PinjamDoku Hubungkan Merchant dengan Layanan P2P Lending

Selama ini Doku dikenal sebagai layanan e-wallet yang berfungsi memudahkan para pengguna berbelanja online tanpa perlu memiliki kartu kredit atau rekening bank. Para pengguna akan dibuatkan semacam akun virtual untuk mengakomodir proses transaksi. Seiring dengan perkembangan cashless society dan industri teknologi finansial, Doku mulai mengenalkan PinjamDoku. Sebuah layanan teknologi finansial yang memfasilitasi masyarakat untuk terhubung dengan layanan peer-to-peer lending. Untuk saat ini, layanan ini terbatas dinikmati oleh merchant yang bekerja sama dengan Doku.

Di bulan Juni ini, Doku melakukan soft launching untuk layanan PinjamDoku ini. Tercatat saat ini sudah ada beberapa penyedia layanan p2p lending yang bekerja sama dengan Doku, mereka adalah Koinworks, Investree, dan Taralite. Kehadiran PinjamDoku di tahap awal ini disiapkan untuk membantu pemilik merchant mendapatkan suntikan dana atau modal melalui layanan peer to peer lending yang tersedia.

“Selain memperluas penciptaan pasar, yang terbaru DOKU juga memberikan fasilitas peer to peer lending kepada para merchant, konsumen pengguna e-Wallet DOKU dan bahkan staff DOKU, melalui program #PinjamDOKU. Program hasil kerja sama dengan Koinworks (dll) ini bertujuan memudahkan merchant, konsumen dan staff DOKU dalam mendapatkan pinjaman modal untuk pendanaan bisnis maupun untuk kebutuhan pribadi,” ujar Chief Marketing Officer DOKU Himelda Renuat.

Lebih lanjut Himelda menjelaskan layanan PinjamDoku ini sudah disiapkan sebelumnya. Sudah ada beberapa kontrak yang disepakati dengan mitra layanan peer to peer landing. Saat ini menu Pinjam Doku dapat ditemukan di Back Office Doku di masing-masing merchant. Para merchant tinggal memilih menu terbut dan memilih mitra peer to peer lending yang dikehendaki kemudian melakukan request. Mitra peer to peer lending Doku selanjutnya akan melakukan verifikasi, jika valid maka pinjaman akan segera dikeluarkan.

Layanan PinjamDoku ini akan menandai perjalanan selanjutnya Doku dalam industri pembayaran digital di Indonesia. Di saat pasar semakin matang, masyarakat semakin berpengalaman inovasi dan terobosan seperti ini yang diperlukan untuk terus berada dalam jalur persaingan.

“Fitur ini baru saja kami luncurkan awal Juni (soft launch). Ke depannya bukan hanya merchant, tapi pengguna e-wallet dan bahkan staf DOKU dapat menikmati fasilitas ini, tentunya sejalan dengan semakin banyak partner peer to peer lending yang bergabung. Kami berharap fasilitas ini dapat meningkatkan manfaat dan kualitas layanan DOKU bagi setiap merchant,” pungkas Himelda.

Realisasi Visi Startup Fintech Taralite melalui Pengembangan Algoritma Analisis Pengguna

Salah satu kategori bisnis fintech paling bergema di lanskap digital tanah air adalah peer-to-peer lending. Dengan ragam spesifikasi layanan yang disajikan, bisnis ini memberikan solusi terpadu untuk peminjaman dana. Jika dilihat demografinya saat ini, antara satu pemain dengan pemain lainnya yang pekat membedakan adalah segmentasi pasar dituju. Dari beberapa layanan peer-to-peer lending yang kian eksis saat ini ada Taralite.

Taralite didirikan sejak tahun 2015 lalu, fokusnya memberikan pinjaman modal kepada segmen pedagang online yang umumnya tidak dapat difasilitasi oleh perbankan. Para merchant dari online marketplace C2C seperti Tokopedia, Lazada hingga penyedia jasa Travel yang menjadi bagian dari OTA seperti AiryRooms menjadi sasaran Taralite. Strategi ini nyatanya berjalan lancar, terbukti hingga saat ini lebih dari 1000 peminjam telah terjaring platform Taralite.

Keyakinan itu juga yang melandasi konglomerasi fintech asal Jepang SBI Group. Beberapa waktu lalu pihaknya menggelontorkan pendanaan kepada Taralite senilai $6,3 juta (atau senilai Rp 84 miliar rupiah).

Menjadi the next Capital One versi Indonesia

Pendanaan dari SBI Group tersebut akan difokuskan Taralite untuk mengembangkan tim Research & Development dengan tujuan mengembangkan algoritma pintar untuk menjadi one stop shop platform layanan peminjaman biaya modal.

“Yang dimaksud dengan R&D mengembangkan algoritma internal perusahaan yang bertujuan untuk menganalisis kredit. Alogirtma ini penting untuk dikembangkan supaya memberi hasil terbaik. Salah satu keuntungan algoritma yang akurat kita bisa kasih pinjaman dengan bunga yang lebih murah, karena yang gagal membayar jadi lebih sedikit. Algoritma yang akan dikembangkan menjadi penyempurnaan dari otomatisasi analisis kredit yang sudah dimiliki Taralite,” jelas CEO Taralite Abraham Viktor kepada DailySocial.

Alogoritma tersebut menjadi krusial bagi Taralite jika melihat pangsa pasar dan visi bisnis yang ditargetkan. Pihaknya menginginkan menjadi seperti Capital One di Amerika. Capital One beberapa dekade lalu mengeluarkan produk kartu kredit untuk golongan “sub-prime” –yakni kategori kalangan masyarakat yang sulit mendapatkan akses layanan perbankan seperti kartu kredit, biasanya bank menolak karena faktor kepercayaan dll.

Cara yang dilakukan Capital One tersebut menjadi inspirasi Taralite untuk pengembangan layanannya, menargetkan kepada kalangan “sub-prime” (atau Taralite sering menyebutnya under-served) yang membutuhkan pinjaman modal.

“Kami melakukan apa yang Capital One dan Ant Financials lakukan beberapa tahun yang lalu. Mereka berkomitmen untuk melayani segmen yang kurang terlayani dan tumbuh kuat dari sana. Mereka berkembang dari hanya satu penawaran produk ke dalam one stop shop untuk pelanggan yang mereka layani. Kami ingin mengikuti jejak mereka dan fokus untuk melayani segmen yang kurang terlayani di Indonesia,” sambut Viktor.

Terkait dengan regulasi, Viktor menyampaikan bahwa saat ini Taralite sedang dalam proses pendaftaran izin ke pihak terkait, dalam hal ini OJK. Peraturan untuk peer-to-peer lending sendiri juga sudah diterbitkan pemerintah sejak tahun Desember 2016 lalu.

“Terkait dengan regulasi pemerintah saat ini sudah memiliki aturan, artinya secara hukum sudah mengizinkan permain-permain seperti kita (peer-to-peer lending), dan saat ini kami sedang dalam proses untuk apply-nya,” pungkas Viktor.

Taralite Hadirkan Sistem KTA Online untuk Kebutuhan Spesifik

Bisnis keuangan digital kian bertumbuh di Indonesia dengan berbagai model yang disajikan. Beberapa startup juga sudah mulai mereplikasi cara tradisional yang biasa dilayani perbankan dalam sebuah layanan online. Contohnya adalah Taralite, sebuah layanan online yang menyediakan layanan kredit kepada penggunanya.

Taralite mengklaim bahwa model bisnis digital yang kini dilakukan adalah yang pertama di Indonesia. Kendati demikian, saat ini juga sudah ada UangTeman, yang menjalankan sistem bisnis di sektor yang sama, hanya saja dengan jumlah pinjaman dan jangkauan yang lebih kecil. Layanan Taralite juga memberikan pinjaman sesuai dengan spesifikasi kebutuhan, misalnya untuk kebutuhan pendidikan, kredit usaha, persalinan, ataupun umroh.

Modal untuk pinjaman Taralite menggunakan dana yang dimiliki perusahaan dan bekerja sama dengan beberapa rekanan perbankan. Hal ini yang disebut Co-Founder Taralite Abraham Viktor (Bram) sebagai simbiosis mutualisme yang dijalin oleh layanan fintech dengan institusi keuangan yang sudah ada. Kerja sama ini penting bagi Taralite karena saat ini operasionalnya sudah meliputi daerah-daerah di luar Jawa. Bahkan sudah sampai Papua.

Bram mengatakan bahwa sampai saat ini Taralite belum mengucurkan alokasi khusus untuk pemasaran besar, sistem agen masih menjadi cara yang dinilai efektif untuk melebarkan bisnis. Taralite saat ini membuka kemitraan kepada masyarakat untuk dapat menjadi agen yang memasarkan pinjaman dengan imbal balik berupa komisi.

Dengan bunga mulai dari 0.9% per bulan dan proses yang diklaim lebih efisien, diyakini Taralite akan menjadi solusi terbaik bagi masyarakat yang membutuhkan dana pinjaman seara cepat. Hal ini terbukti, saat ini Taralite rata-rata menghimpun 100-200 pengajuan pinjaman dari masyarakat untuk diseleksi dan ditindaklanjuti.

Ketika ditanya tentang bagaimana Taraline mengantisipasi risiko para peminjam nakal, Bram menjawab:

“Sebenarnya yang kami lakukan hanya mendigitalkan proses umum yang ada di sistem pinjaman konvensional. Jika di bank ada survei untuk menentukan besarnya pinjaman, kami memiliki sistem scorecard yang juga digunakan untuk menentukan kebutuhan tersebut. Jika di bank ada penyerahan berkas-berkas, di Taralite pun sama, hanya saja prosesnya online. Dan untuk pengingat peminjam harus melakukan pembayaran, itupun kami lakukan dengan pendekatan digital. Pada dasarnya konsep yang diterapkan sama.”

Secara khusus saat ini Taralite juga telah bermitra dengan Uber. Hal ini untuk mempermudah pengguna ketika ingin mendapatkan pinjaman dana untuk pembelian mobil yang akan digunakan bisnis. Taralite bekerja sama dengan Uber untuk membantu calon driver Uber (Uber Partner) baru maupun yang sudah menjadi Uber Partner memiliki mobilnya sendiri.

Bram juga menanggapi bahwa untuk industri fintech di Indonesia saat ini yang menjadi tantangan terbesar adalah regulasi. Oleh karenanya saat ini pihaknya terus mengkonsolidasikan langkah bisnisnya kepada OJK.

Kepada DailySocial, pria yang juga masuk dalam daftar “The Top Young Asian Venture Capitalists And Fintech Entrepreneurs versi Forbes” ini menyampaikan:

“Kebetulan sebelum wawancara ini saya juga baru meeting dengan OJK. Artinya kami masih selalu mencoba terus berdiskusi dengan pihak terkait. Regulasi bagi kami penting, untuk menjadi sebuah landasan. Di Indonesia menurut saya regulasi lahirnya cukup lama. Jika dibandingkan di Amerika, ketika industri fintech berjalan sudah 3 tahun, pemerintah segera mengeluarkan regulasi terkait. Di Indonesia prosesnya belum secepat itu. Tapi kami selalu mengupayakan untuk mengikuti aturan yang ada.”

Sebelumnya pada November tahun lalu, Taralite berhasil membukukan pendanaan dari ANGIN. Kala itu pendanaan difokuskan pada perekrutan talenta dan pemekaran layanan.

Taralite dan KitaBisa Dapatkan Pendanaan Tahap Awal dari ANGIN

Di hari yang sama dengan digelarnya ajang “Raising Giant: Celebrating Indonesian Startups” oleh Ciputra GEPI Incubator kemarin (6/11), ANGIN mengumumkan telah memberikan pendanaan untuk Taralite dan KitaBIsa dalam jumlah yang tidak diungkapkan. Taralite sendiri merupakan satu dari enam startup yang telah lulus dari program inkubasi GEPI.

Kemarin, Ciputra GEPI Incubator (CGI) menggelar sebuah ajang dengan tajuk “Raising Giant: Celebrating Indonesian Startups”. Melalui ajang tersebut, CGI ingin membangkitkan semangat kewirausahaan anak muda di Indonesia.

Di hari yang sama, CGI juga menggelar Graduation Day bagi enam startup yang telah mengikuti masa inkubasi selama enam bulan di CGI. Enam startup tersebut adalah Jurnal.id, Taralite (yang memayungi Wedlite), Hexaday, SquLine, LiveOlive, dan Nusantara Development Initiative (NDI).  Di sini, diumumkan bahwa Taralite berhasil mendapatkan pendanaan tahap awal dari ANGIN bersama dengan KitaBisa.

Pada dasarnya, Taralite adalah startup yang menyediakan layanan pinjaman online untuk berbagai kebutuhan. Melalui layanan Taralite, pengguna bisa memperoleh pinjaman untuk biaya pendidikan, pernikahan, persalinan, renovasi rumah, kredit usaha, hingga umrah. Taralite juga menjadi payung bagi Wedlite, startup yang menyediakan dana pinjaman untuk pernikahan.

Terkait pendanaan, Co-Founder Taralite dan Wedlite Abraham Viktor mengungkapkan bahwa dana segar yang baru diperoleh akan dimanfaatkan untuk upaya pemasaran dan merekrut talenta potensial. Sementara itu, KitaBisa akan lebih fokus untuk mengembangkan platform dan juga untuk ekspansi jangkauan wilayah layanan.

Co-founder dan CMO KitaBisa Vikra Ijas mengatakan, “Rencana utamanya, growing the platform. Dari segi produk masih banyak yang harus ditingkatkan seperti kemudahan pembayaran, kemudahan untuk orang bisa sharing kampanye mereka, dan yang lebih penting [adalah] bagaimana kita expand market di Indonesia dulu.”

“Kami sudah memfasilitasi kampanye, dari Aceh ada Papua pun ada. Tetapi, kebanyakan, mayoritas kampanye KitaBisa saat ini masih di Jakarta dan Jawa Barat. Dengan pendanaan ini, harapannya kami bisa lebih memperluas our reach ke kota-kota besar lain di Indonesia,” lanjut Vikra.

KitaBisa sendiri merupakan situs crowdfunding yang fokus pada proyek-proyek sosial. Sederhananya, situs ini adalah wadah kolaborasi sosial dalam berbagai bentuk mulai dari donasi hingga aksi sukarelawan.

Dengan investasi yang baru diberikan kepada KitaBisa dan Taralite, maka bertambah panjang pula portofolio investasi yang diberikan oleh ANGIN–jaringan angel investor besutan GEPI. Sebelumnya, ANGIN telah berinvestasi di Wangsa Jelita, BerryKitchen, Margurite Nougat, dan Kakoa Chocolate.

Saat ini ANGIN sendiri telah memiliki 26 angel investor yang tergabung sebagai anggota. Sebelas di antaranya adalah anggota baru, yang beberapa waktu lalu diumumkan oleh ANGIN.