Cube Asia 2022: Indonesia Pasar Terbesar “Live Shopping” dan “Group Buying” di Asia Tenggara

Indonesia menjadi pasar live shopping dan community group buy terbesar di Asia Tenggara dengan estimasi nilai Gross Merchandise Value (GMV) masing-masing sebesar hampir $5 miliar dan $2 miliar berdasarkan laporan perdana Cube Asia bertajuk “Social Commerce in Southeast Asia 2022”.

Laporan ini mencatat penggunaan platform social commerce dalam mendorong pertumbuhan transaksi e-commerce Asia Tenggara dengan estimasi total nilai sebesar $42 miliar di 2022. Adapun, sebanyak 15.000 responden di Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam berpartisipasi terhadap survei laporan ini.

Menurut CEO and Head of Data Cube Asia Sarabjit Singh, engagement media sosial di Asia Tenggara termasuk yang tertinggi di dunia. Sebanyak 90% pengguna internet di kawasan ini sudah memiliki akun Facebook, Instagram, WhatsApp, TikTok, dan LINE.

Kemudian, sebanyak 55% dari pengguna internet di Indonesia dan Thailand mengalokasikan pengeluaran untuk bertransaksi di platform social commerce masing-masing sebesar $100 dan $180 per pengguna per tahun.

Laporan ini membagi pengalaman transaksi di social commerce ke dalam empat kategori, yakni platform social commerce, conversational commerce, live shopping, dan community group buy. Pemilik brand/peritel yang menggabungkan lebih dari satu kategori ini, akan menjadi pemenang di masa depan.

Media sosial dan perpesanan

Dalam temuannya, rata-rata-rata pemilik channel di e-commerce Asia Tenggara telah memanfaatkan satu dari empat platform social commerce. Bagi pemilik brand, penting untuk memberikan pengalaman berbelanja yang lebih engaging melalui platform social commerce.

Transaksi commerce yang terjadi di media sosial menyumbang sebesar $34 miliar di Asia Tenggara, terbesar dibandingkan tiga kategori lainnya. Salah satu faktor pemicu tingginya nilai transaksi ini adalah meningkatnya jumlah waktu yang dihabiskan pengguna di media sosial selama pandemi.

Sumber: Cube Asia
Sumber: Cube Asia

Sebagai media sosial dengan basis pengguna besar, Facebook dan Instagram, memang telah memulai tren social commerceNamun, posisinya kini tertinggal dengan TikTok yang menawarkan cara lebih engaging dengan mengintegrasikan seluruh pengalaman bertransaksi dalam satu aplikasi saja.

Pada produk kecantikan, sebanyak 44% dari 800 beauty brand yang disurvei di Indonesia, telah memiliki kanal TikTok Shop.

Di kategori conversational commerce,transaksi berbasis percakapan berkontribusi sebesar $12 miliar di Asia Tenggara. Sebanyak 74% konsumen menggunakan aplikasi messaging untuk membuat pesanan.

Awalnya, model ini banyak digunakan penjual skala kecil, tetapi kini juga banyak dipakai oleh brand dan peritel. Bagi pemilik brand, cara ini menawarkan konversi ke penjualan lebih tinggi dengan biaya marketing lebih rendah dan utilisasi staf yang lebih baik.

Sumber: Cube Asia
Sumber: Cube Asia

Sementara bagi pelanggan, mereka lebih menyukai proses pemilihan produk dan pembayaran terjadi langsung di aplikasi messaging. Pelanggan juga lebih jelas dalam menanyakan produk yang mereka cari kepada staf.

Namun, ada juga yang menanyakan produk di WhatsApp, tetapi pembeliannya diselesaikan di toko fisik. Adapun, transaksi yang terjadi di aplikasi messaging terdiri dari Facebook Messenger (27%), WhatsApp (21%), SMS/iMessage (6%), dan lainnya (46%).

Live shopping dan group buying

Kategori live shopping atau berbelanja via tayangan streaming tengah menjadi tren yang berkembang pesat di Asia Tenggara. Pertumbuhannya mencapai sepuluh kali lipat atau sebesar $13 miliar di 2022. Setidaknya, 44% pengguna internet telah menjajal live shopping selama setahun terakhir.

Terdapat tiga kategori seller yang menawarkan live shopping, yakni seller independen, influencer, dan brand atau peritel. Sementara, ada tiga tipe platform yang digunakan seller untuk menghadirkan live shopping, yaitu media sosial, e-commerce, dan native plaftorm.

Menariknya, laporan ini menyebutkan Indonesia sebagai pasar live shopping terbesar di Asia Tenggara dengan GMV hampir $5 miliar di 2022. Biasanya, live shopping paling banyak ditemukan di Facebook dan Instagram. Namun, TikTok mulai mengambil pangsa live shopping yang signifikan, terutama di Indonesia.

TikTok mencoba mirroring strategi yang telah digunakan sister-app Douyin di Tiongkok dengan mengintegrasikan seluruh tools untuk bertransaksi hingga check out. Integrasi sepenuhnya ini dinilai lebih engaging dan conversion-oriented.

Sumber: Cube Asia

Terakhir adalah community group buy yang sangat dipengaruhi oleh konsumen berbasis komunitas/grup. Mereka melakukan kesepakatan bertransaksi secara bersama-sama, utamanya karena didorong oleh dua pendekatan model, yakni harga lebih terjangkau dan reseller/agen.

Saat ini, transaksi e-commerce berbasis grup masih relatif kecil, berkisar 3% dari total GMV di Asia Tenggara atau sekitar $5 miliar. Namun, Indonesia menjadi pasar community group buy terbesar di kawasan ini dengan nilai pangsa $2 miliar. Beberapa startup di Tanah Air yang menggunakan model ini untuk mengakselerasi e-commerce di kota tier 2 dan 3 adalah Kitabeli dan Evermos.

Laporan ini juga menyebut bahwa banyak pelaku startup new retail yang mencoba menduplikasi model berbasis komunitas sebagaimana yang telah dilakukan Pinduoduo (Tiongkok) dan Meesho (India) untuk mendorong pertumbuhan e-commerce di Asia Tenggara.

Laporan Populix: 86% Masyarakat Belanja Melalui Platform Media Sosial

Social commerce selama dua tahun terakhir melejit menjadi platform yang paling banyak digunakan untuk melakukan pembelian. Salah satu alasan mengapa social commerce makin banyak dilirik, karena konsumen ingin mencari lebih banyak pengalaman yang menarik saat berbelanja, dan juga kecepatan serta efisiensi saat pengiriman barang. Pilihan belanja di media sosial juga saat ini makin banyak dipilih oleh generasi muda.

TikTok Shop pilihan Gen Z

Dalam laporan bertajuk “The Social Commerce Landscape in Indonesia” yang dirilis oleh Populix terungkap, 52% masyarakat Indonesia sudah mengetahui akan tren transaksi jual beli melalui media sosial. Survei tersebut juga mengungkapkan 65% responden menyebutkan social commerce adalah belanja memanfaatkan media sosial.

Sementara 17% menyebutkan transaksi secara group memanfaatkan media sosial. Selebihnya melihat social commerce adalah belanja memanfaatkan teman dan melihat konten.

Sebesar 86% masyarakat Indonesia pernah berbelanja melalui platform media sosial dengan TikTok Shop (45%) sebagai platform yang paling sering digunakan, diikuti WhatsApp (21%), Facebook Shop (10%), dan Instagram Shop (10%). Kategori produk yang paling banyak dibeli oleh masyarakat melalui platform media sosial adalah pakaian (61%), produk kecantikan (43%), dan makanan dan minuman (38%).

Dalam laporan tersebut disebutkan, 4 dari 5 orang responden telah melakukan pembelian memanfaatkan media sosial. Platform yang paling banyak mereka gunakan adalah TikTok Shop dan WhatsApp. Rata-rata uang yang dikeluarkan untuk kegiatan belanja tersebut adalah Rp 200 ribu lebih. Selain TikTok dan WhatsApp, platform lainnya yang juga banyak digunakan adalah, Facebook Shop (10%), Instagram Shop (10%), Telegram, Line Shop dan Pinterest (1%).

Meskipun saat ini WhatsApp masih banyak digunakan sebagai platform pilihan kedua untuk belanja online, namun ke depannya di prediksi posisinya akan tergeser dan tergantikan oleh Instagram Shop. Riset tersebut juga menyebutkan generasi lebih tua yang kemungkinan paling banyak menggunakan WhatsApp, dibandingkan dengan generasi muda.

Dari sisi demografi pengguna terbanyak berasal dari usia 18-25 tahun. Surabaya (59%) menjadi lokasi paling banyak pengguna memanfaatkan media sosial untuk kegiatan belanja. Disusul oleh Medan (55%) dan Jakarta (54%).

Evermos menjadi “top of mind” platform social commerce

Social commerce kian populer karena menjadi opsi baru untuk berbelanja online secara mudah dan memungkinkan interaksi langsung dengan penjual sambil menjelajahi media sosial, tanpa harus berpindah aplikasi. Sementara di sisi penjual, social commerce memungkinkan mereka untuk menjangkau calon pelanggan yang lebih luas.

Dalam laporan tersebut terungkap, sebesar 46% masyarakat Indonesia masih belum mengetahui tentang kehadiran platform social commerce di Indonesia. Di antara masyarakat yang mengetahui platform social commerce, 35% dari mereka mengatakan bahwa mereka belum pernah menggunakan platform tersebut.

Informasi menarik yang kemudian juga di bagikan oleh Populix adalah, mereka yang telah menikmati layanan social commerce, kebanyakan adalah pengguna yang tinggal di wilayah secara spesifik dan menggunakan platform yang mereka sudah kenal sebelumnya. Evermos (22%), Kitabeli (14%) dan Dusdusan (12%) adalah tiga platform social commerce yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Bandung menjadi wilayah terbesar pengguna Evermos. Sementara kebanyakan pengguna KitaBeli berasal dari Surabaya.

Platform social commerce lainnya yang juga telah digunakan oleh para responden di antaranya adalah, Dagangan (9%), mapan (8%), Selleri (7%), grupin (7%), CrediMart (5%), Woobiz (5%). Usia 26-35 (24%) adalah pengguna terbanyak yang telah menggunakan platform social commerce.

Sementara Bandung menjadi lokasi paling banyak, penggunanya sudah terbiasa menggunakan platform social commerce. Disusul oleh Semarang (25%), Medan (21%) dan Jakarta (21%). Kelas bawah (24%) menjadi pengguna terbanyak untuk layanan social commerce.

“Sebagian besar masyarakat Indonesia mengetahui dan pernah mencoba berbelanja melalui social commerce untuk transaksi sehari-hari seperti membeli pakaian dan produk kecantikan. Lebih dari itu, pesatnya tren social commerce yang dibawa oleh pandemi Covid-19 ini, juga turut mendorong kemunculan platform-platform jual beli berbasis interaksi sosial sebagai alternatif pilihan medium berbelanja bagi masyarakat,” kata Co-Founder dan CEO Populix Timothy Astandu.

Menurut data yang dihimpun DSInnovate dalam “Social Commerce Report“, ukuran pasar platform social commerce akan mencapai $8,6 miliar di tahun 2022 ini. Social commerce menjadi relevan untuk menargetkan konsumen di luar kota metropolitan. Pendekatan online dan offline yang dilakukan menjembatani gap literasi digital berbagai kalangan yang belum terjamah layanan e-commerce.

Cerita CEO eFishery dan Super dalam Memikat Investor, Kendati Bisnisnya di “Niche Market”

Dalam sesi acara “TechinAsia Conference 2022“, Co-Founder & CEO eFisery Gibran Huzaifah dan Co-Founder & CEO Super Steven Wongsoredjo mengungkapkan, ketika keadaan sulit saat ini penting bagi perusahaan kembali kepada fundamental dan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk menghasilkan produk yang relevan untuk pengguna.

Kedua founder tersebut juga bercerita sempat mengalami kesulitan saat awal membangun bisnis dan meyakinkan investor untuk memberikan pendanaan kepada startup mereka.

Kesulitan meyakinkan investor di awal

Sebagai entrepreneur Gibran menyadari benar bahwa ketika membangun bisnis yang harus diperhatikan adalah mendapatkan keuntungan. Sebagai platform yang menyasar sektor aquaculture, masih sulit bagi perusahaan untuk mendapatkan investasi dari pemodal ventura.

Ketika layanan e-commerce dan on-demand dulunya sempat menjadi primadona, tidak demikian dengan produk yang dikembangkan eFishery.

“Kami cukup beruntung tidak harus bersaing dengan sektor yang terbilang seksi dan paling banyak diminati oleh investor. Dengan demikian kami mengandalkan semua yang ada untuk fokus kepada produk dan memberikan layanan yang baik kepada target pengguna,” kata Gibran.

Hal serupa juga dialami oleh Steven, sewaktu awal membangun Super sudah fokus dengan misi awal mereka yaitu menyasar kepada kawasan pedesaan (rural). Meskipun dirinya yakin dengan peluang yang ada menyasar kawasan pedesaan, namun tidak demikian dengan kalangan investor.

“Sejak awal saya selalu memiliki keyakinan bahwa kawasan pedesaan memiliki peluang yang besar,” kata Steven.

Mengklaim sebagai underdog, Steven kemudian memanfaatkan dana yang mereka miliki sebaik mungkin. Kegiatan penggalangan dana juga tidak menjadi fokus dari Steven dan tim, sehingga mereka tidak terlalu sering fundraising. Kegiatan tersebut mereka lakukan ketika perusahaan sudah mencapai milestone.

Tercatat saat ini Super sudah mengantongi pendanaan seri C sebesar $70 juta (lebih dari 1 triliun Rupiah) yang dipimpin New Enterprise Associates (NEA), VC berbasis di Silicon Valley. Jajaran investor lain yang turut berpartisipasi meliputi Insignia Ventures Partners, SoftBank Ventures Asia, DST Global Partners, Amasia, B Capital, dan TNB Aura.

Serupa dengan Super, eFishery juga sudah dalam tahapan seri C. Dana segar tersebut diperoleh oleh mereka awal tahun ini senilai $90 juta (lebih dari 1,2 triliun Rupiah) yang dipimpin oleh Temasek, SoftBank Vision Fund 2, Sequoia Capital India, dengan partisipasi investor sebelumnya, yaitu Northstar Group, Go-Ventures, Aqua-Spark, dan Wavemaker Partners.

“Sejak awal kami konsisten dengan misi perusahaan. Kami memanfaatkan waktu untuk melihat fundamental bisnis, fokus kepada produk yang bisa kita berikan kepada target pengguna yang loyal, buat kami itu adalah cara terbaik untuk bertahan,” kata Gibran.

Fokus kepada bisnis dan target pengguna

Istilah “Tech Winter” makin kencang digaungkan oleh para penggiat startup. Kondisi ini juga diartikan sulitnya untuk mendapatkan kapital dari investor. Jika sebelumnya banyak dari kalangan investor memberikan investasi dengan mudah dan fokus kepada growth, kini kondisi sudah berubah.

Investor juga mulai memikirkan kepada profitablitas. Jika dulunya growth dan kegiatan membakar uang menjadi fokus, kini ketika berbicara dengan kalangan investor, apa strategi startup untuk mendapatkan revenue atau profit yang kemudian menjadi prioritas mereka.

Hal tersebut dirasakan benar oleh Gibran dan Steven. Dulu ketika mereka masih melakukan penggalangan dana di tahap awal, kebanyakan investor ingin agar startup fokus kepada growth. Bahkan bersedia untuk menambahkan pendanaan mereka, demi pertumbuhan. Kini mereka pun mulai melihat growth tidak lagi menjadi fokus investor namun lebih kepada profitabilitas.

Agar startup bisa bertahan saat keadaan sulit ini, Gibran memberikan saran agar fokus kepada bisnis dan target pengguna. Sementara bagi Steven cara terbaik untuk bisa bertahan ketika kapital sulit didapatkan adalah, membangun fundamental sebelum akhirnya bisa berada dalam siklus untuk melakukan penggalangan dana.

“Saya melihat investor saat ini semakin hati-hati untuk memberikan investasi. Namun demikian saya melihat perusahaan terbaik akan bisa lahir dari ekosistem yang ada saat ini,” kata Steven.

Dagangan Tengah Rampungkan Pendanaan Seri B, Sebuah Korporasi Lokal akan Turut Berpartisipasi

Sebagai platform social commerce yang mendukung pemilik warung di kota lapis 3 dan lapis 4, sejauh ini Dagangan telah mendapatkan pendanaan dari sejumlah investor. Salah satu investasi strategis yang telah diperoleh melalui pendanaan pra-seri B senilai $6,6 juta (lebih dari 95 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh BPTN Syariah Ventura.

Dari pendanaan strategis tersebut telah dilahirkan aplikasi “Warung Tepat” melalui integrasi API bersama BTPN Syariah. Selain integrasi API dan paylater, kemitraan antara kedua perusahaan juga dilakukan untuk pemberian akses pembiayaan pada mitra Dagangan dan perluasan akses pasar.

Sebelumnya Dagangan juga telah didanai oleh perusahaan tambang asal Kalimantan yaitu MMS Group, dalam putaran pendanaan seri A senilai $11, 5 juta atau setara 163,7 miliar Rupiah. Dalam pendanaan pra-seri A, Bluebird Group juga sempat berinvestasi kepada startup yang berdiri sejak tahun 2019 tersebut.

Segera rampungkan pendanaan terbaru

Akhir tahun 2022 ini Dagangan sedang dalam proses diskusi dan finalisasi dengan salah satu investor strategis dari kalangan korporasi. Co-Founder & CEO Dagangan Ryan Manafe menyebutkan, jika semua berjalan lancar mereka akan merampungkan pendanaan seri B akhir tahun ini. Disinggung siapa korporasi yang kemungkinan akan memimpin putaran pendanaan kali ini, Ryan enggan untuk menjawab lebih lanjut.

“Jika kita perhatikan sejak awal ada beberapa investor non-VC yang kemudian tertarik untuk memberikan investasi kepada kami. Artinya mereka melihat ada ekonomi yang berbeda di Dagangan. Saat melakukan perbincangan dengan investor kalangan korporasi juga sangat berbeda dengan VC. Mereka pada umumnya langsung menanyakan apakah kami sudah untung atau EBITDA positif,” kata Ryan.

Tiga tahun sejak berdiri, Dagangan mengklaim telah mengalami pertumbuhan signifikan, di semester pertama tahun 2022 mengalami peningkatan 5x dari periode sama tahun lalu. Selain itu, tercatat 60% kenaikan pendapatan untuk pelaku UMKM di desa jangkauan Dagangan. Saat ini Dagangan telah memiliki 30.000+ pengguna aktif dengan lebih dari 500.000+ transaksi belanja bulanan melalui aplikasi dan situs web.

Pembayaran COD masih menjadi pilihan utama

Menyadari masih rendahnya penggunaan rekening bank di kalangan pemilik warung di lokasi yang disasar Dagangan, sejak awal mereka telah memberikan pilihan pembayaran Cash on delivery (COD) kepada pemilik warung. Hal ini dilakukan juga melihat dari kebiasaan para pemilik warung saat mereka melakukan pembelian di pasar hingga toko grosir sekitar menggunakan pembayaran tunai.

Saat ini pembayaran COD masih menjadi pilihan utama para pemilik warung, dan masih sulit untuk kemudian mengajak mereka untuk melakukan adopsi kepada pembayaran non tunai.

Menurut Co-Founder & President Dagangan Wilson Yanaprasetya, ke depannya mereka juga memiliki rencana untuk menambah pilihan pembayaran kepada penjual dan pembeli hingga menambahkan fitur pembiayaan, bermitra dengan pihak terkait. Namun untuk saat ini pembayaran COD masih menjadi fitur yang kemudian banyak digunakan oleh sebagian besar pemilik warung di kota lapis 3 dan 4.

Sebagai langkah awal, Dagangan kemudian meluncurkan layanan pembayaran terbaru dari BRI Virtual Account, dengan tujuan untuk menambah performa dari platform Dagangan dalam mempercepat digitalisasi pembayaran bagi masyarakat rural Indonesia.

Saat ini Dagangan telah melakukan percobaan di dua lokasi hub milik mereka yaitu di Sleman dan Magelang. Nantinya jika ada pertumbuhan dan respons positif dari dua lokasi tersebut terkait dengan pilihan pembayaran secara nontunai, akan diaplikasikan ke lokasi hub milik Dagangan lainnya. Layanan pembayaran terbaru dari BRI Virtual Account Dagangan ini sebelumnya sudah masuk dalam roadmap dari perusahaan.

Luncurkan kampanye #DimanapunJadiMudah

Model bisnis Dagangan sejak awal adalah fokus memberikan kemudahan bagi pengguna untuk berbelanja melalui berbagai channel. Mulai dari platform Dagangan ataupun dari jaringan reseller dan mitra dengan memanfaatkan digitalisasi serta analisa big data.

“Kami membangun jaringan gudang mikro (hub-and-spoke) di kota-kota tier 3-4 dan wilayah pedesaan untuk memberikan penetrasi paling dalam bagi produsen besar menjangkau desa-desa serta mendekatkan masyarakat di desa tersebut dengan akses kebutuhan sehari-hari sehingga biaya logistik menjadi lebih efisien dengan harga terjangkau,” kata Ryan.

Terkait hal ini, Dagangan pun meluncurkan kampanye terbaru #DimanapunJadiMudah untuk memaksimalkan digitalisasi rural commerce sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan kualitas hidup, serta menciptakan ekosistem ekonomi inklusif di wilayah rural Indonesia.

“Ke depannya kami ingin menargetkan 75.000 desa di seluruh pelosok Indonesia akan terjangkau oleh platform Dagangan. Selain itu, kami ingin terus mengembangkan setiap fitur dan layanan platform kami dengan pemanfaatan big data yang kami miliki. Sehingga kami bisa membantu mencari solusi tepat atas masalah yang dihadapi masyarakat di pedesaan,” kata Wilson.

Saat ini Dagangan termasuk startup social commerce yang terus mengalami pertumbuhan positif. Sejak 2019, layanan Dagangan telah membangun lebih dari 40 hub untuk menjangkau 17.000 desa di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur.

Terkait dengan ekspansi di luar pulau Jawa, Ryan menegaskan tidak akan mudah untuk menerapkan model yang sama di kota lapis 3 dan 4 di luar pulau Jawa. Jika nantinya mereka akan melakukan ekspansi di lokasi tersebut, target audience dan operasi pun kemungkinan besar akan berbeda. Idealnya jika memang Dagangan akan melakukan ekspansi, lokasi yang relevan untuk mereka garap di antaranya adalah Sulawesi, Kalimantan hingga Bali.

“Saat melakukan ekspansi kami juga akan melakukan konsultasi dengan produsen besar kita. Artinya akan dilakukan diskusi dengan penjual dan pembeli untuk penentuan ekspansi pasar,” kata Ryan.

Application Information Will Show Up Here

Enablr Luncurkan “Echo”, Platform Social Commerce untuk UMKM

Bertujuan untuk menghadirkan layanan terpadu bagi UMKM, Enablr platform e-commerce enabler meluncurkan “Echo“. Kepada DailySocial.id, CEO Enablr Yohan Christian menyebutkan, Echo merupakan platform berbasis komunitas yang mengedepankan pembelian group buying.

Diluncurkan tahun 2020 lalu, selama ini Enablr telah menjadi platform yang digunakan oleh perusahaan besar seperti Sinar Mas hingga Garuda Food untuk memenuhi kebutuhan distribusi. Enablr sendiri didirikan oleh Yohan Christian (CEO), Ronny Senjaya (CFO), Jupiter Zhuo (CTO), dan Sandi Wijono (CMO).

“Dua tahun ini perkembangan Enablr sangat banyak. Saat awal masuk ke layanan e-commerce kami ingin membuat satu teknologi yang memudahkan pelaku usaha berjualan di e-commerce dengan merilis platform omnichannel. Dengan demikian pelaku usaha tidak perlu membuka setiap marketplace, cukup dalam satu platform saja,” kata Yohan.

Melihat besarnya potensi yang ada di layanan e-commerce dan masih masih adanya gap yang cukup besar antara perusahaan besar hingga pelaku UMKM dalam mengelola bisnis mereka, menjadi salah satu alasan Enablr tertarik untuk menyediakan layanan terpadu kepada pelaku UMKM.

“Hal ini yang membuat kami memutuskan untuk meluncurkan Echo. UMKM di Indonesia saat ini perlu dibantu dengan platform yang sesuai dengan kultur dan nilai konsumen, dengan mengadopsi model community group buying,” kata Yohan.

Menurut laporan DSInnovate, group buying menjadi salah satu model bisnis social commerce yang mulai populer di Indonesia. Selain Echo, saat ini ada sejumlah startup yang juga bermain di ranah tersebut, misalnya Grupin, Kitabeli, CrediMart, hingga Mapan.

Gambaran proses kerja umum di platform group buying / DSInnovate
Gambaran proses kerja umum di platform group buying / DSInnovate

Potensi social commerce di Indonesia juga cukup besar, diperkirakan tahun ini kapitalisasi pasar bisnis tersebut akan mencapai $8,6 miliar. Diproyeksikan bertumbuh dengan CAGR 47,9% hingga menghasilkan nilai $86,7 miliar di tahun 2028 mendatang. Konsep social commerce juga dapat menjembatani gap yang ada di kota lapis 2 dan 3, sebagai basis pengguna yang belum dioptimalkan sepenuhnya oleh pemain e-commerce sebelumnya.

Pandemi dan adopsi teknologi

Pandemi secara langsung telah mengubah kebiasaan konsumen saat melakukan pembelian produk secara online. Jika dulunya kegiatan belanja offline masih banyak dilakukan, namun pandemi telah mengakselerasi kegiatan belanja online lebih masif lagi. Tidak lagi hanya menjual produk saja, mereka juga harus bisa melakukan kegiatan kampanye, promo, dan aktivitas lainnya dengan tujuan untuk menjangkau lebih banyak pembeli.

“Kita melihat potensi besar namun banyak tantangan yang dihadapi pelaku bisnis. Percepatan perubahan teknologi dan perubahan aktivitas belanja di kalangan konsumen karena pandemi dihadapi oleh banyak pelaku UMKM. Mereka saat ini juga harus memikirkan konten, implementasi, supply chain, customer service, hingga pengolahan data,” kata Yohan.

Echo dengan konsep community group buying diharapkan bisa bersaing dengan menggerakkan komunitas yang dimiliki oleh masing-masing pelaku UMKM untuk kemudian memanfaatkan layanan dan teknologi Echo mengadopsi usaha mereka secara online.

Pengalaman berbelanja yang dihadirkan Echo menganut prinsip social commerce. Konsumen bisa berbelanja bersama-sama dengan relasi, kerabat, atau keluarga terdekat untuk mendapatkan banyak manfaat, seperti diskon menarik dan tentunya harga yang jauh lebih murah.

“Yang Echo berikan adalah teknologi, kita sediakan platform agar mereka bisa bikin campaign dengan konsep community group buying mengedepankan demand driven. Konsumen akan beli dulu secara pre-order bersama. Dengan konsep ini pelaku UMKM bisa mendapat pesanan yang jumlahnya jelas dan akan berimbas dengan harga yang lebih kompetitif,” kata Yohan.

Saat ini platform Echo masih berada dalam naungan Enablr dan didukung oleh tim internal mereka. Namun ke depannya Echo akan dipisahkan dari Enablr dan membangun ekosistem sendiri menyesuaikan dari komunitas masing-masing.

Strategi monetisasi yang dilancarkan oleh Echo adalah, dengan mengenakan biaya per transaksi dengan harga yang kompetitif. Hal tersebut yang kemudian diklaim membedakan Echo dengan platform marketplace pada umumnya, yang kebanyakan mengenakan komisi hingga 10% untuk setiap merchant.

Rencana penggalangan dana

Untuk memperluas kegiatan pemasaran, Echo juga memberikan kemudahan bagi masing-masing pelaku UMKM untuk menyebarkan tautan kampanye mereka ke berbagai platform sosial. Ke depannya Echo juga memiliki rencana untuk membuatkan masing-masing pelaku UMKM microsite yang bisa disesuaikan. Saat ini untuk mereka telah dihadirkan dashboard yang bisa diakses di website dan mobile web.

Untuk jenis UMKM kemudian yang dilirik oleh Echo di antaranya adalah pelaku UMKM yang memiliki usaha rumahan berupa makanan beku, kue, hingga makanan bayi. Mereka yang memiliki potensi untuk mengembangkan bisnis namun memiliki kendala dalam hal pembiayaan atau permodalan, adalah pelaku UMKM yang kemudian dilirik oleh Echo.

“Ke depannya juga kita mau masuk ke market produk organik, seperti hidroponik dan fresh product,” kata Yohan.

Saat ini area layanan yang masih menjadi fokus perusahaan adalah kawasan Jabodetabek. Ke depannya dalam waktu satu tahun mendatang diharapkan bisa menjangkau lebih banyak di kawasan pemukiman warga hingga kota lapis 2 dan lapis 3.

Untuk bisa mempercepat pertumbuhan bisnis, Echo memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahapan awal jika platform sudah meluncur secara menyeluruh. Dana segar tersebut nantinya juga akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk membangun organisasi lebih sempurna.

Saat ini pengembangan terus dilakukan oleh perusahaan sambil berjalan. Kegiatan seperti akuisisi penjual pun makin agresif dilakukan oleh mereka. Untuk beberapa bulan ke depan diharapkan bisa menjangkau 1000 UMKM di Jabodetabek.

“Dilihat dari kultur masyarakat Indonesia yang suka melakukan kegiatan secara bersama-sama, maka kita menciptakan ekosistem berbelanja seperti di Echo. Solusi belanja online secara kolektif yang dapat memberikan banyak keuntungan menarik, baik bagi penjual dan konsumen,” kata Yohan.

Desty Commerce Lengkapi Pilar, Bantu Pemilik Bisnis “Go Online”

Bisnis e-commerce di Indonesia yang terus berkembang pesat telah menciptakan persaingan bisnis yang semakin ketat. Hal ini mengharuskan para pelaku bisnis untuk bisa terus berinovasi baik dalam segi produk, layanan, maupun strategi dalam menggaet dan mempertahankan pelanggan.

Kebanyakan isu yang ditemui dalam bisnis umumnya terkait hal operasional, seperti produk yang terfragmentasi, perhitungan manual atau kualitas website. Dalam rangka membantu para pelaku bisnis menerapkan digitalisasi dan menunjang usahanya, Desty melengkapi layanan mereka menjadi lebih terpadu dengan paket Desty Commerce yang terdiri atas empat fitur utama, yaitu Page, Store, Omni, dan Menu.

Tawarkan solusi lengkap

Sebelumnya, Desty menawarkan dua produk utama, yakni Desty Page dan Desty Store. Desty Page adalah layanan landing page untuk mengoptimalkan fitur tautan pada akun media sosial, khususnya Instagram. Sementara, Desty Store merupakan pelengkap kanal marketplace yang menghadirkan platform untuk membantu pengguna membuka toko online dengan mudah.

Perusahaan kemudian menambah solusi yang ditawarkan melalui Desty Omni, dan Desty Menu. Layanan Desty Omni sendiri disediakan untuk memudahkan para pemilik bisnis mengelola produk, pesanan, serta stok barang demi mendukung integrasi penjualan e-commerce di berbagai marketplace maupun web store. Belum lama ini, Desty juga meluncurkan fitur baru bertajuk Omni Chat, sebuah dashboard kolektif untuk mengakses seluruh chat pelanggan dari berbagai marketplace.

Fitur Omni Chat ini diharapkan dapat mempermudah bisnis untuk melayani pelanggan secara efektif serta meningkatkan chat response time yang merupakan sebuah indikator penting bagi pelanggan e-commerce saat memilih toko untuk berbelanja. Sejak diluncurkan hingga saat ini, Desty Omni telah berhasil mencapai ratusan miliar rupiah Gross Merchandise Value (GMV).

Selain itu, layanan lain yang turut dikembangkan adalah Desty Menu, dirancang khusus untuk pelaku bisnis dalam industri Food and Beverages (F&B) dalam memangkas rantai operasional pemesanan. Layanan ini akan bermanafaat oleh restoran, coffee shop, bioskop, karaoke, dan sebagainya. Melalui Desty Menu, merchant dapat memanfaatkan berbagai layanan seperti pick-up, dine-in, delivery, dan scheduled order.

Lebih dari itu, Desty Menu memberikan akses bagi pemilik bisnis untuk mengumpulkan dan memusatkan data pelanggan dalam sistem Customer Relationship Management (CRM). Fitur delivery dan CRM ini akan segera diluncurkan untuk dapat digunakan oleh merchant. Beberapa merchant yang telah menggunakan layanan ini mengungkapkan bahwa usahanya telah mengalami peningkatan omset hingga 30%, efisiensi waktu pelayanan hingga 5 menit, serta mendapat testimoni positif lebih dari 90% pelanggannya.

Setiap e-commerce dapat menggunakan berbagai layanan Desty Commerce sesuai kebutuhan karena seluruh layanan dapat terintegrasi dan kedepannya akan disatukan ke dalam sebuah super app. Hingga saat ini, Desty Commerce sudah menggandeng banyak brand ternama, seperti Electronic City, PVN, DAMN I Love Indonesia, NAMA Beauty, Kurumi, Duvaderm, SOVLO, Mirael Sugar Wax, Cinepolis, NAV Karaoke, Liberica, Omija, Pison Coffee, Vilo Gelato, dan lain-lain.

Investasi di sektor social commerce

Desty pertama kali mendapatkan pendanaan tahap awal oleh East Ventures di akhir tahun 2020 dengan jumlah yang dirahasiakan. Ketika itu perusahaan baru 2 bulan berdiri, namun sudah berhasil menggaet ribuan pengguna termasuk online brands (Alowalo, Babycare, Notbad), kreator konten (Mindblowon Studio/Tahilalat), dan influencer dari industri kuliner, travel, gaya hidup, dan fesyen.

Di tahun 2021, perusahaan kembali mengumpulkan dana senilai $5 juta atau sekitar 71,3 miliar Rupiah dalam putaran pra Seri A. Dana ini disebut akan digunakan untuk mempercepat pengembangan produk dan akuisisi merchant serta meluncurkan produk-produk inovatif ke depannya. Lalu, di awal tahun ini, perusahaan mengumumkan pendanaan tambahan dari perusahaan investasi global, Square Peg,

Hingga saat ini, Desty telah menggalang dana lebih dari $10 juta di putaran pra Seri A3. Kedepannya, perusahaan akan terus berinovasi untuk memberikan lebih banyak layanan penunjang bisnis guna mendukung digitalisasi bisnis di Indonesia. Pada kuartal ketiga tahun ini, Desty Omni juga disinyalir akan melakukan integrasi dengan TikTok Shop serta Lazada.

Desty merupakan satu dari beberapa pemain yang giat mendukung pertumbuhan social commerce di Indonesia. Begitu pula para investor yang kini semakin tertarik untuk menanamkan modalnya di sektor ini. Sebut saja Mapan yang belum lama ini berhasil mengamankan pendanaan seri A senilai $15 juta atau setara 223 miliar Rupiah.  Selain itu juga ada Dagangan dan Super yang hampir bersamaan mengumumkan perolehan pendanaan masing-masing sebesar 95 miliar Rupiah dan lebih dari 1 triliun Rupiah.

BTPN Syariah Lakukan Integrasi API dengan Dagangan untuk Aplikasi Laku Pandai

BTPN Syariah (BTPS) mengumumkan versi terbaru aplikasi Warung Tepat yang sudah terintegrasi via API dengan Dagangan. Fitur teranyar ini memungkinkan para agen (Mitra Tepat) untuk belanja barang kebutuhan rumah tangga/sembako satuan dengan harga grosir, baik untuk kebutuhan pribadi ataupun untuk dijual kembali.

“Dengan Mitra Tepat ini efisiensi kami semakin meningkat. Para community officer lebih fokus dalam melakukan akuisisi nasabah karena sebagian tugasnya dilakukan oleh Mitra Tepat,” ucap Direktur Utama Bank BTPN Syariah Hadi Wibowo di Jakarta, Rabu (27/7).

Tak hanya fitur belanja sembako, aplikasi ini juga menyediakan tambahan alternatif pembayaran dengan paylater untuk nasabah yang sudah disetujui dengan limit pinjaman dari BTPS. Opsi ini melengkapi pembayaran yang sudah ada sebelumnya, yakni COD dan debet rekening saat membeli kebutuhan sembako.

Bentuk sinergi dengan startup portofolio

Pengembangan aplikasi Warung Tepat ke versi terbaru ini adalah bentuk realisasi dari investasi yang diberikan BTPN Syariah Ventura kepada Dagangan beberapa waktu lalu dalam putaran Pra-Seri B. Selain integrasi API dan paylater, kemitraan antara kedua perusahaan juga dilakukan untuk pemberian akses pembiayaan untuk mitra Dagangan dan perluasan akses pasar.

Hadi menuturkan sebetulnya, uji coba aplikasi Warung Tepat ini sudah dimulai sejak akhir 2020 dengan berbagai versi. Perlahan tim mengevaluasi masukan yang didapat di lapangan dan menyesuaikan dengan kebutuhan para agen. Pendekatan digital yang dihadapi BTPS untuk para ibu di kota lapis dua dan tiga memang lebih menantang, ada yang siap namun juga ada yang belum siap.

“Justru dengan pergeseran pola belanja para ibu itu [ke platform digital] yang kami harapkan, sehingga beban community officer bisa dialihkan untuk akuisisi nasabah lebih banyak. Sebab hingga saat ini kami tetap jaring nasabah baru.”

Nantinya tugas community officer akan tetap mendatangi para nasabah secara berkala, namun tujuannya untuk menjaga relasi dan berdiskusi untuk peningkatan pemberdayaan.

BTPS akan mengeskalasi angka pengguna Warung Tepat pasca peresmian versi terbaru ini. Diklaim hingga kuartal I 2022, sudah digunakan oleh 500 Mitra Tepat yang tersebar di 500 sentra. Seluruh agen ini telah melayani lebih dari 7.500 konsumen melalui Warung Tepat. BTPS menargetkan ada tambahan 25 ribu Mitra Tepat pada kuartal II 2022.

Terkait investasi di startup berikutnya, Hadi menyebutkan setidaknya akan melakukan satu investasi tiap tahunnya. Saat ini ada beberapa startup yang tengah diujicobakan dengan bisnis BTPS. Setelah terbukti berjalan, baru investasi dikucurkan.

“Sebab kita harus melihat bisnis startupnya proven di lapangan, jangan sampai kita asal berinvestasi. Inilah yang membedakan cara kerja BTPN Syariah Ventura dengan VC kebanyakan,” tambah Direktur Keuangan Fachmy Ahmad.

Inovasi Warung Tepat

Dalam perjalanan inovasi digital di BTPS, proses kerja Mitra Tepat menggunakan dua aplikasi, yakni Agen BTPN Syariah dan Warung Tepat. Keduanya punya fungsi berbeda. Aplikasi yang pertama dikhususkan untuk melakukan fasilitas perbankan, seperti tarik tunai, cek mutasi, transfer, dan sebagainya. Sementara, Warung Tepat baru menyediakan fitur pembayaran tagihan PPOB.

Pengembangan berikutnya, diputuskan untuk menyeriusi Warung Tepat agar dapat mengakomodasi berbagai kebutuhan para mitra, mulai dari transaksi perbankan, PPOB (tagihan BPJS, PLN, telepon, pulsa), pengajuan kredit hingga yang terbaru adalah fitur belanja sembako. Dari segi UI/UX didesain seramah mungkin bagi para ibu-ibu yang menjadi agen Laku Pandai di BTPS.

Pengguna cukup pilih barang yang ada di aplikasi, lalu pesan, dan pembayaran dapat dilakukan dengan debit rekening Tepat Tabungan Syariah atau saat barang diterima. Barang pesanan akan diantar langsung ke tempat mitra.

Salah satu Mitra Tepat, Widya, dari Cileungsi mengatakan, aplikasi yang dikembangkan BTPS memberikan dia banyak kemudahan. Dirinya yang sudah terbiasa melakukan berbagai transaksi untuk memenuhi kebutuhan warungnya. “Aplikasinya sangat mudah digunakan, banyak manfaat” ucapnya sembari mendemonstrasikan aplikasi Warung Tepat.

Sebagai catatan, Mitra Tepat adalah klasifikasi yang diberikan BTPS untuk para nasabah pembiayaan yang berhasil mengembangkan bisnis lebih besar. Mitra Tepat ini merupakan ibu rumah tangga yang memiliki bisnis dan menjadi perpanjangan tangan bank dalam melayani nasabah.

Dari sekitar 4 juta nasabah pembiayaan BTPS, sekitar 20% di antaranya sudah “naik kelas” menjadi Mitra Tepat dan sudah lebih melek teknologi. Biasanya, satu kali dalam dua pekan, ada petugas bank atau disebut community officer yang mendatangi para nasabah untuk aktivitas perbankan. Akan tetapi, jika sebelum kunjungan tersebut dan nasabah non-Mitra Tepat memerlukan dana atau ingin menabung atau transaksi lainnya, mereka dapat menghubungi Mitra Tepat terdekat.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Mapan Tak Sekadar Platform “Social Commerce” untuk Ibu Pedesaan

Sektor e-commerce adalah mesin utama penggerak berbagai inovasi digital, mulai dari pembayaran, logistik, hingga pemberdayaan UMKM. Namun, isu pemerataan masih melekat bagi negara berkembang, seperti Indonesia yang memiliki ribuan pulau, menjadi cikal bakal lahirnya konsep social commerce.

Menurut Research and Markets (2021) dan Alpha JWC Ventures & Kearney (2021) seperti yang disusun DSInnovate dalam laporan “Social Commerce Report: Digitizing the Second-Tier Cities”, pangsa pasar di segmen ini mencapai $8,6 miliar pada 2022 dengan pertumbuhan CAGR per tahunnya sebesar 55%. Diprediksi segmen ini akan tumbuh $86,7 miliar pada 2028 mendatang dengan CAGR 47,9%.

Segmen social commerce yang menargetkan pengguna di kota tier dua dan tiga ini diprediksi pertumbuhan ekonomi digitalnya akan meningkat hingga lima kali lipat pada 2025 mendatang. Kota-kota di luar kota metropolitan juga akan menjadi kontributor GDP dengan angka 3-5% pada 2030, atau senilai $46-77 miliar.

Pasar yang besar inilah yang menjadikan banyak bermunculannya para pemain social commerce. Masih mengutip dari laporan yang sama, setidaknya ada 16 startup yang terdeteksi beroperasi di Indonesia. Mapan bisa dikatakan sebagai pemain tertua, dengan nama sebelumnya RUMA yang sudah beroperasi sejak 2009.

Startup yang didirikan Aldi Haryopratomo ini mengawali perjalanannya dengan menjadi salah satu pionir agen layanan pulsa dan PPOB (payment point online bank) yang beroperasi di Jawa dan Bali. Kemudian pada 2015, meluncurkan Mapan Arisan, terobosan untuk memenuhi kebutuhan produk dasar rumah tangga melalui aplikasi arisan digital. Produk tersebut akhirnya menjadi flagship dan pembeda di antara pemain social commerce kebanyakan.

Pemetaan posisi Mapan terhadap pemain social commerce lain, bila mengacu dari laporan DSInnovate, tidak ada yang menjadi kompetitor langsung, baik itu dari sisi produk maupun model bisnis. Dari sisi produk, Mapan bersanding dengan Berkahi, IbuSibuk, dan Selleri untuk menyajikan rangkaian produk lainnya dan fesyen. Sementara dari model bisnis, Mapan dengan posisi sebagai group buy, bersanding bersama dengan Grupin, Kitabeli, dan Credimart.

 

Perjalanan Mapan Arisan

Aplikasi ini memiliki cara kerja mirip dengan konsep arisan konvensional pada umumnya, yakni menggunakan kocokan untuk menentukan siapa yang mendapatkan giliran di periode tertentu. Bedanya, anggota arisan dimotivasi untuk mencicil barang yang diinginkan, seperti peralatan dapur, rumah tangga, dan furnitur, dan dibeli melalui katalog yang sudah disediakan Mapan.

Seiring berjalannya waktu, katalog Arisan Mapan terus ditambah. Kini tersedia pilihan produk elektronik, gadget, hingga mainan anak, yang disediakan oleh lebih dari 200 brand prinsipal yang telah bermitra.

Anggota dapat memilih barang yang berbeda-beda dalam satu grup. Kemudian, aplikasi akan menentukan dan menyesuaikan jumlah setoran sesuai dengan jenis dan harga barang yang diinginkan. Celah ini bisa dilihat sebagai cara untuk meningkatkan daya beli rumah tangga di kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Ketua arisan akan mendaftarkan kelompok arisannya dengan minimal lima orang ini, dengan masukkan nama, nomor ponsel, alamat, dan pesanan anggota arisan. Kemudian mengisi alamat pengiriman, untuk nantinya dikirim langsung ke alamat anggota arisan. Secara bersama-sama tiap kelompok juga menentukan tanggal kocokan sebagai batas akhir pembayaran setoran. Pemenang arisan tiap bulannya akan diumumkan setelah setoran kelompok berhasil dibayar.

Ketua arisan, yang menjadi perpanjangan tangan dari Mapan, menjadi channel pembayaran tagihan dari para anggotanya. Anggota itu sendiri dapat menyetor uang arisannya berbentuk tunai, atau transfer melalui Gopay. Sebelum arisan selesai dikocok, ketua yang akan menyetorkan seluruh dana ke Mapan, melalui Gopay atau transfer rekening bank.

Konsep Mapan Arisan yang begitu dekat dengan target pengguna Gojek ini akhirnya menginisiasi masuknya Mapan ke dalam ekosistem Gojek sampai resmi diakuisisi penuh pada 2017. Setahun sebelumnya, kedua perusahaan melakukan kerja sama bisnis menyasar pasangan dari mitra Gojek menjadi ketua arisan.

Katalog Mapan Arisan / Mapan

Arisan = social commerce

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, CEO Mapan Ardelia Apti menyampaikan konsep arisan ini dapat menjadi pintu masuk menuju akses keuangan yang lebih layak. Isu dari kelas menengah ke bawah adalah belum adanya akses ke layanan perbankan karena nihilnya histori kredit, sehingga banyak yang lari ke pinjaman berbunga besar.

Kondisi ini membuat kelompok masyarakat ini tidak punya banyak pilihan ketika ingin membeli barang dengan harga mahal. Menurut Ardel, panggilan akrab Ardelia, konsep arisan yang diadopsi Mapan ini masyarakat diperkenalkan dengan cara menabung untuk membeli barang yang diinginkan, dengan tetap mengedepankan prinsip kedisiplinan.

“Kami mengawinkan jiwa masyarakat Indonesia yang erat dengan komunitas yang memiliki banyak faktor, yakni mereka senang punya hubungan sosial, tapi level kepercayaannya rendah terhadap perusahaan atau metode pembayaran baru yang tidak dikenal. Komunitas diperlukan sebagai channel untuk mendapatkan informasi baru,” ujar dia.

Selain menggabungkan konsep arisan dengan menabung, Mapan mengurasikan barang-barang pilihan yang cocok dan dibutuhkan anggota arisan agar semakin dipermudah saat memilih barang. Juga, permudah aspek pembayarannya, tidak perlu ada KYC untuk jadi anggota arisan karena ini semua dilakukan dengan berdikari. Akses terhadap kualitas barang yang bagus ternyata adalah isu yang cukup sering dialami oleh masyarakat di luar kota besar.

“Buat grup arisan sendiri karena ini bukan untuk kredit atau menabung, sehingga enggak ada risiko finansial. Kalau ada anggota yang gagal bayar, akan diatur secara kekeluargaan oleh grupnya. Kita pegang ketua arisan sebagai agen kami untuk bantu proses perkenalan pasar.”

Dia melanjutkan, “Kita buat produk arisan di Mapan ini relevan, mulai dari cara pembayaran dan bentuk komunitas, tujuannya agar masyarakat bisa lebih percaya dengan ekosistem yang kita buat.”

Selain Mapan Arisan, perusahaan juga mengembangkan solusi lainnya, yakni Mapan Pulsa (PPOB) dan Mapan Mart (platform berjualan sembako dan kebutuhan rumah tangga). Keduanya adalah channel tambahan bagi ketua arisan (disebut agen) untuk memperoleh penghasilan di luar penghasilan utama dari suami demi menyokong keluarga.

Mapan menargetkan pengguna dari kalangan perempuan yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga atau pemilik warung, ingin berkontribusi buat keluarganya. Ardel menceritakan, kondisi nyata yang dialami oleh seorang agen Mapan bahwa ia berhasil memberikan performa terbaik hingga penghasilan yang diterima akhirnya menjadi penghasilan utama di keluarganya.

“Rentang usia pengguna kami dari usia 35-50 tahun. Yang kami rekrut sebagai agen itu adalah ibu-ibu yang sudah tech-savvy, early adopter, dan menjadi key opinion leader (KOL) di lingkungannya. Jadi minimal mereka sudah punya digital wallet dan bank payment, sebab mereka jadi perpanjangan tangan kami dan agen untuk mengedukasi teman-temannya.”

Tim Mapan / Mapan

Menjadi perusahaan berkelanjutan

Sebagai startup, Mapan juga dihadapkan pada tuntutan untuk menjadi perusahaan berkelanjutan. Ardel menuturkan, pendapatan perusahaan pada saat ini bersumber dari kemitraan dengan brand prinsipal yang menyuplai barang-barang di katalog Mapan Arisan. Ada sejumlah komisi yang diterima perusahaan apabila berhasil menjualnya ke anggota arisan.

Mapan memberikan akses kepada mereka ke komunitas terdalam yang sebelumnya belum bisa di rambah dengan cara yang unik. Sebelumnya, untuk masuk ke daerah diperlukan faktor pemengaruh langsung yang punya peranan penting agar dilirik masyarakat. “Dengan konsep arisan dan menghubungkan brand prinsipal, kami ada di tengah-tengah. Kami bisa profitable dengan generate profit dari B2B. Kita tidak charge interest sama sekali dari arisan.”

Tak hanya didorong dari B2B, operasional di internal Mapan sejak tiga tahun terakhir mulai menerapkan konsep light asset. Maksudnya, seluruh rantai pasok menggunakan kemitraan dengan pihak ketiga, baik dari pengadaan hingga pengiriman, termasuk pengadaan produk di Mapan Mart menggunakan kemitraan dengan Blibli. Mapan hanya menjadi channel penjualan bagi brand prinsipal untuk bertemu dengan target pembelinya.

“Karena kita hanya ambil behaviour existing, jadi enggak perlu ubah hal yang baru, apalagi burning banyak uang. Kebiasaan arisan ini sudah common, hanya perlu digitalisasi saja. Kami bisa naikin level profit dan growth jadi lebih baik dengan memanfaatkan partner karena ini penting buat scalability.”

Karena kecepatan pengiriman bukan jadi sesuatu yang didorong perusahaan, maka setiap barang yang dibeli anggota arisan paling lama sampai 7-14 hari sesuai dengan SLA dari Mapan dan tergantung kondisi di lapangan. Tapi tak jarang kalau di kota-kota besar, durasi pengiriman bisa memakan waktu kurang dari tujuh hari.

Meski tidak dirinci posisi perusahaan terhadap profitabilitas saat ini, Ardel memastikan ada beberapa metriks yang menunjukkan pertumbuhan yang lebih sehat. “Adanya likuiditas tambahan [fundraising] bisa mempercepat posisi kami bergerak menuju profitabilitas.”

Terkait agen Mapan sejauh ini diklaim telah tembus 250 ribu orang melayani lebih dari 3 juta pengguna, tidak disebutkan berapa orang yang aktif dari angka tersebut. Para agen ini tersebar di 250 kota lapis dua dan tiga di Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi, dan kota Kupang. Sayangnya tidak disebutkan pula kota-kota mayoritas agen Mapan.

Tak hanya ingin dikenal dengan arisan digitalnya, Mapan ke depannya ingin menjadi aplikasi yang memiliki berbagai produk untuk penghasilan tambahan bagi para agen , sekaligus aplikasi untuk belanja berbagai kebutuhan bagi konsumen akhir.

“Dari sisi commerce dan financial kami ingin lebih menyeluruh karena ke depannya Mapan harus jadi ekosistem dari berbagai produk dan layanan.”

Investasi tersebut akan didukung dari perolehan pendanaan Seri A senilai $15 juta yang beberapa lalu diumumkan perusahaan. Dengan demikian, target perusahaan untuk dapat menjangkau 10 juta keluarga Indonesia pada 2026 dapat terealisasi.

Application Information Will Show Up Here

Menyimak Potensi Platform Social Commerce di Indonesia

Dalam laporan yang dirilis oleh DailySocial.id membahas perkembangan ekosistem social commerce di Indonesia, terungkap selama satu dekade terakhir e-commerce telah berhasil menjadi lokomotif industri yang mendorong berbagai inovasi digital di berbagai sektor. Namun demikian masih ada gap yang belum terselesaikan, khususnya terkait pemerataan jangkauan layanan.

Gap tersebut dilandasi berbagai faktor, misalnya terkait distribusi layanan di kota tier 3 atau 4. Sampai dengan literasi digital masyarakat rural yang belum maksimal. Dari kondisi tersebut kemudian muncul inovasi baru berjuluk “Social Commerce”.

Dalam sesi #Selasastartup kali ini, CEO Dagangan Ryan Manafe mengungkapkan tantangan dan peranan Dagangan untuk bisa merangkul lebih banyak mitra dari kalangan perusahaan multinasional, agar bisa memberikan layanan terpadu kepada masyarakat Indonesia.

Pendekatan teknologi yang relevan

Tidak dapat dimungkiri, teknologi memiliki peranan penting untuk bisa membantu mempercepat layanan dan pengiriman barang kepada mereka yang tinggal di daerah tertentu hingga pedesaan. Namun demikian dalam penerapannya, idealnya tidak disamakan pemahaman teknologi mereka yang tinggal di pedesaan atau daerah tertentu hingga pedesaan, dengan mereka yang tinggal di kota-kota besar.

Jika memang dibutuhkan, bisa ditawarkan penggunaan aplikasi, microsite, hingga pemesanan melalui WhatsApp. Namun untuk membantu proses lebih mudah lagi, perlu memberikan juga penjelasan yang lebih akurat dan langsung oleh tim di lapagan.

“Dalam hal ini Dagangan menawarkan tim penyuluh di masing-masing daerah untuk membantu mereka melakukan pemesanan, mengelola, dan mengumpulkan pemesanan hingga akhirnya dapat disalurkan kepada masing-masing pembeli,” kata Ryan.

Untuk mempercepat pengiriman dan menekan biaya ongkos kirim yang kebanyakan cukup tinggi di daerah tertentu, Dagangan melakukan kerja sama strategis dengan logistik pihak ketiga. Mereka juga menerapkan model Hub and Spoke untuk mempercepat proses distribusi barang.

Seperti yang disebutkan dalam laporan sebelumnya, konsep yang ditawarkan oleh platform social commerce saat ini lebih menekankan kepada memberdayakan komunitas sebagai perwakilan setiap transaksi yang ada. Selain konsumen yang merupakan target dari semua platform social commerce, komunitas dalam hal ini berfungsi sebagai mitra strategis dari social commerce.

Saat ini selain Dagangan sudah banyak platform social commerce di Indonesia. Di antaranya adalah Super, Evermos, Mapan, RateS, Woobiz dan lainnya.

Tantangan platform social commerce

Salah satu tantangan yang masih ditemui oleh platform social commerce saat ini adalah, bagaimana mereka bisa meyakinkan produsen dan principal untuk bisa bersama memberikan layanan kepada kota-kota di lapis 2 dan 3.

“Masih menerapkan kearifan lokal, sekarang saya bawa ke level berbeda yaitu meyakinkan principal yang merupakan multinasional company yang sudah memiliki pengalaman untuk bisa bermitra dengan Dagangan,” kata Ryan.

Minat dari investor lokal hingga asing untuk memberikan pendanaan kepada platform social commerce juga terlihat semakin meningkat. Meskipun tidak selalu fokus kepada pengembangan teknologi atau berbasis teknologi, namun jika platform social commerce memiliki visi yang baik yaitu menjangkau lebih banyak area di kota tier 2 dan 3, ternyata mampu menarik perhatian dari investor untuk memberikan kepercayaan.

Dalam laporan juga disebutkan, GMV (Gross Merchandise Value) untuk industri e-commerce di Indonesia diprediksi mencapai $104 miliar pada tahun 2025. Terlepas dari platform e-commerce yang sudah banyak digunakan oleh pengguna, masih ada potensi pasar yang besar dari masyarakat terfragmentasi di media sosial.

Bagi platform social commerce yang saat ini perlu diperhatikan adalah, bagaimana model bisnis yang berkelanjutan, unit ekonomi dan visi yang mereka tawarkan bisa membantu masyarakat untuk mendapatkan barang dengan cepat dan harga terjangkau lebih baik lagi.

2 Cara Menarik Dana Komisi di TikTokShop melalui TikTok Shop Seller Center

TikTok Shop adalah platform social commerce terpopuler saat ini yang menjadi tujuan banyak online sellers karena jumlah penggunanya yang semakin meningkat. Anda mungkin adalah satu dari sekian banyak seller yang telah berhasil mendapatkan komisi dari TikTok Shop. Sehingga, Anda sampai pada artikel ini untuk mengetahui cara menarik dana di TikTokShop.

Di sini, Anda akan mengetahui cara menarik komisi hasil penjualan TikTok Shop melalui TikTok Shop Seller Center. Tanpa berbasa-basi lagi, simak informasinya di bawah ini.

Cara Menarik Dana di TikTokShop

Terdapat dua cara yang bisa Anda lakukan untuk menarik dana komisi TikTok Shop, yakni secara manual dan otomatis. Berikut ini adalah tutorial dari masing-masing cara tersebut.

Menarik Dana di TikTok Shop secara Manual (Manual Withdrawal)

Pencairan atau penarikan dana secara manual dapat Anda lakukan satu kali selama 24 jam melalui TikTok Shop Seller Center. Untuk langkah-langkahnya, Anda bisa mengikuti panduan berikut:

  • Akses TikTok Shop Seller Center.
  • Login ke akun TikTok Shop Anda.
  • Pada menu di bagian kiri halaman, pilih Finance > Withdrawals.

  • Kemudian, klik tombol Withdraw.

  • Setelah itu, masukkan nominal dana yang ingin ditarik dan pilih metode penarikan dana. Jika sudah klik Continue.

  • Selanjutnya, Anda akan masuk ke halaman konfirmasi. Pastikan rekening penerima dan nominal penarikan dana benar. Lalu, klik Confirm.

  • Penarikan berhasil. Dana akan langsung masuk ke rekening tercantum maksimal dalam 3 hingga 5 hari kerja.

Menarik Dana TikTok Shop secara otomatis (Auto-Withdrawal)

Auto-withdrawal adalah penarikan dana dari TikTok Shop secara otomatis ke rekening bank yang sama. Penarikan dana ini akan dilakukan secara otomatis setiap hari Rabu dengan nominal seluruh dana yang bisa ditarik. Jika ingin mengaktifkan penarikan dana otomatis ini, Anda bisa mengikuti langkah-langkah berikut:

  • Akses TikTok Shop Seller Center.
  • Login ke akun TikTok Shop Anda.
  • Pada menu di bagian kiri halaman, pilih Finance > Withdrawals.
  • Kemudian, klik opsi Auto-withdrawals setting di bawah tombol Withdraw.

  • Aktifkan opsi Auto-withdrawals dengan tekan tombol sehingga berubah warna menjadi ungu.

  • Kemudian, atur rekening bank penerima dengan klik Change.

  • Selesai.

Dengan mengikuti langkah di atas, penarikan akan dilakukan secara otomatis. Namun, Anda tetap bisa melakukan penarikan manual di hari lainnya.

Itu dia panduan cara menarik dana komisi di TikTokShop Seller Center. Semoga informasi di atas dapat membantu Anda yang akan menarik dana hasil penjualan di TikTok Shop. Pastikan juga Anda menerapkan cara jualan di TikTok Shop agar laris, sehingga Anda dapat menarik lebih banyak dana dari hasil penjualan.