ketika sebuah negara melalui masa modernisasi dan kemajuan ekonomi, gaya hidup sehat dan bugar akan menjadi salah satu sektor terbesar yang ikut tumbuh.”

Di Indonesia praktis tidak ada pesaing lokal yang memiliki pangsa pasar serupa Doogether. Satu-satunya pesaing terdekat adalah ClassPass yang baru saja mengakuisisi pemain regional Guava Pass awal tahun ini.

Selain Jabodetabek, Doogether kini juga telah hadir di Bandung dan Bali, dengan total pengguna mencapai 20 ribu.

“Sebagai aplikasi yang secara khusus hadir untuk masyarakat Indonesia, Doogether yakin dapat menghadirkan platform yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan konsumen kami,” ujar CEO Doogether Fauzan Gani.

Pencapaian selama tiga tahun

Memasuki tahun ketiga, Doogether mengklaim perkembangan pesat dengan pangsa pasar yang sudah tervalidasi. Perusahaan menyatakan telah mencapai pertumbuhan 200% dalam setahun.

Kepada DailySocial, Fauzan mengatakan, “Produk ini kita buat semua organik dengan year-to-year growth 200%. Bayangkan kalau ada yang invest dan kita bisa spend di marketing, seberapa besar kita akan tumbuh.”

Secara produk, Doogether memiliki visi lebih memahami user dengan memberikan pilihan untuk berbagai varian level. Produk terbaru yang diluncurkan adalah Dooaccess, memudahkan pengguna pemula mencoba layanan ini dengan biaya Rp100 ribu tiap bulan.

Saat ini, platform yang mengangkat semangat “Olahraga Tanpa Batas” ini telah bekerja sama dengan banyak venue dari berbagai bidang olahraga, seperti sepak bola, bola basket, lari, wall climbing, dan tempat gym. Terdapat lebih dari 200 tempat olahraga yang menawarkan sekitar 19 ribu kelas bagi para pengguna yang ingin berinvestasi jangka panjang pada tubuh mereka.

Memperkuat posisi di industri

Di tahun 2016, tempat olahraga di Jakarta hanya ada 25, sekarang sudah berkembang menjadi 100 lokasi di Jakarta Selatan saja. Berangkat dari situ, Doogether ingin mengubah cara kerja bisnis di tempat-tempat olahraga tersebut dengan menawarkan layanan SaaS (System as a Service) agar mereka bisa mendapatkan data dari setiap pengguna yang datang.

“Kami akan memperluas jaringan dan menggandeng setidaknya 500 tempat olahraga serta melakukan pengembangan pada platform untuk menjadi biggest healthy lifestyle community di Indonesia,” ungkap Fauzan.

Dalam upaya menggaet user, perusahaan juga bekerja sama dengan sejumlah pemain di dalam ekosistem, contohnya industri F&B untuk memberikan nilai tambah pada saat pengguna memesan tempat melalui aplikasi. Hal ini juga berdampak dalam memaksimalkan profit tempat olahraga dan membuka peluang banyak pihak untuk ikut berkolaborasi.

Di tahun 2019 ini, DOOgether mengaku akan fokus untuk membangun pilar-pilar ekosistem mereka, tidak hanya di tempat olahraga. Selain itu, mereka mulai menyasar perusahaan-perusahaan yang kian peduli dengan gaya hidup karyawannya, salah satunya menganjurkan berolahraga dengan menginstalasi aplikasi pemesanan tempat olahraga.

COO Doogether Helmy Rianda menegaskan, “Kita sedang dalam proses kolaborasi untuk employee benefit di perusahaan. Jadi, kami hadir bukan hanya untuk orang-orang yang ingin berolahraga, juga untuk perusahaan bisa lebih peduli dengan kampanye kesehatan yang ada saat ini.”

Application Information Will Show Up Here

TADOtv Tawarkan Konsep Video Interaktif, Pengguna yang Tentukan Alur Cerita

TADOtv merupakan aplikasi video ponsel yang menawarkan konsep interaktif. Model penyampaian kontennya seperti ini, misal pengguna memilih menonton sebuah film pendek, tiap beberapa menit pengguna akan disuguhkan opsi guna menentukan jalan ceritanya. Dari video-video yang sudah ada, rata-rata ada dua pilihan opsi yang diberikan untuk tiap skenario.

Sebagai contoh di film pendek berjudul “Bucin”, di sebuah adegan makan malam dua sejoli, sang perempuan bertanya kepada laki-laki yang terus-menerus sibuk dengan ponselnya: “lagi sibuk chatting sama siapa?”. Lantas pengguna aplikasi disuguhkan dua opsi: (1) dengan teman atau (2) dengan Ayu. Setiap pilihan akan memiliki jalan ceritanya masing-masing.

Dapatkan pendanaan awal dari Insignia Ventures Partners

Diberitakan oleh DealStreetAsia, pengembang TADOtv yakni PT Karya Anak Digital baru saja mendapatkan pendanaan awal (seed funding) dari Insignia Ventures Partners. Tidak disebutkan nominal pendanaan yang didapat platform video interaktif tersebut.

Dari kabar yang sama, sebelumnya TADOtv juga sudah mendapatkan dana modal dari Merah Putih Incubator, Stellar Kapital, Prasetia Dwidharma, Benson Capital dan Everhaus. Kami sudah mencoba menghubungi founder TADOtv untuk menanyakan lebih lanjut seputar pendanaan tersebut dan akan memperbarui artikel ini.

Sebelum merilis TADOtv, pengembang terlebih dulu menghadirkan aplikasi TADO (Tanya Dong). Masih berkutat dengan video, namun konsepnya tanya-jawab antara influencer dengan penggemarnya. Konsep gamifikasi diterapkan, untuk memberikan reward kepada pemainnya.

Startup ini didirikan oleh dua founder, yakni Steven Koesno dan Dominik Laurus.

Bekerja sama dengan pembuat konten

Pada situs resminya, TADOtv turut menginformasikan bahwa pihaknya membuka peluang untuk pembuat konten bergabung di jaringannya. Setiap konten yang dibuat diharuskan memiliki alur cerita lebih dari satu, sehingga diharapkan memberikan pengalaman yang unik untuk tiap pemirsa.

Untuk mengelola video tersebut, dari sisi pengembang konten TADOtv menyiapkan CMS (Content Management System) khusus sehingga memudahkan pembuat video membubuhkan opsi skenario.

Application Information Will Show Up Here

Layanan Ekrut Usung Sistem “Talent Marketplace”, Konsepnya Perusahaan yang Menemukan Talenta

Di tengah persaingan layanan platform perekrutan, inovasi tetap menjadi kunci untuk memenangkan pasar. Setidaknya hal tersebut diyakini Ekrut, platform lokal yang menghubungkan talenta potensial dengan kebutuhan bisnis. Sepanjang tahun 2018, startup yang didirikan Anthony Kusuma dan Steven Suliawan tersebut telah merilis beberapa fitur baru, di antaranya talent marketplace dan marketplace curation algorithm (MCA).

Marketing Manager Ekrut Aldo Imanuel menjelaskan, konsep talent marketplace yang diusung ialah berbasis data science, diklaim menjadi yang pertama di Indonesia. Sementara MCA merupakan data engine yang menjadi “otak” utama dari proses pencocokan antara talenta dengan kebutuhan perusahaan.

“Layanan lain kebanyakan masih menggunakan konsep job portal, perusahaan mengunggah lowongan, dengan harapan mendapatkan talenta yang sesuai. Sedangkan di Ekrut kami menggunakan konsep sebaliknya, talenta mendaftar dan perusahaan yang akan mencari kandidat sesuai preferensi,” jelas Aldo.

Dengan konsep tersebut, Ekrut menilai akan mempermudah dan mempercepat proses perekrutan, dari yang biasanya butuh waktu 2-4 minggu, kini hanya dalam hitungan menit. Ekrut dari awal berfokus pada pemenuhan talenta di bidang teknologi informasi.

“Semua teknologi yang dibangun berpusat pada bagaimana kami bisa menghubungkan ribuan perusahaan ini dengan talenta yang mereka butuhkan dengan cepat dan relevan,” lanjut Aldo.

Didukung mantan engineer Tesla untuk pengembangan produk

Tim Ekrut
Jajaran manajemen Ekrut; Yediva Kovara (VP of Engineer), Jesse Lybianto (Chief of Data), Steve Suliawan (Co-founder, CEO), Ardo Gozal (Co-founder, COO), Suharsono Hartono (CTO) / Ekrut

Sekitar bulan Desember 2018, Ekrut dikabarkan mendapatkan pendanaan seri A dari Venturra Capital dan Prasetia Dwidharma. Di sesi wawancara kami mencoba mengkonfirmasi hal ini, namun pihak Ekrut belum bisa menginfokan lebih lanjut. Sebelumnya Ekrut memperoleh pendanaan awal dari East Ventures.

Banyak agenda yang akan dilaksanakan Ekrut di tahun 2019. Menurut pemaparan Aldo, salah satu yang menjadi fokus padalah pengembangan produk. Misinya masih tetap sama, berusaha menghasilkan teknologi dan layanan paling efisien untuk proses perekrutan, baik dari sisi HR di perusahaan maupun pelamar.

Product roadmap kami sangat padat di tahun ini terlebih sejak kedatangan mantan senior engineer Tesla yang menjadi Chief of Product kami pada awal Q4 kemarin,” terang Aldo.

Sejak konsep talent marketplace diluncurkan di awal tahun 2018, total pencari kerja yang tergabung melonjak, dari berjumlah ratusan kini mendekati seratus ribu orang. Pun demikian statistik lowongan, proses wawancara, dan perekrutan, meningkat pesat di banding tahun sebelumnya.

Menurut Aldo, hal ini didorong karena penggunaan data science dan algoritma yang membuat perusahaan-perusahaan di Ekrut mendapatkan rekomendasi terbaik untuk memenuhi kebutuhannya.

Application Information Will Show Up Here

Kick off in 2019, Prasetia Dwidharma Pours Investment to Startups from Singapore and Malaysia

Starting of 2019, the local investor Prasetia Dwidharma participated in two startup funding. First, the series A funding for Pixibo, a Singapore-based startup focused on developing “customer experience” platform for fashion e-commerce.

Today (1/17), Malaysia-based B2B marketplace platform, Dropee, announces seed funding led by Vynn Capital. Prasetia Dwidharma also participate in this round worth of Rp4.8 billion.

Prasetia Dwidharma is a venture capital founded in 2008 by Arya Setiadharma and Ardi Setiadharma. Both are known to run contractor companies in the telecommunications infrastructure.

The Jakarta-based venture capital started their investment in digital startup per 2013, focused on Southeast Asia’s market – although some startups aren’t. They claim to have more than 60 startup portfolios, some local startups invested on include, HipCar, Pomona, Nodeflux, Ride Jakarta, and Ekrut.

Post Funding, Pixibo plans to uses additional funding for product development and partnership expansion. In the funding release announced a partnership with Indonesian sportswear retailers, MAP Active. Both are to collaborate in delivering footwear product recommendation platform for sport.

Pixibo products for fashion commerce
Pixibo products for fashion commerce

Dropee aims to expand the market to make more SMEs using its digital procurement. Expansion is to be focused on domestic and regional area. What’s interesting is their main focus to provide services for SMEs in rural areas.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Awali 2019, Prasetia Dwidharma Kucurkan Investasi untuk Startup Asal Singapura dan Malaysia

Mengawali tahun 2019, investor lokal Prasetia Dwidharma berpartisipasi dalam pendanaan dua startup. Pertama pada pendanaan seri A untuk Pixibo, startup asal Singapura yang fokus kembangkan platform “customer experience” untuk e-commerce di bidang fesyen.

Sementara hari ini (17/1), platform B2B marketplace asal Malaysia, Dropee, mengumumkan putaran pendanaan awal (seed round) yang dipimpin Vynn Capital. Prasetia Dwidharma turut terlibat dalam pendanaan yang bernilai Rp4,8 miliar tersebut.

Prasetia Dwidharma merupakan venture capital yang didirikan pada tahun 2008 oleh Arya Setiadharma dan Ardi Setiadharma. Keduanya dikenal menjalankan perusahaan kontraktor di bidang infrastruktur telekomunikasi.

Pemodal ventura berbasis di Jakarta ini memulai investasi di startup digital per 2013, fokusnya di pasar Asia Tenggara — kendati ada beberapa startup di luar Asia Tenggara yang turut diberi pendanaan. Pihaknya mengklaim telah memiliki lebih dari 60 portofolio startup, beberapa startup lokal yang diinvestasi termasuk HipCar, Pomona, Nodeflux, Ride Jakarta, dan Ekrut.

Untuk Pixibo, pasca pendanaan, pihaknya berencana menggunakan tambahan modal untuk pengembangan produk dan perluasan kemitraan. Salah satu kemitraan yang turut diumumkan dalam rilis pendanaan ialah bersama peritel pakaian olahraga Indonesia, MAP Active. keduanya akan berkolaborasi melahirkan platform rekomendasi produk alas kaki untuk berolahraga.

Pixibo
Produk yang disajikan Pixibo untuk fashion commerce

Dropee berambisi melakukan ekspansi pasar untuk menyasar lebih banyak UKM yang memanfaatkan layanan pengadaan digital miliknya. Ekspansi akan difokuskan untuk wilayah domestik dan regional. Yang menarik, salah satu fokus utama mereka menghadirkan layanan untuk UKM di wilayah rural.

Studio “Indoor Cycling” dan “Boutique Fitness” Ride Jakarta Memperoleh Pendanaan Awal 6,7 Miliar Rupiah dari Tiga “Venture Capital”

Studio indoor cycling dan boutique fitness Ride Jakarta mengumumkan perolehan pendanaan awal (seed) senilai $500 ribu (sekitar 6,7 miliar Rupiah) dari tiga venture capital yang dipimpin oleh Intudo Ventures. Juga turut berpartisipasi dalam pendanaan kali ini East Ventures dan Prasetia Dwidharma. Ini adalah putaran pendanaan kedua yang diperoleh Ride Jakarta, setelah sebelumnya memperoleh pendanaan pre-seed $250 ribu (3,3 miliar Rupiah). Pendanaan ini bakal mendukung upaya Ride Jakarta bertransformasi menjadi perusahaan teknologi dalam waktu dekat, termasuk mengembangkan sejumlah konten digital.

Didirikan tahun 2015 oleh Gita Sjahrir dan Adhit Lesmana, Ride Jakarta memang diawali sebagai suatu tempat yang memudahkan penggemar indoor cycling untuk berolahraga. Secara fisik mereka kini memiliki tiga studio di Jakarta yang masing-masing mengelola 25-30 sepeda. Tentu saja pertanyaannya lalu kenapa mencari pendanaan dari investor startup teknologi.

Kepada DailySocial, Founder dan CEO Ride Jakarta Gita Sjahrir mengatakan bahwa mereka ingin menjadi perusahaan teknologi dalam waktu dekat. Ia menyebutkan, “Tentang pendanaan ini, penggunaan utamanya adalah untuk pengembangan aplikasi digital, tim SDM dan pemasaran; bukan untuk studio fisik kami. Untuk studio, kami menggunakan model franchise, sehingga di setiap lokasi bisa memiliki investornya sendiri-sendiri dan kami mengimplementasi model pembagian keuntungan.”

Dengan menjadi suatu perusahaan teknologi, Ride Jakarta disebut ingin “keluar” dari sekedar berada di dalam studio. “Studio fisik kami adalah cara kami untuk mengedukasi pasar tentang produk kami dan sektor ’boutique fitness’, serta menciptakan brand awareness di saat yang sama. Hal ini akan membantu posisi kami untuk bertumbuh ketika kami memiliki kehadiran online untuk penggemar fitness dan gaya hidup tahun ini.”

Nantinya aplikasi yang dikembangkan diharapkan membantu penggemar fitness menikmati kelas di mana saja dan kapan saja. Bersifat freemium, aplikasi ini nantinya juga akan melayani kelas fitness yang lain, termasuk boot camp.

Belum banyak startup yang menyasar segmen ini. Selain Ride Jakarta, ada satu startup lagi yang fokus ke segmen penggemar fitness, yaitu Doogether yang telah mendapatkan pendanaan dari Angel eQ, tapi dia tidak memiliki kehadiran fisik.

Di tahun 2018 ini Ride Jakarta telah menyiapkan sejumlah lokasi baru di Jakarta dan di tahun 2020 berencana memperluas jangkauan di Bali, Surabaya, Medan, dan sejumlah kota besar lainnya. Ride Jakarta juga bermitra dengan EV Hive untuk menyediakan kelas fitness bagi para pengguna co-working space tersebut. Secara bisnis, Ride Jakarta sendiri mengklaim telah mencapai tahap perolehan keuntungan.

Dulu fitness gaya hidup dipandang sebelah mata karena banyak persepsi yang tidak tepat. Model bisnis kami menunjukkan bahwa dengan berinvestasi di pengalaman konsumen dan instruksi yang berkualitas tinggi, fitness dapat menjadi bisnis yang scalable dan menghasilkan keuntungan,” ungkap Gita.

Pomona Raih Pendanaan Awal dari Frontier Capital, Prasetia Dwidharma

Layanan loyalitas yang fokus membantu toko ritel offline Pomona mengumumkan perolehan pendanaan awal, dengan jumlah tak disebutkan, dari Frontier Capital, Prasetia Dwidharma, dan sejumlah angel investor strategis. Pendiri dan CEO Frontier Capital Handi Irawan masuk menjadi Presiden Komisaris Pomona.

Dana yang diperoleh bakal digunakan untuk mengakselerasi perkembangan produk. Pomona beberapa waktu yang lalu telah menjalin kemitraan dengan Grand Indonesia sebagai salah satu mall terbesar di Indonesia.

Berbeda dengan layanan digital lain yang mendukung kegiatan e-commerce, Pomona memberikan alternatif pengalaman yang lebih menyenangkan saat berbelanja di mall, kafe, atau pusat perbelanjaan lainnya. Dengan konsep gamifikasi, Pomona memberikan reward bagi pengguna yang berbelanja sambil menggunakan aplikasi miliknya.

Terhadap investasinya, Handi berkomentar, “Mediasi toko ritel fisik dan smartphone menggunakan teknologi mobile berbasis lokasi merevolusi cara konsumen modern berbelanja saat ini. Pomona telah menciptakan jalan yang menghubungkan pembeli, penjual, dan brand. Semuanya bisa menang.”

“Pomona menawarkan solusi O2O untuk peritel dan brand dengan ROI terukur yang dapat membantu  toko offline tradisional memasuki dunia interaktif. Di dunia seperti ini, peritel dan brand berhubungan erat dengan konsumennya sambil mendapatkan insight melalui berbagai kampanye pemasaran yang efektif.”

Untuk memastikan penambahan kualitas produknya, Co-Founder dan CEO Pomona Benz Budiman kepada DailySocial mengungkapkan langkah ini termasuk menambah talenta di bidang teknis.

Benz mengungkapkan, “Pomona akan fokus membantu brand dan peritel sehingga pengembangan terbesar kami adalah memenuhi hal-hal yang paling relevan bagi mereka. Kami juga merealisasikan proses gamifikasi pengalaman berbelanja secara offline sehingga menjadi semakin menyenangkan.”

Dalam menjelaskan produknya, Benz menggunakan perumpamaan Pokemon Go:

“Anda bisa menyebut kami ‘Pokemon Go for Shopper’. Kalau dengan game tersebut pengguna dapat menangkap monster virtual, dengan Pomona kalian bisa menangkap poin yang bisa ditukarkan dengan berbagai hadiah nyata seperti pulsa, voucher, bahkan gawai secara gratis.”

Saat ini Pomona memiliki lebih dari 650 merchant mitra di Jakarta.

Jalin kemitraan dengan pemain besar

Pomona baru saja mengumumkan kemitraan dengan sejumlah peritel dan brand besar, termasuk Grand Indonesia, Ranch Market, Central Department Store, dan Gramedia. Fitur pemindaian barcode yang baru saja diluncurkan telah menghasilkan pindaian 300 ribu produk di dalam platform Pomona yang diharapkan membantu engagement konsumen dan peritel.

Geliat tren e-commerce dalam 2-3 tahun terakhir memang menjadi ancaman tersendiri bagi peritel yang belum siap untuk memiliki kehadiran di berbagai kanal. Meskipun demikian, Pomona percaya bahwa kebiasaan berbelanja di toko offline tidak akan mati dan mereka berupaya untuk memperkaya pengalaman ini.

“Dengan dukungan jaringan luas dari investor kami, kami menantikan peluncuran solusi pemasaran kami untuk peritel dan brand offline yang berorientasi solusi berbasis ROI dan performa,” tutup Benz.

Application Information Will Show Up Here