Sudahkah Saatnya Beralih ke New PlayStation 4? Simak Rangkuman Review-nya

Semakin canggih dan menuntutnya konten digital mendorong Sony me-refresh console current-gen mereka serta menyiapkan sistem pamungkas buat menangani VR. Hal ini menarik sekaligus mengesalkan developer dan gamer karena perbedaan hardware berpotensi memicu terciptanya kesenjangan di kalangan pemain. Tapi sebelum PS4 Pro dilepas, kita perlu tahu dulu apakah varian standar perlu diganti dengan New PlayStation 4 yang lebih ramping.

Untuk menjawab pertanyaan itu, ada baiknya kita menyimak ulasan para reviewer yang sudah lebih dulu mencobanya. Ini dia rangkumannya:

IGN menyampaikan, secara keseluruhan PlayStation 4 baru ini memenuhi tugasnya dengan sangat baik, meskipun tidak menawarkan peningkatan signifikan. Sang reviewer mengeluhkan, wujudnya tidak lebih kecil dari yang ia harapkan dan sistem ventilasinya terbilang minim. PS4 slim juga tidak mempunyai port audio optical, sehingga tak bisa dipasangkan ke perangkat audio high-end. Bagi IGN, tidak ada alasan buat mengganti PS4 Anda dengan versi ‘New’ ini.

TrustedReviews menilai, rancangan ramping New PlayStation 4 boleh jadi bukanlah favorit semua orang, namun tetap sebuah langkah ke arah yang tepat. Ia lebih kecil, bekerja lebih hening, dan mengonsumsi listrik lebih sedikit – membuatnya jadi ‘PS4 terbaik di pasar saat ini’. Sebetulnya tidak ada dalih kuat buat membelinya, kecuali Anda sama sekali belum memiliki PS4 dan tidak tertarik bermain game di TV 4K/HDR. Jika video jadi perhatian Anda, maka Xbox One S merupakan opsi lebih baik.

T3 sendiri bilang bahwa tidak ada salahnya mengadopsi versi baru console favorit ini. Harganya terjangkau, controller-nya juga jempolan, meski reviewer mengeluarkan pernyataan senada media lain: menyayangkan hilangnya port audio optical dan merasa kurang ‘sreg’ dengan rancangannya. Sebelum membeli, T3 meminta Anda bertanya satu hal pada diri sendiri: apakah Anda menginginkan kemampuan 4K? Jika iya, maka PS4 Pro ialah console yang Anda cari, atau silakan lirik Xbox One S.

Respons paling hangat diungkap oleh Stuff. Bagi sang reviewer, PS4 Slim menyempurnakan hampir seluruh aspek sang pendahulu: lebih kecil, lebih ringan, lebih hening dan lebih murah. Mereka juga mengerti, beberapa orang pasti akan ‘merindukan’ koneksi audio optiknya. Terlepas dari itu, lagi-lagi komentar Stuff identik seperti rekan-rekan sejawatnya, menyarankan Anda menambahkan sedikit modal dan meminang PlayStation 4 pro. Andai bukan untuk sekarang, maka buat masa depan ketika Anda telah memiliki TV 4K.

Kesimpulan dari Mirror  buat PS4 Slim cukup sederhana: versi tipis dan padat console Sony ini patut jadi pertimbangan jika Anda sedang mencari alternatif yang lebih ringan di dompet serta di lemari. Tapi tanpa upgrade besar-besaran, Anda jangan berharap ada dongkrakan visual ataupun performa. Seandainya Anda menginginkan hal tersebut, silakan tunggu PlayStation 4 Pro.

[Review] Sennheiser HD 451, Tampilan Menarik dengan Suara Khas Sennheiser

Sennheiser HD 451 bisa jadi bukan headphone yang bisa memenuhi semua minat penyuka audio, bukan pula tipe headphone closed over ear Sennheiser yang tercantik. Namun headphone ini memiliki beberapa keunggulan.

Saya berkesempatan untuk mencobanya untuk beberapa waktu dan artikel ini adalah kesan dari pengalaman penggunaan saya tersebut. Mari kita simak.*)

Sennheiser HD 451 hadir dengan desain pad ouval
Sennheiser HD 451 hadir dengan desain pad ouval

Desain

Yang terlintas pertama kali di benak saya ketika menerima perangkat ini adalah modelnya. Mengingatkan saya pada headphone Sennheiser kelas atas yang pernah saya coba di salah satu acara yang digelar sound forum yang digelar Sennheiser beberapa waktu lalu. Bentuk earcup yang ouval (tidak bulat) mengingatkan pada Sennheiser HD 600 atau HD 800 S, meski dari sisi tampilan luarnya berbeda dan detailnya pun berbeda.

Bagian desain lain yang tampak keren dari headphone ini adalah elemen garis serta warna biru yang menjadi pemanis dari warna utama, hitam, yang hadir di keseluruhan headphone.

Bagian samping earcup dengan elemen warna biru
Bagian samping earcup dengan elemen warna biru

Saat memegang HD 541, memang ada sedikit perasaan kecewa karena hampir semua bahan yang ada terbuat dari plastik, berbeda dengan Sennheiser HD 429 yang ada elemen seperti karet yang membalut bagian luar earpad.

Meski demikian, bahan all plastic ini sedikit terbayar dengan fasilitas earcup yang bisa menyesuaikan bentuk tulang bagian pinggir telinga Anda. Anda bisa ‘menggoyangkan’ untuk membuatnya pas di sekitar telinga Anda.

Anda bisa mengatur untuk membuat pas earcup saat digunakan
Earcup bisa menyesuaikan bentuk sekitar telinga Anda

Dari sisi desain memang tidak banyak yang bisa dibahas selain dari model dari HD 451 yang cukup modern dan menarik untuk dilihat. Satu kelebihan lain adalah busa earpad yang tidak menggunakan bahan serupa leather. Meski bisa jadi ini faktor selera, tetapi saya sendiri lebih menyukai yang bahan seperti ini karena lebih tidak mudah sobek, selain itu earcup tidak akan memiliki bekas keringat. Bahan busa/kain juga terasa lebih nyaman di kulit.

Busa penahan juga tersedia di gagang headphone untuk menahan kepala bagian atas agar tidak langsung bersinggungan dengan gagang headphone.

HD 451 adalah headphone closed over ear, yang artinya akan menutup telinga secara penuh. Suara, baik dari dalam dan luar, akan terisolasi.

Tampilan kabel dan jack HD 451
Tampilan kabel dan jack plug HD 451

Kebel yang ada tidak bisa dilepas (berbeda dengan beberapa jenis headphone lain, misalnya Goldring DR50). Kabel yang tersedia tidak terlalu panjang kurang lebih 1.2 m dengan ujung jack plug 35mm yang bisa Anda colokan langsung ke smartphone, laptop atau pemutar audio Anda.

Bentuk ujung jack plug yang tidak lurus memang berbeda dengan selera saya. Meski demikian untuk penggunaan tertentu, ujung seperti ini terkadang lebih praktis dari yang lurus. Namun, karena saya biasanya menggunakan iPod dan laptop untuk mendengarkan audio, maka ujung bengkok seperti ini terkadang agak kurang nyaman.

Pengalaman menggunakan

Dari situs resmi disebutkan bahwa headphone ini telah dioptimasi untuk perangkat portable audio seperti MP3 atau CD player serta perangkat iOS dan smartphone. Hal ini cukup pas dengan cara saya menggunakan karena saya mendengarkan musik dengan HD 451 dengan aplikasi Spotify (baik di iPod/smartphone dan laptop) dengan kualitas lagu yang paling tinggi yang disediakan Spotify.

Saya juga menggunakan amplifier portable FiiO Fujiyama untuk menambah power dari suara yang dihasilkan player.

Tampilan HD 541 serta amplifier portable dari Fiio
Tampilan HD 541 serta amplifier portable dari FiiO

Pengalaman yang paling saya ingat saat menggunakan headphone ini untuk mendengarkan musik favorit adalah suara bass yang cukup terasa (khas Sennheiser), setidaknya jauh lebih terasa dari HD 429 yang memang memiliki tagline smooth bass.

Untuk elemen hasil suara lain memang tidak ada yang istimewa, namun bukan berarti jelek. Cukup cocok untuk pemakaian sehari-hari bagi mereka yang suka dengan musik yang perlu menampilkan bass secara menonjol.

Hal lain selain bass yang cukup memberikan impresi baik dari HD 451 satu adalah noice cancelling yang dihadirkan. Saya menggunakan headphone di kantor jadi fitur ini cukup menyenangkan karena bisa fokus dan mengisolasi suara dari luar dengan cukup baik.

Tampilan logo di Sennheiser HD 451
Tampilan logo di Sennheiser HD 451

Untuk harga yang ditawarkan oleh headphone ini, meski tidak terlalu murah, masih cocok untuk entry level.

Kalimat saya di atas ini memang membuka diskusi yang lebih luas. Tentu saja dengan harga jual yang serupa dengan HD 451 masih ada beberapa pilihan headphone yang bisa jadi lebih bagus atau lebih sesuai dengan selera musik yang Anda cari. Misalnya saja Goldring DR50 (meski ini masuk kategori headphone jadul) yang saya sebut di atas lebih memberikan kepuasan bagi selera musik saya, meski bass-nya kurang namun clearness dari audio lebih baik dari HD 451, harga yang ditawarkan juga jauh lebih murah.

Headphone lain yang sempat saya miliki dari brand Audio-Technica (maaf saya lupa model persisnya karena sudah saya berikan ke rekan) juga menghasilkan suara yang tidak jauh berbeda dengan harga setengah dari HD 451.

Beberapa pilihan headphone dari Sennheiser sendiri juga bisa jadi lebih kompetitif dari segi harga dan kualitas suara. Namun, seperti yang saya ulas di atas, model atau desain tampilan luar dari headphone ini, kualitas suara yang cukup baik serta busa pad yang nyaman adalah beberapa kelebihan yang bisa Anda miliki saat menggunakan HD 451.

Bisa jadi headpohone ini juga diperuntukkan bagi mereka penggemar Sennheiser yang ingin memiliki headphone tertutup over the ear yang hadir dengan desain modern dengan busa pad yang bukan dari bahan kulit imitasi.

Tampilan earcup Sennheiser HD 451
Tampilan earcup Sennheiser HD 451

Untuk siapa HD 451?

Anda penggemar headphone Sennheiser yang telah paham karakter brand ini terutama dari sisi bass. Headphone ini juga cocok bagi Anda yang memiliki perhatian pada tampilan desain tampak luar (bukan bahan) atas headphone yang digunakan. Anda penikmat headphone yang lebih suka bantalan pad dari kain dan bukan bahan kulit (imitasi) juga bisa memilih headphone ini.

Sennheiser HD 451 dijual, salah satunya, lewat Blibli.com dengan harga RP948.000.

*) Tentu saja selain masalah selera, mencoba headphone akan berpengaruh pada banyak faktor. Tidak hanya alat pemutar lagu, lama burn in, dukungan impedance dari perangkat pemutar lagu, perangkat tambahan seperti DAC atau amplifier sampai dengan file lagu yang digunakan untuk melakukan uji. Saya sendiri, seperti yang dituliskan di artikel, menggunakan alat pemutar musik ipod dan perangkat laptop dengan musik yang didengarkan dari Spotify (premium) dengan pengaturan lagu paling maksimal. Beberapa kali juga saya menggunakan amplifier portable sebagai alat tambahan untuk mendengarkan musik.

[Review] Acer Aspire S 13, Si Cantik Perkasa Pendukung Kegiatan Kerja

Varian terbaru keluarga Acer Aspire seri S tiba di Indonesia bulan Juni kemarin. Dan di tengah-tengah beragam notebook yang produsen asal Taiwan itu perkenalkan ke konsumen lokal, S 13 berhasil mencuri perhatian berkat desain cantiknya. Ia memang bukan lagi merupakan laptop teringan dan teramping milik Acer, namun tetap menjadi salah satu ultrabook berpenampilan terbaik.

Selama beberapa minggu ke belakang, saya diberi kesempatan buat menjajal sendiri produk menarik ini. Seperti tradisi Acer, Aspire S 13 sebetulnya mempunyai nama yang cukup panjang, yaitu S5-371-58UX. Kode tersebut dipakai untuk menunjukkan komposisi hardware tertentu, dan supaya tidak membingungkan, di review ini saya hanya akan menggunakan nama panggilannya saja.

Pertemuan pertama Anda dengan Aspire S 13 akan meninggalkan kesan yang sulit dilupakan. Meski sudah pernah mencobanya, saya lagi-lagi terkejut pada betapa anggun dan tipisnya device ini. Namun ada pertanyaan besar masih tersisa: ditargetkan pada para pebisnis dan profesional, seberapa efektifkah Aspire S 13 menunaikan tugasnya? Ayo simak ulasan lengkap ini.

 

Design

Sejumlah brand terkemuka memang menjadi kiblat desain, dan itu merupakan hal yang wajar. Tapi lewat Aspire S 13, Acer berhasil membuktikan bahwa mereka mampu meramu produk cantik tanpa perlu mengikuti jejak Apple. Saya pribadi sangat menyukai unit review berwarna obsidian black ini. Cover nano-imprint vertikalnya memberikan kesan aerodinamis, tampak begitu serasi dengan logo Acer dan bagian engsel metalik abu-abu gelap bertuliskan ‘Aspire S’. Seandainya notebook kita ibaratkan sebagai mobil, maka S 13 ialah BMW seri 5.

Acer Aspire S 13 15

Acer Aspire S 13 30

Jangan bosan jika saya kembali membahas soal betapa rampingnya Aspire S 13. Ultrabook ini mempunyai ketebalan 14,5-milimeter, dengan panjang dan lebar 32,766×22,86-sentimeter. Selain lebih mungil dari MacBook Air 13, Aspire S 13 juga lebih ringan, hanya berbobot 1,31-kilogram. Dalam kondisi tertutup, notebook ini nyaman untuk dibawa-bawa dan sangat mudah diselipkan di tas, didukung pula oleh unit charger/adaptor yang kecil.

Acer Aspire S 13 29

Acer Aspire S 13 19

Saat lid dibuka, Anda disuguhkan display 13,3-inci full-HD dengan frame rubberized matte hitam, papan ketik tenkeyless, serta area wrist rest berbahan brushed aluminium. Anda akan melihat sisi ujung berwarna perak yang dipotong rapi, dimaksudkan agar tidak tajam di kulit tangan Anda. Pendekatan serupa turut dipakai di area pembatas touchpad. Perlu diingat, layar Aspire S 13 tidak bisa direntangnya hingga sejajar keyboard, maksimal 120 derajat saja.

Acer Aspire S 13 16

Acer Aspire S 13 20

Tubuh tipis Aspire S 13 tentu memberi dampak pada akses ke hardware. Baterainya ditanam di dalam, lalu komponen lainnya tidak dibuat untuk diutak-atik, walaupun secara teori (tapi tidak disarankan), Anda bisa membuka panel di bawah dengan melepas baut.

Acer Aspire S 13 31

Acer Aspire S 13 32

Terlepas dari upaya Acer memangkas ketebalan device, konektivitasnya tidak perlu Anda cemaskan. Anda bisa menemukan port USB 3.0, slot kartu SD, dan sepasang port audio 3,5mm (output hi-fi) di kiri; serta port HDMI, satu USB 3.0 dan sebuah port USB type-C di kanan.

Acer Aspire S 13 18

 

Build quality

Aspire S 13 bukanlah notebook dengan rancangan yang terlampau ambisius. Bahan logam cuma digunakan di zona-zona krusial saja, tapi material plastiknya diracik agar padat dan tidak memberi kesan murahan. Bagian layarnya sendiri cukup tebal, strukturnya kokoh, mampu memproteksi LCD dari tekanan eksternal – tidak terdistorsi walau saya dorong punggungnya. Saya tidak menemukan area-area empuk di body, kemudian engsel juga mencengram monitor secara mantap, sehingga Anda harus menahan tubuh laptop ketika ingin mengangkat layar.

Acer Aspire S 13 13

Acer Aspire S 13 14

 

Display

Layar IPS 1920×1080 ‘active matrix‘ TFT Colour LCD seluas 13,3-inci Acer bubuhkan sebagai jendela Anda mengakses ruang digital. Panel unit review ini bukanlah tipe touchscreen, tapi mampu menghasilkan warna yang kaya serta atraktif, dengan tingkat kecerahan tinggi (mencapai 327-nit di level maksimal). Lewat sedikit riset di internet, display tersebut memiliki color gamut 106,8%, mengalahkan Dell XPS 13 (92%), HP Envy 13t (103%) dan MacBook Air (66%).

Acer Aspire S 13 22

Acer Aspire S 13 21

Lapisan matte memastikan layar tetap bersahabat ketika digunakan di luar ruangan serta meminimalisir pantulan objek. Menariknya lagi, via menu Quick Access, Anda bisa mengaktifkan fitur Color Intelligence – PC secara otomatis mengoptimalkan mutu display berdasarkan konten – serta Bluelight Shield. Kemampuan terakhir ini dimaksudkan untuk mengurangi sinar biru, sehingga mata Anda tidak cepat lelah. Efeknya adalah, gambar jadi lebih menguning.

 

Keyboard, mouse & palm rest

Aspire menyuguhkan keyboard chiclet, dengan tuts utama (abjad dan angka) berukuran 1,5×1,5cm dan gap seluas 3,6mm. Empuk dan presisi, papan ketik ini sangat menunjang kegiatan mengetik sehari-hari. Backlight LED putih di sana turut membantu menerangi tombol saat gelap. Hanya saja, ada kebocoran cahaya di sejumlah tombol. Kemudian actuation beberapa tuts terasa sedikit kurang konsisten, terutama di Backspace, ‘\’, Enter dan Shift kanan.

Acer Aspire S 13 23

Diposisikan sedikit ke kiri, touchpad 10,5×6,5-centimeter Aspire S 13 merupakan komponen paling mengecewakan dari perangkat yang ditujukan untuk fungsi produktif. Meski sudah mengubah-ubah setting di Windows, touchpad tetap tidak merespons sentuhan jari secara presisi. Tarikan garis diagonal yang lambat malah membuat kursor bergerak zig-zag. Kendala ini hampir membawa saya ke titik frustasi, hingga akhirnya saya ingat Douglas Engelbart pernah memperkenalkan sebuah periferal komputer bernama ‘mouse‘ – dan mencolokkannya ke notebook.

Acer Aspire S 13 24

Acer Aspire S 13 26

Tidak banyak keluhan untuk palm rest-nya sendiri. Dalam pemakaian hampir sembilan jam non-stop, bagian ini tetap terasa sejuk. Saya hanya penasaran mengapa Acer tidak menempatkan touchpad sejajar dengan tombol spasi, sehingga layout-nya jadi lebih simetris.

Acer Aspire S 13 25

 

Hardware

Aspire S 13 S5-371-58UX adalah varian bertenaga Intel Core i5 generasi keenam, dengan penyimpanan berbasis SSD 256GB,dan  berjalan di sistem operasi Microsoft Windows 10 Home. Spesifikasi lengkapnya bisa Anda lihat melalui screenshot app Speccy di bawah:

Acer Aspire S 13 3

Acer Aspire S 13 4

Acer Aspire S 13 5

 

Benchmark

Ada enam software yang saya gunakan untuk melakukan benchmark pada Acer Aspire S 13; yaitu Futuremark PCMark 8 dan 3DMark, Unigine Heaven 4.0 dan Valley 1.0, serta Final Fantasy XIV Heavensward Benchmark dan Monster Hunter Online Benchmark sebagai perwakilan dari game.

Dalam tes PCMark 8, Aspire S 13 menghasilkan skor 2728 – lebih baik 49 persen dibanding perangkat lain dan berada di atas standar notebook, di angka 2465. Rinciannya bisa Anda lihat di sini:

Acer Aspire S 13 2

Acer Aspire S 13 1

Untuk 3DMark, saya memilih benchmark Cloud Gate 1.1. Tampaknya penggunaan GPU integrated Intel Iris 520 masih belum cukup buat menopang software-software bergrafis berat, cuma memperoleh nilai 5401, di bawah rata-rata notebook modern (6735).

Acer Aspire S 13 6

Acer Aspire S 13 7

Di Unigine Heaven 4.0 dan Valley, saya memakai setting grafis default, dengan resolusi mengikuti setup PC. Inilah skor terbaiknya:

Acer Aspire S 13 9

Acer Aspire S 13 10

Menurut software Monster Hunter Online, Aspire S 13 sukses mengalahkan 25 persen perangkat milik user lain, mendapatkan nilai 1649 dalam tes di resolusi 1280×720.

Acer Aspire S 13 11

Acer Aspire S 13 12

Kemudian buat Final Fantasy XIV Heavensward, saya cuma mengubah setting sehingga benchmark berjalan di fullscreen. Hasilnya ialah ‘fairly high‘ dengan nilai 3252 di 720p.

Acer Aspire S 13 8

 

Using experince

Keyboard dengan key travel sejauh 0,87mm-nya yang nyaman memang membuat saya betah berlama-lama mengoperasikan Aspire S 13, namun faktor andalan di perangkat ini tidak terlihat oleh mata. Meskipun kompoisi prosesor dual core i5 2,3GHz dan RAM DDR3 4GB tidak tampak spesial, kehadiran SSD Kingston 256GB memberikan perbedaan besar. Berkatnya, masuk ke Windows cuma menghabiskan beberapa detik, dan load aplikasi juga berjalan singkat.

Acer Aspire S 13 27

Layar berkualitas tinggi memastikan Aspire S 13 sangat cocok untuk menikmati berbagai video full-HD. Hal ini turut didukung oleh daya tahan baterainya yang jempolan. Dalam tes streaming video 720p loop, baterai baru menyentuh 10 persen setelah pemakaian selama 7 jam 10 menit, menggunakan profile power saver default.

Acer Aspire S 13 33

Di periode tersebut, temperatur permukaan notebook tidak pernah melewati batasan wajar. Area tubuh dekat monitor cenderung lebih hangat dari zona lainnya, tetapi panasnya tidak lebih tinggi dari suhu tubuh Anda. Wrist rest-nya sendiri selalu sejuk asalkan Anda tidak terus-terusan menempelkan tangan di sana.

Acer Aspire S 13 28

Sayangnya, Aspire S 13 betul-betul membutuhkan bantuan di sisi penyajian suara. Bukan hanya bass tidak terasa, saya dapat mendengar suara berderik ketika speaker build-in mengeluarkan nada tertentu, padahal Acer mengklaim telah menopang notebook dengan teknologi TrueHarmony serta software Dolby Audio.

 

Verdict

Melengkapi faktor-faktor positif yang saya jabarkan di atas, harga juga merupakan aspek terbaik dari Aspire S 13. Tentu saja ia bukanlah produk murah, namun Aspire S 13 dijajakan di harga yang masuk akal, tidak menuntut Anda mengeluarkan uang terlalu berlebihan. Untuk sebuah ultrabook tipis bertenaga dengan desain apik dan baterai tahan lama, kita cukup membayarkan uang sebesar Rp 13 juta kurang (varian Intel Core i7 dibanderol Rp 18 jutaan).

Walaupun begitu, Anda tetap harus mempertimbangkan sejumlah kekurangan di sana. Bagi saya, rendahnya akurasi serta responsivitas touchpad berpotensi mengurangi produktivitas kerja; lalu Acer sebetulnya masih bisa meningkatkan konsistensi dari keyboard agar mengetik jadi lebih mulus.

Secara keseluruhan, Acer Aspire S 13 adalah notebook ultra-portable dengan rasio harga versus performa yang seimbang, merupakan salah satu produk favorit saya di tahun ini.

Apa Nasib ReCore Lebih Baik dari Mighty No. 9? Ayo Simak Pendapat Para Reviewer

Setelah performa Mighty No. 9 yang mengecewakan, perhatian tertuju pada ReCore. Ekspektasi jadi kian tinggi karena selain dinahkodai Keiji Inafune, permainan turut digarap oleh tim pencipta Metroid Prime serta didukung Microsoft. ReCore dilepas hari ini di Xbox One serta PC, dan pertanyaannya adalah: apakah kombinasi tiga nama besar itu mampu menghasilkan sebuah mahakarya?

Sayang sekali jawabannya bukan seperti yang kita harapkan. Respons reviewer terhadap ReCore memang lebih baik dari Mighty No. 9, namun ia tidaklah sehebat janji Comcept dan Armature Studio. Di situs agregator OpenCritic, ReCore cuma mendapatkan nilai ‘lemah’.

ReCore Inquisitive Mack

IGN mengakui bahwa skala permainan ReCore cukup mengejutkan. Awalnya, dunia permainan memang asik untuk dijelajahi, tetapi tidak banyak hal menarik terjadi di sana, termasuk jika dilihat dari perspektif sistem pertempuran. Menurut reviewer Vince Ingenito, dunia game tersaji terlalu luas dan pada akhirnya menyuguhkan konten yang sama. IGN hanya memberikan nilai 73.

Kritik GamesRadar lebih pedas lagi. Sam Prell mengungkapkan, game memang dibekali ide-ide unik, tapi eksekusinya berantakan: ReCore dipenuhi bug dan kendala teknis semisal lamanya waktu load. Lalu di sisi gameplay, musuh-musuh menggunakan cara-cara ‘murahan’ buat mengalahkan Anda, misalnya mengeksploitasi kemampuan skill stun berkali-kali. Kemudian, tingkat kesulitan tiba-tiba meroket di bagian akhir permainan.

ReCore 2

GameSpot cuma memberikan nilai 6 buat ReCore. Sang pengulas bilang, ReCore mempunyai pesona permainan platformer era Gamecube serta Dreamcast, dan kelirunya arahan developer sangat disayangkan. Lagi-lagi aspek teknis jadi kendala, Gamespot mengeluhkan lamanya waktu load di console Xbox One – memaksanya menunggu dua sampai tiga menit. Beberapa kali, game juga berhenti tiba-tiba serta mengalami crash.

Review terbaik diberikan oleh WCCFtech dengan nilai 80. Francesco De Meo memuji jalan cerita, formula gameplay serta melimpahnya konten, menyarankan ReCore bagi mereka yang sedang mencari permainan action adventure. Meski demikian, WCCFtech melihat adanya kelemahan dari minimnya tantangan, sehingga menyebabkan pertempuran jadi repetitif. Mereka juga mengonfirmasi kehadiran bermacam-macam masalah tekniks.

ReCore 1

Keri Honea dari Game Revolution mengaku bahwa narasi dan gameplay ReCore mampu membuatnya kecanduan selama beberapa jam pertama. Tapi setelah itu, permainan jadi terasa hambar dan ‘kecantikan’ para karakternya mulai pudar, seakan-akan game berjalan mundur ke era PlayStation 2. Hanya keinginan buat menyelesaikan ceritanya-lah yang mendorong sang reviewer untuk menyelesaikan ReCore.

Saat artikel ini ditulis, ReCore memperoleh skor rata-rata 61 dari 28 reviewer yang berhasil dirangkum OpenCritic; dan mendapatkan nilai 63 dari 28 media di Metacritic untuk versi Xbox One.

ReCore 4

[Review] Infinix Hot S: OS Android 6, Desain Menyenangkan dan Fingerprint yang Bisa Diandalkan

Satu dari banyak hal menarik saat mencoba smartphone yang ditujukan untuk kelas entry level dan mid level adalah kejutan-kejutan yang sering muncul. Dan Infinix Hot S adalah perangkat yang menyimpan hal tersebut.

Infinix Hot S adalah perangkat terbaru dari Infinix yang meneruskan perangkat yang sebelumnya tersedia di tanah air. Infinix Hot S hadir dengan dua pilihan tipe, RAM 2GB dan 3GB. Unit yang saya coba dan akan saya bahas di artikel ini adalah yang versi 2GB.

Tampilan Home Infinix Hot S
Tampilan Home Infinix Hot S

Ketertarikan saya pada Infinix adalah karena perangkat Infinix Hot 2 yang membawa misi program Android One. Alasan utama adalah OS update yang lebih cepat dari beberapa perangkat sejenis serta stock Android yang dibawanya. Meski demikian Infinix Hot S ternyata memberikan pengalaman lain dengan hadirnya XOS, antar muka yang dihadirkan oleh Infinix untuk pengguna.

Untuk lebih lengkap, mari kita bahas satu persatu pengalaman penggunaan yang saya rasakan saat mencoba perangkat ini beberapa hari ke belakang.

Desain

Unibody. Kata tersebut bisa merangkum desain dari Infinix Hot S. Sekilas desain yang ada tidak memberikan kesan perbedaan dengan beberapa perangkat sejenis lain yang cover belakang bisa dibuka dan baterai bisa dilepas. Namun, Hot S ternyata mengadopsi unibody sehingga Anda tidak bisa membuka tutup belakang.

Tampilan belakang Infinix Hot S
Tampak belakang dari perangkat Infinix Hot S

Slot kartu SIM dan tambahan memory card bisa disematkan lewat slot dari pinggir ponsel. Anda bisa menikmati dua kartu SIM secara bersamaan atau satu kartu dan satu lagi memory card. Jaringan yang didukung adalah 4G/3G/2G.

Body metal yang disematkan pada Hot S membuat smartphone ini cukup nyaman di genggam. Pengalaman menggenggam ponsel ini juga terasa ringan, ketebalan serta grip juga terasa cukup solid.

Tampilan layar dari Hot S terasa seperti lonjong atau memanjang ke atas, bisa jadi ini karena tampilan ukuran layar yang 5.2 inci, namun di bagian bawah dan atas tersedia ruang yang cukup besar. Bawah untuk button operasional dan atas untuk speaker depan (telepon).

Tampilan depan Infinix Hot S
Tampilan depan Infinix Hot S

Satu hal yang saya ingat saat menggunakan smartphone ini adalah kenyamanan saat pertama kali menggengam serta bobotnya yang ringan. Misalnya ketika saya mengambil smartphone dari atas meja untuk membuat jejaring sosial atau bermain game. Bahan metal yang hadir di perangkat menambah nilai positif untuk urusan pengalaman genggam.

Pengalaman penggunaan

Selain pengalaman menggengang yang sudah di bahas di atas, Infinix Hot S juga menyimpan kejutan lain. Fingerprint yang disematkan pada perangkat yang dijual di bawah dua juta ini ternyata cukup bisa diandalkan.

Respon yang saya alami selama menggunakan cukup cepat dan hampir tidak menemui kendala. Bahwa saat jari saya agak basah kerena keringat pun fingerprint masih bisa mendeteksi dan berfungsi. Saya menggunakan fingerprint untuk ‘membuka’ dan ‘menutup’ layar, kombinasi antara kenyamanan genggam dan fingerprint ini ternyata memberikan kesan tersendiri saat menggunakan smartphone.

Fingerprint berada di bagian belakang perangkat Infinix Hot S
Fingerprint berada di bagian belakang perangkat Infinix Hot S

Proses yang dimulai dari menyentuh smartphone, mengangkatnya dari meja, lalu menempelkan jari ke finger print dan mengakses ponsel semuanya memberikan kesan tersendiri. Terutama mengingat harga dan segmen kelas yang disasar oleh smartphone ini.

Kepemilikan smartphone akan disesuaikan dengan tujuan penggunaan perangkat, untuk masa coba beberapa hari kemarin juga saya sesuaikan dengan kebutuhan penggunaan smartphone yang saya lakukan. Menjelajah internet, mengakses media sosial dan bermain game.

Dengan RAM 2GB beberapa pekerjaan ini bisa dilahap dengan lancar oleh Infinix Hot S, perpindahan antar aplikasi juga lancar. Satu hal menonjol alias kejutan yang saya rasakan di perangkat ini adalah layarnya.

Infinix Hot S membawa layar IPS 5.2 inci yang tampak terang ketika digunakan. Di dukung prosesor octa core Cortex 1.3GHz, 64bit dam RAM 2GB tampilan layar saat menikmasi gambar atau bermain game cukup menyenangkan. Saya mencoba bermain game NBA Live, dan efek bayangan terpantul dari lapangan basket kayu tampil cukup jelas dan memberikan pengalaman bermain game yang seru.

Game NBA Live bisa dinikmati dengan lancar
Game NBA Live bisa dinikmati dengan lancar

Layar dari Hot S juga cukup menyenangkan untuk menjelajah foto di saat browsing di internet, meski demikian tampilannya yang terang cukup melelahkan mata saat mengakses cukup lama, meski pengaturan kecerahan sudah dikurangi.

Speaker yang ada di perangkat ini memang tidak terlalu istimewa tetapi cukup untuk menemani mendengarkan musik, menonton video atau bermain game. Colokan untuk mengisi daya menggunakan USB cable ‘standar’. Infinix juga menyertakan earphone dengan desain yang cukup bagus, meski saya tidak sempat mencobanya karena lebih memilih mencoba speaker perangkat (alasan lain, saya memiliki headphone dan earphone lain kesukaan, jadi jarang sekali menggunakan earphone bawaan).

Earphone bawaan Infinix Hot S
Earphone bawaan Infinix Hot S

Dari sisi kamera, sebenarnya pengalaman penggunaan yang saya alami tidak terlalu istimewa. Di atas kertas Infinix menjelaskan spesifikasi yang mumpuni tetapi saat mencoba di dalam ruang, hasil yang saya dapatkan tidak terlalu istimewa dan terasa banyak noise. Meski demikian, kamera depan Hot S telah disematkan kemampuan untuk 120 derajat wide angle shot, cocok untuk group selfie. Kamera depan juga memiliki led flash sebagai tambahan fitur.

Kamera belakang juga telah dilengkapi dual led flash untuk membantu menangkap gambar, untuk melengkapi proses berfoto ada beberapa fitur aplikasi kamera yang dibawa Infinix, seperti beauty filter, profesional mode dan square mode.

Tampilan aplikasi kamera Infinix Hot S
Tampilan aplikasi kamera Infinix Hot S

UI, OS dan aplikasi bawaan

Infinix Hot S membawa UI XOS yang didasarkan pada versi Android 6 alias Marshmallow. Entah kenapa saya suka dengan logo XOS, meski mengingatkan pada logo OS brand tetangga, tetapi tampilan logo saat menyalakan ponsel pertama kali memberikan kesan mewah.

Tampilan UI paling depan tidak ada perbedaan berarti dengan tamapilan pada umumnya, tampilan aplikasi secara menyeluruh juga dihadirkan cukup standar tetapi memudahkan untuk mengenali aplikasi karena diurutkan berdasarkan abjad.

Infinix Hot S menggunakan UI XOS
Infinix Hot S menggunakan UI XOS

Tampilan UI pengaturan cepat juga cukup terasa nyaman di mata dengan desain ikon garis tipis dan keterangan lengkap ikon. Ada satu ikon yang menarik perhatian saya, yaitu ikon cast. Meski tidak sempat mencoba namun akses cepat ini tentunya akan menjadi tambahain pilihan pengaturan yang menyenangkan bagi Anda yang memiliki perangkat cast seperti Chromecast.

Akses cepat menu pengaturan di Infinix Hot S
Akses cepat menu pengaturan di Infinix Hot S

Seperti halnya pabrikan merek lain (kecuali perangkat Android One atau yang mengadopsi stock Android) akan dimasukan berbagai aplikasi bawaan yang menjadi pembeda, meski terkadang memakan memory smartphone.

Infinix Hot S juga membawa beberapa aplikasi bawaan, saya tidak terlalu tertarik dengan aplikasi bawaan pabrikan, namun di Hot S ada satu aplikasi yang ‘memanggil’ saya untuk mencoba. Aplikasi itu adalah Magic Movie. Aplikasi ini memungkinkan penggunanya untuk membuat video singkat dengan beberapa efek yang juga bisa dipilih. Ada beberapa template yang bisa dicoba, dan aplikasi ini menonjolkan kemudahaan penggunakan dengan hanya beberapa tap saja. Menurut penjelasan situs resmi, pengguna bisa membagikan video pendek ini ke jejaring sosial.

Saya sempat mencobanya dan hasilnya cukup lumayan, setidaknya dengan pengoperasian yang mudah bisa mendapatkan video pendek yang lengkap dengan musik. Buat lucu-lucuan tentu saja. Sayang, file yang dihasilkan cukup besar sehingga saya tidak bisa langsung mengirimkan via email file film tersebut. Saya belum mencoba membagikan ke jejaring sosial langsung.

Miscellaneous

Saya mencoba warna gold, jika melihat halaman resmi, sepertinya akan lebih menarik jika memiliki warna lain, biru atau hitam mungkin. Meski varian warna serta finishing body bagian belakang sedikit mengingatkan pabrikan yang baru saja merilis seri smartphone seri 7 mereka.

Tampilan Infinix Hot S
Tampilan Infinix Hot S

Untuk siapa Infinix Hot S Ditujukan?

Pengalaman genggam smartphone yang baik, tampilan belakang yang menarik, fingerprint yang cukup bisa diandalkan serta UI yang ‘rapih’ dan koneksi 4G adalah beberapa asalan yang bisa membuat Anda tertarik dengan Infinix Hot S. Apalagi jika Anda ingin membelikan smartphone entry – mid level untuk keluarga Anda atau memiliki ponsel kedua. Harganya yang kurang dari 2 juta akan memberikan kejutan lewat beberapa fitur yang disematkan di ponsel ini.

Unit yang saya gunakan memiliki RAM 2GB, yang zaman sekarang, bisa dibilang sudah tidak cukup untuk dijadikan ponsel utama, kecuali pemakaian smartphone Anda bukan heavy user.

Kelengkapan Infinix Hot S
Kelengkapan Infinix Hot S

Menurut informasi, Infinix akan menyediakan dua model dari seri Hot S, versi 2GB (seperti yang saya review) dan versi 3GB dengan nama Hot S Pro. harganya hanya beberapa ratus ribu saja.

Infinix Hot S dijual dengan harga Rp 1,75 juta, sedangkan Hot S Pro di harga Rp 2,2 juta.  Hot S dijual online di Lazada sedangkarn Hot S Pro akan dijual online dan offline.

Spesifikasi lengkap bisa dilihat lewat tautan ini. Berikut galeri foto Infinix Hot S.

[Review] Acer E 15 E5-553G, Notebook ‘All-Rounder’ Terjangkau Buat Beragam Kebutuhan

Diperkenalkan di Indonesia bulan Juni kemarin, tiga model notebook Acer Aspire ‘E 15’ E5-553G menghidangkan sejumlah penawaran atraktif: sisi periferal dan konektivitasnya lengkap, harganya sangat bersaing, dan untuk berbagai kebutuhan, performanya pun diklaim jempolan berkat kehadiran accelerated processing unit generasi ke-7 AMD ber-codename Bristol Ridge.

Saat itu, saya tertarik pada gambar yang Acer dan AMD pajang di tembok serta desktop, yaitu robot Imperial AT-AT dari Star Wars Battlefront garapan DICE. AMD memang sering berkolaborasi dengan developer seri Battlefield itu, dan meskipun produk tidak dibundel bersama Battlefront, tentu saja hal ini memberi kesan bahwa gaming merupakan salah satu spesialisasi E5-553G.

Acer E 15 E5-553G

Beberapa minggu lalu, saya diberi kesempatan oleh AMD untuk menjajal sendiri kemampuan Acer E 15 E5-553G-T2GR. Nama modelnya memang panjang, dan untuk menyederhanakannya, saya persingkat jadi E5-553G saja. Unit review ini ialah tipe paling dasar dari keluarga E5-553G, ditenagai chip AMD A10 dan dan kartu grafis Radeon R5. Betulkah kapabilitasnya sesuai dengan janji produsen? Ayo simak ulasannya:

Design

Ditujukan sebagai produk terjangkau dengan fokus pada fleksibilitas, E5-553G mungkin tidak akan memenangkan kontes kecantikan. Ia bukanlah laptop ultra-thin, tubuhnya didominasi plastik, tak ada backlight LED, dan produsen tidak repot-repot untuk meminimalisir bobotnya. Meski demikian, E5-553G memiliki segala hal yang dibutuhkan konsumen mainstream: keyboard lengkap plus numpad, optical disc drive, bahkan ada port VGA.

Acer E 15 E5-553G 16

Tubuh notebook dihiasi tekstur brushed, mirip guratan kayu, baik pada sisi punggung serta bagian bawah. Lid tampaknya terbuat dari plastik, tetapi dibuat sedemikian rupa agar menyerupai metal. Material logam ‘sungguhan’ berada di area papan ketik. Acer membubuhkan logo di zona kiri punggung serta bawah monitor, terlihat kontras dengan warna obsidian black perangkat ini.

Acer E 15 E5-553G 29

Acer E 15 E5-553G 27

Karena Acer tidak berupaya memadatkan strukturnya, E5-553G memberikan kemudahan upgrade memori dan menggonta-ganti penyimpanan – cukup dengan melepas baut dan membuka panel plastik di bawah.

Acer E 15 E5-553G 28

Acer E 15 E5-553G 22

Notebook dibekali layar dengan ukuran ‘terpopuler’, yakni 15,6-inci, mempunyai dimensi 30,2×381,6x259mm dan berat sektar 2,4-kilogram. Anda dapat menemukan Kensington Lock, port USB type-C, port Gigabit Ethernet, HDMI serta sepasang USB 3.0 di sisi kiri; ada DVD writer, USB 2.0 serta port audio 3.5mm di sisi kanan; dan tersedia pula webcam di atas layar. Mencari tombol power? Ada di pojok kanan atas keyboard.

Acer E 15 E5-553G 25

Acer E 15 E5-553G 24

Build quality

Menggunakan bahan plastik tidak berarti membuat Acer E5-553G jadi ringkih. Pelat aluminium di area palm rest menjaganya dari tekanan vertikal dan sepasang engsel mencengkram layar dengan kokoh – bahkan mungkin terlalu keras sehingga Anda harus menahan tubuhnya ketika mengangkat display. LCD tidak terdistorsi saat frame saya tekan, dan baru mulai distorsi sewaktu terkena dorongan intens dari belakang.

Acer E 15 E5-553G 35

Display

E5-553G mempunyai layar IPS 15,6-inci yang cerah, walaupun seringkali permukaan glossy-nya menangkap bayangan dan kurang bersahabat jika dipakai di bawah sinar matahari langsung. Saya merasa tingkat saturasinya sedikit berlebihan, sehingga memengaruhi keakuratan warna. Sewaktu display berubah gelap, saya melihat distribusi kecerahannya sedikit tidak rata, terfokus di pinggir panel.

Acer E 15 E5-553G 26

Kendala terbesar bagi saya adalah penggunaan resolusi 1366×768-pixel. Karena saya terbiasa pada setting 1080p ke atas, window dan icon di E5-553G jadi tampak lebih besar (saya harus mengutak-atik setting display Windows agar lebih nyaman). Resolusi tersebut juga menyebabkan saya kesulitan mengambil screenshot (untuk artikel DailySocial), dan sudah pasti Anda tidak bisa menikmati video full-HD secara maksimal.

Acer E 15 E5-553G 17

Keyboard, touchpad & palm rest

Acer E 15 E5-553G 20

Tidak banyak hal yang bisa dikeluhkan dari keyboard chiclet-nya. Tuts-nya didesain datar dengan ujung membundar, diposisikan di zona lebih rendah agar tidak tertekan sewaktu layar ditutup. Tombol angka dan abjad mempunyai ukuran 1,5×1,5cm dan gap kira-kira 3,2mm – besarnya pas untuk jari saya. Sisi atas tuts dibuat bertesktur grainy halus, memberi kesan berdebu saat pertama kali menggunakannya. Kemudian kehadiran numpad membuat input data jadi lebih ringkas.

Acer E 15 E5-553G 31

Namun menilai dari preferensi pribadi, saya kurang suka terhadap tombol kursor (terutama atas dan bawah) yang dimampatkan di satu lubang.

Acer E 15 E5-553G 21

Touchpad berukuran 10,6×7,8-sentimeternya menyimpan dua tombol yang empuk, mengeluarkan bunyi ‘tuk’ lembut ketika ditekan. Kualitasnya saya rasa cukup baik untuk dipakai sehari-hari, meskipun belum betul-betul merespons gerakan jari secara presisi. Posisi touchpad sengaja disejajarkan dengan tombol spasi, kemungkinan besar dimaksudkan demi meminimalisir input mouse yang tidak disengaja.

Acer E 15 E5-553G 34

Dampaknya, touchpad jadi terlalu menjorok ke kiri palm rest, hanya menyisakan ruang 9 cm buat tangan kiri Anda, sedangkan masih ada 18 cm lebih untuk tangan kanan.

Hardware

Komposisi hardware Acer E5-553G dapat Anda lihat lewat screenshot software Speccy di bawah ini. Notebook berjalan di sistem operasi Microsoft Windows 10 Home 64-bit.

Acer E 15 E5-553G 1

Acer E 15 E5-553G 2

Acer E 15 E5-553G 3

Benchmark

Beberapa software benchmark yang saya gunakan meliputi PCMark 8, Unigine Heaven 4.0 dan Valley 1.0, Monster Hunter Online Benchmark dan Final Fantasy XIV Heavensward. Untuk notebook dengan harga di bawah Rp 7 juta, di beberapa tes, skornya ternyata lebih tinggi dari satu produk premium.

Uji coba saya awali dengan PCMark 8, dan E5-553G memperlihatkan sedikit kelemahan. Benchmark berlangsung cukup lama, menghasilkan nilai 2080 dan keterangan ‘lebih baik dari 24 persen perangkat lain’, namun performanya berada di bawah rata-rata notebook.

Acer E 15 E5-553G 4

Buat kedua software benchmark Unigine, saya sama sekali tidak mengubah setting. Level quality di-set di high dengan resolusi system (768p), lalu efek-efek seperti tessellation serta anti-aliasing juga dimatikan. Skor terbaiknya adalah sebagai berikut:

Acer E 15 E5-553G 15

Acer E 15 E5-553G 6

Di Monster Hunter Online bertenaga Cry Engine, saya memakai setup default dengan resolusi 1280×720, full screen dan MSAA 4x:

Acer E 15 E5-553G 7

Acer E 15 E5-553G 8

Terakhir adalah Final Fantasy XIV Heavensward. Di sini saya sedikit mengubah setting, yaitu memilih kategori ‘high (laptop)’ dan mengaktifkan mode full-screen. Hasilnya ‘fairly high‘.

Acer E 15 E5-553G 5

Pengalaman penggunaan

Menakar dari penyajian produk, E5-553G sejatinya dirancang sebagai notebook all-rounder tanpa spesialisasi khusus. Hiburan multimedia, olah data, serta kegiatan olah grafis via Photoshop merupakan kemahiran utama perangkat ini. Lalu bagaimana dengan gaming? Klaim AMD soal kesanggupan E5-553G menjalankan Dota 2 dan League of Legends dan CS:GO memang tidak perlu diragukan, tetapi mereka ialah permainan-permainan lawas, mampukah notebook ini tangani judul-judul baru?

Acer E 15 E5-553G 9

Acer E 15 E5-553G 10

Acer E 15 E5-553G 11

Untuk mengetahuinya, saya menginstal Overwatch tanpa berharap banyak. Hebatnya, E5-553G dapat mengoperasikannya tanpa problem, walaupun sudah pasti Anda harus berkompromi pada mutu visualnya. Setting default-nya adalah low di 720p, dan ternyata frame rate bisa tetap terjaga sewaktu saya naikkan ke level medium dan high, namun Anda mesti memasang batasan di 30fps.

Acer E 15 E5-553G 12

Acer E 15 E5-553G 14

Acer E 15 E5-553G 13

Tapi bahkan di level high sekali pun, tekstur objek serta karakter terlihat tidak tajam dan jaggy. Sebelum Anda membelinya, satu hal perlu ditekankan: Acer E5-553G memang dapat suguhkan game-game eSport populer tanpa kesulitan, tapi ia jelas-jelas bukanlah laptop gaming. Kemudian ketiadaan SSD – produk memanfaatkan HDD Toshiba 1TB – memberi efek pada lambatnya waktu load, baik saat memasuki Windows hingga membuka aplikasi.

Acer E 15 E5-553G 36

Di sisi positifnya, E5-553G tidak mempunyai masalah panas berlebihan yang umumnya menjangkiti notebook gaming, walaupun penggunaan di waktu lama akan tetap menyebabkan temperatur jadi naik.

Acer E 15 E5-553G 33

Speaker ‘TrueHarmony’ ditempatkan di kiri dan kanan depan-bawah notebook. Layaknya kebanyakan laptop, menyajikan bass membahana bukan keahlian E5-553G, tetapi saya mengapresiasi kejernihan serta kelantangan suaranya – dengan syarat output tidak tertutup.

Battery

Acer E5-553G bukanlah laptop dengan kinerja baterai yang mengesankan. Lewat uji coba langsung melalui streaming video YouTube, E5-553G cuma bisa bertahan selama 3 jam 4 menit, pengaturan di opsi power saver. Kabar baiknya, adaptor laptop ini sangat kecil, jadi tidak menambah beban terlalu besar ketika Anda harus membawanya.

Verdict

Mereka yang terbiasa pada device premium mungkin sulit melirik E5-553G, tetapi bagi saya ia sangat cocok diberikan pada anak-anak sekolah, para mahasiswa baru, serta karyawan-karyawan perusahaan startup. Sekali lagi, Acer E 15 E5-553G-T2GR adalah produk all-rounder, mempunyai banyak ketidaksempurnaan di sana-sini, namun ia sanggup memenuhi mayoritas kebutuhan produktif serta hiburan.

Terlepas dari harganya yang ekonomis – yaitu hanya Rp 6,8 juta, untuk pemakaian pribadi, saya lebih merekomendasikan varian dengan SSD serta jumlah RAM lebih besar. AMD A10 9600P dan Radeon R8 M445 bukanlah kombinasi yang buruk, namun terbatasnya RAM dan absennya SSD sudah pasti memengaruhi kinerja. Buat versi lebih canggihnya, Anda perlu mengeluarkan uang Rp 700 ribu atau Rp 2,2 juta lagi.

[Review] Google Chromecast 2, Alat ‘Mungil’ Penunjang Hiburan dan Pendukung Kerja

Dalam acara Google for Indonesia beberapa waktu lalu di Jakarta, perwakilan Google mengumumkan sebuah berita yang bisa jadi ditunggu-tunggu oleh penikmat gadget tanah air. Terutama yang ingin membeli Google Chromecast secara resmi di Indonesia.

Bekerja sama dengan toko online untuk penjualan, Google resmi menghadirkan Google Chromecast versi 2 (HDMi streaming) untuk pengguna Indonesia. Harganya tidak murah memang, terutama jika dibandingkan dengan harga di negara tetangga terdekat, tetapi dengan dijual lokal konsumen bisa menikmati garansi dari penjual.

Lalu apa yang ditawarkan produk yang memungkinkan Anda streaming konten ke TV Anda hanya bermodalkan colokan HDMI dan perangkat mungil berbentuk bulat ini? Mari kita simak.

Kelengkapan Google Chromecast
Kotak dan beberapa kelengkapan yang dibawa Google Chromecast

Chromecast HDMI Streaming

Perangkat Chromecast HDMI Streaming mudahnya adalah perangkat yang memungkinkan pengguna untuk meng-cast atau men-streaming konten ke TV atau ouput HDMI lain lewat perangkat bergerak (tablet, smartphone atau PC) dengan aplikasi Chromecast (atau yang sekarang bernama resmi Google Cast), pengguna bisa cast konten langsung dari aplikasi tertentu atau lewat peramban Google Chrome.

Chromecast versi dua hadir dengan desain lebih modern
Chromecast versi dua hadir dengan desain lebih modern

Google sendiri merilis dua tipe Chromecast generasi kedua, yang pertama untuk HDMI streaming video serta yang kedua untuk audio saja. Yang pertama untuk ‘menyulap’ TV menjadi TV pintar, atau untuk memperbesar layar jika Anda kurang puas dengan perangkat mobile ketika menonton video, dan yang kedua hanya untuk audio, alias menjadikan speaker jadul Anda menjadi smart speaker.

Desain

Tampilan desain Chromecast versi 2 atau yang terbaru ini memang lebih menarik dari yang versi pertama. Tidak lagi berbentuk dongle kaku (USB flash drive) tetapi berbentul bulat dengan tekstur logo Chrome di bagian atas depan. Dengan kabel pendek serta colokan HDMI untuk dihubungkan ke output.

Tampilan desain yang lebih menarik ini sebenarnya memiliki kekurangan juga. Jika Berbentuk dongle maka dengan mudah kita mencolokkan ke TV atau perangkat HDMI lain untuk output, sedangkan dengan bentuk yang sekarang, Chcomecast biasanya akan tampak menjuntai karena kabel pendek yang serba nanggung yang hadir pada desainnya.

Tampilan kelengkapan colokan Chromecast
Tampilan kelengkapan colokan Chromecast

Anda juga diharuskan mencolokkan perangkat Chromecast ini ke power menggunakan kabel dan kepala charger layaknya smartphone. Body Chromecast yang bulat tersebut satu berisi kabel dengan kepala HDMI untuk mencolokkan ke slot HDMI TV atau proyektor dan satu lagi slot untuk kabel USB ke power.

Hampir tidak ada detail lain selain indikator di perangkat Chromecast. Alat ini memang sepertinya di desain dengan sederhana dan untuk dilupakan, karena akan diletakkan di belakang TV. Anda cukup mencolokkan dan menikmat konten.

Hiburan dan Kerja bisa didukung

Bisa jadi, daya jual utama untuk Chromecast ini adalah menjadikan TV Anda sebagai alat hiburan yang pintar. Anda bisa memilih konten langsung di genggaman dan meng-cast-nya ke TV. Menonton YouTube tidak perlu lagi dengan laptop atau smartphone dan tablet, cukup colokkan Chromecast dan Anda bisa menikmati web series favorit Anda di televisi.

Colokan HDMI Chromecast
Colokan HDMI Chromecast

Tidak hanya itu, aplikasi Chromecast juga menyediakan beberapa pilihan layanan streaming untuk dinikmati. Jadi Anda bisa menikmati film atau konten layanan streaming dengan Chromecast langsung di TV, tidak perlu berlangganan TV kabel misalnya. iFlix, Genflix, Netflx, Viki adalah beberapa diantaranya. Layanan streaming musik seperti Spotify juga bisa di-cast dengan alat ini. Serta tentu saja, YouTube yang merupakan produk Google sangat didukung dengan Chromecast.

Meski dipromosikan secara umum untuk hiburan, sebenarnya Anda bisa juga menggunakan Chromecast ini untuk mendukung kerja. Saya telah mencobanya saat menguji perangkat ini di kantor.

Jika Anda memiliki proyektor dengan colokan HDMI maka Anda juga bisa meng-cast atau menayangkan Google Chrome Anda ke layar, dan menggunakannya untuk pendukung presentasi. Peramban Chrome telah mendukung fitur cast, jika hanya presentasi yang dibutuhkan untuk ditampilakan di proyektor maka Anda bisa menggunakan Google Slides yang memang telah didukung oleh Chromecast.

Kemudahan penggunaan

Dengan desain yang mungil dan tidak bertele-tele, sudah seharusnya jika cara penggunaan perangkat ini pun tidak bertele-tele dan mudah untuk diaktfikan. Colokkan Chromecast ke slot HDMI dan power, siapkan atau unduh aplikasi Google Cast di toko aplikasi. Jalankan setting termasuk pengaturan WiFi untuk perangkat baru atau pilih perangkat yang telah ada di aplikasi jika Anda telah mengatur sebelumnya. Tunggu beberapa saat dan Anda telah bisa meng-cast konten dari smartphone atau laptop lewat Chromecast yang telah Anda daftarkan.

Tampilan pengaturna aplikasi Google Cast
Tampilan pengaturna aplikasi Google Cast

Jika Anda menggunakan aplikasi yang telah mendukung fitur cast maka tombol untuk ‘memindahkan’ konten ke TV akan tersedia. Misalnya di YouTube yang berada di kotak player. Untuk meng-cast peramban Chrome Anda bisa memilih menu di pinggir kanan pojok atas dan pilih ‘cast’. Untuk cast halaman web tertentu, klik kanan dan pilih menu ‘cast’ lalu pilih perangkat cast yang tersedia.

Penting untuk diingat, alat ini bekerja di lingkungan WiFi jadi Anda harus memiliki koneksi WiFi untuk bisa menggunakan. Untuk streaming konten yang ‘berat’ tentu saja dibutuhkan koneksi yang juga mumpuni.

Google juga baru-baru ini mengumumkan secara resmi bahwa fitur Google Cast telah terintegrasi secara penuh dengan peramban Chrome.

Untuk siapa Chromecast

Jika ada pengguna YouTube kelas berat dan bosan menonton via laptop serta pegal jika harus memegang smartphone/tablet Anda saat menikmati tayangan video, maka perangkat ini akan bisa menjadikan suasaran menikmati hiburan menjadi lebih menyenangkan. Tentu saja Anda butuh layar atau TV yang mendukung HDMI.

Google Chromecast
Tampilan Google Chromecast dan kotak

Atau jika Anda memiliki proyektor dengan colokan HDMI dan ingin melakukan presentasi tanpa harus mencolokkan kabel ke proyektor, bisa juga untuk kondisi presentasi bergiliran sehingga lebih mudah untuk berpindah karena berada di lingkungan WiFi yang sama, maka Chromecast juga bisa menjadi pendukung produktivitas.

Anda NBA mania yang sudah berlangganan league pass juga akan sangat dimanjakan dengan Google Chromecast. Tidak harus lagi pegal memegang tablet selama pertandingan berlangsung atau berpindah tab laptop karena harus menonton sambil mengerjakan sesuatu. Cast saja konten NBA ke TV dan Anda bisa menikmati lemparan tingga angka yang menakjubkan dari Stephen Curry dalam ukuran yang lebih besar.

Google Chromecast dijual di Lazada seharga Rp649.000.

Galeri Foto:

[Review] Smartfren Andromax E2+, Kejutan di Smartphone ‘Murah’

Ketika pertama kali akan mencoba smartphone yang satu ini, harapan saya secara tidak langsung di-setting untuk perangkat low atau entry level mid karena harga yang ditawarkan. Namun, ternyata Smartfren Andromax E2+ memberi saya kejutan.

Hadir kurang lebih awal bulan Juni kemarin, dari materi promo dan kotak perangkat, smartphone ini saya lihat membawa dua misi promosi untuk menggoda para calon konsumen, yang pertama adalah ajakan bermain game dengan perangkat smartphone terjangkau serta yang satu lagi adalah fitur VoLTE dengan janji panggilan telepon dengan kualitas lebih baik.

Dua janji ini dihadirkan dengan harga yang bisa dibilang tidak mahal, yaitu seharga 1.2 juta setelah diskon di situs ecommerce (meski di situs resmi harga yang tertera adalah 1juta).

Andromax E2+
Kelengkapan Andromax E2+

Tampilan fisik Andromax E2+

Ada yang tidak biasa ketika saya pertama kali menjelajah tampilan fisik dari perangkat ini. Terutama ketika menggenggam perangkat dan melakukan beberapa skenario cara menggengman. Meski terdengar agak ‘lucu’, ternyata ada perasaan rindu dengan tampilan fisik yang terasa agak berat tetapi solid dan kokoh saat digenggam.

Andromax E2+ hadir dengan layar 4.5 inci (tampilan layar smartphone yang semakin ditinggalkan) dan body pinggiran yang tebal, mengingatkan saya pada desain iPhone 4/4s.

Sebagai pengguna smartphone layar besar (5 inci) ternyata menggenggam perangkat dengan layar lebih kecil memberikan kenyaman tersendiri. Jarak sentuh oleh jempol saat menjelajah aplikasi lebih dekat, dan ponsel bisa digenggam secara lebih utuh. Meski tentu saja, bobot ponsel ini menjadi agak berat karena bagian tebal di pinggir.

Andromax E2+
Tampilan body samping Andromax E2+

Hampir tidak ada yang terlalu spesial memang dengan body Andromax E2+ selain rasa genggam, ini bisa dimaafkan karena segmen yang ingin disasar serta bukan itu fokus utama dari ponsel ini. Bagian belakang terdapat casing plastik tipis yang dilapisi mate hitam (unit yang saya coba berwarna hitam). Kelengkapan tombol semua ada di bagian pinggir kanan (satu tombol power dan dua tombol volume), colokan untuk 35mm di bagian atas dan untuk kabel USB di bagian bawah.

Layar

Layar 4.5 inci dengan IPS dan OCA serta resolusi FWVGA yang hadir memang tidak istimewa, tetapi pengalaman saya menggunakan perangkat ini untuk bermain game cukup baik dan nyaman.

Andromax E2+
Andromax E2+ saat memainkan game Asphalt Nitro

Meski demikian, layar di bawah 5 inci memang cukup terbatas untuk urusan game. Akan lebih menyenangkan memang jika menggunakan layar yang lebih lebar dalam bermain game mobile. Namun, dari dua game yang saya sering mainkan dengan perangkat ini, Asphalt Nitro dan NBA LIVE, ukuran layar bisa ‘dimaafkan’ karena dukungan spesifikasi yang mampu melahap game ‘berat’.

Pengalaman penggunaan

Seperti biasa, saya melakukan review perangkat sesuai dengan mindset, ‘akan digunakan untuk apa perangkat yang saya review ini jika harus digunakan sehari-hari’. Dengan ‘label’ yang dibawa Andromax E2+ sebagai smarphone kelas entry level mid, maka harapan yang saya gantungkan atas perangkat memang tidak terlalu tinggi.

Dengan dukungan jaringan 4G LTE yang dibawa Smartfren, penggunaan utama perangkat ini bagi saya adalah untuk kegiatan yang membutuhkan akses internet. Baik itu langsung dari perangkat atau menggunakan Andromax E2+ dengan metode tethering untuk akses internet perangkat lain.

Andromax E2+
Tampilan belakang Andromax E2+

Untuk dua kegiatan di atas, Andromax E2+ ini cukup bisa diandalkan. Akses internet untuk browsing menjelajah informasi di internet, penggunaan media sosial bisa dijalankan dengan lancar. Penggunaan perangkat untuk tethering pun, dari pengalaman saya, tidak menemukan masalah dan bisa mendukung kerja. Kemampuan untuk tethering dari perangkat ini, dikutip dari situs resmi bisa menangani sampai 5 pengguna. Saya belum mencoba sampai 5 perangkat yang terhubung memang, hanya 1 perangkat saja.  

Satu kegiatan lain yang saya gunakan dengan perangkat ini adalah melakukan booking transportasi online untuk mendukung aktivitas saya ketika berada di Jakarta. Pengalaman untuk penggunaan ini juga cukup lancar, termasuk saat membuka aplikasi peta untuk mengetahui tujuan alamat yang saya cari. Jaringan 4G LTE Smartfren bisa diandalkan untuk kegiatan ini.

Kejutan yang saya maksud dalam awal tulisan adalah pengalaman menggunakan Andromax E2+ untuk gaming. Ternyata kemampuan untuk menjalankan beberapa game yang saya coba, termasuk game ‘berat’, perangkat ini tidak menemui masalah. Game yang saya coba antara lain Skyward lalu Asphalt Nitro, dan game yang sampai saat ini rutin terus saya mainkan adalah NBA Live.

Andromax E2+
Tampilan UI Andromax E2+

Dua game terakhir mulus berjalan di Andromax E2+, efek yang ada di game Asphalt cukup terasa meski tentunya masih di bawah smartphone high-end, tetapi saya pikir cukup untuk merasakan serunya bermain Asphalt dengan berbagai efek balap mobil yang ada.

Game NBA Live juga terasa mulus dan tanpa masalah saat saya mainkan di perangkat ini, bahkan untuk beberapa kondisi berjalan lebih mulus dibandingkan saat mencoba di perangkat lain yang spesifikasinya lebih tinggi (dari sisi RAM). Tidak ada delay saat bermain dan tampilan gambar permainan di layar pun terasa cukup meski tidak istimewa.

Tentu saja seperti yang sudah saya singgung di atas, tampilan layar 4.5 inci memang teras terbatas untuk bisa menikmati permainan secara lebih menyenangkan, di sisi lain ukuran yang kecil juga memberi keunggulan tersendiri. Terutama bagi saya yang smartphone utama berukuran 5 inci. Jadi satu ponsel yang ukuran kecil untuk bermain game dan satu lagi untuk kegiatan sehari-hari.

Kenyamanan bermain game di perangkat E2+ tentunya tidak lepas dari dukungan spesifikasi yang ada, yaitu prosesor Snapdragon 212 quad core 1.3 GHz Cortex A7 dan RAM sebesar 2GB.

Fitur lain yang juga cukup menarik disematkan di Andromax E2+ adalah touch screen command atau Smartfren menyebutkan smart screen feature. Dengan fitur ini Anda bisa menjalankan beberapa perintah di layar saat ponsel terkunci untuk menjalankan fungsi tertentu. Misalnya huruf O untuk membuka ponsel, S untuk membuka aplikasi kamera dan lain sebagainya.

Andromax E2+
Tampilan slot SIM dua buah dan micro SD.

Tambahan ini mungkin tidak istimewa karena menjadi fitur ‘standar’ di smartpohone mid – high end, tetapi akan jadi fitur yang menambah daya tarik jika dihadirkan di ponsel seharga di bawah 1.4 juta rupiah.

Fasilitas yang sebenarnya jadi unggulan E2+ adalah VoLTE atau fitur suara yang memungkinkan pengguna untuk melakukan panggilan dengan lebih cepat untuk tersambung serta suara lebih jernih. Fitur ini harus diaktifkan dan kartu yang digunakan juga sudah harus mendukung.

Seperti review rekan saya untuk perangkat Andromax A, Anda bisa langsung melakukan video call tanpa aplikasi tambahan tetapi langsung dari aplikasi dialer bawaan. Saat mencoba, akses sambung telepon memang terasa lebih cepat, suara yang dihasilkan juga terasa lebih baik dibandingkan dengan telepon tanpa VoLTE.

Fitur lain yang berguna antara lain dual SIM dan slot micro SD. Sayang untuk dual SIM, yang pertama bisa akses 4G LTE (Smartfren) sedangkan yang kedua tidak sampai HSDPA.

Andromax E2+
Menu aplikasi kamera Andromax E2+

Untuk foto sendiri saya tidak banyak menggunakannya karena memang bukan peruntukkan yang saya butuhkan, namun spesifikasi E2+ menghadirkan flash bagi kamera depan dan belakang, kamera belakang 5MP AF BSI Sensor LED Flash serta kamera depan 5MP Wide angle FF LED Flash.

Untuk suara sendiri, di atas kertas perangkat ini memberikan fitur Dolby Digital Plus Audio Enhancer, dari pengalaman saya menggunakan, suaranya memang tidak terlalu buruk, lagi-lagi kita harus melihat segmentasi produk ini ditempatkan.

Andromax E2+
‘Bantalan’ untuk speaker Andromax E2+

Satu hal yang menarik, meski speaker di tempatkan di bagian belakang, Hisense sebagai pabrikan perangkat ini, menenpatkan sedikit penahan agar speaker tidak tertutup saat digunakan terlentang (layar di bagian atas).

Andromax E2+ membawa Android 5.1.1 sebagai sistem operasinya, meski bukan sistem operasi terbaru, tampilan UI cukup standar dengan beberapa aplikasi bawaan. Salah satu keluhan yang saya dapatkan saat menggunakan perangkat ini, tombol home yang biasanya digunakan untuk kembali ke menu awal setalah membuka aplikasi, agar sering bekerja terlalu lambat.

Kesimpulan

Dengan harga yang ditawarkan Smartfren Andromax E2+ bisa menjadi pilihan jika Anda mencari perangkat entry level untuk kelas ponsel menngah dengan jaringan 4G LTE dari Smartfren. Perangkat ini juga akan memberikan Anda bonus VoLTE, spesifikasi yang memungkinkan untuk menangani game ‘berat’ serta dual flash kamera dengan kualitas yang cukup. Sayang memang baterai di perangkat ini tidak terlalu istimewa, yaitu 1900 mAh saja.

Informasi tentang Smartfren bisa didapatkan di sini. Untuk membeli secara online bisa di toko online berikut.

Galeri lebih lengkap untuk foto Andromax E2+.


Koreksi: Ada perbaikan judul yang dilakukan, serta perbaikan lain untuk memperjelas maksud tujuan artikel, tanpa mengubah tujuan artikel. 

Rangkuman Review Xbox One S, Apakah Versi Slim Console Current-Gen Microsoft Ini Layak Anda Miliki?

Gelombang pertama versi mungil console current-gen Microsoft yang diberi nama Xbox One S akhirnya meluncur kurang dari dua bulan setelah ia resmi diperkenalkan, tepatnya di tanggal 2 Agustus kemarin. Sejumlah website teknologi dan gaming ternama sudah menguji sistem game anyar itu secara intensif dan mempublikasi ulasannya beberapa jam lalu.

Apakah Xbox One S layak dimiliki, dan haruskah gamer Xbox beralih ke varian anyar itu? Ayo simak tanggapan para reviewer:

Menurut Gamespot, kehadiran Project Scorpio di tahun depan menyebabkan Xbox One S berada di posisi yang janggal. Mereka mempertanyakan, untuk siapa sebenarnya sistem ini ditujukan? Jika sudah mempunyai versi terdahulu, reviewer beropini bahwa One S tidak menawarkan banyak perbedaan, kecuali Anda benar-benar menginginkan sistem game berfitur HDR dan video 4K sekarang juga.

Di ulasan singkatnya, Ryan McCaffrey dari IGN bilang bahwa sebagai pemilik Xbox One, ia lebih baik menghemat uang dan menunggu Scorpio. Pada dasarnya, Xbox One S tak memberi banyak manfaat seandainya Anda tidak mempunyai TV 4K HDR. Meski demikian, IGN memuji Microsoft karena kehadiran Xbox One S artinya memberikan lebih banyak pilihan bagi konsumen, serta membuat Xbox One tipe standar turun harga.

Tim Digital Foundry Eurogamer merasa fitur video 4K Xbox One S kurang dikembangkan secara sempurna, kemudian performa GPU-nya belum mampu memberikan perbedaan signifikan buat meningkatkan pengalaman bermain. Namun mereka mengapresiasi Microsoft karena Xbox One S menyuguhkan segala permintaan fans, satu contohnya ialah desain yang lebih kecil dan lebih baik. Eurogamer mengakui, Xbox One S merupakan sebuah lompatan penting dari varian standar.

Dibanding media lain, pandangan Engadget sangat menarik. Di judul ulasan, mereka menekankan: Xbox One S ialah penerus sejati Xbox 360. Tapi bagian konsklusi terasa senada dengan IGN dan Gamespot: Xbox One S tidak wajib dimiliki kecuali Anda mempunyai TV high-end. Satu-satunya keunggulan versi slim ini adalah ruang penyimpanan yang lebih luas, namun bukan alasan kuat karena Anda sebetulnya bisa meng-upgrade kapasitas storage Xbox One standar.

Tech Radar sendiri memberikan Xbox One S skor tinggi, 4,5 dari 5 bintang. Bagi mereka, Xbox One S menetapkan sebuah tingkatan baru dalam pengembangan console, yang seharusnya Microsoft lakukan tiga tahun lalu. Xbox One S lebih anggun, lebih murah (dibanding varian bundel Kinect 2.0), dan lebih bertenaga dari sang pendahulu. Tak hanya sempurna bagi konsumen yang ingin mulai menikmati game Xbox, Tech Radar menilai, upgrade dari Xbox One ke Xbox One S merupakan langkah pintar.

Meski tampaknya bukan sebuah produk ‘esensial’, respons media terhadap Microsoft Xbox One S terbilang cukup positif.

[Review] HP Spectre x360, Ketika Desain ala MacBook Air Dipadu Fleksibilitas Lenovo Yoga

Di tengah meningkatnya permintaan terhadap device komputasi yang bisa berperan sebagai laptop sekaligus tablet, Spectre x360 diramu oleh Hewlett-Packard sebagai salah satu produk 2-in-1 flagship mereka. Tipe ini tediri dari beberapa konfigurasi, namun semuanya memiliki kesamaan: HP Spectre x360 disiapkan khusus untuk menyaingi rival-rival sekelasnya.

Meski Anda melihat sebuah sistem dengan branding HP, Spectre x360 merupakan hasil kolaborasi sang produsen PC bersama tim teknisi Microsoft demi mengoptimalkan segala macam aspek dari mulai suara i pendingin sampai color gamut di layar. Hasilnya adalah perangkat convertible berperforma tinggi yang dipadu OS Windows 10 bebas bloatware.

Unit review ini adalah Spectre x360 dengan layar 13-inc FHD, ukuran notebook convertible paling populer, menyimpan chip Intel Core i7. Dari hasil uji coba selama beberapa minggu, saya paham jika banyak orang jatuh hati pada penampilannya, dan HP memang punya pembenaran terhadap harga premium yang mereka tawarkan untuk satu unit device.

Design

Demi meramu Spectre x360, HP seolah-olah mengadopsi elemen terbaik dari Apple MacBook Air dengan struktur seri Lenovo Yoga. Tubuh laptop 2-in-1 ini tersusun dari material aluminium, baik untuk punggung layar, area keyboard dan palm rest, serta sisi bawahnya. Tulisan ‘Hewlett-Packard’ di punggung serta frame berwarna hitam di tubuh abu-abu metaliknya mendukung kesan minimalis dari Spectre x360, membuatnya terlihat sangat cantik.

Review HP Spectre x360 13

Review HP Spectre x360 35

Review HP Spectre x360 21

HP Spectre x360 merupakan laptop yang sangat tipis (meski tak setipis HP Spectre 13), dibekali engsel unik buat mencengkram bagian layar dan tubuh secara mantap, dengan ketebalan hanya 16mm. Rasio panjang dan lebar tubuh, yaitu 324,86×218,44-milimeter, juga disesuaikan agar ia mudah dibawa-bawa serta diselipkan dalam tas. Engsel tersebut memungkinkan Spectre x360 dapat Anda gunakan dalam empat mode berbeda: notebook, tablet stand, tent dan tablet; hanya tinggal memutar bagian layar.

Review HP Spectre x360 25

Review HP Spectre x360 14

Windows segera mengetahui saat Anda memutar layar, memindahkan sistem ke mode selanjutnya. Keyboard ber-backlight LED putihnya menjadi nonaktif ketika panel sudah melewati batas 180 derajat (ditandai dengan matinya LED). Papan ketik Spectre x360 tidak mempunyai mekanisme untuk menarik masuk tuts, namun tombol-tombol diposisikan di zona yang sedikit menjorok ke dalam sehingga mereka tidak tertekan selama Anda menaruh notebook di permukaan datar.

Review HP Spectre x360 0

Review HP Spectre x360 23

Dengan struktur convertible non-detachable, HP menaruh tombol-tombol tambahan dan konektivitas fisik di sisi samping. Di kiri, Anda bisa menemukan sebuah slot USB 3.0, SD card reader, dan tombol power (plus colokan power); dan di bagian kanan ada port audio 3.5mm combo, sepasang USB 3.0, HDMI, mini DisplayPort, tombol volume dan Windows. HP Spectre x360 versi review belum memiliki port USB type-C.

Review HP Spectre x360 16

Review HP Spectre x360 17

Build quality

Tubuh Spectre x360 tersusun atas aluminium kokoh dengan permukaan anodized. Laptop ini terasa solid bagaimanapun cara Anda menggunakannya. Saya tidak merasakan adanya zona-zona ’empuk’ baik di tubuh maupun monitor. Bagian layar mudah digerakkan tanpa menampilkan kesan ringkih. Tentu saja Anda tetap tidak boleh memperlakukan Spectre x360 secara semena-mena. Ia bukanlah device rugged, dan tekanan berlebihan di area display menyebabkannya distorsi.

Review HP Spectre x360 27

Review HP Spectre x360 20

Display

Sempat dibahas sedikit di pembukaan ulasan ini, HP Spectre x360 dibekali layar berkualitas tinggi, bahkan mampu menandingin sejumlah gaming notebook – sangat menopang konsep 2-in-1 ketika viewing angle menjadi sangat penting. Layar sentuh 13,3-inci 1920×1980-pixel di sana mempunyai level color gamut yang luas, objek-objek terlihat tajam dan cemerlang, lalu tingkat brightness monitor mampu mengalahkan bayangan serta cerahnya sinar matahari meskipun laptop menggunakan lapisan kaca glossy.

Review HP Spectre x360 30

Review HP Spectre x360 29

Kualitas seperti ini sangat jarang ditemukan di produk sekelas, memastikan Spectre x360 dapat dipakai di bermacam-macam skenario. Respons touchscreen-nya juga akurat untuk berteraksi dengan tombol-tombol berukuran kecil walau di-setting di resolusi 1080p. Buat navigasi dalam Windows 10, saya sendiri akhirnya lebih sering menggunakan touchscreen ketimbang touchpad karena lebih ringkas.

Review HP Spectre x360 15

Keyboard, touchpad & palm rest

Tanpa menyertakan numpad, Spectre x360 menghidangkan papan ketik chiclet ber-keycap plastik yang lapang untuk para user. Tombol-tombol utama seperti huruf dan angka mempunyai besar 1,5×1,5-sentimeter, memiliki jarak kurang lebih 3,5mm. Ukuran ini sangat pas dengan jari mungil saya. Keyboard juga cukup nyaman dan presisi buat mengetik sehari-hari.

Review HP Spectre x360 34

Namun seperti di sejumlah laptop HP lain, saya tetap mengeluhkan rancangan tombol kursornya (tombol panah): kursor kiri dan kanan lebih kecil dari tombol lain, kemudian produsen memampatkan tombol atas serta bawah di satu lubang. Bagi user yang kadang menggunakan kursor sebagai alternatif input, rancangan ‘irit tempat’ ini menyebabkan sering salah tekan.

Review HP Spectre x360 33

Ketika umumnya produsen menempatkan touchpad ke sebelah kiri palm rest agar sejajar dengan tombol spasi, touchpad Spectre x360 tepat berada di tengah, memberikan ruang selebar 9cm buat mengistirahatkan telapak tangan Anda. Ukuran touchpad juga tergolong luas, yaitu 14×6,5-sentimeter dengan ujung membundar. Touchpad dapat membaca dua jari, tapi sayang tak merespons input secara akurat sehingga saya lebih sering memakai layar sentuhnya.

Review HP Spectre x360 32

Satu hal yang saya belum (berani) coba adalah seberapa tahan papan ketik dalam menanggulangi tumpahan atau cipratan air.

Hardware

Spesifikasi dan sususan hardware HP Spectre x360 bisa Anda lihat lengkap dari hasil screenshot software Speccy di bawah:

Review HP Spectre x360

Review HP Spectre x360 1

Review HP Spectre x360 2

Review HP Spectre x360 3

Performance

Komposisi hardware Spectre x360 memang disiapkan untuk kebutuhan kerja sehari-hari, olah data level menengah, serta hiburan multimedia. Ia belum optimal buat menangani game-game 3D, terutama kelas blockbuster multiplatform. Walaupun berhasil mencetak skor 2837 di PCMark 8 dengan catatan ‘lebih baik dari 54 persen produk lain’ dan berada di atas rata-rata notebook umumnya, Spectre x360 belum sanggup memuaskan gamer. Hasil benchmark bisa Anda lihat di bawah.

PCMark 8:

Review HP Spectre x360 10

Unigine Heaven 4.0 dan Valley 1.0, di-setting ‘default’:

Review HP Spectre x360 5

Review HP Spectre x360 7

3D Mark Sky Diver:

Review HP Spectre x360 8

Review HP Spectre x360 9

Monster Hunter Online:

Review HP Spectre x360 12

Final Fantasy XIV Heavensward:

Review HP Spectre x360 11

Using experience

Biasanya, semakin mungil ukuran notebook, semakin sulit bagi produsen untuk meminimalisir suara kipas pendingin. Hebatnya, sejauh ini Spectre x360 sanggup bekerja dengan hening, apapun tugas yang saya berikan padanya; dengan satu kelemahan signifikan: penggunaan di waktu lama menyebabkan suhunya meningkat.

Review HP Spectre x360 24

Hampir semua area terkena dampaknya. Pojok kiri atas keyboard merupakan zona terpanas, merembes ke tuts hingga palm rest. Di ruang tanpa pendingin udara, suhu tinggi tersebut akan memengaruhi faktor kenyamanan.

Review HP Spectre x360 31

Fleksibilitas dan layar bermutu tinggi Spectre x360 memastikan aktivitas menonton video jadi berkualitas, apalagi entah bagaimana HP berhasil memampatkan baterai berkapasitas cukup besar di tubuh notebook tipis ini. Dengan menggunakan setting power ‘HP Recommended’, ia sanggup tetap menyala selama hampir enam jam – saya pakai buat mengetik, download, menyaksikan trailer-trailer di YouTube, dan mendengarkan musik. Di tes baterai PCMark 8, Spectre x360 dapat aktif selama 4 jam 38 menit.

Berbicara soal musik, audio adalah aspek terlemah dari HP Spectre x360. Terlepas dari kehadiran speaker Bang & Olufsen disertai app companion, output suaranya terbilang lemah walaupun preset telah saya utak-atik. Nada-nada tinggi dan mid memang nyaring, tetapi terdengar keruh di sana-sini; kemudian bass hampir tidak terasa sama sekali.

Review HP Spectre x360 28

Review HP Spectre x360 19

Agar pengalaman menonton video jadi maksimal, menambahkan speaker eksternal sangat dianjurkan.

Verdict

Beberapa faktor memang menghambat HP Spectre x360 untuk merebut gelar notebook covertible premium 13-inci terbaik: touchpad bisa digarap lebih baik dan intuitif lagi, device memerlukan speaker yang lebih bermutu, lalu pemakaian material logam juga berpengaruh pada bobot (sekitar 1,48kg), dan menakar lebih kritis, juga menyebabkan ujung palm rest menjadi tajam.

Tapi saya berpendapat, sulit untuk tidak merekomendasikan Specter x360 bagi mereka yang sedang mencari laptop 2-in-1. Di kelasnya, performa device ini tergolong tinggi, layarnya jempolan, baterainya awet, dan yang terpenting buat saya, build-quality-nya istimewa.

HP Spectre x360 dengan chip Intel Core i7 dibanderol mulai dari harga Rp 19 kurang sedikit sampai Rp 21 juta. Anda yang tertarik bisa membeli secara online lewat Blibli.com.