Introducing Rupiah Token as a Stablecoin to Represent Rupiah

Rupiah Token (IDRT) is an Ethereum blockchain-based token with a value reflecting Rupiah. It is classified stable, which is a crypto asset with stable value – in this case, 1 to 1 value with the Rupiah. The value of 1 IDRT equal to Rp1, – both in purchases and sales.

In terms of each IDRT issued and circulating, PT Rupiah Token Indonesia (Rupiah Token) as the manager is required to add deposits in Rupiah to the custodian bank account. According to the audit report issued as of May 1, 2020, the total Rupiah Token in circulation has reached 72.7 billion with guarantees of the same value in Rupiah.

“Although there are lots of stablecoin circulating the crypto world, there is not a single Rupiah stablecoin on the blockchain […] We aim to provide Indonesia with a safe and easy way for crypto trading using Rupiah in the blockchain on global exchanges,” Rupiah Token’s Anthony Thio explained.

The practice of StableCoin has actually been applied by many developers. For example in Singapore, there are Digix coins (DGC) supported by gold reserves, so 1 DGX is always equal to 1 gram of gold.

To date, IDRT has been channeled to dozens of exchange and crypto-wallet platforms; including the Binance, UPbit, PundiX, Zipmex, and TrustWallet portals.

In terms of IDRT, Zipmex’s Co-founder & CEO, Marcus Lim said, “We are starting to see changes in the Asian economy related to the acceptance of digital and stable currencies. As China is preparing to launch its central bank’s digital currency (e-RMB), we will see this trend spreading in Southeast Asia […] Placing coins in Rupiah and bringing to all our markets a new foreign exchange service for the public. ”

RupiahToken

 

Highly Confident with cryptocurrency

Jeth Soetoyo is the Founder & CEO of RupiahToken, he is also the founder of a mobile application called Pintu which is designed for users in Indonesia in conducting cryptocurrency transactions.

In his discussion with the DailySocial team, Jeth expressed his opinion on the current trends in crypto assets. As for him, timing is important in market penetration. Moreover, people are getting interested in Bitcoin, when all expect a significant increase in its value.

He said, crypto-assets basically have proven to function well as alternative assets. He saw the resilience of Bitcoin several times recently as a value storage asset. Exemplified when several countries in South America which currencies have experienced massive inflation in recent years, the adoption of Bitcoin is very high there.

“I cannot predict the future of our own currency, but when the government issues debt at interest rates close to 0 it provides a strong potential scenario for high inflation. Usually, during this time (eg in the 1930s and 1970s) there is a tendency for interest shifting towards ‘hard currencies’ such as gold,” Jeth said.

Jeth continued, “This year, Bitcoin is the best performing asset compared to other asset classes (including gold, equity, bonds, etc.). I believe that macro conditions now guarantee to see more of Bitcoin. I believe this did not happen in 2017 and there is no real reason for people to see Bitcoin with a more critical eye until now. ”

Is it capable to increase crypto penetration?

Indonesian Blockchain Association’s Supervisory Board, Steven Suhadi told DailySocial on his views. Personally, he is unsure about stablecoin, such as IDRT will increase people’s enthusiasm for crypto investment. However, it might be useful to get people accustomed to the workings of cryptocurrencies, on how they are easily transferred, etc.

“Stable coins can provide a glimpse of view to the public, business, and government on blockchain-based digital currencies (also known as central bank digital currencies – CBDC),” he said.

He also emphasized that every bank entering the Indonesian market must comply with relevant government regulations, especially from BI and OJK.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Rupiah Token Hadir sebagai “Stablecoin” yang Merepresentasikan Nilai Rupiah

Rupiah Token (IDRT) adalah token berbasis blockchain Ethereum yang memiliki harga merefleksikan nilai Rupiah. Tergolong dalam stablecoin, yakni aset kripto yang memiliki nilai stabil – dalam hal ini dipatok 1 banding 1 dengan Rupiah yang disetorkan. Harga 1 IDRT akan selalu setara dengan Rp1,- baik dalam pembelian maupun penjualan.

Pada setiap IDRT yang diterbitkan dan beredar, PT Rupiah Token Indonesia (RupiahToken) sebagai pengelola wajib menambah deposit Rupiah di rekening bank kustodian. Menurut laporan audit yang diterbitkan per 1 Mei 2020, total Rupiah Token yang beredar telah mencapai 72,7 miliar dengan jaminan dalam Rupiah dengan nilai yang sama.

“Meskipun ada banyak stablecoin yang beredar di dunia kripto, namun belum ada satupun stablecoin Rupiah di blockchain […] Kami bertujuan untuk memberikan kepada Indonesia cara yang aman dan mudah menggunakan Rupiah di blockchain, seperti untuk perdagangan kripto di bursa global,” terang CPO RupiahToken Anthony Thio.

Praktik stablecoin sebenarnya sudah diaplikasikan oleh banyak pengembang. Misalnya di Singapura, ada koin Digix (DGC) yang didukung dengan cadangan emas, sehingga 1 DGX selalu disetarakan dengan 1 gram emas.

Saat ini IDRT didistribusikan ke belasan platform exchange dan crypto-wallet; termasuk di portal Binance, UPbit, PundiX, Zipmex, hingga TrustWallet.

Mengomentari IDRT, Co-founder & CEO Zipmex Marcus Lim menyampaikan, “Kami mulai melihat perubahan dalam perekonomian di Asia dalam kaitannya dengan penerimaan mata uang digital serta stablecoin. Saat Tiongkok tengah bersiap untuk meluncurkan mata uang digital bank sentral mereka (e-RMB), kami akan melihat tren tersebut menyebar di Asia Tenggara […] Menempatkan koin ke Rupiah dan membawa ke semua pasar yang kami miliki membuka layanan penukaran mata uang asing baru untuk masyarakat.”

RupiahToken

Masih cukup percaya diri dengan cryptocurrency

Jeth Soetoyo adalah Founder & CEO RupiahToken, ia juga merupakan founder aplikasi mobile bernama Pintu yang didesain untuk pengguna di Indonesia melakukan transaksi cryptocurrency.

Dalam diskusinya dengan tim DailySocial, Jeth menyampaikan pendapatnya tentang tren aset kripto saat ini. Baginya timing menjadi penting dalam penetrasi pasar. Karena seperti diketahui, Bitcoin sempat menjadi produk yang diidamkan banyak orang, saat semua berspekulasi mengharapkan kenaikan signifikan dari nilainya.

Ia bercerita, aset kripto pada dasarnya telah membuktikan bisa berfungsi baik sebagai aset alternatif. Beberapa kali ia melihat ketahanan Bitcoin dalam beberapa waktu terakhir sebagai aset penyimpanan nilai. Dicontohkan saat beberapa negara di Amerika Selatan yang mata uangnya mengalami inflasi besar-besaran dalam beberapa tahun terakhir, adopsi Bitcoin di sana sangat tinggi.

“Saya tidak dapat memprediksi masa depan mata uang kita sendiri, tetapi saat pemerintah menerbitkan utang pada tingkat suku bunga mendekati 0 memberikan skenario potensial yang kuat untuk inflasi yang tinggi. Biasanya selama masa ini (mis. pada 1930-an dan 1970-an) ada kecenderungan untuk peralihan minat menuju ‘mata uang keras’ seperti emas,” ujar Jeth.

Jeth melanjutkan, “Tahun ini saja, Bitcoin adalah aset dengan kinerja terbaik dibandingkan dengan kelas aset lainnya (termasuk emas, ekuitas, obligasi, dll). Saya percaya bahwa kondisi makro sekarang menjamin untuk alasan melihat Bitcoin lagi. Saya percaya ini tidak terjadi pada tahun 2017 dan tidak ada alasan nyata bagi orang untuk melihat Bitcoin dengan mata yang lebih kritis sampai sekarang.”

Apakah bisa gairahkan minat aset kripto?

Kepada DailySocial, Supervisory Board Asosiasi Blockchain Indonesia Steven Suhadi memberikan pandangannya. Secara personal ia kurang yakin stablecoin seperti IDRT bisa meningkatkan gairah masyarakat dalam investasi kripto. Namun mungkin akan bermanfaat membuat masyarakat terbiasa dengan cara kerja mata uang kripto, tentang bagaimana mereka mudah ditransfer dll.

“Koin yang stabil dapat memberikan pandangan sekilas kepada publik, bisnis, dan bahkan pemerintah tentang mata uang digital berbasis blockchain (juga dikenal sebagai mata uang digital bank sentral – CBDC),” ujarnya.

Ia pun menegaskan, setiap stablecoin yang memasuki pasar Indonesia harus mematuhi peraturan pemerintah terkait, terutama dari BI dan OJK.

Application Information Will Show Up Here

Dinamika Bursa Aset Kripto di Indonesia

Akhir tahun 2018 lalu harga mata uang kripto atau cryptocurrency terus mengalami tren penurunan. Mantan CEO Paypal Bill Harris kepada CNBC berpendapat bahwa nilai bitcoin akan terus turun karena tidak ada “nilai” yang terkandung di dalamnya.

Bitcoin pernah naik lebih dari 1.300% pada 2017 menjadi hampir US$20.000, kemudian kehilangan hampir setengah nilainya dalam tiga bulan pertama tahun 2018. Bitcoin merosot di bawah US$6.000 pada bulan November 2018.

“Harus ada sesuatu yang mendukungnya. Bitcoin tidak menghasilkan pendapatan, tidak ada profitabilitas,” kata Harris.

Menurut sejumlah pemain industri di Indonesia, cryptocurrency seperti bitcoin adalah teknologi yang masih tergolong baru dan lifecycle teknologi baru tidak selalu linier atau selalu naik.

“Kita semua bisa melihat harganya yang kadang naik, kadang turun. Dengan perubahan harga yang begitu cepat, sebenarnya ini daya tarik dari cryptocurrency sendiri. Harga turun jadi momentum untuk membeli bitcoin. Lalu, bitcoin disimpan untuk jangka panjang hingga momen harganya naik untuk dijual kembali,” kata Community & Event Luno Debora Ginting kepada DailySocial.

Jaminan pemerintah

Meskipun sudah ada tanda-tanda yang memperlihatkan bahwa bitcoin secara global mengalami penurunan yang menyebabkan banyak aksi penjualan secara besar-besaran (sell-off) pada bulan November 2018, di awal tahun ini Indonesia banyak disambangi marketplace cryptocurrency asing. Mulai dari Upbit dan GoPax, keduanya dari Korea Selatan, serta Liqnet yang berbasis di Singapura.

Menurut CEO Upbit APAC Alex Kim, kedatangan Upbit ke Indonesia karena adanya potensi bisnis blockchain dan kejelasan hukum terkait dengan aset kripto yang menarik perhatian pemain asing. Indonesia juga disebutkan telah melahirkan startup unicorn dan memiliki pasar yang dinilai sangat antusias.

“Saya melihat bisnis tradisional juga dapat mengambil manfaat dengan mengeksplorasi teknologi blockchain untuk mengubah bisnis mereka, seperti yang mereka lakukan dengan teknologi internet. Blockchain tidak akan menjadi alat yang cocok untuk semua. Tetapi kepercayaan dan efisiensi yang diberikannya bisa menjadi bagian yang hilang dalam menyelesaikan banyak masalah bisnis.”

Secara khusus ada tiga faktor mengapa Indonesia memiliki potensi yang besar untuk pasar cryptocurrency. Mulai dari besarnya populasi hingga penetrasi pasar terhadap penggunaan smartphone yang juga tinggi, di mana lebih dari 50% orang Indonesia sudah menggunakan internet dan smartphone dalam kehidupan sehari-hari. Sementara dari sisi regulasi, para regulator juga mendukung transaksi jual-beli ini dan sepenuhnya diawasi Badan Pengawas Perdagangan Berjangka (Bappebti).

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka (Bappebti) di awal tahun ini menelurkan Peraturan No 5 Tahun 2019 yang mengatur ketentuan penyelenggaraan pasar aset kripto di bursa berjangka.

Peraturan ini merupakan tindak lanjut Peraturan Menteri Perdagangan No. 99 Tahun 2018 tentang perdagangan aset kripto yang menjadi pegangan exchange besar yang tertarik menjajaki bisnis di Indonesia.

“Negara kita yang sudah mulai mengulik mengenai regulasi yang sebenarnya membuat para crypto exchanger lebih berani untuk masuk. Namun, mungkin dengan regulasi yang ada, para crypto exchanger asing akan terkendala dengan besarnya minimum kapital yang diterapkan untuk mendapatkan izin beroperasi di Indonesia nantinya,” kata Debora.

Dengan keluarnya peraturan tersebut, semua pedagang aset kripto diwajibkan melengkapi dokumen yang diminta regulator. Jika sudah sesuai dengan persyaratan yang diminta, legalitas mereka sebagai platform bursa aset kripto menjadi lebih terjamin.

“Dengan memberikan kejelasan hukum tentang aset kripto sebagai komoditas, dengan jelas menetapkan standar untuk integritas pasar, perlindungan investor, dan pencegahan pencucian uang atau pendanaan teroris. Saya percaya bahwa regulator akan sangat mempercepat inovasi yang sehat ke arah yang lebih matang,” kata Alex.

Selain nama-nama yang sudah disebut di atas, setidaknya sudah ada 20 marketplace aset kripto yang beroperasi di Indonesia, seperti Indodax, Luno, Triv, Tokocrypto, NUCEX, NUSAX, Coinone, Huobi Pro, Rekeningku, UDAX, BITRADX, BITOCTO, Bitsten, Biido, Tokenomy, Pintu, Latoken, Liquid, dan Marketcrypto.

Demografi pengguna

Meskipun sebagian marketplace aset kripto melakukan edukasi ke pasar guna menarik lebih banyak pengguna, saat ini belum banyak pengguna yang melakukan transaksi jual-beli aset kripto di Indonesia.

“Sebagai operator pasar sekunder, kami memiliki dua jenis pengguna, investor dan emiten. Di sisi investor, pengguna target saat ini adalah generasi yang mengerti teknologi. Mereka terbuka untuk teknologi baru dan mengikuti tren global terbaru dengan rasa ingin tahu yang besar. Meski demikian, jumlah investor crypto-asset sangat kecil saat ini,” kata Alex.

Menurut CEO Indodax Oscar Darmawan, populasi Indonesia saat ini paling banyak berada di usia produktif.

“Kaum muda atau milenial punya perhatian dan ketertarikan terhadap sebuah inovasi, utamanya teknologi. Sebab mereka pada umumnya menginginkan sesuatu yang serba cepat, mudah dan aman. Teknologi menjawab aspirasi mereka, salah satunya melalui Blockchain yang mendukung eksistensi Bitcoin sebagai aset digital yang perlu dimiliki dan telah menjadi bagian dari gaya hidup anak muda masa kini.”

Jika diurai lebih lanjut, di Indonesia sendiri terdapat beberapa target pasar yang diincar pemain bursa aset kripto di Indonesia, pertama adalah rentang usia produktif 23-44 tahun.

Berikutnya adalah pengkategorian berdasarkan interest dan background. Para penggiat dan pelaku investasi digolongkan ke dalam beberapa subgrup berdasarkan jenis investasi yang mereka lakukan, di antaranya adalah penggemar aset kripto, stocks, dan forex investor/trader, dan wealth atau fund manager.

Kategori yang terakhir diklaim merupakan pengguna bursa aset kripto terbanyak saat ini. Mereka sudah mengetahui dan terbiasa melakukan transaksi jual-beli, di luar aset kripto.

Salah satu investor, sebut saja Cak Uding, mengatakan kebanyakan investor Indonesia saat ini cenderung sekadar “main-main” di bursa kripto. Meskipun ia tidak menampik ada trader yang berani bertransaksi dengan jumlah besar, kebanyakan tidak berbasiskan pertimbangan matang. Hal ini berbeda dengan investor di pasar saham konvensional.

“Saya melihat masih banyak yang prematur [sebagai produk investasi] dan volatilitas transaksi kebanyakan didorong oleh rumor atau gosip. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah persoalan jaminan hukum,” ujarnya.

Seorang investor lain, sebut saja Andre, melihat kebanyakan bertransaksi di aset kripto karena ikutan-ikutan.

“Sebagai trader, saya melihat di Indonesia sepertinya banyak yang ‘ikut-ikutan’. Trading setelah terjadi booming bitcoin di tahun 2017. Banyak orang berbondong-bondong mencari keuntungan dari bertransaksi jual beli di kripto waktu itu. Tapi kalau melihat tren sekarang, saat harga kripto merosot tajam, banyak yang melakukan withdrawal untuk mengamankan asetnya atau bahkan mengalihkannya ke investasi lain,” katanya.

Fase awal

CCO Tokocrypto Teguh Harmanda kepada DailySocial mengakui bursa aset kripto saat ini masih berada di fase awal. Sampai saat ini secara demografi belum bisa diketahui secara jelas siapa trader bursa mata uang digital di Indonesia.

“Terus terang untuk old trader [yang sudah cukup lama berkecimpung di produk ini -Red] mereka tidak menemukan masalah, karena masih tetap bisa menemukan profit saat ini. Tapi bagi trader baru yang melihat sentimen harga kripto yang luar biasa, saya rasa mentalnya belum cukup mampu untuk melihat pasar yang sedang bearish ini.”

Teguh sendiri masih percaya jika suatu saat kripto akan memberikan keuntungan positif, ketika teknologi yang melandasinya berbasis blockchain, sudah diadopsi secara masif.

Sementara menurut Ketua Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) Steven Suhadi, meskipun mengalami penurunan secara besar-besaran sepanjang tahun 2018, namun ia melihat untuk beberapa tahun ke depan tren bursa aset kripto akan makin meningkat. Bukan hanya digunakan oleh existing user tapi pengguna baru.

“Jika kita lihat di Amerika Serikat dan negara lain, trennya makin meningkat. Dan dengan adanya regulasi serta aturan yang mengatur soal crypto asset exchange paling tidak bisa membantu meyakinkan masyarakat untuk menggunakan bursa aset kripto lokal dan asing di Indonesia,” kata Steven.

“Cardano Project” Facilitates Blockchain Education for Students

Emurgo, a Japanese developer firm that supports and incubates various businesses to be integrated with the Cardano Project blockchain decentralization system, starts introducing its services in Indonesia.

In the event held by HARA with the theme “Blockchain for Real-World Problems”, Shensuke Murasaki, Emurgo’s Head of Business Development, explained the various projects in Indonesia that would involve universities and students.

The MoU was signed with the Indonesian Computer Studies Association (Aptikom). Emurgo expects to deliver fresh talents that master blockchain technology through this partnership.

“Not only training, we will also provide certificates that will be useful for entrepreneurs in Indonesia,” he added.

By Q4 2018, Cardano Project targets to extend partnerships with universities in Indonesia and various business sectors to accelerate blockchain technology implementation in Indonesia.

In Indonesia, Emurgo and Cardano Project are supported by Indonesia’s Blockchain Association (ABI)

ADA to be available in Asia

As an open source service, Cardano claims to be the first blockchain platform to apply the philosophy scientific concept and evolve with the most advanced research approach.

“Currently, our market value is ranked seventh in global, supported by three top-tier organizations, Emurgo, IOHK and Cardano Foundation,” Murasaki said.

The virtual coin developed by Cardano Project is called ADA. It will later be functioned as the cryptocurrency integrated with mobile payment platform in Asia. Full implementation will be performed in Q3 2018.

“With ADA, we expect our cryptocurrency can be the leading mobile marketing platform for developer, which can be easily customized using fintech platforms,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Cardano Project Berikan Edukasi Blockchain untuk Mahasiswa

Emurgo, firma pengembang Jepang yang mendukung dan melakukan inkubasi berbagai bisnis untuk bisa terintegrasi dengan sistem desentralisasi blockchain Cardano Project, mulai memperkenalkan layanannya di Indonesia.

Dalam acara yang digelar HARA dan mengusung tema “Blockchain for Real-World Problems”, Head of Business Development Emurgo Shunsuke Murasaki menyampaikan berbagai proyek di Indonesia yang bakal melibatkan universitas dan mahasiswa.

Salah satu MoU yang sudah ditandatangani adalah dengan Asosiasi Perguruan Tinggi Komputer Indonesia (Aptikom). Melalui kerja sama ini, Emurgo berharap bisa mencetak talenta segar yang menguasai teknologi blockchain.

“Bukan hanya pelatihan, kami juga akan memberikan sertifikat yang nantinya bisa bermanfaat untuk entrepreneur di Indonesia,” kata Shunsuke.

Cardano Project menargetkan hingga Q4 2018 bisa menjalin lebih banyak kolaborasi dengan unversitas di Indonesia dan berbagai sektor bisnis untuk mempercepat implementasi teknologi blockchain di Indonesia.

Di Indonesia, kehadiran Emurgo dan Cardano Project didukung Asosiasi Blockchain Indonesia.

Sebagai layanan yang mengedepankan open source, Cardano mengklaim sebagai platform blockchain pertama yang menerapkan konsep scientific philosophy dan berkembang dengan pendekatan hasil penelitian yang paling maju.

“Saat ini market value kami sudah berada di peringkat tujuh secara global, didukung oleh tiga organisasi besar, yaitu Emurgo, IOHK, dan Cardano Foundation,” kata Shunsuke.

Koin yang dikembangkan Cardano Project adalah ADA yang telah tersedia sejak bulan September 2017.

“Diharapkan dengan ADA bisa menempatkan cryptocurrency kami sebagai mobile marketing platform developer nomor satu, yang bisa dikustomisasi secara mudah menggunakan platform fintech,” tutup Shunsuke.

Pertemukan Pelaku Blockchain Secara Global, XBlockchain Summit Bakal Digelar di Bali

Bertujuan mempertemukan blockchain enthusiast dan para pakarnya secara global, acara XBlockchain Summit 2018 akan digelar bulan Oktober mendatang di Bali. Acara yang diinisiasi XBlockchain ini nantinya akan menghadirkan tamu undangan yang kompeten dan sudah memahami benar apa itu blockchain dan manfaat besar dari teknologi baru ini.

“Intinya melalui kegiatan ini kita bisa mengumpulkan para pelaku blockchain secara global. Di Indonesia sendiri saya melihat mulai banyak inisiatif teknologi blockchain, meskipun di Asia sudah dilakukan terlebih dahulu oleh Jepang dan Korea,” kata Co-Founder XBlockchain Constantin Papadimitrio.

Di antara tamu undangan yang dipastikan akan hadir dalam kegiatan tersebut adalah, Pendiri dari Ripple dan Stellar Jed McCaleb, Eks-Microsoft dan veteran Ethereum Foundation David Ben Kay, dan Ex Presiden NEM.io Foundation dan Pendiri Proxima Lon Wong.

Selain memberikan informasi terkini dari teknologi finansial dan blockchain, XBlockchain Summit juga menjadi ajang pemberian apresiasi untuk berbagai pencapaian internasional melalui XBlockchain Awards. Mulai dari menampilkan perusahaan terbaik hingga penyedia teknologi, konsultan, strategist, developer, dan individu, penghargaan ini pasti akan mendorong para pemain digital untuk terus berusaha menangkap peluang di wilayah yang memiliki pertumbuhan inovasi digital tercepat di dunia.

“Target yang ingin dicapai melalui acara ini adalah, kami bisa mendatangkan sekitar 1000 lebih partisipan untuk mengunjungi event tahunan yang digelar selama 2 hari penuh,” kata Dimitri.

Dukungan Bekraf dan Asosiasi Blockchain Indonesia

Acara tersebut juga akan didukung oleh Badan Ekonomi Kreatif. Bekraf menyadari penuh teknologi yang serupa jaringan dan sifat desentralisasinya disebut memiliki banyak keuntungan jika diimplementasikan. Bukan hanya untuk startup, layanan e-commerce, dan sektor perbankan, namun juga industri kreatif lainnya seperti hak cipta lagu.

“Kami dari Bekraf ingin mendukung pemanfaatan teknologi ini. Ke depannya Bekraf juga berupaya untuk bisa menggunakan teknologi ini untuk mengatasi persoalan hak cipta para pencipta lagu,” kata Kepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (BEKRAF) Triawan Munaf.

Blockchain akan memastikan edit value penciptaan akan tercapai, karena sudah disepakati oleh semua orang dan tidak bisa diakui oleh orang lain. Aspek kesepakatan itulah yang diklaim merupakan teknologi paling ampuh untuk menghindari terjadinya pembajakan hingga penyebarluasan konten yang tidak bertanggung jawab.

Selain itu blockchain juga memiliki tingkat keamanan yang tinggi, karena sistem desentralisasi dinilai menjadi sangat efisien karena cyber attacker akan kesulitan melumpuhkan sistem blockchain yang berbentuk jaringan. Setidaknya lebih sulit dibanding harus melumpuhkan satu server tunggal yang tersentralisasi.

Turut hadir dalam acara tersebut Ketua Umum Asosiasi Blockchain Indonesia Steven Suhadi. Agar teknologi blockchain bisa dipahami dengan mudah, edukasi kepada masyarakat hingga pihak terkait yang cukup relevan untuk memanfaatkan teknologi ini, dinilai wajib untuk dilakukan.

“Dengan koneksi yang sederhana bisa menciptakan konsep bisnis yang dulunya sulit untuk dilakukan kini lebih mudah diterapkan dengan blockchain. Solusi kepemilikan digital diharapkan bisa sama dengan kepemilikan benda fisik, semua bisa diselesaikan dengan blockchain. Bedanya yang merekam semua itu bukan manusia namun komputer,” kata Steven.

Steven juga mengajak semua pihak terkait dari bisnis hingga pemerintah untuk membantu implementasi teknologi blockchain untuk lebih masif lagi. Endorse dan dukungan langsung dari pemerintah tentunya bisa mempercepat penerapan dan edukasi kepada masyarakat luas soal manfaat dari blockchain.

“Saat ini belum banyak industri yang tertarik untuk mempelajari dan mencoba blockchain. kebanyakan dari perbankan, institusi finansial, supply chain dan logistik saja. Ke depannya saya melihat akan lebih banyak lagi industri yang mulai melirik teknologi blockchain,” kata Dimitri.

OnlinePajak Applies Blockchain for Tax Transparency

Not many people are aware of OnlinePajak app that helps people for online accounting, reporting, and tax deposit. It’s a third-party application or an alternative for tax solution.

OnlinePajak finds a new solution for its mission to simplify the complicated administration process. By adopting blockchain technology to increase transparency in Indonesia’s tax system.

The blockchain implementation is announced on Friday (4/27). Also joining the ceremony were Minister of Communication and Information (Menkominfo) Rudiantara, General Secretary of Indonesia’s Blockchain Association (ABI) Steven Suhadi, and tax observer Yustinus Prastowo.

Charles Guinot, Founder & Director of Online Pajak, said in his speech that blockchain technology can ensure transparency not only for the public, but also for the government’s system.

“The main issue in the tax system is trust. They always questioning whether the tax they’ve paid is recorded or not. It happens too when purchasing a property, they didn’t know whether its tax has been paid by the previous owner,” he said.

Tax payment involves some parties, from DJP (Directorate General of Tax), DJP (Directorate General of Treasury), Bank Indonesia (BI), Perception Bank, and other third parties.

In this case, the involved parties will have notes on every tax transaction and capable to check the tax agreement. However, the taxpayer’s information remains safe.

Furthermore, Rudiantara expects blockchain to be widely adopted, not only for the government but also corporates. For him, it’ll trigger the other sectors to join.

“However, the public isn’t really aware of the technology, it’s complicated for them. The most important thing is to highlight the benefit. I hope this technology can be adopted for other corporate stuff, whether it (OnlinePajak) succeed, others will too,” Rudiantara said.

The support also coming from the newborn ABI (Indonesia’s Blockchain Association). It has a proactive vision to boost the blockchain implementation that still growing.

Potential new taxpayers

Rudiantara also said the positive impact of blockchain in tax payment system. For example, to push the OTT (over-the-top) entrepreneur to pay taxes, including potential SMEs for new taxpayers.

“In Go-Jek, how many drivers? Sellers in Tokopedia? It’s also SME. They’re taxpayers, not the object. Blockchain becomes the solution for an easy process [to pay taxes],” he added.

Yustinus Prastowo, a tax observer said that blockchain is now become a solution to make the complicated tax system easier.

“The current challenge is tax ratio, many taxpayers but the cake’s small. We have 50 million potential taxpayers, only 30 million registered. There’s still 20 million potential taxpayers. Why is that? It is about trust,” Prastowo said.

He also added, blockchain implementation is expected to increase transparency to raise public’s trust with the current system. In other words, the government can get more taxpayers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

OnlinePajak Terapkan Blockchain, Bantu Wujudkan Transparansi Perpajakan

Belum banyak yang tahu, aplikasi OnlinePajak memungkinkan masyarakat untuk menghitung, melapor, dan menyetor pajak secara online. Layanan ini dapat dikatakan sebagai aplikasi pihak ketiga atau alternatif untuk solusi perpajakan.

OnlinePajak memiliki upaya baru mewujudkan misinya dalam menyederhanakan proses administrasi yang selama ini rumit. OnlinePajak mengadopsi teknologi blockchain untuk meningkatkan transparansi pada sistem pembayaran pajak di Indonesia.

Pengumuman implementasi blockchain ini diresmikan pada Jumat (27/4/) lalu dan turut dihadiri oleh sejumlah tokoh, seperti Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, Sekjen Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) Steven Suhadi, dan pengamat pajak Yustinus Prastowo.

Dalam sambutannya, Founder & Direktur OnlinePajak Charles Guinot mengatakan bahwa teknologi blockchain dapat memberikan jaminan transparansi tak hanya untuk masyarakat, tetapi juga untuk sistem pemerintahan.

“Masalah utama dalam sistem perpajakan selama ini adalah trust. Mereka selalu bertanya-tanya apakah yang pajak yang dibayarkan sudah tercatat atau belum. Sama seperti saat mau membeli properti, mereka tidak tahu kan pajak propertinya sudah dibayarkan oleh pemilik sebelumnya atau belum,” ungkap Guinot.

Sistem pembayaran pajak melibatkan sejumlah pihak, mulai dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Pembendaharaan (DJPb), Bank Indonesia (BI), bank persepsi, dan pihak ketiga lainnya.

Dalam kasus ini, pihak-pihak yang terlibat di atas akan memiliki catatan dari setiap transaksi pembayaran pajak dan dapat saling mengecek keberlangsungan pembayaran pajak. Adapun, data wajib pajak tetap terjamin kerahasiaannya.

Lebih lanjut, Menkominfo Rudiantara mengungkapkan harapannya agar teknologi blockchain dapat diadopsi secara luas, tak hanya untuk lingkungan pemerintahan tetapi juga korporasi. Menurutnya, hal ini akan memancing sektor lain untuk turut mengadopsi blockchain.

“Bagaimanapun juga masyarakat tidak mau tahu teknologinya apa, buat mereka ini ribet. Yang penting adalah manfaatnya ini ditonjolkan juga. Saya harap teknologi ini bisa diadopsi untuk urusan lain di korporasi, karena kalau ini (OnlinePajak) sukses, sektor lain akan ikut,” tutur pria yang karib disapa Chief RA ini.

Dukungan serupa diungkapkan Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) yang baru resmi berdiri. Asosiasi ini memiliki visi untuk proaktif mendorong implementasinya mengingat implementasi blockchain masih sangat hijau di sini.

“Ini baru permulaan, tetapi kami harap dapat mengedukasi blockchain secara berkelanjutan ke pihak pemerintahan, apa saja benefit yang bisa didapat dari teknologi ini,” ucap Steven Suhadi.

Potensi Tax Payer Baru

Rudiantara juga menekankan dampak positif dari penerapan blockchain pada sistem pembayaran pajak. Misalnya, mendorong pelaku usaha over-the-top (OTT) untuk membayar pajak, termasuk pelaku usaha kelas menengah (UKM) yang berpotensi menjadi pembayar pajak baru.

“Di Go-Jek, jumlah driver-nya ada berapa? Seller di Tokopedia juga demikian, kan termasuk kelas UKM. Mereka bukan obyek pajak, melainkan peserta pajak baru. Blockchain menjadi solusi untuk mencari proses baru supaya masyarakat dipermudah [untuk membayar pajak],” tambahnya.

Pengamat pajak Yustinus Prastowo menambahkan bahwa teknologi blockchain kini dinilai menjadi solusi untuk menyederhanakan sistem perpajakan yang dianggap rumit.

“Tantangan kita saat ini adalah tax ratiotax payer-nya banyak tetapi yang kue yang diambil kecil. Kita ada 50 juta potential tax payer, tetapi 30 juta yang baru daftar. Masih ada 20 juta orang lagi yang berpotensi menjadi tax payer. Mengapa demikian? Karena masalah trust,” ungkap Yustinus.

Implementasi blockchain, menurut Yustinus, diharapkan dapat mendorong transparansi sehingga masyarakat lebih percaya dengan sistem perpajakan saat ini. Dengan kata lain, negara bisa mendapat tax payer lebih banyak.