Tiket is Rebranding, Emphasize On Product’s Sales and Improvement

Tiket, a leading OTA service in Indonesia, announces application rebranding by changing its display and logo into a (more) modern look, also adding new features transaction convenience. The company wants to focus on two things: improving brand awareness and product improvement.

“I traveled around six cities in Indonesia for FGD, but many are still unaware of Tiket. Our brand is popular only among cities with a high-level of internet penetration such as Jakarta and Surabaya. Therefore, we start the marketing campaign to increase awareness. For product quality, will improve continuously for transaction convenience,” said Gaery Undarsa, Tiket’s Chief Communication, Tue (11/21).

For Undarsa, Tiket’s penetration is slightly limited outside Jakarta and Surabaya due to absence of big-scale marketing.

In early November 2017, Tiket starts aggressive campaign in television. Since then, Undarsa claimed to have new user improvement and significant transaction coming outside those cities. However, Undarsa is unwilling to reveal the details.

For Tiket’s logo changing, first (t) character turns into lowercase. It stands for friendly personality. There is no gap mentioned between Tiket and traveler. The dot (.) color turns into light yellow which represents a happy feeling in traveling.

Along with the effort to increase brand awareness, Tiket attaches several new features. The first one is Smart Refund for easier cancellation refund process. For interface look, there is Smart Roundtrip for consumer to arrange a round trip flight easily.

Lastly, Smart Traveller allows travelers to simply put the ID member instead of repeating form-filling. Data can be saved to favorite order, claimed to be more practical and efficient.

In addition, Tiket will be seriously working on two products, car rental and hotel booking. For car rental, the company has partnered with rental service around 50 cities in Indonesia. Compared to other products, car rental business grows 3000% compared to last year.

Tiket has been downloaded by 4.3 million users, and targeted to have 10 million users by the end of next year. The increasing number is expected to come from user and traffic. Tiket also targets 100% growth from previous year.

“We will invest more on hotel booking due to the domination of foreign OTA. We want to help hotel business to expand with what Tiket has,” Undarsa said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Adding OTA in Its Service, JD Flight is Available for Indonesian Market

In order to cope with other e-commerce services in Indonesia, JD.id provides purchase channels for plane tickets. As JD Flight, the feature available with full support from Traveloka. JD.id’s parent company, JD.com, is Traveloka’s investor.

Moreover, is OTA (Online Travel Agency) addition in e-commerce services will make a big difference, or just disrupting an established business model?

The e-commerce businesses preparing for the OTA

George Hendrata ,Tiket.com’s new CEO, said that for future roadmap, Tiket.com capabilities will be optimized to strengthen Blibli’s travel and accommodation channels. However, it has not been technically submitted, whether Blibli will apply only as a front-end that helps selling tickets through Tiket.com, or they’re going to merger.

Another online trading site that provides and strengthens the OTA is Tokopedia, Elevenia, and Bukalapak.

Market share

Frost & Sullivan’s research in 2011 said the Indonesian expense for travel is worth up to $6.4 billion. By 2030, it’s projected to be increasing 4 times, or worth $23.7 billion. It’s a realistic number, given the current traveling trend is not only for upper economic class, but also medium class – especially millennials.

Early analysis of OTA participants that strenghten e-commerce is the distribution channels. The market share is large, but the niche is similar. The challenge is on the consumer delivery. Another growth strategies, such as discounts, are in fact still effective for user loyalty. Ticketing system can be booked through one channel, but delivered through various channels, as Indonesia Flight did in its debut with Tiket.com.

Basically, OTA business have so much to explore, because there are many new possibilities to be developed. It could be a new chapter implying online travel competition, beside payment, that will be the next round of e-commerce competition.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Tiket Lakukan Rebranding, Tekankan Pemasaran dan Peningkatan Produk

Perusahaan online travel agent (OTA) Tiket mengumumkan rebranding aplikasi dengan mengubah tampilan dan logo jadi lebih fresh dan modern, serta menambah fitur baru untuk kenyamanan transaksi. Perusahaan ingin fokus menyasar pada dua hal yakni meningkatkan brand awareness dan perbaikan produk.

“Saya keliling enam kota di Indonesia untuk FGD rupanya masih banyak yang belum tahu Tiket. Brand kami hanya terkenal di kota-kota dengan tingkat penetrasi internetnya yang sudah baik, seperti Jakarta dan Surabaya. Maka dari itu kami mulai lakukan marketing campaign untuk meningkatkan awareness. Dari sisi produk juga terus kami tingkatkan agar makin nyaman dalam bertransaksi,” terang Chief Communication Tiket Gaery Undarsa, Selasa (21/11).

Menurut Gaery, penetrasi Tiket di luar Jakarta dan Surabaya masih minim lantaran perusahaan belum pernah melakukan aktivitas pemasaran dalam skala besar.

Sejak awal November 2017 Tiket mulai agresif beriklan di televisi. Sejak saat itu, Gaery mengklaim terjadi peningkatan pengguna baru dan transaksi yang cukup signifikan datang dari luar dua kota tersebut. Hanya saja Gaery enggan membeberkan detilnya.

Dari segi perubahan logo Tiket, hurut (t) di awal berubah menjadi huruf kecil. Ini diartikan sebagai kepribadian yang bersahabat. Disebutkan tidak ada jarak antara Tiket dengan pelancong (traveller). Sedangkan (dot) berubah menjadi warna kuning cerah yang mengartikan kesenangan yang dirasakan saat melancong.

Seiring upaya meningkatkan brand awareness, Tiket menyematkan fitur baru. Smart Refund memungkinkan konsumen mendapatkan refund dari pembatalan tiket dengan lebih mudah dan tidak merepotkan. Dari tampilan antarmuka, ada fitur Smart Roundtrip yang memudahkan kosnumen memilih penerbangan pulang pergi dengan lebih mudah.

Terakhir, Smart Traveller memungkinkan pelancong tidak perlu lagi mengulang sejak awal untuk membeli tiket return, cukup masukan ID member. Data dapat disimpan menjadi pesanan favorit, jadi lebih praktis dan tidak memakan waktu.

Selain itu, Tiket akan lebih serius menggarap dua produknya, yakni rental mobil dan booking hotel. Untuk produk rental mobil, perusahaan telah bermitra dengan penyedia jasa rental yang tersebar di 50 kota di seluruh Indonesia. Dibandingkan produk lainnya, bisnis rental mobil tumbuh tertinggi hingga 3 ribu persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Saat ini Tiket telah diunduh oleh 4,3 juta pengguna, sampai akhir tahun depan ditargetkan mencapai 10 juta unduhan. Peningkatan tersebut diharapkan berasal dari sisi user dan traffic. Tiket juga menargetkan pertumbuhan sebesar 100% dari tahun sebelumnya.

“Untuk booking hotel, kami akan banyak investasi ke sana sebab saat ini booking hotel masih dikuasai oleh OTA asing. Kami ingin bantu pemain hotel bisa ekspansi dengan apa yang Tiket punya,” pungkas Gaery.

Application Information Will Show Up Here

Tambah Jajaran OTA di Layanan E-Commerce, JD Flight Hadir

Layanan e-commerce yang menyajikan barang-barang dengan jaminan orisina, JD.id, merilis fitur teranyarnya. Seakan tak mau ketinggalan dengan pemain e-commerce lain di Indonesia, JD.id menghadirkan kanal pembelian tiket pesawat. Berjuluk JD Flight, fitur ini hadir dengan dukungan penuh dari Traveloka. Induk perusahaan JD.id, JD.com, merupakan investor di Traveloka.

Lantas, apakah OTA (Online Travel Agency) yang menyelinap di layanan e-commerce akan berpengaruh besar, atau bahkan mengganggu model bisnis yang sudah mapan?

Para bisnis e-commerce yang tengah bersiap di OTA

Dalam sebuah kesempatan, CEO baru Tiket.com George Hendrata menyampaikan bahwa roadmap ke depan, kapabilitas yang dimiliki Tiket.com akan dioptimalkan untuk memperkuat kanal travel dan akomodasi yang dimiliki Blibli. Namun belum disampaikan teknisnya secara detail, apakah situs Blibli hanya akan berlaku sebagai front-end yang membantu menjualkan tiket melalui engine Tiket.com, ataukah akan ada peleburan.

Situs jual beli online lain yang mulai menyediakan dan memperkuat divisi OTA adalah Tokopedia. Berbeda dengan JD.id, Tokopedia memilih untuk memulai dengan menjual tiket kereta api. Di sini visinya lebih terlihat, yakni untuk optimasi layanan e-money TokoCash.

Besaran pangsa pasar yang diperebutkan

Riset Frost & Sullivan yang dilakukan pada tahun 2011 menyebutkan, pengeluaran orang Indonesia untuk kebutuhan travel bernilai hingga $6,4 miliar. Diproyeksikan pada tahun 2030 angka tersebut akan mencapai empat kali lipat, atau senilai $23,7 miliar. Angka yang cukup realistis, mengingat tren traveling kini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat dengan kelas ekonomi atas, namun juga menengah – khususnya millennials.

Analisis awal tentang para pemain OTA yang menguatkan layanan e-commerce ialah tentang saluran distribusi. Pangsa pasarnya besar, namun ceruk produk yang disajikan sama. Tantangannya justru pada penyampaian ke konsumen. Strategi growth lain, seperti diskon, nyatanya masih tetap efektif dilakukan sampai saat ini untuk loyalitas pengguna. Bisa jadi pembukuan sistem ticketing di satu pintu, namun penyampaiannya melalui banyak kanal, persis seperti yang dilakukan Indonesia Flight di awal debutnya bersama Tiket.com.

Pada dasarnya bisnis OTA masih bisa banyak dieksplorasi, karena masih banyak kemungkinan baru untuk dikembangkan. Bisa jadi ini adalah babak baru yang menyiratkan persaingan online travel, selain urusan pembayaran, akan menjadi persaingan e-commerce babak berikutnya.

WORKnPLAY Starts Offering Airline Ticket and Hotel Booking Services

WorkNstay, once known as a service in the property business, is now changing the business model by re-introducing itself as WORKnPLAY. The new name carries some changes. WORKnPLAY becomes a map or location-based mobile app that integrates property, hotel reservations, and airline ticket purchases.

In early 2017, WORKnPLAY was first introduced in Indonesia and Singapore as a marketplace that helps users buy or sell their homes or office space. Together with Tiket.com, WORKnPLAY adds two main features, namely the purchase of airline tickets and hotel reservations which synergized with WORKnPLAY services. Users can also order Uber service within 60 kilometers to facilitate travel between locations on the intended destination.

One thing distinguished WORKnPLAY from other OTA services is a map-based concept. WORKnPLAY real time map feature can help users in reducing hassles while searching for nearby hotels.

“With our map-based system, users only need to select a hotel pin to book a room. It will make it easier for users to book their favorite hotels,” WORKnPlay’s Chief Strategy Officer, Irwan Hartanto, said.

WORKnPLAY is said to be eyeing opportunities and potential growth in Indonesia and Singapore, starting from urban areas. To achieve this goal, WORKnPLAY focuses on delivering quality services to give users a good impression.

“Right now, we’re focused on giving users the best satisfaction rather than monetization. For us, every focus is on finding the right ‘DNA’ and high market match in Indonesia and Singapore,” Hartanto explained.

“We have been getting consistent traction improvements since January 2017.”

WORKnPLAY is said to be eyeing opportunities in expanding to Southeast Asian countries, such as Thailand, Vietnam, Malaysia and the Philippines in 2018.


Original article is written in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

RedDoorz Obtains Further Investment for Indonesian Market

RedDoorz, the budget hotel’s online booking platform, said to have received further investment to expand its market in Indonesia. However, it is not directly revealed, either from which VC and the amount they’re getting.

In yesterday’s media meeting (11/15), RedDoorz’s Founder and CEO, Amit Saberwal, said that they’re ready to allocate more than $10 million (approximately 130 billion Rupiah) to develop Indonesia market until the end of next year.

The funds will be used to recruit new talents, training costs, standardize services, and improve room quality. Moreover, RedDoorz will add nine new cities in Indonesia for business expansion.

Per interview with DailySocial, Saberwal said that they confirmed the allocation fund came from an unannounced fundraising.

“It is true, as a RedDoorz policy not to announce our funding rounds derived from VC. Please understand. We only announce a one-time venture debt of $1 million,” he said.

He continued, this funding round comes from a venture capital. Previously, the company also received investment commitments that were not publicly announced from SIG (Susquehanna International Group), Jungle, and IFC. According to Saberwal, the three investors showed their commitment to continue supporting the company.

Funding received by the company and publicly announced was a $1 million debt financing from InnoVen Capital in April 2017. Some others RedDoorz investors are 500 Startups and IFC.

Developing the Lead Market

Indonesia is RedDoorz’s leading market and stands as company’s focus on providing the best service. Beside Indonesia, RedDoorz is also exist in Singapore and will open a new operation in the Philippines shortly. Singapore becomes RedDoorz’s headquarters, while India becomes technological development center.

In Indonesia, the company has partnered with 450 property owners with more than 3 thousand rooms spread across seven cities in Indonesia. RedDoorz claims to have served about 500 thousand users in Indonesia with reorder rate of 65%.

It means everyone is using RedDoorz service five times a year on average. RedDoorz application has been downloaded more than 500 thousand times.

To increase RedDoorz’s market penetration in Indonesia, the company will expand to nine new cities next year. The cities to be targeted are Aceh, Balikpapan, Lombok, Makassar, Manado, Medan, and Solo.

The company will continue to expand its presence in existing seven cities. Those cities are Jakarta, Bogor, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, and Bali.

The selection of this new city, for Saberwal, is not without reason. They review the entire city, although not a big one but the most-visited.

“We believe that the right team, the right investors, and the right market opportunity have played a key role for our success in Indonesia. Our Indonesian team is a good combination of talents who have extensive and thrive experience in startup dynamics of the country. ”

In fact, Saberwal optimistic with all these strategies they can generate profitability in the third quarter of 2018. Currently RedDoorz’s coverage of total budget hotel industry in Indonesia only reached 0.16%.

RedDoorz COO Rishabh Singhi added that Indonesian market has proved to be a great start for RedDoorz. The company has worked closely with middle-class budget hotels, private properties, and lodges to innovate, collaborate, and focus on creating an unique experience.

“We are actively seeking to reach more than 100 million digital consumers. Through our platform, the hotel can target specific markets and ensure the sustainability of good occupancy levels,” said Singhi.

They believe this industry is a great opportunity in Southeast Asia that can continue to be developed. The fact is, compared with India alone, the potential in Southeast Asia has reached three times larger worth of $20 billion.

RedDoorz was first established in Indonesia on July 2015. Last year, RedDoorz’s business grew 11 times larger, while expected to grow 5-fold this year. For the next five years, the company’s growth is targeted to remain stable in the range of 4-5 times.

In marketing its service, RedDoorz partnered with other OTA service providers. Some of them including Agoda, Booking, Expedia, MG, Airbnb, Goibibo, Pegipegi, Ctrip, and Hotels.


Original article is written in Indonesian, translated by Kristin Siagian

RedDoorz Raih Investasi Lanjutan Khusus untuk Pasar Indonesia

RedDoorz, platform pemesanan online hotel budget, mengungkapkan telah mendapat investasi lanjutan untuk mengembangkan pasarnya di Indonesia. Hanya saja, pengumuman ini tidak diungkap secara langsung, baik dari siapa VC yang mendanainya dan nilai investasi yang didapat perusahaan.

Dalam pertemuan bersama media yang diadakan kemarin (15/11), Founder dan CEO RedDoorz Amit Saberwal menuturkan pihaknya siap mengalokasikan lebih dari US$10 juta (sekitar Rp130 miliar) untuk mengembangkan pasar RedDoorz khusus Indonesia saja sampai akhir tahun depan.

Dana tersebut akan dipergunakan untuk merekrut talenta baru, biaya pelatihan, standarisasi layanan, dan meningkatkan kualitas kamar. Terlebih, RedDoorz akan menambah sembilan kota baru di Indonesia untuk ekspansi bisnis.

Secara terpisah kepada DailySocial, Amit menuturkan pihaknya mengonfirmasi bahwa dana alokasi ini berasal dari penggalangan pendanaan baru yang tidak diumumkan ke publik.

“Ini benar, sebagai kebijakan RedDoorz tidak mengumumkan putaran pendanaan kami yang berasal dari VC. Semoga kamu mengerti. Kami hanya mengumumkan venture debt satu kali saja sebesar US$1 juta,” katanya.

Yang pasti, sambungnya, putaran pendanaan ini berasal dari modal ventura. Sebelumnya, perusahaan juga mendapat komitmen investasi yang tidak diumumkan secara publik dari SIG (Susquehanna International Group), Jungle, dan IFC. Menurut Amit, ketiga investor tersebut menunjukkan komitmennya untuk terus mendukung perusahaan.

Pendanaan yang diterima perusahaan dan diumumkan secara publik adalah berjenis debt financing sebesar US$1 juta dari InnoVen Capital pada April 2017. Beberapa investor RedDoorz lainnya adalah 500 Startups dan IFC.

Mengembangkan pasar utama

Indonesia adalah pasar utama RedDoorz, sehingga perusahaan fokus memberikan pelayanan yang terbaik untuk penggunanya. Bisnis RedDoorz sendiri, selain di Indonesia, juga terdapat di Singapura dan dalam waktu dekat akan membuka operasional baru di Filipina. Singapura menjadi kantor pusat RedDoorz, sementara India menjadi pusat pengembangan teknologi.

Untuk bisnisnya di Indonesia, perusahaan kini telah menggandeng 450 pemilik properti dengan lebih dari 3 ribu kamar yang tersebar di tujuh kota di Indonesia. RedDoorz mengklaim telah melayani sekitar 500 ribu pengguna di Indonesia dengan tingkat pemesanan ulang mencapai 65%.

Artinya, setiap orang secara rerata menggunakan layanan RedDoorz lima kali dalam setahun. Aplikasi RedDoorz disebutkan telah diunduh lebih dari 500 ribu kali.

Agar penetrasi bisnis RedDoorz di Indonesia meningkat, perusahaan akan ekspansi ke sembilan kota baru sepanjang tahun depan. Kota yang akan disasar di antaranya Aceh, Balikpapan, Lombok, Makassar, Manado, Medan, dan Solo.

Perusahaan pun akan terus memperluas kehadirannya di tujuh kota yang telah beroperasi saat ini. Diantaranya, Jakarta, Bogor, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali.

Pemilihan kota baru ini, menurut Amit, bukan tanpa alasan. Pihaknya melihat seluruh kota tersebut, meski bukan tergolong kota besar namun memiliki tingkat kunjungan wisatawan yang tinggi. Sehingga ada potensi bisnis dan perputaran ekonomi di sana.

“Kami percaya tim yang tepat, berbagai investor yang tepat dan peluang pasar yang tepat telah memainkan peranan kunci bagi kesuksesan kami di Indonesia. Tim kami di Indonesia merupakan perpaduan yang hebar dari para talenta yang memiliki pengalaman luas dan berkembang di dalam dinamika startup di tanah air.”

Bahkan, Amit optimis dengan seluruh strateginya ini dapat menghasilkan profitabilitas di Indonesia pada kuartal III 2018. Kendati, cakupan RedDoorz terhadap total industri hotel budget di Indonesia baru mencapai 0,16%.

COO RedDoorz Rishabh Singhi menambahkan, pasar Indonesia terbukti menjadi awal yang hebat bagi RedDoorz. Perusahaan telah bekerja sama secara erat dengan hotel budget kelas menengah, properti pribadi, dan penginapan untuk berinovasi, berkolaborasi, dan fokus menciptakan pengalaman unik.

“Kami secara aktif ingin menggapai lebih dari 100 juta konsumen digital. Melalui platform kami, hotel dapat menyasar pasar khusus dan memastikan keberlanjutan tingkat okupansi yang baik,” terang Rishabh.

Pihaknya percaya bahwa industri ini di Asia Tenggara adalah peluang besar yang bisa terus dikembangkan. Pasalnya, secara total bila dibandingkan dengan India saja, potensi di Asia Tenggara mencapai tiga kali lipat lebih besar senilai US$20 miliar.

RedDoorz pertama kali berdiri di Indonesia pada Juli 2015. Tingkat pertumbuhan bisnis yang diklaim cukup signifikan. Pada tahun lalu bisnis RedDoorz tumbuh 11 kali lipat, sementara tahun ini diperkirakan tumbuh 5 kali lipat. Ditargetkan sampai lima tahun mendatang, pertumbuhan perusahaan bisa tetap stabil di kisaran 4-5 kali lipat.

Dalam memasarkan layanannya, RedDoorz bermitra dengan penyedia layanan OTA lainnya. Beberapa diantaranya seperti Agoda, Booking, Expedia, MG, Airbnb, Goibibo, Pegipegi, Ctrip, dan Hotels.

WORKnPLAY Mulai Tawarkan Layanan Pembelian Tiket Pesawat dan Pemesanan Hotel

WorkNstay, yang dulu dikenal sebagai sebuah layanan yang bergerak di bidang bisnis properti, kini mulai mengubah model bisnisnya dengan kembali mengenalkan diri sebagai WORKnPLAY. Nama baru ini sekaligus juga mengusung beberapa perubahan. WORKnPLAY menjadi sebuah aplikasi mobile berbasis peta atau lokasi yang mengintegrasikan properti, reservasi hotel, dan pembelian tiket pesawat.

Di awal tahun 2017 WORKnPLAY pertama kali diperkenalkan di Indonesia dan Singapura sebagai marketplace yang membantu pengguna membeli atau menjual rumah atau ruang kantor mereka. Bekerja sama dengan Tiket.com, WORKnPLAY menambahkan dua fitur utama, yakni pembelian tiket penerbangan dan pemesanan hotel yang dirasa bersinergi dengan layanan WORKnPLAY. Pengguna juga bisa memesan armada Uber dalam jarak 60 kilometer untuk memfasilitasi perjalanan antar lokasi pada destinasi yang dituju.

Salah satu yang membedakan WORKnPLAY dari layanan OTA lainnya adalah konsep berbasis peta yang diusung. fitur peta real time WORKnPLAY bisa membantu pengguna dalam mengurangi kerepotan ketika mencari hotel terdekat.

“Dengan sistem berbasis peta kami, pengguna hanya perlu memilih pin hotel untuk memesan kamar. Hal ini akan memudahkan pengguna dalam memesan hotel favorit mereka,” ujar Chief Strategy Officer WORKnPLAY Irwan Hartanto.

WORKnPLAY disebutkan tengah mengincar peluang dan potensi tumbuh di Indonesia dan Singapura, dimulai dari daerah-daerah perkotaan. Untuk mencapai tujuan ini, WORKnPLAY fokus pada pemberian kualitas layanan untuk memberikan kesan baik pada pengguna.

“Saat ini, kita sedang fokus memberikan kepuasan terbaik bagi para pengguna ketimbang monetisasi. Bagi kami, segala fokus tertuju pada menemukan ‘DNA’ yang tepat dan kecocokkan pasar yang tinggi di Indonesia dan Singapura,” jelas Irwan.

“Kami telah mendapatkan peningkatan traksi yang konsisten semenjak Januari 2017.”

WORKnPLAY disebutkan mengincar peluang berekspansi ke negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Filipina di tahun 2018.

Application Information Will Show Up Here

Cerita Akuisisi Tiket.com oleh Blibli dan Rencana-Rencananya ke Depan

Setelah resmi diakuisisi secara penuh oleh Blibli bulan Juni 2017 lalu, fokus Tiket.com saat ini adalah pengembangan produk, teknologi dan merekrut talenta baru yang bisa memberikan kontribusi kepada Tiket.com. Dalam acara Tech in Asia Jakarta 2017, CEO Tiket.com George Hendrata mengungkapkan nantinya Tiket.com akan bergabung bersama Blibli dalam satu gedung.

“Hal tersebut memudahkan kami melakukan kolaborasi dan integrasi, sehingga menjadi ideal bila Tiket.com bergabung bersama Blibli dalam satu gedung,” kata George.

Proses di balik layar

Dalam kesempatan tersebut George Hendrata mengungkapkan beberapa alasan mengapa pada akhirnya Djarum Group melalui Blibli memutuskan untuk mengakuisisi layanan OTA Tiket.com yang telah berdiri sejak tahun 2011 lalu. Salah satu untuk memperkuat kanal travel dan akomodasi di Blibli.

“Sebelumnya Blibli telah memiliki kanal khusus untuk perjalanan wisata, namun demikian setelah melakukan pertemuan dengan para pendiri Tiket.com kami memutuskan untuk membangun bisnis yang sudah established dibandingkan membuat dari awal,” kata George.

Kebetulan saat itu George menjadi tim pengawas due diligence Djarum Group untuk melihat latar belakang perusahaan dan para pendiri Tiket.com.

“Sebagai bisnis OTA yang sudah mapan, Tiket.com ternyata masih membutuhkan modal untuk memperkuat posisinya sebagai layanan OTA di Indonesia. Setelah melakukan beberapa kali pertemuan, wawancara, kunjungan langsung, dan survei kami pun memutuskan untuk mengakuisisi penuh Tiket.com,” kata George.

Disinggung mengapa akhirnya Blibli melakukan akuisisi penuh dan tidak memilih untuk menjadi investor saja, menurut George hal tersebut dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan bisnis Tiket.com.

“Dipilihnya saya pun sebagai CEO baru dari Tiket.com merupakan keputusan bersama dari Djarum Group, Blibli, dan tentunya para pendiri Tiket.com,” kata George.

Pekerjaan rumah pasca akuisisi

Usai akuisisi resmi dilakukan, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan George dan tim Tiket.com, mulai dari meningkatkan teknologi, menghadirkan fitur yang lebih user friendly hingga mencoba untuk merangkul lebih banyak kalangan millennial sebagai pelanggan.

Tiket.com juga berusaha meningkatkan kegiatan pemasaran sekaligus menambah kinerja tim produk untuk mengembangkan produk yang relevan dan berfungsi dengan baik.

“Meskipun sudah menjadi bagian dari Blibli, namun manajemen memutuskan untuk tidak “hands on” mengatur bisnis dari Tiket.com. Kolaborasi yang akan difokuskan lebih kepada sinergi dari sisi konsumen, saling berbagi informasi di situs dan juga dalam hal operasi,” kata George.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Traventure, Marketplace yang Mengemas Bisnis Wisata secara Unik

Bisnis wisata masih menjadi salah satu andalan di Indonesia. Kekayaan dan pengalaman berlibur ditawarkan dengan berbagai macam dan paket. Solusi ini kemudian memicu banyak pebisnis digital atau startup mencoba menghadirkan solusi. Salah satunya adalah layanan Traventure.

Traventure merupakan sebuah marketplace yang mencoba menemukan para kreator wisata dengan para pencari kreasi wisata baru di Indonesia. Traventure ini tak ubahnya tempat transaksi dan berbagi pengalaman berwisata, bedanya mereka mengemasnya dalam paket bisnis wisata.

Sederhananya, startup yang memulai versi beta sejak Juli silam ini membukakan peluang kepada siapa pun yang mempunyai cara menikmati wisata unik atau berbeda untuk mendapatkan pendapatan lebih dengan menjual paket wisata dengan ciri khasnya sendiri.

Berdiri dan mencoba peruntungan di segmen wisata unik dengan menawarkan pengalaman liburan yang berbeda, Bondan Sentanu Mintardjo salah satu orang yang berada di bali Traventure ini menuturkan, pihaknya memiliki visi untuk memiliki koleksi konten aktivitas yang kaya, beragam, alternatif dan unik yang dibuat oleh semua orang di seluruh pelosok Indonesia.

“Saat orang yang gemar jalan-jalan merasa bosan dengan alternatif paket trip yang ada di pasaran, karena mainstream, kami ingin menawarkan solusi paket trip yang lebih berasa ‘personal’ di Traventure,” terang Bondan.

Traventure akan berperan sebagai penengah antara pembuat paket wisata dan pembeli. Saat pembayaran sudah dilakukan sistem Traventure akan memberikan notifikasi, saat ini via email, kepada para penyedia paket wisata dan pembeli. Semua informasi mengenai paket wisata akan disampaikan.

Saat aktivitas wisata sudah dilakukan, dengan mekanisme validasi yang dipakai saat ini sistem akan berkomunikasi dengan pembuat paket dan pembeli, jika tidak ada kendala atau masalah uang akan langsung di transfer ke pembuat paket wisata. Selanjutnya pembeli juga akan diminta feedback dan review akan aktivitas yang sudah dilakukan untuk perbaikan layanan baik bagi Traventure maupun penyedia paket wisatanya.

Sadar posisinya sebagai startup dan bisnis baru, Traventure saat ini masih berusaha menggaet banyak pengguna dengan fokus pada penguatan komunitas, edukasi ke masyarakat luas mengenai potensi wisata yang mungkin ada di daerah masing-masing.

“Kami tidak memproyeksikan mereka menjadi agen travel, tapi kami ingin mereka bisa melihat diri mereka adalah local genius yang bisa memamerkan daerahnya kepada orang lain dan memberikan jasa menemani indahnya alam dan budaya (makanan, gaya hidup, tradisi dan sebagainya) daerah mereka sendiri. Kegiatan yang membuka kreativitas mereka untuk mendapatkan tambahan uang saku,” tutup Bondan.