Startup Healthtech Prixa Dikabarkan Hentikan Operasional

Startup healthtech Prixa dikabarkan telah tutup operasional sejak Oktober 2023. Belum ada pengumuman resmi yang disampaikan manajemen kepada publik. Situs perusahaan kini sudah tidak bisa diakses.

DailySocial.id menghubungi James Roring selaku Co-founder dan CEO Prixa terkait kabar ini. Tak hanya manajemen Prixa, kami juga menghubungi investor-investornya, tapi tidak ada tanggapan yang diberikan hingga berita ini diturunkan.

Situs resmi Prixa sudah tidak bisa diakses sejak beberapa hari terakhir

Informasi ini pertama kali disampaikan oleh Sebastian Evan di jejaring media sosial untuk profesional LinkedIn. Ia merupakan suami dari seorang teledoctor yang bekerja untuk Prixa.

Melalui unggahannya pada Kamis (21/12), ia menyampaikan bahwa per Oktober 2023, Prixa tutup dan tidak dilanjutkan. Manajemen berjanji gaji dokter yang bekerja akan tetap dibayar. Akan tetapi, dari dua bulan menunggak, hanya gaji selama satu bulan saja yang dibayar.

“Per hari ini saya dapat info dari istri saya yang pernah menjadi teledoctor untuk Prixa kalau pembayaran yang belum terbayarkan tidak bisa dibayarkan dan dilemparkan ke konsultan hukum yang ada,” tulisnya.

Bukan hanya istrinya, karyawan Prixa lainnya juga mengalami nasib serupa dan menyampaikan kabar tersebut langsung ke dirinya. “Jadi saya bersuara mewakili banyak orang,” sambung dia.

Prixa berdiri pada 2019 oleh James Roring. Startup ini berfokus pada penyediaan layanan kesehatan dengan AI-based diagnosis. Prixa berfokus pada pelayanan pembayar perawatan kesehatan, yang mencakup perusahaan asuransi, korporasi, dan entitas pemerintah.

Dengan tujuan mengurangi biaya klaim dan biaya perawatan kesehatan, Prixa berusaha untuk memberikan perawatan kesehatan secara paradigmatis melalui pendekatan perawatan terkelola (managed care). Diklaim saat pandemi, Prixa mengalami pertumbuhan eksponensial untuk layanannya, termasuk konsultasi medis secara online.

Platform Prixa memungkinkan pengguna untuk terhubung langsung dengan layanan perawatan primer, yang mencakup konsultasi telemedis, pengiriman obat, dan tes laboratorium on-demand.

MDI Ventures, Trans-Pacific Technology Fund (TPTF), Siloam Hospitals Group, dan Venturra merupakan jajaran investor yang berinvestasi untuk Prixa. Pendanaan terakhir yang diumumkan adalah putaran tahap awal senilai $3 juta pada Juni 2021.

Application Information Will Show Up Here

Prixa Expands Digital Health Service, Targeting B2B and B2G

A startup that provides technology for health industry, Prixa, is targeting more B2B and B2G collaborations in order to achieve its vision to democratize technology in this sector. Currently, the company has partnered up with other industries, such as Alfa Group, DAV, We+, and the latest one os Generali Insurance.

Prixa’s Co-founder & CEO, James Roring revealed, the service was build to humanize the digital health service through data and technology. Therefore, the B2B service will continue to be accessible for more people can use kinds of services on Prixa.

It is said in the insurance sector, Prixa has served more than two million policyholders through cooperation with a number of insurance companies. Furthermore, Prixa is claimed to have contributed to increasing partner efficiency by maximizing the integration of the use of the Prixa symptom check system and telecommunications features that can reduce spending by 30% -40% for outpatient claims only.

“To further improve efficiency, meet the needs of partners and users, Prixa is developing additional features for our platform to be able to serve comprehensive health services,” he told DailySocial.

Together with Generali Insurance, Prixa is the AI ​​technology partner for Doctor Leo’s features in the iClick Gen application. This technology is used by Generali who wants to run the tele-consulting and other tele-health services more efficiently. For example, checking for symptoms and detecting more than 600 types of diseases.

Generali Insurance customers can consult with live chat, voice calls, and video calls for free via smartphone devices. It is hoped that Doctor Leo can reduce the burden of medical staff in detecting early symptoms of a disease, especially related to Covid-19.

“We comply with all government regulations regarding data privacy and the use of personal information. In addition, we regularly undergo penetration testing to identify vulnerabilities that can be exploited in a cyber-attack scenario.”

Partnership with the government

Aside from B2B partners, Prixa also has a B2G partnership with the Government of West Java Province. The company is an asset and one of the early filters for the detection and countermeasures for the Covid-19 pandemic for 50 million local residents.

Further explained, the Prixa system analyzes the answers given by users based on complaints and related questions, as will be asked by doctors. Then, the Prixa system processes these answers and provides the results of possible conditions based on the information submitted.

“Ours is an evidence-based analysis system, where our team of doctors studies the results of research and research publications, utilizes the results, and combines them with guidelines set by WHO and the Ministry of Health to build a comprehensive tool for assessing symptoms and risks.”

In order to fasten the expansion plan, James revealed that his team is considering raising new funding at the end of this year. Without further details, Prixa has been supported by strategic partners in the Health and technology sector as its investors.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Perluas Akses Layanan Kesehatan Digital, Prixa Incar Kemitraan B2B dan B2G

Startup penyedia teknologi untuk industri kesehatan Prixa mengincar lebih banyak kerja sama B2B dan B2G agar visinya dalam mendemokratisasi teknologi di sektor ini dapat dirasakan luas. Saat ini perusahaan telah memiliki kemitraan dari lintas industri seperti Alfa Group, DAV, We+, dan yang terbaru Asuransi Generali.

Co-Founder & CEO Prixa James Roring menjelaskan, layanannya dibangun untuk memanusiakan layanan kesehatan melalui data dan teknologi. Oleh karenanya, kerja sama B2B seperti ini akan terus dilanjutkan agar akses tersebut bisa dirasakan lebih banyak semua orang dan memanfaatkan layanan yang tersedia di Prixa.

Menurutnya, di sektor asuransi saja, Prixa telah melayani lebih dari dua juta pemegang polis berkat kerja sama dengan sejumlah perusahaan asuransi. Dari situ Prixa diklaim ikut andil meningkatkan efisiensi mitra dengan memaksimalkan integrasi penggunaan sistem periksa gejala Prixa dan fitur telekomunikasi yang dapat mengurangi pengeluaran 30%-40% untuk klaim rawat jalan saja.

“Untuk lebih meningkatkan efisiensi, memenuhi kebutuhan mitra dan pengguna, Prixa sedang mengembangkan fitur tambahan untuk platform kami agar dapat melayani layanan kesehatan yang menyeluruh,” tuturnya kepada DailySocial.

Bersama Asuransi Generali, Prixa menjadi mitra teknologi AI untuk fitur Dokter Leo di dalam aplikasi Gen iClick. Teknologi ini dimanfaatkan Generali yang ingin menjalankan layanan tele-konsultasi dan tele-kesehatan lain agar lebih efisien. Misalnya, melakukan pengecekan gejala dan mendeteksi lebih dari 600 jenis penyakit.

Nasabah Asuransi Generali dapat berkonsultasi dengan cara live chat, voice call, maupun video call secara gratis lewat perangkat smartphone. Harapannya Dokter Leo dapat mengurangi beban petugas medis dalam mendeteksi gejala awal dari suatu penyakit, apalagi terkait Covid-19.

“Kami mematuhi semua peraturan pemerintah tentang privasi data dan pemanfaatan informasi pribadi. Selain itu, kami secara teratur menjalani pengujian penetrasi untuk mengidentifikasi kerentanan yang dapat dieksploitasi dalam skenario serangan siber.”

Bermitra dengan pemerintah daerah

Selain mitra B2B, Prixa juga menjalin kemitraan B2G dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Perusahaan menjadi aset dan salah satu filter awal untuk deteksi dan langkah penanggulangan pandemi Covid-19 buat 50 juta warga setempat.

Dijelaskan lebih jauh, sistem Prixa menganalisis jawaban yang diberikan pengguna berdasarkan keluhan dan pertanyaan terkait keluhan, seperti yang akan ditanyakan dokter. Kemudian, sistem Prixa memroses jawaban-jawaban tersebut dan memberikan hasil kemungkinan kondisi berdasarkan informasi yang disampaikan.

“Sistem kami didasarkan pada analisis berbasis bukti, di mana tim dokter kami mempelajari hasil riset dan publikasi penelitian, memanfaatkan hasilnya, dan menggabungkannya dengan pedoman yang ditetapkan WHO dan Kementerian Kesehatan untuk membangun sarana yang komprehensif dalam menilai gejala dan risiko.”

Agar ekspansi Prixa lebih kencang, James mengungkapkan pihaknya sedang mempertimbangkan untuk menggalang pendanaan baru pada akhir tahun ini. Tanpa mendetailkan, Prixa telah didukung oleh mitra strategis di sektor Kesehatan dan teknologi sebagai investornya.

Startup Healthtech Turut Andil Melawan Covid-19

Pemerintah Indonesia tengah aktif berupaya meredam penyebaran wabah Covid-19. Berbagai cara dilakukan, termasuk dengan merangkul startup kesehatan (healthtech) untuk bersama-sama menyediakan informasi resmi dan melakukan sosialisasi.

Salah satu bentuk sinergi yang dilakukan ialah dengan  menghadirkan layanan chatbot. Dua nama yang terpantau menyediakannya adalah Alodokter dan Halodoc. Keduanya sama-sama menghadirkan laman resmi untuk fitur khusus ini. Terbaru Prixa, layanan dari Kata.ai turut menghadirkan kanal terautomasi membantu masyarakat melakukan deteksi dini.

Jika dilihat dari pertanyaan yang diajukan, chatbot ini khusus dihadirkan untuk membantu masyarakat umum mendiagnosis secara mandiri gejala-gejala Covid-19 seperti demam, sejarah perjalanan, sejarah bersentuhan dengan pasien positif, dan semacamnya. Di akhir percakapan. chatbot juga akan menyampaikan informasi untuk selalu waspada dan mematuhi protokol-protokol kesehatan yang ada.

Co-founder & Director Alodokter Suci Arumsari menjelaskan bahwa pihaknya telah mengambil beberapa langkah untuk membantu masyarkat Indonesia dalam penanganan virus Corona. Pihaknya juga mendukung program Kemenkes dalam mengembangkan teknologi sistem interaksi digital guna membantu masyarkaat Indonesia mendapatkan gambaran yang jelas mengenai gejala dasar virus Corona.

“Sejak diaktifkan minggu lalu, layanan digital Alodokter ini sudah diakses lebih dari 900 ribu masyarakat Indonesia. Alodokter juga terus melakukan pelatihan yang komprehensif terhadap seluruh tim dokter di Alodokter, untuk bersama-sama menghadapi krisis ini,” jelas Suci.

Teknologi chatbot untuk bantu sebarkan informasi

Chatbot sejatinya adalah sebuah teknologi yang mampu membaca dan menjawab pertanyaan pengguna secara otomatis, berdasarkan data-data yang telah ditanamkan ke dalam mesin tersebut. Untuk saat ini, di tengah upaya untuk mengedukasi sebanyak-banyak masyarakat, menyebarluaskan informasi resmi, dan meminimalisir kepanikan pemilihan teknologi chatbot sangatlah tepat. Selain mudah diakses masyarakat chatbot juga relatif lebih cepat dalam memberikan sebuah informasi.

Kendati menggunakan meluncurkan layanan chatbot baik Halodoc maupun Alodokter juga tetap membuka layanan konsultasi dokter mereka, yang juga sama-sama bisa digunakan untuk berkonsultasi mengenai wabah Covid-19 dan gejala-gejala yang ada. Hanya saja chatbot dikembangkan untuk pengecekan mandiri dan informasi dasar yang bersifatnya berulang.

Selain melalui dua startup kesehatan ini pemerintah juga memiliki chatbot melalui akun resmi bernama “COVID19.GO.ID” di platform WhatsApp. Sedikit berbeda, chatbot resmi dari pemerintah ini lebih banyak memberikan informasi. Tidak hanya soal gejala dan informasi dasar lainnya tetapi juga informasi terkini. Kehadirannya melengkapi chatbot seputar Covid-19 yang sudah ada.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here