Analisa.io Luncurkan Fitur Analisis Tiktok

Sebagai platform yang menawarkan layanan analisis media sosial, Analisa.io sadar betul persaingan tidak hanya di ranah lokal tetapi juga global. Hal tersebut bisa diartikan juga bahwa mereka memiliki peluang untuk menggaet klien dari kancah internasional. Untuk terus relevan, perusahaan meluncurkan inovasi berbentuk dasbor analisis Tiktok.

Seperti yang kita tahu Tiktok cukup ramai digunakan masyarakat Indonesia. Brand dan perusahaan pun mulai banyak menjalankan kampanye pemasaran mereka di platform ini. Momentum inilah yang coba dimanfaatkan perusahaan

“[…] Kita meluncurkan Tiktok Analytics, dan kita adalah perusahaan pertama di dunia yang meluncurkan suatu layanan analisis TikTok untuk profile dan hashtag. Kita melihat bahwa Instagram dan Tiktok adalah dua channel media sosial yang paling relevan dan fast-growing dan itu menjadi alasan kami untuk fokus kepada dua channel tersebut,” terang Founder dan CEO Analisa.io Bradian Muliadi.

Selama dua tahun berjalan, Analisa.io cukup percaya diri dengan inovasi dan pertumbuhan yang didapatkan. Berada di bawah naungan PT Binc Teknologi Grup, mereka sudah melayani pelanggan di lebih dari 49 negara, dari kelas UKM sampai korporasi.

“Di kancah global, Analisa.io telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari perusahaan-perusahaan besar seperti Naver, Reckitt Benckiser, Galderma, Hakuhodo, dan BBDO. Pencapaian dalam dua tahun ini yang menjadi inspirasi dan semangat kami untuk selalu berkembang dan menciptakan inovasi-inovasi lainnya yang berguna bagi banyak pihak ke depannya,” cerita Bradian.

Teknologi dan fokus bisnis saat ini

Salah satu masalah terbesar dari layanan analisis media sosial adalah ketergantungan akan data platform media sosial itu sendiri (seperti API) dan keakuratan data. Di Indonesia sendiri bisnis analisis media sosial bukan menjadi barang baru, beberapa masih bertahan beberapa lagi gulung tikar. Persaingannya yang lintas regional membuat pemainnya benar-benar harus memiliki keunikan dan ketangguhan, baik dari segi teknologi maupun bisnis.

Pihak Analisa.io tidak begitu banyak menjelaskan mengenai teknologi dan bagaimana sistem mereka bekerja. Mereka hanya menyebutkan bahwa membangun sebuah algoritma yang memungkinkan untuk menghasilkan data analisis berkualitas dengan margin eror yang rendah.

“Saat ini kami terus berfokus pada pengembangan produk yang sudah ada sebelumnya dengan berbagai research yang  dilakukan secara mendalam oleh tim internal kami, baik dari aspek produk dan growth. Tujuan dari pengembangan produk yang kami lakukan adalah untuk mendukung visi dan fokus utama kami yaitu untuk melakukan global expansion dengan social analytics tools yang dibangun dari Indonesia,” tutup Bradian.

GDILab Siapkan Ekspansi Regional, Perluas Layanan Chatbot [UPDATED]

GDILab, layanan analitik media sosial, mengumumkan rencana ekspansi ke skala regional untuk mengembangkan lebih jauh layanan chatbot yang dipadu padankan dengan analitik.

Aksi ini akan dimulai pada kuartal dua tahun ini, dimulai dengan menggandeng mitra strategis untuk negara yang bakal disasar, seperti Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.

GDILab terakhir kali mengumumkan perolehan investasi pada Oktober 2016 dari investor strategis dengan nominal dan identitas yang tidak diungkapkan. Hanya disebutkan investor tersebut adalah CEO dari perusahaan TI besar di Indonesia. Sebelumnya, perusahaan ini menerima investasi dari Andy Zain, Managing Director Kejora.

“Saat ini kami sedang masuk ke pasar Asia dengan solusi yang kami miliki, dengan menggandeng beberapa mitra strategis. Kami yang akan jadi partner teknologinya,” terang Co-Founder & VP Business Development GDILab Jefri Dinomo kepada DailySocial.

Menurutnya, secara skala bisnis memadupadankan antara chatbot dengan analitik memiliki potensi yang sangat besar. Secara teknologi, penerapannya sama saja di antara satu negara dengan yang lainnya karena kesamaan algoritma. Yang membedakan hanya dari segi bahasa dan perilaku konsumen.

Teknologi chatbot ini, diungkapkan Jefri, rupanya bukan barang baru untuk GDILab. Mereka sudah mengembangkannya sejak tahun 2015. Hanya saja, pada waktu itu GDILab masih menggunakan chatbot untuk layanan autoresponder yang didukung oleh Twitter Indonesia.

Chatbot yang terdapat di perusahaan dikhususkan untuk platform media sosial dengan menggunakan teknologi pintar LEAP (Listen Engage Analyze Product) sebagai tulang punggung seluruh produk analitik digital yang dibuat GDILab.

Adapun, produk seputar analitik yang sudah dipasarkan GDILab, di antaranya GDI Analytics yang merupakan peleburan dari dua produk sebelumnya Polaris (Facebook-Twitter Analytics) dan Iris (Instagram Analytics). Kemudian, ada GNEWS, dan SocialMeter (untuk UKM dan buzzer).

“Dua tahun ini kita seriusin [chatbot] karena beberapa klien minta kita untuk dibuatkan marketing solution, bantu masalah sales mereka.”

Bermitra dengan BNI dan AXIS

Mulai digaungkannya teknologi chatbot yang dibuat GDILab makin meramaikan peta persaingan dengan perusahaan teknologi lainnya yang menawarkan layanan serupa. Ada beberapa perusahaan yang bermain di sektor yang sama di Indonesia, di antaranya Kata.ai, Bang Joni, Qiscus, EVA, dan sebagainya.

GDILab telah mengumumkan kemitraan dengan BNI dan AXIS yang didukung oleh Twitter. Untuk BNI, fitur chatbot kini diaplikasikan melalui akun Twitter @BNI dalam kolom Direct Message.

Nasabah bisa mencari tahu informasi mengenai produk E-Money dari BNI, seperti Tap Cash dan Yap!, untuk top up saldo, cek saldo, dan cek promo terkini. Sedangkan dengan AXIS, fitur chatbot juga diaplikasikan dalam akun Twitter @AXISgsm untuk memudahkan pelanggan dalam proses registrasi SIM Card.

“Layanan kami buat berupa tombol, sehingga memudahkan nasabah BNI untuk melakukan layanan ke nasabahnya.”

Tak hanya dengan kedua perusahaan tersebut, layanan chatbot GDILab juga tersedia untuk lembaga pemerintah bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM. Pemerintah nantinya akan dipermudah berkomunikasi dengan masyarakat menggunakan akun Twitter @kemenkopUKM.

“Karena melihat keseriusan KemenkopUKM dalam melayani pelaku UKM, maka GDILab berkomitmen untuk membantu memudahkan pelayanan publik dengan membuatkan chatbot untuk Twitter @kemenkopUKM. Di akun ini, pelaku UKM dengan mudah bisa mendapatkan informasi yang bermanfaat bagi usaha mereka,” ujar CEO GDILab Billy Boen dalam keterangan resmi.


*Kami memperbarui produk analitik yang sudah dihasilkan GDILab

Gnews Tutup Layanan

Di penghujung tahun ini, kisah penutupan startup belum berakhir. Gnews, platform pencarian berita berbasis media sosial, menutup layanannya. Menurut informasi yang kami terima, perbedaan visi antara manajemen dan pemegang saham lainnya menjadi penyebab utama penutupan layanan ini. Semua karyawan Gnews sudah mengundurkan diri atau di-PHK.

Gnews didirikan hampir 2 tahun yang lalu sebagai bagian dari GDILab yang mengkhususkan diri menganalisis tren media sosial. Berbeda dengan GDILab yang sekarang menjadi platform analitik, Gnews mengarah menjadi aplikasi baca (reader app).

Sekitar setahun lalu, Gnews spin off menjadi perusahaan sendiri, dengan dua co-founder GDILab, Yopie Suryadi dan Masas Dani, exit dan masing-masing menjadi CEO dan CTO perusahaan baru.

Sempat berencana ekspansi ke Asia Tenggara, mimpi Gnews tersebut akhirnya kandas. GDILab sendiri tetap bertahan dan telah mengamankan beberapa pendanaan lanjutan.

Simak pandangan-pandangan Yopie tentang tren media sosial dan pemanfaatan machine learning untuk melihat perilaku konsumen dalam DScussion beberapa waktu yang lalu.

GDILab Kembali Umumkan Perolehan Pendanaan

Layanan analisis media sosial GDILab mengumumkan perolehan pendanaan kembali dari investor strategis yang tidak disebutkan namanya. Hanya disebutkan bahwa investor tersebut adalah CEO perusahaan IT besar di Indonesia. Ini hanya berselang sebulan dari pengumuman perolehan investasi serupa dari Andy Zain. Selain itu, Komisaris Utama Billy Boen kini berperan aktif di perusahaan sebagai CEO.

GDILab didirikan oleh Billy Boen, Jefri Dinomo, Masas Dani, dan Yopie Suryadi pada bulan Desember 2013. Pada awal kemunculannya GDILab sudah menghasilkan beberapa deretan produk analitik, yakni Polaris (Facebook-Twitter Analytics), Iris (Instagram Analytics), dan juga GNEWS.

Di tahun 2015, GDILab melakukan spin off terhadap GNEWS untuk berdiri sendiri sebagai perusahaan. Selepas spin off tersebut, pada Mei 2016 Yopie dan Masas full exit untuk fokus di GNEWS sebagai CEO dan CTO.

Billy Boen dan Jefri Dinomo tetap bertahan GDILab dan kini masing-masing menjadi CEO dan VP Product.

Perolehan investasi tersebut bakal digunakan untuk memperkuat tim engineer untuk mempercepat pengembangan produk analitik digital yang telah ada di pipeline hingga tahun 2017.

“Kami berterima kasih dan sangat bangga karena GDILab kembali berhasil dipercaya oleh seseorang yang sangat berpengalaman dalam membangun dan mengembangkan perusahaan di bidang IT hingga beromzet triliunan Rupiah. Atas kepercayaan yang diberikan kepada GDILab pula, per 21 Oktober 2016 lalu dengan persetujuan seluruh pemegang saham, saya telah memutuskan untuk turun gunung. Saya tidak lagi menjabat sebagai Komisaris Utama, tapi sekarang saya adalah CEO di GDILab,” ujar Billy.

GDILab Umumkan Perolehan Investasi dari Angel Investor

Salah satu startup lokal yang bergerak di bidang analisis media sosial, GDILab akhir pekan ini mengumumkan perolehan investasi dari angel investor Andy Zain yang merupakan Direktur Founders Institute dan Managing Director Kejora Ventures. Salah satu alasan yang membuat Andy berinvestasi di GDILab karena visi GDILab yang berusaha membantu UKM atau startup di Indonesia.

I believe in GDILab’s vision, the shareholders, the team, dan apa yang akan GDILab lakukan untuk membantu jutaan UKM/startups di Indonesia,” terang Andy.

Andy Zain secara resmi menjadi angel investor GDILab pada tanggal 21 September 2016. Sayangnya tidak ada keterangan berapa jumlah dana yang disuntikan Andy untuk GDILab.

Untuk informasi GDILab didirikan oleh Billy Boen, Jefri Dinomo, Masas Dani, dan Yopie Suryadi pada bulan Desember 2013. Pada awal kemunculannya GDILab sudah menghasilkan beberapa deretan produk analitik, yakni Polaris (Facebook-Twitter Analytics), Iris (Instagram Analytics), dan juga GNEWS. Pada periode tahun 2015 silam GDILab melakukan spin off pada GNEWS untuk berdiri sendiri sebagai perusahaan. Selepas spin off tersebut pada Mei 2016 seluruh co-founder yakni Yopie dan Masas full exit dan fokus pada GNEWS dengan Yopie sebagai CEO.

Produk lain yang dikembangkan GDILab antara lain GDI Analytics, sebuah tools analisis media sosial yang merupakan penggabungan dari Polaris dan Iris. Dengan produk-produk yang dikembagnkannya GDILab memiliki misi untuk membantu UKM, brand, startup, dan perusahaan mendapatkan wawasan pasar digital dari media sosial untuk bisa memudahkan merancang strategi pemasaran yang akurat.

Menanggapi Andy yang menjadi angel investor, Billy Boen mengungkapkan bahwa pemegang saham dan tim merasa bangga karena dipercaya menjadi salah satu startup yang dipercaya Andy untuk berinvestasi. Setelah mendapat pendanaan ini GDILab akan berupaya untuk terus bisa membantu UKM dan startup agar lebih siap untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dengan berbekal riset dan data.

“Ini merupakan pengakuan dari seorang investor handal bahwa apa yang telah kami bangun selama hampir 3 tahun dengan kerja keras tidak pernah sia-sia,” ungkap Billy.

Viral Marketing untuk Startup: Antara Produk dan Media Sosial

Seorang businesswoman asal Amerika Serikat, Beth Comstock, pernah berujar, “You can’t sell anything, if you can’t tell anything.” Bagi para pebisnis startup, kalimat tersebut terasa kurang lengkap, terlebih bila yang Anda inginkan adalah nama brand Anda yang tersebar di jejaring sosial (viral).

Terlepas dari bagaimana Anda mengelola media sosial dan berupaya mencitrakan brand startup Anda di sana, kunci untuk menjadi viral sebenarnya tidak jauh-jauh di sekitar Anda. Produk Anda lah yang sejatinya menjadi alat utama dalam viral marketing. Maka, ungkapan yang lebih lengkap ialah, “You can’t sell anything, if you can’t tell anything. And you can’t tell anything, if nothing worth buying.”

Kenali produk, dan ceritakan pada dunia

Mari ambil nama Dropbox sebagai contoh dari viral marketing. Dropbox adalah tech startup besar yang kini berada di tengah singgasana raja-raja industri teknologi dunia. Produk dari perusahaan asal Negeri Paman Sam ini begitu menyebar di media maya bagai virus. Hal ini dipicu oleh produk cloud storage mereka yang menjadi perangkat marketing utama.

Langkah Dropbox ini bisa Anda tiru, dengan mengenali terlebih dahulu apa yang startup Anda berikan kepada dunia, dan kepada siapa Anda akan memasarkannya. Penggalian terhadap produk ini dapat Anda lakukan dengan trial and error.

Sejalan dengan bagaimana Anda mengenali produk, jangan lupa ceritakan produk Anda. Integrasikan produk tersebut dengan strategi viral marketing di media sosial. Dropbox sudah menjahitnya dengan begitu elegan. Kini giliran Anda.

Memahami karakter audiens di media sosial

Kendati startup perlu mengerahkan energinya untuk membuat produk yang terjamin secara kualitas, bukan berarti mencitrakan diri di media sosial lantas menjadi dosa. Anda tentu saja memerlukan ranah marketing yang satu ini.

Di samping konten dari produk, viral marketing dapat bekerja dengan baik bila diimbangi dengan pengelolaan media sosial yang apik. Agar tepat sasaran dalam menyebarkan konten produk–yang kemudian menjadi konten di media sosial, perlu adanya insight tentang bagaimana pertumbuhan engagement dan followers.

Insight ini bisa Anda dapatkan dengan tools media sosial seperti ombaQ. Semua data dan angka terkait pertumbuhan media sosial startup Anda dapat dipantau dengan cara-cara yang mudah, sehingga Anda tetap bisa fokus pada perkembangan produk.

Dengan memiliki data-data tersebut, Anda sudah selangkah lebih maju dalam memahami karakter audiens dan target market Anda di media sosial. Langkah ini jelas dapat memuluskan langkah Anda untuk melakukan viral marketing secara terus menerus.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial hasil kerja sama dengan ombaQ. Sumber gambar header dari Pixabay

DScussion #48: Mengupas Tren Media Sosial di Indonesia dan Teknologi Machine Learning GNEWS

Dalam DScussion kali ini, CEO layanan social media analytics GNEWS Yopie Suryadi membicarakan seperti apa tren media sosial di Indonesia saat ini dan 5 tahun ke depan. Ia juga menjelaskan pemanfaatan teknologi machine learning yang dibuat untuk melihat behavior konsumen secara fokus hingga acak. Simak wawancara lengkap kami dengan Gnews.

GDILab Luncurkan GDIAnalytics untuk UKM dan Startup

GDILab, perusahaan teknologi yang berbasis di Jakarta dan bergerak di bidang social media analytics, hari ini meluncurkan produk analitik terbaru GDIAnalytics. Dengan memanfaatkan tiga media sosial paling favorit di Indonesia yaitu Twitter, Facebook, dan Instagram, GDIAnalytics ingin menyasar kalangan UKM dan bertujuan untuk memberikan layanan terpadu yang mampu memantau dan menganalisis performa ketiga media sosial tersebut untuk membantu perusahaan, UKM, dan startup menentukan strategi pemasaran yang tepat sasaran.

Platform yang ditawarkan oleh GDIAnalytics adalah Twitter, Facebook dan Instagram dilatar belakangi fakta bahwa ketiganya memiliki unstructured data yang berpotensi menjadi digital market insight.

“GDIAnalytics mencoba untuk menganalisis data agar brand dan perusahaan bisa mencapai target dan goal yang ada. Tujuan GDIAnalytics untuk membantu UKM dengan menawarkan layanan digital analytics,” kata Co-Founder GDILab Billy Boen.

GDIAnalytics merupakan perpaduan dua produk yang diciptakan sebelumnya yaitu Polaris dan Iris. Dengan produk tersebut, GDILab mengklaim sebagai perusahaan Indonesia pertama yang menyediakan perangkat lunak alat analitik terbuka sebagai bagian dari layanan atau Software as a Service (SaaS).

“Kita memang bukan company analytic pertama di Indonesia namun kita merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang cukup percaya diri bersaing dengan perusahaan global lainnya dengan menawarkan harga yang terjangkau,” kata Billy.

Bermitra dengan Twitter dan IBM

GDILab didukung oleh Twitter Indonesia sebagai bagian dari ekosistem Twitter. Kerja sama yang dibangun ini berupaya memberikan dampak terbaik bagi masing-masing pihak, membantu lebih banyak UKM, dan memahami potensi yang dimiliki.

”Kerja sama bukan hanya sekedar pengembangan data tapi bagaimana data tersebut bisa digunakan untuk klien Twitter dan GDILab dengan menggunakan tools yg ada. Twitter sebagai media sosial yang paling banyak memberikan open data, fungsi dari Twitter lebih kepada memahami interest dari orang-orang,” kata Country Business Head Twitter Indonesia Roy Mangunsong.

Selama ini Twitter telah menjadi platform bagi masyarakat untuk membicarakan topik yang berkaitan dengan brand atau produk, meng-update diri dengan berita terkini. Dengan menggunakan tagar, Twitter juga kerap digunakan untuk berkampanye dan bisa direspon langsung oleh follower dengan mudah.

Dikembangkan dalam bentuk dashboard, fitur-fitur GDIAnalytics membuat pengguna dapat mengetahui apa yang dibicarakan orang mengenai produk atau brand terkait, mengukur performa buzzer, siapa saja yang ikut mempromosikan kampanye berikut lokasinya, serta mengukur popularitas sebuah kampanye yang telah dijalankan.

“Kami ingin menyasar semua kalangan UKM yang mau mengembangkan usaha dan tentunya telah melek teknologi dan bersedia membayar Rp 500 ribu setiap bulannya,” kata Billy.

Untuk mengedukasi lebih banyak UKM memanfaatkan media sosial sebagai sarana promosi, GDILab melakukan rangkaian kegiatan offline, seperti pelatihan, didukung sepenuhnya oleh Kementerian Koperasi dan UKM. Diharapkan mereka bisa memperkenalkan lebih banyak manfaat media sosial untuk mendukung kemajuan usaha UKM di Indonesia.

“Saya melihat saat ini perusahaan global yang menawarkan fitur dan layanan yang sama belum sepenuhnya peduli kepada UKM di Indonesia, dengan GDIAnalytics kami akan membantu semua UKM dengan memanfaatkan fitur-fitur yang dibutuhkan dan tentunya dengan harga yang terjangkau,” kata Billy.

Selain bermitra dengan Twitter, GDILab juga didukung IBM untuk hal infrastruktur. GDILab juga telah bermitra dengan perusahaan analitik Thailand Digital Associates Co.Ltd. (DA) yang telah berjalan selama hampir satu tahun.

“Analitik memungkinkan untuk menerka dan menentukan seperti apa minat serta interest dari konsumen. Diharapkan GDIAnalytics juga bisa berguna untuk UKM dan startup yang ada di Indonesia,” tuntas Billy.

MediaWave on Frontier Consulting Group’s Post Investment Strategy and Other Development

Last week came in some media the news about investments from Frontier Consulting Group (FCG) to MediaWave, 30% of their shares now owned by FCG while the remaining 70% is still owned by the founder of MediaWave, Yose Rizal and Erik Palupi.

DailySocial had never written specifically about MediaWave, but Rama had discussed trends such as services provided by MediaWave in relation to the trend of social media analytics. Some services are similar to MediaWave among others are Trendiest and Katapedia.

MediaWave is a monitoring platform and analysis of social media that can be used by brand owners to monitor the conversations of consumers in social media, they provide a service that can capture the conversation in Indonesian and a deeper excavations, including for the sentiment, geographic data, gender, influencers or presence of competitors and things relating to specific keywords.

Continue reading MediaWave on Frontier Consulting Group’s Post Investment Strategy and Other Development

MediaWave Tentang Strategi dan Perkembangan Lain Pasca Investasi Oleh Frontier Consulting Group

Minggu kemarin di beberapa media muncul berita tentang investasi dari Frontier Consulting Group (FCG) ke MediaWave, saham sebesar 30% kini dimiliki FCG sedangkan sisa 70% masih dimiliki oleh founder dari MediaWave yaitu Yose Rizal dan Erik Palupi.

DailySocial memang belum pernah menuliskan secara khusus tentang MediaWave, namun Rama sempat membahas tren layanan seperti yang diberikan oleh MediaWave dalam kaitannya dengan tren social media analytics. Beberapa layanan yang serupa dengan MediaWave antara lain Trendiest dan Katapedia.

MediaWave merupakan platform monitoring dan analisa media sosial yang bisa digunakan oleh para pemilik brand untuk memonitor percakapan konsumen di media sosial, mereka memberikan layanan yang bisa menangkap percakapan dalam bahasa Indonesia dan hasil penggalian yang lebih dalam, termasuk untuk sentimen, data geografis, gender, influencer atau keberadaan kompetitor dan hal berkaitan dengan kata kunci tertentu.

Continue reading MediaWave Tentang Strategi dan Perkembangan Lain Pasca Investasi Oleh Frontier Consulting Group