Bank Mandiri dan Grab Teken Kerja Sama Strategis, Perluas Layanan Keuangan Digital

Bank Mandiri mengumumkan kerja sama strategis dengan Grab untuk perluasan layanan keuangan secara digital. Nantinya, Bank Mandiri akan mengembangkan sejumlah produk dan layanan keuangan, terkait layanan pembayaran digital dan pembiayaan produktif, di dalam platform Grab.

Baik Grab dan Bank Mandiri sama-sama menjadi pemegang saham di platform e-money LinkAja.

Nota Kesepahaman (MoU) ditandatangani secara virtual oleh Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi dan Direktur Jaringan & Retail Banking Bank Mandiri Aquarius Rudianto, disaksikan oleh jajaran direksi Grab Indonesia dan Bank Mandiri lainnya di Jakarta pada hari ini (19/1).

Direktur TI Bank Mandiri Rico Usthavia Frans menuturkan, kerja sama ini sangat strategis karena melibatkan dua pihak dengan pemahaman bisnis dan keunggulan yang nyata di bidangnya masing-masing. “Sinergi layanan ini akan melahirkan banyak peluang bisnis yang bisa dimanfaatkan, terutama oleh pelaku UMKM, dalam situasi penuh keterbatasan di masa pandemi ini,” kata Rico.

Dalam kerja sama ini, Bank Mandiri akan mengembangkan sejumlah produk dan layanan keuangan, terkait layanan pembayaran digital dan pembiayaan produktif, di dalam platform Grab untuk memberikan nilai tambah kepada mitra dan para pelanggan Grab yang datang dari sektor UMKM.

Rencananya, berbagai solusi pembayaran Bank Mandiri akan dapat diakses oleh mitra bisnis Grab, seperti pembayaran melalui scan QR dan Mandiri Direct Debit, melengkapi akseptasi kartu debit dan kartu kredit Bank Mandiri yang telah hadir lebih dulu di Grab. Hal lainnya, kerja sama ini juga memungkinkan pelanggan Grab membuka rekening Bank Mandiri secara online dan melakukan top up e-money.

Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi menambahkan, pihaknya ingin mengembangkan Grab menjadi salah satu platform dengan akses keuangan terlengkap bagi para mitra dan pengguna, termasuk akses pembiayaan digital. Grab memiliki layanan yang sangat berkaitan erat dengan sektor UMKM, mulai dari GrabMart, GrabKios, GrabFood, dan GrabExpress.

“Grab berkomitmen membantu perkembangan dan pertumbuhan sektor riil ekonomi nasional, terutama pelaku UMKM yang belum terjangkau oleh akses perbankan dan layanan keuangan. Melalui sinergi dengan Bank Mandiri, Grab berupaya untuk terus menggerakkan ekonomi digital UMKM dengan menyediakan beragam layanan perbankan yang aman, nyaman, dan mudah diakses,” ujar Neneng.

Bersama Bank Mandiri, Grab berinisiatif melakukan sinergi penyaluran pinjaman mikro kepada jaringan mitra merchant GrabFood dan agen GrabKios. Pengusaha ini akan memiliki kemudahan dalam mengakses pembiayaan produktif secara digital dari Bank Mandiri melalui platform Grab. Plafon kredit yang dapat diajukan maksimal Rp100 juta dengan suku bunga bersaing.

Aquarius menuturkan, pembiayaan produktif mikro ini sangat potensial untuk dikembangkan mengingat Grab juga akan berperan sebagai pemberi referral. Kemudian pelaksanaannya pun akan tetap memenuhi prinsip kehati-hatian dan tata kelola perusahaan yang baik untuk memitigasi risiko pembiayaan.

Tak berhenti di situ, inisiatif lainnya yang akan dilakukan bersama kedua perusahaan adalah kerja sama keagenan branchless banking bagi mitra Grab, sehingga mereka bisa mendapat penghasilan tambahan.

“MoU ini adalah langkah awal kerja sama Bank Mandiri dan Grab. Kami sudah membentuk forum koordinasi yang akan membahas lebih detail potensi kerja sama lain yang akan menguntungkan baik bagi pengguna Grab maupun nasabah Bank Mandiri. Kami juga berharap, hadirnya Bank Mandiri dalam ekosistem digital Grab akan menjadi daya tarik tersendiri bagi calon mitra, sehingga akan semakin banyak mitra bisnis yang bergabung dengan Grab,” tutup Aquarius.

Application Information Will Show Up Here

Produk E-Money Bank BUMN Berbasis Server Segera Dilebur Jadi LinkAja

Perusahaan fintech BUMN LinkAja (PT Finarya) bakal diresmikan pada 1 Maret 2019. Empat bank yang tergabung dalam Himbara (Perhimpunan Bank Negara) secara paralel akan melakukan migrasi produk e-money berbasis server milik mereka menjadi LinkAja.

BNI jadi bank pertama yang mengumumkan informasi peleburan ini kepada publik pada pekan lalu, bersamaan dengan T-Cash.

General Manager Divisi E-Banking (EBK) BNI Anang Fauzi menjelaskan, penyebaran informasi ini merupakan langkah bank dalam melakukan sosialisasi yang menurut aturan harus dilakukan setidaknya sebulan sebelumnya.

BNI menyebar informasi berbentuk pesan singkat ke konsumen tentang penggabungan produk Yap! dan UnikQu ke dalam LinkAja ini.

Di situsnya, BNI menjelaskan LinkAja adalah produk fintech sinergi milik BUMN (Himbara, Telkomsel, Pertamina, dan Jiwasraya) yang menghadirkan layanan untuk kemudahan dan kenyamanan bertransaksi untuk kebutuhan masyarakat.

LinkAja akan jadi produk fintech milik BUMN yang fokus menjalankan bisnis e-money berbasis server. LinkAja menghadirkan layanan holistik dengan beragam fitur pembayaran, seperti pembayaran tagihan (listrik, PDAM, BPJS, internet), transaksi di merchant, pembayaran moda transportasi, hingga pembelian online.

Anang melanjutkan, saat ini secara paralel pihaknya sedang menyiapkan proses migrasi dengan baik agar pengalaman pengguna tetap baik dan nyaman. Secara bertahap migrasi dimulai dari Maret 2019. Namun ia enggan menjelaskan lebih detail apakah BNI akan jadi bank pertama yang meleburkan sistemnya dengan LinkAja.

“Migrasi bertahap di bulan Maret. Apakah BNI pas tanggal tersebut? Belum tahu, lihat kesiapan teknis nanti karena masih koordinasi. Tanggal launching nanti akan ada press release tersendiri,” jelasnya kepada DailySocial.

UnikQu dirilis pada 2016, sementara Yap baru tahun lalu. Bila ditotal, keduanya telah memiliki sekitar 400 ribu pengguna. Adapun jumlah merchant-nya sebanyak 200 ribu tersebar di seluruh Indonesia.

Anang berharap ide menggabungkan seluruh platform uang elektronik berbasis server dan e-wallet Himbara dan BUMN menjadi hal yang positif. Pasalnya penerimaannya akan sangat luas karena melibatkan semua BUMN yang ada.

Direktur IT BRI Indra Utoyo menambahkan, peleburan ke LinkAja ini hanya berlaku untuk produk e-money berbasis server. Sementara yang berbasis kartu masih dikelola sendiri oleh perbankan.

“Yang dialihkan bukan Brizzi tapi nasabah T-Bank yang berbasis server. Brizzi masih dikelola kami. Rencananya per bulan Maret 2019 sudah bisa beralih ke LinkAja,” katanya.

BRI merilis produk e-money berbasis server bernama T-Bank di 2013, yang kini disebutkan memiliki sekitar 520 ribu pengguna. Sementara kartu Brizzi sudah tersebar sebanyak 12,5 juta buah.

“Tentu kita berharap di era digital payment dengan kolaborasi LinkAja bisa lebih menguntungkan.”

Sementara itu, Bank Mandiri juga mengonfirmasi bahwa peresmian LinkAja akan dimulai pada 1 Maret.

“Ya. Rencana launch 1 Maret,” kata Direktur Teknologi Informasi dan Operasi Bank Mandiri Rico Usthavia Frans.

Saat ini Bank Mandiri memiliki E-Money dan E-Cash yang bila ditotal jumlahnya mencapai 47 juta buah.

Rico tidak menjelaskan lebih detail bagaimana nasib Mandiri Pay setelah kehadiran LinkAja. Sebelumnya diinfokan Mandiri Pay akan jadi aplikasi pembayaran dengan pemindai QR yang terintegrasi dengan e-money, kartu debit, dan kredit. Modelnya seperti Yap yang diusung BNI.

Bank BUMN lain, BTN, juga turut mengisi berpartisipasi kepemilikan di LinkAja. Dibandingkan bank pelat merah lainnya, inovasi BTN tidak agresif. BTN baru merilis kartu e-money Blink hasil co-branding dengan Bank Mandiri E-Money.

Saat ini 99,99% saham di LinkAja (dengan entitas Finarya) dikuasai Telkomsel. Nantinya kepemilikan Telkomsel tersebut akan terdilusi seiring masuknya sejumlah BUMN yang tergabung dalam konsorsium. BNI, BRI, dan Bank Mandiri masing-masing akan menguasai 20%, Telkomsel (25%), BTN (7%), dan Jiwasraya (1%). Belum ada informasi lebih lanjut tentang Pertamina, yang disebut-sebut juga ikut di dalam konsorsium, dan jumlah kepemilikannya.

OVO Partners with Bank Mandiri to Boost New Subcribers

OVO, Lippo Group’s fintech and loyalty platform, announces a business partnership with Bank Mandiri to fulfill its ambition in facilitating financial inclusion in Indonesia.

Mandiri’s e-cash, e-money, debit, and credit card customers can do all transactions at OVO’s merchant partners. Similar terms apply to OVO‘s users to increase cashless transaction growth for both companies.

However, the implementation won’t be available immediately. It will be available by mid-year or the third quarter of 2018.

“Therefore, Bank Mandiri’s EDC machine will be accepting OVO’s transaction. Moreover, it will be distributed to the merchants which yet to own EDC machine. We’ll [OVO and Bank Mandiri] do co-marketing [effort] so all promos can be enjoyed by customers from both companies,” Adrian Suherman, OVO’s CEO, said (3/29).

Furthermore, OVO will be accepting Mandiri service in its app and making use of Mandiri’s network such as ATM and Mandiri Online as the supporting infrastructure.

Users can top-up and withdraw OVO’s cash balance through Bank Mandiri. There will also be offerings for the credit facility, investment products, and other features.

“As the leading banking company in Indonesia, we always embrace new innovations. In this digital era, working with the technology company is one way to increase interoperability,” Rico Usthavia Frans, Bank Mandiri’s Director of Technology and Operations, said.

Bank Mandiri’s EDC machine is claimed to have been distributed to 250 thousand merchants, while OVO has around 23 thousand merchants in 209 cities throughout Indonesia. OVO has 9.5 million customers with 60% are women between 23-35 years old.

OVO’s next step is to partner with fintech companies and other bankings to improve acceptance in making transaction anywhere.

Aiming for 20 million users

Besides partnering with Bank Mandiri, OVO also initiates some new features to give added value to customers. By the end of this year, OVO’s users should reach 15-20 million. Its current number is 9.5 million.

“Honestly, the initial target of users have been achieved. Therefore, we’ll aim for a higher number by the end of this year, for 15-29 million users.”

Suherman said that the increasing number of users can be observed from parking promo in Lippo Group’s malls. In addition, many users are interested in the redeem point program through the app.

In terms of product innovation, there will be many improvements to be introduced. Recently, OVO Invest is available for mutual funds transaction. The company partners with Cipta Dana for money market mutual funds. It’s currently in beta version.

It completes OVO’s initial products consist of OVO Points as a loyalty program, OVO Cash as electronic money for all transactions. Customers can use OVO app to top up, transfer, pay bills, and for insurance.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Aliansi dengan Bank Mandiri, Strategi OVO Dongkrak Pengguna Baru

Platform fintech dan loyalitas pelanggan milik Grup Lippo OVO mengumumkan aliansi bisnis dengan Bank Mandiri demi mewujudkan ambisinya untuk membuka ekosistem untuk akses pembayaran seluas-luasnya.

Nantinya baik pengguna kartu debit, kartu kredit, e-money, dan e-cash dapat bertransaksi di jaringan merchant yang telah bermitra dengan OVO. Begitu pun bagi pengguna OVO, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan transaksi non tunai bagi kedua perusahaan.

Hanya saja implementasi dari aliansi ini belum bisa dinikmati segera oleh para pengguna. Sebab baru akan diluncurkan pada kisaran pertengahan tahun atau paling lambat kuartal ketiga tahun ini. Sekarang kedua perusahaan baru teken kerja sama lewat penandatanganan kesepahaman sebagai seremonialnya.

“Jadi nantinya di mesin EDC Bank Mandiri bisa menerima transaksi dari OVO. Kemudian akan digulirkan ke lokasi merchant yang belum ada mesin EDC. Kami berdua akan buat co-marketing sehingga promo-promo bisa dipakai untuk pengguna dari kedua perusahaan,” terang CEO OVO Adrian Suherman, Kamis (29/3).

Tak hanya soal membuka akses pembayaran jadi lebih luas, kerja sama ini akan diseriusi untuk di bawa ke tahap lebih lanjut. Ke depannya, OVO akan menerima layanan Mandiri di aplikasinya dan dapat memanfaatkan jaringan elektronik Bank Mandiri seperti ATM dan Mandiri Online sebagai infrastruktur pendukung.

Pengguna OVO juga bisa isi ulang saldo OVO Cash dan tarik dana melalui jaringan Bank Mandiri. Bakal tersedia pula penawaran untuk fasilitas kredit, produk investasi, dan masih banyak lagi.

Bagi Bank Mandiri aliansi ini sangat berguna bagi perseroan untuk meningkatkan interoperabilitas dengan perusahaan teknologi seperti OVO. Pihaknya juga berharap dapat memperoleh nasabah baru dari pengguna OVO yang sebelumnya bukan nasabah perseroan.

“Kami selaku perusahaan perbankan terdepan di Indonesia, selalu berusaha untuk terbuka terhadap inovasi. Terlebih di era digital ini, bekerja sama dengan perusahaan teknologi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan interoperability,” ucap Direktur Teknologi Informasi dan Operasi Bank Mandiri Rico Usthavia Frans.

Diklaim mesin EDC Bank Mandiri telah tersebar di 250 ribu merchant, sementara OVO sekitar 23 ribu merchant yang tersebar di 209 kota di seluruh Indonesia. OVO memiliki 9,5 juta pengguna, dengan profil demografi 60% di antaranya adalah perempuan, berusia 23-35 tahun.

Tak berhenti di sini, ke depannya OVO akan kembali menjalin kemitraan dengan perusahaan fintech dan perbankan lainnya untuk kemitraan sejenis demi meningkatkan akseptasi untuk bertransaksi di mana pun.

Bidik sampai 20 juta pengguna baru

Di samping bermitra dengan Bank Mandiri, OVO juga melakukan sejumlah inisiatif penambahan fitur untuk memberi nilai tambah bagi penggunanya. Ditargetkan sampai akhir tahun ini pengguna OVO dapat mencapai 15-20 juta pengguna dari posisi saat ini 9,5 juta.

“Jujur saja untuk target awal yang kita bidik untuk jumlah pengguna sudah tercapai. Untuk itu kami bidik angka lebih tinggi sampai akhir tahun ini di angka 15-29 juta pengguna.”

Menurut Adrian, faktor yang mendongkrak jumlah pengguna terlihat dari promo bayar parkir yang diadakan dalam mal jaringan Grup Lippo. Berikutnya adalah layanan redeem point untuk setiap transaksi lewat aplikasi, pengguna tertarik untuk memanfaatkannya.

Dari segi produk, bakal ada banyak pengembangan untuk para pengguna. Produk yang belum lama ini diluncurkan adalah OVO Invest untuk jual beli reksa dana. Dalam hal ini perusahaan bekerja sama dengan Ciptadana untuk produk reksa dana pasar uang. Fitur tersebut masih hadir dalam bentuk beta.

Kehadiran fitur tersebut, melengkapi produk awal OVO sejak pertama kali berdiri di 2016, yakni OVO Points yang merupakan program loyalitas pelanggan untuk pelanggan merchant rekanan atau mitra OVO. Dari poin yang dikumpulkan, pengguna dapat menukarnya dengan berbagai penawaran di setiap rekanan OVO.

Terdapat juga OVO Cash, produk uang elektronik yang dapat digunakan untuk pembayaran berbagai transaksi. Pengguna dapat top up, kirim dana ke OVO dan non OVO, bayar tagihan listrik, beli pulsa, dan bayar asuransi.

Application Information Will Show Up Here

Go-Jek Klaim Kuasai 30% Transaksi Non Tunai Seluruh Indonesia

Dalam artikel yang dipublikasi Go-Jek, Go-Pay diklaim telah berkontribusi untuk 30% transaksi non tunai di seluruh Indonesia per Oktober 2017. Tidak dijelaskan seberapa besar perputaran dana yang terjadi dalam kurun waktu tersebut.

Pihak Go-Jek menyebut secara rerata penggunaan Go-Pay untuk transaksi setiap bulannya tumbuh 25%, nominal pengisian ulang (top up) juga meningkat sampai 15%. Pertumbuhan pengguna Go-Pay diklaim bertambah hingga tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu.

Ada tiga alasan yang diungkapkan pengguna memilih Go-Pay, yaitu adanya promo atau potongan harga, tidak perlu menyiapkan uang tunai, dan mudah digunakan. Go-Jek menyebut dengan seluruh penawaran tersebut, pengguna dapat menghemat hingga Rp200 ribu per bulannya.

Per November 2017, Go-Pay telah memproses pengiriman uang dari Jabodetabek dengan total Rp570 juta ke beberapa titik di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, hingga Sulawesi.

“Go-Pay akan terus tumbuh. Tidak hanya untuk Go-Jek, tapi juga untuk keseluruhan ekonomi digital,” kata CEO Go-Jek Nadiem Makarim dalam artikel tersebut.

Secara industri, Bank Indonesia baru memberi izin kepada 26 perusahaan sebagai pemain uang elektronik. Hingga Oktober 2017, secara volume transaksi mencapai 600,5 juta transaksi senilai Rp8,76 triliun.

Dikutip dari Bisnis, Direktur Sistem Pembayaran Bank Indonesia Eny V Panggabean menyatakan transaksi uang elektronik merupakan salah satu penyumbang terbesar dalam transaksi non tunai.

“Rata-rata transaksi uang elektronik mencapai 2,3 juta transaksi per hari dengan nominal Rp2,8 triliun,” kata Eny.

Transaksi non tunai memakai ATM/debit mencapai 15,5 juta transaksi per hari dengan nilai Rp16,6 triliun. Sedangkan transaksi harian dengan kartu kredit mencapai 872 ribu transaksi dengan nilai Rp802 triliun.

Disangsikan bankir

Pernyataan Go-Jek di atas, membuat beberapa bankir sedikit sangsi. Pasalnya, transaksi non tunai itu tidak hanya uang elektronik saja, tapi juga terdapat kartu debit, kartu kredit, hingga ATM.

Direktur Perbankan Digital dan Teknologi Bank Mandiri Rico Usthavia Frans menuturkan bila Go-Jek mengklaim transaksi non tunai yang dimaksud adalah transaksi uang elektronik, klaim tersebut akan masuk akal.

“Transaksi non tunai itu ada banyak sumbernya, bisa dari e-money, kartu kredit, debit, dan ATM,” katanya kepada DailySocial.

Pun demikian Direktur BCA Santoso Liem. Dia bilang, uang elektronik itu juga terbagi jadi dua jenis, server base dan card base. Akan tetapi, menurutnya, porsi uang elektronik masih kecil dibandingkan transaksi ritel lainnya.

“Kalau transaksi non tunai kan termasuk debit, kartu kredit, ATM dan lain-lain, jadi masih sangat jauh.”

Produk uang elektronik Bank Mandiri, E-Money, secara total (sejak pertama kali diluncurkan) hingga sekarang telah memproses lebih dari 510 juta transaksi dengan nilai Rp5,45 triliun. Jumlah kartu beredarnya mencapai 13 juta keping, dengan rincian 220 ribu di antaranya co-branding dengan enam bank. Penggunaan transaksi banyak dipakai untuk pembayaran tol dan transportasi umum.

Flazz BCA sendiri sudah memiliki kartu beredar sebanyak 12 juta keping.

Fintech di sektor pembayaran dan peminjaman akan jadi primadona

Digital Artha Media (DAM) meramal fintech yang bergerak di sektor pembayaran dan peminjaman akan tetap merajai industri fintech pada tahun depan. Kedua kategori tersebut dianggap adalah kebutuhan dasar yang dibutuhkan masyarakat.

Managing Director DAM Fanny Verona menjelaskan fintech sektor pembayaran akan semakin dibutuhkan karena ada kemampuan untuk menambang data. Data tersebut dibutuhkan oleh pelaku industri, seperti e-commerce, untuk mengetahui kebiasaan belanja konsumen.

Sementara itu, untuk fintech sektor peminjaman masih akan tetap dicari karena layanannya yang mudah. Terlebih, di Indonesia ada segmen khusus yang gandrung dengan gaya hidup berutang.

“Entah kenapa masyarakat kita ada yang suka sekali kredit, misal beli ponsel yang harganya di luar jangkauan mereka,” terang Fanny, Kamis (21/12).

Berdasarkan data dari Asosiasi Fintech Indonesia dan OJK, pelaku fintech di Indonesia masih didominasi sektor pembayaran (43%), pinjaman (17%), dan sisanya adalah agregator, crowdfunding, personal or financial planning, dan lainnya.

Bank Mandiri dan BNI Kembangkan Platform Kartu Kredit Lewat Ponsel

Dua bank pelat merah, Bank Mandiri dan Bank Negara Indonesia (BNI) saat ini tengah mengembangkan platform kartu kredit yang dapat diakses lewat ponsel pengguna. Rencananya kedua bank akan meluncurkan layanan teranyar tersebut paling lambat dalam tahun ini.

Pihak Bank Mandiri menyatakan layanan kartu kredit nantinya akan tersedia dalam aplikasi Mandiri Online pada pertengahan tahun ini. Saat ini, Mandiri Online baru menyediakan transaksi keseharian terlebih dahulu.

“Kami ingin membuat pengalaman nasabah menggunakan Mandiri Online di ponsel sama seperti di kartu,” ujar Direktur Digital banking and Technology Bank Mandiri Rico Usthavia Frans dikutip dari Bisnis.

Mandiri Online adalah aplikasi yang mengintegrasikan layanan internet banking dan mobile banking Bank Mandiri. Lewat aplikasi ini, perusahaan ingin menawarkan layanan perbankan berbasis teknologi terkini dengan segudang kemudahan.

Senior EVP CTO Bank Mandiri Joseph Georgino Godong menambahkan lewat kehadiran Mandiri Online, nasabah jadi lebih mudah memperoleh informasi tentang seluruh produk bank sekaligus saat melakukan transaksi keuangan.

“Saat ini, hampir semua orang sudah punya internet banking dan mobile banking, tapi belum ada yang menyediakan akses tunggal untuk mengakses keduanya,” kata dia.

Selain Bank Mandiri, BNI juga mengaku tengah mengkaji kemudahan layanan kartu kredit lewat ponsel. Yang berbeda, BNI mengemasnya dengan metode layanan push payment yang berbentuk aplikasi, sehingga nasabah perlu mengunduhnya terlebih dahulu.

Teknologi yang dihadirkan BNI dalam transaksi kartu kredit lewat aplikasi adalah pemanfaatan QR Code yang dapat dipindai oleh mesin kasir. Metode ini menggantikan tahapan menggesek kartu kredit di mesin electronic data capture (EDC).

General Manager Divisi Bisnis Kartu Kredit BNI Corina Leyla Karnalies menjelaskan pemanfaatan QR Code ini dikembangkan untuk menarik minat nasabah usia muda yang makin akrab dengan ponsel.

“Karena orang lebih sering ketinggalan dompet daripada ponsel, sehingga transaksi seharusnya bisa dilakukan di ponsel,” kata Corina.

Potensi kartu kredit

Berbagai jurus dilakukan perbankan untuk mendongkrak transaksi yang dihasilkan dari kartu kredit, misalnya menggandeng berbagai peritel, jasa travel, bazar, dan lainnya. Dengan bungkus marketing yang menarik, diharapkan akan menarik pengguna baru untuk tergiur dan terus bertransaksi.

Seperti diketahui, kartu kredit merupakan salah satu produk andalan perbankan yang tergolong ke dalam bisnis kredit konsumer. Selain kartu kredit, biasanya bank memiliki produk konsumer lainnya untuk menopang perolehan kredit, seperti KKB (kredit kendaraan bermotor), KTA (kredit tanpa agunan), dan KPR (kredit pemilikan rumah).

Berdasarkan data Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SEKI) dari Bank Indonesia, per Februari 2017 jumlah kartu kredit beredar mencapai 17,52 juta kartu. Bila dibandingkan antara 2016 dengan 2015, jumlah kartu kredit beredar tumbuh 3,2% dari 16,86 juta kartu menjadi 17,4 juta kartu.

Sementara itu, dari sisi volume mencapai 25,42 juta kali dengan nominal sebesar Rp22,18 triliun. Pertumbuhan volume transaksi kartu kredit dibandingkan 2016 dengan 2015 sebesar 8,43% dari 281,32 juta kali menjadi 305,05 juta kali.

Adapun secara nominal, pertumbuhannya tipis sebesar 0,17% dari Rp280,54 triliun menjadi Rp281,02 triliun di 2015.

Dari data BI di atas, dapat disimpulkan bahwa bila membandingkan rasio antara pemilik kartu kredit dengan jumlah penduduk Indonesia sangat jauh, kurang dari 10%. Hal ini menjadi potensi bisnis yang besar untuk dimanfaatkan perbankan atau jasa keuangannya.

Mengintip Gurihnya Uang Elektronik di Indonesia

Gita, Adi, dan Agnes adalah salah satu dari sekian juta pengguna aktif uang elektronik atau lebih dikenal dengan e-money di Indonesia. Gita mengungkapkan e-money sudah menjadi alat bayar yang cukup praktis ketika harus menggunakan Commuter Line.

Penumpang tidak harus bersusah payah untuk mengantre saat membayar ongkos. Di dalam dompet Gita, ada dua kartu e-money yakni Flazz dari BCA dan Tap Cash dari BNI. Gita juga terdaftar sebagai pengguna Mandiri e-cash.

Hanya saja, dia memiliki pengalaman yang tidak baik saat menggunakan Tap Cash. Setelah sukses melakukan isi ulang dari ATM, rupanya uangnya tidak masuk ke kartu e-money miliknya. “Padahal saya sudah pastikan nomor kartunya dua kali sebelum transfer dilakukan di ATM,” tuturnya.

Setelah kejadian itu, akhirnya Gita lebih memilih untuk top up saldo di petugas Trans Jakarta demi jaminan dananya. Selain menggunakan untuk transportasi, terkadang Gita juga memakainya saat berbelanja di gerai minimarket dan cafe. Sementara itu, untuk Mandiri e-cash lebih banyak dipakai ketika membeli pulsa.

Senada, Adi sering menggunakan e-money untuk membayar sarana transportasi publik. Secara spesifik Adi mengungkapkan dirinya adalah pengguna setia Flazz. Menurutnya, dari segi umur Flazz adalah pemain pertama e-money di Indonesia. Hal inilah yang membuat dirinya terasa lebih familiar dengan Flazz.

“Dari segi desainnya, Flazz sangat bervariasi. Saya rela bayar mahal demi dapat kartu Flazz yang sesuai selera.”

Beda halnya dengan Agnes, dirinya termasuk jarang menggunakan e-money. Untuk memakainya pun, hanya saat dia menggunakan Transjakarta. Agnes kebanyakan pakai Flazz untuk mendapatkan diskon dari toko buku ternama di Indonesia.

“Kebetulan beli Flazz cuma buat dapat diskon saja saat beli buku. Itupun tidak perlu top up saldo, makanya saya tertarik.”

Salah satu bentuk promosi yang dilakukan oleh pemain e-money bekerja sama dengan gerai ritel / Pexels
Salah satu bentuk promosi yang dilakukan oleh pemain e-money bekerja sama dengan gerai ritel / Pexels

Ketiga konsumen di atas merupakan salah satu dari sekian juta pengguna e-money di Indonesia. Data dari Bank Indonesia menyebut, hingga September 2016 volume transaksi sebesar 476,56 juta dengan nilai transaksi 4,89 triliun Rupiah dan jumlah e-money beredar sebanyak 352,07 juta.

[Baca juga: E-money Mungkin adalah Kunci Pembayaran di Masa Depan]

Di 2014, volume transaksi mencapai 203,38 juta atau naik 47,48% secara year-on-year (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Kemudian, 535,57 juta transaksi di 2015 atau setara dengan kenaikan 163,35%. Dari segi nominal transaksi, di 2014 sebanyak 3,31 triliun Rupiah, naik 14,17%. Di tahun berikutnya menjadi 5,28 triliun Rupiah, naik 59,17%.

Perlahan tapi pasti, e-money mulai menggeser penggunaan transaksi ritel di Tanah Air yang kini masih didominasi oleh uang tunai.

Susiati Dewi, Asisten Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, menerangkan jumlah uang elektronik yang dipegang oleh masyarakat mencapai 37,3 juta. Secara ekosistemnya, penggunaan uang elektronik tidak hanya dipakai untuk pembayaran di gerai ritel offline maupun online.

Kini e-money juga bisa digunakan untuk penyaluran bantuan sosial (bansos) Program Keluarga Harapan dari Kementerian Sosial kepada 600 ribu orang penerima bansos. “Penggunaan uang elektronik jadi kian pesat karena banyak sektor transaksi ritel yang bisa dimanfaatkan,” terangnya kepada DailySocial.

Bentuk dukungan BI terhadap dorongan terciptanya ekosistem e-money yang kondusif, salah satunya dengan meningkatkan plafon maksimal instrumen Layanan Keuangan Digital (LKD) untuk pengguna terdaftar menjadi 10 juta Rupiah dari sebelumnya 5 juta Rupiah.

Berikutnya, sambung Susi, BI akan kembali mengeluarkan ketentuan lainnya terkait dengan penyelenggaraan transaksi pembayaran yang lebih difokuskan untuk mengatur layanan pembayaran e-commerce. E-money merupakan salah satu instrumennya. “Untuk penerbitan regulasinya belum bisa dipastikan waktunya, namun dalam waktu dekat.”

Adopsi e-money card based terbanyak dari sarana transportasi

Ilustrasi penggunaan Flazz sebagai alat pembayaran Trans Jakarta / BCA
Ilustrasi penggunaan Flazz sebagai alat pembayaran Trans Jakarta / BCA

Beberapa tahun belakangan, pemerintah dengan semangat Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) mulai menerapkan sejumlah aturan untuk mempercepat adopsi penggunaan e-money. Salah satu yang paling gencar adalah menerapkan e-money card based untuk sarana transportasi publik, mulai dari Transjakarta, Commuter Line, dan pembayaran tol.

Terbukti, dari langkah ini menjadi kontributor utama bagi sejumlah pemain e-money. Beberapa di antaranya adalah Flazz BCA dan Mandiri E-money.

Bank Mandiri merupakan pemain dominan untuk pembayaran tol. Hal ini diungkapkan Rico Usthavia Frans, Direktur Bank Mandiri. Menurutnya, dari total kartu uang elektronik yang sudah beredar mayoritas dikontribusikan dari pembayaran tol, kemudian disusul sarana transportasi lainnya seperti Transjakarta dan Commuter Line. Sisanya, pembelian barang di gerai minimarket.

Saat ini total kartu beredar e-money milik Bank Mandiri sudah mencapai 8 juta sejak pertama kali diluncurkan pada 2009. Kini volume transaksinya per bulan mencapai 30 juta transaksi.

Rico mengatakan perusahaan menargetkan volume transaksi uang elektronik pada tahun ini dapat meningkat 30% dari 251 juta transaksi menjadi 37 juta transaksi. Nilai transaksi yang diharapkan bisa mencapai 3,5 triliun Rupiah, naik 40% dari pencapaian sebelumnya 2,5 triliun Rupiah di tahun sebelumnya.

Flazz BCA adalah pemain tertua untuk uang elektronik, pertama kali diluncurkan pada 2007. Mira Wibowo, General Manager Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Pemasaran Transaksi Perbankan BCA menerangkan frekeuensi penggunaan Flazz banyak diarahkan untuk pembayaran sarana transportasi publik, tol, parkir, juga di restoran dan minimarket.

Kini Flazz BCA sudah beredar lebih dari 9,5 juta kartu. Pertumbuhan kartu beredar dalam lima tahun terakhir, menurut Mira, sudah lebih dari 20% begitupula untuk volume transaksinya. Untuk nominal transaksinya, pada tahun lalu Flazz menembus kisaran 1 triliun Rupiah.

Bagaimana dengan adopsi e-money server based?

Secara desain, e-money server based nampaknya sangat tepat untuk digunakan sebagai alat pembayaran belanja online. Baik BCA maupun Mandiri keduanya memiliki e-money berbasis server based. Dari segi umur, keduanya masih merupakan produk baru dan membutuhkan waktu untuk edukasi ke masyarakat.

Santoso Liem, Direktur BCA, menerangkan Sakuku baru menginjak usia satu tahun sejak pertama kali diluncurkan pada tahun lalu. Menurutnya, jumlah pengguna Sakuku mencapai lebih dari 135 ribu orang dengan volume transaksi rata-rata per bulan sekitar 80 ribu sampai 90 ribu transaksi. Penggunaan terbesarnya dipakai untuk pembelian pulsa, berbelanja di merchant offline, dan banyak juga yang tarik tunai.

“Sakuku tergolong masih baru, sehingga pertumbuhannya belum secepat Flazz. Kami lebih mengutamakan pertumbuhan natural, sehingga masih difokuskan untuk meningkatkan jumlah pengguna untuk menikmati fitur Sakuku.”

LINE Pay e-Cash adalah kolaborasi LINE dan Bank Mandiri memanfaatkan platform e-money Mandiri e-Cash / DailySocial
LINE Pay e-Cash adalah kolaborasi LINE dan Bank Mandiri memanfaatkan platform e-money Mandiri e-Cash / DailySocial

Rahmat Broto Triaji, SVP Transaction Banking Retail Bank Mandiri, menjelaskan perusahaan akan menggenjot transaksi Mandiri e-cash untuk bertransaksi di layanan e-commerce. Untuk itu perusahaan akan memperbanyak jumlah merchant. Diharapkan tahun depan dapat bertambah 300 merchant dari posisi tahun ini sebanyak 1.000 merchant.

“Pada September 2016 produk e-money dan e-cash dari Bank Mandiri telah menguasai 65% pangsa pasar industri e-money,” ujar Rahmat seperti dikutip dari Kontan.

Dalam upayanya ini, Bank Mandiri baru-baru ini meresmikan kemitraan strategis dengan Line sebagai platform untuk menjembatani transaksi online yang terjadi antara pengguna Line dengan 300 ribu offline dan online shop yang terdaftar di social messaging tersebut.

Mengukur segi keamanan e-money bagi pengguna

Kejadian yang menimpa Gita umum dialami pengguna e-money card based yang tergolong sebagai pengguna tidak terdaftar. Keamanan pengguna e-money card based tidak dijamin siapapun, termasuk oleh pihak penerbit kartu.

Untuk itu Bank Indonesia membuat sistem pengamanan yang berbeda untuk e-money mulai dari penetapan plafon nominal. Untuk card based, nominal maksimalnya adalah 1 juta, sementara server based adalah 10 juta Rupiah.

“Sejak awal e-money card based memang didesain tidak diberi perlindungan konsumen, maka dari itu BI menerapkan untuk melakukan limitasi nominal uang yang bisa disimpan hanya sampai 1 juta Rupiah. Sementara, untuk pengguna terdaftar terhitung lebih aman dan nyaman bila kehilangan smartphone-nya mereka bisa klaim ke pihak penerbit,” terang Budi Armanto, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Masih lemahnya adopsi e-money di segmen e-commerce

Pemanfaatan e-money sebagai alat pembayaran di e-commerce masih kecil / Shutterstock
Pemanfaatan e-money sebagai alat pembayaran di e-commerce masih kecil / Shutterstock

Dari hasil survei yang dipaparkan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), terungkap bahwa saat ini pilihan pembayaran untuk transaksi di layanan e-commerce sebagian besar masih banyak yang menggunakan ATM secara langsung sebanyak 36,7% disusul dengan pembayaran dengan cara Cash on Delivery sebanyak 14,2% dan terakhir pembayaran dengan menggunakan internet banking hanya 1,5% saja.

Data tersebut membuktikan masih rendahnya kepercayaan pengguna yang melakukan pembayaran dengan memanfaatkan internet dalam hal ini e-money. Di sisi lain golongan masyarakat yang unbankable juga merupakan salah satu alasan mengapa penggunaan uang elektronik masih minim jumlahnya.

Kami pun, pada pertengahan tahun lalu, juga merilis survei kecil-kecilan. Dari 1.002 responden yang menjawab, 763 responden mengaku berbelanja secara online dalam tiga bulan terakhir.

Mereka mengaku metode pembayaran transfer bank adalah metode terbaik dan paling dipercaya oleh mayoritas responden. Komposisinya, 75% responden memilih transfer bank, 13% untuk Cash on Delivery (CoD), dan 7% memilih kartu kredit.

Pihak e-commerce sendiri hingga kini masih enggan untuk memberikan informasi berapa banyak pembayaran dengan menggunakan e-money yang kemudian dipilih oleh pengguna, namun bisa diperkirakan adopsi e-money masih kecil.

Meskipun pemerintah dan Bank Indonesia telah mendukung kelancaran aturan penyelenggara uang elektronik, yang diharapkan bisa memberikan manfaat lebih untuk industri e-commerce dalam hal pilihan pembayaran, jika pemanfaatan uang elektronik oleh konsumen masih rendah.

Untuk itu edukasi tentunya perlu untuk dilakukan baik dari pelaku e-commerce, operator, perusahaan keuangan, juga dari pemerintah untuk meningkatkan minat penggunaan uang elektronik di Indonesia.


Yenny Yusra berkontribusi untuk penulisan artikel ini

Masa Depan Alat dan Solusi Pembayaran Indonesia di Tengah Era Digital

/ DailySocial

Era digital secara perlahan telah menggerus dan merubah kebiasaan konvensional masyarakat dalam berbagai aspek, termasuk dalam aspek keuangan. Perlahan, masyarakat pun mulai merubah kebiasaan ke arah digital dalam hal pembayaran, atau lebih dikenal sebagai cashless. Di seminar IDByte hari kedua, Deputi Direktur Bank Indonesia Ricky Satria, Senior EVP Transaction Banking Bank Mandiri Rico Usthavia Frans, dan CEO Kartuku Niki Luhur mendiskusikan tentang “Future Payment and Currency” di Indonesia.

Continue reading Masa Depan Alat dan Solusi Pembayaran Indonesia di Tengah Era Digital

Groupon Indonesia Tawarkan Pilihan Pembayaran Dengan Mandiri E-Cash

Salah satu situs jaringan daily deals terbesar di Indonesia, Groupon Indonesia baru saja mengumumkan kesepakatan kerjasama dengan Bank Mandiri melalui produk uang elektroniknya, E-Cash Mandiri. Kerjasama ini menghadirkan gabungan layanan Groupon Indonesia yang telah akrab dengan banyak konsumen di Indonesia dengan layanan e-money berbasis telepon seller Bank Mandiri yang nantinya akan menjadi salah satu fasilitas pembayaran yang disematkan dalam layanan Groupon Indonesia.
Continue reading Groupon Indonesia Tawarkan Pilihan Pembayaran Dengan Mandiri E-Cash