Berbagi Pelajaran dan Pengalaman Menarik dari Program Inkubator Startup DSLaunchpad

Selalu ada pengalaman menarik yang diperoleh para peserta program inkubasi startup. Tak hanya pelajaran berharga bagi pengembangan bisnis, pelaku startup juga dipertemukan dengan berbagai orang hebat di bidangnya. Salah satunya melalui DSLaunchpad, program inkubator yang diselenggarakan oleh DailySocial.id.

Pada sesi #SelasaStartup kali ini, kami berbincang dengan Head of Marketing GoPlay Rizki Suluh Adi dan Co-founder Sertiva Saga Iqranegara yang masing-masing pernah berpartisipasi sebagai mentor dan peserta di DSLaunchpad 1.0. Simak selengkapnya, sejumlah pengalaman menarik yang dibagikan keduanya berikut ini.

Mengambil langkah pertama

Secara umum, Rizki menilai salah satu tantangan utama yang dihadapi pelaku startup adalah bagaimana mengambil langkah pertama untuk memvalidasi ide. Istilahnya adalah sanity check. Menurutnya, sanity check dilakukan untuk memastikan ide yang diambil dapat berguna atau tidak, dapat dikembangkan atau tidak, atau apakah sudah pernah digunakan orang lain atau tidak.

Sanity check menjadi aspek yang krusial mengingat peserta program inkubasi ini datang dengan idealisme masing-masing. Mereka bahkan tak hanya diikuti oleh pelaku startup yang sudah memiliki perusahaan, tetapi ada juga yang datang hanya dengan ide matang, tetapi masih ingin melakukan brainstorming.

Berbagi pada pengalamannya tahun lalu, ungkap Rizki, para mentor menambahkan satu aspek sanity check lagi, yaitu mengembangkan ide bisnis dengan mempertimbangkan pandemi Covid-19.

“Mengapa sanity check perlu? Banyak startup yang datang dengan mimpi the romance of startup. Misalnya, ingin menjadi startup unicorn, atau startup yang punya growth, dan bisa burning money. Namun, dunia ini mulai berubah, ada masalah baru dan orang-orang menjadi selektif,” ungkap Rizki.

Dengan menambahkan satu aspek baru, startup kini tak lagi hanya fokus untuk bertumbuh, tetapi bagaimana fokus untuk mencapai garis tersebut. Pandemi Covid-19 juga mengakselerasi kebutuhan yang sebelumnya dianggap belum waktunya dikembangkan. “Salah satu keunggulan startup dibanding lainnya adalah speed. Co-founder bisa kasih keputusan dengan cepat untuk mengakselerasi kebutuhan,” tambahnya.

Mempertemukan dengan koneksi baru

Rizki melanjutkan, program inkubator turut membantu mempertemukan pelaku startup dengan jaringan investor dan klien potensial. Dari pengalaman sebelumnya pada batch pertama, ia memperkenalkan grup peserta yang ia mentori dengan para investor dan klien B2B. Dengan catatan, peserta yang dipertemukan dengan investor ini adalah mereka yang sudah memiliki ide tervalidasi.

“Kita tidak bisa membangun semua sendiri. Maka itu penting punya ide yang tervalidasi, mempertajam masalah, dan mencoba apakah orang mau membayar produk yang kita buat. Selain itu, penting juga untuk bisa mengeksekusi ide. Orang bisa punya banyak ide, tetapi yang bisa mengeksekusinya itu yang bisa survive,” paparnya.

Mengembangkan startup dari luar Jakarta

Menurut data internal DailySocial.id, sebanyak 73% peserta DSLaunchpad berasal dari luar Jakarta. Dalam kaitannya dengan industri startup, sering kali ada anggapan sulit membangun startup dari luar Jakarta karena keterbatasan akses untuk mengembangkan bisnisnya. Contoh, akses pasar dan permodalan. Maka itu, program inkubator dirasa menjadi salah satu medium penting untuk memperoleh akses tersebut.

Saga mengakui bahwa ada satu titik di mana startup mau tak mau harus ke Jakarta untuk mencari mitra strategis dan mengembangkan pasar dengan strategi tertentu. Akan tetapi, ia menilai hal tersebut bukan selalu menjadi faktor penentu kesuksesan. Sekadar diketahui, Sertiva berasal dari Yogyakarta yang bergabung menjadi peserta DSLaunchpad angkatan pertama.

“Mendirikan startup bisa itu dari mana saja. Toh para startup unicorn saja pada akhirnya membangun tim di luar Jakarta,” ucapnya.

Merealisasikan kebutuhan lebih cepat

Ada pengalaman menarik lainnya yang dialami Saga saat menjadi peserta. Sejak akhir 2019 hingga awal pandemi Covid-19, Saga bersama timnya sempat melakukan pivot layanan sertifikat digitalnya. Sebut saja dari produk A ke B.

Ketika ia bergabung menjadi peserta DSLaunchpad, ia mengaku bertemu kenalannya yang kebetulan menjadi mentor di program tersebut. Yang menariknya lagi, mentor ini ternyata berminat menggunakan produk awal Sertiva sebelum di-pivot.

“Mentor kami hampir saja membeli layanan serupa Sertiva dari luar negeri yang harganya mahal. Setelah bicara soal kebutuhan mereka, kami akhirnya memutuskan untuk kembali ke produk awal. Intinya, pandemi ini seperti mesin waktu, di mana sesuatu yang bakal terjadi dalam 2-3 tahun ke depan, justru terealisasi lebih cepat. Di sisi lain, kami juga tak hanya dapat mentor, tetapi juga customer di program ini,” tuturnya.

Mentoring virtual tetap efektif

Terlepas dari kegiatan yang dilakukan secara virtual, Rizki menyebut ada banyak kesempatan dan pelajaran baru yang diperoleh di program inkubator DSLaunchpad. Para mentor juga diberikan keleluasaan untuk meracik kegiatan mentoring sesuai dengan preferensinya masing-masing.

Hal ini juga turut diamini oleh Saga yang menjadi alumni angkatan pertama. Menurut pengalamannya, para mentor yang disediakan tak cuma berbekal teori saja, tetapi juga pengalamannya dalam mengembangkan bisnis startup.

“Memang ada sedikit perbedaan dalam mengikuti program inkubator offline dan online. Tapi, kami lihat semua berjalan lancar dan tetap efektif. Bahkan, permintaan kami untuk tukar mentor yang sudah di-assign juga diperbolehkan karena kami pikir sebelumnya kurang pas dengan produk yang kami buat,” kata Saga.

Introducing Sertiva, a Digital Certificate Issuance Service

Based in Yogyakarta, Sertiva is to offer a digital certificate (e-certificate) issuance solutions. It is considered quite relevant to the current conditions, when people are started to organize many online events.

Sertiva’s Co-Founder Saga Iqranegara said, since 2015 he has been quite active in ADITIF, an association for creative industry players. He found the fact that there was an imbalance of talent with competence. From there Sertiva is to connect job seekers and talents through a digital certificate publishing platform.

“I see that the link-and-match issue in the employment industry is quite vital because there is no single data linking the workforce with the industrial world. Then, the idea emerged to create Sertiva, a platform for issuing digital certificates or diplomas, therefore, we can asses someone’s competence which eventually will help the link-and-match process within th the industry,” Saga explained.

Sertiva is designed for three types of users. The first is for the Issuer or certificate issuer, the second is for the certificate holder or recipient, and the third is the Validator or party that verifies the authenticity of the electronic certificate.

“We implement an annual subscription system for Sertiva services. Sertiva’s clients come from various types of organizations, from communities, vocational schools, startups, even state-owned enterprises,” said Saga.

Momentum amid pandemic

Sertifikat Digital Sertiva
Sertiva is accessible through the website platform

The operational has been running for over a year. It has been trusted by 50 issuers consisting of companies and institutions with more than 2500 digital certificate holders.

At first, Saga said that they were pessimistic about the feedback. This is due to its relatively new technology and solutions. However, since the pandemic, where many activities were carried out virtually, Sertiva seemed to have gained momentum and proved that the solution they brought is in demand.

“It is proven by some clients using our service because they had to completely shift the offline to online events. Since mid-2020, we are increasingly convinced that this is the momentum for Sertiva , and our marketing targets are eventually influenced by the current circumstances shifting to e-certificate technology,” Saga added.

Currently, Saga with two other co-founders, Aji Kisworo Mukti and Donni Prabowo are trying to the product. This includes education about digital certificates.

“Our future plan is to expand the adoption of e-certificate technology from Sertiva. There are many people who are mistaken for digital certificates. The certificates in the JPEG or PDF file format that they have issued are not actual e-certificates. What we’ve been doing at Sertiva, it is necessary to provide the widest possible education to the community,” Saga said.

Sertiva is also part of the Telkom Group’s incubator program, Indigo Creative Nation, and has received initial funding through the program. Previously, they were also participants in the DSLaunchpad virtual incubator program held by DailySocial.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Mengenal Sertiva, Layanan Penerbitan Sertifikat Digital

Berkantor di Yogyakarta, Sertiva hadir menawarkan solusi penerbitan sertifikat digital (e-sertifikat). Solusinya dinilai cukup relevan dengan kondisi saat ini, di saat banyak pihak menyelenggarakan kegiatan secara online.

Co-founder Sertiva Saga Iqranegara menjelaskan, sejak 2015 ia cukup aktif di ADITIF, sebuah asosiasi wadah pelaku industri kreatif. Di sana ia menemukan fakta bahwa ada ketimpangan talenta berkompeten dengan kebutuhan. Dari sanalah Sertiva lahir untuk menghubungkan pencari kerja dan talenta melalui platform penerbitan sertiikat digital.

“Saya melihat bahwa isu link and match di dunia ketenagakerjaan lebih dikarenakan tidak ada satu data yang menghubungkan antara tenaga kerja dengan dunia industri. Kemudian muncul ide untuk membuat Sertiva ini, sebuah platform untuk menerbitkan sertifikat atau ijazah digital, sehingga kita bisa melihat kompetensi seseorang yang pada akhirnya nanti bisa membantu link and match dengan dunia kerja,” terang Saga.

Platform Sertiva didesain untuk tiga jenis pengguna. Pertama untuk Issuer atau penerbit sertifikat, kedua untuk Holder atau penerima sertifikat, dan ketiga Verifier atau pihak yang melakukan verifikasi terhadap keaslian sertifikat elektronik.

“Kami menerapkan sistem berlangganan tahunan untuk menggunakan layanan Sertiva. Klien Sertiva datang dari berbagai jenis organisasi, mulai dari komunitas, sekolah vokasi, startup, bahkan BUMN,” terang Saga.

Momentum di tengah pandemi

Sertifikat Digital Sertiva
Layanan Sertiva dapat diakses melalui platform situs webnya

Telah memulai operasional selama satu tahun lebih, saat ini mereka sudah dipercaya 50 penerbit yang terdiri dari perusahaan dan institusi dengan 2500 lebih pemegang sertifikat digital.

Saga bercerita, di awal mereka sempat pesimis solusi mereka bisa diterima. Hal ini tak terlepas dari teknologi dan solusinya tergolong baru. Namun semenjak pandemi, di mana banyak kegiatan dilakukan secara virtual, Sertiva seperti mendapat momentum dan membuktikan bahwa solusi yang mereka tawarkan ternyata banyak yang membutuhkan.

“Terbukti dengan beberapa klien yang datang karena mereka harus mengubah total bentuk kegiatannya ke online. Sejak pertengahan tahun 2020 ini kami semakin yakin momentum buat Sertiva telah datang, dan target marketing kami dengan sendirinya teredukasi oleh keadaan yang membuat mereka shifting ke teknologi e-sertifikat,” lanjut Saga.

Kini Saga, bersama dua co-founder lainnya, Aji Kisworo Mukti dan Donni Prabowo tengah berusaha untuk menyempurnakan produk. Termasuk di dalamnya edukasi mengenai sertifikat digital.

“Rencana kami ke depan adalah meluaskan adopsi teknologi e-sertifikat dari Sertiva. Karena masih banyak yang salah kaprah dengan sertifikat digital. Sertifikat dalam format berkas JPEG atau PDF yang selama ini mereka terbitkan bukanlah e-sertifikat yang sebenarnya. Untuk itu kami di Sertiva merasa perlu melakukan edukasi seluas-luasnya kepada masyarakat,” tutup Saga.

Sertiva juga tergabung pada program inkubator milik Telkom Group, yakni Indigo Creative Nation, dan telah mendapatkan pendanaan awal melalui program tersebut. Sebelumnya mereka juga menjadi peserta program inkubator virtual DSLaunchpad yang diadakan DailySocial.