PMWL East Season Zero Super Weekend 1: RRQ Athena Kembali Merajai

Pekan lalu, pada Opening Weekend kita melihat dua perwakilan Indonesia, Bigetron Red Aliens dan MORPH Team, berhasil memberikan performa terbaiknya di dalam gelaran PMWL East Season Zero. Pekan ini menjadi pekan pertama dari pertandingan PMWL East Season Zero yang sesungguhnya.

Format pertandingan PMWL East Season Zero memang cukup unik. Setiap pekannya 20 tim peserta diadu pada saat Weekday. Dari pertandingan yang berjalan dari tanggal 14-15 Juli 2020 kemarin, hanya Bigetron RA saja, wakil Indonesia yang berhasil lolos ke babak Super Weekend. MORPH Team terhempas di peringkat 20 setelah berkali-kali mendapatkan perolehan yang buruk.

https://twitter.com/EsportsPUBGM/status/1284872841402421248

Babak Super Weekend adalah pertarungan yang sesungguhnya. Poin yang didapatkan dari babak Super Weekend akan diakumulasi, untuk selanjutnya menyeleksi 16 tim yang akan lolos ke babak League Finals. Pertandingan Super Weekend berisi 15 ronde yang berjalan selama tiga hari (17-19 Juli 2020).

Penampilan Bigetron RA pada Super Weekend pertama terbilang tidak sebegitu bagus. Apalagi setelah terkena Too Soon di ronde pertama, yang menghantam mental mereka. Setelahnya mereka berhasil bangkit, namun baru bisa mendapatkan Chicken Dinner di ronde 7. Sementara itu di sisi lain, RRQ Athena justru terlihat sedang tampil panas. Walau sempat Too Soon, tapi mereka bisa mengamankan kill yang banyak.

Momen rivalitas paling keras antar dua tim ini adalah pada ronde terakhir. Bermain di map Erangel, Circle sedang cukup jahat dan mengarahkan pemain ke Sosnovka Military Base. Zuxxy Luxxy dan kawan-kawan sebenarnya sudah cukup beruntung karena lebih dulu mengamankan daratan, sehingga mereka mencoba mencuri-curi kesempatan kill dengan menjaga area bibir pantai.

Sayangnya ketika Bigetron RA sedang melihat ke arah tim KOG, RRQ Athena yang juga sedang berenang sudah berhasil mencapai tepi pantai dan melihat posisi Bigetron RA. Karena ada kesempatan, tentu saja RRQ Athena menghajar Bigetron RA yang sedang lengah. Zuxxy menjadi korban pertama dari tangan dingin pemain-pemain RRQ.Athena.

Bigetron RA mencoba sebisanya untuk bisa kabur dari tim RRQ.Athena. Tetapi apa mau dikata, Bigetron RA ditumpas satu persatu, Ryzen dipulangkan ke lobby, dilanjut dengan Luxxy, sampai akhirnya timah panas mendarat di Microboy yang mengakhiri perjalanan Bigetron RA di peringkat 16 dengan 2 kill saja di ronde 15 tersebut.

Kini RRQ.Athena duduk nyaman peringkat 1 dengan perolehan sebanyak 205 poin. Sementara itu Bigetron RA kini memiliki 189 poin, berada di peringkat 2, sambil bersiap menyergap siapapun yang lengah di Super Weekend Week 2 nanti.

Pekan ini pertandingan akan berjalan seperti pada pekan pertama. 20 tim bertanding saat Weekday memperebutkan peringkat 16 besar, agar dapat bertanding di babak Super Weekend. Pada Super Weekend, pertandingan jadi semakin keras karena perolehan poin akan diakumulasi untuk menentukan tim bertanding di babak League Finals.

Semoga pekan ini MORPH Team dapat bangkit kembali sehingga bisa lolos ke babak Super Weekend. Juga semoga Bigetron RA bisa mendapatkan permainan terbaiknya dan menyalip RRQ Athena di pekan ini.

RRQ Hoshi Juara MPL Invitational 2020, Libas Resurgence 3-0

Hari Minggu, 5 Juli 2020, menjadi gelaran final dari MPL Invitational. Merupakan pengganti gelaran MSC 2020, turnamen ini memperebutkan 1 miliar Rupiah, dan mempertandingkan empat negara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Myanmar. Pekan lalu kita melihat bagaimana tim Indonesia mendominasi babak grup. Dominasi Indonesia sulit sekali dihentikan, sampai akhirnya 3 tim yang lolos ke babak Playoff adalah tim Indonesia.

Pekan lalu menjadi pertandingan babak Playoff. Pada babak Playoff, RRQ Hoshi yang merupakan tim undangan bertanding di Upper Bracket dan berhasil libas tim asal Singapura Resurgence pada fase Upper Bracket Final. Sementara itu di bagian Lower Bracket, persaingan menjadi semakin liar dan sengit. Tim Indonesia saling kanibal setelah EVOS Legends kalahkan ONIC Esports. Masuk babak selanjutnya, EVOS Legends tumbang oleh Burmese Ghouls, sampai akhirnya babak Lower Final mempertemukan Resurgence dengan Burmese Ghouls.

Sumber: Youtube MLBB Esports
Sumber: Youtube MLBB Esports

Setelah berhasil menang, Resurgence kembali menghadapi RRQ Hoshi di babak Grand Final. Game pertama Grand Final, RRQ Hoshi menunjukkan permainan tanpa ampun, langsung amankan hero agresif seperti Ling, Esmeralda, dan Selena. Berkat hal tersebut, RRQ Hoshi langsung ungguli Resurgence sejak menit 5. Dalam dua kali momentum push, RRQ Hoshi berhasil menembus jantung pertahanan Resurgence, memenangkan pertandingan secara telak di bawa 10 menit.

Game kedua, RRQ Hoshi lagi-lagi mengamankan Ling yang kali ini melakukan duet dengan Khufra. Lemon, Xin dan kawan-kawan kembali menunjukkan permainan yang eksplosif. Resurgence kembali kelabakan, tidak siap menahan gempuran tanpa henti dari RRQ Hoshi. Akhirnya RRQ Hoshi kembali menang mudah dalam 16 menit saja dengan skor 26-6.

Game terakhir menjadi penentu apakah RRQ akan menang, atau Resurgence masih bisa menyambung nyawa. Kali ini RRQ Hoshi bermain sedikit unik dengan mengandalkan R7 denga menggunakan Balmond. Walau demikian, hero tersebut ternyata terbukti efektif dengan gameplay tim RRQ Hoshi. Resurgence sempat memberikan perlawanan yang sepadan, namun pada akhirnya tim asal Singapura tersebut tetap kebobolan, tidak bisa menghentikan farming dari Lemon yang merupakan salah satu Carry tim RRQ Hoshi. Game ini pun kembali diamankan oleh RRQ Hoshi, yang juga memberikan mereka kemenangan atas turnamen MPL Invitationals 4 Regions Cup.

Ini menjadi kemenangan turnamen besar kedua bagi RRQ Hoshi, setelah mereka sebelumnya menjadi juara dalam gelaran MPL ID Season 5. Jika situasi pandemi sudah membaik, seharusnya M1 World Championship menjadi turnamen besar selanjutnya. Dengan memenangkan turnamen tersebut, gelar RRQ Hoshi akan lengkap, dan mungkin menjadi tim pertama yang meraih Treble Winners dalam satu musim. Namun pertanyaannya, dapatkan mereka melakukan hal tersebut? Apakah EVOS akan bangkit lagi di MPL ID musim berikutnya? Atau akan ada penantang baru?

Rex Regum Qeon Umumkan Kerja Sama dengan Layanan Streaming Nonolive

Pada hari ini, 1 Juli 2020, tim kenamaan Rex Regum Qeon mengumumkan kerja samanya dengan platform layanan streaming Nonolive. Nantinya secara ekslusif, layanan streaming dari Tiongkok tersebut akan menyajikan konten bersama dengan tim Rex Regum Qeon.

Sebagai perkenalan, Nonolive sendiri adalah perusahaan cabang dari douyu.com yang beroperasi di luar negeri. Sejak berdiri di tahun 2016, douyu.com sudah menyajikan begitu banyak konten gaming dan esports bagi penggemar di Tiongkok maupun internasional.

RRQ x Nonolive | via: RRQ
RRQ x Nonolive | via: RRQ

Joe Qiao, Chief Executive Officer Nonolive mengungkapkan, “Melalui kerja sama ini kami berharap bisa membangun komunitas gaming yang solid dan menjangkau lebih banyak gamers berbakat untuk dapat menunjukkan bakatnya melalui live streaming di platform Nonolive.”

Seiring dengan berjalannya waktu, Nonolive menjadi laman yang dituju untuk menikmati konten digital yang tidak terbatas pada pertandingan esports tetapi juga hiburan. Dengan melihat pertumbuhan pasar esports dan gaming, Nonolive berencana melakukan ekspansi yang lebih serius salah satunya adalah dengan bekerja sama dengan tim esports.

Menurut data yang pernah dirilis oleh Newzoo, diperkirakan esports akan terus berkembang dengan signifikan. Hal di atas membuat Nonolive semakin bersemngat unutk dapat mendukung dan berkembang bersama para gamers dan streamer di ranah esports Indonesia.

Selama ini Nonolive sudah bermitra dengan sejumlah besar content creator dari berbagai negara. Layanan streaming Nonolive sudah tersedia di 150 negara dan sudah memiliki hampir 50 juta active users.

via: Instagram teamrrq
via: Instagram teamrrq

Mengikuti kesuksesan tim RRQ, Nonolive berencana menjangkau penggemar esports yang ada di Indonesia. Penggemar tim RRQ yang solid dan tersebar hanpir di seluruh Indonesa adalah hal yang dipertimbangkan oleh Nonolive. Kehadiran RRQ di skena lokal bertambah kuat juga dengan raihan terakhir sebagai pemenang dari gelaran MPL Indonesia Season 5 di bulan April yang lalu.

“Saya bangga dan senang RRQ mendapat kepercayaan untuk bisa bekerja sama dengan Nonolive sebagai official live streaming partner. Semoga kerja sama ini bisa memberikan pengalaman dan konten-konten bermanfaat bagi para gamer semua, serta memajukan kedua belah pihak baik Nonolive maupun RRQ.” tukas Andrian Pauline Husen – Chief Executive Officer Team RRQ

 

Will RRQ’s MPL ID S5 Championship Title Do Any Good for MLBB Ecosystem? Mongstar and KB Responded

Amidst the pandemic situation, Mobile Legends Professional League Season 5 (MPL ID S5) has to hold their Playoffs online, without any offline event whatsoever. Even though I – like the other Indonesian esports Fans- have to feel the emptiness caused by the absence of festivity usually found in offline events, especially in an event with such magnitude of MPL Indonesia Final, it seems like the hype of MPL ID is still steadily high, or even getting higher.

According to Esports Charts, the “peak viewers” number of Grand Final MPL ID even reached 1 million viewers – a new record that has never been previously achieved. This is of course also thanks to the final match between two archnemesis in Mobile Legends Bang Bang (MLBB) esports scene: RRQ vs EVOS Esports.

The interesting fact is how the result was the exact opposite from last season’s Grand Final, because in this one RRQ took the victory home as the champion of MPL ID S5. The same match happened on the final bout of MPL ID S4, but EVOS excelled over their rival, bringing home the most prestigious MLBB Championship Trophy in Indonesia.

Aside from the difference of result, avid viewers of MLBB scene must also realize the big differences in the formation of EVOS Esports between S4 and S5.

Youth vs Senior

Hadiah kemenangan EVOS esports
Credits: MPL Indonesia

In S4, EVOS was still fronted by 3 seasoned players, namely Eko “Oura” Julianto, Yurino “Donkey” Putra, and Gustian “REKT”. The three players have been very well known in MLBB scene in Indonesia since its first season. They were also joined by two new players: Muhammad “Wann” Ridwan and Ihsan “Luminaire” Besari Kusudana.

On the contrary, in MPL Indonesia Season 5, REKT was the only senior player left in EVOS’ roster. This season, EVOS even fielded a player who played their first match in MPL ID in the last match, Raihan “Bajan” Delvino Ardy and Fahmi “Rexxy” Adam Alamsyah. Wann and Luminaire can be categorized as “veterans” because their name was already in the radar since Season 3, even though they just came under the spotlight on Season 4. But of course, they were still far less experienced than Oura and Donkey, or compared to the opposing side’s Lemon and LJ.

On the other side of the match, RRQ fielded their experienced players all the way to the end of the season. This season, RRQ became the victor thanks to the star-studded roster full of senior and seasoned players.

Muhammad “Lemon” Ikhsan and Joshua “LJ” Darmansyah have been well known as great players from their first season. They also officially joined the list of players with two MPL ID championship trophies. LJ was a part of TEAMnxl, the champion of Season 1, while Lemon also succeeded in bringing the trophy for RRQ in Season 2.

If we talk about players with more than one MPL championship, technically there are two more names: Afrindo “G” Valentino and Diky “TUTURU”. Unfortunately, Afrindo -who was part of the Season 1 Champion TEAMnxl- was never fielded even once in Season 4, despite being listed in EVOS’ roster. TUTURU, who was the Season 2 Champion with RRQ also has to stay in the bench during this season’s Playoffs.

Sumber: id-mpl.com
Credits: MPL Indonesia

Aside from LJ, TUTURU, and Lemon, Calvin “VYN” from RRQ is also an experienced player, who has been around since Season 2 of MPL ID – at that time with BOOM Jr. While the other player Rivaldi “R7” Fatah, despite a relatively short resume, has also collected “war experience” since Season 4. Previously, R7 was a well known player in Dota 2 scene in Indonesia.

M Zulkarnain “Wizzking” Zulkifli, who has to be benched by RRQ at the end of the season, also racked a whole bunch of valuable experience since his participation on Season 2 – previously known as Dugong from Saints Indo. This leaves Yesaya Omega “Xin” Armando Wowiling as the most junior member, having only surfaced on Season 3 of MPL ID with Star8.

Also, kudos to Mochammad “KB” Ryan Batistuta, who called himself “emelpedia” for providing me the information of the first appearances of the aforementioned players. Many, many thanks. I pray for you, so that you find your soulmate quickly. Hahahaha.

That’s why, the final match between EVOS and RRQ this time can be seen as the battle of “the youth” vs “the seniors”.

A lot of opinions said that RRQ’s final victory is largely thanks to the draft strategy in the fifth game, but I personally think there was a more fundamental reason: the experience of the players was the deciding factor between the two competitors.

Aside from considering how the ability to hatch strategy and draft are also parallel to experience, new players are also prone to tiny mistakes that they might not even realize, such as face-checking bush, not opening the area around objectives, or enjoying roaming alone a little bit too much, as what I observed the 2 new players from EVOS, Bajan and Rexxy, often did in the final match. Also, the final of MPL ID usually takes the format of Bo5, so a drafting mistake in one game is too shallow to be seen as the main reason of a loss from 5 games, in my two cents. Do remember that in Season 4 Evos defeated RRQ in a more convincing score: 3-1.

The formation of EVOS team this time can be seen as “scary”, seen by how they glided through to the final, defeating their opponents and proving themselves to be a worthy challenger. But RRQ is not a team that can be easily defeated, especially if we see the difference in experience, as I said before.

Clara “Mongstar” also agrees with me on this. “Winning experience played an important role (about RRQ clutching the championship of MPL ID S5). Said experience was what built the mentality and the teamwork. Their experience also proved useful for RRQ players to face and adapt any situation and condition that might arise in a game.”

Mongstar also added, “aside from individual skills which are above average, RRQ also showed that they are not hesitant to use strategies outside of Mobile Legends. Especially there is R7 with a tremendous amount of experience in Dota 2. RRQ demonstrated how they are the boldest team by daring to try something new in this season, paving their way to the championship.”

What is the Impact of RRQ’s title in MPL Indonesia Season 5 to the Ecosystem?

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
MPL ID S4. Photo by: Hybrid – Akbar Priono

Will RRQ’s victory in MPL ID S5 show a more positive impact to Mobile Legends Bang Bang (MLBB) esport ecosystem? Why do I ask such question?

Because, if we see, some of the star players from previous seasons have disappeared from MLBB esports scene. Hansen “Spade” Meyerson, who was put in the same list as TUTURU and REKT as the greatest Marksman, is nowhere to be seen. Edward “Eiduart” Tjahyadikarta who was said to be one of the best team leader, is also gone from MPL – even though he made his own esports team, Siren Esports. Thong “Fabiens” Valentin Andara who was also a senior player with a great reputation in the first seasons of MPL ID has also been absent for the last seasons.

Also, we see how LJ is the only MPL ID S1 champion who is still under the shining spotlight in this season. Supriadi “Watt” Dwi Putra is still a good competitor of the season, even though he was previously demoted to MDL (which we can say as the second-tier championship) in the beginning of the season. Fadhil “Rave” Abdurrahman and Agung “Billy” Tribowo are both still in RRQ but for the second-tier team, RRQ Sena, in MDL. Afrindo Valentino who was the team leader of the Season 1 champion TEAMnxl, as I previously said, did not even play once in MPL ID Season 4, though listed in the roster of EVOS.

With the huge number of senior star players disappearing from the highest level of MLBB competition, despite only reaching their peak in the past 1-2 year, is the career journey to become MLBB Esports professional player is not suitable for a long run? If the new players can easily replace a more seasoned and experienced player, does it not indicate how a career is short-lived and not for the long run?

Mobile Legends Profesional League
Spade on MPL ID Season 1. Sumber: MLBB via Facebook

One of the easiest and most relevant examples with today’s condition is the career as a YouTuber. There is no guarantee for experienced players to not be overshadowed in terms of popularity by a player with less experience. But, Youtube is putting popularity as the heaviest component – which sometimes does not reflect the capacity and quality. A career as a pro player should not rely on popularity only, seeing how capacity and quality needs a lot experience and playing time.

That’s the reason why such argument lingered in my head. Fortunately, EVOS with their 3 senior star players emerged victorious in Season 4. The same can be seen from RRQ, who in this Season 5 also honed their players with more experience to clinch the championship. At least, we can say how experience and playing time in competitive stages are still a plus point for the players – as long as they can manage and capitalize it well, such as by keeping updated with the gameplay development or honing their skills.

“It (the argument of the impact of RRQ’s championship) makes sense,” said KB when I asked for his opinion. “Moreover, I feel the same. I’m no longer a caster, I’m an analyst now. Hahaha…” Add KB. “But I personally think that if RRQ lost, it will raise the question why were they unable to capitalize on their experiences, making them lose to newer players who are hungrier for victory.”

Mobile Legends Profesional League
Shoutcasters of MPL ID S1. Credits: RevivalTV

In one hand, even though the senior players should have more experience that they can give them the upper hand, the new players have something up their sleeves as well (aside from the individual skill, of course). Newer players might have fresher points of view and bigger ambitions. Imagine this, if Lemon and LJ didn’t win this time, they will keep their stature as a formidable opponent to their competitors and as an idol to their fans. But the new players who haven’t hold the MPL trophy even once, like Bajan, Rexxy, or the roster of Bigetron (who were great in Regular Season S5) should have a stronger drive to be the champion for the first time.

But, newer players can also be quickly satisfied. At least that’s what KB said when I asked him about the decline on Bigetron’s performance from Regular Season to Playoff.

“In the other hand, if the newer players won the championship, it can also be a good ‘push’ to the spirit of other new players to join a higher, more serious competitive stage. Right now, with this condition, it can be a mental test for the young players. They who possess good mentality, can be more driven to defeat their seniors.” KB said, concluding our Whatsapp discussion.

Then what about Mongstar? She also proposed a similar opinion to KB. She thinks that whoever won will bring a good impact to the ecosystem of MLBB esports. “Senior players winning, like RRQ did, means that experience is an important factor as long as you can capitalize on it. If newer players won, that can provide bigger motivation to other new players, because it shows how they share the same opportunity,” said Mongstar who has been around the esports ecosystem since the revival era of Dota 2 esports in Indonesia the past few years.

MPL Indonesia Season 5
Mongstar on MPL ID S4. Credits: MPL Indonesia

To close her statement, Mongstar also added that a competition that brings less than positive impact to the ecosystem is a competition that has a “ruling dynasty”. “As long as the title of the champion changes owner often like this MPL, I thnk it’s still positive.”

Closure

The ecosystem of MLBB sports is still very dynamic. Even though RRQ is the champion of this season, their roster formation is very different from the one in their first champion season in MPL ID S2.

That being said, it is going to be interesting to see the transfer market of the next MPL ID, and the battle in competitive stage. The last two seasons, the winning teams of Mobile Legends Professional League (MPL) are the teams with at least 3 formidable senior players. Is this going to be the case with the next MPL ID S6? Or will the wave of new players crash upon the championship and render them champions? Let’s wait and see.

Header Source: Doc. MPL Indonesia. Original article is in Indonesian, translated by @dwikaputra

Antara Prestasi dan Konten Tim Esports, Mana yang Lebih Penting?

Memiliki tim esports papan atas mungkin menjadi salah satu mimpi besar dari para penggemar esports. Aktualisasi diri sebagai gamers terbaik, banyak uang, dan dikagumi banyak orang, jadi beberapa alasan kenapa punya tim esports menjadi hal yang diimpikan. Tetapi membangun organisasi esports bukanlah perkara yang mudah.

Nyatanya butuh modal yang besar untuk mencapai kejayaan tersebut. Misal jika Anda bercita-cita punya tim yang menjadi juara Dota 2 The International, Anda butuh modal pada kisaran ratusan juta rupiah untuk PC High-End, internet, gaji pemain, gaming house, dan berbagai tetek-bengek biaya operasional lainnya.

Namun, selain mengejar prestasi, konten mungkin bisa dibilang menjadi alternatif yang relatif murah-meriah untuk mengumpulkan modal. Kisah sukses ini sempat saya bahas saat menulis profil FaZe Clan, sebuah organisasi esports yang mengawali hidupnya sebagai clan hura-hura dengan channel YouTube berisikan sajian konten trickshot keren.

Pada sisi lain ada juga kisah sukses tim esports lain yang mengawali perkembangannya dari prestasi. Kisah sukses tersebut datang dari Team Liquid, yang sedari awal memang diciptakan sebagai clan gaming kompetitif, dan menuai sukses dari dominasinya di ragam skena esports di dunia.

Prestasi vs Konten, jadi juara atau menjaring exposure, apa sebenarnya resep membangun organisasi esports yang sukses? Berikut pembahasan saya.

Biaya Untuk Mengelola Sebuah Tim Juara

Mengumpulkan prestasi, mungkin jadi satu resep paling umum yang dilakukan organisasi esports untuk menjadi sukses. Contoh saja T1, yang selama tahun 2020 dapat banyak sekali sponsor karena prestasi, mulai dari Nike, Logitech G, sampai monitor Samsung. Memang sih, sepertinya agak muluk-muluk jika kita ingin seperti T1 yang juara dunia 3 kali berturut-turut di salah satu skena esports paling populer di dunia, League of Legends.

Supaya tidak kejauhan, mari kita coba intip dari kacamata lokal saja. Sebagai contoh kasus di skena lokal, saya menggunakan divisi AOV milik EVOS Esports, yang pencapaiannya mirip T1, cuma saja di tingkat nasional… Hehe.

EVOS AOV mencatatkan rekor juara 3 kali berturut-turut di turnamen tingkat nasional lewat gelaran AOV Star League Musim pertama, kedua, dan ketiga.

Kemenangan ini menjadi pundi-pundi pendapatan yang cukup besar bagi manajemen EVOS Esports. Tercatat EVOS AOV menerima Rp500 juta dari ASL Season 1 juga 2, dan Rp355 dari ASL Season 3. Jika hanya menghitung hadiah ASL saja, maka EVOS AOV sudah mengumpulkan pundi-pundi sebesar Rp1,3 miliar. Kami juga pernah menuliskan total pendapatan EVOS dari hadiah kemenangan selama tahun 2019.

Jumlah yang besar?

Sepertinya sih lumayan, tapi coba kita lihat berapa biaya operasional untuk mengelola tim tersebut. Untuk mengetahui hal ini, saya mewawancarai sahabat saya, Hilmy Khairy yang juga dikenal sebagai Hiruma, Deputy of Esports di EVOS Esports. Sebelum menempati jabatannya sekarang, ia merupakan manajer tim EVOS AOV.

Lalu saya bertanya, kira-kira berapa biaya operasional yang dibutuhkan oleh tim EVOS AOV? “Wah ini rahasia sih, tapi setiap bulan kurang lebih ada total puluhan juta rupiah dikeluarkan untuk operasional tim.” Jawabnya.

Lebih lanjut, Hilmy lalu menjelaskan apa saja biaya yang dikeluarkan oleh manajemen EVOS untuk mengelola divisi AOV. “Yang pasti gaji pemain dan staf, biaya gaming house, internet, pemeliharaan rumah, air dan listrik, serta biaya sehari-hari, dan biaya katering.”

Itupun belum semua, masih ada biaya-biaya tak terduga, yang biasanya muncul ketika tim tersebut menjalani pertandingan tatap muka. “Kalau tanding offline biasanya ada biaya tambahan, seperti uang transpor untuk datang ke menuju ke dan pulang dari event, ada juga cemilan untuk mood booster ketika tanding. Kalau hotel dan akomodasi untuk pertandingan di luar kota atau luar negeri biasanya ditanggung oleh penyelenggara acara.” Tambah Hilmy.

Dari apa yang dijelaskan, mari kita kira-kira berapa biaya operasional untuk tim seperti EVOS AOV. Pertama-tama, gaji pemain. Hilmy memang tidak memberikan angkanya, namun ia mengatakan bahwa gaji tim EVOS AOV bervariasi mulai dari lebih dari UMR sampai 2 kali UMR.

UMR Jakarta saat ini adalah Rp4.276.349.906, kita bulatkan jadi Rp4,3 juta. Supaya lebih mudah, anggap saja semua gaji pemain EVOS AOV adalah 2 kali UMR yang berarti Rp8,6 juta dikalikan 5 orang. Baru menghitung gaji saja, kita sudah menyentuh angka pengeluaran sebesar Rp43 juta setiap bulannya.

Ini kita belum menghitung biaya sewa gaming house, internet, listrik dan air, laundry, katering, serta operasional bulanan lainnya. Anggap saja, jika ditotal semua, angka kasarnya bisa mencapai kisaran Rp80 juta setiap bulan. Dengan angka tersebut setiap bulannya, maka biaya operasional dari tim juara seperti EVOS AOV adalah Rp960 juta per tahun.

Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
EVOS AOV saat memenangkan gelarn juara nasionalnya yang ketiga dalam gelaran ASL Indonesia Season 3. Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Angka yang cukup mengejutkan, apalagi pendapatan turnamen EVOS AOV dari turnamen AOV Star League cuma Rp1,3 miliar. Itupun didapatkan selama 3 musim yang berjalan selama satu setengah tahun. ASL Season 1 dan 2 diadakan pada tahun 2018, yang berarti EVOS AOV mendapatkan Rp1 miliar selama seathun dari turnamen.

Manajemen tim tidak mengambil semua hadiah turnamen, mereka hanya mengambil sebagian saja dari hadiah yang didapatkan. Hilmy menceritakan, organisasi esports punya sistem potongan hadiah yang bervariasi mulai dari 20% hingga 40%. Dengan asumsi EVOS menggunakan potongan yang terbesar, ini berarti manajemen hanya mendapat Rp400 juta saja. Jika hanya mengandalkan hadiah turnamen, sudah pasti manajemen tidak dapat menutup biaya operasional tahunan tim tersebut.

Tetapi memang pada kenyataannya pendapatan bagi organisasi esports sebesar seperti EVOS Esports tidak terbatas pada satu tim saja dan juga tidak berasal hanya dari satu muara saja. Pembahasan singkat tadi mungkin bisa menjadi gambaran yang sangat kasar, bahwa biaya operasional tim itu besar dan hadiah turnamen tidak dapat menutupnya.

Namun itu harusnya tidak masalah. Menurut asumsi saya, semua biaya yang dikeluarkan tersebut lebih bersifat investasi, yang timbal baliknya bisa sangat beragam bagi sang organisasi di masa depan nanti.

Mengintip Sumber Pemasukan Tim Esports

Sebelum kita melaju ke pembahasan berikutnya, mari kita bahas dulu, sebenarnya apa saja ladang bisnis dari tim esports. Memang sebenarnya asumsi bahwa organisasi esports hanya mengandalkan hadiah turnamen sebagai satu-satunya sumber pendapatan adalah penyederhanaan yang kelewatan. Mungkin hanya tim amatir atau semi-pro yang melakukan praktik seperti itu.

Organisasi esports sebesar seperti EVOS Esports, Rex Regum Qeon, BOOM Esports, atau Bigetron Esports, biasanya punya lebih dari satu sumber pendapatan. Bahkan, hadiah turnamen mungkin bukan dianggap sebagai sumber pendapatan, melainkan hanya bonus atas kerja keras yang dilakukan manajemen dan pemain saja.

Dalam sebuah artikel blog milik penasihat investasi asal Amerika Serikat, Roundhill Investment, disebutkan bahwa setidaknya ada 6 sumber pemasukan lain dari sebuah organisasi esports. Dalam artikel berjudul “How Esports Teams Make Money”, dikatakan bahwa sumber pemasukan organisasi esports termasuk sponsorship, advertising, merchandise, league revenue sharing, dan ticket sales.

Sponsorship mungkin jadi satu pemasukan terbesar. Anda pembaca setia Hybrid.co.id mungkin sadar akan hal ini. Berita soal sponsorship menjadi salah satu berita yang paling sering berseliweran di portal kami. Dari ekosistem lokal terakhir kali kita melihat EVOS disponsori oleh Lazada pada 15 April 2020 lalu. Dari ekosistem internasional biasanya lebih banyak lagi berita-berita sponsorship terhadap tim esports.

Mengutip data dari Newzoo, sponsorship ternyata memang sumber pemasukan terbesar esports, baik bagi organisasi esports atau penyelenggara turnamen esports. Menurut catatan sponsorship menyumbangkan pemasukan sebesar US$636,9 juta (sekitar Rp9,3 triliun) sampai Februari 2020 kemarin. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang terbanyak, dibanding sumber pemasukan lainnya.

Lalu penjualan merchandise. Ini juga menjadi satu sumber pemasukan yang menggiurkan, terutama jika tim esports tersebut punya derajat yang tinggi di dalam skena, dan dilengkapi dengan ragam rancangan busana yang mencerminkan personalita para penggemarnya.

Di luar negeri, FaZe Clan jadi organisasi esports yang giat menjalankan bisnis merchandise. Mereka bahkan dengan berani menyatakan ambisinya untuk menjadi Supreme-nya esports. Di Indonesia, EVOS jadi salah satu organisasi esports yang meraup cukup banyak dari bisnis merchandise. Menurut laporan terakhir, EVOS dikabarkan menerima Rp150 juta hanya dari penjualan merchandise selama M1 dan MPL ID Season 4.

Selanjutnya, bagi hasil kompetisi liga dan penjualan tiket mungkin jadi sumber pemasukan yang masih gelap di kancah lokal. Sejauh ini, belum ada pertandingan esports dalam negeri yang berhasil untung besar dari penjualan tiket. Sehingga kita masih belum bisa membahas penjualan tiket sebagai sumber pemasukan tim esports.

Lalu kalau soal bagi hasil, MPL Indonesia menerapkan sistem liga franchise pada musim keempat yang juga menerapkan sistem bagi hasil antara tim-tim yang berlaga.

Jumlahnya tidak diketahui, namun Senior Editor Hybrid Esports, Yabes Elia sempat berbincang dengan Chandra Wijaya, Managing Director ONIC Esports membahas buah investasi slot MPL ID Season 4. Jika Anda penasaran bagaimana dampak franchise league MPL ID S4 kepada aspek bisnis sebuah tim esports, Anda bisa menyaksikan video interview tersebut di bawah ini.

Dari semua beragam sumber pemasukan tim esports, bagaimana konten berperan dalam perkembangan tim esports? Mari kita bahas pada bagian berikutnya.

Konten Sebagai Sumber Pemasukan Tim Esports

Sebelum membahas lebih jauh, mari kita samakan persepsi terlebih terhadap apa yang dimaksud dengan konten. Dalam pembahasan ini, kita akan membatasi pembahasan konten kepada konten kanal media sosial Instagram, konten video kreatif pada platform YouTube, dan juga konten video live-streaming.

Dari sumber pemasukan tim esports yang kita bahas sebelumnya, pemasukan yang bisa didapatkan oleh konten mungkin bisa dibilang di dalam irisan pemasukan advertising dan juga sponsorship. Mengapa demikian? Karena sponsorship bisa menyertakan kerja sama konten di dalamnya dan konten juga bisa mendapat pemasukan khusus berupa advertising atau iklan brand dalam satu konten milik tim esports.

Jika kita berkaca kepada esports di luar negeri, FaZe Clan mungkin bisa dibilang menjadi contoh paling ideal dari bagaimana sebuah organisasi esports memanfaatkan konten sebagai sumber pemasukan mereka. Jika kita merujuk kepada situs analitik media sosial, Socialblade, kita bisa melihat bahwa channel YouTube milik FaZe Clan merupakan salah satu yang terbesar dalam kategori gaming. Tercatat channel YouTube FaZe Clan sudah di-subscribe oleh 7 juta orang dan bisa menghasilkan sampai dengan US$1,5 juta (sekitar Rp22 juta).

Namun estimasi penghasilan tersebut sebenarnya baru berasal dari Google AdSense saja. Terlebih, walau terlihat sangat besar, jumlah tersebut sebenarnya belum seberapa bagi organisasi esports yang, menurut Forbes, memiliki nilai valuasi sebesar US$240 juta (sekitar Rp3,5 triliun).

Walau secara estimasi pemasukan Google AdSense tidak sebegitu besar, namun sajian konten menghibur yang dinikmati oleh banyak orang dari FaZe Clan membuka peluang bisnis lain. Seperti yang saya sebut di awal, yaitu sponsorship dan advertising. Contoh nyata dari hal ini adalah kolaborasi antara FaZe Clan dengan Manchester City.

Dalam kerja sama Co-Branding tersebut dikatakan bahwa penggunaan jersey Manchester City dengan elemen brand Faze Clan menjadi salah satu hal yang dilakukan dalam kerja sama ini. Namun selain itu, ada juga kerja sama konten yang dilakukan oleh keduanya. Dengan jutaan view dari setiap konten yang diungga oleh FaZe Clan, tak heran jika sponsor berebut ingin dapat kesempatan berkolaborasi dengan organisasi esports yang mengawali perjalanannya dari Call of Duty tersebut.

Melihat industri gaming dan esports yang sedang “panas” belakangan. Tak heran jika berbagai brand, baik endemik dan non-endemik, ingin merebut perhatian sebagian dari seluruh penonton esports yang menurut Newzoo mencapai 495 juta orang di dunia.

Selain konten di YouTube, bidang lain yang tak kalah menjanjikan dari aspek konten bagi organisasi esports adalah live-streaming. Twitch sebagai platform yang paling menonjol dengan total waktu tonton mencapai 3 miliar jam pada Q1 2020 lalu, menjadi wadah terbaik bagi organisasi esports untuk menjangkau para penggemarnya.

Pada ekosistem esports luar negeri, tak heran jika kita melihat organisasi esports memiliki seorang streamer yang melakukan streaming dengan menggunakan nama organisasi tersebut. Team SoloMid misalnya, punya Ali Kabbani (Myth) sebagai kreator konten serta streamer untuk mewakili brand organisasi esports asal Amerika Serikat tersebut. FaZe Clan juga, yang dahulu memiliki Turner Tenney (tfue) sebagai streamer serta konten kreator andalan mereka, walaupun akhirnya ditinggal karena skandal kontrak yang eksploitatif.

Dari contoh kasus di atas, kita melihat bagaimana konten juga menjadi sumber pemasukan yang menjanjikan bagi organisasi esports. Lalu bagaimana dengan organisasi esports di Indonesia? Jika bicara live-streaming, satu perbedaan yang paling terasa adalah posisi Twitch yang tidak relevan bagi pasar gaming Indonesia.

Mengutip laporan Esports Markets Trend yang dirangkum oleh DSResearch pada September 2019 lalu, 84,6 persen dari 1.445 total responden masih memilih YouTube sebagai platform favorit untuk menonton konten gaming.

Untuk melihat peran konten bagi organisasi esports Indonesia, saya mengmbil contoh Rex Regum Qeon, yang punya kanal YouTube dengan 1,49 juta subscriber, salah satu yang terbanyak di Indonesia. Jika mengutip data Socialblade, channel milik salah satu tim esports papan atas Indonesia ini ternyata bisa menghasilkan paling banyak sebesar US$17,4 ribu (sekitar Rp258 juta) per bulan dengan total US$208,5 ribu (sekitar Rp3 miliar) per tahun dari Google AdSense.

Lucunya angka tersebut ternyata bersaing dengan total hadiah kemenangan yang didapat RRQ sepanjang tahun 2019 yang setidaknya mencapai Rp5,7 miliar. Apalagi, seperti yang sudah kita bahas di awal artikel tadi, tim esports biasanya tidak mengambil semua hadiah turnamen, melainkan paling banyak hanya 40% bagian saja.

Jadi, jika dengan asumsi RRQ memotong 40% bagian dari hadiah turnamen yang didapat pemain, manajemen RRQ berarti hanya menerima Rp2,2 miliar, Rp800 juta lebih kecil dibanding dari pendapatan Google AdSense YouTube Channel yang mereka miliki.

Lalu bagaimana soal pengeluaran untuk membuat konten? Gaji untuk seorang streamer bisa jadi lebih mahal atau lebih murah ketimbang gaji yang dibutuhkan untuk satu tim esports. Anggaplah tadi gaji untuk tim AOV untuk EVOS ada di kisaran Rp43 juta sebulan atau gaji minimal untuk tim MPL ID adalah Rp45 juta sebulan (Rp7,5 juta x6), nominal ini juga bisa jadi sama besarnya untuk membayar gaji bulanan streamer beserta tim produksinya (video editor, videografer, dkk.). Belum lagi jika kita berbicara soal alat-alat yang dibutuhkan, seperti kamera, webcam, PC untuk editing video. Modal awal untuk kebutuhan peralatan tadi mungkin saja mencapai Rp50-100 jutaan untuk sebuah kanal konten video. Untungnya, modal untuk peralatan ini mungkin memang tidak rutin — kecuali setiap bulan banting kamera.

Meski pengeluaran untuk tim esports dan tim kreator konten bisa jadi sama besar atau bahkan lebih mahal tim konten-nya (tergantung dari prestasi para pemain tim esports-nya), satu hal yang tak bisa dipungkiri adalah membangun tim juara itu mungkin lebih sulit dilakukan ketimbang membangun tim konten yang populer.

Sumber: PUBG Mobile Esports
Sumber: PUBG Mobile Esports

Kenapa? alasannya ada 2. Pertama, industri konten sudah jauh lebih matang dan tua ketimbang industri esports. Para profesional yang piawai merekam video atau mengedit bisa ditemukan dari industri-industri hiburan di luar esports. Demikian juga peralatannya. Misalnya, Anda bisa saja menemukan setiap komponen untuk merakit desktop PC kelas proletar sampai kelas sultan di Indonesia. Sedangkan di esports, para pemain yang masuk di kategori papan atas masih sangat terbatas. Demikian juga dengan pelatihnya, misalnya. Anda tidak bisa merekrut pelatih sepak bola untuk melatih tim Dota 2 dan berharap ia bisa dengan mudah beradaptasi — tidak seperti videografer atau video editor dari industri hiburan di luar esports.

Alasan kedua kenapa membangun tim juara lebih sulit karena memang caranya cuma satu; yaitu memiliki kemampuan yang hebat agar bisa jadi juara. Kemampuan ini kemungkinan besar tidak akan bisa didapat dengan cara instan. Kekompakan tim saat bertanding juga demikian.

Sedangkan popularitas konten? Ada banyak cara untuk bisa mencari popularitas. Para streamer perempuan bisa saja memanfaatkan eksplorasi tubuh dan wajah. Faktanya, wajah cantik ataupun bodi ciamik bisa didapatkan dengan mudah — jika Anda beruntung dalam undian genetik. Ada juga streamer yang lebih suka memanfaatkan perilaku menyimpang dan kata-kata kasar untuk memancing popularitas. Kenyataannya, popularitas itu memang seringnya tidak berbanding lurus dengan kapabilitas. Anak kecil makan bakso saja bisa jadi populer tanpa perlu ribuan jam berlatih layaknya tim esports. Sebaliknya, Anda tidak bisa jadi juara kompetisi hanya dengan menunjukkan belahan dada — kecuali mungkin memang kompetisinya soal itu…

Batasan etika dari definisi juara itu memang jauh lebih sempit, ketimbang populer. Faktanya, organisasi esports juga memanfaatkan gadis-gadis cantik untuk mendulang popularitas — yang sebelumnya juga pernah kami bahas.

Kesimpulan

Melalui pembahasan yang telah kita lakukan, kita setidaknya bisa mendapat gambaran kasar, apa yang bisa didapatkan organisasi esports atas prestasi yang mereka kejar dan konten-konten kreatif yang mereka produksi.

Jadi, prestasi atau konten? Sepertinya keduanya seperti dua sejoli yang tak terpisahkan dan saling melengkapi dalam proses perkembangan sebuah organisasi esports.

Toh tim yang berat ke konten seperti FaZe Clan, pada akhirnya juga berambisi menjadi juara, sampai-sampai rela keluar US$700.000 pada tahun 2016 hanya untuk membeli roster CS:GO. Team Liquid yang gencar mengejar prestasi juga tetap membuat konten agar mereka tetap eksis di dunia maya.

Bahkan RRQ yang punya orientasi menjadi juara, tetap memanfaatkan popularitas atas kemenangan mereka sebagai konten agar tetap menghasilkan pundi-pundi untuk membantu membawa RRQ kepada kesuksesan.

Apalagi, faktanya, membangun tim juara itu tetap butuh waktu yang panjang — setidaknya tidak sesingkat menemukan gadis-gadis berparas menarik ataupun streamer yang lucu dan kontroversial.

Esports Selama Pandemi: Tanpa Keramaian dan Penuh Tantangan

Belakangan, ekosistem esports sedang menunjukkan perkembangan yang begitu pesat. Menurut proyeksi Newzoo, esports sebenarnya bisa berkembang menjadi bisnis senilai US$1,1 miliar (sekitar Rp16 triliun) pada tahun 2020 ini. Proyeksi tersebut merupakan pertumbuhan 15,7% dari tahun 2019 yang diperkirakan memiliki nilai sebesar US$950,6 juta (sekitar Rp14 triliun).

Tetapi apa mau dikata, pandemi COVID-19 yang bibitnya sudah dimulai sejak 31 Desember 2019 kini melanda dunia. Dampak pandemi ini pada akhirnya menjadi semakin parah saat memasuki pertengahan tahun 2020. Untuk menekan laju persebaran virus, pemerintah di berbagai negara menerapkan pembatasan perjalanan luar negeri serta pembatasan fisik yang ketat.

Hal tersebut secara langsung berdampak kepada ekonomi dan juga ekosistem banyak industri. Selain industri olahraga, esports yang juga kerap mengumpulkan massa dalam jumlah besar di satu tempat juga jadi terpaksa menghentikan banyak aktivitasnya. Awal WHO menetapkan COVID-19 sebagai pandemi, banyak turnamen internasional yang seharusnya diselenggarakan tatap muka jadi dibatalkan.

Namun esports masih punya nyawa, pertandingan esports masih bisa dilakukan secara online, yang membuat industri ini masih tetap berdenyut walau pandemi membuat ekonomi melambat. Namun ini membuat esports selama pandemi tetap harus berjalan dengan berbagai tantangannya.

Membahas ini, saya berbincang dengan beberapa elemen ekosistem lokal. Ada Moonton yang diwakili Reza Ramadhan selaku Head of Broadcast and Content sebagai wakil dari elemen penyelenggara turnamen esports, Andrian Pauline CEO RRQ dari elemen organisasi esports, dan Palson Yi selaku Marketing Director Realme Indonesia dari elemen sponsor ekosistem esports.

Mari simak perbincangan saya dengan beberapa elemen tersebut membahas bagaimana industri esports berjuang selama pandemi terjadi.

Ketika Format Pertandingan Berubah Menjadi Online

Bisa berjalan secara online tidak serta-merta membuat esports tetap perkasa selama pandemi. Berhubung pertandingan dilakukan secara online di gaming house masing-masing peserta, ada hal-hal yang tak bisa dikendalikan oleh penyelenggara. Tak heran jika penyelenggaraan kompetisi online sarat tantangan, baik dari segi teknis atau dari segi sportivitas turnamen.

Mobile Legends Professional League Season 5 adalah salah satu turnamen esports yang terdampak akan hal ini. Setelah kurang lebih 4 pekan pertandingan berjalan secara offline, MPL ID Season 5 secara bertahap membatasi interaksi sosial sejak dari bulan Maret.

Mulai pekan 5, MPL ID Season 5 berjalan dengan tanpa penonton. Seiringan dengan penerapan protokol Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), MPL ID akhirnya diselenggarakan secara fullonline, menyisakan tim broadcast dan para shoutcaster saja di studio MPL Indonesia pada pekan ke-7.

Reza menjelaskan, alasan utama MPL ID diselenggarakan sepenuhnya secara online adalah karena mengikuti anjuran pemerintah. “Sehingga pada waktu itu kami memutuskan untuk menjalankan MPL ID Season 5 sepenuhnya online. Jadi hanya menyisakan crew broadcast dan shoutcaster saja di studio MPL, itupun jumlahnya sangat kami batasi.”

Karena perubahan format yang dilakukan MPL ID Season 5, tentu saja tim peserta juga jadi kena akibatnya. Rex Regum Qeon (RRQ) salah satu tim peserta MPL ID Season 5 menjadi salah satu yang terdampak.

Andrian Pauline Husen (AP), CEO RRQ menceritakan walau perubahan ini membatasi dan memaksa banyak pihak harus melakukan adaptasi hidup namun AP dan manajemen RRQ mengaku masih mensyukuri keadaan.

“Sebetulnya lumayan bersyukur karena pertandingan esports masih bisa dilakukan secara online. Walau tidak bisa menikmati riuh-rendah dukungan penggemar RRQ secara langsung, namun berhubung pertandingan masih bisa dilakukan secara online, jadi kami masih bisa memberi sajian permainan kami kepada pecinta esports tanah air.” Cerita sosok yang kerap disapa pak AP.

Sumber: Andrian Pauline via Instagram
Andrian Pauline, CEO dari tim RRQ. Sumber: Andrian Pauline via Instagram

Lebih lanjut, AP menjelaskan bahwa perubahan ini tidak terlalu banyak berdampak kepada cara kerja manajemen dalam mengasuh pemain-pemain RRQ yang harus bertanding.

“Dari RRQ dampaknya tidak terlalu signifikan secara alur kerja. Paling, apa yang dilakukan manajemen adalah menerapkan peraturan pembatasan mobilitas pemain. Jadi mereka tidak boleh keluar gaming house seenaknya, hanya jika ada urusan yang penting dan mendesak saja.” Tambah AP.

Namun AP menceritakan, bahwa keadaan ini sedikit banyak juga tetap berdampak kepada para pemain. “Keadaan ini memang lumayan membuat stress banyak pihak, termasuk pemain-pemain RRQ. Tapi untungnya masih bisa disiasati dengan melakukan aktivitas hiburan contohnya dengan membuat konten. Kalau bicara motivasi pemain bisa dibilang tidak terlalu banyak berpengaruh, karena kami tetap fokus latihan seperti biasa.”

Menyajikan Esports Secara Online Dengan Segala Keterbatasannya

Manajemen dan cara kerja, mungkin bisa dibilang jadi satu perubahan yang masih bisa dikendalikan oleh pihak terkait. Dengan adaptasi yang tepat, walau keadaan memaksa pertandingan esports jadi diselenggarakan online, semuanya bisa kembali berjalan normal dengan beberapa perubahan.

Namun perubahan ini memberikan tantangan baru bagi esports. Dalam pertandingan online, internet sebagai elemen krusial, menjadi tantangan paling berat bagi semua pihak. Jika bermain game online secara casual, sedikit lag atau disconnect mungkin tidak jadi masalah. Tetapi jadi beda cerita jika kita bicara bermain game dalam pertandingan esports, lag walau sedikit sekalipun tidak bisa ditolerir, apalagi disconnect.

Masalah ini pun seperti buah simalakama bagi para penyelenggara turnamen esports, karena mereka tidak terlalu banyak bisa mengendalikan hal ini. Dalam pertandingan tatap muka, semua pemain menggunakan satu internet yang sama yang disediakan oleh penyelenggara.

Tetapi dalam pertandingan online yang dilakukan tim peserta di gaming house masing-masing, kemampuan koneksi internet jadi sangat bervariasi, tergantung lokasi gaming house masing-masing peserta. Ini tentu menjadi masalah besar yang sulit untuk diatasi oleh penyelenggara.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Ajie Zata
Reza Ramadhan, Head of Broadcast and Content of Moonton. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Ajie Zata

“Gue setuju banget bahwa masalah internet ini adalah yang paling sulit untuk diatasi.” Reza membuka pembahasan. “Karena ada banyak pihak yang terdampak ketika pertandingan dilakukan dari gaming house masing-masing, dan salah satu internet pemain bermasalah. Jadi kami selaku penyelenggara harus memutar otak untuk menjaga kenyamanan, serta mencari jalan tengah terbaik agar para tim dan juga para penonton bisa tetap nyaman.”

Maka dari itu, butuh tindakan mitigasi jika ada masalah terjadi baik itu internet atau masalah lain. Reza lalu menceritakan beberapa bentuk tindakan penanggulangan yang dilakukan oleh MPL ID Season 5, jika ada masalah koneksi terjadi saat pertandingan sedang berlangsung.

Salah satu caranya adalah dengan mewajibkan manajer tim bersiap siaga di dalam voice channel Discord. Lalu alur komunikasi juga dibuat menjadi satu pintu melalui sang manajer.

“Jadi manajer tim harus standby dengan salah satu perwakilan dari tim broadcast. Kalau ada salah satu anggota tim mengalami kesulitan koneksi, perwakilan broadcast akan segera memanggil manajer, lalu melakukan tindakan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, pause permainan contohnya.” Reza menceritakan.

Sumber: Youtube Mobile Legends Bang-Bang
Tampilan pause game sudah menjadi pemandangan yang umum selama MPL ID Season 5 diselenggarakan secara online mulai pekan 7 hingga babak Grand Final. Sumber: Youtube Mobile Legends Bang-Bang

Lebih lanjut Reza juga menjelaskan sedikit soal peraturan pause di MPL ID Season 5 selama pertandingan dilakukan secara online. “Ketika ada satu masalah, setiap tim diperkenankan untuk melakukan pause, dengan total durasi pause maksimal 5 menit dalam satu kali pertandingan. Selain itu, hanya manajer yang boleh bicara selama pause berlangsung. Sesama pemain tidak diperkenankan berdiskusi selama pause, dan mereka diawasi percakapannya, demi mempertahankan pertandingan yang adil dan sportif.”

Jika pihak penyelenggara sudah berusaha habis-habisan untuk menanggapi masalah internet yang terjadi, lalu bagaimana dari pihak tim peserta? AP lalu menceritakan bahwa pihak manajemen RRQ juga melakukan tindakan pencegahan selama pertandingan berjalan, terutama dari sisi teknis internet.

“Saat babak Playoff kami melakukan tindakan tambahan untuk mencegah terhentinya pertandingan karena internet. Untuk itu kami melakukan dua hal, yaitu mempersiapkan internet cadangan dan juga meminta satu orang teknisi dari provider internet yang kami gunakan untuk siap siaga di gaming house divisi Mobile Legends kami.” AP menjelaskan. “Tapi sejauh ini internet tidak terlalu jadi masalah dalam pertandingan online yang kami lakukan, soalnya internet milik Biznet (sponsor tim RRQ) sudah mumpuni… Haha.” Ucap AP seraya bercanda.

Selain internet, masalah kedua yang menghadang turnamen esports saat diselenggarakan secara online adalah soal sportivitas. Ketika turnamen diselenggarakan secara remote, dan pemain bermain dari gaming house masing-masing, kecurangan tentu jadi rentan terjadi karena para pemain bisa lebih leluasa melakukan berbagai macam hal.

Moonton selaku penyelenggara turnamen sudah mempersiapkan semua rencana dari A sampai Z, untuk mencegah berbagai hal yang terjadi. Bahkan salah satunya Moonton juga menyiapkan CCTV yang merekam ruangan tempat pemain bertanding, untuk mengawasi perbincangan, serta gerak gerik pemain. Lalu bagaimana dari sisi manajemen tim peserta?

Sumber: Youtube Mobile Legends Bang-Bang
Menunjukkan layar HP ke CCTV merupakan salah satu peraturan yang diterapkan Moonton untuk menjaga sportivitas selama MPL ID Season 5 diselenggarakan secara online. Sumber: Youtube Mobile Legends Bang-Bang

“Kami selalu berusaha untuk selalu patuhi peraturan, dan para pemain juga memang ingin menunjukan yang terbaik dengan cara-cara yang sportif dan jujur.” Cerita AP soal bagaimana nilai sportivitas menjadi yang utama di dalam tim RRQ.

Tapi walau pihak Moonton dan tim peserta sudah melakukan yang terbaik untuk menjaga integritas kompetisi, kontroversi turnamen online tetap sulit dihindari. Terkadang penonton punya kecurigaaan berlebihan, karena turnamen online dianggap lebih rentan menciptakan kecurangan. Terlebih jika terjadi satu kejadian yang dianggap tidak biasa.

Satu yang kejadian yang sempat ramai diperbincangkan adalah pertandingan antara Bigetron Alpha vs AURA Esports di pekan 8 MPL ID Season 5. Kisruh ini terjadi karena Bigetron Alpha mengalami masalah teknis berupa bug. Awalnya Bigetron Alpha hanya melakukan pause, tapi akhirnya rematch terpaksa dilakukan, namun dengan hero berbeda. Keadaan ini dianggap janggal oleh penonton, karena pertandingan sudah berjalan selama 8 menit 28 detik.

Reza menjelaskan bahwa sebelum pertandingan, Moonton sudah melakukan meeting dengan para manajer untuk mendiskusikan berbagai aturan. Peraturan itu juga sudah disetujui oleh banyak pihak. Kontroversi Bigetron Alpha vs AURA Esports sendiri sebenarnya sudah ditanggapi dengan benar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Namun seperti apa yang saya sebut di atas, pertandingan online secara tidak langsung mengundang ketidakpercayaan penonton, dan itu menjadi salah satu tantangan dari format kompetisi seperti ini.

Patrick Christian selaku manajer tim Bigetron Alpha sempat menjelaskan kronologi kejadian ini kepada saya dalam sesi bincang-bincang Hybrid Talk. Jika Anda penasaran, saya sematkan percakapan saya dengan Patrick, yang bisa Anda saksikan pada video di bawah ini.

Dengan segala keterbatasan, sajian pertandingan online MPL ID Season 5 akhirnya berjalan lancar. Selama pertandingan, penonton mungkin sedikit jemu karena banyak kejadian pause yang tak terhindarkan. Namun animo penonton terhadap MPL ID Season 5 tetap tinggi. Mengutip Esports Charts, jumlah penonton terbanyak selama MPL ID Season 5 adalah sebanyak 1.163.007, dengan total 26.809.501 juta jam konsumsi konten.

Lalu, bagaimana cara para penyelenggara turnamen bisa menyajikan sajian esports yang menarik, walau format pertandingan online hadir dengan segala keterbatasannya?

Tantangan Konten, dan Relasi Sponsor Dengan Esports Selama Pandemi

Selain tantangan dari segi teknis, tantangan lain yang dihadapi oleh esports semasa pandemi adalah dari segi konten dan sponsor. Dengan semua dilakukan secara remote, penyelenggara harus putar otak mencari cara agar sajian konten bisa tetap menarik walau cara menyajikannya terbatas selama masa pandemi ini.

Reza sebagai Head of Broadcast and Content di Moonton mengakui, bahwa menyajikan tayangan esports yang menarik menjadi lebih menantang semasa pandemi ini. “Untungnya kami sudah memiliki video dan footage yang diambil saat pertandingan offline Regular Season MPL ID Season 5 berjalan. Jadi konten tersebut masih bisa kami gunakan, contohnya sebagai pengganti entrance pemain sebelum mulai pertandingan.” ucap Reza.

“Selain dari itu, supaya tayangan esports tetap menarik saya juga bereksperimen membuat konten support message. Kami mencoba menghubungi orang terdekat dari para pemain, meminta mereka merekam pesan untuk para pemain. Saya merasa bersyukur, ide tersebut ternyata disambut dengan baik, sehingga para orang tua ataupun orang terdekat mau meluangkan waktu untuk memberikan pesan.” Tambah Reza.

Tantangan lain yang juga dihadapi bisnis esports selama pandemi adalah soal sponsor. Hal ini sebenarnya menarik, karena pada satu sisi masyarakat getol mengkonsumsi tayangan esports sebagai sarana hiburan selama isolasi diri. Namun di sisi lain sponsor dan brand cenderung mengurangi budget marketing mereka, agar bisa tetap bertahan menghadapi keadaan serba tidak pasti ini.

Sebelumnya, saya sempat membincangkan ini bersama dengan Irliansyah Wijanarko, Chief Growth Officer RevivalTV dan Tommy Bambang, Chief Communication Officer INDOESPORTS. Pada awal perbincangan, mereka berdua bercerita bagaimana pandemi sedikit banyak berdampak kepada RevivalTV dan INDOESPORTS.

“Selama masa pandemi ini keadaan memang lebih berat, karena dampaknya dirasakan oleh jajaran tim mulai dari atas sampai bawah. Terlebih, keadaan ini tidak hanya berdampak kepada esports, tapi juga rekan-rekan dari esports company seperti INDOESPORTS. Jadi kita harus lebih putar otak untuk cari celah agar bisnis tetap lancar.” Tommy Bambang menjelaskan.

“RevivalTV juga cukup goyah menghadapi keadaan ini, melakukan adaptasi di sana dan sini, mencari produk yang bisa dijual kepada para brand. Tapi memang walau esports bisa tetap berjalan secara online, kenyataannya para brand juga sedang saving money. Jadi kita harus pintar mencari celah bisnisnya.” Tambah Irli.

Membahas soal ini saya juga bicara dengan Palson Yi, Marketing Director Realme Indonesia. Realme beberapa waktu lalu menjadi sponsor untuk gelaran esports, terutama Mobile Legends. Tahun lalu mereka mensponsori MSC 2019 di Filipina. Tak hanya itu, mereka juga menjadi sponsor utama dari gelaran MPL ID Season 5 2020 .

Senada dengan apa yang dikatakan Irli, Palson Yi menjelaskan strategi Realme dalam mensponsori memang acara esports. “Tentunya kami akan lebih strategis dalam memilih acara esports yang tepat. Maka dari itu kami hanya memilih acara esports yang memanjakan komunitas game anak muda, serta penggemar esports di Indonesia untuk menikmati kompetisi yang seru, adil, serta acara esports yang memilki pengalaman yang sejalan dengan slogan kami yaitu semangat Dare-to-Leap.”

Ini menjadi pilihan yang wajar bagi Realme sebagai sponsor, apalagi perubahan pertandingan esports dari offline ke online, sedikit banyak mengorbankan beberapa hal. “Karena pertandingan berubah dari offline menjadi online, kami jadi mengorbankan beberapa hal ketika menjadi sponsor acara esports, salah satunya adalah kesempatan memberikan experience langsung kepada penggemar untuk bermain game menggunakan seri smartphone terbaru dari kami.” Ucap Palson Yi.

Sumber: Twitter Realme Indonesia
Palson Yi, Marketing Director Realme Indonesia. Sumber: Twitter @realmeindonesia

“Namun perubahan ini mendorong kami untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk tetap menyampaikan pesan kepada potential customer melalui aktivitas online yang sudah didiskusikan.” Palson Yi menjelaskan lebih lanjut.

Reza lalu menambahkan, bahwa MPL juga jadi menambahkan beberapa segmen khusus untuk sponsor agar exposure para sponsor tetap terjaga. Video advertising mungkin sudah jadi hal yang biasa dilakukan dalam kerja sama sponsorship. Namun selain itu Reza bercerita bahwa mereka juga melakukan konten interaktif dengan para fans yang melibatkan sponsor, sebagai cara agar sponsor tetap mendapat porsinya tersendiri di dalam gelaran MPL.

Masih soal sponsor, Andrian Pauline juga turut menjelaskan kasus relasi sponsor dengan ekosistem esports dari perspektif RRQ sebagai organisasi esports. AP menceritakan, bahwa RRQ juga turut menerima dampak peningkatan konsumsi masyarakat terhadap konten esports.

“RRQ mungkin sedikit diuntungkan karena kemarin juara MPL ID Season 5, jadi lumayan bagus peningkatan engagement media sosial kami… Haha.” Ucapnya kembali sembari bercanda. “Tapi kenaikan engagement bukan berarti secara langsung memudahkan kita mendapat sponsor. Pada masa pandemik ini, sponsor jadi berpikir 3 kali sebelum masuk ke esports, karena mereka harus menata ulang semua rencana mereka dari awal.”

Lalu apakah RRQ kena dampak akan hal tersebut? AP menjelaskan bahwa hingga saat ini tidak ada satupun sponsor dari tim RRQ yang undur diri ataupun mengubah kesepakatan. “Jadi belum bisa dibilang bahwa RRQ mengalami kerugian secara bisnis gara-gara pandemi. Sejauh ini yang terjadi hanya diskusi ulang saja dengan sponsor. Karena keadaan seperti ini, beberapa kegiatan yang sudah kita rencanakan dari awal tahun jadi harus diubah untuk menyesuaikan dengan keadaan, dan agar tetap engaging bagi sponsor.” Tutup AP.

Tak bisa dipungkiri bahwa pandemi ini memberi dampak yang lebih besar dari apa yang kita bayangkan. Anda para penggemar saat ini mungkin bisa dengan santai menonton tayangan pertandingan esports dari rumah. Tapi nyatanya tayangan yang Anda tonton tersebut datang dari perjuangan para pelaku bisnis esports yang menghadapi banyak sekali tantangan selama masa pandemi ini.

Namun demikian, baik Anda para pembaca, saya, para pelaku bisnis esports, dan juga rekan-rekan sponsor yang terlibat mungkin setuju akan satu hal di dalam pembahasan ini. Bahwa kita semua rindu akan gemuruh para penonton, rindu berteriak mendukung tim atau pemain kesayangan, dan rindu bertemu kawan-kawan komunitas saat mendatangi laga esports offline.

Mari kiat berdoa agar pandemi segera mereda, keadaan bisa berangsur membaik, agar kita semua bisa kembali beraktivitas dengan normal, dan bisa kembali menikmati esports seperti bagaimana mestinya.

RRQ Lepas Semua Pemain Tim MDL S1 Mereka

RRQ melepaskan semua anggota dari salah satu tim Mobile Legends mereka. Melalui Facebook dan Instagram, RRQ mengucapkan selamat tinggal pada lima anggota RRQ Sena, yaitu Agung “Billy” Tribowo,  I Gusti Ngurah Agung Duva aka Rocket, Bintang “Binx” Pamungkas, Fadhil “Rave” Abdurrahman, dan Rusman “Rusman” Hadi.

RRQ Sena merupakan tim akademi yang berlaga di Mobile Legends Developmental League (MDL), liga kasta kedua untuk game Mobile Legends. RRQ Hoshi yang berlaga di Mobile Legends Professional League Indonesia Season 5 (MPL ID) berhasil menjadi juara. Sayangnya, RRQ Sena tidak dapat memberikan performa sama baiknya.

Sepanjang regular season MDL, dari 13 pertandingan, RRQ Sena hanya bisa memenangkan 5 pertandingan dan kalah pada 7 pertandingan lainnya. Secara keseluruhan, poin agregat yang didapatkan RRQ Sena adalah -4. Meskipun begitu, mereka masih bisa maju ke babak playoff dari MDL. Sayangnya, mereka harus kalah di babak pertama playoff dengan skor 0-2 ketika melawan Victim Esports.

RRQ Sena
Hasil pertandingan regular season dari MDL. | Sumber: Situs resmi MDL

Di dunia esports Indonesia, regenerasi pemain adalah salah satu masalah yang harus dihadapi. Untuk mengatasi masalah ini, Moonton memutuskan untuk mengadakan MDL. Seperti namanya, tujuan dari MDL adalah untuk memberikan kesempatan pada tim Mobile Legends kelas dua agar mereka bisa mengasah kemampuan mereka. Dengan begitu, diharapkan akan muncul talenta-talenta baru.

MDL diikuti oleh 12 tim. Delapan di antaranya merupakan tim akademi dari organisasi esports yang berlaga di MPL. Sementara 4 tim lainnya masuk ke MDL setelah lolos dari babak kualifikasi. Menariknya, tim-tim yang lolos babak kualifikasi justru menampilkan permainan yang sangat baik dalam MDL. Victim Esports adalah salah satu tim yang masuk ke MDL melalui jalur kualifikasi. Dalam regular season, mereka duduk di posisi 3 dengan 9 kemenangan dan 3 kekalahan. Mereka bahkan berhasil keluar sebagai juara.

Sementara itu, RRQ adalah salah satu organisasi esports terbesar di Indonesia. Walau didirikan pada 2013, RRQ baru ditangani secara profesional pada 2017. Sejak saat itu, RRQ telah memenangkan berbagai turnamen, baik di tingkat nasional maupun internasional. Pada tahun 2019, total hadiah turnamen yang mereka menangkan mencapai setidaknya Rp5,7 miliar.

Sumber header: Facebook

Apakah RRQ Juara MPL ID S5 Lebih Baik Bagi Ekosistem MLBB? Ini Jawaban Mongstar dan KB

Di tengah-tengah pandemi, Mobile Legends Professional League Season 5 (MPL ID S5) jadi harus menggelar babak Playoffs mereka tanpa tatap muka alias online. Meski saya dan para penggemar esports Indonesia harus merasakan kehampaan dengan absennya gempita langsung di venue yang biasanya ditawarkan oleh Grand Final MPL Indonesia, nampaknya hype MPL ID masih terus terjaga dan bahkan meningkat.

Menurut Esports Chartspeak viewers Grand Final MPL ID bahkan mencapai angka 1 juta penonton– rekor baru yang belum pernah dicapai sebelumnya. Hal ini juga terjadi berkat partai pamungkas antara rival abadi di skena esports Mobile Legends Bang Bang (MLBB), RRQ melawan EVOS Esports.

Menariknya, hasil pertandingan tersebut berbanding terbalik dari Grand Final musim sebelumnya karena RRQ yang berhasil jadi juara MPL ID S5. Di MPL ID S4, partai final juga menyajikan pertarungan antara RRQ dan EVOS. Namun kala itu, EVOS yang berhasil membawa pulang piala MLBB paling bergengsi di tingkat nasional

Selain hasil pertandingan yang berbeda tadi, buat yang mengikuti skena MLBB juga pasti menyadari ada perbedaan besar di formasi EVOS Esports antara S4 dan S5.

Antara Pemain Muda Melawan Pemain Senior

Hadiah kemenangan EVOS esports - MPL Indonesia Season 5
Formasi EVOS di MPL ID S4. Sumber: MPL Indonesia

Di S4, EVOS masih digawangi oleh 3 pemain senior jagoan yaitu Eko “Oura” Julianto, Yurino “Donkey” Putra, dan Gustian “REKT”. Ketiga pemain tersebut sudah malang melintang di dunia persilatan MLBB sejak MPL Indonesia Season 1. Ketiganya juga mengawal dua pemain baru Muhammad “Wann” Ridwan dan Ihsan “Luminaire” Besari Kusudana

Sebaliknya, di MPL Indonesia Season 5, hanya REKT pemain senior yang tersisa di roster EVOS. Di musim ini, EVOS bahkan menggunakan pemain yang benar-benar baru mencicipi MPL ID di partai terakhir mereka yaitu Raihan “Bajan” Delvino Ardy dan Fahmi “Rexxy” Adam Alamsyah.  Wann dan Luminaire mungkin bisa dibilang cukup senior karena sudah terdeteksi namanya di Season 3 meski memang baru bersinar di Season 4. Namun tentu pengalamannya masih kalah jauh dibanding Oura dan Donkey tadi ataupun dibanding Lemon dan LJ di kubu sebelah.

Di seberangnya, RRQ justru menggunakan pemain-pemain kawakan sampai akhir musim. Di musim ini, RRQ jadi juara bersama dengan banyak pemain senior di dalamnya. 

Muhammad “Lemon” Ikhsan dan Joshua “LJ” Darmansyah adalah pemain tangguh sejak Season 1. Keduanya juga resmi menjadi 2 pemain yang berhasil memboyong piala MPL ID 2x sepanjang sejarah. LJ sebelumnya jadi juara bersama TEAMnxl di Season 1 sedangkan Lemon juga berhasil menghantarkan timnya (RRQ) juara di Season 2.

Jika berbicara soal rekor pemain yang timnya berhasil jadi juara MPL lebih dari 1x, secara teknis, memang masih ada 2 nama lagi yaitu Afrindo “G” Valentino dan Diky “TUTURU”Sayangnya, Afrindo yang jadi juara di Season 1, tak pernah diturunkan bermain sekalipun di Season 4 meski terdaftar di roster EVOS. TUTURU yang jadi juara Season 2 bersama RRQ juga harus duduk di bangku cadangan selama babak Playoffs musim ini.

Mobile Legends Profesional League - Sumber: id-mpl.com
Sumber: MPL Indonesia

Selain LJ, TUTURU, dan Lemon tadi, pemain RRQ lainnya juga tidak kalah pengalamannya. Calvin “VYN” sudah masuk ke MPL ID sejak Season 2 — kala itu bersama BOOM Jr. Sedangkan Rivaldi “R7” Fatah juga punya pengalaman di esports yang tinggi meski baru masuk MPL di Season 4, mengingat dia sebelumnya telah malang melintang di kancah Dota 2 Indonesia. 

M Zulkarnain “Wizzking” Zulkifli yang di akhir musim duduk di bangku cadangan RRQ juga punya segudang pengalaman sejak Season 2 — sebelumnya ia menggunakan nama Dugong bersama Saints Indo. Hanya Yesaya Omega “Xin” Armando Wowiling yang paling junior karena namanya baru muncul di Season 3 MPL ID — bersama Star8.

Oh iya, kudos buat Mochammad “KB” Ryan Batistuta yang menyebut dirinya ’emelpedia’ yang telah menyuguhkan informasi tentang waktu kemunculan beberapa pemain yang saya sebutkan di atas tadi. Semoga jangan jomlo lama-lama ya Be… Wkwawkakwa…

Maka dari itu, pertandingan final antara EVOS melawan RRQ kali ini bisa dibilang pertempuran antara ‘darah muda’ dan pemain kawakan. 

Banyak yang mengatakan bahwa kemenangan RRQ di babak final adalah soal drafting alias strategi di game kelima namun, bagi saya pribadi, ada alasan yang lebih mendasar di balik itu. Pengalaman dan jam terbang pertandingan yang jadi faktor penentu antara para pemain RRQ dan EVOS di musim ini.

Selain mengingat kemampuan membaca strategi dan drafting juga berbanding lurus dengan pengalaman dan jam terbang, pemain baru juga cenderung melakukan kesalahan-kesalahan kecil yang mungkin tidak disadari. Misalnya saja seperti face-checking bush, tidak membuka area di sekitar objective, ataupun terlalu asik berkeliaran sendirian masih beberapa kali saya lihat dari 2 pemain baru EVOS, Bajan dan Rexxy. Ditambah lagi, final MPL ID itu biasanya Bo5. Jadi kesalahan drafting di satu game saya rasa terlalu dangkal buat jadi penyebab kekalahan dari 5 game — toh formasi EVOS di Season 4 bisa mengalahkan RRQ dengan skor yang lebih telak, 3-1

Formasi tim EVOS kali ini sebenarnya memang bisa dibilang sangar karena terbukti bisa sampai ke babak final dan menyulitkan lawan-lawannya. Namun tetap saja RRQ bukan tim yang bisa dikalahkan dengan mudah dan faktor pengalaman tadi yang jadi pembeda terbesar dengan EVOS.

Clara “Mongstar” juga setuju dengan saya soal ini. “Pengalaman memang yang paling berpengaruh (soal RRQ yang jadi juara MPL ID S5). Karena pengalaman itulah yang membangun mental dan kekompakan. Pengalaman mereka juga yang membuat para pemain RRQ sudah terbiasa menghadapi berbagai situasi dan kondisi pertandingan.”

Mongstar juga menambahkan, “selain memang punya kemampuan pemain yang di atas rata-rata, RRQ juga berani menggunakan strategi-strategi dari luar Mobile Legends. Apalagi ada R7 yang punya pengalaman yang luar biasa banyak di Dota 2. RRQ adalah tim yang paling berani mencoba sesuatu yang baru di musim ini dan itulah yang membuat mereka juara.”

Apa Dampaknya dengan Juaranya RRQ di MPL Indonesia Season 5 ke Ekosistem?

Mobile Legends Profesional League Season 5
MPL ID S4. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Apakah kemenangan RRQ di MPL ID S5 kali ini memang lebih positif dampaknya bagi ekosistem esports Mobile Legends Bang Bang (MLBB)? Kenapa saya bisa bertanya demikian?

Pasalnya, jika kita lihat, ada sejumlah pemain-pemain bintang di musim-musim sebelumnya yang sudah menghilang di skena esports MLBB. Hansen “Spade” Meyerson yang dulu bahkan pernah disejajarkan dengan TUTURU dan REKT sebagai Marksman paling gemilang sudah tidak kelihatan lagi. Edward “Eiduart” Tjahyadikarta yang bisa dibilang sebagai salah satu team leader yang paling disegani juga sudah tidak ada di MPL — meski ia membuat tim esports-nya sendiri, Siren Esports. Thong “Fabiens” Valentin Andara yang tak kalah senior dan mengerikan di musim-musim awal MPL ID juga sudah absen beberapa musim terakhir.

Belum lagi, jika kita melihat juara MPL ID S1, hanya LJ yang masih bersinar terang di musim ini. Supriadi “Watt” Dwi Putra memang masih diperhitungkan namanya di musim ini meski ia sempat diturunkan ke MDL (yang bisa dibilang kasta kedua) di awal musim. Fadhil “Rave” Abdurrahman dan Agung “Billy” Tribowo memang masih di RRQ namun mereka bermain untuk tim kasta keduanya, RRQ Sena, di MDL. Afrindo Valentino yang dulu jadi team leader NXL saat juara Season 1, seperti yang saya sebutkan tadi, bahkan tidak diturunkan bermain sekalipun saat masih terdaftar di roster EVOS MPL ID Season 4.

Spade saat jadi MVP di MPL ID Season 1. Sumber: MLBB via Facebook
Spade saat jadi MVP di MPL ID Season 1. Sumber: MLBB via Facebook

Dengan banyaknya para pemain bintang senior yang menghilang di tingkat kompetitif tertinggi MLBB meski baru berada di puncak kejayaannya sekitar 1-2 tahun yang lalu, apakah perjalanan karier menjadi pemain profesional esports MLBB memang tidak cocok untuk jangka panjang? Jika para pemain baru bisa dengan mudah menggantikan pemain lama yang sudah punya lebih banyak pengalaman, bukankah berarti karier tersebut tidak cocok untuk ditekuni dalam waktu lama?

Salah satu contoh yang paling mudah dan relevan dengan kondisi saat ini adalah karier sebagai YouTuber. Tidak ada jaminan bagi mereka-mereka yang punya pengalaman segudang agar tidak bisa dikalahkan popularitasnya dengan yang masih seumur jagung. Namun demikian, itu YouTube yang memang menitikberatkan pada popularitas semata — yang nyatanya tak selalu berbanding lurus dengan kapasitas dan kualitas. Harusnya, karier sebagai pro player tak sedangkal pada penilaian popularitas semata. Sedangkan kapasitas dan kualitas itu memang butuh pengalaman dan jam terbang yang tidak sebentar.

Maka dari itu, argumen tadi pun muncul di kepala saya. Untungnya, EVOS yang mengandalkan 3 pemain senior jagoan di Season kemarin jadi juara. Demikian juga RRQ, yang di Season 5 ini, pemainnya punya lebih banyak pengalaman bisa jadi juara. Setidaknya, pengalaman dan jam terbang di tingkat kompetitif masih punya nilai lebih buat para pemainnya — selama mereka bisa mengolahnya dengan baik (mengikuti perkembangan gameplay ataupun terus mengasah kemampuan misalnya).

Para shoutcaster MPL ID S1. Sumber: RevivalTV
Para shoutcaster MPL ID S1 — ketika KB belum jomlo. Sumber: RevivalTV

“Masuk akal sih (argumen saya tentang dampak RRQ juara tadi),” ujar KB saat saya tanyai pendapatnya. “Apalagi gua juga ngerasain. Udah bukan caster lagi, kan saya analyst sekarang. Wkwkwk…” Tambah KB seraya berseloroh. “Tapi, menurut saya pribadi, kalau sampai RRQ kalah justru jadi dipertanyakan kenapa mereka tidak bisa mengolah pengalaman tadi. Karena jadi kalah dengan pemain baru yang lebih siap menang.”

Di satu sisi, meski pemain senior memang harusnya punya pengalaman yang bisa dimanfaatkan dengan baik, pemain baru juga sebenarnya punya nilai lebih (selain tuntutan kemampuan bermain tentunya). Pemain yang lebih baru mungkin punya cara pandang yang lebih segar dan ambisi yang lebih besar. Bayangkan saja seperti ini, andaikan Lemon dan LJ tidak juara lagi kali ini, mereka tetap akan diperhitungkan oleh lawan-lawannya dan dikagumi oleh para penggemarnya. Namun para pemain baru yang belum pernah memegang piala MPL sekalipun, seperti Bajan, Rexxy, ataupun para pemain Bigetron (yang sempat begitu gemilang di Regular Season S5) harusnya punya keinginan yang lebih kuat buat jadi juara untuk pertama kalinya.

Namun demikian, pemain baru juga bisa jadi terlalu cepat puas. Setidaknya itulah jawaban KB saat saya tanyakan perihal merosotnya performa Bigetron dari Regular Season ke Playoffs.

“Di sisi lain, andaikan yang juara kali ini adalah para pemain baru, mungkin akan bagus juga buat menyemangati para pemain baru lainnya untuk terjun ke tingkat kompetitif yang lebih serius. Kalau sekarang, kondisinya seperti ini, bisa jadi ujian mental sih bagi para pemain muda. Mereka yang punya mental bagus, justru bisa merasa lebih semangat untuk mengalahkan para pemain senior.” Tutup KB mengakhiri perbincangan kami lewat pesan Whatsapp.

Mongstar saat MPL ID S4. Dokumentasi: MPL Indonesia
Mongstar saat MPL ID S4. Dokumentasi: MPL Indonesia

Lalu bagaimana dengan pendapat Mongstar? Ia juga menuturkan pendapat yang tidak jauh berbeda dengan KB tadi. Menurutnya, siapapun yang menang kali ini tetap positif bagi ekosistem esports MLBB. “Jika pemain lama yang juara seperti RRQ kali ini, berarti memang pengalaman menjadi nilai lebih selama bisa diolah. Jika pemain baru yang juara, mungkin akan memacu semangat para pemain baru lainnya bahwa mereka punya kesempatan yang sama.” Ujar Mongstar yang telah malang melintang di ekosistem esports sejak era kebangkitan esports Dota 2 di Indonesia beberapa tahun silam.

Sebagai penutup, Mongstar juga menambahkan bahwa ajang kompetitif yang kurang positif untuk ekosistem adalah yang pemenang kompetisinya itu-itu saja. “Selama pemenangnya masih silih berganti seperti MPL ini, menurut saya sih masih positif kok.”

Penutup

Ekosistem esports MLBB memang masih sangat dinamis. Meski RRQ yang jadi juara kali ini, formasi pemainnya berbeda jauh dengan saat mereka memenangkan piala MPL ID S2.

Meski demikian, tentu menarik mengikuti pasar bursa transfer MPL ID berikutnya dan pertempurannya di panggung kompetitif. 2 musim terakhir, tim-tim yang berhasil juara Mobile Legends Professional League (MPL) adalah mereka yang punya setidaknya 3 pemain senior yang bisa diandalkan. Apakah hal ini akan terlihat kembali di MPL ID S6? Apakah justru para pemain baru yang akan mengangkat piala berikutnya? Kita tunggu saja…

Sumber Header: Dokumentasi MPL Indonesia

Agate Bakal Rilis Esports King, Game Simulasi Manager Tim Esports

Developer game asal Bandung, Agate akan meluncurkan game baru untuk Android berjudul Esports King pada 28 Februari 2020. Esports King merupakan game simulasi untuk menjadi manager tim esports. Di sini, pemain bisa melatih para pemain esports dan membuat tim impiannya. Selain itu, pemain juga bisa menghias gaming house. Dalam game, para pro player dibagi ke dalam tiga peran, yaitu Tanker, Specialist, dan Assaulter. Masing-masing peran memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri. Jadi, sebelum bertanding, Anda harus bisa mempersiapkan komposisi tim yang sesuai serta strategi.

Saat ini, game tersebut telah masuk dalam tahap pre-registrasi. CEO Agate Arif Widhiyasa mengatakan bahwa telah ada lebih dari 100 ribu orang yang telah mendaftarkan diri. Dia bercerita, Esports King telah mulai dikembangkan sejak Desember 2016. Untuk membuat game ini, Agate tidak sendiri. Mereka menggaet RRQ, salah satu organisasi esports terbesar Indonesia. Faktanya, pencetus dari konsep game ini adalah Riki Kawano Suliawan, founder dan mantan CEO RRQ.

CEO Agate, Arif Widhiyasa. | Sumber: Dokumentasi Hybrid / Ellavie I. A.
CEO Agate, Arif Widhiyasa. | Sumber: Dokumentasi Hybrid / Ellavie I. A.

Dalam acara yang diadakan di Ayana Midplaza, Arif bercerita, salah satu tujuan game Esports King dibuat adalah untuk meningkatkan awareness masyarakat bahwa pekerjaan di dunia esports tidak terbatas pada atlet profesional. Memang, selama ini, bintang dari dunia esports adalah para pemain profesional. “Padahal, karir sebagai pemain esports juga bisa tidak lama. Kami ingin membuat masyarakat sadar bahwa pekerjaan di ekosistem esports beragam. Ada pelatih, manager, fans manager, dan lain-lain,” kata Arif.

Tujuan lainnya Agate meluncurkan Esports King adalah untuk mendongkrak game lokal. Dia bercerita, industri game Indonesia bernilai sangat besar. Mengutip data 2017 dari Newzoo, Delta Partner dan AGI, nilai industri game Indonesia bisa mencapai US$1,08 miliar pada 2019. Sayangnya, 99,6 persen pangsa pasar game Indonesia dikuasai oleh game buatan developer luar negeri.

Arif mengakui, salah satu penyebab hal ini adalah karena kualitas game buatan developer lokal yang masih kurang mumpuni jika dibandingkan dengan developer asing. Dengan membuat Esports King, Agate berharap bisa membuktikan bahwa game lokal pun memiliki kualitas yang baik. Untuk itu, mereka juga bekerja sama dengan ekosistem esports. “Agar teman-teman yang duduk di bangku kuliah dan SMA terinspirasi untuk membuat game juga,” ujar Arif.

Game Esports King. | Sumber: Dokumentasi Hybrid / Ellavie I. A.
Game Esports King. | Sumber: Dokumentasi Hybrid / Ellavie I. A.

Esports King bisa dimainkan dengan gratis, tapi para pemain bisa membeli item dalam game. “Tapi, jangan sampai game ini menjadi game pay to win,” kata Arif. “Jika pemain mau mendapatkan karakter yang hebat dengan cepat, furnitur yang bagus, mereka bisa membayar. Tapi, kami nggak mau kalau orang yang bermain gratis tidak bisa bersaing dengan pemain berbayar. Kami mau pemain yang bermain gratis juga bisa mengejar pemain yang berbayar, tapi membutuhkan waktu lebih lama.”

Ketika ditanya soal target pendapatan dari Esports King, Arif berkata bahwa mereka lebih fokus pada jumlah pemain. “Dalam tiga bulan ke depan, target kami dua juta orang,” ujarnya.

ASUS Minta Masukan Gamer Profesional Indonesia untuk ROG Phone II

Sesuai dengan janjinya, ASUS resmi meluncurkan ROG Phone II pada hari ini, Kamis, 5 Desember 2019. Saat memamerkan gaming smartphone terbarunya, ASUS juga mengundang tiga tim esports profesional ke atas panggung, yaitu Aerowolf, RRQ, dan ONIC. Deputy Marketing Manager, Davina Larissa menjelaskan, tiga tim esports ini adalah “bagian dari kerajaan gamer kami.” Dia mengatakan, tiga tim esports ini tidak hanya berfungsi layaknya influencer untuk ASUS, mereka juga memberikan saran dan masukan terkait produk gaming ASUS, seperti ROG Phone II.

“Kami membuat gaming smartphone, kami perlu mendapatkan feedback. Bagian apa yang bisa kami tingkatkan,” kata Willy Chen, Country Product Manager, ASUS Indonesia. Dengan percaya diri, dia berkata bahwa ROG Phone II sudah sangat baik, tapi ASUS percaya, masih ada hal yang masih bisa mereka perbaiki. Mencari masukan dari para gamer tampaknya memang strategi ASUS secara global. Belum lama ini, ROG Phone mengumumkan bahwa mereka akan menjadi sponsor dari tim Player Unknown’s Battleground Mobile asal India, Entity Gaming. Ketika itu, mereka juga mengatakan bahwa mereka ingin mendapatkan saran dan komentar para pemain profesional dalam pengembangan gaming smartphone.

Ketika ditanya apakah ASUS berencana untuk menjadi sponsor dari tim esports seperti yang mereka lakukan di India, Willy berkata, “Kalau kami punya kesempatan untuk itu, tentu saja. Namun, sampai saat ini, kami belum menemukan rekan yang cocok.” Meskipun begitu, ASUS telah pernah menjadi sponsor dari turnamen esports di Indonesia, seperti PUBG Campus Championship (PMCC). Sebagai sponsor, ASUS menyediakan ROG Phone II untuk digunakan oleh para pemain yang bertanding di babak final. Tak hanya itu, tim yang memenangkan turnamen tersebut juga berhak untuk mendapatkan ROG Phone II.

ASUS ROG Phone II | Sumber: Dokumentasi Hybrid/Ellavie I.A.
ASUS ROG Phone II | Sumber: Dokumentasi Hybrid/Ellavie I.A.

Willy mengatakan bahwa ASUS menyadari, mobile gaming kini tengah populer, khususnya di kalangan generasi Z. Inilah salah satu alasan mengapa ASUS memutuskan untuk menjadi sponsor dari PMCC. Mereka ingin mendekatkan diri dengan gamer yang masih duduk di bangku perkuliahan. “Kami ingin mengetahui apa yang mereka butuhkan, apa yang mereka inginkan dari gaming smartphone,” ujarnya. Ke depan, dia mengatakan bahwa ASUS berencana untuk mengadakan acara esports sendiri. Sayangnya, dia tidak memberikan informasi lebih lanjut, seperti bentuk dan waktu dari acara tersebut diadakan.

Menguasai pangsa pasar lebih dari 50 persen, ASUS mendominasi pasar gaming laptop di Indonesia. Dengan ROG Phone II, mereka juga berencana untuk menguasai pasar gaming smartphone di Tanah Air. Tahun lalu, perusahaan Taiwan ini telah meluncurkan ROG Phone. Sayangnya, ASUS mengalami kendala dengan stok untuk gaming smartphone tersebut. Belajar dari kesalahan, ASUS kini memastikan bahwa stok ROG Phone II cukup memadai sebelum meluncurkannya di Indonesia.