Startup SaaS Ledgerowl Kantongi Pendanaan, Siap Akselerasi Produk untuk UMKM

Startup pencatatan keuangan untuk UMKM Ledgerowl mengumumkan pendanaan putaran pendanaan pra-awal yang dipimpin Init-6 dan Investible. Tidak disebutkan nominal investasi yang diterima. Perusahaan akan memanfaatkan dana untuk mengembangkan produknya dan mempercepat pertumbuhan.

Ledgerowl adalah startup SaaS yang mengembangkan solusi untuk pemilik bisnis membuat laporan keuangan dengan mudah, cepat, dan murah. Platformnya ditenagai dengan AI dan memanfaatkan machine learning untuk mengautomasi banyak tugas yang terlibat dalam pembukuan, seperti pengumpulan data, entri data, rekonsiliasi, dan klasifikasi transaksi.

Dengan demikian, pebisnis tidak perlu merekrut tenaga tambahan terdedikasi untuk melakukan tugas tersebut, mengurangi biaya pembukuan, dan meningkatkan pengambilan keputusan keuangan mereka.

“Dengan panduan dan pendanaan, kini kami dapat mempercepat pertumbuhan dan mempercepat produk kami dipasarkan dengan lebih cepat. Kami senang dapat bekerja sama dengan investor baru kami dan berharap dapat membantu UMKM di seluruh Asia Tenggara untuk menambah efisiensi pada operasi back-office mereka,” ujar Co-founder & CTO Ledgerowl Adrian Yasin dalam keterangan resmi, kemarin (21/2).

Masing-masing investor menyampaikan pernyataannya terkait investasi ini.

Venture Partner Init6 Rexi Christopher menyampaikan, “Para pendiri Ledgerowl memiliki pengalaman yang solid dan memahami kebutuhan pasar dengan baik. Oleh karena itu, kami yakin mereka dapat memimpin perusahaan menuju pertumbuhan eksponensial dalam waktu dekat. Kami yakin Ledgerowl akan menjadi solusi yang harus dimiliki pemilik UMKM untuk mengelola pembukuan mereka. dan urusan akuntansi.”

Principal Investible Khairu Rejal menambahkan, “Adrian dan Rey telah membuktikan bahwa mereka memecahkan masalah yang cukup besar untuk pasar Indonesia, dengan potensi untuk berkembang secara strategis di wilayah yang lebih besar. Mereka telah menunjukkan ketabahan, kemampuan, dan dinamisme yang diperlukan untuk merebut pasar ini, dan kami sangat senang untuk mendukung mereka dalam fase pertumbuhan berikutnya.”

Ledgerowl

Ledgerowl awalnya lahir dari hasrat Rey Kamal (Co-founder dan CEO) yang mengelola pembukuan untuk bisnis kecil temannya sebagai pekerjaan sampingan. Ia harus begadang untuk menghitung dan menghasilkan laporan keuangan, yang ternyata dirinya menyadari bahwa sebagian besar prosesnya berulang dan dapat mengambil manfaat dari automasi.

Kemudian, ia mengajak Adrian Yasin dan berbagi visi untuk merampingkan manajemen keuangan. Bersama-sama, mereka berkolaborasi untuk mengembangkan konsep automasi nan inovatif yang akan mengubah proses pembukuan. Ledgerowl pun resmi hadir pada 2019.

Setahun kemudian, perusahaan menyambut mitra strategis pertamanya, Umawar Investment Group. Sebagai Venture Builder dari startup pemula, grup keluarga ini mendorong pertumbuhan Ledgerowl dengan memanfaatkan ekosistem, pengalaman, dan kontak bisnis mereka yang luas untuk membantu memvalidasi ide tersebut.

“Kami telah melihat bagaimana Ledgerowl dapat memberi nilai tambah bagi UMKM dan mengembangkan bisnis mereka dari awal yang sederhana di garasi. Kami berharap dapat melihat lebih banyak produk berbasis solusi mereka dan akan selalu memberikan dukungan penuh untuk mencapai tujuannya,” kata Presiden Direktur Grup Alwi Mulachela.

Rey mengungkapkan, sejak awal Ledgerowl melakukan bootstrapping dan menginvestasikan kembali seluruh keuntungan ke dalam perusahaan dan teknologi. Selama pandemi, jumlah pelanggan tumbuh secara signifikan karena permintaan akan akuntansi yang lebih fleksibel dan layanan jarak jauh melonjak.

“Sementara kami telah berhasil melakukan bootstrap sampai saat ini, kami menyadari bagaimana suntikan modal akan menambah bahan bakar untuk skala dan meraih pasar yang berkembang pesat ini,” kata Rey.

Saat ini tingkat pertumbuhan UMKM baru di Indonesia adalah salah satu yang tercepat di dunia. Namun, kesadaran akan pentingnya pembukuan masih perlu ditingkatkan. Secara tradisional, pembukuan di ranah UMKM merupakan proses yang intensif waktu dan seringkali manual. Proses akuntansi yang rumit, ditambah dengan perekrutan tim akuntansi internal yang terus meningkat, merupakan kombinasi yang menantang bagi pengusaha mana pun.

Secara terpisah saat dihubungi DailySocial.id, Rey menyadari bahwa Ledgerowl bukanlah barang baru di Indonesia. Namun, ia menekankan diferensiasi utama dengan pemain sejenisnya adalah pihaknya memberikan “outcome-based accounting” ketimbang “tools-only”. Artinya, pemilik usaha hanya harus memberikan data yang relevan untuk pembukuan bisnis nya, dan mereka bisa mendapatkan laporan yang dibutuhkan.

“Kami melihat di Indonesia, awareness akan pentingnya pembukuan mulai terlihat di generasi entrepreneur muda. Dari sisi eksternal, kantor pajak mulai terlihat aktif dalam melakukan penyuluhan kepada para pemilik usaha. Dari sisi internal, kami mencoba untuk bisa memberikan konten-konten edukasi melalui media sosial,” kata dia.

Timnya juga berkomitmen dalam hal perlindungan data. Ledgerowl mengembangkan enkripsi data dan menggunakan autentikasi agar mengurangi risiko untuk dapat diakses oleh orang yang tidak berwenang. “Secara pengguna, kami melatih para pengguna di dalam organisasi untuk dapat memahami pentingnya menjaga keamanan data.”

Untuk monetisasinya, Ledgerowl memanfaatkan biaya berlangganan yang diklaim yang jauh lebih murah untuk mendapatkan “outcome” ketimbang harus hiring internal. Perusahaan berkomitmen untuk terus menekan biaya tersebut dengan memfokuskan diri untuk men-deploy automation di dalam proses pengerjaan pembukuan dan admin.

“Tahun ini kami juga akan memastikan unit economics terjaga dengan menurunkan monthly subscription kepada pengguna,” tutupnya.

Credibook Receives 21 Billion Rupiah Pre-Series A Funding Led by Wavemaker Partners

Fintech startup CrediBook announced $1.5 million (over 21 billion Rupiah) pre-series A funding led by Wavemaker Partners. Alpha JWC Ventures participated in this round along with Insignia Ventures as an investor in the previous round.

CrediBook’s Co-Founder & CEO Gabriel Frans said to DailySocial, fresh funds will be channeled to strengthen the company’s new business to provide financial solutions for MSMEs with new features and expanding its presence outside Jabodetabek and Bandung.

“We want to digitize the manual process in MSMEs, for many are still using paper and books, by introducing more robust products and expanding the distribution network of retailers and suppliers,” he said, Tuesday (26/1).

These solutions for the MSME segment, he continued, are not just debt managers or invoices automation. They also need solutions such as sales management, therefore, their business activities can be slowly digitized.

Jooalan is one example of MSME solutions that the company released. It has a number of features for MSMEs, such as making it easier for warung merchants to transact at wholesalers without having to queue at the location.

“Credibook wants to be a catalyst, therefore, retailer business activities can be less manual. We also want to support retailers and wholesalers with more features and financial products to support their business activities.”

CrediBook debuted last year, targeting micro-businesses with simple financial recording solutions for micro-businesses, such as shops, with features for recording debt, complete reports, and sending bills via WhatsApp/SMS, telephone.

Gabriel claims that CrediBook users have reached 500 thousand people throughout Indonesia.

After obtaining funding from Payfazz, the two companies are aggressively expanding their financial products from one another to provide added value to each of their users. “We have several partnerships with lending, including Payfazz, to support users. In the future, there will be more financing products in collaboration with Payfazz.”

From a business perspective, this kind of service is considered very helpful for entrepreneurs to go digital, starting with digital financial records as historical data that can be carried off when applying for loans to financial institutions. The low penetration of micro-entrepreneurs is aware of the importance of this matter, making it an attractive business for many tech companies to do.

In the similar segment, apart from CrediBook, there were BukuKas and BukuWarung which also announced the acquisition of funding during the pandemic. Interestingly, these three startups got funding together last year throughout the pandemic. Apart from them, there are other players who have joined, including Moodah, Teman Bisnis, Akuntansiku, Lababook, Akuntansi UKM, and many more.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

CrediBook Terima Pendanaan Pra-Seri A 21 Miliar Rupiah Dipimpin Wavemaker Partners [UPDATED]

Startup pencatatan keuangan CrediBook mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A senilai $1,5 juta (lebih dari 21 miliar Rupiah) yang dipimpin Wavemaker Partners. Alpha JWC Ventures turut berpartisipasi dalam putaran ini, serta diikuti Insignia Ventures yang merupakan investor di putaran sebelumnya.

Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO CrediBook Gabriel Frans menuturkan, dana segar akan dimanfaatkan untuk perkuat bisnis baru perusahaan yang kini mulai menyediakan solusi keuangan di UKM dengan fitur baru dan perluas kehadirannya, tidak hanya di Jabodetabek dan Bandung saja.

“Kami ingin digitalisasi proses manual di SME, masih banyak yang pakai paper and book dengan memperkenalkan produk yang lebih robust dan perluas jaringan distribusi retailer dan supplier,” ujarnya, Selasa (26/1).

Solusi yang dihadirkan untuk segmen UKM, lanjutnya, tidak hanya sekadar pencatatan utang atau pengiriman tagihan saja. Mereka juga membutuhkan solusi seperti manajemen penjualan agar aktivitas bisnisnya dapat terdigitalisasi secara perlahan dari sepenuhnya masih manual.

Jooalan menjadi salah satu contoh solusi untuk UKM yang sudah dirilis perusahaan. Ia memiliki sejumlah fitur untuk para UKM, seperti permudah pedagang warung bertransaksi di wholeseller tanpa harus repot antre datang ke lokasi.

“Credibook ingin menjadi katalis, sehingga aktivitas bisnis retailer bisa less and less manual. Kami juga ingin dukung retailer dan wholeseller dengan lebih banyak fitur dan produk keuangan agar bisa dukung aktivitas bisnis mereka.”

CrediBook pertama kali beroperasi pada tahun lalu, menyasar usaha mikro dengan solusi pencatatan keuangan sederhana untuk usaha mikro, seperti warung, dengan fitur pencatatan utang, laporan lengkap, dan pengiriman tagihan melalui WhatsApp/SMS, telepon.

Gabriel mengklaim kini pengguna CrediBook tembus di angka 500 ribu orang yang tersebar di seluruh Indonesia.

Pasca peroleh pendanaan dari Payfazz, kedua perusahaan gencar melakukan perluasan produk finansial dari satu sama lain untuk memberikan nilai tambah kepada masing-masing penggunanya. “Kami ada beberapa partnership dengan lending, termasuk dari Payfazz, untuk support user. Ke depannya akan ada lebih banyak produk financing bersama Payfazz.”

Dari segi bisnis, kehadiran layanan seperti CrediBook dianggap sangat membantu pengusaha untuk go digital dimulai dari pencatatan keuangan secara digital sebagai data historis yang bisa diboyong saat mengajukan pinjaman ke lembaga keuangan. Masih rendahnya penetrasi pengusaha mikro untuk sadar dengan pentingnya hal ini, menjadi bisnis yang menarik digeluti oleh banyak perusahaan teknologi.

Di segmen yang sama, selain CrediBook sebelumnya ada BukuKas dan BukuWarung yang juga mengumumkan perolehan pendanaan selama pandemi. Menariknya, ketiga startup ini kompak mendapat pendanaan pada tahun lalu sepanjang pandemi berlangsung. Selain mereka, masih ada pemain lain yang ikut masuk, diantaranya Moodah, Teman Bisnis, Akuntansiku, Lababook, Akuntansi UKM, dan masih banyak lagi.

*Kami melakukan revisi terkait tahapan pendanaan dari Seri A menjadi Pra-Seri A

Application Information Will Show Up Here

Peluang Bisnis Aplikasi Catatan Keuangan untuk Warung

Menurut data yang dipublikasi BPS, per tahun 2018 ada sekitar 64,2 juta unit UMKM di seluruh Indonesia. Jumlah besar tersebut menjadi pangsa pasar potensial untuk digarap.

Menurut para investor, dari beberapa wawancara yang kami lakukan terhadap venture capital di Indonesia, salah satu sasaran mereka adalah startup yang mengembangkan solusi pemberdayaan UMKM – biasanya berbentuk SaaS.

Di antara varian aplikasi atau layanan yang dikembangkan untuk UMKM, salah satu yang tengah naik daun adalah solusi pencatatan keuangan bisnis. Tujuannya membantu pengusaha kecil melakukan pencatatan uang masuk dan keluar. Para pengembang sengaja menyasar kalangan pebisnis mikro-kecil, seperti pemilik warung atau toko kelontong, dengan dalih kebanyakan dari mereka masih menggunakan model pencatatan manual dengan buku – bahkan beberapa tidak melakukannya.

Hampir semua aplikasi tersebut dirilis secara gratis. Dari pantauan kami di Google Play dan dikombinasikan statistik aplikasi dari App Brain per 18 November 2020, ada beberapa aplikasi populer di sektor ini, yaitu:

Aplikasi Peringkat (kategori bisnis) Jumlah Unduhan
BukuKas 3 1 juta+
BukuWarung 6 1 juta+
Credibook 46 100 ribu+
Akuntansi UKM 84 100 ribu+
Moodah 121 10 ribu+
Lababook 184 1 ribu+
Teman bisnis 254 100 ribu+
Akuntansiku 309 1 ribu+

Secara umum, aplikasi tersebut menawarkan fitur yang hampir serupa. Pencatatan arus kas, penjualan, utang-piutang, dan pelaporan. Beberapa produk memiliki fitur penagihan utang otomatis lewat SMS atau WhatsApp.

Pemimpin pasar

Merujuk tabel di atas, ada dua aplikasi yang memiliki statistik unduhan terbesar, yakni BukuKas dan BukuWarung. Keduanya sama-sama mulai didirikan pada tahun 2019 dan tahun ini mereka aktif menggalang pendanaan baru untuk mengakselerasi bisnisnya.

Berdasarkan data terakhir, pendanaan terakhir keduanya ada di putaran Pra-Seri A. BukuKas membukukan investasi senilai 134 miliar Rupiah, sementara BukuWarung hanya menyebutkan “delapan digit dolar”.

BukuKas BukuWarung
Seed Investors Surge, 500 Startups, Credit Saison, dan angel investors East Ventures, AC Ventures, Golden Gate Ventures, Tanglin Venture Partners, dan angel investors
Pre-Series A Investor Surge, Credit Saison, Speedinvest, S7V, January Capital, dan Cambium Grove Capital, Prasetia Dwidharma Quona Capital, East Ventures, AC Ventures, Golden Gate Ventures, Tanglin Venture Partners, Partners of DST Global, GMO Venture Partners, Soma Capital, HOF Capital, VentureSouq, dan angel investors
Accelerator Surge (Sequoia) Y Combinator

Ketika kami hubungi menanyakan model bisnisnya, Founder & CEO BukuKas Krishnan Menon mengatakan, tujuan BukuKas adalah membangun solusi perangkat lunak sederhana untuk membantu UMKM melakukan digitalisasi dan membawa mereka ke ekosistem keuangan formal. Mereka memosisikan diri sebagai perusahaan perangkat lunak digitalisasi UMKM yang akan berkembang menjadi pemain fintech.

“Saat ini kami memiliki eksperimen awal yang menarik tentang monetisasi, tapi masih terlalu dini. Itu bisa dilakukan dengan banyak cara, beberapa yang sudah jelas seperti SaaS, solusi finansial, dan ada beberapa yang menarik lainnya tapi belum bisa kami bagian saat ini,” ujar Krishnan.

Lebih lanjut ia menyampaikan, “Para pedagang telah menyadari bahwa go digital sangat penting bagi bisnis mereka. Pedagang menghemat waktu 2-4 jam sehari, 20% biaya, dan meminimalisir kesalahan perhitungan manual. Kami juga memungkinkan pedagang untuk memulihkan kasbon 3x lebih cepat karena prosesnya otomatis. Juga memiliki fitur pengiriman faktur, manajemen inventaris, dan lain-lain, sehingga membuat mereka lebih terorganisir dalam menjalankan bisnis.”

Sementara itu, Co-Founder BukuWarung Chinmay Chauhan memberikan jawaban yang lebih detail. Sama-sama menitikkan masa depan bisnisnya pada fintech. Ia menjelaskan, model bisnis BukuWarung akan berkisar pada pembayaran, peminjaman, tabungan/perbankan digital, asuransi, dan layanan keuangan lainnya.

Untuk saat ini mereka memperoleh pendapatan awal dari fitur pembayaran digital yang telah diluncurkan sejak 2 bulan lalu. Meskipun demikian, karena masih berada di fase awal, BukuWarung lebih ingin fokus membangun pengalaman pembayaran terbaik. “Kami telah melihat $200 juta total payment volume (TPV) tahunan.”

Gambaran model bisnis BukuWarung / BukuWarung
Gambaran model bisnis BukuWarung / BukuWarung

Chinmay melanjutkan, “Visi BukuWarung adalah membangun infrastruktur digital untuk 60 juta UMKM di Indonesia, kami telah memulai dengan pembukuan dan pembayaran. Aplikasi BukuWarung sesederhana WhatsApp dan merchant dapat melacak semua transaksi tunai dan kredit mereka, mengelola arus kas, dan melihat keuntungan mereka. Mereka juga dapat mengirim pengingat SMS/WA gratis dan menghasilkan/mencetak faktur. Kami telah melayani hampir 2 juta pedagang sejauh ini hanya dalam setahun sejak kami mulai.”

Jalur ke fintech

Layanan-layanan tersebut memiliki misi jangka panjang untuk menjadi pemain fintech. Tujuan tersebut cukup masuk akal. Menurut data KemenkopUKM saat ini kurang lebih ada 20 juta UMKM yang masih unbankable. Faktor mendasar yang menyulitkan mereka mengakses layanan perbankan adalah pembuktian skoring kredit. Tidak ada jaminan yang bisa dianalisis, padahal umumnya bank melakukan penilaian dari pendapatan atau aset, melalui pembuktian rekening koran dan lain-lain.

BukuKas atau BukuWarung di awal debutnya memang fokus membantu pengusaha mikro untuk mencatat uang masuk dan keluar. Data tersebut menjadi aset aset penting untuk mendekatkan para pelaku usaha tersebut dengan layanan finansial, utamanya kredit. Data arus kas dapat menjadi bahan analisis yang bagus untuk keperluan skoring kredit. Dari histori data yang ada, analis dapat melihat tren pemasukan-pengeluaran guna menentukan kelayakan.

Tak heran jika banyak investor yang berani menaruh dana miliaran Rupiah di segmen ini. Mereka melihat misi jangka panjang tersebut untuk monetisasi yang lebih luas.

Perkembangan industri

Era BukaKas dan BukuWarung bisa dibilang baru mengemuka sekitar pertengahan tahun ini. Distribusi aplikasi secara gratis memiliki implikasi baik untuk pertumbuhan pengguna aplikasi terkait. Terlihat dari statistik yang disampaikan masing-masing founder.

Menggunakan matriks daily active user (DAU), dihitung dari jumlah pengguna  aktif yang melakukan aktivitas di aplikasi tiap hari, berikut ini statistik yang disampaikan Krishnan melalui laman LinkedIn pribadinya:

Statistik pengguna BukuKas dengan matriks DAU / LinkedIn, Krishnan Menon
Statistik pengguna BukuKas dengan matriks DAU / LinkedIn, Krishnan Menon

Chinmay juga merilis statistik penggunaan aplikasinya selama beberapa bulan terakhir, dengan matriks yang sama. Berikut ini capaian BukuWarung:

Statistik pengguna BukuWarung dengan matriks DAU / LinkedIn, Chinmay Chauhan
Statistik pengguna BukuWarung dengan matriks DAU / LinkedIn, Chinmay Chauhan

Tidak semua pemain bisa menyasar segmen warung ini. Sebelumnya kebanyakan layanan pencatatan keuangan UMKM menawarkan fitur premium (atau freemium) dengan kapabilitas tertentu. Di perkembangannya, ada yang mengalihkan target pasar ke bisnis menengah ke atas dan korporasi. Model freemium masih kurang cocok diaplikasikan untuk menyasar bisnis menengah ke bawah.

Selain sebagai platform standalone, layanan pencatatan keuangan sering menjadi fitur tambahan di platform lain, seperti point-of-sales. Uang masuk dan keluar secara otomatis dicatat. Syaratnya harus di-input melalui aplikasi terkait.

Masih banyak aspek yang bisa disuguhkan untuk pengusaha mikro di Indonesia. Diyakini ke depannya masih akan ada model lain bermunculan.

Sektor Layanan
SaaS Finata, Jurnal, Zahir, Paper, Accurate, dan lain-lain
Point of Sales Moka, Cashlez, Qasir, iSeller, YouTap, Pawoon, dan lain-lain
Fintech Alat Warung (Payfazz), GrabKios by Kudo
Supply Chain Wahyoo, Ula, Warung Pintar
E-commerce Mitra Bukalapak, Mitra Tokopedia, Mitra Shopee, Mitra Blibli, dan lain-lain


Gambar Header: Depositphotos.com