Cara Menghindari Tipuan Tren dalam Berbisnis

Tidak selalu tren yang terjadi di sekitar tepat untuk diterapkan dalam bisnis Anda, kendati tren merupakan indikator penting dalam berbisnis. Ketika Anda salah menafsirkan dan membaca arti dari tren, bukannya membawa bisnis jadi mujur malah buntung.

Artikel ini akan membahas lebih jauh tiga jenis kesalahan saat menafsirkan tren dan bagaiamana cara menghindarinya. Berikut rangkumannya:

1. Salah mengira produk laku pasti tren

Tren itu sebenarnya didasarkan pada perubahan yang berkembangan dalam perilaku konsumen. Sementara, tren yang muncul hanya sekedar iseng itu terkait dengan produk yang tidak selalu menanggapi perubahan tertentu dalam perilaku konsumen atau memecahkan masalah konsumen.

Jika Anda mengingat Crocs, produsen sepatu karet warna-warni yang sukses dalam waktu singkat setelah dipromosikan oleh berbagai selebriti beberapa waktu lalu. Crocs tergolong tren dadakan. Saham perusahaan sempat melonjak ke angka US$75 pada 2007. Namun saat konsumen beralih ke produk lain, saham Crocs ambruk ke angka US$0,79 di bulan ke-8.

Anda sebagai pengusaha, pastinya ingin bisnis yang berkelanjutan dengan meluncurkan lebih dari satu produk bukan? Kalau begitu ambil contoh dari Kale, sayuran sehat dengan nutrisi lengkap, disajikan sebagai salah satu bahan menu salad di Sweetgreen dan The Little Bit.

Hasilnya, konsumen pun meminta restoran untuk mengembangkan menu sayuran sehat lainnya, menarik mereka untuk hidup sehat dengan makanan lokal.

Dari perbandingan ini, coba tanyakan ke diri Anda sendiri, apakah Anda ingin bangun bisnis berdasarkan perilaku konsumen atau membangun bisnis berdasarkan produk tertentu?. Lalu pikirkan kembali bagaimana strateginya untuk mencerminkan perilaku konsumen di tengah tren yang kuat di pasar, bukan karena tren dadakan saja.

2. Sudah identifikasi dengan benar, tapi salah menawarkan solusi

Pada awal 90-an konsumen cenderung lebih sadar dengan kesehatan dan mencari makanan dan minuman yang ramah diet. Contohnya dari McDonald’s memperkenalkan McLean Deluxe Burger pada 1991. McDonald’s menafsirkan dengan benar kebiasaan makan pelanggan yang cenderung adalah menu sehat dan menciptakan burger rendah lemak.

Akan tetapi pihak McDonald’s salah eksekusi, mulai dari penamaan menu McLean Deluxe Burger tidak laku karena demografi konsumen McD adalah laki-laki. Kemudian, mengganti 91% lemak daging dengan air. Menurut konsumen yang telah mencobanya, burger tersebut rasanya sangat tidak enak.

Di sisi lain, produk Vitaminmater adalah contoh yang baik ketika perusahaan berhasil mengidentifikasi permasalahan dan menawarkan solusi yang tepat. Sebelum produk itu tiba di pasar, industri minuman di Amerika Serikat telah berada di kondisi menu makanan dan minuman sehat dengan menawarkan diet dan minuman karbonasi dengan 0 kalori.

Vitaminwater justru menawarkan produk yang lebih memperhatikan suasana hati dan tingkat energi masing-masing orang. Ketika orang merasa lelah dan perlu dorongan energi? Ada Vitaminwater. Ingin bersantai setelah pekerjaan yang melelahkan selama seharian? Ada Vitaminwater.

Efek dari tren Vitaminwater menggiring perusahaan tersebut dibeli oleh Coca Cola pada 2007 seharga valuasi US$4,2 miliar.

Kunci yang terpenting dari sini adalah melakukan due diligence, memahami perilaku orang yang mendorong tren, menciptakan produk yang menawarkan solusi terhadap masalah, lalu tes, tes, dan tes.

3. Mengasumsikan konsumen tidak ingin kembali ke tren

Membaca tentang tren mikro dan makro dalam industri kesehatan akan membawa Anda untuk menganggap bahwa konsumen telah bergerak menjauh dari makanan yang bersifat memanjakan. Misalnya, produk In-n-Out Burger yang tumbuh dengan pesat karena fokus pada made-to-order burger dengan bahan berkualitas tinggi dan non roti beku.

Hal ini bila ditafsirkan dalam tren kesehatan, banyak produk menawarkan menu salad. Menu tersebut menawarkan apa yang konsumen cari. Apabila produk Anda berada di pihak oposisi, jangan langsung menyerah.

Tanya ke diri sendiri dan lakukan penelitian, apakah orang-orang masih menghabiskan uangnya untuk apa yang akan saya ingin bawa ke pasar? Apakah mereka masih membeli soda, meski mereka lebih banyak beli air mineral?.

Jika jawabannya adalah ya, dan tetap konsisten di jawaban ya, artinya masih ada pasar untuk Anda jelajahi dan kuasai.

Branding Autentik Dibangun Secara Perlahan

Citra atau branding menjadi salah satu hal utama yang harus diperjuangkan oleh pengembang bisnis, produk atau layanan, terlebih mereka yang baru dirintis. Akan menjadi tantangan lebih jika ada pesaing yang lebih dulu dan sudah dikenal baik oleh masyarakat. Butuh citra yang autentik. Sesuatu yang berbeda dengan yang lain untuk memudahkan membaur dengan persaingan dan dikenal sebagai “barang” baru, berbeda dengan produk serupa yang lebih dulu ada.

Salah satu kontributor Forbes Pia Silvia yang kerap kali menuliskan tentang branding menyebutkan bahwa autentik bisa didefinisikan sebagai sebenar-benarnya semangat, personalia, atau karakter kita sebagai bisnis. Sebagai bisnis baru, bisnis yang sedang dirintis memiliki keunggulan tersendiri. Kesempatan untuk mengenalkan identitasnya dengan sempurna, karena memulai semuanya dari awal.

Membangun branding yang autentik tidak bisa dilakukan dengan instan. Branding dibangun secara perlahan dengan berfokus kepada kemampuan yang dimiliki, melakukan apa yang terbaik. Di samping itu komunikasi juga perlu dilakukan untuk memahamkan bagaimana bisnis bekerja, apa yang sebenarnya yang coba diselesaikan, dan lainnya. Semua itu perlu dilakukan dengan konsisten. Tanpa konsistensi risiko terbesarnya adalah kehilangan pelanggan potensial.

Branding yang baik atau citra yang kuat dibangun secara perlahan, dari waktu ke waktu. Citra itu ditumbuhkan bersama dengan pertumbuhan kualitas produk atau layanan. Oleh karena itu penting untuk memberikan jaminan berupa komunikasi yang baik, baik berupa visual maupun komunikasi lain yang fungsinya mengirimkan pesan dan nilai-nilai yang diusung kepada pelanggan.

Kredibilitas menjadi hal kunci dalam membangun citra yang baik. Salah satu cara untuk memperoleh kredibilitas adalah mampu memberikan yang terbaik untuk para pelanggan. Sebelum itu, perlu juga untuk percaya diri menggunakan apa yang dibangun. Misalnya sebuah layanan manajemen keuangan, sebelum keluar dan meyakinkan masyarakat untuk menggunakan layanan tersebut akan lebih baik jika layanan digunakan oleh internal.

Jauh sebelum membangun kepercayaan pelanggan utamakan membangun kepercayaan internal. Setiap orang, setiap yang terlibat di dalam harus yakin dengan apa yang dibuat. Semangat tersebut, pemikiran positif tersebut bisa menjadi modal utama untuk ditularkan ke pelanggan. Untuk membangun brand yang dipercaya.

Faktor Bisnis dan Manajerial, Isu Utama Startup Tahap Awal

Istilah startup kini tak asing lagi di kalangan millennials di Indonesia. Bekerja di startup atau membuat startup sendiri menjadi jalan karier dambaan banyak orang. Sejak tahun 2014, saya mencoba mengamati tentang dinamika startup di tahap awal atau sering disebut dengan istilah early-stage startup. Umumnya startup di fase ini masih dijalankan dengan bootstrapping alias modal sendiri, dengan keyakinan akan produk yang dikembangkan dan komposisi tim yang terikat kesamaan visi.

Banyak yang hadir menyajikan layanan baru, namun tak sedikit yang ambruk mengakhiri apa yang telah dimulainya, walaupun beberapa ada yang memilih untuk pivot dan mencoba pendekatan lain. Mulai dari startup yang mencoba menghadirkan kanal media sosial untuk kategori aktivitas tertentu, pengembang aplikasi akuntansi berbasis SaaS (Software as a Service), hingga penyedia layanan on-demand pernah menghiasi tag “ Startup News” di DailySocial.

Menyimpulkan beberapa tulisan tips dari para pakar yang pernah disadur oleh DailySocial, saya mencoba memetakan beberapa kendala yang mengakibatkan early-stage startup sulit untuk melanjutkan debutnya dalam atmosfer bisnis. Permasalahan tersebut terbagi menjadi dua faktor, yakni faktor bisnis dan faktor manajerial.

Faktor Bisnis

Permasalahan ini berkaitan langsung dengan apa yang mereka suguhkan, baik dalam strategi ataupun pengembangan produk.

(1) Salah sasaran

Ada beberapa penafsiran terkait dengan poin pertama ini. Sebuah startup bisa dibilang salah sasaran karena memang produk yang dikembangkan tidak cocok dengan pangsa pasar yang ditargetkan atau karena pangsa pasar yang ditargetkan masih jauh dari kata siap untuk penerapan solusi terkait.

Kami pernah meliput tentang startup yang mencoba menyajikan solusi berbasis big data untuk sektor pendidikan dan kesehatan pada awal tahun 2015. Akselerasinya tidak begitu terlihat sampai sekarang, bahkan bisa dibilang stagnan. Terbukti dengan website yang saat ini tidak dikembangkan, bahkan salah satu portofolionya tidak jalan lagi.

Di sektor pendidikan dan kesehatan, proses masih sangat terpaku dengan model konvensional –sebuah fakta yang tidak bisa dielakkan. Kalaupun komputerisasi digunakan, masih sebatas operasional dasar. Kalangan digital immigrant masih sangat mendominasi di sektor tersebut. Konsep seperti big data, artificial intelligence dan banyak terobosan teknologi lain sifatnya masih berupa riset (untuk dua sektor tersebut).

Terlalu dini menyiapkan produk dengan teknologi canggih seperti bertaruh: adaptasi cepat atau tidak tersentuh sama sekali.

(2) Produk yang bermasalah

Beberapa pakar pemasaran selalu mengutarakan bahwa memperkenalkan produk ke calon konsumen harus dilakukan secara cepat. Salah satunya sering dilakukan dengan meluncurkan versi beta dari aplikasi. Namun ini akan menjadi buruk jika kualitas produk belum benar-benar siap. Apalagi untuk varian produk yang memiliki banyak pilihan. Konsumen digital unik, kadang mereka langsung memberikan cap buruk (underestimate) kepada sebuah apps jika first impression yang mereka dapat buruk –menemui bugs di aplikasi.

Tidak hanya masalah pada aplikasi saja, namun termasuk pelayanan. Hilangnya layanan on-demand pesaing Go-Jek menjadi salah satu contohnya. Pernah tahu ke mana Blue-Jek, LadyJek, dan produk sejenis lain yang pernah berusaha mencoba meramaikan persaingan di ibukota? Transportasi dibutuhkan pengguna kapan saja ketika mereka butuh, maka layanan harus menyesuaikan. Jika tidak, maka tetap sama saja, akan dianggap bermasalah dari sisi pelayanan.

Masalah produk atau layanan bisa berkaitan langsung dengan produk yang dikembangkan dan juga unsur lain yang mendukung kegiatan bisnis tersebut.

(3) Bisnis model yang tidak matang

Dijalankan anak-anak muda, semangat menggebu-gebu sering diperlihatkan ketika sebuah startup dimulai. Kadang ada yang terlewatkan jika sebuah model bisnis harus tervalidasi dengan baik sebelum dieksekusi. Untuk model bisnis baru, perlu dipikirkan secara jeli dampak seperti apa yang ingin dihadirkan pada konsumen.

Pun demikian dengan model bisnis yang disalin dari luar. Mencoba peruntungan dengan membawa model bisnis startup Silicon Valley menjadi aplikasi taste lokal. Tak hanya validasi, riset mendalam perlu dilakukan.

Eksekusi adalah kunci, namun perlu memastikan apakah kunci yang digunakan untuk membuka (peluang) itu membawa ke pintu yang benar atau tidak.

Faktor Manajerial

Permasalahan ini menghinggap dalam unsur internal bisnis, sering menyengat dan menghadirkan isu pada komponen penggerak bisnis di ruang operasional.

(1) Manajemen yang tidak jelas

Salah satu yang menyatukan visi sekelompok orang hingga akhirnya membentuk startup salah satunya karena pertemanan, baik karena di kampus yang sama, bertemu di komunitas atau lain sebagainya. Kadang tidak adanya gap karena faktor pertemanan ini yang membuat disiplin manajemen kurang diterapkan. Terdapat banyak aspek dalam manajemen, mulai dari pengelolaan tanggung jawab, pembagian tugas, hingga kepemilikan.

Konflik yang mungkin muncul karena pengelolaan manajemen yang buruk bisa menimpa antar co-founder ataupun karyawan dalam bisnis. Pada akhirnya tidak akan membuat nyaman orang di dalamnya dalam bekerja, dan akselerasi bisnis pun terganggu. Contoh paling sederhana dan sering terjadi: pembagian tugas yang tidak jelas, pembagian kepemilikan yang tidak jelas, hingga mekanisme upah yang tidak transparan.

Sama seperti filosofi pohon, semakin tinggi semakin kencang tiupan angin. Pastikan akarnya kuat agar tidak roboh. Peraturan dan kebijakan yang clear menjadi akar dalam hal ini.

(2) Tidak punya seni pemecahan masalah

Jika diumpamakan, mengelola startup tidak jauh berbeda dengan membina rumah tangga. Masalah kecil hingga masalah besar bisa saja menimpa kapan saja. Mulai dari permasalahan internal antar pegawai, masalah legal, perpajakan, hingga masalah dengan konsumen. Yang diperlukan adalah sebuah seni pemecahan masalah.

Sayangnya tidak ada rumusan baku untuk hal ini, karena yang akan membawa kepada keputusan paling solutif adalah intuisi dan pengalaman. Tak heran jika beberapa startup kini menunjuk mentor untuk mendampinginya bertumbuh. Pengalaman mereka kadang dibutuhkan untuk memberikan insight sebelum memutuskan sesuatu.

Tidak ada teori baku, setiap permasalahan itu unik, pun demikian penyelesaiannya. Pengalaman sangat berperan di sini.

(3) Merekrut orang yang salah

Terdapat banyak justifikasi yang digunakan ketika merekrut seseorang untuk masuk dalam bisnis. Mulai dari kriteria yang sesuai, kenal secara pribadi hingga disarankan oleh orang lain. Merekrut seseorang masuk ke bisnis, artinya menyerahkan satu sandaran bisnis kepada orang tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan: pastikan sesuai dengan apa yang dibutuhkan, pastikan ditempatkan dalam role yang tepat, dan pastikan orang yang tepat.

Kehadiran seseorang dalam sebuah lingkungan sedikit atau besar akan memberikan pengaruh. Kultur bisnis yang sudah kuat terbangun bisa saja berubah dengan hadirnya orang baru, terlebih jika ditempatkan dalam posisi strategis. Mengapa sebegitunya? Sederhana, startup di tahap awal timnya masih sedikit, hadirnya satu orang pun akan memberikan dampak signifikan. Ini yang perlu disiasati dan diamati sejak awal.

Jika kejernihan air bisa ternoda akibat setetes tinta, sebuah tim startup bisa hilang kompaknya akibat hadirnya satu orang. Tapi jika tinta tersebut sudah berbaur pun tetap bisa dihilangkan dengan proses penyulingan yang ketat.

(4) Terlalu boros

Mengapa teknologi komputasi awan sering diunggulkan untuk startup? Karena skalabilitas dan elastisitas yang ditawarkan. Saat pengguna memulai dengan spesifikasi yang kecil, jika di tengah jalan memerlukan sumber daya yang lebih besar maka bisa ditambah kapan saja. Konsep ini sebenarnya juga berlaku untuk kebutuhan lain, termasuk pembiayaan dalam operasional. Sama halnya ketika harus menyewa tempat bekerja, memberikan penggajian dan sebagainya, semua harus pas pada porsinya. Terlebih jika bisnis masih harus “membakar uang” dan belum menghasilkan profit.

Lima Tahap Membuat Desain Produk Startup

Peranan utama dari seorang Product Manager (PM) sebuah startup adalah harus bisa mengimplementasikan ide menjadi sebuah produk yang berfungsi dengan baik untuk pengguna. Untuk bisa mewujudkan semua itu diperlukan koordinasi yang baik dengan anggota tim, terutama dalam hal kreativitas hingga deployment.

Artikel berikut akan mengupas 5 tahap yang wajib diterapkan kepada anggota tim demi membuat produk dengan desain yang tepat dan tentunya berfungsi dengan baik.

Tahap 1 – Menjelajahi ide

Sebagai seorang Product Manager, tugas awal Anda adalah menciptakan sebuah ide untuk kemudian dibuat menjadi sebuah produk. Ketika ide telah ada, Anda sebagai PM wajib untuk memberikan penjelasan hingga gambaran yang jelas kepada anggota tim. Mulai dari rencana, skema hingga strategi sebelum tahapan lanjutan dilakukan. Tumbuhkan komitmen dari anggota tim yang terlibat, demi menciptakan produk yang berfungsi dengan baik.

Tahap 2 – Mengurai masalah

Langkah selanjutnya yang wajib untuk dilakukan adalah menguraikan masalah demi mendapatkan solusi yang tepat. Mulai dari mengumpulkan data, membuat kerangka hingga menentukan tengah waktu untuk produk. Dalam tahap ini biasanya akan lebih ‘chaos’ karena tahap ini yang bakal menentukan langkah paling tepat yang akan diambil oleh Anda sebagai PM bersama dengan anggota tim. Untuk itu lakukan koordinasi dan konsolidasi yang tepat sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya.

Tahap 3 – Membuat desain produk

Tahap berikut ini biasanya sudah tersusun dengan jelas desain seperti apa yang akan dibuat oleh anggota tim. Tugas Anda sebagai PM di sini adalah memastikan desain tersebut sesuai dan tentunya berfungsi dengan baik. Lakukan pengecekan serta pengawasan secara rutin kepada anggota tim yang terlibat, pastikan desain tersebut telah melalui validasi. Tahap ini biasanya masalah atau kendala akan muncul, untuk itu Anda sebagai PM dan anggota tim harus lebih cerdas menentukan solusi yang paling tepat terkait masalah yang bakal dihadapi.

Tahap 4 – Pembuatan

Seiring berjalannya waktu, tidak terasa deadline akan segera tiba, tahap berikut ini akan menjadi penentu seberapa besar keberhasilan akan diraih. Lakukan proses pembuatan secepat mungkin, agar Anda bisa menghemat waktu dan tenaga. Tentunya pembuatan bisa dilakukan setelah tahap sebelumnya telah dilalui dengan baik. Lakukan komunikasi yang lancar dengan anggota tim, karena biasanya pada tahap ini kreativitas akan lebih sulit untuk didapatkan karena proses yang ada.

Tahap 5 – Penyelesaian

Tahap yang satu ini tentunya bakal menjadi penentu apakah produk berfungsi dengan baik, diterima oleh target pasar atau tidak. Sebagai PM Anda wajib untuk memberikan penghargaan serta apresiasi kepada anggota tim yang terlibat, apakah hasilnya bakal berakhir baik atau tidak, terima semua respon yang ada. Karena tahap akhir menjadi pembuktian kerja keras anggota tim yang telah mewujudkan ide awal Anda sebagai PM.

Demikian lima tahap yang Anda butuhkan untuk membuat produk di startup. Sebagai PM, Anda harus bisa menguasai kemampuan umum seperti dalam artikel ini.

Anda bisa memulainya dengan melakukan langkah-langkah tepat untuk menjadi seorang PM yang andal. Setelah itu, pelajari lebih dalam mengenai product management dan peran PM dalam startup. Dengan begitu, Anda akan dapat melakukan lima tahapan di atas dengan mudah dan tanpa hambatan.

Fokus pada Produk Bisa Percepat Startup Dapatkan Pemasukan

Gegap gempita industri startup membuat banyak orang berlomba-lomba membuat dan mengembangkan layanan untuk menggapai peluang bisnis yang ada. Kesempatan tersebut juga dilirik banyak pengusaha baru. Orang-orang ini berlomba-lomba untuk menyelesaikan solusi dengan produk yang mereka kembangkan untuk menjadi lahan bisnis yang menguntungkan. Berikut beberapa tips yang mungkin bisa menjadi acuan para pengusaha baru untuk mendapatkan pendapatan.

Matangkan produk

Untuk mendapatkan uang, baik dari investor maupun dari pengguna pastikan produk sudah dalam posisi matang. Jika masih dalam tahap pencarian market-fit bisa dipastikan akan menjadi usaha yang susah. Ketahui dulu dengan pasti posisi produk Anda. Apa masalah yang ingin diselesaikan dan pengguna seperti apa yang ditargetkan. Ini menjadi penting mengingat investor pun akan berpikir dua kali jika produk yang dikembangkan tidak menyelesaikan apa-apa.

Terlebih lagi pengguna. Pengguna kebanyakan mencari produk yang dekat dengan mereka, dekat dengan permasalahan yang mereka hadapi. Jika produknya masih “mengambang” bagaimana mereka bisa percaya untuk mengeluarkan uang.

Jika sudah mendapatkan produk, lakukan pitching

Tidak ada salahnya untuk mengharap bantuan modal atau investasi pada pihak lain ketika kita mengembangkan bisnis. Namun sebelum itu pastikan produknya sudah benar-benar matang, minimal sudah siap dijual dan teruji dari beberapa pengguna awal. Jika sudah siap jangan ragu untuk segera melakukan pitching.

Di era berkembangnya bisnis digital event networking atau investor lazim diselenggarakan. Tidak ada salahnya untuk mencoba ikut dan melakukan presentasi di sana. Itu baik, minimal bisa membantu mengenalkan produk ke komunitas.

Perhatikan pertumbuhan dan traksi

Traksi yang baik pada bisnis digital menandakan pergerakan positif. Pantau terus pertumbuhan dan traksi yang ada dapatkan. Termasuk penerimaan masyarakat terhadap produk Anda. Jika memang sudah berada dalam posisi baik untuk traksi dan pertumbuhan tidak ada salahnya untuk mendekat ke investor atau masyarakat lain dengan berbagai strategi yang ada. Pada intinya investor maupun pengguna akan sangat memandang produk yang baik dan siap. Untuk itu sebelum memikirkan strategi-strategi lainnya usahakan untuk fokus pada produk.

 

Tiga Cara Tepat Melakukan Riset Pasar untuk Startup

Salah satu cara agar startup Anda terhindar dari kegagalan dan berakhir bangkrutan adalah dengan melakukan uji coba kepada target pasar. Hal ini menjadi krusial terutama jika startup Anda menawarkan produk dan layanan yang terbilang baru, niche dan memerlukan edukasi yang cukup. Artikel berikut ini akan mengupas 3 cara terbaik ketika startup berniat untuk melakukan uji coba kepada target pasar.

Lakukan riset pasar yang paling mendasar

Jika saat ini Anda telah mengetahui dengan baik siapa target pasar Anda, lakukan kegiatan secara langsung kepada mereka, mulai dari bertanya hingga mengumpulkan feedback terkait dengan layanan atau produk yang ingin Anda tawarkan. Dengan demikian Anda bisa mengetahui dengan jelas apa yang mereka suka, tidak suka dan impian yang ingin diwjudkan melalui layanan atau produk Anda. Hindari untuk melakukan riset pasar kepada teman, kerabat atau keluarga, karena mereka hanya mewakili jumlah kecil pasar, dan kurang memberikan feedback yang dibutuhkan.

Selain kepada target pasar, lakukan juga pendekatan dengan calon klien, mitra dan pihak terkait lainnya yang bakal mendukung layanan atau produk yang Anda tawarkan.

Cermati latar belakang kompetitor

Cara lain yang baiknya juga Anda lakukan adalah dengan melakukan pencarian secara online informasi terkini, strategi pemasaran hingga target pasar yang diincar oleh kompetitor Anda. Cari tahu berapa banyak kesamaan dari sisi produk, layanan hingga cara pembayaran yang mereka terapkan. Jika saat ini Anda belum banyak memiliki kompetitor, bisa jadi model bisnis Anda belum di validasi dan kemungkinan besar sulit untuk dikembangkan.

Tawarkan prototipe produk/layanan kepada target pasar (beta test)

Cara terakhir yang bisa dilakukan dalam tahapan uji coba adalah, menawarkan prototipe produk atau layanan kepada target pasar dalam jumlah kecil. Informasikan juga harga, cara pemsanan dan poin-poin penting lainnya kepada mereka. Kumpulkan masukan, kritikan positif hingga negatif dari mereka, agar Anda dan tim bisa melakukan koreksi, penambahan hingga pengurangan fitur yang benar-benar dibutuhkan oleh target pasar.

Pada akhirnya riset pasar yang dilakukan sebelum layanan atau produk siap diluncurkan, bisa membantu startup melancarkan strategi yang tepat kepada target pasar, klien, mitra dan pihak terkait lainnya.

Diferensiasi Bisnis Penting Agar Tidak Tenggelam dan Dilupakan

Menjalankan sebuah bisnis tentu akan akrab dengan yang namanya persaingan. Para pesaing bisa datang dengan berbagai macam konsep, termasuk dengan konsep yang serupa, mirip, bahkan sama persis dengan bisnis yang dikelola. Cara untuk terus berada di permukaan dan mencuri perhatian pengguna adalah dengan menjadi berbeda. Diferensiasi adalah kunci. Tentu diferensiasi dalam konteks yang positif. Apa pun bentuknya diferensiasi harus diupayakan.

Jika inovasi adalah harga mati, diferensiasi adalah bagian dari inovasi. Pembeda ini tidak sebatas menjadi terbaik tetapi menjadi sebuah bisnis yang menawarkan sesuatu berbeda. Menjadi beda ini merupakan salah satu poin penting yang harus dilakukan jika bisnis tidak ingin kalah bersaing dengan kompetitor. Untuk itu penting sekali terus menjaga pandangan atau mengamati perkembangan kompetitor.

Dengan pengamatan yang berkelanjutan terhadap kompetitor, kita bisa membandingkan produk, fitur, atau layanan apa yang kompetitor berikan dan seperti apa respon dari pasar. Kita bisa belajar faktor apa yang membuat produk kompetitor disukai, cari tahu pelajari dan kembangkan untuk produk kita. Kemudian hindari kesalahan-kesalahan apa yang kompetitor perbuat. Sekali lagi proses ini bukan untuk duplikasi, tetapi sebagai bahan pertimbangan untuk mewujudkan sebuah inovasi yang berbeda.

Setelah menemukan titik diferensiasi bisnis, jangan terburu-buru untuk meluncurkan produk baru. Pertimbangkan nilai lebih apa yang didapatkan pengguna. Hal penting yang tidak boleh ketinggalan dari proses diferensiasi adalah validasi pasar. Apa yang pengguna inginkan. Cari tahu apa yang pengguna dapatkan dari perbedaan itu. Jadi tidak asal berbeda, tetapi juga memiliki nilai lebih di mata pengguna.

Memahami diferensiasi produk kita dibanding kompetitor merupakan separuh jalan dari kompetisi untuk menjadi pembeda. Separuh jalan lainnya adalah dengan memberikan pemahaman kepada pengguna mengenai poin utama perbedaan yang dimiliki.

Proses membuat diferensiasi ini bukan proses sekali dua kali, ini merupakan sebuah proses yang panjang. Sebuah perjuangan dalam upaya memenangkan persaingan dengan kompetitor lain. Meskipun posisi bisnis sudah menguasai pasar. Selalu ingat, inovasi atau mati.

Tidak Ada Salahnya Menyerahkan Pengembangan Produk ke Pihak Ketiga

Banyak cara untuk mengembangkan sebuah produk atau layanan. Tak terkecuali produk atau layanan digital. Salah satu caranya adalah dengan memutuskan untuk menyerahkan pengembangan produk ke pihak ketiga, outsourcing atau merekrut pekerja lepas. Ini sangat dimungkinkan terlebih untuk orang-orang berlatar non-teknis yang ingin mengembangkan sebuah produk digital. Saat ini produk atau layanan digital seolah menjadi kebutuhan wajib melengkapi bisnis-bisnis, baik yang sudah berjalan atau yang sedang dirintis.

Bukan pilihan yang buruk untuk menyerahkan pengembangan produk kepada pihak ketiga, yang perlu digaris bawahi adalah seputar kontrol. Produk dalam sebuah bisnis bisa diasumsikan seperti bayi, buah dari bisnis. Jika ingin menyerahkan proses tumbuh kembang si bayi, atau produk, pengawasan dan kontrol adalah mutlak. Memastikan produk dikerjakan dan dirawat dengan baik sangat penting untuk menjaga tujuan dari dilahirkannya sebuah produk. Sekali lagi kontrol dan pengawasan sangat dibutuhkan.

Selain itu pastikan untuk memilik standar ukuran untuk melakukan pengujian. Ini dilakukan semata-mata untuk mengurangi risiko. Pastikan selalu memiliki sumber opini kedua untuk pertimbangan jika terjadi sesuatu dalam produk, itu artinya mempekerjakan lebih dari satu ahli IT atau digital tak masalah, tentu selama tidak mengakibatkan kesehatan keuangan bisnis memburuk.

Perlunya untuk menambah opini kedua ini sejalan dengan konsep “don’t put all your eggs in one basket”. Hal ini bisa diartikan dengan selalu sediakan pilihan kedua. Tanpa bermaksud menyinggung semua pekerja lepas, pekerjaan dari para pekerja lepas tidak seutuhnya bisa diandalkan begitu saja. Pasalnya ini berkaitan dengan jam kerja, pekerja lepas memiliki jam kerja tersendiri, dan itu semua tergantung kontrak, termasuk dengan deadline. Jika ingin mengurangi risiko yang ada pastikan untuk mempekerjakan lebih dari seorang. Hanya untuk memastikan produk dikembangkan dengan semestinya. Bagian penting dari kontrol.

Untuk menjamin kualitas pengembangan dan menghemat anggaran pastikan untuk merekrut orang-orang dengan spesialisasi tertentu. Sehingga apa yang dikerjakan adalah apa yang sangat mereka kuasai. Seperti halnya merekrut ahli di bidang back-end untuk masalah back-end dan ahli di bidang UI/UX untuk masalah front-end. Hal ini juga bisa sedikit banyak mereduksi pengeluaran biaya, karena berkaitan erat dengan beban kerja.

Tapi sebenarnya dalam pengembangan produk yang baik harus melibatkan orang-orang pertama dalam tim, founder. Ini diperlukan untuk menjaga kualitas produk sekaligus memaksa untuk keluar dari zona nyaman dan terus belajar hal-hal baru. Salah satu inti dari menjalankan bisnis, tidak berhenti belajar dan berinovasi.

3 Halangan Terbesar Saat Mengembangkan Produk

Jika membicarakan dunia entrepreneurship, tidak ada peta jalan/roadmap yang pasti. Sebab, setiap entrepreneur punya roadmap masing-masing saat mereka hendak melangkah dari titik A ke titik B.

Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh JD Albert, Direktur Teknik Bresslergroup, diungkapkan ada halangan yang sama dan terus menerus diulangi oleh para pendiri startup. Kebanyakan dari mereka lebih peduli tentang hal-hal yang berkaitan kesempurnaan daripada eksekusinya. Tentu saja, hal tersebut berdampak tidak hanya pada lebih lamanya waktu peluncuran produk, tetapi juga efek samping lainnya seperti produk fit yang lemah. Menurut Albert, ada tiga halangan terbesar dan tips bagaimana menghadapinya:

1. Tahu kapan harus berhenti menambahkan fitur

Selama proses pengembangan produk dan prototipe, seringkali pendiri menambahkan banyak fitur baru entah itu dari keinginan diri sendiri atau saran orang lain. Tapi sebagai pendiri, penting untuk mengatakan tidak atas setiap saran yang masuk. Sebab setiap fitur yang anda masukkan berarti ada tambahan kompleksitas, artinya hal itu akan membuat waktu pengembangan jadi lebih lama.

Sebaliknya, bila produk anda tidak laku tanpa ada penambahan fitur artinya itu bahaya. Itu berarti Anda mungkin belum paham sepenuhnya apa yang bisa membuat produk sukses. Sebaiknya Anda kembali tahap awal yaitu mengembangkan produk yang sederhana dan belajar dari kesalahan sebelumnya. Untuk itu, Anda perlu memposisikan diri sebagai konsumen dan cari tahu apa yang konsumen butuhkan dan apa yang akan mereka beli.

Intinya, Anda tidak perlu memenuhi semua kebutuhan pengguna saat awal produk diluncurkan. Lakukan penambahan fitur bila memang dirasa penting. Perlu Anda ingat bahwa momen terpenting bagi startup adalah saat produk mulai diluncurkan, kemudian berkembang lebih besar lagi ke depannya.

2. Menyeimbangkan pembelajaran produk antara masa pra-peluncuran dan pasca-peluncuran

Anda perlu ketahui apakah mencari produk yang tepat perlu diselidiki secara internal atau perlu bantuan dari pasar. Kemudian, apakah dengan meluncurkan produk yang tidak sempurna bisa membawa pengaruh negatif bagi perusahaan?

Dalam kenyataannya, Anda perlu ketahui ketika produk sampai di tangan konsumen, besar kemungkinannya produk akan disalahgunakan. Banyak produk yang jadi lebih baik setelah diluncurkan di pasar, biasanya terjadi pada versi kedua atau ketiga.

Oleh karena itu, Anda perlu mengembangkan dan meluncurkan produk versi pertama, sekaligus mengatur strategi bagaimana memperbaikinya.

Intinya, yang paling penting ialah bagaimana Anda tahu proses dan memilah seluruh masukan apakah bisa diterapkan ke produk atau tidak. Seluruh proses ini bisa Anda lakukan saat proses pengembangan dari penelitan user atau pasca-peluncuran dari bantuan pasar.

3. Membuat hal-hal jadi benar

Mungkin Anda sering mendengar rencana sebuah startup untuk membuat produknya di luar negeri karena ada pertimbangan biaya yang lebih murah, sehingga solusi tersebut dirasa lebih tepat. Anda perlu tahu, sebenarnya keputusan bisnis itu justru lebih banyak makan waktu karena butuh banyak waktu untuk memastikan selalu kualitasnya. Padahal jarak Anda dengan pabrik jauh sekali. Tentu saja hal ini akan sulit dilakukan.

Solusinya, anda perlu meminimalisir segala detil yang berkaitan dengan kualitas produk. Anda perlu menyediakan uji fungsional untuk memastikan hasil pekerjaan mereka.

Intinya gunakan desain dan spesifikasi. Kedua hal ini selalu bekerja. Selain itu Anda perlu menyediakan metrik sebagai bahasa komunikasi utama. Dengan melakukan hal tersebut, peluang keberhasilan dalam membimbing pabrik untuk bekerja sesuai kemauan Anda akan semakin tinggi.

Mengoptimalkan Performa Tim Pengembang di Startup

Setiap perusahaan rintisan berbasis teknologi atau yang dikenal sebagai startup sangat tergantung perangkat lunak. Baik perangkat lunak sebagai produk atau perangkat lunak sebagai platform. Keduanya memegang peranan penting dalam bisnis. Untuk memaksimalkan penggunaannya, kemampuan merancang jadwal pengembangan dan perbaikannya menjadi kemampuan yang wajib dimiliki startup untuk tetap menjaga kestabilan bisnis dan layanannya, termasuk juga perbaikan atau penambahan yang dibutuhkan. Berikut beberapa tips yang bisa digunakan untuk membuat pengembangan perangkat lunak lebih efektif.

Siapkan pengaturan sprint pengembangan

Untuk memulai menata dan membuat pengembangan menjadi lebih efektif, proses-proses ringan seperti mengidentifikasi fungsi dan keperluan membangun sebuah fitur wajib untuk tidak tertinggal, termasuk prioritasnya. Sprint dimulai dengan melakukan perencanaan untuk apa membangun fitur tersebut. Dilanjutkan dengan membagi menjadi dua bagian berdasarkan prioritas. Apa yang bisa dikerjakan dalam sprint periode ini dan fitur apa yang bisa dikerjakan dalam sprint selanjutnya.

Setelah menentukan fitur mana yang menjadi prioritas, pilihan tersebut harus dikunci dan secara konsekuen akan dikerjakan. Tidak ada yang boleh menambahkan fitur-fitur lain selain disepakati, karena hal tersebut bisa mengganggu timeline kerja. Selain dua daftar fitur yang dipisahkan berdasarkan prioritas, wajib juga memiliki dua buah daftar untuk bug yang juga dipisah berdasarkan prioritas.

Prioritas dan penanganan darurat.

Seperti dijelaskan di poin pertama baik fitur maupun bug harus dipisah dengan menentukan prioritas. Tapi perlu diingat ada pengecualian khusus untuk kasus-kasus yang menyebabkan kestabilan bisnis terganggu. Untuk bug semacam ini mau tidak mau tim harus sesegera mungkin menyelesaikan bug yang ada, karena ini berkaitan dengan pelanggan dan juga tanggal rilis. Pengerjaannya bisa dengan membagi tim atau semacamnya.

Pair programming dan testing

Pair programming dan testing merupakan bagian dari metode agile development yang bisa menghasilkan kualitas kode yang tinggi. Banyak yang melihat pair programming sebagai salah satu metode yang buang-buang waktu dan efektif. Padahal pair programming bisa meningkatkan kualitas kode yang ditulis sekaligus membangun kebersamaan tim yang tinggi. Termasuk juga proses testing, diperlukan untuk menjaga bug yang ada keluar dari zona produksi.

Melakukan refactor

Diakui atau tidak perangkat lunak lama kelamaan akan mengalami penurunan performa. Untuk itu untuk membuat kode menjadi optimal dan kualitas perangkat lunak tetap terjaga melakukan refactor secara berkala perlu dilakukan, bahkan kalau perlu dijadwalkan. Refactor adalah proses memperbaiki struktur internal sebuah sistem perangkat lunak tanpa mengubah fungsionalitas dari sistem. Dalam proses refactor, dilakukan modifikasi perangkat lunak untuk memperbaiki struktur, mengurangi kompleksitas atau untuk membuatnya lebih mudah dimengerti. Tanpa refactor, sebuah program akan semakin rumit dan memerlukan biaya yang mahal jika dilakukan perubahan di tengah jalan.

Membangun tim yang bersemangat dan produktif

Selain masalah teknis masalah psikologis juga berpengaruh. Tim yang akan bersama-sama melakukan sprint pengembangan harus dalam suasana yang kondusif, yang bahagia. Dengan demikian hambatan-hambatan yang ditemui bisa dikerjakan dengan mudah dan tepat waktu karena pikiran anggota tim semua berfokus pada sprint. Diakui atau tidak kondisi dalam tim bisa berpengaruh pada tingkat produktivitas.