Strategi Raiz Invest Jangkau Investor Reksa Dana Pemula

Investor reksa dana di Indonesia saat ini baru sekitar 1,4 juta orang atau kurang dari 1% dari total populasi. Angka ini tertinggal jauh dibandingkan beberapa negara di Asia Tenggara yang porsinya sudah mencapai 20%. Masih banyaknya orang yang belum disentuh sebetulnya adalah kue bisnis yang begitu menggiurkan.

Oleh karena itu, wajar jika semakin banyak pemain investasi reksa dana online. Salah satu yang baru-baru ini meresmikan kehadiran adalah Raiz Invest. Pemain dari Negeri Kangguru itu menegaskan posisinya sebagai aplikasi yang dikhususkan untuk menjangkau pemula yang benar-benar sebelumnya tidak pernah berinvestasi reksa dana.

“Pemain yang lain itu kebanyakan supermarket reksa dana. Dari segi edukasi, ini ada gap karena buat orang awam bagaimana mereka bisa tertarik bila saat masuk ke sana harus memilih produk mana yang sesuai dengan profil risiko mereka, justru makin bingung. Butuh terobosan di sini,” ujar CEO Raiz Invest Melinda N. Wiria kepada DailySocial.

Menurutnya, justru Raiz menjadi pintu awal untuk membentuk kebiasaan, sebelum para investor pemula untuk masuk ke supermarket reksa dana tersebut. Ketika mereka sudah merasa paham, maka bisa melanjutkan ke platform lain.

“Jadi sebenarnya silakan bila pengguna Raiz Invest untuk pindah ke platform lain karena di kami memang didesain untuk mulai bangun kebiasaan berinvestasi buat orang yang benar-benar awam dan nominalnya Rp10 ribu saja untuk memulainya.”

Desain produk menyesuaikan ekspektasi pemula

Dari segi UI/UX, produk, dan opsi pembayaran yang disediakan Raiz diklaim disusun sesuai dengan ekspektasi investor pemula. Pertama, jenis reksa dana yang tersedia hanya ada satu pilihan produk dari manajer investasi.

Sekarang baru tersedia pilihan reksa dana pasar uang, pendapatan tetap, dan saham yang dikelola oleh Avrist Asset Management. Ke depannya, Raiz akan menambah jenis reksa dana lainnya seperti syariah dan dana abadi (endowment fund).

“Kami sengaja tidak sediakan banyak produk reksa dana dari berbagai Manajer Investasi (MI). Dengan nominal kecil, investor bisa learning by doing, langsung masuk ke pasar modal dan merasakan sendiri, sehingga ongkos belajarnya jadi lebih singkat.”

Pemilihan MI, menurut Melinda, tidak sembarang. Karena ekspektasinya harus sesuai dengan apa yang ada di benak investor pemula, maka produk reksa dana yang disediakan harus pas. Ambil contoh, reksa dana tersebut portofolio penempatannya harus dikelola secara pasif.

Bila reksa dana pendapatan tetap, maka produk ini 100% ada di obligasi yang ditaruh di surat hutang milik pemerintah. Alhasil kinerja dari produk ini tercermin secara pasti dan bisa dibandingkan dengan produk deposito yang diterbitkan bank.

“Produk yang kami pilih biasanya tidak pernah masuk 10 besar dari top reksa dana dengan kinerja terbaik. Begitu juga buat reksa dana saham, harus 100% di saham LQ45 semua jadi investor bisa langsung belajar.”

Ekosistem pembayaran di Raiz dibuat sengaja dibuat tertutup untuk meminimalkan beban biaya yang harus dibayarkan pengguna, mengingat minimal investasi di Raiz hanya Rp10 ribu. Perusahaan baru bekerja sama dengan CIMB Niaga untuk gerbang pembayarannya.

Jadi sebelum bergabung di Raiz, investor disyaratkan harus memiliki rekening CIMB Niaga untuk pemindahan dananya. Melinda menyebut pihaknya akan membuka opsi pembayaran lainnya agar memudahkan investor, di antaranya dengan menggandeng aplikasi uang elektronik.

Target Raiz

Sejak meresmikan kehadirannya di akhir Agustus lalu, CMO Raiz Invest Fahmi Arya mengungkapkan aplikasinya telah diunduh lebih dari 2500 kali. Di situ, perusahaan mendapat 200 orang investor baru dan 100 orang lainnya sudah pernah terdaftar sebagai investor reksa dana.

Raiz sebenarnya sudah soft launch pada Maret, diklaim ada 90 ribu calon pengguna (pre-sign up users) menyatakan tertarik untuk bergabung.

Lantaran Raiz tidak fokus sebagai supermarket reksa dana yang parameter pencapaiannya adalah jumlah dana kelolaan, perusahaan justru fokus menambah jumlah pengguna. Fahmi menargetkan sampai akhir tahun bisa tembus di angka 40 ribu orang.

“Sekarang memang fokus bidik orang yang sudah punya rekening bank, tapi nanti mau bidik ke unbanked tapi sudah punya e-money. Makanya dalam waktu dekat akan tambah opsi pembayaran dari pemain non bank,” tambahnya.

Dari segi fitur juga akan ditambah. Rencananya Raiz akan merilis fitur untuk menyasar para perencana keuangan. Fahmi beralasan, fitur ini sebenarnya terinspirasi dari Raiz Invest di Australia. Di sana, aplikasinya banyak dipakai oleh para perencana keuangan untuk bantu klien mereka yang ingin mulai mengatur keuangannya dari awal.

“Untuk fitur ini, kami akan bidik perencana keuangan yang ada di bank. Di sana mereka sudah punya klien sehingga kami dapat lebih mudah penetrasi pasarnya.”

Adapun fitur yang sudah tersedia di Raiz saat ini adalah recurring investment (investasi dengan metode cicilan lewat auto debet); lump sum investment (investasi langsung dalam jumlah tertentu); dan round-up (investasi yang dikumpulkan dari setiap selisih nilai transaksi).

Raiz Invest Aims for Millennials with “Easy Investment” Strategy

Few months after being introduced, PT Raiz Invest Indonesia officially launched their micro-investment service in Indonesia. A web-based platform to tighten its position in the market, including a partnership with PT CIMB Niaga Tbk as a payment option.

Raiz Invest‘s CEO, Melinda Wiria said, their company always aims for millennials, considering the great potential, one-third of the total population or equivalent to 80 million people.

“Millennials have barriers to invest. Aside from the perplexing process, it costs much. We’re here to assist for easy investment and fast track. We can invest without changing lifestyle.”

Currently, Raiz Invest offers three services, Recurring Investment or investment using auto-debit installment, Lump Sum or direct investment at a certain value, and Round-up or investment collected from the transaction change.

In terms of Round-up, every transaction amount will be rounded up to Rp10,000 and collected as an investment, directed to Raiz app.

Raiz Invest’s CMO Fahmi Arya said the collaboration wouldn’t stop at CIMB Niaga. He currently exploring partnerships with two e-money providers.

“Currently the cross-bank transfer still run conventionally or cost an additional fee. Using CIMB Niaga, the small-amount transaction, for example, Rp10,000 won’t be charged. This is what we meant by online investment should be built within a closed ecosystem,” Arya said.

In addition, he also said the company plans to develop a community portal to connect investors with related parties in the investment industry. It’s to accelerate financial inclusion for investors and newcomers.

Raiz Invest, previously Acorns, is an Australian-based fintech company. Post IPO last year, they expand the business to Indonesia. The company aims for 40 thousand users by the end of this year.

Fintech should support first-time investors

Head of Indonesian Investment Advisory Association (IAA), Ari Adil said the fintech era is very important for the rise of some first-time investors in Indonesia. They’re said to be a part of Indonesian Mutual Fund Dealer Association (MFDA).

“In Indonesia, the financial index is the lowest. It’s different with Banking’s high index. It explains that investment literacy rate is very low in Indonesia. Therefore, fintech is very important for user acquisition,” he said on the same occasion.

OJK’s Head of Investment Management Policies Development, Solihin Betas also mentioned the investor rate is increasing since the rise of online investment for the past few years.

“Previously [before online investment], we aim for 5 million investors but failed. Nowadays, the number is increasing, at least 300 thousand new investors appear every day,” he said.

Betas added, to date Indonesian central securities depository (CSD) listed 1,8 million investors in Indonesia. Based on the current achievement, the 2 million-investors target should be achieved by the end of this year.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Raiz Invest Bidik Pasar Milenial dengan Strategi “Investasi Receh”

Setelah diperkenalkan beberapa bulan lalu, PT Raiz Invest Indonesia resmi meluncurkan aplikasi investasi mikronya di Indonesia. Berbasis web, platform tersebut dihadirkan untuk memperkuat posisinya di pasar, termasuk dengan menggandeng PT CIMB Niaga Tbk sebagai mitra pembayaran.

CEO Raiz Invest Melinda Wiria mengungkapkan, sejak awal perusahaan membidik segmen milenial yang pasarnya dinilai sangat potensial, yakni sepertiga dari total populasi atau sekitar 80 juta jiwa.

“Ada barrier mengapa milenial belum mau investasi. Selain proses rumit, investasinya dalam jumlah besar. Kami hadir untuk mengajarkan investasi dalam jumlah receh dan proses cepat. Kita bisa investasi mudah tanpa mengubah gaya hidup,” tuturnya di peluncuran aplikasi Raiz Invest di Jakarta.

Saat ini, Raiz Invest menawarkan tiga portfolio layanan, yakni Recurring Investment atau investasi dengan metode cicilan lewat auto debet, Lump Sum Investment atau investasi langsung dalam jumlah tertentu, dan Round-up atau investasi yang dikumpulkan dari setiap selisih nilai transaksi.

Terkait Round-up, setiap transaksi pembelian yang dilakukan pengguna akan dibulatkan. Pembulatan ini akan dikumpulkan hingga mencapai Rp10.000, kemudian akan dimasukkan sebagai investasi, dan langsung terhubung ke aplikasi Raiz.

CMO Raiz Invest Fahmi Arya mengungkap bahwa kemitraannya tidak akan berhenti pada CIMB Niaga saja. Fahmi menyebut sedang menjajaki kerja sama dengan dua penyedia e-money.

“Selama ini transfer antar-bank masih konvensional atau dikenakan biaya. Dengan CIMB Niaga, pembelian dalam jumlah kecil, misalnya Rp10.000, tidak dikenakan biaya. Ini yang kita kejar bahwa bisnis investasi online perlu dibangun dengan ekosistem tertutup,” ujar Fahmi.

Selain itu, lanjut Fahmi, perusahaan juga berencana untuk mengembangkan portal komunitas untuk mempertemukan investor dengan pihak-pihak yang terlibat dalam industri investasi. Tujuannya tak lain untuk mendorong inklusi keuangan bagi investor dan pemula.

Raiz Invest, sebelumnya Acorns, merupakan perusahaan fintech asal Australia. Pasca-IPO pada tahun lalu, perusahaan memperluas pasarnya hingga ke Indonesia. Perusahaan membidik 40 ribu pengguna hingga akhir tahun ini.

Fintech berperan dongkrak investor pemula

Ketua Asosiasi Penasihat Investasi Indonesia (APII) Ari Adil mengungkap bahwa keberadaan perusahaan fintech sangat berperan mendongkrak jumlah investor pemula di Indonesia. Diketahui, APII juga menjadi bagian dari Asosiasi Penjual Reksa Dana Indonesia (APRDI).

“Di Indonesia, indeks keuangan itu paling kecil. Berbeda dengan indeks perbankan yang tertinggi. Artinya, literasi soal investasi di Indonesia sangat rendah. Makanya, fintech sangat berperan dalam menjangkau masyarakat,” paparnya pada kesempatan sama.

Sementara Kepala Bag. Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Investasi OJK Solihin Betas juga mengakui bahwa perkembangan investor mulai meningkat sejak kemunculan pemain investasi online dalam beberapa tahun belakangan.

“Dulu [sebelum ada pelaku investasi online], kami bidik 5 juta investor baru, tapi gagal. Sekarang jumlahnya meningkat, setidaknya setiap hari ada 300 ribu investor baru,” ungkapnya.

Solihin menambahkan, hingga saat ini data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat sudah ada 1,8 juta investor di Indonesia. Dengan pencapaian saat ini, ujarnya, target 2 juta investor di akhir tahun bisa terealisasi.

Aplikasi Raiz Invest Mudahkan Investasi Reksa Dana dari Sisa Uang Belanja

Menurut data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), sampai Juli 2018 jumlah investor reksa dana di Indonesia baru mencapai 820 ribu orang. Minimnya angka ini sekaligus menjadi peluang untuk digarap pemain fintech, salah satunya adalah Raiz Invest.

Raiz Invest, sebelumnya bernama Acorns, adalah perusahaan fintech dari Australia, sudah hadir sejak Februari 2016. Kemudian berganti nama jadi Raiz Invest pada April 2018. Ekspansi ke Indonesia adalah bagian dari rencana perusahaan pasca IPO di bursa Australia tahun lalu.

CEO Raiz Invest George Lucas mengatakan kehadiran perusahaan dalam rangka ekspansi ke luar Australia. Indonesia dipilih menjadi negara pertama yang disasar karena banyak faktor pendukungnya, selain kondisi geografisnya yang berdekatan.

Indonesia adalah pasar yang bagus untuk mengembangkan ekonomi. Raiz ingin membantu masyarakat Indonesia yang ingin belajar tentang literasi keuangan dan inklusi keuangan lewat smartphone.

“Di Australia, Raiz telah menjadi game changer khususnya bagi kaum milennial dalam menciptakan kebiasaan berinvestasi. Aplikasi Raiz cocok untuk siapapun yang belum memahami investasi atau tidak tahu bagaimana caranya untuk berinvestasi,” katanya, Rabu (6/3).

Tim lokal Raiz disebutkan ada lima orang. Sepenuhnya sistem Raiz di sini akan mengikuti negara asalnya yang menganut open system dan terhubung antar satu pihak dengan API.

Model bisnis Raiz Invest

CMO Raiz Invest Indonesia Fahmi Arya menjelaskan, seluruh transaksi di Raiz nantinya akan berbasis aplikasi. Raiz bekerja dengan mengumpulkan uang pengguna yang diambil dari selisih pembelanjaan. Dana tersebut diambil dari kartu debit atau dompet elektronik yang mereka sambungkan ke aplikasi Raiz.

Nantinya setiap pengguna belanja dengan metode pembayaran tersebut, Raiz akan melakukan pembulatan ke atas untuk setiap transaksi kelipatan Rp5 ribu ke atas. Ketika pembulatan mencapai Rp10 ribu, maka dana tersebut akan diinvestasikan secara otomatis ke produk reksa dana.

Ambil contoh, apabila pengguna belanja sebesar Rp23 ribu, akan dibulatkan menjadi Rp25 ribu sehingga dana yang diambil untuk membeli produk reksa dana adalah Rp2 ribu. Fitur ini disebut cicilan investasi (recurring investment).

Fahmi memastikan dana tidak akan langsung dibelikan satu unit reksa dana apabila belum sampai Rp10 ribu, melainkan baru sekadar dicatatkan saja. Fitur lainnya adalah pembelian secara seketika (lump sum).

Tersedia tiga jenis produk reksa dana yang sudah disesuaikan dengan profil risiko, yakni agresif (reksa dana saham), moderat (reksa dana pendapatan tetap), dan konservatif (reksa dana pasar uang).

Raiz sedang mempersiapkan diri dengan satu bank yang memiliki mobile banking dan dua pemain e-wallet. Apabila tidak ada aral melintang, aplikasinya direncanakan meluncur paling lambat kuartal III/2019.

“Kami ingin pas meluncur nanti aplikasinya sudah benar-benar siap agar pengguna tidak kecewa karena semua transaksi dalam aplikasi ini pakai API, jadinya serba otomatis tidak ada yang manual,” kata Fahmi.

Selain menjadi aplikasi investasi, ke depannya pengguna dapat menjadikan Raiz sebagai media untuk memantau tingkat belanjanya sehingga dapat dievaluasi lebih jauh. Antar pengguna bisa saling berdiskusi mengenai pilihan investasi, atau kebiasaannya itu sudah lebih baik atau belum.

Rencana jangka panjang

Fahmi melanjutkan fokus Raiz Invest adalah menjangkau orang-orang yang belum pernah belum pernah berinvestasi ke reksa dana. Setelah aplikasi dirilis, ditargetkan nilai transaksi (AUM) dapat tembus Rp400 juta setiap harinya sampai akhir tahun ini.

Perkiraan ini diambil dari target pengguna Raiz sebanyak 40 ribu orang. Sedangkan dana yang terkumpul per harinya dari satu pengguna diperkirakan sebesar Rp10 ribu. Secara jangka panjang, Raiz menargetkan dapat menjangkau 400 ribu pengguna pada 2020.

“Bisnis model kami bukan di-drive oleh penerimaan AUM karena minimal investasi di Raiz itu Rp10 ribu saja. Jadi kami bidik target pengguna sebanyak-banyaknya.”

Sembari menunggu aplikasi dirilis, Raiz menyediakan pendaftaran e-mail untuk siapapun yang ingin mendapat info terbaru dari perusahaan. Raiz telah mengantongi izin usaha sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) dari OJK per 10 Desember 2018.

Di Australia saja, Raiz melayani 30 juta transaksi dengan nilai per transaksi AUD $1. Hingga Januari 2019, aplikasinya sudah diunduh lebih dari satu juta kali dan memiliki lebih dari 175 ribu pengguna aktif, 75% diantaranya adalah milenial.