Antler Suntik Investasi Rp19 Miliar untuk 10 Startup Indonesia

VC tahap awal dan startup builder Antler menyuntik investasi awal sebesar $1,25 juta (sekitar Rp19,5 miliar) untuk sepuluh startup di Indonesia. Mereka antara lain Alter, Club Kyta, Hazana, Kamoo, Katalis, Loop, Plans, Safelog.AI, Sqouts, dan startup yang berstatus “stealth“.

Dalam keterangan resminya, nilai investasi tersebut termasuk putaran investasi dari total alokasi di Indonesia sebesar $5 juta untuk dikucurkan ke 40 startup. Penambahan dana ini menunjukkan komitmen Antler untuk memperkuat portofolio di Indonesia dan mendukung para founder dengan ide bisnis potensial, serta latar belakang dan pengalaman beragam.

Antler hadir di Indonesia pada 2021, dan saat ini memiliki 33 portofolio (belum termasuk tambahan 10 startup) mengacu pada data di situs resminya. Secara total, Antler telah berinvestasi ke lebih dari 900 startup dari berbagai sektor. Targetnya, Antler ingin mendukung sebanyak 6.000 startup pada 2030.

“Untuk menghadapi dinamika pasar yang menantang di 2024, kami melihat ini sebagai peluang untuk para pendiri yang berbakat dan menciptakan dampak positif bisnis di Indonesia,” ungkap Partner Antler Indonesia Agung Bezharie Hadinegoro.

Agung melanjutkan, posisi Antler sebagai investor dan penyedia program yang mendalam, bukan hanya menawarkan peluang ke calon pendiri, tetapi juga hadir dalam perjalanan intensif mereka, mengasah visi, dan menguji konsep bisnisnya secara cermat sebelum meluncurkan startup.

Sekilas mengenai beberapa portofolionya; (1) Alter adalah platform jejaring sosial dan kolaborasi bagi para gamer, (2) Plans adalah platform untuk layanan kesuburan dan perencanaan keluarga, dan (3) Sqouts adalah platform perekrutan talenta berbasis AI berbentuk percakapan.

Investor dalam mode ‘wait and see’

Berdasarkan laporan terbaru AC Ventures dan Bain & Company, tren investasi VC di Indonesia menunjukkan pertumbuhan stagnan (YoY) dengan total pendanaan sebesar $3,6 miliar pada 2023. Menurut laporan, stagnasi ini dipicu oleh kehati-hatian investor di tengah ketidakpastian ekonomi makro global.

Kendati demikian, laporan ini mengungkap pendanaan awal dengan kisaran investasi tak sampai $10 juta justru masih menunjukkan pertumbuhan sehat, dan mendominasi total kesepakatan pendanaan yang terjadi di sepanjang 2023.

Sumber: AC Ventures dan Bain & Company

Adapun, tren perlambatan investasi diperkirakan masih akan berlanjut hingga tahun 2024, terutama didorong oleh faktor Pemilihan Umum (Pemilu). Investor diprediksi memilih untuk lebih berhati-hati sebelum memutuskan investasi.

Antler Indonesia and Its Mission to Foster Local Startup Communities

After officially announcing the Indonesia’s first cohort, a startup builder program Antler has plans to launch quality startups from local founders.

Antler Indonesia’s Partner & Country Head, Subir Lohani revealed to DailySocial, if the previous program provided opportunities for startup founders globally, this program is specifically made for Indonesian startup founders with aim to provide the best solutions in Indonesia.

Similar to the program in Singapore, all programs provided to the participans of Indonesian cohort programs are still the same. In order to adapt to market trends and conditions, the program is localized to suit the ecosystem and startup community in Indonesia.

Nevertheless, Subir emphasized, diversity remains Antler’s vision. Although the program will be held in Jakarta, it is possible for startups from other regions to join and participate in the program intensively. Likewise, the startup category is quite agnostic.

“Since the beginning, we have tried to always be hands-on to those who take part in the program. Whether it’s an existing team to startup founders who don’t have a team and co-founders. We are trying to find the right team and of course the relevant business model,” Subir said.

In the previous program held in Singapore, most of the chosen ones were startup founders with working background in unicorn to decacorn startups, for Indonesia’s special programs, all startup founders with different backgrounds have the same opportunities as startup founders with experience.

Base and Sampingan are the two startups that have participated in the Antler’s previous programs from Indonesia. Both founders are Gojek graduates.

“It is undeniable that those who have previously worked in well-known technology companies in Indonesia, mostly have experience and insight to quite sharp skills, when they finally decide to establish a startup,” Subir said.

The company plans to invest in at least 100 companies in Indonesia within the next 4 years, with the first investment in Indonesia to be made in early 2022.

Global expansion

Antler is currently available across 17 locations globally. Most recently, the program launched in Toronto and Ho Chi Minh City. There is a specific reason why Antler is expanding their presence in different countries. Especially in a country with warm and great potential for a startup community.

In terms of program, Antler considers this activity as enriching their knowledge about market conditions and startup communities in various countries. However, from an investment perspective, Antler also sees greater opportunities to invest in various countries.

“We can also help startups participating in the program to expand their business globally, if they have plans to expand in the future,” he said.

After obtaining $300 million funding last October, Antler plans to use the fresh funds to invest in advanced startups. In Southeast Asia, Antler has the South East Asia Fund, most of which is used for Antler’s operations in Southeast Asia.

“We see that there are many venture capital focused on advanced stage investments today. We have helped startup growth since the beginning, we want to continue to support startups to grow until they exit,” Subir said.

In terms of advanced funding, Antler creates opportunities for investors to partner with them, providing fresh capital to help startups grow their companies. Currently, Antler has partnered with various global venture capitalists. In Indonesia alone, Antler with its startup graduates, are attracting investors.

In this case, Subir emphasized that it is not surprising for investors to have an eye for Antler’s startup graduates. As it happens with Y Combinator graduates. He said, apart from quality startups, with global experience, the Antler team can see what trends and business models are relevant and certainly have the potential to grow. There are some of Antler’s startup graduates who then continued their program at Y Combinator.

“With my experience as a professional and in the tech industry, as well as the support of the team, I hope to be able to help Indonesian startup founders provide relevant insights and tips for their startup growth,” Subir said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Antler Indonesia dan Misinya Dukung Pertumbuhan Komunitas Startup Lokal

Setelah resmi mengumukan peluncuran cohort pertama Indonesia, program startup builder Antler memiliki rencana untuk meluncurkan startup berkualitas dari founder lokal.

Kepada DailySocial.id, Partner & Country Head Antler Indonesia Subir Lohani mengungkapkan, jika program sebelumnya memberikan kesempatan kepada pendiri startup secara global, di program ini khusus untuk pendiri startup Indonesia yang ingin memberikan solusi terbaik d Indonesia.

Tidak berbeda dengan program di Singapura, di cohort Indonesia semua program yang diberikan kepada peserta masih sama. Untuk menyesuaikan tren dan kondisi pasar, program tersebut dilokalisasi menyesuaikan dengan ekosistem dan komunitas startup di Indonesia.

Meskipun demikian, Subir menegaskan, keragaman tetap menjadi visi dari Antler. Meskipun nantinya program akan berlangsung di Jakarta, namun tidak menutup kemungkinan bagi startup asal daerah lain untuk bisa bergabung dan mengikuti program secara intensif. Demikian juga dengan kategori startup yang diusung yaitu agnostik.

“Sejak awal kami berupaya untuk selalu hands on kepada mereka yang mengikuti program. Apakah itu tim yang sudah ada hingga pendiri startup yang belum memiliki tim dan co-founder. Kami berupaya untuk menemukan tim yang tepat dan tentunya bisnis model yang relevan,” kata Subir.

Jika pada program sebelumnya yang masih digelar di Singapura kebanyakan yang dipilih adalah pendiri startup yang pernah bekerja di startup unicorn hingga decacorn, untuk program khusus di Indonesia semua pendiri startup dengan latar belakang berbeda memiliki kesempatan yang sama dengan pendiri startup yang telah memiliki pengalaman.

Startup yang pernah mengikuti program Antler sebelumnya asal Indonesia adalah Base dan Sampingan. Kedua pendiri startup tersebut merupakan lulusan Gojek.

“Tidak dimungkiri mereka yang sebelumnya sudah pernah bekerja di perusahaan teknologi yang sudah ternama di Indonesia, kebanyakan memiliki pengalaman dan wawasan hingga skill yang cukup tajam, ketika akhirnya memutuskan untuk mendirikan startup,” kata Subir.

Perusahaan berencana untuk berinvestasi di setidaknya 100 perusahaan di Indonesia selama 4 tahun ke depan, dengan investasi pertama di Indonesia akan dilakukan pada awal 2022.

Perluas lokasi secara global

Saat ini Antler telah tersebar di 17 lokasi secara global. Yang terbaru adalah diluncurkannya program di Toronto and Ho Chi Minh City. Ada alasan khusus mengapa Antler memperluas kehadiran mereka di berbagai negara. Terutama di negara yang memiliki komunitas startup yang sedang hangat dan memiliki potensi.

Dari sisi program Antler melihat kegiatan ini bisa memperkaya pengetahuan mereka tentang kondisi pasar dan komunitas startup di berbagai negara. Namun dari sisi investasi Antler juga melihat peluang lebih besar untuk berinvestasi di berbagai negara.

“Kami juga bisa membantu startup yang mengikuti program untuk memperluas bisnis secara global, jika mereka memiliki rencana untuk melakukan ekspansi ke depannya,” kata Subir.

Setelah mengantongi pendanaan senilai $300 juta bulan Oktober lalu, Antler berencana untuk memanfaatkan dana segar tersebut untuk memberikan investasi kepada startup tahapan lanjutan. Di Asia Tenggara sendiri, Antler memiliki South East Asia Fund, yang sebagian besar dana tersebut digunakan untuk operasional Antler di Asia Tenggara.

“Kita melihat saat ini sudah banyak venture capital yang fokus kepada investasi tahapan lanjutan. Kami telah membantu pertumbuhan startup sejak awal, kami ingin terus mendukung startup untuk berkembang hingga exit,” kata Subir.

Untuk pendanaan tahapan lanjutan, Antler membuka kesempatan bagi investor untuk bermitra dengan mereka, memberikan modal segar untuk membantu startup mengembangkan perusahaan. Saat ini Antler sudah banyak bermitra dengan berbagai venture capital secara global. Di Indonesia sendiri kehadiran Antler dengan startup lulusannya, banyak yang kemudian dilirik oleh investor untuk berinvestasi.

Melihat hal tersebut Subir menegaskan tidak heran ketika startup lulusan program Antler menjadi pilihan investor. Demikian juga dengan startup lulusan Y Combinator. Menurutnya selain startup berkualitas, dengan pengalaman yang dimiliki secara global, tim Antler bisa melihat tren dan model bisnis apa yang relevan dan tentunya memiliki potensi untuk berkembang. Sudah banyak startup lulusan program Antler yang kemudian melanjutkan program di Y Combinator.

“Dengan pengalaman yang saya miliki sebagai profesional dan di dunia teknologi, serta dukungan tim, saya berharap bisa membantu pendiri startup Indonesia memberikan insight dan tips yang relevan untuk pertumbuhan startup mereka,” kata Subir.

Mendalami Peran Kemenristek Cetak Startup Baru dari Sisi Hulu

Di kabinet yang baru diumumkan beberapa waktu lalu, Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek)/Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) menegaskan perannya dalam mencetak lebih banyak startup baru di sisi hulu. Menteri Bambang Brodjonegoro mempromosikan berbagai program terkait hal tersebut saat berbicara di NextICorn 2019, pekan lalu.

Sebagai catatan, pengembangan ekosistem startup pada Kabinet Kerja, sebelumnya ditempatkan di Kemenkominfo dan Bekraf, yang sekarang dilebur ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Indonesia pernah memiliki Kemenparekraf saat pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono.

Tugas tersebut kini dibagi ke Kemenkominfo dan Kemenristek pada Kabinet Indonesia Maju. Menteri Bambang menegaskan pihaknya telah berdiskusi secara matang dengan Menteri Kemenkominfo Johnny G. Plate terkait pembagian kerja.

Bambang memastikan pengembangan startup berbasis teknologi yang tengah digalakkan tidak tumpang tindih dengan program Kemenkominfo, lantaran Kemenristek lebih fokus dalam pembangunan di sisi hulu.

Kemenristek punya direktorat khusus bernama Direktorat Perusahaan Perintis Berbasis Teknologi, bertugas untuk melahirkan sebanyak mungkin startup. Direktorat ini sebenarnya sudah ada sejak Mohamad Nasir (menteri sebelumnya) dan menjalankan program pengembangan startup.

Sayangnya, gaungnya kurang terdengar. Malah punya kesan bersaing dengan Kemenkominfo dengan program 1000 Startup Digital, sebab kurang lebih mirip antara satu sama lain. Bambang menegaskan bahwa ini tidak akan tumpang tindih.

“Kami lebih ke hulu, bertanggung jawab menciptakan sebanyak mungkin startup dan memastikan kontinuitas dari startup tersebut. Sementara Kemenkominfo akan lebih bertugas di hilir, bertanggung jawab untuk infrastrukturnya,” kata Bambang.

Dia menjelaskan direktorat tersebut telah memiliki program PPBT (Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi), startup terpilih akan menerima sejumlah insentif dan pembinaan. Program ini sudah dirintis sejak 2015.

Selain itu, Kemenristek/BRIN juga memiliki beberapa ‘Science Techno Park (STP)’ potensial yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Agar inovasi yang dihasilkan dapat dikomersialisasikan menjadi produk massal, startup binaan didukung dengan ketersediaan inkubasi bisnis yang terdapat di berbagai STP tersebut.

“Artinya startup yang sudah kita bina, kita jaga track record-nya agar menjadi ‘the next unicorn’, walaupun mungkin butuh waktu lama,” imbuhnya.

Program PBBT terbagi jadi tiga tahap. Pertama, CPPBT (Calon Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi) atau lebih dikenal pre-startup bertugas mencari startup berbasis teknologi yang siap untuk dikomersialkan.

Kedua, PBBT (Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi) atau startup yang merupakan program inkubasi. Terakhir, PLBT (Perusahaan Lanjutan Berbasis Teknologi) atau post-startup bertugas untuk pasca inkubasi dan pendanaan eksternal.

Tiga tahapan tersebut dimaksudkan untuk tetap menjaga seluruh startup binaan tetap on the track dan mature sebelum mereka bisa dibawa ke acara besar seperti Nexticorn.

“Kebanyakan pre-startup itu mahasiswa aktif, mereka adalah peserta potensial karena bibit-bibit entrepreneur.”

Pendanaan yang diberikan Kemenristek untuk startup binaan tergantung di mana tahapan mereka. Sumber dananya berasal dari APBN. Menurutnya, APBN Kemenristek untuk tahun 2020 sudah ditetapkan. Akan tetapi harus disisir kembali karena masih bercampur dengan Dikti.

Perlu diketahui, kini direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) kembali dipisah dari Kemenristek dan dilebur ke Kemendikbud yang pimpinan oleh Nadiem Makarim.

“Yang punya dana untuk pembinaan startup itu kami. Nanti kita rapikan lagi [APBN 2020], agar saya tahu persis berapa totalnya [pendanaan untuk startup].”

Fokus startup yang diincar adalah foodtech, transportasi, healthtech dan medtech, energi, ketahanan dan keamanan, material, advanced material, dan TIK. Tidak hanya fokus ke digital saja, tapi juga ke startup teknologi.

“Yang kita dorong jangan cuma [startup] digital saja, tapi teknologi lain juga berkembang, kita butuh dua hal itu. Karena kalau digital saja dan e-commerce-nya kuat, tapi nanti apa yang mau dijual di e-commerce?”

“Hal ini yang dikhawatirkan presiden, e-commerce akan membawa terlalu banyak impor di barang konsumsi. Kita harus isi barang konsumsi dengan startup di bidang industri yang berbasis teknologi,” sambung Bambang.

Dia menyebut, sejak 2015 hingga saat ini program PBBT telah membina 1.307 startup dan pre-startup, dengan rincian 558 pre startup dan 749 startup. Dari keseluruhannya, sebanyak 13 startup telah mencetak pendapatan Rp102 miliar dalam setahun dan mengantongi pendanaan Rp4,5 miliar.

Tantangan global pada tahun depan

Di satu sisi, upaya pemerintah dalam mencetak lebih banyak startup berbasis teknologi adalah salah satu bagian antisipasi dari perlambatan ekonomi global yang bakal menghantui pada tahun depan.

Negara maju seperti Amerika Serikat dan Tiongkok diramalkan akan menghadapi masa sulit untuk jangka waktu yang sedikit panjang. Awalnya ekonomi Tiongkok bisa tumbuh lebih dari 10%, tapi tidak untuk tahun depan.

Perlambatan global di Amerika Serikat dan Tiongkok akan menghantui negara lain karena punya pengaruh yang kuat dalam perekonomian. “Jadi prospeknya tidak bagus buat negara maju, tapi tidak buat negara berkembang, India dan Indonesia.”

“Indonesia punya pengalaman yang bagus dalam menghadapi resesi global. Kita berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi di angka 4% pada krisis di 2008.”

Kuncinya untuk bisa bertahan dari perlambatan global adalah memperkuat ekonomi dalam negeri, dengan menambah jumlah techpreneur. Selama ini, menurut Bambang, Indonesia kekurangan techpreneur dan tidak bisa bergantung pada pemain existing.

“Jika ini tidak dilakukan, kita akan jadi negara yang ketinggalan untuk menjadi produser. Makanya saya sangat apresiasi program yang mendukung munculnya bisnis baru.”

Munculnya banyak bisnis baru di bidang teknologi, menurutnya, tidak akan membuat terjadinya pengangguran, melainkan pekerjaan yang hilang yang berganti ke pekerjaan baru. Hanya saja, orang yang kehilangan pekerjaan, sebelum berganti pekerjaan baru harus meningkatkan keahliannya.

Bagian ini akan diidentifikasi lebih lanjut oleh Kemenristek, pekerjaan apa saja yang berpotensi akan hilang dan muncul. “Nanti Kementerian Tenaga Kerja dan Kemendikbud harus menyiapkan pendidikan dan pelatihannya agar bisa langsung diganti pekerjaannya.”

Bambang berambisi pada lima tahun mendatang, Kemenristek secara umum dapat berpartisipasi dalam transformasi ekonomi. Ekonomi Indonesia harus mulai bergeser dari yang tadinya eficiency based and resources, menjadi innovation based economy.

Inovasi nantinya difokuskan pada tiga hal dalam transformasi ekonomi, yaitu teknologi tepat guna yang menolong banyak masyarakat, inovasi untuk hilirisasi dan nilai tambah, dan inovasi dalam konteks substitusi impor dengan meningkatkan TKDN.