[Review] OPPO Reno5 Marvel Edition, Penuh dengan Elemen Avengers

Saat ini film superhero Marvel Cinematic Universe (MCU) adaptasi karakter superhero dari Marvel Comics yang diproduksi oleh Marvel Studios telah mencapai fase keempat. Untuk serial TV-nya sudah dimulai dari WandaVision yang mulai tayang pada Januari 2021 dan Falcon and Winter Soldier pada Maret 2021 yang bisa disaksikan di layanan streaming Disney+ Hotstar.

Sementara, untuk film layar lebar akan dimulai dari Black Widow yang rencananya akan tayang pada bulan Mei 2021 mendatang di bioskop. Kabar gembira bagi para penggemar superhero Marvel, karena OPPO telah menghadirkan smartphone Reno5 Marvel Edition.

Perangkat limited edition ini merupakan hasil kolaborasi ketiga antara OPPO dan Marvel, hadir dengan desain unik yang terinspirasi dari karakter Avengers. Seberapa menarik edisi spesial dari Reno5? Berikut review OPPO Reno5 Marvel Edition selengkapnya.

Desain dan Aksesori Spesial

Mari mulai dari paket penjualannya, kotak edisi spesial Marvel ini berwarna hitam dengan logo dan tulisan Avengers yang tercetak di bagian depan. Kelengkapan aksesori di dalamnya juga istimewa karena bertemakan Avengers.

Mulai dari case yang berwarna merah dengan enam karakter Avengers original dan tulisan Marvel besar berwarna silver yang mencolok untuk melindungi perangkat dari goresan dan benturan ringan. Lalu, pelepas kartu SIM-nya juga unik dengan logo Avengers dan berukuran cukup besar.

Desain earphone-nya juga tidak kalah keren, kabelnya merah dengan logo Iron Man di sebelah kanan dan Captain America di sebelah kiri. Selain itu, pengisi dayanya berwarna hitam bertuliskan Avengers merah dan terakhir kabel data USB Type-C berwarna merah.

Tentu saja, hal teristimewa pada Reno5 Marvel Edition ialah desain bagian punggungnya. OPPO menggabungkan berbagai elemen dari superhero Avengers, dimulai dari logo Avengers besar tepat di tengah yang dilengkapi elemen perisai Captain America.

Sementara, rancangan X diambil dari logo Black Widow. Lalu, ada struktur heksagon dari seragam anggota Avengers dan aksen garis dari palu Mjolnir milik Thor. Menariknya, pola pada penampang belakang ini memiliki finishing yang berbeda-beda.

Menurut saya, penampilan Reno5 Marvel Edition tampak keren dan futuristik. Skema warnanya juga unik, didominasi hitam kuantum dengan kombinasi merah Avengers klasik dan silver yang memantulkan cahaya bila dilihat pada sudut tertentu.

Dari segi ukuran, dimensinya identik dengan Reno5 Fantasy Silver. Ramping dan ringan dengan ketebalan hanya 7,8mm dan bobot 171 gram, sangat mudah dioperasikan dengan satu tangan.

Tombol power di sisi kanan berwarna merah dengan aksen hijau di tengah, tombol volume atas dan bawah di sisi kiri juga berwarna merah dan di atasnya ada SIM tray dengan tiga slot. Di sisi atas ada mikrofon sekunder, sedangkan jack audio 3,5mm, mikrofon, port USB Type-C, dan speaker di sisi bawah.

ColorOS 11.1 dengan Tema Avengers

Review-OPPO-Reno5-Marvel-Edition-11

Reno5 Marvel Edition sudah berjalan di atas ColorOS terbaru versi 11.1 berbasis Android 11 yang membawa banyak fitur baru dan penyempurnaan fitur yang sudah ada. Sistem operasi juga tidak lepas dari kustomisasi OPPO, di mana setelah menekan tombol power dan keterangan OPPO powered by Android, kita akan disambut logo Avengers.

Sistem antarmukanya juga spesial menggunakan tema khusus yang penuh dengan unsur Marvel, lockscreen dan wallpaper di homescreen merepresentasikan seragam Avengers Quantum. Sebagai informasi, seragam tersebut digunakan oleh para anggota Avengers yang tersisa untuk perjalanan melintasi waktu di film Avengers: Endgame, kembali ke masa lalu untuk mengumpulkan Infinity Stone dan memperbaiki kehancuran yang dibuat oleh Thanos.

Selain Avengers Quantum, OPPO turut menyediakan wallpaper ekstra di lockscreen yang terdiri dari enam anggota original Avengers. Untuk menggantinya, cukup klik ikon switch di pojok kiri bawah, pilihannya meliputi Iron Man, Captain America, Hulk, Black Widow, Thor, dan Hawkeye.

Detail Marvel juga terdapat pada ikon-ikon aplikasi yang dirancang dengan berbagai pilihan superhero Avengers. Contohnya ikon kamera yang dibuat berdasarkan Arc Reactor Iron Man, ikon pesan dari perisai, telepon dari logo Nick Furry, browser dari kostum Vision, kontak dari wajah Iron Man, dan banyak lagi.

OPPO menyediakan dua tema bawaan, selain tema Marvel juga terdapat tema default yang bisa dipilih bila ingin mengubah tampilan antarmuka seperti Reno5 edisi standar. Selain yang disebutkan di atas, baik fitur dan spesifikasi perangkat edisi Marvel ini tidak berubah termasuk layar, kamera, dan chipset.

Layar, Kamera, dan Chipset

Review-OPPO-Reno5-Marvel-Edition-16

Reno5 Marvel Edition mengusung layar Super AMOLED 6,4 inci FHD+ (2400×1080 piksel) dalam rasio 20:9 dan memiliki rasio layar ke bodi 91,7% dengan punch hole di pojok kiri atas untuk kamera depan 44MP f/2.4. Dibanding Reno4, panelnya sudah dibekali dengan refresh rate tinggi 90Hz dan lebih responsif dengan touch sampling rate 180Hz.

Selain memberi keuntungan saat bermain game favorit, semakin tinggi refresh rate juga membuat animasi atau transisi pada antarmuka dan gerakan konten di atas layar terlihat lebih halus. Dengan kata lain, memanjakan mata dan manfaatnya juga terasa saat menikmati konten video dengan frame rate tinggi. Layarnya juga sudah dilengkapi sertifikasi SGS Eye Care Display dan permukaannya diproteksi Gorilla Glass 5.

Sebagai smartphone Reno, kemampuan foto dan video menjadi daya tarik lain dari Reno5 Marvel Edition. Bagian belakang mengemas AI Quad Camera, dengan kamera utama 64MP f/1.7. Lewat metode pixel binning 4-in-1, Reno5 dapat menghasilkan foto optimal 16MP dengan piksel besar 1.6µm yang ideal untuk berbagai skenario, tetapi tetap tersedia opsi resolusi penuh 64MP 0.8µm. Berikut beberapa hasil fotonya:

Ditemani kamera sekunder 8MP f/2.2 dengan lensa ultrawide 119 derajat, 2MP f/2.4 untuk macro, dan 2MP f/2.4 sebagai depth sensor. Guna mengoptimalkan hardware kameranya, OPPO menyematkan rangkaian fitur berbasis AI, termasuk fitur Image-Clear Engine yang dirancang untuk pemotretan subjek bergerak.

Untuk keperluan videografi, kamera Reno5 sanggup merekam video hingga 4K pada 30fps dan Full HD dengan frame rate tinggi 60fps. Terdapat tiga fitur video baru yang Reno5 tawarkan, mulai dari AI Highlight Video yang bisa bekerja dalam dua skenario.

Pada saat cahaya redup, Reno5 akan mengaktifkan algoritma Ultra Night Video untuk menerangkan bagian-bagian yang gelap sekaligus menjaga tingkat detailnya. Sedangkan saat subjek membelakangi sorotan cahaya yang kuat (backlight), maka giliran algoritma HDR Live yang diterapkan untuk menjaga tone warna tetap alami.

Kemudian ada AI Mixed Portrait untuk menggabungkan dua video dalam satu bingkai yang sama alias double exposure. Serta, fitur Dual-View Video yang memungkinkan merekam video menggunakan kamera depan dan belakang secara bersamaan, lengkap dengan beberapa opsi framing yang kreatif.

Reno5 juga dibekali aplikasi edit video bawaan Soloop dengan fitur auto-generate dan menawarkan berbagai template video yang dapat diakses langsung dari kamera. Serta, fitur kamera andalan Reno generasi sebelumnya, seperti AI Color Portrait, AI Monochrome Video, Night Flare Portrait, Ultra-Clear 108MP Image, dan lainnya.

Lanjut bahas performa, Reno5 Marvel Edition masih tetap mengandalkan chipset Qualcomm Snapdragon 720G seperti sebelumnya. Ditopang RAM 8GB dan penyimpanan internal 128GB yang bisa diperluas lewat kartu microSD.

Kapasitas baterai 4.310 mAh Reno5 didukung fitur pengisian daya baterai cepat 50W Flash Charge. Dengan menggunakan adaptor SuperVOOC yang terdapat di dalam kotak penjualan, Reno5 hanya membutuhkan waktu sekitar 31 menit untuk mengisi hingga 80% dan 48 menit untuk mengisinya sampai 100%. Reno5 juga kompatibel dengan maupun charger lain yang memanfaatkan protokol Qualcomm Quick Charge 2.0 atau USB Power Delivery hingga 15W.

Verdict

Review-OPPO-Reno5-Marvel-Edition-13

OPPO Reno5 Marvel Edition benar-benar tampil istimewa, jelas sangat menarik bagi para kolektor dan penggemar setia superhero Marvel. Sebagai perangkat limited edition, maka penjualannya juga terbatas dan menawarkan nilai eksklusif yang tinggi.

Bila tertarik menambahkannya sebagai koleksi, maka Anda harus buru-buru mengambilnya. Sebab, penjualan Reno5 Marvel Edition hanya berlangsung dari tanggal 15 sampai 31 Maret 2021 di OPPO Official Store di Tokopedia.

Perlu dicatat, untuk mendapatkannya Anda memerlukan kode unik yang telah disebar oleh OPPO Indonesia. Jangan kaget melihat harganya, karena OPPO sengaja menampilkan harga yang lebih tinggi pada halaman pembelian. Setelah memasukan perangkat dalam keranjang dan meneruskan melakukan pembayaran, Anda akan diminta untuk memasukan kode undangan dan harga akan berubah menjadi Rp5.699.000.

Namun untuk menjawab rasa penasaran konsumen terutama penggemar Marvel, OPPO membuka gerai sementara Reno5 Marvel Edition di Plaza Indonesia yang berlangsung mulai 26 hingga 30 Maret mendatang. Pengunjung dapat membeli secara langsung perangkat ini, namun tetap menggunakan kode undangan yang dapat diperoleh dengan cara mengikuti kegiatan yang diselengarakan di OPPO Gallery.

 

Sparks

  • Desain unik dengan elemen Marvel
  • Aksesori bertema Avengers
  • Terbatas, nilai eksklusif tinggi
  • Sistem antarmuka tema bertema Avengers

Slacks

  • Harga lebih mahal Rp700.000

 

[Review] Galaxy Buds Pro, Intelligent ANC Untuk Mereka yang Mencari Kualitas Suara dari TWS Samsung

Galaxy Buds Pro adalah TWS paling baru dari Samsung. Posisinya adalah untuk menarik calon pengguna yang tidak hanya ingin memiliki TWS tetapi TWS yang telah dilengkapi Active Noise Cancelling (ANC). Dan Buds Pro adalah senjata Samsung untuk pasar ini.

Ketika pertama kali menyentuh seri dari perangkat Galaxy Buds, kala itu dinamakan hanya Buds saja, saya tidak terlalu antusias. Sebagai penikmat perangkat audio yang memang dirilis oleh perusahaan yang memang fokus dengan audio, ketika melihat perusahaan smartphone atau home appliance seperti Samsung merilis earphone, agak ragu dengan sisi kualitasnya. Apalagi yang dirilis adalah TWS, yang untuk menghasilkan suara yang baik lebih ‘sulit’ dari yang dengan menggunakan kabel. 

Samsung Galaxy Buds Line Up

Kehadiran Galaxy Buds dari sisi segmen sebenarnya cukup monumental. Setidaknya bagi brand di luar Apple yang merilis TWS. Kini hampir semua brand smartphone juga ikut merilis TWS, sampai Nokia pun merilis TWS mereka. Sayangnya dari sisi kualitas, Galaxy Buds seri pertama cukup mengecewakan. Terutama, bagi saya, adalah dari sisi bass. Meski bukan seorang basshead, tetapi unsur bass tetap menjadi penting bagi keseluruhan pengalaman menikmati audio. Galaxy Buds tidak memiliki itu. Namun Samsung menjawab kegagalan Buds dengan merilis versi kedua yaitu Galaxy Buds +, yang dari sisi audio jauh melebihi kakak pertamanya. 

TWS Samsung selanjutnya dari sisi audio sudah cukup mumpuni, Buds Live juga hadir dengan kualitas audio yang bisa diandalkan, dari sisi model, Buds Live cukup monumental dengan mengenalkan bentuk desain ‘kacang’ yang sangat menarik dan menggoda para penikmat earbuds, karena bentuknya yang bukan in-ear murni. 

Galaxy Buds Line Up

Tapi Buds Live punya kekurangan, yaitu ANC atau audio noise cancelling yang kurang mumpuni. Nah untuk menyasar konsumen yang ingin menikmati fitur ANC pada TWS dengan lebih baik, dirilislah Galaxy Buds Pro. TWS ini memiliki apa yang dipromosikan Samsung sebagai Intelligent ANC, yang mampu menyesuaikan lingkungan ketiga pengguna memakai earphone. 

Buds Pro hadir dengan model in-ear dan model yang juga berbeda dengan Buds+ yang memiliki semacam kaitan karet di bagian pinggir. Buds Pro tidak ada bentuknya lebih flawless. Salah satu yang unik adalah bentuk bagian in ear (yang masuk ke lubang telinga) tidak bulat melainkan lonjong. Trik ini cukup berhasil untuk menjaga earphone tetap di telinga dan tidak mudah lepas, di sisi lain tidak ada kaitan tambahan yang membuat tidak nyaman di telinga. 

Di artikel ini kita akan membahas lebih dalam tentang Galaxy Buds Pro. Tidak berlama-lama, langsung saja kita mulai. 

Galaxy Buds Pro

Desain 

Kalau berbicara sisi desain untuk TWS dari Samsung, setidaknya yang masuk seri Galaxy Buds, favorit saya adalah Buds Live. Dua alasannya adalah karena preferensi saya tidak ke TWS model in-ear, dan Buds Live cukup merevolusi desain TWS yang selama ini dihadirkan pabrikan. Posisinya cukup unik antara earbuds dan in-ear. Seperti ingin membuat kategori baru di antara kedua jenis earphone yang populer di pasaran. 

Meski demikian, seperti yang disebutkan di awal tulisan ini, desain Buds Live memiliki kekurangan yang cukup signifikan, bagi pengguna yang mencari fitur ANC yang lebih baik. Meski telah dilengkapi ANC namun tipe open earphone yang dimilikinya tidak benar-benar bisa mengisolasi suara luar, jadi hasilnya tidak maksimal. 

Seperti juga yang pernah dijelaskan pada sebuah sesi tanya jawab oleh pihak Samsung, ketika saya bertanya tentang mengapa desainnya kembali ke model in ear untuk Buds Pro, jawabannya adalah untuk memberikan pilihan bagi pengguna yang ingin mencari model ANC yang lebih ‘padat’ atau yang lebih bisa mengisolasi suara, baik dari luar atau dari suara yang keluar dari earphone. 

Galaxy Buds Pro

Meski demikian, desain in-ear dari Buds Pro bukan berarti tidak memiliki kebaruan dari desain Galaxy Buds tipe in-ear lainnya, setidaknya ada dua yang saya perhatikan memberikan dampak cukup besar dalam memberikan kebaruan dan pembeda dari seri yang lain. Yang pertama adalah bentuk housing-nya. Buds Pro hadir dengan elemen smooth yang kentara, mengambil beberapa esensi desain dari Buds Live dan mengeksekusinya dengan cukup rapi, karena membaca beberapa fitur teknis yang nanti akan saya bahas. 

Tampilan housing yang cukup modern dan shiny ini tentunya tidak lepas dari seri smartphone Galaxy flagship yang dikenalkan bersamaan dengan TWS ini. Galaxy S21 membawa kebaruan dari sisi warna, maka TWSnya pun harus mengikuti. 

Untuk yang kedua adalah bentuk in-ear. Kalau Anda lihat lebih detail tampilan ear tip di Buds Pro tidak sama dengan Buds+. Buds Pro memiliki ear tip yang lebih oval. Rumah ear tip-nya juga lebih oval. Bentuk seperti ini menurut saya cukup menarik karena, sebagai pengguna yang tidak menyukai model in-ear (bagian kuping dalam saya biasanya terasa tidak nyaman jika menggunakan dalam waktu lama), model oval serta bahan dari ear tip Buds Pro ternyata cukup nyaman. Bahkan bagi saya yang biasanya tidak bisa berlama-lama menggunakan model in-ear, Buds Pro bisa saya gunakan untuk beberapa meeting sekaligus atau mendengarkan Spotify dalam waktu cukup lama. 

Untuk elemen desain lain seperti casing, bentuk dari luar masih sama dengan Buds Pro, tetapi ketika dibuka akan memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Bagian belakang agak naik dibandingkan Buds Pro yang datar. Karena model earphone-nya juga berbeda maka outputnya pun berbeda, dan tidak ada lagi keterangan huruf yang menandakan mana bagian kiri dan kanan di casing tetapi pindah ke bagian masing-masing earphone.

Salah satu pengalaman dari sisi desain yang cukup berada juga saya rasakan ketika membuka casing, Buds Pro terasa sedikit lebih berat dibandingkan Buds Live, kekuatan menempel magnetnya terasa lebih kuat. 

Untuk bagian colokan type-C pengisi daya serta indikator lampu saat mengisi daya tidak ada perbedaan termasuk warnanya. Di dalam casing juga ada indikator pengisi daya untuk earphonenya ketika ditempatkan pada casing. 

Unit yang saya coba berwarna ungu pudar, warna lain yang tersedia ada putih dan hitam. Warna-warna ini tentunya mengikuti warna dari seri Galaxy S21.

Fitur Buds Pro

Beralih dari desain mari kita bahas tentang fitur Buds Pro. Ada banyak yang melekat pada perangkat ini tetapi saya hanya akan bahas beberapa saja yang penting atau yang menurut saya cukup berpengaruh pada penggunaan, setidaknya selama saya lakukan uji produk. 

Kalau boleh diurutkan, menurut saya ada beberapa kluster fitur yang jadi daya tarik utama. Untuk penggunaan earphone sebagai alat berkomunikasi, ada 3 built in mic dan voice pick up unit yang menjadi beberapa bagian teknis unggulan Buds Pro. Di sisi dukungan untuk hasil suara audio 2 way speaker termasuk 11mm woofer untuk bass dan 6.5mmm tweeter untuk treble, clean sound dan soundstage luas. Dari sisi teknis perangkat Buds Pro didukung beberapa bagian dari casing earphone-nya untuk hasil maksimal, air vent untuk kenyamanan serta audio yang lebih luas lalu ada mic mesh di bagian luar earphone untuk meminimalisir wind noise

Tuning audio, seperti perangkat audio Samsung lain misalnya earphone dan smartphone, Buds Pro juga membawa racikan dari AKG. Samsung juga bekerjasama dengan Dolby untuk menghadirkan pengalaman Dolby Head Tracking untuk fitur 360 audio saat menonton video, film atau acara TV.  

Dan yang mungkin paling utama adalah Intelligence Auto Noise Canceling yang jadi fitur utama di TWS ini, setidaknya dibandingkan TWS dari Samsung lainnya. Kalau menurut penjelasan resmi Samsung, Fitur ANC dari Buds Pro bisa mengurangi background noise sampai dengan 99%. Dengan aplikasi bawaan, pengguna bisa mengatur level dari kekedapan suara yang diinginkan. Dan, Buds Pro juga dilengkapi Voice Detect yang memungkinkan perangkat ini mendeteksi suara saat digunakan, sehingga pengaturan bisa berubah ketika Anda berbicara. 

Galaxy Buds Pro

Untuk beberapa fitur lain Buds Pro membawa sertifikat IPX7 sehingga tahan air, meski tidak disarankan untuk penggunaan di pantai dan kolam renang. Tetapi untuk kegiatan olahraga sertifikasi ini sudah cukup. Meski demikian, casing tidak tahan air dan Anda harus mengeringkan TWS ketika basah sebelum mengisi daya atau memasukkannya ke casing. 

Buds Pro dilengkapi bluetooth 5.0, wireless powershare dengan perangkat Galaxy yang mendukung, lalu ada pula fitur auto switch yang memudahkan berganti perangkat secara otomatis asalkan Anda login ke akun Samsung dan menggunakan perangkat Samsung dengan One UI 3.1.

Quick charging juga didukung dengan detail seperti ini – berdasarkan situs resmi:

30min play / 3min charging (Wired, Wireless, D2D)

60min play / 5min charging (Wired, Wireless, D2D)

85min play / 10min charging (Wired, Wireless)

Buds Pro juga mendukung perintah sentuh baik touch atau hold, tetapi tidak untuk swipe. Dan untuk playtime, di atas kertas, dengan ANC 5 jam plus 13 jam di case. ANC off 8 playtime dan 20 di case.

Galaxy Buds Pro

Pengalaman penggunaan

Sekarang kita masuk ke pembahasan dari pengalaman saya menggunakan TWS ini terutama untuk mendengarkan musik. Test yang saya lakukan menggunakan dua ponsel samsung Galaxy Note 10+ serta S21 S20 Plus dan Spotify premium. Untuk pengaturan sendiri, saya lebih banyak melakukan uji dengan menggunakan mode equalizer bass boost serta ambient sound volumenya extra high, dan ANC di level high.

Pengalaman yang cukup terasa saat mencoba Buds Pro adalah ANCnya cukup memberikan efek. Namun ketika menggunakan ambient sound Anda akan mendengar suara seperti mendesis, terutama ketika mendengar lagu yang slow dan tidak terlalu banyak instrumen seperti lagu yang fokus pada vokal. Suara yang ada disekitar juga terdengar jelas bahkan terkadang terlalu jelas, seperti ada alat yang membantu meningkatkan keterdengaran atas suara sekitar. Kadang suaranya terasa lebih keras dibandingkan dengan tidak memakai Buds Pro.

Sedangkan untuk mendengarkan musik, pengalaman yang saya dapatkan adalah bass-nya cukup terasa, mengingatkan pada pengalaman Buds+ atau TWS Galaxy Buds generasi kedua tetapi dengan peningkatan, sehingga Buds Pro terasa lebih mantap dari sisi bass. 

Galaxy Buds Pro

Untuk urusan detail pada lagu juga cukup terasa dengan blend antara berbagai bunyi yang baik. Beberapa lagu yang rutin saya gunakan seperti Yang T’lah Berlalu dari Gigi atau beberapa lagu yang fokus pada gitar akustik seperti Dekat di Hati dari Ran atau More Than Words – Extreme. Buds Pro mampu menampilkan suara petikan dengan cukup detail termasuk petikan Nuno Bettencourt di lagu More Than Words, atau bunyi cymbal tipis yang khas di lagu Yang T’lah Berlalu-nya Gigi Band. 

Separasi tipis terasa dan tidak begitu kental tapi masih bisa diterima. Saya malah terpikir untuk membuat semacam list ringan, mana lagu yang ingin saya rasakan separasi dengan lebih dalam atau mana lagu yang ingin saya rasakan rythem-nya. Misal lagu dengan full band lengkap seperti Queen dengan Bohemian Rhapsody akan saya dengarkan dengan mematikan ANC karena ingin merasakan suasana ramai dengan rythem yang lebih kental. Tetapi disisi lain, jika saya ingin menikmati suara Freddie Mercury atau petikan Brian May dengan lebih intim di lagu ini, saya akan menyalakan ANC dan menaikan sedikit volume. 

Pengalaman lain yang saya rasakan adalah dengan ANC hasil suara seperti menarik ke arah lebih depan dari sisi vokal dan unsur lain ke belakang, sedangkan ketika ANC dimatikan, suara vokal agak sedikit ke belakang. 

Untuk beberapa lagu saya lebih suka dengan menggunakan mode ambient sound, meski suara disekitar masuk, tetapi kalau di ruangan sepi suara musik terdengar seperti lebih luas, bass juga terasa lebih nendang. Rhythm juga lebih keluar sehingga keseluruhan suara terasa lebih terbungkus. Dengan mode ANC, bass seperti agak tertahan, meski tetap terdengar tapi tidak semantap ketika menggunakan ambient sound. Ketika ANC aktif, suara musik juga seperti lebih tertutup, tapi dengan separasi yang agak sedikit lebih terasa. Lagu yang saya dengarkan ketika mengalami ini adalah Slow Mover dari Angie McMahon yang menampilkan suara gitar yang cukup ruff, bass dan drum yang terasa dengan kombinasi musik yang tidak terlalu rumit. 

Dengan kondisi ini, maka ketika saya ingin menikmati lagu yang fokus pada vokal maka saya akan menyalakan ANC untuk bisa menikmati artikulasi penyanyinya dengan maksimal. Misalnya pada lagu Ariana Grande dan Justin Bieber – Stuck with U atau ketika saya ingin mendengarkan suara yang lebih pure dari vokal Yuna pada lagu favorit saya Langit. 

Meski demikian, ketika menggunakan mode ANC, karena memang lebih kedap, untuk urusan detail suara akan lebih terasa. 

Galaxy Buds Line Up

Samsung juga cukup menonjolkan fitur Voice Detect untuk TWS Buds Pro ini, yang memberikan fitur otomatisasi pengenalan suara, cukup berguna ketika mengunakan pengaturan ANC dinyalakan. Secara teori, fitur ini cukup berguna sebenarnya, terutama yang menggunakan TWS saat komuter atau yang sering membeli kopi di kedai kopi instan. Namun saya juga mendapatkan kekurangan dengan fitur ini.

Salah satu kekurangan TWS dengan fitur Voice Detect, ketika fitur ini aktif kalau kita bersenandung maka Buds Pro akan mendeteksi suara kita dan dianggap sedang berbicara dan akhirnya mode berubah ke ambient sound (kalau kita ada di mode ANC aktif). Ketika mode sedang ada di mode ambient sound (ANC tidak aktif), yang seharusnya suara sekitar tedengar cukup jelas, ketika saya berbicara, maka Buds Pro tetap akan mendeteksi suara saya dan volume lagu akan berkurang. 

Di satu sisi, ini adalah good problem karena sensitivitas Buds Pro mendeteksi suara cukup bisa diandalkan, tetapi di sisi lain cukup mengganggu karena mode akan sering berubah. Terkadang kita tanpa sadar humming atau menyanyikan lirik dari lagu kesukaan yang tengah didengarkan. Fitur ini bisa berguna ketika kita menggunakan TWS di tempat umum atau ketika ingin bercakap dengan orang lain, misalnya, seperti yang saya sebutkan sebelumnya ketika memesan kopi di kedai, namun akan cukup menjengkelkan bagi mereka yang suka sing a long. 

Permasalahan lain muncul saat saya mencoba mengunakan Buds Pro untuk Zoom call ketika meeting. Saat pengaturan Voice Detect dinyalakan, saya mendapatkan protes karena suara saya jadi lebih kecil terdengar oleh lawan bicara saya. Dan saat saya berbicara, suara lawan bicara juga akan mengecil, 10 detik baru kembali ke pengaturan terakhir yang saya atur. Salah satu cara untuk menggunakan Buds Pro untuk panggilan telepon adalah mematikan Voice Detect. Jadi kepikiran, apa jadinya kalau saat komuter, menyalakan Voice Detect dan ANC. Tidak ada masalah ketika membeli kopi di kedai kopi kenikian, karena suara offline bisa terdengar secara otomatis. Lalu kembali berjalan dan tiba-tiba ada Zoom call meeting mendadak. Akan sedikit repot karena kita harus mematikan dulu Voice Detect agar panggilan meeting bisa lancar diikuti.

Meski demikian, tentunya fungsi ANC yang sebenarnya adalah mengisolasi telinga kita dari suara luar agar dapat lebih menikmati musik atau melakukan panggilan telepon misalnya dengan lebih baik, atau jika Anda mendengarkan musik di tempat umum atau commuter, tetap bisa mendengar suara sekitar, untuk alasan keamanan atau sosial. Anda hanya perlu melakukan penyesuaian pengaturan saja. 

Di luar pengalaman suara, ada satu fitur yang saya harap hadir di Buds Pro, yang dari sisi harga cukup premium sebenarnya. Saya berharap pengaturan yang bisa dilakukan dengan sentuhan lebih banyak dari sekedar touch and hold feature. Di Buds Pro kita harus memilih, misalnya fungsi touch dan hold hanya untuk menaikkan menurunkan volume atau mengaktifkan atau menonaktifkan ANC. Kalau saja bisa satu atau dua kombinasi, maka akan lebih memudahkan. Misal bisa menambahkan pengaturan menaikkan menurunkan volume di earpiece kanan dan pengaturan noise control di earpiece kiri atau sebaliknya. Atau bisa juga ditambahkan pengaturan swipe seperti beberapa tipe wireless earphone

Aplikasi pendukung

Galaxy Wear App

Seperti juga versi Galaxy Buds lainya, Buds Pro juga mendukung aplikasi Galaxy Wearable yang bisa digunakan untuk melakukan beberapa pengaturan termasuk memilih Noise Control, Voice detect, Touch and Hold, Equalizer atau beberapa fitur lain seperti Find My earbuds dan Labs. Buka aplikasi untuk terkoneksi dengan Buds Pro, update plugin jika belum dan Anda siap menggunakannya. 

Sayangnya, pengaturan Equalizer yang ada tidak terlalu advance alias tidak bisa melakukan pengaturan secara bebas, kita hanya bisa memilih dari pengaturan-pengaturan yang telah disediakan seperti Normal, Bass Boost, Soft, Dynamic, Clear atau Treble Boost. 

Galaxy Wear App

Penutup

Kalau mau disimpulkan dalam satu kalimat, secara overall suara yang dihasilkan Buds Pro nyaman, baik saat menggunakan ANC atau tidak. Jika Samsung ingin memposisikan Buds Pro untuk penggemar Galaxy Buds dan ingin mencari fitur ANC yang lebih baik dari seri Buds yang sebelumnya tersedia, maka Samsung telah berhasil. Buds Pro bisa memberikan itu. 

Dari sisi unsur suara yang lain juga saya tidak menemukan kekurangan yang cukup signifikan, setidaknya untuk segmen TWS dan dengan pengujian lagu menggunakan layanan streaming. Ada beberapa alasan kenapa saya menggunakan layanan streaming (saja) untuk mengetes kemampuan audio. Alasan paling sederhana adalah, memposisikan sebagai pengguna umum yang jadi target market Buds Pro. Karena jika saya ingin membeli TWS ini, tentu saja saya akan menggunakannya untuk keseharian, dan dalam keseharian, cara paling mudah untuk mendengarkan lagu adalah lewat layanan streaming music

Alasan kedua, saya punya playlist khusus dari berbagai genre yang hampir selalu saya gunakan ketika menguji perangkat audio. Berbagai genre untuk menguji beberapa elemen musik dan bagaimana perangkat audio mengantarkannya. 

 

Buds Live Pro

Dari sisi desain, meski saya lebih suka dengan tampilan Buds Live tetapi saya cukup merasa terkejut dalam arti positif, bahwa Buds Pro yang merupakan model in-ear bisa sangat nyaman di telinga, bahkan bagi penikmat musik seperti saya yang sama sekali bukan ‘anak in-ear, lebih ke anak earbuds dan headphone’. 

Dan dari sisi fitur, Buds Pro punya fitur-fitur dasar dan penting yang harus dimiliki TWS untuk bisa digunakan sehari-hari. Buds Pro memang dijual dengan harga yang cukup mahal, 3 juta rupiah. Dengan harga ini tentu saja kalau ditanya pendapat pribadi, sebagai penggemar headphone, saya akan mencari headphone audiophile entry level atau bahkan wireless headphone generasi agak lama di harga yang sama. Tetapi untuk Anda penggemar brand Samsung atau memang menggunakan ekosistem Samsung, TWS ini adalah pilihan yang cukup tepat. 

Bagi Anda yang memang bukan pengguna perangkat Samsung, Buds Pro juga tetap bisa menjadi alternatif ketika ingin mencari perangkat TWS. Dari sisi desain, hasil suara dan fitur lain, Buds Pro tetap layak untuk dijadikan pilihan. Dengan syarat utama tentu saja, budget Anda cukup.

Sparks

  • Desain menarik
  • Nyaman digunakan
  • ANC mengalami peningkatan 
  • Fitur voice detect
  • Suara yang dihasilkan baik (bass, detail, separasi)

Slacks

  • Harga cukup premium
  • Voicet detect tidak cocok untuk sing a long

[Review] Realme Watch S Pro: Jam Tangan Pintar Premium Tak Sampai 2 Juta

Realme sepertinya sangat serius dalam mengembangkan perangkat AIoT yang bisa membantu kehidupan para penggunanya. Uniknya, perangkat yang mereka tawarkan memiliki harga yang terjangkau sehingga banyak orang yang bisa memilikinya. Pada tahun 2021 ini, perangkat AIoT yang baru saja ditawarkan oleh realme adalah sebuah jam tangan. Perangkat tersebut bernama realme Watch S Pro.

Perangkat yang satu ini sebenarnya sudah lama datang ke meja pengujian DailySocial. Hanya saja, saya ingin menjajal pemakaian perangkat ini selama sebulan penuh. Ternyata jam tangan ini terasa ringan dan memiliki daya tahan baterai yang cukup lama. Hal ini akan dibahas pada segmen berikutnya.

Realme Watch S Pro

Warna dari unit demo yang saya dapatkan adalah hitam. Perangkat ini memiliki beberapa perbedaan dari seri yang non Pro. Perubahan paling dasar terlihat dari layar yang kini telah menggunakan Layar AMOLED, bahannya pun sudah stainless steel dengan dukungan fitur lainnya, yakni 5ATM yang mampu dibawa berenang hingga kedalam 50 meter, dan Dual-Satellite GPS.

Jam tangan pintar realme Watch S Pro memiliki spesifikasi sebagai berikut

Prosesor ARM Cortex M4
Layar Super AMOLED1,4 inci 454 x 454 pixel
Baterai 420 mAh
Konektivitas Bluetooth 5.0
Sensor GPS, Detak jantung, accelerometer, SpO2
Dimensi 257.6 x 46.0 x 11.1 mm
Bobot 63,5 gram

Realme juga menjanjikan daya tahan yang cukup lama pada baterai yang memiliki kapasitas cukup besar untuk sebuah jam tangan pintar tersebut. Jika dipakai setiap hari, maka jam tangan ini dijanjikan akan habis dalam waktu 14 hari. Tentunya hal ini cukup nyaman karena banyak smartwatch yang masih memiliki daya tahan baterai selama 2 hari saja.

Charger: Magnetik

Paket penjualan dari smartwatch yang satu ini hanya terdapat charger saja selain unit utamanya. Charger yang satu ini memiliki desain tempel dengan sistem magnet. Jadi, pengguna tidak akan salah dalam menaruh posisi jam tangan pintar ini. Pada salah satu sisinya terdapat dua konektor untuk mengisi baterai pada jam tangan pintar tersebut

Realme Watch S Pro - Charger

Desain

Realme Watch S Pro memiliki desain dengan bentuk bundar, seperti sebuah jam tangan biasanya. Saat melihatnya, saya langsung teringat dengan desain sebuah jam tangan pintar dari produsen asal Tiongkok juga. Warna perangkat yang saya dapatkan adalah hitam. Dan warna strap-nya pun juga sama-sama hitam.

Tali jam bawaannya sudah terbuat dari bahan karet, sehingga aman digunakan untuk berolah raga dan aktifitas di luar ruangan. Tali jam tangan pintar ini juga dapat diganti dengan yang umum ada di pasaran dengan standar 22 mm. Untuk membukanya, Anda tinggal menggeser kunci kecil yang tersedia di kedua belah sisi tali jam tangan tersebut.

Realme Watch S Pro - Pin

Layar dari realme Watch S Pro menggunakan tipe AMOLED. Dimensi layarnya sebesar 1.39 inci dengan resolusi 454×454. Layarnya sendiri juga sudah menggunakan Gorilla Glass yang sayangnya tidak ada informasi mengenai seri yang mana yang digunakan. Tentunya, layarnya bisa disentuh sehingga membuat navigasi menjadi lebih mudah.

Realme juga mendesain jam tangan pintar ini tanpa bingkai atau bezelless. Realme menggunakan model kaca melengkung yang membuat sisi-sisinya lebih pendek dari permukaan tengahnya. Oleh karena itu, saya sangat menyarankan untuk menambah lapisan anti gores sehingga bisa terhindar dari hal yang tidak diinginkan.

Pada sisi bagian bawah, terdapat beberapa sensor yang berguna untuk memindai kesehatan. Sensor tersebut dapat mendeteksi detak jantung sang penggunanya. Selain itu, realme juga sudah menambahkan fitur untuk memindai kadar oksigen dalam darah. Hal tersebut tentu saja sangat berguna pada saat pandemi COVID seperti sekarang ini.

Realme Watch S Pro - Tombol

Pada sisi sebelah kanan dari realme Watch S Pro, terdapat dua buah tombol. Yang bagian atas digunakan sebagai tombol back dan untuk menyalakan serta mematikan layarnya. Tombol yang bawah dibuat khusus untuk fungsi-fungsi olah raga. Saat digeser layarnya dari bagian atas ke bawah, akan muncul beberapa icon untuk menjalankan fungsi-fungsi yang ada.

Selain menggeser layarnya ke atas, layarnya juga bisa digeser ke kanan dan ke kiri. Hal itu akan menampilkan beberapa widget serta quick menu pada realme Watch S Pro. Sayangnya, aplikasi yang sudah ada pada realme Watch S Pro sampai saat ini belum bisa ditambahkan. Semoga saja realme menambahkan kemampuan untuk bisa menginstal aplikasi pihak ketiga di masa depan.

Pengalaman menggunakan: Ringan

Keadaan pandemi seperti ini membuat saya harus bertahan di rumah setiap hari. Oleh karena itu, saya hanya akan bepergian keluar rumah pada saat butuh sesuatu saja, seperti berbelanja. Saat keluar rumah seperti itu lah, saya baru bisa menggunakan jam tangan realme Watch S Pro dengan penuh. Alasan tersebut pula lah yang membuat pengujian dari jam tangan pintar ini memakan waktu yang tidak sedikit.

Saat mengeluarkannya pertama kali dari paket penjualan, saya langsung mengisi jam tangan pintar ini sampai penuh. Saya hanya menggunakan smartwatch ini sekitar 6-8 kali saja, mengingat hanya bisa meninggalkan rumah pada hari Sabtu dan Minggu untuk keperluan rumah tangga. Ternyata, baterai jam tangan ini habis pas pada hari ke 24. Saat melakukan pengujian, seperti biasa, saya mematikan koneksi bluetooth yang ada pada jam tangan ini.

Realme Watch S Pro - On Hand

Jam tangan ini juga bisa ditingkatkan versi firmware-nya. Oleh karena itu, sering-sering lah menyalakan aplikasinya yang bernama realme Link. Aplikasi ini juga akan menampung semua data yang telah diinformasikan oleh jam tangan pintar ini sehingga penggunanya bisa melihat data mengenai detak jantung, langkah, oksigen dalam darah, serta latihan-latihan yang dilakukan.

Realme Watch S Pro memiliki fungsi yang diantaranya adalah pemantauan detak jantung, pemantauan tidur, SpO2, pernapasan, notifikasi, cuaca, jam, alarm, senter, dan kontrol musik. Tentunya, fitur-fitur ini sudah umum ditemukan pada hampir setiap jam tangan pintar yang sudah beredar di pasaran. Namun, tombol shutter kamera merupakan satu fitur yang jarang ditemukan pada smartwatch lain dan hadir pada perangkat yang satu ini.

Jika Anda bosan dengan Watch face yang sudah ada pada perangkat jam tangan pintar ini, realme juga sudah menyediakannya pada aplikasi realme Link. Anda juga bisa membuat watch face buatan sendiri yang menggunakan foto sebagai latar belakangnya. Sayang memang, belum ada aplikasi yang bisa membuat face watch dari desain kita sendiri.

Notifikasi mungkin merupakan satu hal yang membuat para pengguna smartphone Android pusing. Pasalnya, beberapa jam tangan pintar kerap hanya mengirimkan notifikasi pesan masuk serta panggilan seluler saja. Jika Anda memiliki aplikasi tukar pesan seperti Whatsapp, hal tersebut akan menjadi sebuah masalah tersendiri karena panggilan suara dan video. Kedua panggilan tersebut tidak akan muncul pada jam tangan pintar.

Saya cukup senang dengan kemampuan notifikasi dari realme Link. Hal tersebut dikarenakan panggilan suara dan video dari Whatsapp dan Telegram berhasil muncul pada jam tangan ini. Hal ini tentu saja membuat setiap panggilan masuk akan membuat realme Watch S Pro bergetar sehingga tidak akan ada panggilan yang terlewat. Good job, realme!

Jam tangan pintar ini memiliki 15 macam jenis olah raga yang bisa dipantau. Semua itu meliputi lari Outdoor Run, Indoor Run, Outdoor Walk, Indoor Walk, Outdoor Cycling, Spinning, Hiking, Swimming, Basketball, Yoga, Rowing, Elliptical, Cricket, Strength Training, dan Free Workout. Jam tangan ini juga mendukung penyelaman hingga 50 meter atau 5 ATM, namun ada baiknya tidak digunakan pada air asin karena akan membuat korosi.

Verdict

Pasar AIoT saat ini memang sedang ramai ditawarkan oleh para produsen. Hal  tersebut dikarenakan perangkat yang digunakan mampu membantu para penggunanya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah jam tangan pintar yang sudah pasti digunakan dalam segala kegiatan sehari-harinya. Realme pun menawarkan Watch S Pro pada pasar ini.

Kinerja dari jam tangan pintar yang satu ini memang cukup baik untuk digunakan sehari-hari. Dengan menggunakan prosesor ARM Cortex M4, ternyata mampu membuat jam ini bekerja tanpa terasa adanya lag. Semua fungsi yang ada bisa diakses dan dijalankan tanpa adanya masalah.

Notifikasi merupakan fungsi dasar dari sebuah smartphone. Realme pun mampu membenahi permasalahan yang ada pada beberapa perangkat smartwatch pada saat mengirimkan notifikasi. Bagi Anda yang sering melewatkan sebuah panggilan dari smartphone, jam tangan pintar ini cocok untuk digunakan. Namun sayang, tidak ada speaker dan microphone pada jam tangan ini.

Realme menjual jam tangan yang satu ini dengan harga yang tidak terlalu mahal, yaitu Rp. 1.899.000 saja. Dengan harga ini, pengguna bisa mendapatkan semua fungsi-fungsi canggih seperti perekaman olah raga, detak jantung, serta pengukuran SpO2. Jika harga ini dirasa cukup tinggi, Anda bisa memilih jam tangan pintar realme Watch yang tentu lebih murah.

Sparks

  • Daya tahan baterai yang panjang, pada kasus saya bisa 24 hari
  • Responsif
  • Desain yang apik
  • 5 ATM
  • Ada GPS
  • Notifikasi panggilan suara dan video pihak ketiga

Slacks

  • Tidak ada aplikasi pihak ketiga yang bisa diinstal
  • Tanpa speaker dan microphone

[Review] Lenovo Legion 7i 15IMHg05: Laptop Gaming dengan GeForce RTX dan RGB

Pasar laptop gaming sampai saat ini masih diminati oleh banyak orang. Oleh karena itu, walaupun memiliki harga yang cukup tinggi namun penjualan laptop jenis ini tidak lah sepi. Salah satu laptop gaming yang cukup menarik adalah solusi dari Lenovo. Laptop tersebut adalah Lenovo Legion 7i dengan seri 15IMHg05.

Lenovo Legion 7i yang satu ini memang terlihat lebih tipis dibandingkan dengan laptop gaming pada umumnya. Laptop ini memiliki bobot yang hanya sekitar 2.1 kg saja. Bandingkan dengan bobot 3-4 kg yang dimiliki oleh laptop gaming lainnya. Laptop ini juga dihiasi dengan warna-warni RGB pada bagian dalam maupun luarnya.

Lenovo Legion 7i - Depan

Laptop ini dijual oleh Lenovo tentu saja untuk pangsa pasar gamer. Akan tetapi, ada pasa lain yang mereka tuju untuk penjualan Lenovo Legion 7i ini. Content creator dan mereka yang bekerja di dunia kreatif yang membutuhkan spesifikasi tertinggi, serta mereka yang membutuhkan mobilitas tinggi juga menjadi sasarannya.

Spesifikasi yang dimiliki oleh laptop Lenovo Legion 7i 15IMHg05 adalah sebagai berikut

Prosesor Intel Core i7 10875H 8 Core 16 Thread 2,3 GHz Turbo 5,1 GHz
GPU NVIDIA GeForce RTX 2070 Super Max-Q
RAM 16GB 2933MHz DDR4
Storage Samsung MZVLB1T0HBLR M.2 NVMe PCI-e Gen 3 1 TB
Layar 15,6 inci 1920×1080 144 Hz
WiFi 802.11 ax atau WiFi 6
Bobot 2.1 kg
Sistem operasi Windows 10 64 Bit
Dimensi 360 x 255 x 20 mm
Baterai 4 cell 80 Wh

CPU-Z dan GPU-Z mencatat spesifikasinya sebagai berikut

Unboxing

Didalam paket penjualannya, selain dokumen dan kartu garansi, hanya terdapat charger dan kabel listrik. Unit charger yang ada pada paket penjualannya tergolong cukup besar dan memiliki bobot yang berat. Hal ini tentu saja cukup mengganggu saat kita ingin membawanya ke luar rumah.

Lenovo Legion 7i - Charger

Desain

Walaupun tidak memiliki sertifikasi militer, namun laptop yang satu ini terasa sangat kokoh semenjak saya keluarkan dari paket penjualannya. Hal tersebut salah satunya karena penggunaan material aluminium pada badan Legion  7i ini. Hal tersebut juga akan terasa saat badannya diketuk dan akan menandakan bahwa build quality-nya cukup baik. Dengan warna hitam, laptop ini juga terlihat cukup keren.

Lenovo Legion 7i - Kiri

Layar dengan dimensi 15,6 inci ini menggunakan tipe IPS. Resolusi yang dimiliki adalah 1920 x 1080 dengan refresh rate 144 Hz. Layar ini juga sudah mendukung 100% Adobe sRGB serta Dolby Vision. Dan bingkai yang dimiliki oleh Lenovo Legion  7i ini pada bagian kanan, kiri dan atasnya di desain cukup tipis.

Keyboard yang digunakan pada Lenovo Legion 7i memiliki RGB LED backlit. Pada unit yang saya dapatkan ternyata mendukung software Corsair iCUE RGB yang bisa membuat warna backlit-nya sesuai dengan keinginan pengguna. Legion  7i menggunakan teknologi TrueStrike Keyboard yang memang responsif saat dipakai untuk bermain game. Desainnya sendiri juga merupakan full keyboard.

Lenovo Legion 7i - Kanan

Pada bagian bawah keyboard terdapat sebuah touchpad yang cukup responsif. Touchpad yang satu ini juga cukup nyaman saat ditekan pada bagian kanan dan kirinya. Hal ini tentu saja akan menambah tingkat kenyamanan pada saat bekerja untuk melakukan editing gambar dan video yang saya lakukan untuk tugas anak-anak saya saat sekolah di rumah.

Pada bagian kiri dari laptop ini akan ditemukan dua port USB-C (yang satu adalah Thunderbolt 3) dan audio 3,5 mm. Pada bagian kanannya ditemukan port USB 3.1 Gen 2. Di bagian belakangnya akan ditemukan dua buah port USB 3.1 Gen 2, sebuah HDMI 2.0, RJ45 Ethernet, Kensington lock, dan Power-in charge.

Lenovo Legion 7i - Belakang

Pada setiap sisinya, laptop ini juga memiliki ventilasi. Hal ini cukup baik mengingat kinerja tinggi membutuhkan alur pembuangan panas yang lebih terbuka. Untuk mengambil udaranya, laptop ini sendiri menyedotnya langsung dari bagian bawah.

Pengujian

Lenovo Legion 7i masih menggunakan prosesor Intel Core generasi ke 10. Pada unit yang saya dapatkan, prosesornya adalah Core i7-10875 yang memiliki 8 inti dan 16 thread dengan kecepatan 2,3 GHz serta dapat mencapai clock 5.1 GHz pada saat Turbo-nya menyala. Prosesor ini sendiri masih menggunakan proses pabrikasi 14 nm dengan TDP 45 watt.

Pada Intel Core i7-10875H terdapat IGP Intel UHD Graphics. Namun secara default, Lenovo sepertinya mematikan IGP tersebut. Setidaknya, seperti itulah yang saya temukan pada unit uji yang dikirimkan langsung dari Lenovo. Tentu saja, hal tersebut menyingkat waktu uji yang saya lakukan pada laptop yang satu ini.

Game

Sebuah laptop gaming tentu saja harus diuji dengan beberapa software permainan. Dengan menggunakan GeForce RTX 2070 Super Max-Q, laptop yang satu ini tentu saja sudah bisa menjalankan beberapa game dengan setting yang tinggi. Dipadu dengan Intel Core i7 yang memiliki clock tinggi juga akan membuat game akan jauh dari lag.

Lenovo Legion 7i - RGB Keyboard

Saya menggunakan beberapa game dalam menguji perangkat yang satu ini. Tentu saja, semua pengujian saya lakukan dengan memasang profile setting yang paling tinggi. Oleh karena layar yang digunakan hanya mendukung resolusi 1080p, tentu saja resolusi tersebut yang digunakan serta refresh rate 144 Hz. Selain dengan game, saya juga menggunakan 3DMark untuk menguji kinerja gaming-nya.

Berikut adalah hasil benchmark-nya.

Produktivitas dengan Sintetis

Laptop ini tidak hanya dipasarkan untuk para gamer yang ingin bermain game dengan lancar. Pasar lain yang dituju oleh Lenovo untuk menjual produk yang satu ini adalah para pembuat konten yang butuh sebuah komputer dengan kinerja tinggi. Hal tersebut tentu saja sangat berdampak saat melakukan editing video dan animasi.

Semua itu tergambar pada benchmark sintetis yang saya lakukan. CineBench dan GeekBench akan melakukan perhitungan kinerja dari prosesor Intel Core i7-10875H. Selain kedua benchmark tersebut, saya juga menggunakan PCMark 10 sebagai pengukur kinerja komputer untuk digunakan dalam bekerja sehari-hari.

Berikut adalah hasil dari benchmark tersebut

Baterai

DailySocial menguji laptop yang satu ini berdasarkan berapa lama sebuah perangkat bisa menonton file video 1080p dengan container file MP4. Perlu diketahui bahwa tidak satu tes baterai pun yang mampu memberikan hasil yang sama dengan penggunaan sehari-hari. Hanya saja, sebuah riset pernah dilakukan untuk mengukur pemakaian sebuah laptop.

Hasilnya, untuk nonton video, laptop yang satu ini ternyata bisa bertahan selama 6 jam 48 menit. Tentu saja saat digunakan dalam menggunakan Office ringan, hasilnya bisa jadi lebih lama. Tetapi jika digunakan untuk melakukan rendering video dan bermain game, sepertinya akan lebih cepat habis.

Verdict

Setiap tahun, sebuah produsen harus memperbarui spesifikasi laptop gaming-nya. Hal tersebut tentu saja agar kinerja yang dimilikinya lebih kencang dari tahun ke tahun. Berbicara mengenai kinerja yang kencang, Lenovo saat ini memiliki Legion 7i yang memiliki kinerja kencang. Hal tersebut tentu saja karena ramuan spesifikasi yang mereka miliki.

Kinerjanya yang kencang muncul berkat Intel Core i7-10875H dan GPU NVIDIA GeForce RTX Super Max-Q. Selain itu setting seperti RAM dengan Dual Channel juga dimiliki oleh perangkat ini sehingga performanya optimal. Oleh karena itu, sepertinya tidak ada kata lag saat bermain dengan Lenovo Legion 7i ini.

Lenovo Legion 7i

Lenovo menjual Legion 7i dengan harga Rp. 35.999.000 untuk versi dengan Intel Core i7 10875H dan RTX 2070 Super Max-Q. Tentunya, Lenovo masih memiliki varian lain yang menggunakan prosesor serta kartu grafis yang berbeda. Oleh karena itu, sesuaikan saja dengan kebutuhan Anda.

Sparks

  • Kinerja yang kencang untuk bermain game dan rendering
  • Build-nya kokoh
  • Menggunakan NVIDIA GeForce RTX 2070 Super Max-Q untuk gaming 
  • Layar mendukung 144 Hz
  • Menggunakan SSD NVMe PCIe
  • Daya tahan baterai yang bagus untuk sebuah laptop gaming

Slacks

  • Tidak ada slot SDCard
  • Walaupun tidak Throttle, namun cukup mengeluarkan panas
  • Dimensi charger yang cukup besar dan berat

[Review] Infinix Hot 10 Play, Smartphone Pemula Cocok untuk Belajar Online

Infinix Hot 10 Play adalah smartphone entry-level terbaru dari Infinix yang diperkenalkan pada bulan Januari 2021 lalu. Perangkat ini ditenagai oleh chipset MediaTek Helio G25 dan menjalankan Android 10 (Go Edition) di atas XOS versi 7.0.

DS Gadget sudah kedatangan smartphone yang dibanderol dengan harga Rp1.349.000 tersebut. Unit review Infinix Hot 10 Play yang saya ulik berwarna Obsidian Black dengan konfigurasi RAM 2GB dan penyimpanan internal 32GB.

Dengan spesifikasi tersebut, apakah ponsel pintar ini dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan dasar ber-smartphone di tahun 2021? Berikut review Infinix Hot 10 Play selengkapnya.

Performa

Review-Infinix-Hot-10-Play-8

Mari lompat bahas aspek performa yang menjadi kekhawatiran utama ketika membeli smartphone entry-level. Salah satu faktor yang mempengaruhi performa ialah chipset dan kabar baiknya Infinix Hot 10 Play menggunakan model chipset yang cukup baru yaitu MediaTek Helio G25.

SoC ini diperkenalkan pada pertengahan tahun 2020 lalu, dalam pengumumannya MediaTek mengatakan bahwa Helio G25 dirancang untuk memberikan pengalaman gaming yang lebih baik di smartphone terjangkau. Lebih detail, Helio G25 sudah dibuat pada proses teknologi 12nm dan mengemas CPU octa-core meski semuanya masih menggunakan Cortex-A53, empat inti berjalan pada 2GHz dan sisanya 1,5GHz.

Berpadu dengan GPU PowerVR GE8320 650MHz, RAM 2GB, dan penyimpanan internal 32GB yang bisa diperluas lewat kartu microSD. Walaupun pas-pasan, tetapi kombinasi tersebut cukup baik di kelas di bawah 1,5 jutaan. Sebagai informasi, perangkat dengan konfigurasi yang mirip seperti Infinix Hot 10 Play adalah Xiaomi Redmi 9A.

Untuk sistem operasinya, Infinix Hot 10 Play menjalankan XOS 7.0 berbasis Android 10 (Go Edition) yang dirancang untuk smartphone pemula. Google juga sudah membuat versi ringan berlabel Go dari sejumlah aplikasi buatannya. Dengan ukuran file lebih kecil dan lebih hemat kuota internet meski beberapa fitur dipangkas, meliputi Google Go, Google Assistant Go, Gallery Go by Google Photos, Google Maps Go, dan Gmail Go.

Review-Infinix-Hot-10-Play-10

Sebagai smartphone entry-level, tentunya skenario penggunaan yang saya coba adalah menjalankan rangkaian aplikasi untuk tugas sehari-hari. Mulai dari aplikasi wajib seperti WhatsApp, Instagram, Netflix, dan Zoom untuk pertemuan virtual atau belajar online, serta aplikasi belanja dan transportasi online.

Secara mengejutkan Infinix Hot 10 Play dapat menjalankan sederet aplikasi tersebut dengan cukup baik. Namun jangan berharap akan responsivitas yang tinggi, hal yang wajar bila menemukan sedikit jeda dan proses loading yang agak lama. Berikut hasil benchmark dari Infinix Hot 10 Play:

Untuk gaming, bisa menjalankan Mobile Legends: Bang Bang dengan lancar rasanya sudah menyenangkan. Termasuk mendukung mode HD dan grafis pada level high. Chipset MediaTek Helio G25 sendiri memang mendukung teknologi gaming HyperEngine yang mengoptimalkan sumber daya CPU dan GPU saat bermain game.

Desain, Layar, dan Kamera

Sekarang beralih ke aspek desain, layar, dan kamera. Penampilan Infinix Hot 10 Play terlihat modern dengan layar besar mencapai 6,82 inci dan memiliki notch bergaya waterdrop untuk menempatkan kamera depan 8MP. Layar 6,82 inci tersebut menggunakan panel IPS yang ditopang resolusi HD+ (720×1640 piksel) dengan kerapatan 263 ppi dalam aspek rasio 20.5:9. Kualitas layarnya bagus, enak dilihat diberbagai sudut dan sudah dibekali fitur adaptive brightness, Eye Care, dan dark theme.

Meski membawa kapasitas baterai jumbo 6.000 mAh, namun ketebalannya masih cukup tipis di angka 8,9 mm dengan bobot 207 gram. Berkat rasio layar yang memanjang 20.5:9, perangkat ini tetap mudah dipegang dengan satu tangan. Dalam paket penjualannya sudah dilengkapi case mika plastik transparan.

Keunggulan baterai 6.000 mAh tersebut menawarkan waktu bermain game hingga 13,8 jam. Infinix turut membekali teknologi Power Marathon dengan dua mode power saving yaitu power boost dan ultra power saving. Sayangnya keunggulan tersebut disertai kekurangan, Infinix Hot 10 Play masih menggunakan port lawas microUSB 2.0 dan belum dilengkapi teknologi pengisian cepat.

Bagian belakang memiliki desain yang cukup menarik, balutan warna Obsidian Black terlihat seperti biru tua gelap bertabur partikel mutiara kecil yang berkilau saat dilihat pada sudut tertentu. Modul dual camera-nya dibingkai persegi panjang dan susunannya seolah memiliki empat kamera, dua bulatan ekstra terdiri dari flash dan satu lagi untuk label AI.

Kemampuan kameranya tidak begitu istimewa, kamera utamanya 13MP f/1.8 dan satu lagi tidak disebutkan resolusinya tetapi berfungsi sebagai depth sensor. Meski terbatas, ternyata hasil fotonya lumayan dan cukup untuk mengabadikan momen sehari-hari dan dibagikan ke media sosial. Saran saya, belajar komposisi, coba berbagai sudut pengambilan, dan bila perlu edit serta permanis dengan preset menggunakan aplikasi edit foto.  Selain itu, baik kamera depan dan belakangnya mendukung perekaman video sampai 1080p.

Tak jauh dari kamera, terdapat area sensor sidik jari konvensional yang dapat membuka kunci layar dengan cepat dan akurat. Selain itu, fitur face unlock-nya juga bekerja dengan cepat dan berfungsi dengan baik di dalam ruangan dengan kondisi cahaya dari lampu.

Verdict

Review-Infinix-Hot-10-Play-3

Gaung Infinix mungkin tidak selantang brand smartphone internasional yang menduduki peringkat lima besar di Indonesia, namun kualitas produk Infinix tentu tidak boleh diremehkan. Infinix Hot 10 Play misalnya berhasil membuktikan keandalannya sebagai smartphone entry-level.

Singkatnya smartphone pemula ini cocok untuk para murid belajar online dan terbukti bisa memainkan game MOBA Mobile Legends dengan lancar. Kekuatannya cukup untuk tugas sehari-hari, namun jangan menuntut performa yang responsif dan kamera yang apik.

Kompetitor terdekat Infinix Hot 10 Play ialah Xiaomi Redmi 9A yang berada di kisaran harga yang sama. Sebetulnya bila ingin menabung sedikit lebih lama, menambah beberapa ratus ribu bisa mendapatkan smartphone entry-level dengan chipset MediaTek Helio G35 seperti Realme C11 dan Xiaomi Redmi 9C yang membawa RAM 4GB.

Sparks

  • Harga sangat terjangkau Rp1.349.000
  • Desain menarik dengan warna Obsidian Black
  • Layar bagus, meski resolusinya sebatas HD+
  • Performa cukup baik berkat chipset MediaTek Helio G25

Slacks

  • Masih pakai port microUSB
  • Kamera sederhana

BenQ Eye Care Monitor GW2780T: Membuat Work From Home dan Online Learning Lebih Nyaman

Selama pandemi COVID-19 merebak, pemerintah memberlakukan peraturan untuk bekerja dan sekolah dari rumah. Hal ini tentu saja membuat semua orang, termasuk anak-anak, harus melihat layar monitor secara terus menerus. Lama kelamaan, hal ini tentu saja akan berakibat buruk pada mata dan sering membuat leher sakit. Untungnya, BenQ memiliki solusi untuk membuat konsumen nyaman dalam bekerja dan sekolah di rumah.

Solusi yang ditawarkan adalah dengan menggunakan BenQ Eye Care Monitor GW2780T. Monitor yang satu ini memang khusus dipasarkan oleh BenQ di Indonesia untuk mendukung konsumen yang akan selalu melihat monitor dalam bekerja dan belajar. Monitor yang satu ini memang bukan khusus diciptakan untuk gaming sehingga tidak memiliki refresh rate yang tinggi seperti Zowie.

BenQ GW2780T

BenQ Eye Care Monitor GW2780T sendiri memiliki spesifikasi sebagai berikut

Dimensi layar 27″
Rasio 16:9
Resolusi 1920×1080
Tipe panel IPS
Dimensi 463 x 612 x 183 mm
Berat total 6,5 KG
Port D-SUB / HDMI / Display Port 1.4 / audio jack‎‎‎ / audio in
Response Time 8 ms
Kontras 1000:1 (20M:1 Dynamic Contrast Ratio)

BenQ menyematkan teknologi Eye Care ke dalam monitor yang satu ini. Teknologi inilah yang membuat mata menjadi lebih nyaman. Selain itu, monitor ini juga tidak akan membuat penggunanya sakit leher dan tulang belakang akibat terlalu rendah atau tinggi saat ditaruh. Semua itu akan kita bahas pada segmen berikutnya.

Unboxing

Selain monitor dan kakinya, inilah yang bisa didapatkan pada paket penjualan dari BenQ Eye Care Monitor GW2780T.

BenQ GW2780T - Unboxing

Desain

Karena ditujukan untuk pemakaian serba guna, BenQ memberikan teknologi layar IPS pada GW2780T. Dengan menggunakan IPS yang memiliki resolusi Full HD atau 1920×1080, BenQ Eye Care Monitor GW2780T memiliki sudut pandang yang luas. Dengan begitu, menggunakan monitor ini secara bersamaan tentu saja tidak akan membuat para penggunanya merasa terganggu karena tidak kelihatan pada bagian ujungnya.

BenQ Eye Care Monitor GW2780T juga bisa diputar menjadi vertikal dan horizontal. Selain itu, monitor ini juga bisa dihadapkan ke kanan dan ke kiri, ke atas dan ke bawah agar dapat terlihat dengan nyaman oleh sang pengguna. Height Adjustable Monitor ini memang bisa diatur ketinggiannya sehingga pas dengan sudut pandang para penggunanya. Hal ini tentu saja membuat leher dan punggung menjadi tidak pegal.

BenQ GW2780T - Tombol

Monitor yang satu ini memiliki dukungan tiga interface monitor yang biasa digunakan pada saat ini. Di Bagian belakangnya bisa ditancapkan kabel D-SUB atau yang sering dikenal dengan VGA, HDMI 1.4, dan Display Port. Selain itu juga terdapat port audio out dan audio in. Hal ini tentu mengkonfirmasi bahwa BenQ Eye Care Monitor GW2780T juga bisa dihubungkan dengan Playstation 4 melalui HDMI.

Untuk mengaktifkan feature-feature dari BenQ Eye Care Monitor GW2780T, kita bisa menggunakan On-screen display menu. Pada bagian kiri bawah terdapat beberapa tombol yang bisa digunakan untuk melakukan navigasi pada OSD menu tersebut.

BenQ GW2780T - Ports

Pada bagian bawah monitor terdapat sebuah tonjolan kecil. Pada bagian ini, terdapat sensor cahaya yang dinamakan Brightness Intelligence Technology (BI Tech). Teknologi ini bakal mendeteksi tingkat cahaya pada ruangan sehingga bisa mengubah tampilan cahaya pada monitor secara otomatis. Hal ini berarti mata kita akan aman dari kerusakan akibat cahaya yang terlalu terang.

Monitor ini juga sudah dilengkapi dengan dua buah speaker. Jadi, pengguna tidak perlu lagi membeli sebuah speaker tambahan. Namun, suaranya memang tidak terlalu kencang jika digunakan pada ruang yang luas. Saat digunakan pada sebuah kamar, saya tidak menemukan masalah suara saat menonton video.

Teknologi Eye Care

BenQ Monitor GW2780T memiliki teknologi yang dinamakan Eye CareEye Care sendiri terdiri dari beberapa teknologi yang bakal membantu kesehatan mata serta tulang. Teknologi Eye Care sendiri terdiri dari beberapa feature yang di antaranya adalah seperti berikut ini.

BenQ FW2780T - Eye Care Menu

Flicker Free Protection

Mungkin Anda sering mendengar istilah flickeringFlicker pada monitor  merupakan cahaya yang berkedip yang dipancarkan. Namun, jika kedipan tersebut terlalu rendah, bisa jadi membuat mata lelah dan bahkan tidak jarang membuat mual. Walaupun kedipan tersebut kencang, mata kita juga tidak luput dari kelelahan jika melihat dalam jangka waktu yang lama.

BenQ memiliki solusi teknologi Flicker Free yang membantu menghilangkan penyebab utama yang membuat monitor menjadi flickering. Hal ini dapat mengurangi kelelahan mata dan iritasi secara efektif untuk kenyamanan penglihatan yang lebih baik. Hal tersebut tentu saja berujung pada peningkatan produktivitas saat WFH (Work From Home) dan SFH (School From Home).

Low Blue Light

Saat ini, teknologi untuk membuat mata menjadi nyaman saat membaca di malam hari hadir pada kebanyakan smartphone. Padahal, monitor yang digunakan pada komputer untuk pekerjaan sehari-hari juga butuh teknologi seperti ini. Oleh karena itu, BenQ juga menghadirkan teknologi serupa yang dinamakan Low Blue Light.

BenQ GW2780T - Light Sensor

Cahaya biru yang dipancarkan dari perangkat digital dapat menurunkan produksi melatonin. Melatonin adalah hormon yang terutama dikeluarkan oleh kelenjar pineal pada malam hari, dan telah lama dikaitkan dengan kontrol siklus tidur seseorang. BenQ GW2780T dengan teknologi Low Blue Light menyaring cahaya biru yang berbahaya tersebut sehingga dapat menjaga kesehatan mata para penggunanya. Siklus tidur juga akan semakin baik jika seseorang bekerja dengan menggunakan teknologi ini pada monitornya.

Color Weakness

BenQ juga memiliki sebuah teknologi yang dinamakan Color Weakness Mode. Teknologi ini dirancang untuk menawarkan penglihatan yang lebih mudah dengan meningkatkan nada warna dan mengatur filter warna berdasarkan interview face-to-face dengan penggunanyaBenQ menghadirkan filter merah dan hijau untuk defisiensi warna merah dan hijau. Dengan BenQ Color Weakness mode, pengguna dengan color weakness dapat membuat diagram, statistik dan gambar tanpa usaha berlebih dan menikmati nuansa warna yang dapat dibedakan dan tampilan berwarna yang lebih baik.

Brightness Intelligence

Seperti yang sudah dikatakan di atas bahwa secara otomatis, monitor yang satu ini akan mengatur tingkat kecerahan cahaya pada monitor. Perbedaan besar antara cahaya sekitar dan cahaya layar dapat menyebabkan ketegangan mata. Dalam lingkungan cerah, mata perlu bekerja lebih keras untuk menghindari pantulan yang menyilaukan. Dalam ruangan remang-remang, mata membutuhkan lebih banyak tenaga untuk bisa fokus pada layar yang sangat terang.

BenQ FW2780T - Brightness Intelligence Light Meter

Hasil dari ketegangan tersebut dapat membuat tingkat minus pada mata para pengguna monitor menjadi lebih tinggi dan bahkan sakit kepala yang menyebabkan mual. Di sinilah BI Tech mampu membantu para penggunanya dengan memakai sensor cahaya yang ada pada bagian bawah monitor. Jadi, pengguna tidak perlu lagi repot-repot untuk mengubah tingkat kecerahan secara manual.

Untuk perubahannya, Anda bisa melihat langsung perbedaan kontras dan kecerahannya pada gambar di bawah ini. Pada pengujian, saya menggunakan sebuah senter untuk memberikan cahaya pada light sensor-nya. Hal ini cukup membuat perbedaan BI Tech saat kondisi lingkungan di sekitarnya gelap dan saat terang seperti di bawah ini.

Height Adjustment Stand (HAS)

Anda pasti pernah bekerja menggunakan komputer, di mana kepala Anda harus sedikit menunduk atau menengadah untuk melihat monitor. Apa yang dihasilkan dari gerakan tersebut jika dilakukan dalam jangka waktu yang lama? Pegal pada leher dan tulang belakang? Yup, sama! Saya juga sering merasakan pegal-pegal di leher dan punggung saat bekerja.

BenQ GW2780T - Engsel

Untungnya, BenQ menggunakan HAS di mana posisi monitor bisa diatur tanpa harus mengangkat monitornya. HAS ,emastikan sudut pandang terbaik untuk kenyamanan penggunanya dengan berbagai macam penyesuaian monitor – tilt, pivot & height adjustment. Hal ini dengan mudah dapat diatur oleh seluruh anggota keluarga sesuai dengan ketinggian untuk menghindari postur tubuh yang salah selama bekerja atau belajar dalam jangka waktu yang panjang.

Nyaman saat mengetik artikel

Dailysocial juga tidak luput dari kegiatan work from home di saat pandemi COVID-19. Oleh karena itu, saya bekerja untuk menulis artikel dengan menggunakan sebuah laptop yang harus diatur posisinya agar lebih mudah untuk dilihat. Sayangnya, monitor laptop hanya memiliki dimensi 15 inci saja sehingga tidak terlalu nyaman untuk bekerja terlalu lama. Menggunakan monitor pun juga harus disesuaikan dengan tinggi meja yang saya gunakan.

Saat BenQ Eye Care Monitor GW2780T datang ke rumah saya, tentu saja buru-buru saya rakit. Akhirnya, setelah beberapa bulan saya bisa bekerja dengan posisi yang pas, di mana saat melihat monitor saya tidak harus sedikit menunduk. HAS yang dimiliki oleh GW2780T memang benar-benar membuat badan saya tegak lurus saat bekerja.

BenQ GW2780T - Vertikal

Bekerja di malam hari juga membuat saya cukup lelah saat melihat monitor. Hal ini tentu saja membuat saya cepat mengantuk. Saya juga mencoba BenQ Eye Care Monitor GW2780T pada malam hari untuk mengetahui apakah nyaman digunakan. Dan memang, saya tidak merasakan kelelahan pada mata saat bekerja hingga tengah malam.

Monitor yang satu ini secara otomatis melakukan penyesuaian cahaya saat keadaan di sekitar sudah redup. Jadi, saya tidak perlu melakukan penyesuaian manual saat saya gunakan pada siang dan malam hari serta saat digunakan oleh anak-anak saya pada saat sekolah di pagi hari. Saya juga tidak perlu lagi meminta anak-anak untuk menggunakan kaca mata anti UV karena memang BenQ Eye Care Monitor GW2780T nyaman saat digunakan.

Menggunakan monitor ini untuk melakukan editing gambar juga cukup menyenangkan. Selain itu, menonton video-video dengan resolusi full HD juga nyaman. Warna yang ditampilkan pada layarnya memang cukup cerah serta tidak pudar. Monitor ini juga cocok untuk dijadikan untuk keperluan hiburan.

Sayangnya, apa yang saya alami memang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Anda harus mencobanya sendiri dan merasakan kenyamanannya saat digunakan. Pengalaman yang saya rasakan sesuai dengan apa yang saya tulis pada artikel yang satu ini. Sebagai tambahan, artikel ini saya buat dengan menggunakan BenQ GW2780T.

Verdict

Saat melakukan kegiatan yang mengharuskan melihat monitor dalam jangka waktu lama, seperti bekerja dan belajar, tentu saja harus memperhatikan kesehatan mata dan badan. Jika monitornya memiliki refresh rate yang rendah, akan membuat mata lelah dan mual. Jika monitornya terlalu tinggi atau pendek dapat menyebabkan pegal pada leher dan punggung. Menggunakan BenQ GW2780T merupakan salah satu solusi yang mudah didapatkan.

Feature yang ditawarkan oleh BenQ GW2780T memang dibuat khusus untuk membantu kesehatan para penggunanya. Dengan Eye Care membuat mata para penggunanya menjadi tidak mudah lelah. Selain itu pegal pada leher dan punggung juga bisa dihindari dengan HAS yang mudah diatur posisinya. Teknologi ini belum tentu ada pada monitor lainnya di pasaran.

BenQ menjual monitor dengan teknologi Eye Care dengan dua tipe, yaitu GW2780T dengan 27 inci dan GW2480T dengan 24 inci. BenQ menjual GW2780T dengan harga 4 juta rupiah dan GW2480T dengan harga 3 juta rupiah. BenQ juga memberikan 3 tahun garansi service & spare part, serta 1 tahun untuk panel.

Untuk mengetahui informasi lebih lanjut bisa langsung dilihat di sini:

Informasi Produk: https://bit.ly/2Mcfovj

Link Pembelian Tokopedia: https://bit.ly/2ZBrmBZ

Link Pembelian Shopee: https://bit.ly/2NKR9oC

Rangkuman keunggulan monitor BenQ GW2780T

  • Layar nyaman untuk dipandang
  • Teknologi Eye Care yang benar-benar membuat mata tidak cepat lelah
  • Posisi monitor dapat diubah dengan mudah
  • Menu OSD yang mudah dimengerti
  • Sudah termasuk speaker
  • Sudah mendukung Display Port dan HDMI 1.4

Disclosure: Artikel ini didukung oleh BenQ. 

[Review] Xiaomi Redmi 9T: Smartphone Android Spesifikasi Cukup Tinggi yang Murah

Jika kita berbicara mengenai merek Xiaomi pada kelas Redmi yang berada di bawah Redmi Note, tentu saja akan langsung tertuju pada harganya yang terjangkau. Apalagi saat ini, Xiaomi sudah mengeluarkan Redmi 9T yang memiliki harga terjangkau. Xiaomi juga sudah melengkapi perangkat yang satu ini dengan spesifikasi yang cukup tinggi di kelasnya. Seperti apa perangkat yang satu ini?

Smartphone Xiaomi Redmi 9T yang datang ke meja pengujian DailySocial memiliki warna abu-abu atau carbon grey. Melihat dari tata letak kamera secara keseluruhan, bentuknya sangat mirip dengan saudaranya yang bakal melepaskan diri dari Xiaomi, yaitu Poco M3. Redmi 9T seperti Poco M3 yang diubah backcase dengan ditambah sebuah kamera ultrawide.

Xiaomi Redmi 9T

Redmi 9T juga merupakan salah satu perangkat entry level pertama yang dibawa oleh Xiaomi untuk memiliki kamera dengan resolusi 48 MP. Sepertinya, modul kamera 48 MP sudah memiliki harga yang terjangkau karena resolusi tinggi seperti 64 MP dan 108 MP sudah mulai banyak digunakan pada perangkat mainstream. Setelah Redmi 9T dan Poco M3, sepertinya bakal banyak perangkat entry level yang akan menggunakan kamera dengan resolusi tinggi tersebut.

Spesifikasi yang dimiliki oleh Redmi 9T juga super mirip dengan Poco M3. Redmi 9T menggunakan Snapdragon 662 yang masih dipakai oleh perangkat-perangkat yang harganya lebih dari 2,8 juta rupiah. Xiaomi sendiri berani menjualnya pada harga Rp. 2.399.000. Spesifikasi lengkap dari perangkat yang saya dapatkan bisa dilihat pada tabel berikut ini

Xiaomi Redmi 9T
SoC Snapdragon 662
CPU 4 x 2.0 GHz Kryo 260 Gold + 4 x 1.8 GHz Kryo 260 Silver
GPU Adreno 610
RAM 6 GB
Internal 128 GB UFS 2.2
Layar 6,53 inci Waterdrop IPS 2340 x 1080 Gorilla Glass 3
Dimensi 162.3 x 77.3 x 9.6 mm
Bobot 198 gram
Baterai 6000 mAh
Kamera 48 MP / 12 MP utama, 8 MP Ultrawide, 2 MP Macro, 2 depth, 8 MP Selfie
OS Android 10 MIUI 12

Untuk hasil dari pantauan aplikasi, kali ini selain CPU-Z saya menggunakan DevCheck karena berhasil mendeteksi SoC dengan tepat

Redmi 9T juga mengisi kelas entry level dengan baterai yang sangat besar. Hal ini tentu saja membuat perangkat dengan layar full HD+ ini bakal bisa bertahan hingga dua hari. Ini juga merupakan salah satu nilai jual dari perangkat yang disebut dengan “Jawara baterai gede”.

Unboxing

Inilah yang bisa didapatkan didalam paket penjualan dari Xiaomi Redmi 9T. Xiaomi sendiri memasukkan charger dengan 22,5 watt untuk perangkat yang hanya mendukung 18 watt ini. Hal tersebut dikarenakan harga charger 22,5 watt sudah bisa diperoleh dengan lebih terjangkau dan bisa digunakan untuk mengisi baterai perangkat lain.

Xiaomi Redmi 9T - Unboxing

Desain

Desain bagian belakang dari Xiaomi Redmi 9T memang cukup berbeda dengan saudara-saudaranya. Pada case yang terbuat dari plastik tersebut terdapat logo tulisan Redmi dengan cukup besar. Hal ini mirip dengan Poco X2 Pro yang memiliki logo besar dibagian tengah. Namun pada Redmi, tulisan tersebut ada pada sisi kiri bawah.

Xiaomi Redmi 9T - Belakang

Layar Xiaomi Redmi 9T memiliki resolusi 2340×1080 yang sama dengan kakaknya, Redmi 9. Layar dengan jenis IPS ini sudah terlindungi dengan Gorilla Glass 3. Dengan resolusi dan kaca yang keras tersebut tentu saja membuat smartphone entry level ini terasa seperti kelas mainstream. Layarnya ini juga masih mendapatkan tambahan perlindungan berupa lapisan anti gores.

Pada layar ini pula, Xiaomi masih menggunakan desain waterdrop yang merupakan sebuah notch berukuran kecil. Hal ini berarti akan ditemukan sebuah lubang pada bagian kiri atas layar yang merupakan sebuah kamera untuk selfie. Desain seperti ini juga tidak memboroskan layar, karena di sekitar lubang kamera tersebut layarnya masih memberikan tampilan dan dapat disentuh.

Xiaomi Redmi 9T - Bawah

Desain penempatan kamera pada Xiaomi Redmi 9T juga dibuat dengan cukup cantik. Ada empat buah kamera pada bagian belakangnya dengan sebuah flash yang didesain pada sebuah kotak dengan dua warna yang berbeda. Kamera dengan resolusi 48 MP sendiri berada pada bagian tengahnya. Sedangkan kamera makro ditempatkan sendirian dan terlihat cukup mungil.

Pada bagian atasnya ditemukan sensor inframerah, port audio 3,5mm, microphone, dan speaker tambahan untuk menyajikan suara stereo. Volume naik dan turun serta tombol power diletakkan pada sisi sebelah kanan. Dan pada bagian bawahnya terdapat slot USB-C, speaker, serta microphone utama. Slot nano SIM serta microSD (tiga slot) terletak pada bagian kirinya.

Xiaomi Redmi 9T - Kiri

Smartphone ini saya dapatkan dengan menggunakan MIUI 12.0.5 (bukan 12.5). Sistem operasinya sendiri masih menggunakan Android 10. Dengan menggunakan MIUI 12, bagi yang belum pernah merasakannya, feel-nya cukup berbeda dengan MIUI 11 karena terasa lebih responsif. Banyak pula feature yang ditawarkan seperti menghadirkan kembali app drawer serta pusat notifikasi yang dibedakan dengan quick menu-nya.

Xiaomi Redmi 9T - Kanan

Jaringan

Xiaomi Redmi 9T menggunakan SoC yang ditujukan untuk perangkat pada kelas mainstreamSystem on Chip ini sendiri menggunakan modem X11 yang sudah masuk dalam Catergory 13. Modem ini telah mendukung Carrier Aggregation hingga 2 koneksi. Secara teoritis, kecepatan download dari modem ini bisa mencapai hinggai 390 Mbps.

Xiaomi Redmi 9T - Atas

Smartphone ini sudah mendukung bandwidth 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 20, 28, 38, 40, dan 41 untuk jaringan 4G. Tentunya, kanal jaringan ini sudah mendukung semua yang digunakan oleh operator seluler di Indonesia. Modemnya sendiri sudah mendukung jaringan WiFi 5 GHz dengan 802.11ac dan tentunya akan cukup kencang saat melakukan transfer data secara nirkabel.

Kamera: 48 Megapiksel di kelas entry level

Xiaomi kembali memukau dengan menghadirkan sensor 48 MP di kelas entry level. Xiaomi kembali menggunakan ISOCELL GM1 yang akan mengambil gambar dengan lebih baik saat teknologi TetraCell-nya digunakan. 48 MP sendiri bisa mengambil gambar dengan baik saat cahaya yang ada cukup baik. Akan tetapi, saya sendiri menyarankan untuk pengambilan gambar di 12 MP karena akan memperbesar dimensi sensornya.

Xiaomi Redmi 9T - Kamera

Gambar yang dihasilkan oleh kamera dari Xiaomi Redmi 9T memang terlihat cukup baik. Akan tetapi, seringkali dynamic range dari kameranya terlihat sedikit berantakan saat cahayanya cukup kuat. Namun untuk urusan noise dan ketajaman gambar, sepertinya bisa dibilang Xiaomi Redmi 9T masih yang terbaik di kelas entry level.

Akan tetapi saat pencahayaannya buruk seperti pada malam hari, jangan sekali-sekali mengambil gambar tanpa bantuan LED flash-nya. Sayangnya, mode malam pada perangkat yang satu ini menghasilkan gambar yang kurang baik. Padahal jika diambil dengan mode manual, smartphone ini bisa menghasilkan gambar yang cukup baik saat malam hari. Semoga saja Xiaomi membenahi algoritma mode malamnya agar perangkat ini bisa mengambil gambar dengan lebih baik.

Kamera selfie pada smartphone ini juga bisa menghasilkan gambar yang lumayan. Walaupun begitu, gambarnya masih menghasilkan noise yang cukup terlihat pada bagian yang gelap. Tingkat ketajamannya juga cukup baik walaupun detail yang ada tidak semua tertangkap dengan jelas. Walaupun begitu, hasilnya masih bisa digunakan saat mengambil momen tertentu.

Kamera makro yang ada hanya memiliki resolusi 2 MP saja. Seperti kebanyakan smartphone yang ada di pasaran, hasilnya sedikit kurang memuaskan.  Walaupun begitu, hasilnya masih bisa digunakan untuk beberapa kebutuhan pengambilan gambar.

Lalu bagaimana dengan resolusi 48 MP-nya? Apakah cuman gimmick saja? well, bisa bilang iya dan tidak. Iya karena memang resolusi ini tidak bisa digunakan sewaktu-waktu dan hasilnya juga tidak sebaik pada saat menggunakan 12 MP. Tidak karena ada saatnya di mana kita bisa mengambil detail gambar lebih baik dari saat menggunakan 12 MP. Berikut adalah gambar asli dan hasil crop-nya.

Pengujian

Menggunakan cip Qualcomm Snapdragon 662 membuat perangkat ini memiliki prosesor Qualcomm Kryo 260 Gold dan Silver. Kryo 260 Gold dibuat dengan basis Cortex A-73 dan Kryo 260 Silver dibuat dengan basis Cortex A53. Dengan masing-masing cluster menggunakan 4 inti prosesor, membuatnya bisa diandalkan dalam berbagai skenario pemakaian, termasuk bermain dan bekerja sehari-hari.

Menguji untuk bermain

Menggunakan Xiaomi Redmi 9T untuk bermain memang cukup menyenangkan. Apalagi, harga dari perangkat ini dibuat cukup terjangkau oleh Xiaomi. Namun, kinerja gaming dari kakaknya, yaitu Redmi 9 masih lebih baik karena menggunakan prosesor yang lebih baru, yaitu Cortex A75 dan A55.

Dalam menguji perangkat ini untuk bermain, saya menggunakan dua buah game yang saat ini sedang ramai diperbincangkan. Kedua game tersebut adalah Genshin Impact dan PUBG Mobile. Oleh karena beratnya grafis dari kedua game ini untuk dijalankan oleh Snapdragon 662, saya menggunakan setting paling rendah dengan frame rate yang paling tinggi yang bisa disajikan oleh game tersebut.

Berikut adalah grafik perolehan frame rate dari kedua game tersebut. Data frame rate saya ambil dengan menggunakan aplikasi GameBench.

Pada PUBG Mobile, saya mendapatkan rata-rata frame rate-nya adalah 30 fps. Pada angka ini, sebagian para pemain bisa bermain tanpa harus merasa pusing. Akan tetapi berbeda dengan Genshin Impact yang mendapatkan rata-rata 27 fps pada setting lowest. Sebagian para pemain mungkin bisa menerima frame rate seperti itu, namun memang cukup terlihat lag yang tercipta karena keterbatasan spesifikasi.

Untuk bekerja

Saat digunakan untuk bekerja, smartphone ini tidak terasa memiliki masalah sama sekali. Trello, Slack, GMail, Whatsapp, Facebook, serta Chrome dapat saya jalankan dengan mulus tanpa hambatan. Saat mengetik dengan menggunakan keyboard bawaan juga tidak ada masalah sama sekali.

Saya juga menggunakan perangkat ini untuk keperluan pengiriman video tugas sekolah anak. Melakukan transcoding pada perangkat yang satu ini memang memakan waktu sedikit lebih lama, namun hasil yang didapat tidak akan memiliki masalah. Mengedit pada smartphone ini juga cukup nyaman, walaupun waktu rendering video akan memakan waktu yang sedikit lama.

Benchmarking

Untuk benchmarking, saya menghadirkan kembali Redmi 9 yang pernah memiliki harga yang kurang lebih sama. Saya juga menghadirkan Redmi 9C yang menggunakan Mediatek Helio G35 untuk memperlihatkan seberapa jauh kinerja dari kedua chipset ini yang harganya terpaut tidak terlalu jauh.

Uji baterai 6000 mAh

Sudah tidak dipungkiri lagi bahwa pengujian baterai memakan waktu yang cukup panjang. Apalagi dengan Redmi 9T yang memiliki kapasitas sebesar 6000 mAh. Perangkat ini sendiri sudah menggunakan layar FHD+ yang sedikit lebih boros dibandingkan dengan layar HD+ yang biasa digunakan pada smartphone di kelas entry level.

Dengan menggunakan video MP4 dengan resolusi 1080p yang diputar secara terus menerus, Redmi 9T bisa bertahan hingga 17 jam 13 menit. Namun saat digunakan untuk bermain, tentu saja tidak akan bertahan sampai waktu tersebut.  Pengisian baterainya sendiri akan memakan waktu kurang lebih dua setengah jam dari benar-benar habis hingga penuh.

Verdict

Mencari smartphone dengan harga yang murah tentu saja sejalan dengan spesifikasi yang rendah pula yang didapatkan. Namun hal tersebut mungkin berbeda dengan smartphone yang ditawarkan oleh Xiaomi pada tahun 2021 ini. Hal tersebut dibuktikan dengan Redmi 9T yang masuk pada kelas entry level.

Dengan menggunakan Qualcomm Snapdragon 662, Xiaomi Redmi 9T memiliki kinerja yang mumpuni untuk menjalankan game serta aplikasi-aplikasi untuk pekerjaan. Memiliki baterai 6000 mAh berarti menjamin bahwa smartphone ini bisa digunakan untuk apa saja tanpa harus mencari stop kontak selama satu hari penuh. Selain itu, layarnya yang sudah menggunakan Gorilla Glass 3 juga menjamin perangkat ini akan jauh dari masalah retak akibat terbentur.

Dengan menggunakan resolusi 48 MP, kamera pada perangkat ini memiliki teknologi yang bisa mengambil gambar dengan cukup baik. Namun, hal tersebut tentunya berlaku saat kondisi cahayanya sedang bagus. Hasilnya masih bisa diandalkan untuk mengambil momen apa pun.

Harga yang ditawarkan oleh Xiaomi untuk membeli Redmi 9T dengan spesifikasi yang saya dapatkan (6/128 GB) adalah Rp. 2.399.000. Xiaomi juga memiliki versi 4/64 GB yang memiliki harga lebih murah, yaitu Rp. 1.999.000. Hal ini tentu saja membuat mereka yang ingin memiliki smartphone entry level tidak harus menggunakan spesifikasi yang rendah.

Sparks

  • Kinerja mumpuni dengan Snapdragon 662
  • MIUI cukup responsif
  • Hasil kamera utama cukup bisa diandalkan
  • Harga yang sangat terjangkau dengan kinerja yang baik
  • Daya tahan baterai yang bagus berkat 6000 mAh
  • Quick Charge 3 yang bisa mengisi baterai 6000 mAh hanya 2,5 jam

Slacks

  • Hasil kamera malam kadang kurang baik
  • Kinerja gaming pas-pasan
  • Kinerja sedikit di bawah Redmi 9

[Review] Kingston Milk 100% USB Drive: Flash Disk Unik, Lucu, dan Kencang

Momen tahun baru Imlek sering dimanfaatkan untuk menjual aksesoris dengan tema shio atau lambang hewan. Pada tahun 2021 ini bertepatan dengan tahun kerbau atau sapi yang dianut oleh masyarakat keturunan Tiongkok. Oleh karena itu, Kingston sebagai salah satu produsen media penyimpanan eksternal mengeluarkan flash disk yang bertemakan kerbau. Nama dari flash disk tersebut adalah Kingston Milk 100%.

Kingston Milk 100

Kingston Milk 100% adalah salah satu dari 12 desain yang dapat dikoleksi dari Kingston New Year USB Flash Drive – Mini Collection. Setiap tahunnya, Kingston memproduksi model binatang lainnya yang masuk ke dalam lambang shio. Kingston juga memproduksi seri koleksi ini dengan jumlah yang terbatas.

Kingston Milk 100% yang datang ke meja pengujian Dailysocial memiliki spesifikasi seperti berikut

Kingston Milk 100% USB Drive
Kapasitas 64 GB
Interface USB 3.2 Gen 1 – 100 MB/s
Dimensi 43,16 x 28,96 x 27,31 mm
Bobot 200 gram
Material Karet

Kingston menjanjikan kinerja yang cukup tinggi pada flash disk untuk dikoleksi ini. Dengan kecepatan 100 MB/s membuat kinerjanya cukup bisa diandalkan untuk mentransfer data dari dan ke dalam sebuah komputer. Jika tidak ada slot USB 3, Kingston Milk 100% juga sudah mendukung kompatibilitas USB 2.0 namun dengan kecepatan transfer yang lebih rendah.

Unboxing

Kingston Milk 100% datang dengan paket penjualan yang unik. Sang sapi dikemas didalam sebuah tempat yang berbentuk botol susu yang sering diantar setiap pagi oleh tukang susu. Namun untuk membuka paket penjualan ini bukan dari tutup atasnya, namun dari tengah botol susu tersebut.

Kingston Milk 100 - Package

Desain

Kingston Milk 100% datang dengan bentuk sapi yang sesuai dengan shio pada tahun 2021. Dengan bahan karet, flash disk ini memiliki finishing yang cukup licin pada bagian badan sang sapi. Walaupun begitu, dengan bahan karet juga menjamin bahwa flash disk ini akan lebih tahan terhadap debu dan cipratan air.

Kingston Milk 100 - Opened

Bagian belakang dari sapi mungil ini memiliki bentuk buntut yang melingkar. Hal ini tentu saja bisa menjadi sebuah lubang untuk dikaitkan dengan sebuah gantungan sehingga bisa menjadi gantungan kunci. Rantai gantungan itu sendiri juga sudah tersedia pada bagian atas paket penjualannya dan bisa dipindahkan ke buntut Kingston Milk 100%.

Flash disk yang ada pada Kingston Milk 100% terletak pada bagian hidungnya. Tarik bagian hidungnya hingga terlepas sehingga flash disk ini bisa digunakan.  Bentuk flash disk-nya sendiri cukup mungil sehingga tidak akan mengganggu perangkat USB pada port di sebelahnya.

Kingston Milk 100 - Dongle

Walaupun begitu dengan dimensi yang cukup mungil tersebut, flash disk ini rentan terselip dan hilang. Oleh karena itu, pengguna harus berhati-hati saat membawanya atau menaruhnya di sebuah tempat. Sekalinya terjatuh, maka akan cukup sulit untuk mencarinya.

Pengujian

Flash disk yang datang ke meja pengujian Dailysocial ini tentu saja langsung saya uji untuk menaruh beberapa file. Hanya saja saya cukup kaget saat melakukan transfer data untuk file lebih dari 4 GB. Ternyata flash disk ini datang dengan sistem file FAT32 yang lama yang memang memiliki limitasi dalam menyalin sebuah file dengan kapasitas maksimal 4 GB.

Untuk menguji flash disk yang satu ini, hal pertama yang dilakukan adalah melakukan format ulang. Saya memilih menggunakan exFAT dibandingkan dengan NTFS karena kompatibilitasnya yang sudah umum. Saya sudah terbiasa menggunakan flash disk untuk memindah beberapa file dari PC ke smartphone dengan menggunakan OTG converter.

Ternyata, kinerja yang dihasilkan pada saat pengujian cukup bagus. Flash disk ini mampu membaca data melebihi janji yang ditawarkan oleh Kingston, yaitu 100 MB/s. Tentunya hal ini cukup baik mengingat pengujian read selalu berbanding lurus dengan pembukaan dan menjalankan sebuah aplikasi. Namun pada pengujian ATTO, flash disk ini tidak mampu bekerja lebih dari 85 MB/s.

Sayangnya, kinerja tulis dari flash disk yang satu ini tidak sebaik kinerja baca datanya. Flash disk ini hanya mampu menulis data dengan kecepatan 26 MB/s saja. Hal ini berarti untuk menulis sebuah data 100 MB membutuhkan waktu sekitar 4 detik. Bayangkan saja jika Anda ingin mengkopi data dengan total kapasitas yang lebih dari 10 GB.

Asalkan tidak terburu-buru, flash disk ini tidak memiliki masalah yang cukup berarti saat digunakan. Jika digunakan untuk bekerja, Kingston Milk 100% sudah lebih dari cukup untuk diandalkan sebagai perangkat penyimpanan eksternal. Namun bagi Anda yang suka menyalin file-file video dengan kapasitas yang besar, ada baiknya mengambil minum sejenak saat melakukan hal tersebut.

Jika digunakan untuk presentasi oleh para pelaku bisnis dan UMKM, Kingston Milk 100% juga bisa diandalkan. Kinerja baca datanya yang cukup tinggi seharusnya menjamin presentasi dan pekerjaan lainnya yang membutuhkan ruang penyimpanan data eksternal akan menjadi lebih lancar. Jadi flash disk ini tidak hanya menggemaskan, namun juga berguna untuk pekerjaan sehari-hari.

Verdict

USB flash disk hingga saat ini masih menjadi pilihan untuk menyimpan data yang bisa dibawa ke mana saja. Hal tersebut dikarenakan flash disk lebih terjangkau serta tahan terhadap benturan dan lebih ringan saat dibawa ke mana saja. Penyimpan eksternal ini pun juga bisa dibentuk dengan model apa saja, seperti dengan tema sapi pada tahun kerbau saat ini. Hal tersebut yang ditawarkan Kingston pada flash disk Milk 100%.

Kinerja yang ditawarkan oleh flash disk yang satu ini memang cukup baik. Kinerja bacanya bisa diandalkan karena memiliki kecepatan yang cukup tinggi. Namun, kinerja tulisnya masih mirip dengan flash disk USB 2.0 sehingga masih dirasa cukup lambat. Walaupun begitu, flash disk ini masih bisa diandalkan dalam menyimpan data dalam jumlah yang besar.

Kingston menjual flash disk Milk 100% dengan harga MSRP Rp. 399.000 dan hanya memiliki kapasitas 64 GB saja. Konsumen bisa mendapatkan flash disk edisi terbatas ini pada toko resmi Kingston di ecommerce. Dengan harga tersebut, pengguna tidak perlu khawatir saat flash disk tersebut rusak karena Kingston memberikan garansi hingga 5 tahun.

Sparks

  • Kinerja baca tinggi, bisa lebih dari 100 MB/s
  • Bentuknya menggemaskan
  • Bisa menjadi gantungan kunci
  • Tahan terhadap percikan air dan debu

Slacks

  • Kinerja tulisnya kurang kencang, sama seperti USB 2.0
  • Dimensinya yang kecil membuat flash disk ini mudah hilang.

[Review] ASUS ZenBook Flip 13 UX363, PAS Buat WFH

Beberapa minggu lalu, saya kedatangan ASUS ZenBook Flip 13 UX363. Satu dari tiga laptop ZenBook teranyar model 2021 yang baru saja dirilis oleh ASUS Indonesia bersama dengan ZenBook S UX393 dan ZenBook Flip S UX371.

Posisi ZenBook Flip 13 UX363 masuk dalam kategori laptop premium ultra thin dengan keunggulan desain convertible 2-in-1. Artinya, laptop ini menawarkan mobilitas sekaligus fleksibilitas, bekerja di rumah tidak harus diam di atas meja kerja.

Sejalan dengan pergeseran kebiasaan baru, ASUS melengkapinya dengan fitur-fitur yang dirancang untuk menunjang produktivitas work from home (WFH). Termasuk kualitas webcam yang ditingkatkan dan array microphone yang didukung oleh teknologi AI Noise Cancelling untuk memenuhi kebutuhan video conference.

Apakah laptop ini benar-benar mampu menjawab kebutuhan WFH? Berikut review ASUS ZenBook Flip 13 UX363 selengkapnya.

Desain

Review-ASUS-ZenBook-Flip-13-UX363-2
Mode tablet ASUS ZenBook Flip 13 UX363 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Meski lebih efisien bekerja di meja kerja, sebagai ayah dengan dua anak balita, di kondisi tertentu saya harus bekerja secara lebih fleksibel di manapun sambil memantau kegiatan anak. Di situlah letak keseruan menggunakan ZenBook Flip 13 UX363 dimulai.

Berkat engsel ErgoLift yang dapat diputar 360 derajat, perangkat convertible 2-in-1 ini menawarkan solusi multimode. Saya dapat mengubah cara penggunaan ZenBook Flip 13 UX363 dengan memutar engsel sesuai skenario pemakaian dan empat mode yang bisa digunakan termasuk laptop, tablet, serta mode stand dan tent yang cocok untuk menampilkan presentasi dan memberi pengalaman menonton film lebih baik.

Review-ASUS-ZenBook-Flip-13-UX363-3
Mode stand ASUS ZenBook Flip 13 UX363 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Pengalaman menyenangkan ini berhasil disodorkan karena bentuknya yang ringkas dan ringan. Ketebalan bodinya hanya 11,9 mm dan bobotnya 1,3 kg saja, tetap nyaman menyangganya dengan tangan dalam jangka waktu cukup lama. Saat beralih ke mode berbeda, pergerakan engsel ErgoLift terasa halus ketika ditekuk. Kata ASUS engsel tersebut dapat bertahan hingga 20.000 kali siklus buka tutup layar.

Secara estetika, penampilan ZenBook Flip 13 UX363 sangat elegan dalam balutan warna Pine Grey. Cover bagian belakang layar hadir dengan pola ikonik ‘concentric circle‘. Build quality-nya terasa kokoh karena kontruksi bodinya sebagian besar terbuat dari material aluminium dan juga sudah memenuhi standar militer MIL-STD-810G.

Review-ASUS-ZenBook-Flip-13-UX363-4
Cover ASUS ZenBook Flip 13 UX363 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Layar

Review-ASUS-ZenBook-Flip-13-UX363-5
Layar ASUS ZenBook Flip 13 UX363 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Saat laptop dibuka, terpampang NanoEdge display 13,3 inci dengan resolusi FHD (1920×1080 piksel) dalam aspek rasio 16:9. Bezel samping kanan dan kiri layarnya sangat tipis, hanya 3,9mm dan memiliki screen-to-body ratio di angka 80%. Bezel di sisi atas sedikit lebih tebal dan mengemas 3D IR camera untuk membuka kunci laptop dengan aman.

ASUS mengatakan bahwa kualitas webcam pada ZenBook Flip 13 UX363 telah ditingkatkan dengan teknologi IR camera-tuning untuk memenuhi kebutuhan video conference. Berpadu dengan array microphone yang didukung oleh teknologi AI Noise Cancelling yang dapat mengurangi kebisingan latar belakang, kombinasi keduanya dapat membantu memperlancar komunikasi saat meeting virtual.

Sementara, bezel di sisi bawahnya terlihat cukup tebal dan memiliki deco bar dengan finishing brushed-aluminium. Dagu yang tebal tersebut sebenarnya memberikan pegangan yang lebih proper saat menggunakannya dalam mode tablet. Sedikit keluhan saya ialah pada mode tablet, bagian layar dan keyboard tidak menyatu secara klop alias agak renggang.

Yang teristimewa dan sekaligus menjadi pembeda ZenBook Flip 13 UX363 dengan generasi sebelumnya ialah panel yang digunakan berjenis OLED dan bukan lagi IPS-level. Panel OLED ini menawarkan kualitas dan akurasi warna lebih baik khususnya pada reproduksi warna hitam, serta telah mendukung fitur HDR yang tersertifikasi oleh VESA.

Ditambah tingkat reproduksi warna pada color space DCI-P3 hingga 100% dan tingkat kecerahan layar 400 nit. Serta, telah mengantongi sertifikasi TÜV Rheinland untuk flicker free dan low blue light dan sertifikasi PANTONE sehingga dipastikan dapat menunjang kebutuhan profesional kreatif seperti fotografer, komikus, atau ilustrator.

Dalam paket penjualan, terdapat stylus ASUS Pen dengan 4096 pressure level untuk membantu mengeksplorasi sisi kreatif Anda. ASUS Pen ini sangat ergonomis dan stabil untuk menggambar sketsa, menulis atau mencatat, dan membantu editing foto dengan kontrol yang lebih presisi.

Keyboard yang digunakan sudah mengadopsi desain edge-to-edge, papan ketiknya menjorok sampai ke tepi dan punya lampu latar berwarna putih. Dengan ruang ekstra tersebut, ASUS memanfaatkannya untuk menambah satu kolom tambahan di sisi kanan, meliputi tombol home, PgUp, PgDn, dan end.

Tak cuma menambah nilai estetika, format keyboard yang lebih luas dengan kombinasi key travel 1.4mm dan engsel ErgoLift yang membuat keyboard sedikit terangkat. Ukuran touchpad-nya juga luas dan dilengkapi NumberPad 2.0, fitur ini sangat membantu terutama bagi pengguna yang pekerjaannya berhubungan dengan input angka.

Konektivitas

Review-ASUS-ZenBook-Flip-13-UX363-10
Konektivitas ASUS ZenBook Flip 13 UX363 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Sebagai laptop tipis, port I/O yang dibawa oleh ZenBook Flip 13 UX363 tidaklah banyak, total hanya ada empat buah tetapi punya kecepatan transfer tinggi. Meliputi satu port USB 3.2 Gen 1 Type-A di sisi kanan, bagaimana pun tipe port USB ini masih merupakan jenis yang paling banyak digunakan.

Kemudian satu port HDMI 1.4 di sebelah kiri, kata ASUS interface peralatan audio/video digital tanpa kompresi ini merupakan salah satu fitur favorit pengguna laptop ZenBook. Lalu, ada dua port USB Type-C Thunderbolt 4 yang mendukung display dan power delivery. Port ini memiliki kecepatan maksimum mencapai 40 Gbps dan mendukung dua monitor 4K atau satu monitor 8K.

Review-ASUS-ZenBook-Flip-13-UX363-11
Konektivitas ASUS ZenBook Flip 13 UX363 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Perlu dicatat, laptop ini tidak lagi dilengkapi MicroSD card reader dan audio jack combo 3,5mm. Namun dalam paket penjualan ASUS melengkapinya dengan adapter USB-C ke audio jack.

Sementara, untuk konektivitas nirkabelnya mengandalkan Bluetooth 5 dan WiFi 6 (802.11ax) dengan fitur WiFi Smart Connect yang memungkinkan mendeteksi sinyal WiFi paling optimal yang bisa ditangkap oleh laptop ini dan juga WiFi Stabilizer yang dapat menangkap sinyal WiFi hingga jarak 225 meter.

Performa

Review-ASUS-ZenBook-Flip-13-UX363-12
Performa ASUS ZenBook Flip 13 UX363 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Ada banyak faktor yang membentuk ZenBook Flip 13 UX363 dan yang menjadi kunci utama adalah penggunaan prosesor Intel Core generasi ke-11 dengan label Intel EVO Platfrom. Artinya, laptop ini akan senantiasa sigap melakukan apa yang pengguna butuhkan, baik komputasi harian maupun tugas berat.

Unit yang saya review ditenagai oleh prosesor Intel Core i7-1165G7 dengan chip grafis terintegrasi Intel Iris Xe yang menyodorkan performa grafis mumpuni, termasuk untuk keperluan pembuatan konten kreatif seperti edit foto dan video. Serta, didukung konfigurasi memori RAM 16GB LPDDR4X dan penyimpanan 1TB M.2 NVMe PCIe 3.0 SSD. Berikut hasil benchmark-nya:

No Pengujian Skor
1 GeekBench 5 Single Core 1507
2 GeekBench 5 Multi Core 4905
3 PCMark 10 4792
4 Cinebench R20 1488
5 Cinebench R23 4368

Saya mengedit video review ZenBook Flip 13 UX363 juga di laptop ini. Meski resolusi video tersebut berada di Full HD, namun banyak footage yang saya ambil pada resolusi 4K. Proses pengeditan berjalan lancar tanpa kendala, bahkan saya memilih preview di resolusi full dan tidak menjumpai lagi, durasi video 8 menit di render kurang dari 10 menit, sangat mengesankan. Satu-satunya catatan saya terkait performa ialah kipasnya yang terdengar kencang saat berada di mode performance.

ASUS mengatakan laptop ini menggunakan sistem pendingin khusus untuk menjaga suhu laptop tetap stabil pada kisaran 65 hingga 70 derajat Celsius dalam kondisi full load. Kecepatan kipas pada laptop ini bisa diatur sesuai skenario penggunaan, ada tiga fan profile yang tersedia. Mulai dari mode performance untuk menangani tugas berat, standar untuk tugas komputasi sehari-hari, serta whisper untuk bekerja tanpa suara dengan kipas senyap dan berfokus pada daya tahan baterai.

Bicara soal baterai, sebagai laptop berlabel Intel EVO Platform tentunya dapat menemani penggunanya seharian. Baterai 67Wh ZenBook Flip 13 UX363 ini mampu bertahan 11 jam, bahkan sampai 15 jam 3 menit dalam pengujian menggunakan PCMark Battery Test pada mode Modern Office dan didukung fast charging yang dapat terisi 60% dalam waktu 49 menit.

Verdict

Review-ASUS-ZenBook-Flip-13-UX363-13
Review ASUS ZenBook Flip 13 UX363 | Photo by Lukman Azis

Di masa pandemi saat ini, saya sangat bergantung pada laptop agar dapat bekerja dengan produktif di rumah dan pengalaman menggunakan laptop tipis convertible 2-in-1 terbaru dari ASUS sangatlah menyenangkan. Fleksibilitas yang dikombinasi panel OLED dan dukungan stylus ASUS Pen mampu mendorong kreativitas saya dalam bekerja dan pembuatan konten.

Label Intel EVO Platform benar-benar sesuatu, menyodorkan pengalaman premium menggunakan laptop, ZenBook Flip 13 UX363 selalu siap digunakan kapan saja. Fitur WFH seperti kualitas webcam yang ditingkatkan dan teknologi AI Noise Cancelling untuk video conference juga menjadi nilai tambah yang sangat penting.

Untuk harga, ASUS ZenBook Flip 13 UX363 dijual mulai dari Rp18.299.000 untuk varian prosesor Intel Core i5-1135G7 dengan RAM 8GB dan penyimpanan SSD 512GB. Sementara, versi Intel Core i7-1165G7 dengan RAM 16GB dan penyimpanan SSD 1TB dijual Rp22.999.000.

Sparks

  • Tawarkan fleksibilitas dengan desain convertible 2-in-1 
  • Menggunakan panel OLED
  • Prosesor Intel Core generasi ke-11 dan berlabel Intel Evo Platfrom
  • Dibekali fitur WFH, kualitas webcam meningkat dengan AI Noise-Canceling

Slacks

  • Tidak ada jack 3,5mm dan tanpa slot microSD
  • Agak renggang di mode tablet

 

[Review] Lenovo Yoga Slim 7i Carbon, Ringan di Bawah 1 Kg

Memilih laptop untuk bekerja tentu harus disesuaikan dengan kebutuhan. Meski nyatanya tidak sesederhana itu, sebab beberapa kalangan memerlukan perangkat yang lebih istimewa, misalnya seperti Lenovo Yoga Slim 7i Carbon yang menawarkan portabilitas sekaligus durabilitas pada saat yang sama.

Ya, laptop premium ini terbuat dari material serat karbon yang ringan namun kuat. Bobotnya kurang dari 1 kg dan telah mengantongi sertifikasi ketahanan standar militer MIL-STD 810G. Prosesor Intel Core generasi ke-11 Tiger Lake dan label Intel Evo Platform memastikan performanya andal, responsif, dan punya daya tahan baterainya panjang.

Dibanderol dengan harga Rp15.999.000 untuk konfigurasi Intel Core i5-1135G7 dan Rp19.499.000 untuk i7-1165G7. Lenovo bilang Yoga Slim 7i Carbon dirancang untuk para pemimpin bisnis yang memiliki mobilitas tinggi, wirausahawan, dan milenial yang menginginkan perangkat yang memenuhi kebutuhan gaya hidup mereka. Apa yang bisa dilakukannya? Berikut review Lenovo Yoga Slim 7i Carbon selengkapnya.

 

Desain

Review-Lenovo-Yoga-Slim-7i-Carbon-2
Cover Lenovo Yoga Slim 7i Carbon | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Lenovo Yoga Slim 7i Carbon merupakan laptop thin & light dengan form factor clamshell, namun memiliki engsel yang bisa ditekuk 180 derajat. Secara keseluruhan desain laptop ini tampak minimalis khas Lenovo dan yang bikin saya kesengsem ialah corak rupa putihnya, Moon White yang terlihat anggun.

Cover finishing Moon White dengan kilau lembut ini diperoleh melalui proses pengecatan unik 6-9 jam di atas material karbon hitamnya dan melibatkan 3-layer high heat. Lengkap dengan lapisan anti sidik jari untuk memastikan warnanya tetap bagus alias tidak kusam, dan dapat dibersihkan dengan mudah bila terkena noda.

Material serat karbon berkekuatan aero-grade di Yoga Slim 7i Carbon digunakan pada bagian cover punggungnya, Lenovo bilang material ini dilapisi dan direkatkan menggunakan proses manufaktur dengan presisi tinggi. Sementara, sandaran tangan dan penutup bawah dibuat dari paduan magnesium dan diperkuat dengan rangka struktural.

Review-Lenovo-Yoga-Slim-7i-Carbon-3
Bobot Lenovo Yoga Slim 7i Carbon hanya 996 gram | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Lenovo menggunakan 2nd generation proprietary Web-Core 2.0 multi-layer Carbon Fibre yang mengurangi berat material hingga 40% dan juga meningkatkan durabilitasnya dengan kekakuan 25% lebih tinggi. Meski bobotnya ringan di angka 966 gram dan memiliki profil ramping dengan ketebalan 14,9mm, Yoga Slim 7i Carbon mampu bertahan saat dites sembilan tahap pengujian military-grade untuk durabilitasnya dan memenuhi standar MIL-STD 810G.

Untuk konektivitas kabelnya, pada sebelah kanan terdapat port USB 3.0 Gen 1 (Type-C), headphone/mic combo, dan tombol power. Sedangkan di sebelah kini ada dua port USB-C Thunderbolt 4 yang mendukung DisplayPort dan power delivery. Tanpa port USB-A mungkin bakal sedikit merepotkan, setidaknya dala paket penjualannya dilengkapi Lenovo USB-C 3-in-1 Travel Hub ke USB 3.0 Type-A, HDMI 1.4, dan VGA.

Review-Lenovo-Yoga-Slim-7i-Carbon-4
Sisi kanan Lenovo Yoga Slim 7i Carbon | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Review-Lenovo-Yoga-Slim-7i-Carbon-5
Sisi kiri Lenovo Yoga Slim 7i Carbon | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Layar

Selain serat karbon, nilai jual utama lain pada Yoga Slim 7i Carbon adalah layar 13,3 inci beresolusi Quad HD (2560×1600 piksel), dengan tepi micro-border 3mm di sisi samping, dan menawarkan rasio area aktif 91%. Aspek rasio yang digunakan sudah 16:10 yang dapat menampilkan lebih banyak konten vertikal saat browsing atau bekerja dengan dokumen dengan scrolling lebih sedikit.

Yoga Slim 7i Carbon juga siap menunjang kegiatan content creation. Layarnya memiliki tingkat kecerahan 300 nit, mengantongi sertifikasi Dolby Vision dengan color gamut sRGB 100%, dan TUV Rheinland untuk Eye Care menyaring sinar biru yang berbahaya. Sementara untuk hiburan, speaker stereo Harman 2x 2W bersertifikasi Dolby Atmos siap menghasilkan suara surround.

Beralih ke papan ketik, Yoga Slim 7i Carbon memiliki fitur 18,7×18,2mm key pitch keyboard dengan travel key 1mm. Tata letak keyboard-nya dirancang secara ergonomis sesuai dengan panduan mengetik dalam periode yang lama dari Occupational Safety and Health administration (OSHA).

Keyboard ini menggunakan mekanisme caterpillar dan sakelar bentuk karet yang sengaja dirancang untuk meniru input resistance yang khas dari laptop yang lebih besar. Sensor cahaya pada laptop ini juga dapat menyesuaikan backlit keyboard tergantung pada kondisi pencahayaan sekitar yang memungkinkan bekerja dengan maksimal dalam cahaya redup.

Performa

Review-Lenovo-Yoga-Slim-7i-Carbon-12
Lenovo Vantage di Yoga Slim 7i Carbon | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Biasanya laptop thin & light hanya memprioritaskan portabilitas dan mengorbankan performa. Namun Yoga Slim 7i Carbon sudah berlabel Intel Evo Platform, keduanya bisa didapatkan termasuk konektivitas cepat WiFi 6 dan port Thunderbolt 4, serta daya tahan baterai seharian.

Unit yang saya review ditenagai oleh prosesor Intel Core i7-1165G7 generasi ke-11 Tiger Lake, RAM 16GB LPDDR4X, penyimpanan 1TB M.2 Pcle SSD, dan chip grafis Intel Iris Xe. GPU terintegrasi ini menawarkan kemampuan grafis yang lebih baik, termasuk untuk pembuatan konten kreatif seperti edit foto dan video. Berikut hasil benchmark-nya.

No Pengujian Skor
1 GeekBench 5 Single Core 1498
2 GeekBench 5 Multi Core 4959
3 PCMark 10 4946
4 Cinebench R20 1877
5 Cinebench R23 4320

Lewat fitur Lenovo Q-Control dan Intelligent Thermal System 4.0, kinerja laptop ini bisa disesuaikan tergantung kebutuhan pengguna, caranya dengan menekan tombol Fn-Q untuk beralih mode. Untuk kegiatan komputasi harian, rekomendasinya gunakan mode intelligent cooling. Bila butuh performa ekstra untuk menangani tugas berat bisa beralih ke mode extreme performance dan battery saving bila ingin menghemat baterai.

Yoga Slim 7i Carbon memiliki baterai berkapasitas 50Wh yang dapat bertahan hingga 13 jam untuk pekerjaan kantor dan dilengkapi fitur pengisian daya cepat Rapid Charge Boost. Menggunakan baterai intelligent lithium polymer, laptop ini dapat mempertahankan hingga 80% dari kapasitas pengisiannya bahkan setelah 800 siklus pengisian.

Yoga Slim 7i Carbon juga dilengkapi rangkaian fitur berbasis AI yang dapat dikelola melalui aplikasi Lenovo Vantage. Seperti flip-to-boot, di mana laptop akan secara otomatis menyala saat membuka tutupnya dan kemudian dapat masuk secara mulus dengan hands-free facial recognition.

Selain itu, kehadiran sensor time-of-flight membuat Yoga Slim 7i Carbon dapat mendeteksi keberadaan pengguna. Sebagai contoh, saat kita pergi maka layar akan segera terkunci dan ketika laptop kembali mendeteksi orang, layar akan menyala secara otomatis dan berupaya mengidentifikasi penggunanya.

Fitur menarik lainnya ialah AI attention-sensingGlance by Mirametrix yang dapat mendeteksi saat pengguna berpaling dan secara otomatis memburamkan konten di layar. Serta, dapat mengirimkan pemberitahuan postur saat pengguna terlalu dekat dengan layar.

Verdict

Review-Lenovo-Yoga-Slim-7i-Carbon-13
Review Lenovo Yoga Slim 7i Carbon | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Kembali ke tahun 2019, Intel memperkenalkan program Project Athena untuk laptop thin & light dan convertible 2-in-1. Intel Evo platform merupakan hasil inovasi edisi kedua dari Project Athena yang membawa berbagai keunggulan agar aktivitas komputasi pada laptop semakin lancar dan selalu siap digunakan.

Menurut saya, laptop thin & light berlabel Intel Evo Platform seperti Lenovo Yoga Slim 7i Carbon telah berevolusi dan menjadi pilihan utama sebagai perangkat ideal untuk penunjang produktivitas saat bekerja di rumah. Tak cuma portabel, performanya juga gesit dan paling penting adalah pintar dengan fitur-fitur berbasis AI.

Harga Lenovo Yoga Slim 7i Carbon varian Intel Core i7-1165G7 ini dibanderol dengan harga Rp19.499.000. Dilengkapi layanan Premium Care, Microsoft Office Home & Student 2019, dan Accidental Damage Protection (ADP) yang dapat digunakan untuk berbagai kerusakan dari tumpahan kopi, terjatuh dari meja, malfungsi keyboard, hingga LCD retak.

Sparks

  • Cover dari serat karbon yang ringan dan kuat, bobotnya di bawah 1 kg
  • Layar beresolusi tinggi QHD
  • Ditenagai prosesor Intel Core generasi ke-11 dan berlabel Intel Evo Platform

Slacks

  • Harga termasuk premium
  • Tanpa port USB-A