Huawei Watch Akhirnya Ikut Kebagian Jatah Update Android Wear 2.0

Anda baru membeli Huawei Watch sesaat sebelum suksesornya diumumkan? Tak usah berkecil hati atau malah marah besar. Meskipun secara hardware keduanya sedikit berbeda, letak perbedaan utamanya justru adalah software atau sistem operasi yang dijalankan.

Kabar baiknya, Huawei sudah mulai meluncurkan update Android Wear 2.0 secara resmi ke seluruh pengguna Huawei Watch orisinil. OS baru ini setidaknya bisa sedikit menyegarkan perangkat yang dirilis pada tahun 2015 tersebut.

Berdasarkan pengamatan Android Central, Android Wear 2.0 bahkan bisa meningkatkan performa Huawei Watch secara cukup signifikan, dan pembaruan interface-nya jauh lebih cocok untuk wajah membulat smartwatch tersebut.

Fitur-fitur unggulan lain, seperti kemampuan untuk meng-install aplikasi langsung di smartwatch serta membalas pesan secara langsung turut hadir. Dua hal yang tidak bisa dihadirkan hanyalah konektivitas LTE dan dukungan Android Pay, mengingat keduanya bergantung pada hardware.

Untuk meng-update, silakan buka menu Settings > System > About > System Updates. Kalau notifikasi update-nya ternyata belum muncul, Anda bisa coba matikan Bluetooth di ponsel, lalu sambungkan smartwatch ke Wi-Fi dan klik icon centang biru berkali-kali sampai notifikasinya keluar.

Sumber: Android Central.

Microsoft Resmikan Windows 10 S, OS dengan Performa Lebih Kencang

Bersamaan dengan pengumuman laptop Surface di New York City, Microsoft juga mengungkap sistem operasi baru polesan dari Windows 10 yang dinamai Windows 10 S. Secara teknis, Windows 10 S mengusung konsep lawas namun dengan sedikit penyegaran. Pengguna OS hanya bisa memasang aplikasi dari toko resmi Windows Store seperti yang pernah diterapkan di Windows RT. Hanya saja kali ini Microsoft tak melupakan untuk memberikan peningkatan khususnya pada sektor performa.

Secara khusus Windows 10 S dibuat untuk kalangan pelajar dan pengajar. Tampaknya Microsoft tahu betul mereka mulai kehilangan pamor di pasar ini menyusul popularitas Chromebook yang kian meroket. Fakta bahwa Chromebook lebih murah, lebih cepat, ringan dan sederhana mendorong Microsoft untuk menyiapkan pesaing yang menawarkan keunggulan serupa dalam bentuk Windows 10 S ini.

Dipersiapkan untuk menjawab kebutuhan itu, Windows 10 S dirancang untuk berjalan di perangkat dengan spesifikasi minimalis dan kebutuhan hardware maupun ruang simpan yang kecil. Ia juga disebut bekerja dengan mulus dan hanya membutuhkan waktu 15 detik untuk menyala dari saat tombol Power ditekan. Guru atau pihak sekolah juga dapat memasangkan satu perangkat ke beberapa mesin melalui drive USB.

Perbedaan paling mencolok antara Windows 10 S dan Windows 10 terletak pada dukungan aplikasi, di mana Windows 10 S hanya bisa memasang aplikasi dari toko resmi Windows Store. Konsep ini memberi keuntungan kepada pengguna terutama dalam hal keamanan dan efisiensi baterai. Semua perangkat yang secara default ditenagai Windows 10 S akan memperoleh paket berlangganan Minecraft: Education Edition, Office 365 dan aplikasi kolaborasi, Team.

Sumber berita Microsoft.

Android Masih Berkuasa, iOS Jeblok di Tiongkok

Analis pasar independen, Kantar Worldpanel baru-baru ini mempublikasikan data penjualan smartphone Android, iOS,BlackBerry dan Windows di pasar-pasar penting di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat dan Tiongkok.

Dalam laporannya tersebut, tampak bahwa ada dua ekosistem smartphone yang menunjukkan perkembangan yang sehat, yakni Android dan iOS. Data dari dua pasar Amerika Serikat dan Tiongkok menjadi yang paling menarik, karena merupakan pasar vital bagi banyak pabrikan perangkat.

Di Amerika Serikat, iOS jelas adalah juaranya. Memperoleh peningkatan penjualan sebesar 3,7% dari tahun 2016 hingga 2017, iOS menjadi perangkat yang mengalami peningkatan paling signifikan. Total, iOS memegang 42% penjualan smartphone di sana.

usa

Sementara itu Android meski masih berkuasa dengan penjualan sebesar 56,4%, data tahun ke tahunnya mengalami penurunan sebesar 1,8% dibandingkan bulan Januari 2016 dengan persentase sebesar 58,2%. Di bulan Februari, Android bahkan turun ke angka 55,9%. Menurut Kantar, 23% konsumen di  Amerika Serikat punya keinginan untuk membeli ponsel pintar Google Pixel. Tetapi, kendala pasokan membuat ketersediaan perangkat menjadi sangat terbatas di sana. Akibatnya, HTC hanya mampu mengisi kurang dari 2% total penjualan smartphone.

Sementara itu di Tiongkok, kondisinya berbanding terbalik dengan statistik di Amerika Serikat. Di Tiongkok, popularitas iOS justru tergerus dari angka 25,0% ke 16,4% dan terus turun ke angka 13,2% di bulan Februari 2017. Kendati demikian, Kantar memberikan catatan bahwa iPhone 7 dan 7 Plus masih menjadi perangkat paling laris di Tiongkok.

china_1

Sedangkan sang rival, Android makin berjaya dengan peningkatan signifikan dari 73,9% menjadi 83,5% per Januari 2016 sampai dengan bulan Januari 2017. Di periode yang sama Windows turun dari 0,9% ke 0,1%.

Sumber berita Kantar, Gizmochina dan gambar header ilustrasi Pixabay.

Untuk Pertama Kalinya Dalam Sejarah, Pengguna Internet Android Lewati Windows

Beberapa dari Anda barangkali masih ingat masa di mana internet hanya bisa diakses dari perangkat komputer desktop dan jinjing. Sampai kemudian zaman berubah, kini hampir semua perangkat mobile dapat terhubung ke internet tanpa ribet dan bahkan dengan biaya yang jauh lebih murah. Jauh hari sejak era internet tiba, komputer berbasis Windows masih menjadi perangkat yang paling sering digunakan untuk mengakses dunia maya, tapi cerita manis itu berakhir di bulan Maret lalu.

Sebuah laporan dari StatCounter mengungkapkan sebuah data menarik yang menunjukkan berakhirnya kedigdayaan komputer Windows sebagai perangkat paling banyak digunakan untuk mengakses internet. Per Maret 2017 untuk pertama kalinya dalam sejarah, Android berhasil mengambil alih posisi teratas milik Windows dengan angka lalu lintas internet sebesar 39.93% berbanding 37.91%.

os_mar_2012_2017_ww

Pergulatan antar berbagai sistem operasi dimulai pada tahun 2012, di mana saat itu Windows memegang 82% lalu lintas internet di seluruh dunia. Sedangkan Android hanya duduk di angka 2,2% dari seluruh lalu lintas mobile. Waktu berjalan, Android mulai mendapatkan traksi yang menjanjikan berkat agresifnya pertumbuhan pasar mobile dan tablet. Dukungan dari berbagai pabrikan memegang peranan besar dalam pertumbuhan platform milik Google itu.

Aodhan Cullen, CEO StatCounter mengatakan ini adalah titik balik bagi Microsoft dan berakhirnya sebuah era dalam sejarah teknologi. Ini menandai berakhirnya kekuasaan Microsoft di pasar sistem operasi dunia yang sudah bertahan sejak era 80-an. Grafik ini secara gamblang menggambarkan kondisi yang terjadi. Sebagai catatan, statistik ini mencakup semua perangkat mulai dari desktop, tablet, smartphone dan laptop.

Sumber berita StatCounter.

Versi Preview Tiba, Apa yang Baru di Android O?

Sebagai sistem operasi paling ngetop sejagad, wajar jika banyak pengguna menanti-nanti fitur anyar yang dihadirkan di generasi terbarunya. Setelah seri Nougat yang notabene menggunakan inisial N, kini spekulasi tertuju pada seri selanjutnya yang diyakini menggunakan inisial O. Sejauh ini, Oreo menjadi kandidat terkuat meskipun Google belum mengiyakan ataupun membantah.
Kabar baiknya, Google baru saja meluncurkan preview pertama untuk Android O sekaligus membeberkan beberapa fitur unggulannya.

Background Limit

Dirancang demi efisiensi yang lebih baik, Android O menjalankan pembatasan aplikasi yang berjalan di latar belakang secara otomatis meliputi update lokasi dan background service. Hasil akhirnya, aplikasi bakal memberikan dampak yang minimum terhadap daya tahan baterai dan performa perangkat secara keseluruhan. Artinya, perangkat akan jauh lebih hemat daya dan mampu bekerja lebih optimal.

Bluetooth Audio kualitas tinggi, audio API dan kendali panggilan via Bluetooth

Kualitas suara menjadi salah satu komponen yang dioprek cukup serius di Android O, di mana kini OS mendukung LDAC codec, aptX dan aptX HD dari Qualcomm serta API AAudio baru yang dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan performa tinggi dan audio dengan latensi minimal.

Notifikasi baru

Fitur baru Android O_1

Seperti di versi-versi Android sebelumnya, notifikasi menjadi area yang wajib dipoles. Di Android O, notifikasi dibuat lebih enak dipandang, mendukung pengelompokan notifikasi di mana pengembang aplikasi bahkan dapat mengatur warna latar belakangnya sesuai selera. Di saat-saat tertentu, jika diperlukan pengguna juga bisa mematikan notifikasi untuk sementara waktu.

Quick Setting

Perubahan kecil dapat dijumpai pula di panel pengaturan cepat di mana ikon bar kini mempunyai susunan baru, dengan penambahan indikator baterai dan persentase. Apabila panel terbuka penuh, tapi ada notifikasi yang tidak kelihatan, ikon aplikasi akan disusun di bagian dasar layar bar.

Picture in Picture

Dihadirkan pertama kali di Android TV versi Nougat, fitur Picture in Picture kini akhirnya bisa dijajal di perangkat mobile dan tablet berbasis Android O. Anda juga akan jumpai jendela overlay dan dukungan banyak layar untuk layar remote.

Adaptive icons

Fitur baru Android O_2

Secara default, Android memungkinkan pengembang merancang sendiri ikon untuk custom interface masing-masing. Di Android O, Google membawa kemampuan ini ke level baru, di mana kini pabrikan dan pengembang dapat merancang adaptive ikon dengan bentuk yang berbeda. Ikon ini dapat ditampilkan secara otomatis berdasarkan preferensi pengguna.

Navigasi Keyboard dan Fingerprint gesture

Android O memperoleh peningkatan navigasi untuk aplikasi keyboard, kini jauh lebih fleksibel dan pintar dengan model prediksi yang aplikatif dan memanjakan. Melengkapi kemudahan akses, Android O juga memungkinkan perangkat dengan sensor sidik jari, melakukan beberapa tugas baru seperti merespon gerakan tangan ke atas, ke bawah, kiri dan kanan.

Selain apa yang sudah dijelaskan di atas, Android O masih mempunyai beberapa hal baru. Seperti perubahan kecil di panel pengaturan, desain baru untuk halaman informasi aplikasi, lencana lockscreen baru, dan dukungan warna wide-gamut. Google sendiri sudah memastikan bakal menghadirkan fitur dan kemampuan baru lainnya sebelum versi finalnya dilepas ke publik.
Android O saat ini sudah bisa diunduh untuk dipasang ke perangkat mobile.

Tapi, ini adalah versi awal yang masih mempunyai banyak sekali bugs dan kesalahan. Perlahan, Google menjamin akan ada banyak penambalan bugs untuk menyempurnakan OS. Tapi, untuk bisa menjajal sistem operasi Android O versi preview ini, Anda wajib menggunakan perangkat Nexus 5X, Nexus 6P, Nexus Player, Pixel, Pixel C dan Pixel XL.

Sumber berita Google.

Jide Umumkan Remix OS for Mobile dengan Fitur ala Continuum Milik Windows 10

Usai merilis Remix OS 3.0 pada pertengahan tahun kemarin, developer asal Tiongkok, Jide, kini mengungkap sebuah proyek yang tak kalah ambisius. Didapuk Remix OS for Mobile, ini bukan sembarang sistem operasi Android seperti buatan Cyanogen atau MIUI, melainkan yang memiliki kemampuan mengubah ponsel menjadi sebuah PC berbasis Android.

Fitur unggulan itu Jide namai Remix Singularity. Cara kerjanya boleh dibilang mirip seperti fitur Continuum yang terdapat pada Microsoft Lumia 950, dimana ketika perangkat disambungkan ke monitor terpisah, tampilan software-nya berubah menjadi seperti Windows 10 versi desktop.

Prinsip yang sama juga berlaku untuk Remix Singularity. Ponsel yang menjalankan Remix OS for Mobile nantinya dapat dihubungkan ke monitor, dan seketika itu juga tampilan yang tadinya sangat mirip seperti stock Android disulap menjadi versi desktop di layar besar.

Selanjutnya, pengguna tinggal menyambungkan keyboard dan mouse Bluetooth, dan jadilah produktivitas bisa semakin dimaksimalkan. Perihal aplikasi, semua yang ada di Play Store bisa diunduh dan dijalankan dalam mode desktop ini, namun sebelumnya pengguna wajib meng-install Play Store secara manual terlebih dulu.

Cara kerja fitur Remix Singularity pada Remix OS for Mobile mirip seperti fitur Continuum pada Windows 10 Mobile / Jide
Cara kerja fitur Remix Singularity pada Remix OS for Mobile mirip seperti fitur Continuum pada Windows 10 Mobile / Jide

Instalasi Remix OS for Mobile sejatinya tidak berbeda dari OS Android lainnya, namun ini mungkin terdengar kurang user-friendly bagi mayoritas konsumen. Maka dari itu, Jide berencana untuk bekerja sama dengan sejumlah pabrikan supaya nantinya konsumen dapat membeli smartphone dengan Remix OS for Mobile sebagai opsi default-nya.

Ini bukan pertama kalinya Jide berkolaborasi dengan produsen hardware. Sebelum ini, mereka sudah lebih dulu menggandeng AOC guna merilis all-in-one PC berbekal Remix OS. Dengan modal pengalaman semacam ini, sepertinya Jide tidak akan terlalu sulit menemukan mitra untuk mengintegrasikan Remix OS for Mobile.

Untuk sekarang, Remix OS for Mobile dan Remix Singularity masih dalam tahap pengembangan, dan perilisannya dijadwalkan setelah pertengahan tahun 2017.

Sumber: The Verge dan Jide.

Swatch Sedang Kembangkan Sistem Operasi Smartwatch-nya Sendiri

Sudah sejak awal 2015 kita mendengar kabar bahwa Swatch berniat untuk meluncurkan rival Apple Watch. Namun sampai titik ini, yang kita dapati hanyalah smartwatch untuk penggemar voli pantai dan arloji dengan sistem pembayaran elektronik terintegrasi. Singkat cerita, belum ada smartwatch besutan Swatch yang benar-benar setara fiturnya dengan Apple Watch.

Tahun depan, kemungkinan Swatch akan menepati janji lamanya tersebut. Baru-baru ini mereka mengumumkan kerja samanya dengan CSEM, organisasi nirlaba yang bergerak di bidang riset dan teknologi, untuk mendesain sistem operasi smartwatch-nya sendiri. Untuk sementara, nama yang dipilih adalah Swiss OS.

Swiss OS nantinya akan bersaing langsung dengan watchOS dan Tizen, yang keduanya berjalan di atas hardware buatan perancangnya sendiri (Apple dan Samsung). Hardware dan software yang dikembangkan oleh pihak yang sama akan berdampak pada sejumlah hal positif, salah satunya peningkatan keamanan, seperti yang Apple tunjukkan selama ini lewat iOS.

Keunggulan lain yang dijanjikan Swiss OS adalah efisiensi daya, dimana nantinya smartwatch yang menjalankan sistem ini dipastikan punya daya tahan baterai yang cukup mengesankan. Terakhir dan yang terkesan agak aneh adalah, Swiss OS tidak akan memerlukan terlalu banyak update secara berkala.

Hal ini ditujukan supaya smartwatch tidak dicap kuno karena menjalankan sistem operasi lawas dan tidak lagi menerima update terbaru dari pengembangnya. Seperti yang kita tahu, beberapa smartwatch Android Wear generasi awal tidak lagi menerima update yang diluncurkan oleh Google. Apa yang Swiss OS tawarkan sejatinya merupakan solusi dari problem seperti ini.

Pertanyaan selanjutnya, apakah Swiss OS datang pada saat yang tepat? Pasar smartwatch yang kita tahu sekarang tidak lagi seramai dulu. Belum lagi, Swatch nantinya juga harus berhadapan dengan Fitbit, yang belum lama ini mengonfirmasi rencananya untuk meluncurkan smartwatch baru.

Sumber: Business Insider.

Jolla Demonstrasikan Sailfish OS untuk Smartwatch

Di saat perkembangan smartwatch tengah terbilang stagnan, startup asal Finlandia yang didirikan oleh mantan karyawan Nokia dan Intel, Jolla, malah melihatnya sebagai peluang untuk memamerkan kreasinya. Bukan dalam wujud hardware, melainkan sistem operasi Sailfish OS yang mereka kembangkan sendiri.

Jolla menilai Sailfish OS sangat ideal untuk perangkat berlayar kecil – smartwatch salah satunya – karena pengoperasiannya banyak mengandalkan gesture. Gagasan ini pun langsung mereka terapkan dengan menyematkan Sailfish OS ke dalam LG Watch Urbane.

Dari video demonstrasinya, terlihat bahwa Sailfish OS versi smartwatch ini banyak terinspirasi oleh Asteroid OS yang bersifat open-source, baik dari segi desain maupun teknis. Kendati demikian, sejumlah elemen utama Sailfish OS yang sudah diterapkan di ponsel dan tablet turut diadopsi, semisal akses aplikasi dari bagian bawah dan tema dari atas layar.

Hampir semua pengoperasian Sailfish OS di smartwatch tidak perlu melibatkan tombol fisik. Prototipenya sendiri sudah mampu melakukan berbagai hal, termasuk meneruskan panggilan telepon dari smartphone. Pun begitu, koneksinya masih memanfaatkan Wi-Fi, sebab Jolla butuh waktu lebih lama untuk mengembangkan versi Bluetooth-nya.

Sejauh ini Jolla memang belum punya rencana untuk benar-benar menyiapkan Sailfish OS sebagai sistem operasi untuk smartwatch. Akan tetapi mengingat Sailfish yang berbasis Linux ini juga bersifat open-source, tidak menutup kemungkinan bagi komunitas developer untauk mengutak-atik dan mengembangkan perangkatnya sendiri.

Sumber: Wareable dan Jolla.

Google Dikabarkan Godok OS Ketiga Bernama Fuchsia

Google dikenal sebagai perusahaan yang berada di balik pengembangan dua sistem operasi ternama, Android untuk perangkat mobile dan Chrome OS untuk notebook and desktop. Tapi, minggu lalu sebuah kabar tak terduga muncul, di mana Google disebut-sebut sedang mengembangkan sistem operasi ketiga yang bernama Fuchsia.

Kendati Google belum membeberkan informasi yang cukup, namun orang-orang dari AndroidPolice berhasil menggali ke dokumentasi sebuah project GitHub dan menemukan info lebih dalam terkait sistem operasi tersebut. Disebutkan oleh AndroidPolice, kernal Fuchsia dinamai Magenta, dirancang untuk bekerja di lintas perangkat dengan cakupan yang sangat luas dari perangkat berukuran kecil hingga laptop dan desktop. Penamaan “Fuchsia” sendiri dijumpai dari deskripsi project yang tertulis: “Pink + Purple == Fuchsia (a new Operating System).”

Perbedaan paling mendasar antara Fuchsia dan platform Google lainnya, Fuchsia bukan OS yang berbasiskan kernel Linux. Ia menggunakan kernel baru bernama Magenta dan bahasa pemograman Google yang bernama Dart. Dengan ini, Fuchsia disebut bakal menjadi penjegal OS lainnya, sperti FreeRTOS dan ThreadX.

Bedanya, Google membawa persaingan ke level yang lebih tinggi dengan merancang agar OS dapat bekerja di semua rentang ukuran perangkat. Mampu bekerja di prosesor ARM dan Intel berbasiskan PC. Penggunaan Google Dart juga memungkinkan Fuchsia untuk dikawinkan dengan Material Design yang jadi ciri khas Android.

Masih terlalu dini untuk menerka ke mana Google akan membawa Fuchsia. Tak ada pula jaminan Google benar-benar akan membawa Fuchsia ke kancah industri IoT. Tetapi bila dikaitkan dengan isu perkawinan antara Chrome OS dan Android. Tampaknya Fuchsia berpotensi menjadi perwujudan dari rencana besar tersebut.

Sumber Gambar header Lifehacker.

Berakhirnya Masa Update Gratis Tidak Membuat User Buru-Buru Beralih ke Windows 10?

Sebagai bagian dari strategi mengumpulkan satu miliar pengguna, Microsoft memberikan kesempatan upgrade gratis dari Windows 7 dan 8 ke Windows 10 selama satu tahun. Masa itu telah habis tepat di tanggal 29 Juli 2016 kemarin. Pertanyaannya kini ialah, apakah berakhirnya kesempatan ini mendorong para user untuk buru-buru memperbarui sistem operasi di PC mereka?

Sepertinya, batas waktu upgrade gratis tidak terlalu memotivasi pengguna. NetMarketShare mengungkap data penggunaan OS di bulan Juli: meskipun di sana Windows 10 menunjukkan peningkatan, kenaikannya tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa deadline tidak mendorong konsumen yang menunda-nunda untuk segera menginstal platform teranyar racikan Microsoft tersebut. Dengan begitu, boleh jadi laju adopsinya malah berkurang di bulan Agustus.

Mari kita bahas angkanya sedikit lebih rinci. Di bulan Juli, pemakaian Windows 10 naik 1,99 persen, dari 19,14 persen ke 21,13 persen. Sebagai perbandingan, sistem operasi tersebut mengalami eskalasi sebesar 1,71 persen di bulan Juni, dan 2,09 persen di bulan Mei.

OS Market Share

Kerja keras Microsoft memasarkan Windows 10 memang membuahkan hasil membanggakan. Dengan menghidangkannya secara gratis, kini ia menguasai 21,3 persen ranah sistem operasi desktop. Namun kita tahu, dalam prakteknya, sang produsen asal Redmond itu menerapkan beberapa taktik yang dikeluhkan user, misalnya mengunduh file tanpa sepengetahuan pemilik PC.

Penurunan terbesar dialami oleh OS favorit yang sudah menginjak usia tujuh tahun, Windows 7. Tapi walaupun ia kehilangan 2,04 persen, Windows 7 masih mendominasi kategori OS desktop dengan 47,01 persen. Windows 8.1 sendiri memperoleh sedikit depresiasi, yaitu sebesar 0,21 persen, sekarang berada di 7,8 persen. Dan ada kabar menarik dari platform  jadul Microsoft, Windows XP. Pemakaiannya terlihat kembali meningkat, dari 9,78 persen jadi 10,34 persen di bulan Juli.

Meskipun periode update gratis sudah habis, kesempatan beralih ke Windows 10 tanpa mengeluarkan ratusan ternyata dolar masih terbuka bagi user yang menggunakan ‘assistive  technologies‘. Microsoft menjelaskan bahwa metode ini bukanlah solusi bagi mereka yang melewatkan batas kadaluarsa, namun karena produsen juga tidak mengaplikasikan sistem verifikasi, sangat mungkin bagi pengguna biasa untuk memanfaatkannya.

Caranya? Cukup kunjungi laman Microsoft.com ini dan klik tombol ‘Upgrade Now’ buat mengunduh file .exe. Setelah proses download selesai, Anda hanya tinggal menjalankannya saja.

Sumber: Betanews & NetMarketShare. Tambahan: PC Advisor.