[Review App] Bikin Video Keren di Smartphone dengan KineMaster Pro Video Editor

Video dan foto hampir sulit untuk dipisahkan, karena keduanya merupakan bukti otentik setiap momen bahagia seseorang yang dapat dikolaborasikan, dipisah menjadi album foto dan video yang berbeda. Foto dan video juga kerap menjadi pilihan orang untuk menghiasi akun media sosialnya, dan bahkan video mendapatkan area istimewa lewat layanan berbagi video seperti YouTube, Vimeo dan Dailymotion.

Di sisi pengguna, ada banyak cara yang bisa dipergunakan untuk memproduksi video. Cara yang paling umum dipakai adalah dengan memanfaatkan smartphone. Beberapa lebih serius dengan perangkat kamera dan camcorder, beberapa lainnya memilih kamera aksi. Kemudian setelah video didapatkan, langkah selanjutnya adalah memodifikasi video sehingga menjadi sebuah konten yang layak untuk dikonsumsi oleh orang banyak. Di fase ini, kita membutuhkan aplikasi video editor yang juga tersedia dalam banyak pilihan. Beberapa di antaranya, Camtasia, Windows Movie Maker, dan KineMaster untuk yang dibatasi oleh perangkat, misalnya hanya menggunakan smartphone.

Nah, di kesempatan kali ini saya akan mengulas lebih dalam aplikasi KineMaster, bagaimana cara kerjanya, antarmuka dan lain sebagainya.

Apa Itu KineMaster

KineMaster merupakan aplikasi mobile yang secara khusus dirancang untuk membantu pengguna Android dan iOS untuk memodivikasi video dari video biasa menjadi video yang lebih menarik. KineMaster sendiri diluncurkan oleh sebuah perusahaan yang cukup besar bernama NexStreaming, bermarkas di Seoul, Korea dan memiliki beberapa cabang di seluruh dunia, seperti di Amerika Serikat, Spanyol, Tiongkok dan Taiwan.

NexStreaming Corp terlibat dalam pengembangan perangkat lunak multimedia untuk perangkat seluler di Korea Selatan dan internasional. Perusahaan menawarkan NexPlayer SDK untuk aplikasi seluler, NexPlayer360 SDK untuk aplikasi video 360, NexPlayer untuk streaming HLS dengan perlindungan konten widevine, NexPlayerSTB SDK untuk Android TV dan set-top box; NexPlayer untuk Tizen. NexStreaming juga menyediakan NexPlayer HTML5 untuk memutar dan streaming video di seluruh browser desktop dan seluler termasuk KineMaster, aplikasi edit video seluler profesional yang sedang kita review. NexStreaming Corp didirikan pada tahun 2002 dan KineMaster dilahirkan di tahun 2013 dengan angka pengguna mencapai jutaan orang di platform Android dan iOS.

Interface

Pengembang KineMaster tampanya punya cara pandang yang berbeda dalam hal interface atau antarmuka. Jadi, ketimbang menghabiskan tenaga untuk merancang interface yang bukan elemen utamanya, pengembang lebih memilih untuk fokus pada alat dan fitur yang powerful. Sehingga jangan heran jika pertama kali menjalankan aplikasi KineMaster, Anda hanya mendapati tampilan sederhana berupa empat buah tombol dengan latar belakang berupa gambar berukuran besar yang tampak mendominasi.

review kinemaster_1

Tombol bundar berwarna merah merupakan pintu masuk utama untuk menemukan “inner beauty” sesungguhnya di KineMaster. Tombol ini akan menghantarkan Anda ke pembuatan project baru yang nantinya akan menampilkan seluruh alat editing video yang Anda butuhkan.

Tiga tombol lainnya terdiri dari tombol pengaturan, bantuan dan toko. Menu terakhir memuat berbagai elemen pelengkap misalnya audio yang nantinya bisa Anda unduh sebagai komponen pelengkap project-project yang dibuat.

Screenshot_2018-06-05-09-31-36-385_com.nexstreaming.app.kinemasterfreeScreenshot_2018-06-05-09-31-29-101_com.nexstreaming.app.kinemasterfree

Satu lagi, ketika KineMaster berjalan pertama kali, Anda akan langsung dihantarkan ke mode lanskap, termasuk ketika membuka panel pengaturan. Nah, di sinilah saya menemukan kesan kurang nyaman, karena teks yang tampil di pengaturan terkesan kurang rapi dan profesional. Saya merasa panel ini bisa diperbaiki, misalnya dengan menerapkan desain yang lebih menarik, warna latar dan mungkin sedikit sentuhan animasi dari menu satu ke menu lainnya. Pun begitu, saya tak bermasalah dengan kelengkapannya.

Itu tadi kesan saya untuk antarmuka di bagian utama. Untuk bagian lainnya, KineMaster konsisten untuk fokus pada fungsionalitas ketimbang memanjakan mata pengguna. Pun demikian, antarmuka jeroan KineMaster tak sepenuhnya jelek. Tapi benar, butuh sentuhan artistik untuk lebih menonjolkan kesan manis, paling tidak agar tak terlihat terlalu kaku.

Screenshot_2018-06-05-09-44-40-801_com.nexstreaming.app.kinemasterfree

 

Fitur-fitur KineMaster

Sekarang, mari kita lihat apa saja fitur-fitur yang dimiliki KineMaster.

Project AssistantScreenshot_2018-06-05-09-31-56-044_com.nexstreaming.app.kinemasterfree

 

Ketika pertama kali membuat project, KineMaster akan menawarkan dua tipe project, yang pertama adalah Project Assistant dan yang kedua Empty Project. Keduanya sama-sama untuk membuat project editing video baru, bedanya Project Assistant menawarkan bantuan dengan rangkaian proses pembuatan video yang sistematis sehingga jauh lebih mudah untuk pengguna baru. Di Project Assistant, KineMaster akan memandu Anda mulai pemilihan video, tema, memasukkan video, filter, teks dan lain sebagainya hingga menjadi video akhir yang cantik.

Dukungan Berbagai Media

Screenshot_2018-06-05-09-33-32-543_com.nexstreaming.app.kinemasterfree

Meskipun tidak mendukung semua jenis video, namun KineMaster sejauh ini mengakomodir hampir sebagian besar video yang direkam oleh smartphone. Input media di KineMaster juga terbilang mudah, meskipun Anda tidak dapat memilih sumber media, apakah dari memori internal atau eksternal. Seluruh media akan ditampilkan di jendela yang sama, namun dipisah berdasarkan folder dan tiga buah folder ekstra mencakup Background, Favorite danCloud Storage. Sisanya adalah folder yang ada di memori perangkat.

Tema

Screenshot_2018-06-05-09-35-08-383_com.nexstreaming.app.kinemasterfree

 

Fitur ini juga membantu pengguna baru KineMaster, di mana ada empat pilihan tema, antara lain Basic, On-Stage, Serene dan Travel.

Teks

Screenshot_2018-06-05-09-41-42-790_com.nexstreaming.app.kinemasterfree

 

Berikutnya, KineMaster juga menawarkan opsi untuk menambahkan teks ke dalam video. Pilihan teks mencakup untuk pembuka dan penutup, di mana masing-masing teks dapat diatur lebih jauh dengan memilih warna dan juga jenis teks yang sesuai selera pengguna.

Audio

Tak lengkap rasanya jika aplikasi edit video sekelas KineMaster tidak punya fitur suara latar. Untuk membedakan diri dengan aplikasi lainnya, KineMaster punya rentang pilihan yang lebih luas, di mana pengguna bisa memilih sumber yang dirasa paling pas untuk mereka. Misalnya, ada opsi Music Assets dari toko, kemudian SFX Assets, rekaman, lagu dari memori perangkat, album, artis bahkan genre dan tambahan menu folder jika pengguna mempunyai referensi dari perangkat lokal mereka.Screenshot_2018-06-05-09-35-51-529_com.nexstreaming.app.kinemasterfree

 

Selain menawarkan opsi sumber audio yang lebih lengkap, KineMaster juga memungkinkan pengguna untuk mengatur seberapa nyaring suara latar, bagaimana video pertama kali muncul dan berakhir, kemudian durasi penayangan untuk jenis konten foto.

Tool Editing yang Lengkap

Sekarang, kita lihat fitur juaranya. Di bagian ini, kemampuan KineMaster yang sesungguhnya akan terlihat. Di saat video sudah diinput, audio juga sudah dipilih dan teks sudah diketikkan, semua bagian-bagian itu akan dikumpulkan menjadi satu di jendela editing utama. Di jendela ini, ada banyak sekali hal yang akan berlangsung. Pertama kali berada di jendela ini, saya butuh sekitar 30 menit untuk memahami cara kerjanya dan apa fungsi untuk masing-masing tombol yang ada.

Screenshot_2018-06-05-09-41-01-538_com.nexstreaming.app.kinemasterfree

 

Jadi, ada beberapa fitur yang saya jumpai. Agar lebih mudah, saya hanya akan membuat daftar lengkapnya dengan istilah yang saya pahami. Bahasa aslinya mungkin saja berbeda.

  • Dukungan banyak layer
  • Voice over
  • Playback
  • Sharing
  • Cut, Copy, Crop
  • Filter warna
  • Color adjustment
  • Vignette
  • Trimming
  • Split
  • Rotate
  • Record dari kamera dan camcorder
  • Drag and Drop
  • Capture frame
  • Duplicate
  • Undo/redo

Kesimpulan

Cukup sulit jatuh cinta dengan KineMaster sebelum benar-benar merasakan kehebatan fitur-fiturnya. Anak muda zaman sekarang yang cenderung menilai sesuatu dari pandangan pertama mungkin akan kesulitan untuk menyukai KineMaster di menit-menit awal. Saya sendiri pertama kali menggunakan KineMaster merasakan kesan kaku yang kuat. Tapi, kesan itu memudar ketika masuk ke jendela editing utamanya. Jadi, jika boleh memberi masukan, akan sangat bagus jika pengembang KineMaster melakukan rombakan di sisi interface. Bagaimana caranya agar interface utamanya terlihat cantik dan tidak kaku.

Performa juga membuat saya merasa cocok dengan KineMaster. Ukuran berkas terbilang ringan, hanya 25MB, dan kinerjanya selama saya gunakan di smartphone Redmia 5A, terbilang sangat mulus.

Sparks

  • Ukuran file yang kecil
  • Performa mulus
  • Fitur sangat lengkap
  • Fitur Project Assistant sangat membantu pengguna baru

Slacks

  • Interface terkesan kaku
  • Sulit mengubah ukuran teks
  • Sumber media yang menjadi satu menyulitkan pemilihan berkas video
  • Tidak ada tombol back di tipe Project Assistant, sehingga menimbulkan keraguan saat ingin kembali ke proses sebelumnya.
Application Information Will Show Up Here

[Review] Logitech G512 Carbon, Keyboard Gaming Elegan Untuk Menangani Beragam Permainan

Nama Logitech akan selalu dibahas ketika gamer sedang mencari gaming gear bermutu dan terjangkau. Meski begitu, mereka tak selalu menawarkan produk ‘ekonomis’. Perusahaan asal Swiss ini juga tak jarang memproduksi periferal premium, dam jika bersedia memilihnya, uang yang Anda keluarkan senilai dengan apa yang akan didapatkan. Salah satu contohnya ialah G512 Carbon.

Logitech G12 Carbon adalah papan ketik mekanis high-performance yang dibangun berlandaskan desain G413 dan G513. Keyboard menawarkan tiga jenis profil switch racikan Logitech sendiri, yakni Romer-G; terdiri dari opsi tactile, linier dan switch baru GX Blue. Selama hampir sebulan, saya diberikan kesempatan oleh tim Logitech Indonesia untuk menjajal langsung G512 Carbon bersenjata Romer-G Linear.

Melihat profil dan menakar dari pengalaman penggunaannya, Romer-G Linear dispesialisasikan untuk menangani judul-judul yang menuntut refleks serta keakuratan tinggi. Tapi secara mengejutkan, saya juga tidak menemukan ada yang bisa dikeluhkan dari G512 Carbon ketika menggunakannya sebagai alat penunjang kerja. Silakan simak ulasan lengkapnya di bawah.

 

Desain

Tren desain hardware dan periferal gaming belakangan kembali mengalami perubahan. Beberapa brand memang tetap mempertahankan keunikan karakteristik rancangan produknya, namun desain simpel kembali menjadi ‘standar keren’ terkini, dan arahan inilah yang diusung Logitech dalam meramu G512 Carbon.

G512 25

G512 11

Melalui pemanfaatan pelat aluminium 5052 (kelas pesawat terbang) brushed kelabu di sisi atas, keycap dan tubuh berwarna hitam, dipadu dengan potongan persegi dan ujung membundar yang tampak sederhana, Logitech berhasil menonjolkan kesan elegan dan industrial – tema desain yang jadi favorit saya. Alasannya sederhana: pendekatan ini membuat G512 fleksibel dan netral, tetap pas jika disandingkan dengan PC stylish di ruang kerja minimalis ataupun menemani komputer monster custom rakitan Anda.

G512 13

G512 15

G512 Carbon adalah keyboard full-size berdimensi 455x132x34mm berbobot 1,1-kilogram. Berpedoman pada konsep minimalis, G512 Carbon disajikan tanpa wrist rest, tapi karena poisisi papan plus keycap yang tidak terlalu tinggi, saya tidak menemui masalah saat mengetik/bermain dengan menempatkan telapak tangan langsung di atas meja. Tingkat kemiringannya bisa Anda tambah lagi dengan menarik kedua kakinya dari slot. Itu artinya, menentukan tinggi kursi dan meja yang pas sangat penting buat mendapatkan posisi ternyaman.

G512 8

G512 9

Layaknya periferal gaming modern,  G512 Carbon tak lupa dilengkapi sistem pencahayaan LED RGB – baik di tombol serta lampu indikator Caps Lock dan G-key. Satu-satunya branding Logitech dibubuhkan secara halus di pojok kanan atas lewat huruf ‘G’ yang khas. Anda bisa menemukan slot USB pass-through di bagian atas area tersebut, dan dengannya, Anda dipersilakan mencolokkan mouse sampai mengisi ulang baterai smartphone.

Logitech G512 Carbon.

G512 12

Namun berkiblat pada tema simpel mungkin tidak sepenuhnya disukai gamer: keyboard ini tak mempunyai tombol multimedia dan utility mandiri, mengharuskan kita menggunakan kombinasi dua tombol keyboard buat mengatur volume, mengaktifkan fungsi play/next/previous/stop, mengubah pola serta kecerahan RGB hingga menyimpan profile.

G512 22

G512 Carbon tersambung ke PC melalui kabel braided berkepala USB sepanjang 1,8-meter. Di area mendekati ujung, kabel ini bercabang jadi dua, salah satunya digunakan untuk mentenagai RGB. Saya paham alasan mengapa sejumlah produsen memproteksi bagian kabel periferal mereka dengan lapisan kain braided, tapi efeknya, kabel tersebut jadi sangat kaku.

G512 7

G512 6

 

RGB dan Logitech Gaming Software 9.00

G512 Carbon bisa segera bekerja begitu Anda menyambungkan kedua colokannya ke slot USB 2.0 selama PC Anda berjalan di platform Microsoft Windows (7 sampai 10). Namun seluruh potensi dan teknologi dari keyboard ini baru terbuka lebar begitu Anda menginstal Logitech Gaming Software.

G512 1

Di versi terbarunya,9.00, Anda dipersilakan mengonfigurasi macro, menyala-matikan tombol tertentu (tombol Windows misalnya), hingga mengutak-atik pencahayaan RGB. Ketika software ini pertama kali dibuka, ia akan memindai permainan-permainan kompatibel yang ada di PC. Di sistem saya, LGS segera mendeteksi Assassin’s Creed Origins, Overwatch dan Titanfall 2. Dan Anda bisa mengustomisasi fungsi-fungsi spesifik masing-masing game lebih jauh lagi via aplikasi.

G512 2

G512 4

Logitech Gaming Software juga menyediakan tool analisis menarik, mempersilakan Anda mencari tahu tombol-tombol apa saja yang paling sering digunakan. Fitur ini bisa diterapkan saat Anda bekerja ataupun ber-gaming.

G512 5

Sebagai pengguna ‘awam’, Logitech Gaming Software lebih banyak saya habiskan untuk mengoprek warna-warni RGB di G512 Carbon. Baru dengan software ini Anda akan menyadari bahwa keyboard mengusung sistem RGB per-key. Dan jika kebetulan Anda punya periferal Logitech G lain, pencahayaan red-green-blue-nya bisa diselaraskan melalui fitur Lightsync.

G512 3

Penggemar utak-atik pasti akan tersenyum girang: Logitech sudah menyiapkan banyak sekali opsi pola, dan Anda dibebaskan buat mengubah hampir seluruh aspek di sana; misalnya, menentukan sendiri warna tiap tuts, memilih efek (dari mulai key press, riak, perputaran warna, ripple) serta mengubah kecepatan transisinya. Sejauh ini favorit saya ialah pola datafall ala The Matrix.

G512 24

 

Romer-G Linear dan pengalaman penggunaan

Buat Anda yang kurang familier dengan switch mekanis buatan Logitech ini, Romer-G Linear memiliki karakteristik hampir serupa Cherry MX Red: tidak ada sensasi clicky dan ringan. Romer-G Linear mempunyai actuation force (resistensi) di 45gf, namun jarak ke titik actutation dan jarak total tempuh tombol lebih pendek, masing-masing 1,5mm serta 3,2mm. Mungkin inilah alasan mengapa G512 Carbon lebih nyaman digunakan untuk mengetik dibanding Corsair K63 yang jadi andalan saya selama ini.

G512 21

Beberapa orang mungkin mengasosiaikan switch mekanis linier dengan game-game MMO dan action. Namun bagi saya, varian ini juga ideal buat menikmati permainan shooter bertempo cepat. Beberapa game FPS yang saya gunakan untuk mengujinya antara lain Titanfall 2, Far Cry 5 dan Quake Champions.

G512 14

Dengan gembira saya informasikan, G512 Carbon sekali tidak memerlukan proses adaptasi. Segala hal di sana terasa familier: penempatan tombol, hingga ukuran dan tinggi keycap-nya. Saya segera tahu bagian mana di jari kelingking yang dibutuhkan untuk menekan Ctrl buat menunduk, serta jarak ke tombol tertentu untuk mengaktifkan suatu skill. Resistensi tiap tuts-nya juga konsisten – tidak ada yang lebih empuk atau lebih keras dari tombol lain, termasuk pada tombol lebar seperti Space dan Shift.

G512 18

G512 17

G512 Carbon ditunjang oleh fitur anti-ghosting 26-key rollover, menjanjikan kemampuan meregistrasi 26 input tombol secara bersamaan. Kecuali Anda gamer paling hardcore, jarang sekali kita menekan lebih dari enam tombol berbarengan.

G512 16

Keycap terpasang dengan mantap di posisinya, dan saya tidak menemukan satu pun yang bergerak di luar batas kewajaran. Daya tahan pemakaian Romer-G Linear ini dijanjikan sangat lama, hingga 70 juta kali tekan – kurang lebih 40 persen lebih awet dibanding switch mekanis ‘standar’ berdasarkan uji coba Logitech. Perlu diketahui bahwa slot keycap G512 Carbon berbeda dari slot di keyboard Cherry MX, jadi Anda tidak bisa menukarnya sembarangan.

G512 19

Bagian keycap tersebut terbuat dari bahan plastik ABS dengan tekstur doff halus. Permukaannya terasa mulus sewaktu ujung jari menyentuhnya. Cat hitam diimplementasikan ke seluruh keycap, termasuk pada sisi dalam. Seperti keyboard bertombol ABS lainnya, saya sangat menyarankan Anda untuk menjaga kebersihan G512 Carbon karena bekas minyak – baik dari tangan maupun makanan – dapat menyebabkan keycap jadi mengilap secara permanen.

G512 23

Satu kekurangan yang saya temukan di G512 Carbon berhubungan dengan konsep minimalisnya, yaitu absennya tombol pengaturan fungsi multimedia dan utility dedicated. Untuk mengatur volume saat bermain, saya harus menggunakan kedua tangan buat menekan FN dan Sroll Lock/Pause; begitu pula ketika mengatur brightness atau mengubah pola RGB tanpa Logitech Gaming Software.

G512 20

 

Konklusi

Di jajakan di harga Rp 1,8 juta, Anda mungkin bisa menemukan keyboard gaming racikan kompetitor yang tidak kalah canggih dari Logitech G512 Carbon. Namun buat saya, bagian desain merupakan aspek yang paling menonjol dari produk ini. Kemampuan G512 dalam menjadi rekan Anda menikmati game tak perlu dipertanyakan, tapi penampilannya juga ‘tidak berlebihan’ sewaktu disandingkan bersama perangkat kerja.

Meski demikian, memang ada sejumlah aspek yang masih dapat diperbaiki. Masalah ketiadaan tombol utility dedicated bisa dimaklumi, tapi saya harap Logitech menemukan alternatif koneksi wired selain menggunakan kabel braided yang keras dan kaku di sana. Saya tidak keberatan jika produsen menukarnya dengan kabel karet lentur ala Zowie.

Dengan penyajian plug-and-play tanpa mengurangi keleluasaan kustomisasi, Logitech G512 Carbon siap menjadi pertimbangan bagi kalangan gamer kelas antusias yang ‘tak mau ribet’ serta menginginkan keyboard gaming berkualitas tinggi.

G512 10

 

Sparks

  • Desain elegan dan fleksibel untuk menemani beragam jenis PC
  • Akurat, nyaman, empuk, responsif
  • Plug-and-play
  • LGS memberikan keleluasaan kustomisasi
  • Ada slot USB pass-through serbaguna

 

Slacks

  • Tidak bisa bebas menukar keycap dengan produk third-party
  • Kabel braided kaku, tenunan dapat rusak jika Anda sembarangan menekuknya
  • Harganya tergolong mahal

[Review] Asus Zenfone 5, Android Semi Flagship Rasa iPhone X

Lahir di konferensi MWC 2018, Asus Zenfone 5 memang cukup menyita perhatian pecinta gadget. Smartphone ini sangat prima dalam beragam aspek, mulai dari desain kekinian dengan notch, lebih kaya fitur dengan ZenUI versi 5, kemampuan dual-camera didukung artificial intelligence (AI), hingga performa powerful berkat penggunaan chipset Snapdragon 636.

Nah yang lebih menggiurkan lagi adalah harganya yang terbilang sangat kompetitif. Di Indonesia, Asus Zenfone 5 (ZE620KL) varian RAM 4GB dan ruang simpan 64GB dibanderol Rp4,3 juta. Sangat menggoda bukan?

Menurut Asus, sematan AI menjadikannya tidak hanya sekedar smartphone, tetapi juga pendamping Anda yang lebih pintar. Smartphone atau ponsel pintar yang lebih cerdas, mari kita ulas bersama, inilah review Asus Zenfone 5.

Unboxing Asus Zenfone 5

Review-Asus-Zenfone-5-1

Kemasan Asus Zenfone 5 (ZE620KL) tampil dalam dominan warna biru tua dan membawa dengan tagline ‘we love photo’. Unit yang saya review berwarna midnight blue. Isi kotak penjualan perangkat ini sangat lengkap, meliputi:

  • Unit Asus Zenfone 5
  • Adapter charger 2A
  • Kabel data USB Type-C
  • Headset
  • Silicon case
  • SIM ejector
  • Buku panduan dan garansi

Desain Glass-like

Review-Asus-Zenfone-5-11

Harus diakui, Zenfone 5 punya tampang yang kece. Ada tiga hal yang mendukung tampilan visualnya. Pertama ialah berkat kehadiran notch di pucuk layar dan yang kedua – bezel samping yang tipis, di mana sekitar 83,6 persen bagian muka dihuni oleh layar.

Nah yang ketiga body Zenfone 5 dibuat dari perpaduan kerangka aluminium dan berlapis kaca 2.5D curve glass di sisi depan dan belakang.

Review-Asus-Zenfone-5-3

Bagian punggungnya sendiri menggunakan material Thermoplastic Polyurethane (TPU) dengan sentuhan akhir meniru kaca atau glass-like. Jadi, tetap menyuguhkan kesan premium sekaligus punya ketahanan yang baik.

Secuail bezel di pucuk layar merupakan rumah bagi kamera depan 8-megapixel dan sejumlah sensor. Berbalik ke belakang, kamera ganda 12-megapixel + 8-megapixel diposisikan secara horizontal, sensor sidik jari juga tersemat di belakang.

Sementara, atribut seperti tombol power dan volume berada di sebelah kanan. Sedangkan tray kartu seluler dan microSD bersifat hybrid ada di sebelah kiri.

Review-Asus-Zenfone-5-2

Bergerak ke sisi bawah, di sana ada jack audio 3.5mm, port USB Type C, microphone utama, dan speaker. Sedangkan di sisi atas hanya terdapat microphone sekunder.

Layar All-Screen 6,2 Inci

Review-Asus-Zenfone-5-12

Zenfone 5 mengusung all-screen display 6,2 inci dengan resolusi Full HD+ 1080×2246 piksel (402 ppi). Aspek rasio 19:9 yang dikenakan memuatnya mampu menampilkan lebih banyak informasi tapi dalam ukuran yang tetap nyaman untuk dipegang.

Layar IPS-nya mendukung warna DCI-P3, membuat tampilan foto, video, film, dan game terlihat lebih menarik. Kita juga bisa mengatur warna tampilan layar lebih lanjut dengan fitur Splendid.

Review-Asus-Zenfone-5-22

Dengannya, kita mengurangi tingkat cahaya biru agar lebih nyaman dalam melihat di malam hari, menyesuaikan pengaturan tampilan untuk membuat warna lebih hidup, dan mengatur suhu warna sesuai dengan kebutuhan dan preferensi sendiri.

Kemudian ada fitur berbasis AI yang disebut ‘smart screen on‘, di mana layar smartphone tidak akan mati dengan sendirinya pada saat Anda sedang menatapnya.

Bagi Anda yang menggunakan ‘face unlock‘ untuk membuka kunci layar, fitur ‘lift to check phone‘ bisa Anda aktifkan – cukup angkat smartphone dan senyum kearahnya maka smartphone bisa langsung terbuka.

Satu lagi, ada fitur ‘navigation bar‘. Dengannya kita bisa mengatur layout tombol navigasi dan menyembunyikannya sehingga seluruh layar smartphone ini didedikasi untuk konten.

ZenUI 5.0

Zenfone 5 berjalan pada OS Android 8.0 Oreo dengan sentuhan ZenUI versi 5.0, user interface-nya dirancang lebih simpel dan mudah digunakan. Beragam cara disediakan Asus untuk mengoperasikan Zenfone 5.

Pada homescreen misalnya, cara dasarnya adalah cukup usap dari bawah ke atas untuk menampilkan menu utama dan usap dari atas ke bawah untuk membuka jendela notifikasi.

Bisa juga pakai ‘fingerprint gesture‘, usap sensor pemindai sidik jari di belakang untuk mengakses notifikasi dengan cepat.

Cara lebih keren, aktifkan ‘ZenMotion’. Di mana bila kita melakukan double tap pada layar akan mematikan dan menyalakan layar, atau usap dari bawah ke atas untuk menyalakan layar.

Ada juga fitur ‘gestures on dark screen‘, shortcut untuk membuka aplikasi tertentu dengan gerakan. Ada enam shortcut yang disediakan dan bisa diubah target aplikasinya, cukup tuliskan w, s, e, c, z, dan v.

Review-Asus-Zenfone-5-32

Asus telah melakukan bersih-bersih, ZenUI 5.0 minim bloatware tetapi tetap kaya akan fitur. Yang baru dari Asus ada ZenMoji seperti Animoji di iPhone X.

Dengan ZenMoji kita bisa menggunakan wajah avatar yang lucu tetapi menggunakan suara sendiri, ekspresi yang lucu, dan pergerakan kepala. Namun saat ini hanya tersedia tiga avatar saja dan hasilnya bisa bagikan langsung ke Facebook, Instagram, YouTube, dan lainnya.

Review-Asus-Zenfone-5-34

Buat yang doyan gaming, fitur ‘game genie‘ memudahkan Anda merekam gameplay atau live streaming dari game yang dimainkan hingga 1080p. Audio-nya bisa dipilih dari game atau microphone.

Review-Asus-Zenfone-5-37

Tak ketinggalan, ada fitur face unlock atau face recognition yang memungkinkan Anda untuk membuka Zenfone 5 dengan hanya melihatnya saja.

Dual Camera dengan AI

Review-Asus-Zenfone-5-17

ZenFone 5 dibekali sistem dual-camera dengan fitur-fitur bebasis AI. Lensa utamanya 12-megapixel dengan sensor Sony IMX363 (f/1.8, 24mm, 1/2.55″, 1.4µm, PDAF) dan juga lensa wide-angle 120 derajat pada kamera kedua 8-megapixel (f/2.0, 12mm, 1/4″, 1.12µm). Proses jepretannya didukung oleh teknologi phase detection autofocus, gyro EIS, dan dual LED flash.

User interface aplikasi kamera Zenfone 5 juga tak luput dari penyederhanaan, kita bisa beralih dengan mudah ke mode standar dan mode wide-angle yang optimal untuk menjepret pemandangan alam, suasana perkotaan, pantai, dan foto keluarga beramai-ramai.

Pada posisi landscape, di sebelah kanan dari atas ada preview foto, beralih ke kamera depan maupun belakang, tombol shutter foto, shutter video, dan beralih cepat ke mode pro maupun auto.

Kemudian di sebelah kiri dari atas ada akses untuk mengaktifkan LED flash, timer, mode portrait untuk membubuhi depth effect, aspek rasio foto dengan pilihan 1:1, 4:3, 16:9, atau 18:9, mode HDR, dan pengaturan kamera.

Pada pengaturan kamera, kita bisa mengatur resolusi (tergantung dari rasio foto yang dipilih), hasil foto bisa disimpan dalam format RAW, kemudian kita bisa memilih focus mode ke smart auto-focus, continuous auto-focus, atau infinity. Serta, memilih metering mode ke center-weighted atau average.

Salah satu fitur yang sangat diunggulkan adalah AI Scene Detection, kamera Zenfone 5 menggunakan teknologi AI untuk menganalisis subjek dan mencocokannya dengan 16 scene detection. Setelah itu, kamera akan memberikan pengaturan yang sesuai.

Kembali ke UI kamera, pada mode auto – usap dari atas ke bawah untuk memberi filter efek dan usap dari bawah ke atas untuk menampilkan beragam mode lain yang tersedia. Mulai dari beauty, super resolution, panorama, time lapse, auto, pro, GIF animation, dan slow motion.

Review-Asus-Zenfone-5-44

Di mode pro, kita bisa dengan leluasa mengatur white balance dari 4500K – 7500K, exposure dari -2 sampai +2, rentang ISO 25 – 3200, shutter speed dari 1/50 – 32s, AF atau MF.

Review-Asus-Zenfone-5-39

Nah yang paling membuat saya terkesan adalah kemampuan perekam videonya. Bisa rekam video dalam format 4K, video 18:9, Full HD 60fps dan 120fps.

Berikut beberapa hasil bidikan Asus Zenfone 5:

Performa – Semi Flagship

Zenfone 5 adalah smartphone semi flagship yang diperkuat chipset high-tier Snapdragon 600 series terbaru yakni mobile platform Snapdragon 636. Berikut susunan hardware Zenfone 5:

  • Sytem-on-chip Qualcomm SDM636 Snapdragon 636
  • CPU Octa-core Kryo 260
  • GPU Adreno 509
  • RAM 4GB
  • ROM 64GB
  • Baterai Li-Ion 3300 mAh

Di Antutu, Zenfone 5 meraih skor 138.699 poin, di PCMark Work 2.0 sebesar 6.241 poin, di 3DMark Sling Shot mencetak 1.487 poin, serta di Geekbench 4 single-core 1.509 poin dan multi-core 5.372 poin.

Kinerja Zenfone 5 juga turut dibantu teknologi AI. Bila membutuhkan tenaga lebih, kita bisa mengaktifkan fitur AI Boost yang akan mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada untuk memastikan ZenFone 5 dapat menjalankan aplikasi ataupun game yang berat sekalipun dengan lancar.

Selain itu, ZenFone 5 mengadopsi AI learning yang akan mempelajari kebiasaan kita sehingga sistem akan memprediksi aplikasi yang akan Anda gunakan berikutnya. Sehingga aplikasi dapat dibuka dengan cepat dan perpindahan dari satu aplikasi ke yang lain bisa dilakukan dengan smooth.

Untuk bermain game PUBG Mobile, Zenfone 5 mampu menyuguhkan grafik HD dan frame rate high. Sementara, game Arena of Valor tak hanya menyajikan  kualitas tampilan max, kualitas partikel max, dan resolusi HD, tapi juga high frame rate mode.

Verdict

Review-Asus-Zenfone-5-14

Menimbang apa yang ditawarkannya dengan harga Rp4,3 juta, saya yakin Asus Zenfone 5 merupakan salah satu smartphone kelas menengah terbaik.

Statusnya sebagai smartphone semi flagship memang terkesan ‘kentang’, karena bila Anda sediakan uang Rp6,5 juta – Anda bisa berinvestasi lebih baik dengan smartphone flagship sesungguhnya yakni Asus Zenfone 5Z yang berdapur pacu Snapdragon 845 atau Nokia 8 dengan Snapdragon 835.

Selain itu, di rentang harganya – Asus juga tak sendirian. Di sana Zenfone 5 harus melawan ketat dengan Oppo F7, Vivo V9, serta Samsung Galaxy A6 dan A6+.

Sparks

  • Desain kekinian 
  • Dual camera dengan AI, mode portrait, dan wide-angle
  • Performa apik dengan Snapdragon 636

Slacks

  • Layar notch tiru iPhone X?
  • Punggung bukan sepenuhnya kaca tapi campuran plastik (TPU)

[Review] SPC Mobile L54 Optima, Smartphone FullView Display Rp800 Ribuan

Meski pasar ponsel di Indonesia diserbu smartphone, namun harus diketahui bahwa kepemilikan feature phone yang memakai jaringan 2G masih cukup besar di penjuru Tanah Air.

Ada jarak antara harga feature phone dan smartphone entry-level, celah itulah yang digarap oleh vendor ponsel lokal SPC Mobile. Mereka menargetkan para pengguna feature phone yang tinggal di daerah kota kedua untuk beralih ke smartphone.

Setelah merilis SPC L53 Selfie, SPC Mobile berupaya tetap konsisten meluncurkan smartphone baru dengan harga ekstra terjangkau – Rp800 ribuan yakni L54 Optima. Kali ini sudah dikemas dalam desain layar FullView aspek rasio 18:9 dan sudah mendukung konektivitas 4G tentunya.

Penasaran apa yang ditawarkan oleh smartphone Android buatan lokal ini? Berikut review SPC Mobile L54 Optima selengkapnya.

Unboxing SPC Mobile L54 Optima

Review-SPC-Mobile-L54-Optima-18

Paket penjualan SPC L54 Optima sudah dibekali aksesori yang terbilang lengkap. Anda tak perlu lagi membeli screen protector karena sudah terpasang dan silicon case sebagai pelindung smartphone.

  • Unit SPC L54 Optima
  • Adapter charger 1A
  • Kabel data microUSB
  • Earphone
  • Silicon case
  • Screen protector
  • SIM Ejector
  • Buku panduan dan garansi

Desain SPC L54 Optima

SPC L54 Optima mengusung layar berukuran 5 inci dengan aspek rasio 18:9 dan sudah berlapis kaca lengkung 2.5D dipermukaan layarnya. Alhasil, smartphone ini tampil lumayan kece dan mungil dengan body yang agak memanjang tapi terasa terlalu sempit.

Meski membawa embel-embel layar ‘FullView‘, desain SPC L54 Optima justru masih mengadopsi ‘konsep lama’ dan berbodi tebal dengan material plastik. Di mana back cover dan baterainya bisa dilepas.

Imbasnya, kesan ‘jadul’ menjadi tak terelakkan tapi hal ini masih bisa dimaklumi mengingat device ini menyasar segmen low-end. Biarpun begitu, desain sederhana ini masih cukup ergonomis.

Lebih detail, pada bagian muka masih ditemui bezel samping, dahi, dan dagu yang cukup lebar. Di atas layar tersemat kamera depan 8-megapixel dan earpiece. Sementara bagian bawah layar terlihat kosong, tombol navigasi telah berpindah ke dalam layar.

Berbalik ke belakang terdapat kamera 8-megapixel ditemani LED flash dan speaker di pojok kanan bawah. Tombol power dan volume berada di sisi kanan, microphone di sisi bawah, kemudian port microUSB dan jack audio 3.5mm berada di sisi atas.

Untuk mengakses dua slot kartu seluler berbentuk nano SIM dan slot microSD yang bisa menampung hingga 32GB, kita harus membuka back cover.

Layar FullView 5 Inci

Review-SPC-Mobile-L54-Optima-17

Layar FullView 5 inci dengan aspek rasio 18:9 menjadi salah satu unique selling point yang diunggulkan oleh SPC L54 Optima, meskipun resolusinya masih sebatas 480×960 piksel.

Permukaan layarnya sudah mendukung kemampuan multi-touch dua titik, kinerjanya sejauh ini cukup responsif. Namun resolusi 480p dengan tingkat kerapatan sekitar 196 ppi, kualitas tampilannya memang tidak begitu istimewa. Layarnya juga agak reflektif dan punya sudut pandang yang sempit.

Screenshot_20180531-105200

Padahal rasio layar 18:9, membuat aktivitas browsing dan nonton video di SPC L54 terasa lebih asyik. Setidaknya masih ada fitur adaptive brightness, yang mampu menyesuaikan tingkat kecerahan layar dengan cahaya di sekitar Anda.

User Interface Android 7.0 Nougat

SPC L54 Optima berjalan di atas sistem operasi Android versi 7.0 Nougat dengan patch update keamanan bulan Februari 2018. User interface yang disajikan sangat standar, saya berharap ke depannya SPC memoles dan memberi sentuhan yang lebih menarik pada UI-nya.

Selain bisa mengganti wallpaper, efek transisi, menambahkan widget, dan mengubah tampilan homescreen menjadi satu lapis. Anda juga bisa menyesuaikan tata letak tombol navigasi seperti back, home, dan task switcher pada menu Navigation Bar, kita juga bisa menyembunyikan tombol navigasi tersebut.

Kemudian ada fitur Smart Awake, shortcut atau akses pintas menuju aplikasi tertentu ketika smartphone dalam keadaan standby dengan menggunakan gesture. Lalu ada Full Screen Mode, sehingga aplikasi bisa ditampilkan secara penuh.

Kamera

Baik depan maupun belakang, SPC membenamkan kamera 8-megapixel dengan mode pengambilan gambar dan pengaturan yang cukup lengkap. Bahkan terdapat mode manual, di mana kita bisa dengan leluasa menyesuaikan white balance, ISO, exposure, contrast, saturation, dan brightness.

Dalam kondisi cahaya yang ideal, memotret dengan stabil, dan subjek yang diam, maka hasil jepretan yang diperoleh bisa dibilang lumayan. Namun bila mode HDR diaktifkan, sistem autofocus dan shutter menjadi lebih lambat.

Sementara, pada kondisi pencahayaan yang temaram, kamera tak bisa berbuat banyak walaupun sudah menggunakan flash. Hasil foto selfie juga kurang lebih rata-rata saja, tidak begitu istimewa. Untuk mendukung ber-selfie, sudah ada fitur Beautify yang bisa memperhalus atau mempercantik wajah.

Soal perekaman video, SPC L54 Optima bisa merekam video standar, time lapse, slow motion, ataupun night-shot hingga maksimal resolusi full HD 1080p.

Berikut beberapa hasil jepretan kamera SPC L54 Optima:

Hardware dan Performa

Review-SPC-Mobile-L54-Optima-16

SPC L54 Optima menggunakan chipset Spreadtrum SC9850 dengan prosesor quad-core dengan clock maksimal 1,3GHz Cortex-A7, GPU Mali-T820, RAM 1GB, memori internal 8GB, dan baterai berkapasitas 2150 mAh.

Mengingat ruang penyimpanan yang disediakan pas-pasan, sebaiknya gunakan kartu mircoSD. Tenang saja ponsel ini tidak menggunakan tipe hybrid. Jadi, bisa pakai fungsi dual SIM dan memasukkan microSD sekaligus.

Di Antutu, SPC L54 Optima mencetak skor 22.125 poin, di PCMark Work 2.0 sebesar 2.425 poin, serta di Geekbench 3 single core 437 poin dan multi-core 1.271 poin. Bagaimana dengan kinerja sesungguhnya smartphone ini?

Berdasarkan pengalaman beberapa hari mengujinya, kinerja smartphone ini secara umum masih bisa diandalkan untuk menangani berbagai aktivitas seperti browsing, nonton video di YouTube, dan bermain game Mobile Legends: Bang Bang dengan kualitas grafis low. Tapi, jangan mengharapkan kinerja yang gegas ya, sesekali masih ditemui lag.

Verdict

Mengusung FullView display, harus diakui bila dilihat dari depan lagi dan lagi, memang terlihat tampil elegan. Meski sebenarnya desainnya masih menggunakan ‘konsep jadul’, di mana back cover dan baterai bisa dilepas.

Secara keseluruhan, spesifikasi dan performa dari SPC L54 Optima ini memang cenderung cukup standar. Tak begitu istimewa, tapi juga tidak buruk sama sekali.

Sebagai pengingat, smartphone ini cukup layak untuk mereka para pengguna feature phone yang ingin beralih menikmati kecanggihan smartphone. Tak cocok untuk multitasking atau bermain game berat, diutamakan untuk sekedar telepon, chatting, atau video call dengan WhatsApp menggunakan kemampuan 4G LTE.

Sekali lagi bila ditimbang antara harga, fitur, dan spesifikasi yang ditawarkan, banderol Rp800 ribuan rasanya cukup layak untuk direkomendasikan di segmen low-end.

Sparks:

  • FullView display 5 inci
  • Slot SIM Card tidak berbentuk hybrid
  • Konektivitas 4G LTE
  • Paket penjualan lengkap

Slacks:

  • Resolusi layar sebatas 480p
  • Hasil kamera standar
  • Memori pas-pasan

[Review] Meizu M6, Sekelas Redmi 5A dengan Fingerprint Sensor

Meizu di Indonesia memang terdengar sayup-sayup saja. Kini melalui kehadiran Meizu M6, brand asal Tiongkok itu berupaya menjaga eksistensinya di pasar smartphone Tanah Air.

Berbekal harga yang terjangkau yakni Rp1,2 juta, kelihatannya Meizu M6 mencoba mengganggu dominasi Xiaomi Redmi 5A di segmen entry-level. Mampukah Meizu M6 bersaing langsung dengannya? Berikut review Meizu M6 selengkapnya.

Unboxing Meizu M6

review-meizu-m6-17

Unit Meizu M6 yang saya review adalah versi RAM 2GB dan storage 16GB, dengan warna electric light blue yang tampil menawan. Penasaran apa saja yang ada di dalam kotak ritel Meizu M6?

  • Unit Meizu M6
  • Adapter charger 1,5 A
  • Kabel data microUSB
  • Headset
  • SIM ejector
  • Buku panduan dan garansi

Desain Meizu M6

Mengangkat layar 5,2 inci, Meizu M6 memiliki dimensi yang compact (148.2×72.8×8.3 mm) dan sangat mudah saat dipakai satu tangan.

Device ini masih mengadopsi desain ‘klasik’, di mana terdapat tombol home fisik di bagian depan dan menggunakan aspek rasio layar tradisional 16:9.

Biarpun begitu, kombinasi lapisan kaca lengkung 2,5D dan lekukan pada sudut-sudut body-nya membuat Meizu M6 tetap tampil elegan.

review-meizu-m6-5

Bagian punggung Meizu M6 sendiri dikemas dengan menggunakan material plastik polikarbonat dengan permukaan kesat (matte), serta dihiasi lis beraksen logam yang mengkilap dan logo bermotif laser.

Susunan tombol-tombol pada Meizu M6 seragam dengan kebanyakan smartphone lain. Di atas layar contohnya, ada earpiece, kamera depan 8-megapixel, serta sensor ambient light dan proximity.

review-meizu-m6-2

Sementara, pada bagian bawah layar terdapat tombol home yang disebut sebagai mTouch, yang juga merupakan rumah sensor pemindai sidik jari.

Meski tidak always-on, tapi prosesnya terbilang cepat – karena begitu Anda membangunkan layar maka kunci layar juga terbuka.

Beralih ke sisi-sisinya, tombol home/lock dan volume berada di sisi kanan. Disebrangnya terdapat SIM tray berbentuk hybrid.

Lalu di atas terdapat jack audio 3,5mm, sedangkan speaker, microphone, dan port microUSB berada di bawah. Sedangkan bagian belakang terdapat kamera utama 13-megapixel ditemani dual-LED dual-tone flash.

Layar Meizu M6

review-meizu-m6-15

Layar 5,2 inci menggunakan panel IPS dengan resolusi HD 720×1280 piksel (282 ppi) dan rasio kontras 1000:1. Warna yang ditampilkan cukup bagus, tapi memang kurang detail dan brightness level terasa kurang cerah.

Selain itu, view angle-nya cukup lebar, kita hanya sedikit mengalami distorsi warna pada sisi atau sudut pandang tertentu. Lebih lanjut di pengaturan, ada fitur kecerahan otomatis, mode malam, dan bisa menyesuaikan suhu warna.

Flyme UI 6.0

Bagian yang paling suka terletak di user interface-nya, Meizu M6 sudah berjalan di atas Flyme 6 – custom OS berbasis Android 7.0 Nougat yang menawarkan user experience yang mengesankan.

Antarmukanya terasa ringan dan punya animasi yang smooth. Bila bosan, Anda bisa mengubah tampilan besar-besaran, tinggal pilih dan unduh tema yang kita mau.

Satu tombol home di sana memang punya beberapa fungsi unik. Cukup tekan sekali untuk membangunkan atau membuka kunci layar dengan pemindai sidik jari.

Lalu, tekan dan tahan untuk membuka asisten Google. Serta, tekan dua kali untuk akses cepat membuka aplikasi kamera dantap sekali untuk fungsi kembali.

Sementara untuk aktivitas multitasking, tinggal usap dari bawah layar ke atas tapi tidak mendukung mode multi-window.

Kamera Meizu M6

review-meizu-m6-16

Untuk kamera selfie sendiri menjadi salah satu kelebihan Meizu M6, dengan resolusi kamera depan mencapai 8-megapixel dan aperture f/2.0. Sementara kamera utamanya 13-megapixel dan aperture f/2.2. Proses pemotretannya dibantu phase detection autofocus, dan dual-LED dual-tone flash.

Antarmuka aplikasi kameranya sangat ‘ramah’, mudah dimengerti. Di mana terdapat tiga mode utama yaitu photo, video, dan beauty.

Lalu, kita juga disediakan akses untuk mengaktifkan lampu flash, mode HDR, efek-efek, pengaturan lebih lanjut, dan mode tambahan lainnya yang meliputi mode pro, slow-mo, time-lapse, panorama, scan, dan GIF.

Untuk mode beauty tersedia dalam 5 level, berlaku untuk kamera depan ataupun belakang. Sementara, perekam video ternyata cukup hebat karena mampu merekam sampai format full HD baik depan ataupun belakang.

Hasil bidikan kamera belakang dan selfie Meizu M6 dalam kondisi cahaya ideal hasilnya sebenarnya lumayan bagus, tapi begitu masuk ke dalam ruangan atau low light maka tak mampu berbuat banyak.

Hardware dan Performa Meizu M6

review-meizu-m6-14

Meizu M6 ditenagai chipset MediaTek MT6750 octa-core ditopang RAM 2GB dan penyimpanan 16GB yang terbilang pas-pasan. Sebaiknya tambahkan kartu microSD untuk memperluas ruang penyimpan, tapi artinya Anda harus rela mengorbankan slot SIM kedua.

Berikut sunanan hardware Meizu M6:

  • Sytem-on-chip Mediatek MT6750
  • CPU Octa-core (4×1.5 GHz Cortex-A53 & 4×1.0 GHz Cortex-A53)
  • GPU Mali-T860MP2
  • RAM 2GB
  • ROM 16GB
  • Baterai Li-Ion 3070 mAh

Proses benchmark di AnTutu tak mampu diselesaikan oleh Meizu M6, jadi untuk review kali ini kita tidak tau berapa nilainya. Sebagai gantinya saya menggunakan Geekbench 4, hasilnya skor single-core 607 poin dan multi-core 2.504 poin. Lalu di PCMark Work 2.0 sebesar 3.404 poin dan 448 poin di 3DMark Sling Shot.

Performa Meizu M6 memang tak begitu istimewa, tapi lumayan buat keperluan ber-smartphone sehari-hari. Selama proses pengujian, kinerjanya konsisten untuk browsing, buka media sosial, dan aksi foto-foto. Bagaimana untuk gaming?

Meizu M6 sudah memiliki mode game, di mana sistem akan mengalokasikan sumber daya memori secara cerdas untuk memastikan game berjalan lancar. Kita juga bisa membatasi notifikasi, akses internet di latar belakang, dan menonaktifkan sementara kontrol gesture mBack.

Game MOBA seperti Mobile Legends dan Arena of Valor mampu dijalankan dengan cukup baik. Sayangnya game battle royale PUBG Mobile tak mendukung di perangkat ini.

Verdict

Dari pembahasan di atas, mampukah Meizu M6 mengakhiri dominasi Xiaomi Redmi 5A? Menurut saya, dari sisi tampilan desain, kualitas layar, dan sistem operasi (Flyme UI 6.0 dan MIUI 9.0) mereka setara.

Kemudian kamera depan dan tombol home mTouch dengan kemampuan unik yang sudah terintegrasi dengan pemindai sidik jari, menjadi kelebihan utama Meizu M6. Namun dari sisi jeroan, Snapdragon 425 pada Redmi 5A harus diakui lebih baik dibanding Meizu M6 dengan Mediatek MT6750.

Meizu M6 sangat cocok untuk pengguna feature phone yang ingin beralih ke smartphone. Bisa juga untuk smartphone kedua atau dijadikan sebagai hadiah spesial lebaran untuk keluarga ataupun anak-anak yang masih sekolah.

Sparks

  • Sensor pemindai sidik jari responsif
  • Desain dan build quality bagus

Slacks

  • Memori pas-pasan
  • Slot SIM berbentuk hybrid

[Review] Oppo F7, Tak Cuma Andalkan Selfie Tapi Jago Gaming

Bagi yang gemar ber-selfie ria dan sangat memedulikan pentingnya foto selfie yang sempurna, tentunya Anda sudah amat familier sama brand Oppo.

Seri F besutannya telah dikenal luas sebagai smartphone spesialis selfie dan yang teranyar – Oppo F7 sudah tiba di meja redaksi Dailysocial lifestyle.

Smartphone dengan kamera depan 25-megapixel berteknologi AI ini memiliki layar 6,23 inci dengan notch atau takik ala iPhone X yang tengah menjadi tren smartphone saat ini.

Dukungan sistem kecerdasan buatan pada Oppo F7 sudah ditopang secara hardware melalui chipset MediaTek Helio P60. Guna menciptakan jepretan self-portrait yang memuaskan dan juga foto bokeh meski hanya mengandalkan satu kamera.

Mari kita kuak bersama, fitur-fitur yang ditawarkan dari Oppo F7 beserta kelebihan dan kekurangannya.

Unboxing Oppo F7

review-oppo-f7-11

Oppo F7 tersedia dalam dua pilihan spesifikasi dan tiga warna yang sangat mencolok yakni solar red, diamond black, dan moonlight silver.

Versi RAM 4GB dan storage 64GB dibanderol Rp4,2 juta, sedangkan varian RAM 6GB dan storage 128GB dijual seharga Rp5,5 juta.

Unit Oppo F7 yang saya review tipe RAM 4GB dengan warna solar red. Apa saja yang ada di dalam kotak ritel F7?

  • Unit Oppo F7
  • Adapter charger 2A
  • Kabel data microUSB
  • Headset
  • Silicon case
  • Screen protector (terpasang)
  • SIM ejector
  • Buku panduan dan garansi

Desain Notch

Begitu melihat, Oppo F7 langsung menarik perhatian saya. Pertama karena mengusung layar notch dan kedua sentuhan glossy di punggungnya yang terlihat berkilau ketika terkena cahaya.

Bagaimana build quality-nya? Oppo F7 masih terbuat dari material plastik, namun tak masalah karena kualitasnya bagus. Saat digenggam saya sama sekali tidak terasa ‘murah’, tapi memang tak se-premium logam atau kaca.

Selain itu, Oppo F7 tampil lebih ‘kotak’ tapi tidak kaku, hal itu karena masih terdapat lekukan oval di setiap sudutnya sehingga terasa erat dipegang. Berkat rasio layar 19:9 yang memanjang dan bezel tipis, dimensinya tak membengkak yakni 156×75.3×7.8 mm dengan bobot 158 gram.

Sekarang menuju ke area notch atau poni, di sana bercokol kamera depan 25-megapixel dan earpiece, serta beberapa sensor penting. Di bawahnya kita masih menjumpai adanya dagu di bawah layar Oppo F7. Permukaan layarnya sudah berlapis Corning Gorilla Glass 5 yang mampu melindunginya dari goresan.

Beralih ke belakang, posisi kamera 16-megapixel terletak di sudut atas sebelah kiri, ditemani LED flash yang berada persis di sampingnya. Turun dikit, ada sensor sidik jari yang berbentuk oval di tengah atas dan logo Oppo tepat di bawahnya.

Kemudian di sekeliling body, tombol home dan SIM tray berada di sebelah kanan. Cukup melegakan, karena ada tiga slot yaitu dua untuk kartu seluler berbentuk nano dan satu lagi slot microSD.

Tombol volume berada di sebelah kiri, lalu di bagian atas ada mikrofon sekunder. Bagian bawah sangat ramai, di sana ada speaker, port microUSB, mikrofon utama, dan jack audio 3,5mm.

Super Full Screen 6,23 Inci

review-oppo-f7-13

Layar Oppo F7 sangat longgar, 6,23 inci ditopang resolusi full HD 2280×1080 piksel (405 ppi). Aspek rasio yang digunakan tidak umum yakni 19:9, tidak semua aplikasi akan tampil fullscreen di layar.

Meski begitu, Oppo sudah menyematkan fitur ‘app display in full-screen‘ yang memaksa aplikasi tampil penuh tapi sekali lagi mungkin tidak kompatibel untuk semua aplikasi.

Bagaimana kualitas tampilannya? Resolusi full HD+ saya rasa sudah cukup untuk mengakomodasi berbagai kebutuhan di smartphone. Didukung tingkat brightness maksimum 450 nits dan contrast ratio 2.000:1 yang memberikan sudut pandang yang lebih jelas dan luas ke arah layar.

Di pengaturan ‘display & brightness‘, Anda bisa menyesuaikan suhu layar ke lebih sejuk atau lebih hangat, memperbesar atau memperkecil font, dan mengaktifkan night shift untuk mengurangi cahaya biru dari layar guna mencegah ketegangan mata.

ColorOS 5.0

Oppo F7 menjalankan ColorOS versi 5.0 berbasis Android 8.1 Oreo dan dilengkapi dengan AI engine yang mampu mempelajari penggunaannya. Misalnya kita bisa membuka aplikasi favorit dengan lebih cepat dan ‘anti lemot’ karena memiliki manajemen resource yang lebih baik.

Launcher Oppo F7 tampil dalam satu lapis, artinya semua aplikasi, folder, dan widget bercampur di area homescreen. Oppo menyediakan opsi untuk mengganti efek transisi, layout, dan Anda bebas memilih banyak tema menarik.

Pada area homescreen paling kiri terdapat fitur ‘smart assistant‘, berisi quick function, wheatear, steps tracker, event, dan favorite contact.

Fitur lockscreen magazine memungkinkan wallpaper di kunci layar terus berubah, Anda dapat subscribe ke beberapa channel yang berbeda seperti travel, auotomobiles, sports, art, life, dan world.

Kemudian ada fitur ‘full-screen gesture‘, di mana bilah navigasi bisa dihilangkan digantikan kontrol berbasis gerakan. Misalnya swipe ke atas dari bawah sebelah kiri untuk fungsi back, swipe di tengah untuk kembali ke homescreen, serta swipe dan tahan di tengah untuk memunculkan task switcher.

Ada juga fitur ‘assistive ball‘, tersedia dalam mode tap menu atau gesture operations. Misalnya tap sekali untuk fungsi back, double tap untuk multitasking, dan touch and hold untuk kembali ke homescreen.

Untuk opsi keamanan, kita bisa menggunakan sensor fingerprint hingga maksimal lima jari. Serta, pengenal wajah atau face unlock yang mampu menangkap 120 recognition point dan bantuan AI memang membuat proses unlock relatif cepat.

Kamera dengan AI

Kelebihan Oppo F7 ialah kecakapannya mengambil gambar selfie yang memadai dengan kamera depan 25-megapixel dengan sensor Sony IMX576, aperture f/2.0, dan mode AI Beauty 2.0.

Oppo telah mempercangih teknologi AI yang tersemat di kamera belakang dan depan dengan fitur scene recognition, di mana kamera mampu mengenal wajah dan objek, serta mengidentifikasi kejadian/pemandangan berbeda.

Uniknya ialah tak cuma dalam bentuk software tapi juga turut ditopang secara hardware melalui chipset MediaTek Helio P60. SoC ini memiliki AI processing unit atau neural processing unit mandiri.

Sementara, kamera belakangnya memakai satu kamera 16-megapixel dengan aperture f/1.8, dibantu phase detection autofocus dan LED flash. Semakin kecil angka f/, bukaan makin besar sehingga memungkinkan latar belakang lebih blur. Berkat AI yang lebih modern, kamera F7 bisa menghasilkan foto dengan efek bokeh yang rapi meski cuma pakai satu kamera.

UI kameranya sangat simpel seperti kamera iOS, ada enam mode utama yaitu untuk merekam video hingga 1080p, video time-lapse, memotret foto, foto dengan sticker AR, panorama, dan mode expert yang memungkinkan kita mengatur white balance, exposure, ISO, shutter, dan manual fokus.

Lalu di mode foto, kita bisa dengan mudah mengaktifkan LED flash, HDR, depth effect yang bekerja dengan baik untuk subjek yang tidak terlalu rumit, super vivid, timer, dan aspek rasio foto seperti standart, square, atau full screen (akan mempengaruhi resolusi foto), serta 2x telephoto zoom.

Dibanding kamera ganda abal-abal, hasil foto satu kamera pada Oppo F7 ternyata tidak mengecewakan. Foto terbilang detail dan warnanya juga akurat. Mode HDR juga cukup membantu dalam pengambilan gambar dalam kondisi kontras tinggi.

Berikut beberapa contoh hasil bidikan Oppo F7:

Hardware dengan Chipset MediaTek Helio P60

review-oppo-f7-15

Oppo F7 diperkuat chipset MediaTek Helio P60, SoC ini terbilang baru dan punya prosesor octa-core (4×2.0 GHz Cortex-A73 & 4×2.0 GHz Cortex-A53). Secara teori kehadiran Cortex A73 harusnya membuat Oppo F7 mampu menjalankan tugas berat, bagaimana dengan performa nyatanya? Sebelum itu, berikut susunan hardware Oppo F7.

  • Sytem-on-chip Mediatek MT6771 Helio P60
  • CPU Octa-core (4×2.0 GHz Cortex-A73 & 4×2.0 GHz Cortex-A53)
  • GPU Mali-G72 MP3
  • RAM 4GB
  • ROM 64GB
  • Baterai Li-Ion 3400 mAh

Di Antutu, Oppo F7 mencetak skor 139.630 poin, di PCMark Work 2.0 sebesar 7.841 poin dan 1.696 poin di 3DMark Sling Shot. Nilai skor benchmark dari Oppo F7 terbilang tinggi, bagaimana performa di dunia nyata?

Dari pengalaman saya, harus diakui bahwa performa Oppo F7 terbilang memuaskan. Kecepatan dalam membuka aplikasi, serta perpindahan menu dan aplikasi terasa gegas dan lancar.

Bagi yang doyang bermain game, Oppo F7 dibekali fitur ‘game acceleration‘ yang akan menyesuaikan secara cerdas sumber daya sistem untuk menyuguhkan pengalaman game yang lebih smooth.

Akses jaringan aplikasi di latar belakang juga akan dibatasi, menjaga ping tetap stabil – sangat berguna saat bermain game online seperti Mobile Legends, Arena of Valor, ataupun PUBG Mobile.

Selain itu, notifikasi yang masuk juga tidak akan mengganggu dan kita juga bisa dengan mudah merekam gameplay dan screenshot game yang sedang dimainkan. Satu lagi, bisa kirim pesan tanpa menggangu bermain.

Saat digunakan untuk bermain PUBG Mobile, kemampuannya sama seperti Asus Zenfone Max Plus (M1) dengan chipset Snapdragon 636 yakni mendukung grafis level HD dengan frame rate tinggi.

Verdict

review-oppo-f7-16

Oppo F7 mungkin bukan smartphone terbaik di segmen mid-range, namun punya cita rasa premium dan fitur kekinian. Setidaknya tak hanya bermodalkan tampang dan kemampuan selfie, kamera utama juga bisa dibilang mencukupi dan juga secara keseluruhan performa dari Oppo F7 tak mengecewakan.

Chipset MediaTek Helio P60 ternyata cukup kuat untuk aktivitas gaming, bahkan bila dibandingkan dengan Snapdragon 636 sekalipun. Fitur-fitur yang ditawarkan juga tak bisa dipandang sebelah mata.

Namun di rentang harganya, memang banyak alternatif yang ‘sebanding’ dengannya sebut saja Asus Zenfone 5, Xiaomi Redmi Note 5, Samsung Galaxy A6/A6+, dan lainnya. Kembali lagi ke calon pengguna, kebutuhannya apa.

Sparks

  • Kemampuan kamera depan dan belakang cukup mengesankan
  • Layar notch – super full screen 6,23 full HD+
  • Chipset MediaTek Helio P60 yang powerful

Slacks

  • Body plastik
  • Finishing glossy cenderung mudah kotor
  • Belum dukung perekam video 4K

[App Review] Wattpad, Surganya Penulis dan Pembaca

Transfer ilmu dan informasi bisa dilakukan dengan banyak cara, salah satunya adalah dalam bentuk tulisan yang kemudian dibaca oleh orang lain. Dua subyek berbeda ini saling membutuhkan. Penulis membutuhkan pembaca untuk pengakuan karya, sebaliknya orang yang gemar membaca haus akan tulisan-tulisan baru baik berupa jurnal, karya ilmiah, puisi, cerpen dan novel.

Selain gaya dan jenis bacaannya yang terus berkembang, sarana penghantaran bacaan juga ikut berubah seiring perkembangan zaman. Jika dahulu orang membaca tulisan dari media kertas dan internet, kini muncul media baru dalam bentuk piranti lunak yang bisa diakses dari perangkat mobile dan tablet. Salah satunya adalah Wattpad, aplikasi yang mempertemukan penulis dan pembaca dalam platform yang ringkas, ringan dan menyenangkan.

Deskripsi

Apa itu Wattpad?

Wattpad adalah wadah digital bagi penulis dan pembaca di mana masing-masing dapat saling memberi manfaat. Pengguna yang punya kemampuan menulis cerita menjadi bagian penting bagi Wattpad karena merekalah yang menciptakan bacaaan-bacaan untuk yang pengguna yang berstatus sebagai pembaca. Penulis dapat mempromosikan tulisannya kepada jutaan pembaca Wattpad dan mengetahui kemampuan diri melalui umpan balik yang diberikan. Cakupan cerita di Wattpad mencakup berbagai genre mulai dari fiksi, non fiksi, puisi hingga sastra modern.

Di tahun pertama peluncurannya, Wattpad menambahkan sedikitnya 17.000 ebook baru dari Project Gutenberg dan dua tahun kemudian mencatatkan rekor unduhan di angka 5 juga. Di tahun yang sama versi iOS diluncurkan ke App Store yang makin memperluas jangkauan Wattpad. Popularitasnya yang kian melambung membuat Wattpad diganjar beberapa seri investasi, yang terbaru di bulan Januari 2018 mereka memperoleh pendanaan dari Tencent Holding Limited, BDC, Globe Telecom’s Kickstart Ventures, Peterson Group, Canso, dan Raine sebesar $51 juta.

Interface

Interface Wattpad didominasi warna oranye dan putih guna menonjolkan elemen teks sehingga memudahkan pengguna menikmati setiap katanya. Bagi pengguna yang baru saja membuka Wattpad akan disambut opsi untuk mendaftarkan akun baru. Pilihannya Facebook dan Gmail, bebas mau yang mana.

Screenshot_2018-04-02-08-59-53-436_wp.wattpad

 

Setelah login ke akun masing-masing, termasuk saya. Saya disuguhi lagi dengan interface dengan latar belakang oranye dan putih. Di panel Home, bisa dijumpai dua menu tab utama yaitu Browse dan Recommended. Menu Browse berisikan daftar genre cerita, antara lain Action, Adventure, Anime, Billionaire, ChikLit dan lain-lain. Kemudian menu Recommended berisikan koleksi cerita yang sedang populer yang di-bundling dalam tag, seperti Feature List dan nama-nama penulis-penulis populer. Menu Recommended memuat banyak sekali pilihan cerita yang bisa anda swipe sebanyak mungkin sampai Anda temukan cerita yang menarik.

Screenshot_2018-04-02-09-05-29-376_wp.wattpad

 

Di bagian dasar ada lima tombol utama, saya mulai dari yang paling kiri yaitu tombol Home ditandai dengan ikon berbentuk rumah. Dibaris kedua ada ikon susunan buku yang berisikan daftar bacaan saya mulai dari judul-judul cerita yang sedang saya baca, arsip dan daftar bacaan seperti halnya daftar putar di aplikasi pemutar audio.

Screenshot_2018-04-02-09-05-39-869_wp.wattpad

 

Di menu ketiga – ada di tengah – tampak ikon pensil yang ternyata menjadi alat perang para penulis di Wattpad. Jadi di menu ini, penulis mengirimkan karya mereka mulai dari cover, judul, deskripsi dan isi cerita per babnya. Semua disiapkan dengan sistemasi dan mudah oleh Wattpad. Jika ada perbaikan, penulis juga dengan mudah melakukan revisi melalui platform yang sama.

Screenshot_2018-04-02-09-05-29-376_wp.wattpad

 

Lanjut ke menu berikutnya, di mana terlihat tiba menu besar antara lain News Feed, Notification dan Message. News Feed memuat pembaruan-pembaruan dari teman misalnya rekomendasi cerita baru, cerita menarik dan lain-lain. Tab Notifications berisi daftar pemberitahuan yang bersifat lebih pribadi atau terkait dengan cerita Anda, bacaan atau tulisan yang Anda kirimkan. Sedangkan tab Message berfungsi seperti halnya aplikasi SMS di smartphone atau Inbox di Facebook, di mana Anda bisa saling berkirim pesan dengan kontak di Wattpad.

account

 

Menu terakhir di sisi paling kanan adalah panel akun yang menampilkan informasi pribadi Anda, misalnya nama, username, jumlah daftar bacaan, pengikut, aktivitas dan pengaturan untuk mengubah email, bahasa, notifikasi dan lain-lain.

Berdasarkan pengalaman singkat menggunakan Wattpad, saya cukup terkesan dengan kesederhaan yang disuguhkan. Semua interface tersusun rapi dan masing-masing menu dimuat dengan mulus, tanpa lag dan sesuai dengan peruntukannya. Secara umum saya tak menemukan kejanggalan atau elemen yang tidak pada tempatnya.

Fitur Wattpad

Sebagian besar fitur Wattpad sebenarnya sudah tercakup di dalam penjelasan Interface di atas. Tapi saya akan tambahkan beberapa fitur tambahan lain yang juga bisa dijumpai di dalamnya.

Format Huruf

Screenshot_2018-04-02-09-03-33-027_wp.wattpad

 

Pengembang Wattpad tampaknya tahu betul bahwa tak semua pengguna nyaman membaca novel melalui layar smartphone yang relatif kecil. Untuk itu, mereka menyediakan tool khusus untuk mengubah ukuran dan juga jenis huruf dan pengaturan ekstra, misalnya mengatur orientasi layar, menghilangkan komentar inline, status bar, modus bacaan dan juga tingkat kecerahan layar (selain pengaturan default dari perangkat).

Komentar

Screenshot_2018-04-02-09-03-04-297_wp.wattpad

Layaknya platform komunitas lainnya, Wattpad juga menyediakan kolom komentar untuk setiap bacaan. Melalui komentar, pembaca dapat memberikan input baik berupa saran atau kritikan kepada penulis. Sebaliknya, penulis juga bisa memberikan tanggapan untuk setiap masukan yang ia terima.

Vote

Selain berkomentar, sebagai bentuk apresiasi terhadap bacaan, pengguna juga bisa memberikan vote.

Share

Di bar yang sama dengan Vote, Anda juga bisa menemukan tombol Share untuk membagikan tulisan melalui aplikasi pihak ketiga misalnya WhatsApp, Facebook, Messenger, SMS, Email, Twitter dan lain sebagainya. Tapi di bar yang sama, Anda juga bisa menemukan tombol Facebook. Saya belum tahu apa bedanya dengan opsi di tombol Share sebelumnya. Bukankah fungsinya sama? Akan lebih baik jika spot tersebut ditempati oleh menu lain sehingga lebih efektif.

Invite Friends

Screenshot_2018-04-02-09-05-59-809_wp.wattpad

Di menu akun dan juga Message, Anda juga akan menemukan fitur undang teman. Fitur undang teman ini tidak merujuk pada tulisan tertentu, tetapi lebih pada mengajak agar teman yang punya kegemaran serupa mencoba menggunakan Wattpad.

Modus Offline

Fitur ini pastinya sangat berguna bagi pengguna Wattpad, karena dengannya mereka tidak harus membakar kuota data untuk membaca bacaan favoritnya. Sebagian besar bacaan di Wattpad mempunyai jumlah bab yang tidak sedikit, sehingga membutuhkan waktu cukup panjang untuk membacanya sampai tuntas. Pengguna bisa mengunduh novel favoritnya untuk dibaca lagi nanti di waktu senggang.

Tetapi tidak semua bacaan di Wattpad bisa Anda baca secara offline. Syarat utama untuk melakukannya adalah dengan memasukkan novel pilihan ke dalam Librabry.

Kesimpulan

Yang membuat saya jatuh cinta dengan Wattpad adalah koleksi bacaannya yang sangat banyak. Tetapi, kendati mendukung lebih dari 50 bahasa, mayoritas bacaan di sana berbahasa Inggris. Hal ini tampaknya menjadi kendala bagi pembaca di dalam negeri.

Wattpad juga bisa menjadi opsi baru bagi penulis pemula yang ingin mengasah kemampuan dan mengetahui seberapa jauh mereka sudah berkembang. Di Wattpad mereka bisa memperoleh umpan balik secara objektif, karena dari pantauan saya, sebagian besar pengguna Wattpad punya perilaku yang cukup dewasa dan fair.

Hanya bagian interface utama yang menurut saya bisa dikembangkan lebih jauh, terutama layar Home. Saya merasa akan lebih baik jika pengguna langsung menemukan opsi-opsi terbaik tanpa harus dilibatkan dalam pemilihan genre.

Sparks

  • Aplikasi berjalan sangat mulus dan cepat.
  • Koleksi bacaannya sangat banyak
  • Interface memudahkan pembaca untuk fokus pada tulisan, termasuk ketiadaan iklan.
  • Bisa dibaca secara offline.

Slacks

  • Interface utama kurang menarik, tidak menggugah hasrat untuk membaca novel-novel terbaik.
  • Tombol Facebook di bagian utama tulisan justru dirasa ambigu.
  • Komentar inline sering kali mengganggu perhatian pengguna saat membaca.
Application Information Will Show Up Here

 

Sumber tambahan Wikipedia, dan gambar header Wattpad.

[Review] Asus Zenfone Max Pro (M1), Spesialis Gaming – Minus di Kamera

Mengambil tema “limitless gaming atau game tanpa batas”, Asus membawa Zenfone Max Pro (M1) ke Indonesia. Bermodalkan chipset high-tier terbaru Snapdragon 636, layar lapang FullView 5,99 inci full HD+ aspek rasio 18:9, dan baterai berkapasitas 5.000 mAh yang tahan lama.

Ya, Zenfone Max Pro ini bisa dibilang smartphone spesialis gaming. Diramu untuk memenuhi kebutuhan “gamer mobile“, menawarkan pengalaman bermain game lebih optimal. Lewat review Asus Zenfone Max Pro (M1) berikut, saya akan mencoba mengungkapkan apa saja kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya.

Paket Penjualan Zenfone M1

review-asus-zenfone-max-pro-m1-14

Harga Asus Zenfone Max Pro dijual mulai dari Rp2,3 juta (RAM 3GB), Rp2,8 juta (RAM 4GB), serta Rp3,3 juta (RAM 6GB). Unit yang saya review merupakan varian termurah yakni versi RAM 3GB (ZB602KL) dengan paket penjualan sebagai berikut:

  • Unit Asus Zenfone Max Pro (M1)
  • Adapter charger 2A
  • Kabel data microUSB
  • Silicon case
  • SIM ejector
  • Buku panduan dan garansi

Desain Konservatif

Asus masih mempertahankan desain konservatif pada Zenfone Max Pro, yakni full bezel bukan notch. Hanya saja, bagian layar sudah mengadopsi aspek rasio baru 18:9 seperti smartphone modern saat ini, lengkap dengan lapisan 2.5D curved glass yang agak melengkung di tepian kaca.

Body Zenfone Max Pro tersusun atas material logam aluminium, dengan dimensi 159 x 76 x 8.5 mm, dan bobot 180 gram. Jujur saja, body-nya memang lumayan tebal dan terkesan begitu kokoh, bisa dimaklumi karena telah tertanam baterai 5.000 mAh.

review-asus-zenfone-max-pro-m1-1

Berkat keempat sudut yang membulat, membuat Zenfone Max Pro terasa ergonomis dalam genggaman tangan. Terutama dalam posisi landscape saat bermain game.

Layout tombol-tombolnya standar saja,  tombol power dan volume berada di sebelah kanan. Kemudian di sebelah kiri ada akses untuk membuka dua slot kartu SIM dan sebuah slot microSD berdedikasi.

Lalu, di bagian bawah tersemat jack audio 3.5mm, port microUSB, loudspeaker, dan mikrofon. Beralih ke belakang, terdapat kamera ganda yang disusun vertikal yang nyaris tanpa tonjolan dan sensor fingerprint yang mudah dijangkau jari telunjuk.

Layar FullView 5,99 Inci 18:9 

review-asus-zenfone-max-pro-m1-4

Layar Zenfone Max Pro yang terbentang lebar 5,99 inci telah disangga resolusi full HD+ 1080×2160 piksel dengan kepadatan piksel 402 ppi. Berkat aspek rasio 18:9, Anda mendapatkan view lebih lebar sekitar 12 persen saat bermain game dibanding smartphone 16:9.

Layar lapang dan tambahan view tersebut tentu cukup menguntungkan, terutama bila game yang dimainkan ialah game MOBA atau battle royale yang mengandalkan kejelian mata.

Bermain game juga makin nyaman, karena FullView display-nya juga sanggup menyala sangat terang hingga pada 450 nits. Dukungan contrast ratio 1500:1 memberikan sudut pandang yang lebih jelas ke arah layar.

Ada pula teknologi TruePallete sehingga warna yang tampil lebih alami dan EcoPix yang memastikan layar dapat terlihat di bawah sinar matahari. Selain itu, ada fitur screen color untuk mengubah kehangatan warna layar. Serta, mode night light untuk melindungi mata dari efek cahaya biru berlebih dengan memberi rona kuning pada layar smartphone.

UI – Pure Android

Cukup mengejutkan, Asus menanggalkan antarmuka ZenUI yang kaya akan fitur. Sebaliknya, Zenfone Max Pro menggunakan pure Android versi 8.1 Oreo dengan patch keamanan bulan April 2018.

Alhasil, Zenfone Max Pro menyajikan tampilan flat material design yang benar-benar apa adanya dan minim bloatware. Sisi positifnya, antarmuka polos ini berjalan ringan, performanya terasa sangat smooth secara konsisten, dan semoga saja update Android bisa datang lebih cepat.

Saya pribadi lebih respect, bila Asus menggunakan ZenUI – yang telah menjadi salah satu signature dan keunggulan Asus sejak lama.

Kamera Ganda 

review-asus-zenfone-max-pro-m1-16

Satu-satunya yang bikin kecewa pada Zenfone Max Pro versi RAM 3GB adalah kamera. Menurut saya Asus kurang transparan dalam memberikan sosialisasi terkait fitur kamera.

Ya, hanya Zenfone Max Pro RAM 6GB yang dibekali kamera ganda 16-megapixel dan 5 megapixel, serta kamera depan 16-megapixel. Sedangkan varian RAM 3GB dan 4GB hanya menggunakan kamera ganda 13-megapixel (f/2.2, 1.12µm) dan 5-megapixel (f/2.4, 1.12µm) untuk menciptakan efek depth of field yang artistik, serta kamera depan 8-megapixel (f/2.2, 1.0µm). Bagaimana kualitasnya?

Sebelum menuju hasilnya, mari kita mulai dari antarmuka kameranya. Asus tak mengandalkan aplikasi Pixel Master camera, tapi menggunakan Snapdragon camera.

Menurut saya lebih mudah digunakan, kita bisa memilih efek dan berganti mode pengambilan gambar dengan cepat, dari mulai automatic, HDR, portrait, landscape, sports, flowers, backlight, candlelight, sunset, night, beach, dan snow.

Dua fitur unggulan Zenfone Max Pro adalah mode portrait untuk mengambil foto dengan efek bokeh, subjek fokus tajam dan background menjadi kabur sehingga membuat subjek menjadi menonjol. Lalu, mode beauty dilengkapi dengan fitur live beuatification yang secara instan mempercantik foto Anda.

Hasil bidikannya? Dalam kondisi outdoor dengan cahaya ideal, exposure dan warnanya terlihat bagus, mode HDR juga mampu meningkatkan dynamic range sehingga mampu menangkap detail lebih baik.

Sayangnya, kualitas foto turun drastis di indoor dan lowlight, warna agak pucat dan kehilangan detail cukup signifikan, serta kinerja autofocus yang melambat.

Kalau untuk perekaman videonya, Zenfone Max Pro mampu merekam dalam format 4K. Uniknya kita bisa menonaktifkan audio, cocok untuk mengambil footage video misalnya.

Berikut hasil jepretan Asus Zenfone Max Pro (M1):

Performa Tangkas

review-asus-zenfone-max-pro-m1-12

Seri “Max” kali ini memang sangat istimewa, karena Asus tak cuma menggulkan baterai besar tapi dapur pacu yang tangkas. Berikut susunan hardware Zenfone Max Pro.

  • Sytem-on-chip Qualcomm Snapdragon 636
  • CPU Octa-core 1.8 GHz Kryo 260
  • GPU Adreno 509
  • RAM 3, 4, 6GB
  • ROM 32/64GB
  • Baterai non-removable Li-Po 5.000 mAh

Snapdragon 600 series ini memboyong sejumlah teknologi yang ada di premium-tier Snapdragon 800 series, menawarkan performa lebih cepat tapi tetap hemat baterai.  Di Antutu, Zenfone Max Pro mencetak skor 114.129 poin, di PCMark Work 2.0 sebesar 5.891 poin dan 1.445 poin di 3DMark Sling Shot.

Mobile platform terbaru Qualcomm ini menggunakan teknologi 14mm dengan basis arsitektur core Kyro 260 performance dan efficiency. Empat core Cortex-A73 untuk performance dan empat core sisanya Cortex-A53 untuk efficiency, dengan clock hingga 1.8GHz.

CPU Kryo 260 memiliki kinerja hingga 40 persen lebih tinggi daripada generasi sebelumnya yakni Snapdragon 630. Kemampuan GPU Adreno 509 pada Zenfone Max Pro M1 meningkat cukup jauh dibanding Adreno 506 pada Snapdragon 625. Mampu menyuguhkan kinerja lebih kuat untuk bermain game.

Tiga game MOBA favorit, seperti Mobile Legends, Arena of Valor, dan Vainglory, Zenfone Max Pro sudah mampu menjalankan grafis tinggi. Bagaimana dengan game battle royale PUBG Mobile, apakah cukup untuk bermain di high graphics ultra HD?

Sayangnya belum, hanya sampai pada resolusi HD dengan frame rate tinggi. Itupun menurut saya sudah mengagumkan. Lalu, saya coba bermain 4 match berturut-turut menghabiskan waktu kurang lebih 2 jam, hasilnya suhu Zenfone Max Pro tidak overheat, memang sedikit panas tapi masih dalam tahap wajar.

Verdict

review-asus-zenfone-max-pro-m1-15

Xiaomi killer – sangat jelas bahwa Zenfone Max Pro ditunjukkan untuk melawan Xiaomi Redmi Note 5. Mereka sama-sama menawarkan smartphone spesifikasi tinggi dengan harga kompetitif.

Zenfone Max Pro layaknya sebuah “mesin konsol” yang mampu menjalankan game-game mobile hardcore dengan optimal dalam waktu yang lama, sangat cocok buat gamer mobile. Namun dengan catatan, jangan berekspektasi lebih pada kemampuan kameranya.

Sparks

  • Chipset Snapdragon 636 yang powerful
  • FullView display 5,99 inci rasio 18:9 full HD+
  • Pure Android, versi 8.0 Oreo
  • Baterai 5.000 mAh tahan lama

Slacks

  • Body agak tebal
  • Fokus kamera lambat di low light sehingga foto cenderung buram

[Review] Zowie Celeritas II, Keyboard Gaming Spesialis eSport Bersenjata Switch Optik

Bagi para atlet eSport, performa, kenyamanan serta reliabilitas pada gaming gear ialah harga mati. Dan aspek-aspek inilah yang dijanjikan BenQ melalui brand Zowie. Menurut produsen, ada perbedaan kontras antara perangkat gamer hardcore dengan periferal kelas gamer pro kreasinya. Dan Zowie tidak takut jika arahan desain tersebut membuat produknya menjadi niche.

Dan dalam acara Zowie Experience Tour di Jakarta pada bulan Maret silam, ada satu perangkat yang mencuri perhatian saya. Produk ini merupakan keyboard gaming bernama Celeritas II. Bagi mereka yang baru mencobanya, Celeritas II terasa seperti papan ketik gaming sekelas dan menyuguhkan sensasi pemakaian mirip keyboard ber-switch mekanis berprofil linier. Namun sejatinya, ia bukanlah ‘keyboard mekanis’ biasa.

Celeritas II merupakan satu dari sedikit papan ketik dengan switch optik. Ketertarikan saya pada produk ini mendapatkan respons antusias tim BenQ, dan tak lama setelahnya, mereka memberikan saya kesempatan untuk menguji Celeritas II secara langsung dan personal. Menggunakan Celeritas II selama beberapa minggu membuka mata saya bahwa switch mekanis bukanlah satu-satunya standar tertinggi teknologi keyboard. Simak ulasannya:

 

Isi packaging

Sebelum membahas produknya, saya ingin meng-highlight satu hal menarik yang saya temukan saat mengeluarkan Celeritas II dari bungkusnya. Bundel penjualan produk sebetulnya cukup sederhana. Yang tidak biasa adalah kehadiran adaptor USB ke PS/2. Beragam motherboard masih terus memanfaatkan port enam-pin ini, tapi Anda mungkin sudah tidak bisa menemukannya di laptop modern.

Dan BenQ punya maksud khusus dalam menyediakannya, dibahas lebih lanjut di bawah.

Celeritas II 30

 

Desain

Zowie Celeritas II merupakan keyboard ber-layout full-size. Presentasinya sangat sederhana, ia hanya menyuguhkan elemen-elemen esensial saja. Perangkat mengusung tubuh kotak dan ujung membundar dengan dimensi 44.2x17x3.8-sentimeter, lalu penampilannya dipermanis oleh kehadiran backlight LED merah serta logo Zowie di area tengah bawah.

Celeritas II 1

Celeritas II 4

Sistem pencahayaan tersebut belum belum menggunaan RGB, namun dibekali warna putih kebiruan di sejumlah tombol – misalnya Caps Lock, Num Lock dan Windows Lock – sebagai indikator fungsi yang sedang aktif. Dengan pendekatan desain seperti ini, maka tidak ada lagi lampu indikator LED selain di area tuts. Celeritas II juga tidak memiliki tombol pengaturan fungsi multimedia serta setting level kecerahan LED dedicated – hal ini dilakukan via kombinasi tombol Fn dan F1-F6.

Celeritas II 7

Celeritas II 8

Keunikan lain di aspek desain ialah absennya wrist rest (serta ketiadaan slot ekspansi) serta adjustable feet (cuma ada empat karet anti-slip memanjang di bagian bawah). Anda tidak bisa meninggikan bagian belakang keyboard, dan dalam penggunaannya, Anda hanya dapat menaruh telapak tangan di meja. Sebagai solusi buat menemukan posisi paling nyaman, Anda perlu menyesuaikan tinggi bangku.

Celeritas II 26

Celeritas II 2

Tubuh Celeritas II terbuat dari plastik, dan di sana Zowie mengimplementasikan coating doff . Coating tersebut terasa halus saat tangan atau jari menyentuhnya, namun kelemahannya adalah permukaan jenis ini akan jadi sarang noda dan kotoran dalam waktu singkat, sehingga Anda harus selalu menjaga kebersihannya. Jika tidak sering-sering dibersihkan, minyak dari jari (ataupun makanan) bisa membuat permukaannya jadi mengilat.

Celeritas II 16

Hal serupa berlaku pada keycap ABS di sana. Celeritas II memanfaatkan keycap removable standar dengan sambungan berbentuk ‘+’. Andai saya memilikinya, saya akan segera menukar keycap-nya dengan produk third-party berbahan PBT.

Celeritas II 5

Celeritas II terkoneksi ke PC Anda melalui kabel USB non-removable sepanjang dua meter. Kabel ini memiliki profil yang distingtif. Ia tidak dilindungi oleh lapisan benang braided, lalu jenisnya lebih tipis dan lembut dibanding kabel karet di keyboard wired lain, misalnya Corsair K63. Beberapa orang mungkin cemas kabelnya mudah rusak, tapi BenQ menjamin daya tahannya dan punya alasan mengapa memilih material tersebut.

Celeritas II 27

Menurut produsen, kabel Celeritas II (dan juga mouse gaming Zowie seperti EC hingga ZA series) jauh lebih lentur dibanding varian braided. Dengan begini kita bisa mudah menggulungnya, dan ketika dilepas, ia tidak kaku serta mudah direntangkan.

 

Switch optik Flaretech

Pada dasarnya, switch optik tetap menyimpan komponen-komponen mekanis. Saat tombol Celeritas II ditekan, bagian stem di bawah keycap akan bergerak turun, setelah itu per segera mengembalikannya ke posisi normal. Bedanya, ia menggunakan cahaya sebagai medium input – bukan sinyal elektrik. Saat Anda menekan tombol, bagian prisma ikut turun dan mengarahkan inframerah ke unit receiver. Konsep kerjanya mirip trigger button di controller Xbox One dan DualShock 4.

Celeritas II 3

Lewat metode ini, switch optik Flaretech dapat meminimalkan tingkat error serta menghindari double keystrokes (sekali tekan tapi dua kali teregistrasi). Switch optik tidak menggunakan toggle, namun mengukur pergerakan tombol.

Di keyboard mekanis biasa, oksidasi pada bagian actuator seiring bertambahnya umur keyboard bisa mengganggu input, lalu kompleksitas komponen logam juga berpeluang menambah keterlambatan penyampaian sinyal dari papan ketik ke PC hingga beberapa milidetik. Celeritas II sendiri cuma mempunyai satu komponen bergerak: per. Selain itu hanya ada emitter inframerah dan unit penerimanya.

Celeritas II 22

Celeritas II 14

Agar bekerja sempurna, Zowie mengonfigurasi firmware Celeritas II dengan sangat teliti sehingga keyboard bisa secara tepat mengetahui intensitas cahaya inframerah yang dibutuhkan untuk mengaktifkan/menonaktifkan masing-masing tombol. Namun karena sangat kompleks, saat ini pengguna belum diperbolehkan mengustomisasinya sendiri.

Celeritas II 32

 

Fitur

Celeritas II merupakan keyboard berkonsep plug-and-play murni. Seluruh fungsinya tersuguh tanpa memerlukan driver dan ia tidak ditopang oleh aplikasi companion khusus. Celeritas II bisa segera bekerja begitu Anda colokkan ke komputer, namun dengan begini kita tidak dapat mengutak-atik pola pencahayaan LED – cuma bisa mengatur tingkat keterangannya saja.

Celeritas II 11

Dan di sinilah mengapa adaptor USB ke PS/2 menjadi elemen krusial. Pasangkan aksesori ini jika sistem Anda memiliki port-nya dan Celeritas II sanggup menghidangkan fitur N-key rollover atau anti-ghosting sejati tanpa emulasi. Ia mampu membaca setiap input tak peduli seberapa banyak jumlah tombol yang ditekan ataupun seberapa cepat Anda mengetik. Pemakaian interface PS/2 memang opsional, tapi bisa jadi sangat esensial bagi atlet eSport.

Celeritas II 29

Celeritas II 23

Dan dengan memanfaatkan interface tersebut, Anda dapat mengubah kecepatan input. Selain opsi normal, registrasi tombol bisa didongkrak menjadi dua kali, empat kali atau delapan kali lipat lebih cepat. Kemampuan ini kabarnya sangat berguna dalam melakukan manuver di sejumlah game FPS online lawas, satu contohnya ialah CrossFire.

Celeritas II 28

Zowie juga memiliki alasan kuat mengapa mereka bersikeras menggunakan koneksi kabel dan bukan wireless. Polling rate 1.000Hz memang bisa tercapai melalui wireless, namun mereka percaya hanya sambungan fisik yang dapat menjaga kosistensinya di 1MHz setiap saat. Dan untuk menyempurnakannya, Zowie tak lupa memanfaatkan connector USB berlapis emas.

 

Pengalaman penggunaan

Switch optik Flaretech di Celeritas II mempunyai resistensi sebesar 45g dengan jarak key travel sejauh 2-milimeter dan profil linier. Karakteristik ini menempatkannya hampir setara switch mekanis Cherry MX Red. Respons yang cepat membuatnya sangat cocok untuk gaming. Tapi menariknya, bagi saya Celeritas II lebih nyaman buat mengetik dibanding Corsair K63 – mungkin disebabkan oleh key travel yang lebih pendek.

Celeritas II 10

Kapabilitasnya buat menangani beragam genre permainan patut diapresiasi. Celeritas II sudah menemani saya menikmati Overwatch, Far Cry 5, Assassin’s Creed Origins, Ni No Kuni II hingga Conan Exiles. Sejauh ini, ia belum pernah mengecewakan. Celeritas II meregistrasi tiap input yang saya masukkan secara responsif serta akurat, dan saya juga belum pernah mengalami double keystrokes.

Celeritas II 20

Dan berkat actuation force yang tidak begitu tinggi, keyboard ini tidak pernah membuat jari saya lelah (sesi gaming paling intensif yang saya lakukan bersamanya adalah tujuh setengah jam dalam Conan Exiles). Bagian stem keyboard memegang keycap dengan kokoh, kemudian seluruh tombol di Celeritas II terasa konsisten – baik huruf, function hingga numerical pad.

Celeritas II 13

Dalam pemakaian, Celeritas II memang tidak segaduh keyboard ber-switch mekanis tactile Cherry MX Blue/Green, tetapi tiap ketikan Anda di sana tetap terdengar cukup lantang. Saya tidak menyangka bunyi tombolnya dapat didengar microphone saat streaming. Namun suaranya tidak begitu mengganggu.

Celeritas II 12

Sebagaimana keyboard tanpa tombol multimedia mandiri, Anda harus menggunakan kombinasi dua tuts buat menaik-turunkan volume atau mengaktifkan mute. Karena fungsi-fungsi tersebut berada di tombol F1 sampai F6 dan tombol Fn berada di area tangan kanan, Anda harus memakai kedua tangan untuk mengaturnya. Seandaikan Zowie memposisikan tombol pengaturan multimedia di Ins-Home-Del-End-PgUp-PgDn seperti MSI GK 701 RGB, setting dapat dilakukan dengan satu tangan saja.

Celeritas II 15

Celeritas II 21

Kelemahan lain dari Celeritas II terletak pada bobotnya. Keyboard gaming ini mempunyai berat 1,9-kilogram, dan boleh jadi menambah beban bawaan bagi atlet eSport yang harus berpindah-pindah dari satu lokasi turnamen ke lokasi lainnya. Sebetulnya akan lebih ideal lagi jika Zowie turut menyediakan opsi ber-layout tenkeyless.

Celeritas II 24

 

Konklusi

Menurut pandangan saya, membeli Zowie Celeritas II mirip seperti membeli mobil khusus balapan: keyboard gaming ini betul-betul dispesialisasikan buat gamer profesional yang membutuhkan perangkat berkinerja tanpa terlalu memprioritaskan penampilan serta gimmick. Dan layaknya mobil balap, harga Celeritas II juga tidak murah. Dengan mengeluarkan jumlah uang lebih sedikit, Anda dapat memperoleh papan ketik gaming penuh fitur plus warna-warni RGB.

Celeritas II 9

Kini pertanyaanya ialah, gamer seperti apakah Anda? Apakah Anda ingin dimanja oleh fitur serta tampil ‘trendi’ layaknya gamer modern, atau Anda lebih mementingkan keakuratan tinggi dengan peluang kesalahan sistem yang minimal? Jika Anda memilih jawaban kedua, maka Zowie Celeritas II patut dipertimbangkan. Saya juga mengacungkan jempol pada BenQ karena lewat penggunaan switch optik, Zowie memilih arahan pengembangan produk yang lebih sulit dari para kompetitornya.

Celeritas II 17

Meski begitu, saya kembali ingin menunjukkan kurangnya aspek koherensi pada desain: jika memang disiapkan untuk gamer pro, maka produsen sebaiknya tidak menutup mata pada faktor portabilitas. Celeritas II tergolong berat dan agak terlalu lebar buat dimasukkan dalam tas serta dibawa-bawa, padahal kabelnya sangat lentur serta mudah digulung.

Jika tertarik, Zowie Celeritas II bisa Anda beli di BenQ Official Store di Lazada seharga Rp 1,95 juta.

Celeritas II 19

 

Sparks

  • Diorientasikan untuk eSport
  • Mengusung teknologi switch jenis baru: switch optik Flaretech
  • Sangat nyaman
  • Merespons tiap input secara akurat dan konsisten
  • Plug-and-play
  • Adapter USB ke PS/2 opsional buat mengaktifkan N-key rollover

 

Slacks

  • Berat
  • Mahal
  • Penampilan mungkin kurang menarik bagi sebagian gamer
  • Tidak didukung software companion
  • Minim kustomisasi

[Review] Infinix Hot S3: Layar Penuh yang Piawai Selfie, Kamera Utama Pas-pasan

Infinix merupakan salah satu pabrikan ponsel yang fokus menonjolkan kemampuan selfie sebagai nilai jual utama. Seri teranyarnya, Infinix Hot S3 dikemas istimewa dengan desain full screen dan rasio layar kekinian 18:9.

Infinix Hot S3 ini nyaris memiliki segala yang diusung Xiaomi Redmi 5. Keduanya punya harga mirip-mirip, juga dengan fitur dan kualitasnya relatif setara. Namun Infinix Hot S3 memiliki kepiawaian selfie yang lebih mumpuni berkat kamera depan 20-megapixel.

Apakah Infinix Hot S3 sepenuhnya lebih unggul dari Xiaomi Redmi 5? Simak sampai tuntas review Infinix Hot S3 untuk mengetahuinya.

Paket Penjualan – Lengkap

Review-Infinix-Hot-S3-1
Paket Penjualan Infinix Hot S3 / Dailysocial

Dijual dengan harga kurang dari Rp2 juta, Infinix tetap membekali aksesori smartphone yang terbilang lengkap, hal ini layak diacungi jempol. Termasuk earphone yang keberadaannya sering ditiadakan oleh beberapa vendor, serta case dan screen protector sehingga Infinix Hot S3 benar-benar siap pakai.

  • Unit Infinix Hot S3
  • Kepala charger 2A
  • Kabel data microUSB
  • Earphone
  • Silicon case
  • SIM ejector
  • Screen protector
  • Buku panduan dan garansi

Desain – Tampang Oke Cuma Body Agak Tebal

Pada pandangan pertama, desain Infinix Hot S3 langsung menyita perhatian saya. Smartphone ini menyodorkan bentang layar 5,65 inci dengan aspek rasio baru 18:9 yang memenuhi tampang depan dan dipermanis dengan permukaan 2.5D yang sedikit melengkung di ujung-ujungnya.

Lebih dekat, jarak tepi layar ke frame di samping kanan dan kiri sudah mengecil. Namun masih terdapat bagian dagu dan dahi yang lumayan lebar.

Infinix Hot S3 memiliki faktor bentuk unibody dari bahan plastik dengan sentuhan akhir seperti efek logam. Dimensinya 153×72,85 mm dan ketebalan 8,4 mm, tergolong agak tebal untuk sebuah smartphone masa kini, terlebih bila Anda memasangkan case bawaan.

Meski begitu, body yang agak tebal sebenarnya tidak sepenuhnya buruk. Berkat sudut-sudut body yang membulat, justru membuat Infinix Hot S3 terasa nyaman dicengkram dan konstruksi plastiknya membuat bobotnya ringan.

Karena sudah mengadopsi desain full screen, tombol navigasi otomatis beralih ke penampang layar dan sensor pemindai sidik jari pun diusir ke bagian belakang. Sementara di atas layar ditempati kamera selfie ditemani dua buah lampu flash.

Sekarang kita tengok ke sekeliling body-nya, di bagian bawah tertanam port microUSB, loudspeaker, dan mikrofon. Sedangkan jack audio 3.5mm bertengger sendirian di bagian atas.

Kemudian tombol power dan volume berada di sebelah kanan, keberadaannya sangat mudah dijangkau jempol kanan dan jari tengah kiri. Lalu di sebelah kiri ada pintu akses untuk menuju tempat kartu seluler dan microSD. Bagian yang melegakannya ialah adanya tiga slot, di mana dua slot disiapkan untuk kartu seluler dan satu lagi untuk menampung kartu microSD.

Layar – Minimum Requirement Smartphone

Review-Infinix-Hot-S3-12
Layar Infinix Hot S3 / Dailysocial

Infinix Hot S3 menyodorkan layar IPS FullView ukuran 5,65 inci, ditopang resolusi HD+ 1440×720 piksel dengan tingkat kerapatan layar sekitar 280 ppi. Kombinasi tersebut ialah minimum requirement layar smartphone agar menyajikan tampilan yang nyaman di mata.

Aspek rasio 18:9 yang dikenakan tak hanya membuat ukuran layar terlihat lebih lega, tapi juga mampu menampilkan konten atau informasi lebih banyak. Tentunya kita bisa lebih nyaman saat melakukan mutlitasking, membuka dua aplikasi secara sekaligus, menonton video sinematik, dan aktivitas gaming yang lebih baik.

Review-Infinix-Hot-S3-14

Infinix telah menyematkan mode night light yang bisa melindungi mata dari efek cahaya biru berlebih dengan memberi rona kuning pada layar. Saya sangat menyarankan mengaktifkan fitur ini bagi Anda yang menggunakan smartphone sampai larut malam guna membantu Anda lebih mudah tidur. Anda bisa menjadwalkan secara otomatis, baik itu setelah matahari terbenam sampai terbit atau jadwal khusus dalam hitungan jam.

Kualitas tampilan yang terpancar sudah bagus dan memiliki sudut pandang yang luas. Cukup untuk menunjang kegiatan ber-smartphone, terlihat lumayan tajam dan warnanya juga cemerlang. Tingkat kecerahan maksimal juga memadai untuk penggunaan di bawah sinar matahari langsung.

UI – Android Oreo dengan XOS 3.0

Asyiknya Infinix Hot S3 sudah menjalankan sistem operasi Android versi terbaru yakni 8.0 Oreo yang membawa banyak fitur baru, performa dua kali lebih cepat dari versi sebelumnya, dan keamanan yang lebih mumpuni (patch keamanan bulan Maret 2018).

Sentuhan user interface custom, XOS versi 3.0 Hummingbird menyuguhkan visual yang colorful. Saya menyebutnya hybrid UI, karena semua aplikasi tampil di homescreen, tapi tetap menyuguhkan app drawer.

Terdapat banyak hal yang bisa dipersonalisasikan, mulai dari wallpaper yang bisa diubah dengan satu klik, beragam tema keren yang bisa diunduh, mengatur widget, ukuran fontasi, display size, efek pergeseran antar halaman, ukuran ikon menu, dan lainnya yang bisa diatur sesuai kebutuhan.

Bila berantakan, gunakan saja fitur smart arrange. Di mana dengan sekali klik semua ikon menu akan dikelompokkan dalam beberapa folder sesuai dengan kategori – tapi Anda tak bisa mengembalikannya seperti semula.

Tombol navigasi on screen berupa tombol back, home, dan recent app, bisa Anda sembunyikan agar area layar bisa menampilkan konten lebih banyak. Infinix juga tak ketinggalan menyematkan sistem kontrol gesture, Anda bisa double tap di layar untuk membangunkan atau menidurkan smartphone.

Kemudian swipe di panel navigasi dari kanan ke kiri atau sebaliknya untuk mengaktifkan mode one-hand yakni mengecilkan layar sehingga nyaman digunakan dengan satu tangan.

Selain bisa menggunakan kombinasi tombol power dan volume bawah untuk mengambil screenshot, cara lebih mudah disediakan Infinix yakni cukup dengan swipe tiga jari di mana saja. Lalu ada smart motion, di mana kita bisa silent atau mengheningkan panggilan telepon dan alarm dengan membalikkan smartphone.

Selain rangkaian aplikasi dari Google, Infinix juga menyematkan beberapa aplikasi buatannya sendiri seperti XClub, XShare, XTheme, serta bloatware lainnya seperti Phoenix Browser, Magic Movie, Cleaner, dan Freezer. Untuk menikmati mode split-screen atau menjalankan dua aplikasi sekaligus di layar, bisa diakses melalui fungsi recent app dan pilih aplikasi yang sedang berjalan.

Menyoal sistem keamanan, selain sensor pemindai sidik jari yang terletak di punggung smartphone dengan performa yang solid, Infinix juga menyediakan fitur ala Face Unlock. Performa cenderung labil dalam mengenali pemiliknya, setidaknya kita bisa mencoba fitur yang lagi kekinian.

Kamera – Cukup Baik untuk Mengabadikan Momen

Review-Infinix-Hot-S3-11
Kamera selfie Infinix Hot S3 / Dailysocial

Baiklah kita sampai pada salah satu fitur yang paling diunggulkan oleh Infinix Hot S3 yaitu kepiawaian selfie. Berbekal kamera depan 20-megapixel sensor Sony IMX378 dan aperture f/2.0, secara teknis harusnya mampu menghasilkan foto selfie yang ciamik untuk Anda share ke media sosial. Bagaimana dengan bidikannya?

Dalam kondisi cahaya yang ideal, Infinix Hot S3 memang menghasilkan foto yang lumayan natural tapi cenderung kurang tajam. Mode beauty-nya belum dilengkapi AI, tapi asal diatur dengan pas maka hasilnya tidak akan terlalu menipu dan kelewat mulus.

Review-Infinix-Hot-S3-19

Didukung dengan dua LED flash, tentu sangat membantu pengambilan selfie di temaran. Namun mengingat kamera depan masih fixed focus, jika objek atau latar belakang foto bergerak sedikit saja maka hasilnya rawan buram dan dihiasi noise.

Kemudian ada wideselfie atau panorama selfie dengan sudut lebar untuk menonjolkan latar belakang dan mode bokeh untuk menciptakan bagian blur pada suatu foto.

Berbalik ke belakang, berbekal kamera utama 13-megapixel, auto focus, aperture f/2.0, dan dual LED flash – spesifikasi serta fitur yang disediakan memang tak begitu mewah tapi cukup baik untuk mengabadikan momen.

Review-Infinix-Hot-S3-24
Pengaturan kamera Infinix Hot S3 / Dailysocial

Sayangnya hasil jepretan di mode HDR cenderung over exposure sehingga malah menghilangkan detil gambar. Untungnya terdapat mode professional yang menyediakan pengaturan kamera manual seperti exposure, shutter speed, rentang ISO, white balance, titik fokus, dan manual fokus. Anda bisa meningkatkan hasil foto dengan mode manual ini, tapi memang tidak secara instan.

Sementara, foto makro hasilnya sangat tajam dan warnanya juga akurat sesuai aslinya. Untuk perekaman video bisa menangkap video hingga resolusi 1080p pada 30 fps.

Hasil foto selfie Infinix Hot S3:

Hardware dan Performa

Review-Infinix-Hot-S3-23
Bencmark Infinix Hot S3 / Dailysocial

Bersenjata chipset Qualcomm seri Snapdragon 430 dengan prosesor octa-core 1.4GHz, ditopang RAM 3GB, memori internal 32GB, dan baterai 4.000 mAh. Infinix Hot S3 jelas memiliki stamina yang kuat di kelasnya, terlebih sudah menjalankan Android Oreo dan layar hanya resolusi HD.

Di Antutu, Infinix Hot S3 meraih skor 58.883 poin. Kemudian di PCMark Work 2.0 sebesar 3.602 poin dan 603 poin di 3DMark Sling Shot.

Selama proses review berlangsung, smartphone ini membuktikan diri dengan menyuguhkan performa yang gesit dan stabil. Aktivitas standar seperti browsing, media sosial, menulis, pengambilan gambar, dan multitasking berjalan dengan lancar.

Game MOBA seperti Mobile Legends dan Arena of Valor, mampu dieksekusi dengan sangat baik. Mobile Legends masih didukung opsi grafis high end, tapi Arena of Valor dan game HD lain mungkin bakal mentok di grafis medium atau menengah.

Verdict

Review-Infinix-Hot-S3

Perkembangan smartphone di kelas menengah ke bawah juga tak kalah pesatnya dengan smartphone kelas atas, belum lagi adu fitur unggulan antar produsen. Sebagai konsumen, sangat penting untuk memilih smartphone yang paling sesuai dengan keperluan utama kita.

Dibanderol Rp1.899.000, Infinix Hot S3 boleh saja saya bilang alternatif terbaik dari Xiaomi Redmi 5 dan memang cukup tangguh bersaing dengan smartphone sekelasnya. Chipset yang digunakan Infinix memang tidak sekuat Xiaomi (Snapdragon 430 vs 450), tapi kemampuan selfie Infinix Hot S3 juga tidak bisa dipandang sebelah mata.

Jadi apakah Infinix Hot S3 lebih unggul dari Xiaomi Redmi 5? Jawaban relatif, bagi Anda yang suka selfie – Infinix Hot S3 jelas pilihan yang lebih tepat. Namun bila kamera depan bukan fitur yang penting buat Anda, Xiaomi Redmi 5 memiliki prosesor yang sedikit lebih kuat.

Sparks

  • Layar IPS 18:9 HD+
  • Kamera selfie 20-megapiksel dengan lampu flash
  • Android 8.0 Oreo
  • Chipset Snapdragon 430, RAM 3GB

Slacks

  • Body plastik, agak tebal
  • Fokus lambat di cahaya rendah, sehingga foto cenderung buram