Sociolla Bags 841 Billion Rupiah Fresh Funding

Social Bella, the brand owner of the beauty e-commerce service Sociolla, announced US$ 58 million (more than 841 billion Rupiah) funding from global investors, including three previous investors, Temasek, Pavilion Capital, and Jungle Ventures. This round happened amid crisis in the overall business environment due to the Covid-19 pandemic.

Funding is to be used to improve technology infrastructure. Investor support is aligned with the company’s target to bring its position in unlocking growth potential with a sustainable business model and comprehensive ecosystem.

Previously, the three investors participated in the Series D round in September 2019 for $ 40 million. Also in that round was EV Growth.

Social Bella’s Co-Founder and President Christopher Madiam said the pandemic was a challenge for the entire global business. However, he claimed the company was able to adapt quickly to serve the needs of consumers.

As seen from a significant increase in organic traffic on the platform during quarantine and recorded the highest shopping basket rate online. Although, it is not followed by detailed numbers.

“We are proud that both existing and new investors see the extraordinary potential of our ecosystem and strongly support our business plan,” he said in an official statement, Monday (6/7).

Jungle Ventures’ Managing Partner, David Gowdey added, his investment in Social Bella was the company’s important milestone in Indonesia. Social Bella is the first beauty company that presents a holistic ecosystem.

“This additional investment will strengthen our partnership with Social Bella and enable Jungle Ventures to expand regional cooperation,” said Gowdey.

Lilla by Sociolla

Social Bella’s Co-Founder and CEO, John Rasyid explained, with strong support from the technological aspect of daily routine, the company wanted to provide a better shopping experience for its consumers.

“We recently launched a new line of business, Lilla by Sociolla, designed for moms with the best product curation for children and themselves. We see an increasing need for quality products in this consumer segment and we are trying to provide the best,” he said.

Besides Lilla, Social Bella has continued to expand its services since it’s debut in 2015. First, SOCO, an online consumer review platform for beauty and personal care products. Second, Beauty Journal, which is an online beauty and lifestyle media with O2O marketing services from upstream to downstream.

Third, Sociolla, beauty e-commerce with six offline stores and an omnichannel concept. Finally, Brand Development, a business unit that offers end-to-end distributor services for beauty and personal care brands to leading international manufacturers.

All of these business units is believed can reach around 30 million users this year.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Sociolla Kantongi Pendanaan Baru Senilai 841 Miliar Rupiah

Social Bella, pemilik brand dari layanan e-commerce kecantikan Sociolla, mengumumkan pendanaan senilai US$58 juta (lebih dari 841 miliar Rupiah) dari investor global, termasuk tiga investor sebelumnya, yakni Temasek, Pavilion Capital, dan Jungle Ventures. Investasi ini didapatkan di tengah turbulensi dalam lingkungan bisnis secara keseluruhan karena pandemi Covid-19.

Disebutkan, pendanaan akan digunakan untuk meningkatkan infrastruktur teknologi. Dukungan investor selaras dengan target perusahaan untuk membawa posisinya dalam membuka potensi pertumbuhan dengan model bisnis yang berkelanjutan dan ekosistem yang komprehensif.

Sebelumnya, ketiga investor ini berpartisipasi dalam putaran Seri D pada September 2019 sebesar $40 juta. Dalam putaran itu diikuti pula oleh EV Growth.

Co-Founder dan Presiden Social Bella Christopher Madiam mengatakan, pandemi menjadi tantangan tersendiri bagi keseluruhan bisnis secara global. Namun dia mengklaim, pihaknya mampu beradaptasi dengan cepat untuk melayani kebutuhan konsumen.

Terlihat dari peningkatan organic traffic secara signifikan pada platform selama periode karantina dan mencatat rekor ukuran keranjang belanja tertinggi secara online. Kendati, klaim tersebut tidak disertai angka oleh Christopher.

“Kami bangga bahwa baik investor yang ada maupun yang baru melihat potensi luar biasa dari ekosistem kami dan sangat mendukung rencana bisnis kami,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (6/7).

Managing Partner Jungle Ventures David Gowdey menambahkan, investasinya di Social Bella merupakan tonggak penting bagi kiprah perusahaan di Indonesia. Social Bella merupakan perusahaan kecantikan yang menyajikan ekosistem holistik yang belum pernah ada sebelumnya.

“Investasi tambahan ini akan memperkuat kemitraan kami dengan Social Bella dan memungkinkan Jungle Ventures untuk memperluas kerja sama secara regional,” ujar Gowdey.

Lilla by Sociolla

Co-Founder dan CEO Social Bella John Rasyid menerangkan, dengan dukungan yang kuat dari aspek teknologi dalam rutinitas sehari-hari, perusahaan ingin memberikan pengalaman berbelanja lebih baik untuk konsumennya.

“Baru-baru ini kami meluncurkan lini bisnis baru, Lilla by Sociolla yang dikhususkan untuk ibu-ibu mencari kurasi produk terbaik bagi anak-anak dan diri mereka sendiri. Kami melihat ada peningkatan kebutuhan akan produk berkualitas pada segmen konsumen ini dan kami berusaha memberikan yang terbaik,” kata dia.

Selain Lilla, Social Bella terus memperluas layanannya sejak pertama kali dirilis pada 2015. Pertama, adalah SOCO, platform online ulasan konsumen untuk produk kecantikan dan perawatan diri. Kedua, Beauty Journal, yakni media online kecantikan dan gaya hidup dengan layanan pemasaran O2O dari hulu ke hilir.

Ketiga, Sociolla, situs e-commerce kecantikan yang kini memiliki enam toko offline dengan konsep omnichannel. Terakhir, Brand Development, unit bisnis yang menawarkan layanan distributor end-to-end untuk merek kecantikan dan perawatan diri untuk produsen internasional terkemuka.

Diyakini seluruh unit bisnis ini dapat menjangkau sekitar 30 juta pengguna pada tahun ini.

Application Information Will Show Up Here

Lanskap Platform Produk Kecantikan dan Perawatan Pribadi di Indonesia

Salah satu industri yang mulai banyak digarap wirausahawan lokal adalah segmen kecantikan dan perawatan pribadi (personal care). Tercatat saat ini industri kecantikan dan perawatan pribadi dunia pada tahun 2019 dikabarkan bernilai $532 miliar.

Tidak dapat dipungkiri, adanya kemudahan akses informasi tentang tren gaya hidup melalui media sosial mendorong adopsi yang lebih masif, meniru apa yang sudah terjadi di sejumlah negara maju.

Di Indonesia sendiri layanan seperti ini, termasuk yang berbasis teknologi, sebagian besar menyasar kalangan perempuan. Meskipun demikian, mulai ada startup perawatan pribadi yang menyediakan produk perawatan untuk laki-laki.

Meskipun masih harus bersaing dengan brand konvensional yang jauh lebih berpengalaman, kehadiran startup yang menyasar produk kecantikan dan  perawatan pribadi bisa menjadi alternatif bagi masyarakat menikmati layanan dan produk dengan harga terjangkau.

Konsep Direct to Consumer

Nilai pasar industri kecantikan di Indonesia diperkirakan mencapai $5,8 miliar. Pertumbuhan tertinggi, sekitar 9,6%, terjadi di kategori produk perawatan kulit.

Startup seperti Base, Callista, Social Bella, dan Neuffa mencoba menyasar pasar ini dan kebanyakan menerapkan konsep Direct to Consumer (DTC).

Penerapan DTC menjadi solusi agar aktivitas di platform memberikan pengalaman berinteraksi yang berbeda, termasuk personalisasi.

“Dengan DTC, sebagai praktisi bisnis, kami dapat memberikan brand experience yang lebih holistik. Selain itu, kami mengembangkan algoritma berdasarkan jurnal-jurnal sains terkini untuk memberikan hasil analisis kulit kepada konsumen. Hasil analisis ini kemudian akan diolah oleh algoritma kami untuk menentukan bahan baku [active ingredient] apa yang dibutuhkan oleh konsumen,” kata CEO Base Yaumi Fauziah Sugiharta.

Untuk membeli produk Base, konsumen, biasa disebut “Base Friends”, terlebih dahulu melakukan konsultasi kulit secara virtual melalui fitur Skin Test sebelum mengirimkan produk yang sesuai dengan kondisi kulit, “skin goals”, dan gaya hidup mereka.

Sementara bagi Callista, penerapan Direct to Consumer, selain secara online, juga secara langsung melalui personal beauty assistant untuk mempermudah pelanggan mendapatkan paket produk personalisasi yang sesuai dengan masalah dan jenis kulit mereka.

“Setiap bulannya beauty asisstant kami akan melakukan follow up melalui WhatsApp untuk melihat progress dan melakukan optimalisasi pada paket perawatan selanjutnya,” kata Co-Founder & CEO Callista Ryan Narendra.

Di sisi lain, HelloBeauty menyediakan teknologi Software-as-a-Service (SaaS) untuk membantu para beauty artist (penyedia layanan kecantikan) mengelola, mempromosikan, dan mengembangkan layanan atau bisnis kecantikan dengan lebih mudah dengan bantuan teknologi. SaaS ini bisa digunakan dengan sistem berlangganan.

“HelloBeauty tentu menerapkan proses Direct to Consumer dalam menciptakan produk, marketing, penjualan hingga user retention karena dibutuhkan edukasi pengguna dengan benar,” kata CEO HelloBeauty Dennish Tjandra.

Model bisnis seperti ini, menurut Dennish memiliki tantangan yang cukup rumit, dilihat dari banyaknya pemain yang tumbang di Asia Tenggara.

Vanitee dan Vaniday di Singapura dan Bfab di Malaysia sudah tidak beroperasi. Bahkan akhir tahun lalu Go-Glam juga menutup layanannya.

“Hal ini bisa jadi menunjukkan bahwa industri layanan kecantikan digital masih sangat early stage dan menjadi tantangan bagi kami untuk mengedukasi pasar secara baik dan benar,” kata Dennish.

Tren dan tantangan startup lokal

Salah satu alasan tumbuhnya pasar di segmen ini adalah masuknya produk dan tren dari Korea Selatan. Apalagi dengan tren K-Pop dan K-Drama di berbagai negara, termasuk Indonesia.

“Audiens kami cenderung mengenal sosial media sejak dini dan terpapar dengan Korean Wave yang masuk ke Indonesia sejak awal 2006. Hal ini, turut membentuk persepsi audiens kami terhadap gaya hidup ataupun kultur. Sampai hari ini, masih banyak brand kosmetik lokal yang mengeluarkan produk kosmetik ala Korea Selatan seperti bedak cushion yang banyak digunakan oleh artis dan penyanyi dari negara ginseng tersebut,” kata Yaumi.

Hal senada diungkapkan Dennish yang melihat masuknya produk asal Korea Selatan ke Indonesia secara langsung ikut mendorong industri kecantikan di Indonesia. Namun Dennish melihat, produk-produk kecantikan lokal di Indonesia saat ini juga tidak kalah hebat.

Kebutuhan kulit orang Indonesia berbeda dengan orang Korea Selatan atau negara lainnya. Produk lokal dianggap memiliki kesempatan yang besar untuk lebih unggul, karena memahami dan sesuai dengan kebutuhan kulit orang Indonesia.

“Yang kadang disayangkan adalah masih banyaknya konsumen di Indonesia yang memandang bahwa brand luar lebih baik kualitasnya dari brand lokal Indonesia. Padahal belum tentu seperti itu. Banyak produk kecantikan lokal Indonesia yang punya kualitas lebih baik dari produk luar,” kata Dennish.

Persoalan tersebut diklaim masih menjadi tantangan startup yang menyasar industri produk kecantikan dan perawatan tubuh. Untuk bisa bersaing dengan produk luar, Yaumi mengajak para pemain lokal untuk bisa lebih kreatif dalam menjangkau pasar dengan bekal kapital atau modal yang efisien.

Strategi lain yang dianggap ampuh menambah jumlah pelanggan adalah melakukan pendekatan personalisasi. Salah satunya dengan layanan konsultasi.

“Saya melihat saat ini personalized skin care merupakan tren yang sedang terjadi di tahun 2020,” ujar Ryan.

Minat investor

Dukungan investor memiliki peranan penting bagi startup. Selain untuk mempercepat pertumbuhan, menemukan investor sebagai mitra yang tepat dan mengerti industri kecantikan penting untuk perkembangan bisnis ke depannya.

Meskipun belum banyak jumlah startup yang menawarkan produk dan layanan kecantikan saat ini, beberapa investor mulai banyak melirik model bisnis yang mereka tawarkan, termasuk venture capital seperti East Ventures dan program akselerasi Gojek Xcelerate.

Salah satu alasan mengapa sejumlah investor tertarik berinvestasi ke startup teknologi yang berkutat di industri kecantikan adalah pendekatan personalisasi ke pelanggan dan pemahaman yang kuat akan industri yang mereka sasar.

Beauty merupakan sektor yang menarik, karena masyarakat indonesia mencari produk-produk beauty inovasi baru yang bagus namun terjangkau. Selain itu, potensinya juga besar, bukan ‘industry winner takes all‘ tetapi bisa ada beberapa pemain besar,” kata Partner East Ventures Melisa Irene.

East Ventures telah memberikan pendanaan tahap awal tahun lalu ke Base, sementara marketplace Social Bella (dengan brand Sociolla) telah mendapatkan sejumlah pendanaan lanjutan dan termasuk dalam jajaran startup bervaluasi di atas $100 juta (centaur).

“Kami mengerti bahwa setiap investor memiliki preferensi masing-masing mengenai jenis industri ataupun lini bisnis yang ingin digeluti. Sampai saat ini, kami sudah bertemu dengan investor yang memang memiliki fokus ataupun ketertarikan di bidang kecantikan, wellness, consumer goods, e-commerce, dan retail. Sejauh ini, kami mendapatkan respon dan masukan positif,” kata Yaumi.

Sementara itu, Gojek Xcelerate melihat pencapaian Callista yang signifikan dalam menciptakan produk dan layanan kecantikan. Mereka terus mendorong Callista untuk memperluas skala bisnis dan mencapai pertumbuhan yang signifikan.

Tahun ini Callista memiliki sejumlah target yang ingin dicapai, termasuk fokus ke jalur offline melalui program beauty ambassador. Hal tersebut dilakukan berdasarkan pengalaman, karena banyak pelanggan yang membeli produk Callista apabila direkomendasikan teman atau keluarganya.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Sociolla Receives 567 Billion Rupiah Series D Funding Led by EV Growth and Temasek

Social Bella (Sociolla brand) announced series D funding worth of $40 million (over 567 billion Rupiah) led by EV Growth and Temasek. Newcomers in this round are EDBI, Pavilion Capital, and Jungle Ventures.

Funding is to fully focused on recruiting new talents and developing technology, particularly in So.Co.  The offline store‘s expansion will continue although the company confirmed no plans to enter the global market.

“Funding was closed last week. There are four new investors and the single investor, EV Growth, was there from the seed and now the co-lead in the series D,” Social Bella’s Co-Founder and CEO, John Rasyid said on Monday (9/2).

Social Bella’s Co-Founder and President, Christopher Madiam added, “Through the strategic partnership with our investors, we are to build a growing beauty-tech ecosystem.”

Last Year, the company announced series C funding worth of $12 million (around 169 billion Rupiah) led by EV Growth, Japan-based beauty platform,, Istyle Inc., and UOB Ventures.

Focus on So.Co development

Social Bella owns three business units,  Sociolla (e-commerce), So.Co and Beauty Journal (media), and brand development. Sociolla is the earliest one and the biggest contributor in Social Bella. Nevertheless, they didn’t mention an exact number.

“The whole business runs in parallel, we didn’t put a single fighter. Despite all units, the e-commerce has been established for four years and become our biggest contributor,” he added.

“Therefore, GMV is not our company’s achievement matrix since e-commerce is not our only business line, but we also provide media. It involves different matrix, GMV alone will not make our business unique,” Madiam said.

So.Co becomes the database bank for customers and now the company focused on its development. So.Co stores various kinds of customer’s data, from the profile, transactions, and others to be utilized for a better experience.

The concept might be different because it combines Sociolla and Beauty Journal. It’s not only for consumers who want to shop online at Sociolla but also those interested in reviews and other activities.

Madiam said there will be an additional feature soon to improve customer experience on So.Co. Users will not be limited to end-user, but also brands.

Customers can log in via So.Co before visiting Sociolla offline to help them decide what products to buy based on their skin condition. It’s for their efficiency when shopping at an offline store.

In order to create an ecosystem, the company builds all technologies, including POS machine integrated with So.Co at the offline stores.

“Our warehouse has integrated with technology in order to create an integrated ecosystem.”

He also guaranteed the data collected will not be used for monetization. It will be managed accordingly to improve user experience, therefore, the company will keep all the private data secure.

Based on the monthly unique visitor, John said there are 5 to 7 million and 1,2 million of them are all registered customers. In accumulation, there are 20.2 million visitors joined Social Bella platform since 2018, via Sociolla, So.Co. or Beauty Journal.

Despite all strategies, they expect to increase unique visitors to 100 million by 2021.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Sociolla Peroleh Pendanaan Seri D 567 Miliar Rupiah Dipimpin EV Growth dan Temasek

Social Bella (pemilik brand Sociolla) mengumumkan perolehan pendanaan Seri D sebesar $40 juta (lebih dari 567 miliar Rupiah) yang dipimpin EV Growth dan Temasek. Jajaran investor baru yang masuk dalam putaran ini adalah EDBI, Pavilion Capital, dan Jungle Ventures.

Pendanaan ini sepenuhnya akan diarahkan untuk merekrut lebih banyak talenta baru dan mengembangkan teknologi khususnya di So.Co. Penambahan lokasi gerai offline Sociolla juga akan terus dilakukan ke depannya, meski perusahaan menegaskan belum ada rencana untuk ekspansi ke luar negeri.

Funding ini baru close minggu lalu. Ada empat investor baru yang masuk dan satu investor EV Growth sudah ikut dari funding tahap awal dan menjadi co-lead investor untuk Seri D ini,” terang Co-Founder dan CEO Social Bella John Rasyid, Senin (2/9).

Co-Founder dan Presiden Social Bella Christopher Madiam menambahkan, “Melalui kerja sama strategis yang kami miliki dengan para investor, kami dapat terus membangun ekosistem beauty-tech yang terus berkembang pesat.”

Tahun lalu, perusahaan mengumumkan pendanan Seri C sebesar $12 juta (sekitar 169 miliar Rupiah) yang dipimpin EV Growth, platform kecantikan Jepang Istyle Inc., dan UOB Ventures.

Fokus kembangkan So.Co

Social Bella memiliki tiga unit bisnis, yakni di bidang commerce (Sociolla), media (So.Co dan Beauty Journal), dan brand development. Sociolla itu sendiri adalah bisnis unit tertua karena sudaha ada sejak perusahaan berdiri, sekaligus kontributor terbesar di Social Bella. Kendati, angka detailnya tidak disebutkan secara detail.

“Seluruh bisnis berjalan secara parelel, tidak ada yang kami unggulkan. Tapi memang bisnis commerce itu sudah berjalan sejak empat tahun, itu yang menjadi kontributor utama kami,” ucap Christopher.

“Oleh karenanya, GMV itu bukan jadi metriks pencapaian perusahaan karena kami bukan hanya punya e-commerce saja, tapi juga ada medianya. Yang mana untuk metriks di media itu berbeda, bukan GMV. Ini yang menjadikan bisnis kami menjadi unik,” tambahnya.

So.Co menjadi bank database konsumen yang kini menjadi salah satu fokus perusahaan untuk di kembangkan. So.Co menyimpan berbagai data konsumen, baik dari profil mereka, transaksi, dan lainnya yang dimanfaatkan oleh perusahaan untuk memberikan pengalaman lebih baik.

Konsep aplikasi So.Co makanya cukup berbeda karena gabungan dari Sociolla dan Beauty Journal. Sehingga tidak hanya diperuntukkan buat konsumen yang ingin beli barang online di Sociolla saja, tapi juga buat orang-orang yang ingin membaca ulasan, dan kegiatan lainnya.

Christopher memastikan ke depannya akan ada tambahan fitur yang bisa meningkatkan pengalaman konsumen jadi lebih baik di dalam So.Co. Pengguna So.Co tidak hanya end user saja tapi juga brand.

So.Co juga hadir sebagai alat login konsumen sebelum masuk ke gerai offline Sociolla untuk bantu mereka menentukan produk mana yang mereka butuhkan sesuai kondisi kulit masing-masing. Harapannya ketika masuk toko, konsumen tidak lagi harus meraba-raba, produk apa yang cocok untuk mereka.

Karena ingin menjadi sebuah ekosistem, makanya semua teknologi dibangun sendiri oleh perusahaan, termasuk untuk mesin POS di dalam gerai karena sudah terintegrasi dengan So.Co.

“Bahkan gudang kami sudah terintegrasi dengan teknologi karena kami ingin semuanya menjadi satu ekosistem yang saling terhubung.”

Christopher memastikan seluruh data yang dikumpulkan So.Co, tidak akan dimanfaatkan perusahaan untuk dimonetisasi demi menarik penjualan. Justru dimanfaatkan untuk diolah kembali agar ada peningkatan dari sisi user experience, sehingga pihaknya menjamin privasi konsumen akan tetap terjaga.

Bila melihat dari monthly unique visitor, John menyebut ada sekitar 5 juta-7 juta kunjungan dan pengguna teregistrasinya sekitar 1,2 juta orang. Secara kumulatif ada lebih dari 20,2 juta pengunjung yang telah bergabung dengan platform Social Bella sejak 2018, baik melalui situs Sociolla, So.Co, maupun Beauty Journal.

Dari seluruh strategi di atas, diharapkan dapat mendongkrak jumlah unique visitors menjadi 100 juta pengguna pada 2021 mendatang.

Application Information Will Show Up Here

Sociolla Buka Gerai Offline Berkonsep “Omni-Channel”

Platform produk kecantikan Sociolla mengumumkan gerai offline flagship pertama berteknologi omni channel di Lippo Mall Puri, Jakarta. Di dalam toko seluas 425 meter persegi ini, dibekali berbagai tampilan interaktif yang terhubung langsung ke situs Sociolla dan platform Soco.

Co-Founder & CMO Social Bella (nama PT dari brand Sociolla) Chrisanti Indiana menjelaskan, inovasi ini memungkinkan konsumen untuk mendapatkan produk yang tepat sambil menikmati pengalaman belanja baru. Pasalnya, mereka akan mendapat gambaran produk sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kulit dari layar smartphone-nya

“Sebelum masuk ke toko, mereka perlu sign in akun Soco-nya dengan scan barcode di layar Sociolla Store. Di situ akan terhubung dengan rekomendasi produk yang sesuai dengan kebutuhan. Jadi mereka tidak bingung ketika masuk ke toko harus apa,” terang Chrisanti, Selasa (13/8).

Soco adalah platform online ulasan konsumen untuk produk kecantikan dan perawatan pribadi yang sudah dirilis sejak tahun lalu. Diklaim telah diisi oleh lebih dari 1,2 juta ulasan produk. Sayang, Chrisanti enggan menyebut total pengguna Soco saat ini.

Sociolla juga menyiapkan berbagai aktivitas offline yang bisa dilakukan konsumen. Seperti beauty bar (selayaknya di salon kecantikan) dan skin shelf (rak kosmetik yang disertai wastafel).

Setiap susunan rak produk di dalam gerai telah disesuaikan berdasarkan tren yang berkembang di Sociolla. Makanya, secara berkala akan susunan produk akan berubah.

Selain gerai flagship ini, sebenarnya Sociolla juga punya gerai offline lain namun berukuran lebih kecil berlokasi di Kota Kasablanka, Jakarta. Pihaknya tidak menutup kemungkinan ekspansi gerai ke lokasi lainnya, namun masih mempertimbangkan lokasinya dan persebaran konsumen.

Masuknya Sociolla ke lini offline ini, merupakan jawaban perusahaan untuk menggarap potensi belanja kosmetik di Indonesia. Menurut Statista, prediksi tingkat belanja produk kecantikan dan perawatan di Indonesia baru mencapai $24 per kapita di 2018.

Angka ini masih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Singapura ($178), Malaysia ($75), Filipina ($50). Negara lebih maju seperti Inggris ($229) sudah jauh lebih tinggi, Amerika Serikat ($247), Jepang ($287).

Adapun potensi dari industri kecantikan di Indonesia pada 2025 mendatang naik 15% menjadi $8 miliar dengan kontribusi dari platform e-commerce diprediksi mencapai $1,2 miliar. Kenaikan ini cukup drastis bila dibandingkan pada 2018 sebesar $5,2 miliar dan 2011 sebesar $2,3 miliar.

Perkenalan lini bisnis lain

Nama brand Sociolla memang sudah cukup tenar di kalangan konsumen sejak situs ini dirilis pada 2015. Padahal, sebenarnya Social Bella punya dua unit bisnis lainnya yang semuanya membangun ekosistem produk kecantikan secara keseluruhan.

Mereka adalah Beauty Journal yang berawal dari media online kecantikan dan gaya hidup yang sekarang menjadi agen pemasaran O2O dari hulu ke hilir. Telah bermitra dengan perusahaan kecantikan terkemuka di Indonesia.

Dan, Brand Development merupakan unit bisnis perusahaan yang menawarkan layanan distribusi end-to-end untuk merek kecantikan dan perawatan diri yang dipercaya berbagai manufaktur internasional terkemuka.

Ketiga lini bisnis ini membangun ekosistem kecantikan yang saling terintegrasi dan disusun berdasarkan cycle konsumen saat mengunjungi Sociolla. Perusahaan juga berupaya membangun ekosistem yang lebih sehat dengan memberikan produk asli dan aman sesuai BPOM.

“Kita selalu mulai dari apa yang dibutuhkan konsumen. Makanya di awal kami mulai dengan e-commerce, lalu masuk ke Beauty Journal. Berikutnya kami lihat konsumen itu senang berbagai ulasan dari produk yang dibeli, makanya kami buat Soco. Terakhir kami buat unit bisnis baru Brand Development untuk bantu brand luar yang mau masuk ke sini, kami jadi distributor eksklusifnya,” terang Co-Founder & President of Social Bella Christopher Madiam.

Terkait unit Brand Development, saat ini perusahaan jalin kerja sama eksklusif dengan 12 brand luar negeri. Adapun secara total ada 200 brand tersedia di Sociolla.

Perusahaan memiliki dua gudang yang menampung seluruh produk dan memasarkannya ke berbagai platform online dan offline tergantung strategi brand tersebut. Sebelum brand masuk ke Indonesia, perusahaan mengatur seluruh persyaratan dan memastikan keamanannya lewat BPOM demi memastikan jaminannya buat konsumen.

Sayangnya, Co-Founder & CEO Social Bella John Rasjid enggan membeberkan pencapaian perusahaan. Dia hanya menyebut pada kuartal pertama 2019 tumbuh lebih dari tujuh kali lipat dibandingkan kuartal yang sama sebelumnya.

Application Information Will Show Up Here