Segera IPO, Passpod Bidik Dana Segar Hingga 48 Miliar Rupiah

Passpod, penyedia jasa rental modem wifi dan travel assistance, berencana akan melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada akhir bulan ini. Perusahaan akan melepas sebanyak-banyaknya 130 juta lembar saham baru atau setara 34,21% dari total modal dan 78 juta waran seri I.

Direktur Utama Passpod Hiro Whardana mengatakan, perusahaan menggunakan buku keuangan April 2018 untuk aksi korporasi ini. 130 juta lembar saham ini ditawarkan dengan harga antara Rp250 sampai Rp375 per lembarnya. Diharapkan Passpod akan mendapatkan dana segar sekitar Rp32,5 miliar sampai Rp48,75 miliar.

Sinarmas Sekuritas dalam hal ini akan bertindak sebagai Penjamin Pelaksana Emisi Efek penawaran umum perdana saham ini.

“Melalui jumlah di atas kami menargetkan dana terkumpul sekitar Rp40 miliar. Setelah dikurangi biaya-biaya emisi, dana ini rencananya akan kami alokasikan untuk pengembangan bisnis, research and development (R&D) aplikasi, dan modal kerja dalam bentuk penambahan unit modem serta power bank,” ucapnya, Rabu (3/10).

Perusahaan mengalokasikan dana IPO sebesar 68,10% untuk pengadaan billing management system dan perangkat SIM bank. Kemudian 3,69% untuk R&D aplikasi penambahan fitur dan sisanya sebanyak 28,21% untuk modal kerja pembelian modem dan power bank.

“Kami harapkan Passpod sudah bisa listing di BEI pada tanggal 27 Oktober atau 29 Oktober 2018. Kami sudah mendapatkan pernyataan pra efektif dari OJK pada hari ini.”

Perusahaan juga akan merilis sebanyak-banyaknya 78 juta waran seri I dengan harga pelaksanaan Rp500 sampai Rp750 per saham sebagai insentif dengan perbandingan 5 saham baru berhak memperoleh 3 waran.

“Dana pelaksanaan waran seri I seluruhnya akan digunakan untuk modal kerja, terutama pengembangan usaha ke negara lain.”

Per April 2018, Passpod telah mencetak laba sebesar Rp475 miliar. Total pendapatan (revenue) mencapai Rp4,2 miliar. Ditargetkan pada akhir tahun ini revenue dapat tembus di angka Rp27 miliar, sementara laba sebesar Rp3,3 miliar.

Digitaraya, seperti diumumkan sebelumnya, mengungkapkan komitmennya sebagai investor strategis di Passpod. Dari prospektus yang diumumkan Passpod, Digitaraya (dengan badan hukum PT Digital Indonesia Raya) telah menandatangi perjanjian pembelian obligasi wajib konversi (Mandatory Convertible Bond/MCB) pada 23 Februari 2018 dengan nilai Rp7,5 miliar.

Jatuh tempo atas obligasi ini adalah 12 bulan sejak tanggal penerbitan. Nantinya dalam penawaran umum berlangsung, MCB akan ini akan dikonversi menjadi saham perseroan dengan menggunakan harga penawaran. Bisa jadi harganya sama atau lebih tinggi.

Saat ini struktur kepemilikan saham di Passpod terdiri atas PT Agung Inova Teknologi Indonesia (69,5%) dan PT Prima Jaringan Distribusi (30,5%).

Rencana bisnis pasca IPO

Aksi IPO ini, sambung Hiro, akan jadi amunisi perusahaan dalam melancarkan ekspansinya. Ambisi yang ingin disasar adalah menjadi ekosistem on demand berbasis aplikasi yang menawarkan berbagai kebutuhan yang relevan selama perjalanan pada 2020 mendatang.

Untuk mencapai target tersebut, perusahaan akan melakukan berbagai inisiasi bisnis mulai dari layanan tiket event, supporting services, chatbot, location based offers, tiket atraksi, itinerary builder, travel insurance, sampai travel accessories e-commerce. Wilayah pemasaran pun akan semakin meluas hingga ke skala regional, dari posisi saat ini yang baru melayani Jabodetabek, Medan, Bandung, dan Surabaya.

Menurut Hiro, ada beberapa negara di Asia Tenggara yang akan dibidik, termasuk Vietnam, Myanmar, Hong Kong, Malaysia, dan Singapura. Meskipun demikian, yang pasti segera disinggahi baru satu negara pada Q1 2019.

“Sekarang kami masih cari tahu lebih lanjut di beberapa negara karena aturannya kan beda-beda di tiap negara. Kami ingin IPO karena untuk permudah proses due dilligence-nya. Misalnya di Myanmar dan Malaysia yang butuh partner lokal, ada juga di negara lain yang lebih mudah.”

Bersama Digitaraya, Passpod akan mendirikan pusat R&D yang berlokasi di Menara Kibar, Jakarta, untuk mengeksplorasi inovasi baru. Perusahaan juga akan membuka berbagai potensi kerja sama dengan startup-startup yang ada di bawah Digitaraya.

Passpod memiliki tiga segmen usaha, yaitu bidang travel services, AI & big data, dan global connectivity. Melalui segmen global connectivity, sepanjang tahun lalu pengguna Passpod tembus di angka 100 ribu orang dengan total sewa 32.420 hari. Menggunakan teknologi virtual SIM, modem Passpod mampu memberikan jaringan internet 4G yang bisa diakses ke lebih dari 70 negara di seluruh dunia.

Application Information Will Show Up Here

Koperansel Jadi Mesin Pencari untuk Kebutuhan Perjalanan

Platform Online Travel Agency (OTA) makin banyak diminati masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akomodasi. Saat ini sudah ada banyak OTA yang dapat digunakan, kadang pengguna harus selektif dalam melakukan pencarian demi mendapatkan penawaran terbaik. Melihat fenomena tersebut, startup bernama Koperansel hadir sebagai mesin pencari yang membantu pengguna memenuhi kebutuhan akomodasi perjalanan.

Koperansel menghadirkan layanan perbandingan harga dengan mengurasi dari beberapa layanan OTA. Selain itu juga memberikan informasi penawaran dan promo spesial yang sedang berjalan. Adapun layanan akomodasi yang sudah didukung ialah pemesanan tiket pesawat dan hotel.

Sejak didirikan pada awal tahun 2017 dan mulai meluncur di awal tahun 2018, saat ini Koperansel telah mengintegrasikan pencarian dengan beberapa OTA, di antaranya Tiket.com, Nusatrip, Pegipegi, EzyTravel, ArenaTiket, Via, dan Wego. CEO Koperansel, Dwi Pradito Wijayanto, menjelaskan tumbuhnya industri travel membuat harga semakin kompetitif, sehingga menjadikan harga sebagai variabel utama pelanggan menentukan pilihan akomodasi.

“Potensi industri travel, jumlah OTA, dan kebiasaan saat mencari tiket pesawat dan hotel menjadi peluang baru bagi segmen pencarian travel. Masalah dari pencarian manual yang merepotkan, tidak akurat, dan memakan waktu dapat diselesaikan memakai situs Koperansel dalam hitungan detik, satu pencarian dan satu layar saja,” terang Dwi.

Komperansel
Tampilan web Komperansel

Ada tiga fitur utama yang coba dihadirkan startup asal Bandung tersebut. Pertama fitur pencarian, pihaknya mengklaim saat ini teknologi yang digunakan bisa mencari di lebih dari 200 situs pemesanan tiket dalam hitungan detik. Fitur kedua adalah fitur Instant Booking, sebuah menu yang memungkinkan pengguna melakukan pemesanan langsung tiket pesawat dan hotel dari beberapa OTA tanpa redirect ke halaman terkait.

Sementara untuk fitur ketiga yakni Trip and City Guide Directory, fitur yang membantu pengguna mendapatkan informasi dan panduan tentang tempat makan, tempat menginap, dan informasi lain terkait destinasi. Saat ini Dwi cukup optimis layanan yang dikembangkan dapat diterima oleh masyarakat Indonesia, berbekal respons positif yang didapat pada fase beta tahun lalu.

Dalam waktu dekat, Koperansel berencana merilis aplikasi mobile, membuat chatbot, mengoptimalkan pilihan Instant Booking dan mengintegrasikan platform dengan payment gateway.

Rayakan Hari Jadi Ketujuh, Tiket.com Pacu Bisnis Hotel

Merayakan hari jadi yang ketujuh, Tiket.com mulai memacu kontribusi dari bisnis pemesanan kamar hotel sebagai bisnis utama. Keputusan tersebut dipilih lantaran pertumbuhan revenue-nya diklaim mencapai 250% secara year-on-year dengan pertumbuhan inventory naik 2 kali lipat, lebih besar ketimbang keseluruhan bisnis Tiket.com yang hanya 150%.

“Yang bakal menarik ke depannya kita akan dorong penjualan kamar hotel karena itu paling besar pertumbuhannya dari bisnis kita yang lainnya. Akan ada banyak inisiasi yang siap kita lakukan untuk dorong bisnis utama ini,” ucap CMO dan Co-Founder Tiket.com Gaery Undarsa, Kamis (30/8).

Pengembangan produk kamar hotel sedang dipersiapkan terutama untuk perubahan tampilan yang bakal lebih simpel dan bersih. Ada penambahan detail informasi kamar dan fasilitas yang akan disediakan serta pengembangan waktu pencarian hotel yang menjadi lebih singkat. Seluruh pengembangan tersebut masih dilakukan tim Tiket.com.

Salah satu fitur unggulan produk hotel adalah ‘Tonight Deals’, konsumen bisa mendapatkan harga kamar jauh lebih murah dan ekstra diskon dengan check in pada pukul 18.00 – 04.00 WIB. Fitur ini sudah hadir sejak Juni 2018, dengan latar belakang kebiasaan orang Indonesia yang suka last minute saat booking kamar. Namun terkendala karena sistem booking hotel yang terbatas.

Dari sisi investory, perusahaan akan agresif perlebar produk maskapai dan hotel internasional. Disebutkan investory produk pesawat dan hotel di Tiket.com mencapai 58 partner maskapai dan lebih dari 350 ribu produk hotel.

Gaery menuturkan pihaknya juga membuka penambahan inventory untuk hotel budget. Sehingga konsumen bisa memiliki banyak pilihan kamar dari berbagai kelas. Dari total investory hotel, mayoritas adalah hotel bintang dua dan tiga.

Untuk jaring hubungan dengan berbagai pihak hotel di destinasi wisata populer, Tiket.com membuka kantor baru khusus marketing di Yogyakarta dan Bali.

“Tiket.com punya tim dedicated menangani hotel terbanyak dari tim lainnya. Untuk fokus ke hotel itu perlu treatment khusus karena kebutuhan mereka itu beda-beda. Makanya penting bangun hubungan yang spesial.”

Gaery mengklaim, perbulannya lini bisnis ini mampu menyumbang sekitar 20%-30% untuk total booking, ketimbang bisnis lainnya. Penjualan kamar hotel di Jakarta, menurut data Tiket.com dalam setahun terakhir, menjadi penjualan terbesar pertama disusul oleh Bali dan Surabaya.

Perkembangan setahun belakangan

Setelah diakuisisi GDP Venture melalui Blibli.com, Tiket.com mengalami perkembangan yang siginifikan di segala bidang. Salah satunya adalah mengeluarkan fitur andalan ‘Smart Feature’ yang terdiri dari Smart Round Trip, Smart Refund, Smart Reschedule, dan Smart Traveler untuk memudahkan konsumen saat bepergian.

Mulai awal tahun ini Tiket.com juga gencar melakukan strategi pemasaran yang masif di beberapa lini baik online maupun offline. Hal ini pada akhirnya berdampak pada total kenaikan kunjungan pada pertengahan tahun ini sebesar 80% secara year-on-year.

Kunjungan di aplikasi naik 208%, sedangkan tingkat unduhan naik lebih dari 280%. Total pengunduh aplikasi Tiket.com disebut-sebut sudah tembus 5 juta unduhan. Total booking dari aplikasi mencapai 80% dari total keseluruhan transaksi di Tiket.com.

Tiket.com turut berpartisipasi dalam memberikan inventorinya untuk Blibli Travel, dalam produk pesawat dan hotel. Menurut Gaery, justru dengan kehadiran Blibli, kedua perusahaan dapat melengkapi satu sama lain.

“Kita dan Blibli garap market-nya sama, itu tidak apa-apa. Justru kalau dua-duanya jalan pada akhirnya bisa jadi nilai tambah buat kedua perusahaan,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

SaaS Platform for Business Trip “Travelstop” Ready to Expand to Indonesia Post-Funding

SaaS platform developer for business trip Travelstop (8/27) receives seed funding worth of IDR 17 billion. A Singapore-based startup allows business to manage the whole accommodation using AI-based tools. The seed funding investment was led by SeedPlus, supported by several angel investors.

One focus of this funding is to finalize business expansion, including Indonesia. Observed from the research by Travelstop, Asia Pacific will be the largest B2B travel market. It’s projected to grow up to 10.4% CAGR during 2015-2023. The business trip solution is currently for large companies and traditional business travelers, while the trip with no management in Asia, dominated by millennials, requires more flexible and simple solutions.

“These travelers want to experience more than a trip, and the company is building a modern business trip platform for the next generation. Our goal is not only to provide a fun and flexible travel booking experience but also to make the post-trip cost management more efficient,” Prashant Kirtane, Travelstop’s CEO said.

Travelstop aims to solve this problem through a platform that makes a business trip easier to order and automates expense report for employees. They’re using machine learning and personalization supported by artificial intelligence to create flight and hotel recommendations, shorten the process for business travelers for researching and arranging a trip. Employees also have access to an intuitive expense reporting tool which simplifies the reimburse process.

“We aim to use machine learning and artificial intelligence to escalate experience for the current business travelers, we’ll be ready and flexible by investing in modern infrastructure to advance our business platform,” Vijay Aggarwal, Travelstop’s CTO, said.

This platform provides features to facilitate business with accommodation trip arrangements. Through the app, businesses can automate the reporting process. A data-based approach is applied to all decisions made was scaleable. Another thing is the simplification of the efficient travel accommodation research process, operational teams sometimes have to choose and sort out the accommodation based on certain criteria.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pasca Perolehan Pendanaan, Platform SaaS Travel untuk Bisnis “Travelstop” Siap Ekspansi ke Indonesia

Pengembang platform SaaS travel untuk bisnis Travelstop kemarin (27/8) mengumumkan perolehan pendanaan awal senilai 17 miliar Rupiah. Startup berbasis di Singapura tersebut memungkinkan bisnis mengelola akomodasi perjalanan secara menyeluruh dengan alat berbasis kecerdasan buatan. Investasi pendanaan awal dipimpin SeedPlus, didukung beberapa angel investor.

Salah satu fokus pendanaan ialah untuk mematangkan ekspansi bisnis, termasuk di Indonesia. Menurut riset yang ditampung Travelstop, kawasan Asia Pasifik akan menjadi pasar perjalanan B2B terbesar. Diproyeksikan akan tumbuh hingga 10,4% CAGR antara 2015-2023. Solusi perjalanan bisnis saat ini dirancang untuk perusahaan besar dan pelancong bisnis tradisional, sementara perjalanan yang tidak dikelola di Asia, yang semakin didominasi oleh generasi milenial, membutuhkan solusi yang lebih sederhana dan lebih fleksibel.

“Para pelancong ini menginginkan pengalaman perjalanan yang lebih berarti, dan kami sedang membangun platform perjalanan bisnis modern untuk para pelancong di generasi berikutnya. Tujuan kami adalah tidak hanya memberikan pengalaman pemesanan perjalanan yang menyenangkan dan fleksibel, tetapi juga membuat proses manajemen biaya pasca-perjalanan menjadi lebih efisien,” terang CEO Travelstop Prashant Kirtane.

Travelstop mencoba memecahkan permasalahan ini melalui platform yang memudahkan pemesanan perjalanan bisnis dan mengotomasi laporan pengeluaran bagi pegawai. Travelstop menggunakan pembelajaran mesin dan personalisasi yang didukung oleh kecerdasan buatan untuk membuat rekomendasi penerbangan dan hotel, menjadikan berkurangnya jam yang dibutuhkan oleh pelancong bisnis untuk melakukan riset dan memesan perjalanan mereka. Karyawan juga memiliki akses ke alat pelaporan pengeluaran intuitif yang menyederhanakan proses penggantian biaya.

“Tujuan kami adalah untuk memanfaatkan pembelajaran mesin dan kecerdasan buatan untuk menambahkan pengalaman bagi pelancong bisnis saat ini, sementara kami juga akan sigap dan fleksibel dengan berinvestasi di infrastruktur modern untuk memperkuat platform kami,” ujar CTO Travelstop Vijay Aggarwal.

Platform Travelstop menyediakan fitur yang memudahkan bisnis untuk mengelola pemesanan akomodasi perjalanan. Melalui aplikasi tersebut, bisnis dapat mengotomasi proses pelaporan. Pendekatan berbasis data juga diterapkan agar setiap keputusan yang diambil menjadi lebih terukur. Hal lain yang ingin disajikan ialah penyederhanaan proses riset pencarian akomodasi travel yang efisien, biasanya tim operasional harus memilih dan memilah akomodasi perjalanan didasarkan pada kriteria tertentu.

Strategi PergiUmroh Kuatkan Potensi Bisnis

Potensi wisata umroh yang kian digandrungi masyarakat Indonesia membuat marketplace niche PergiUmroh bakal perbanyak sisi suplai, seperti mitra pembayaran, biro travel, dan pembiayaan. Selain itu pihaknya berencana meluncurkan aplikasi mobile dalam waktu dekat.

Menurut CEO PergiUmroh M. Faried Ismunandar, dengan meningkatkan sisi suplai maka lambat laun akan menggiring pengguna baru berdatangan. Pasalnya, kemudahan merupakan unsur utama yang diusung olehnya saat pertama kali mendirikan PergiUmroh.

“PergiUmroh didirikan salah satunya karena pengalaman pribadi yang kesulitan mencari jasa perjalanan umroh. Maka dari itu, PergiUmroh kami desain supaya orang bisa dengan mudah menentukan pilihan umroh mereka berdasarkan budget, rute, jadwalnya dan cara pembayaran,” terang Faried, kemarin (26/7).

Pangsa pasar wisata umroh di Indonesia, sambungnya, diprediksi akan terus meningkat. Indonesia disebut sebagai negara ketiga terbesar yang banyak mengirim jemaah umroh.

Kementerian Agama memprediksi pada tahun ini jumlah jemaah umroh bakal mencapai 1 juta orang, padahal dua tahun tahun sebelumnya sekitar 700 ribu jemaah. Kenaikan disebabkan peminat wisata religi yang meningkat terutama di kalangan anak muda.

PergiUmroh menyediakan pilihan 150 paket wisata umroh dengan 5 ribu kuota, hasil kerja sama dengan 13 biro travel umroh. Pengguna dapat memilih berdasarkan keinginan mereka dengan berbagai metode pembayaran.

Perusahaan telah bekerja sama dengan payment gateway untuk variasi kanal pembayaran, termasuk menggunakan kartu kredit. Pengguna juga bisa memilih metode dengan angsuran melalui Bank Permata Syariah dan KreditPro untuk percepat rencana umroh.

Biro travel umroh yang bermitra dengan PergiUmroh juga dikurasi sebelumnya. Hanya mereka yang berizin resmi PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah) dari Kementerian Agama, memiliki rekam jejak dan prestasi baik, tim profesional dan berdedikasi tinggi.

Kurasi ini diharapkan bisa memfilter kekhawatiran pengguna yang baru pertama kali umroh, sekaligus menjaga kenyamanan pengguna terhadap layanan PergiUmroh.

“Kami utamakan informasi yang transparan, lengkap, dan bisa diakses. Pengguna bisa mencari berdasarkan harga, tujuan, maskapai, hotel, waktu keberangkatan, dan kota keberangkatannya.”

Rencana bisnis

COO PergiUmroh Abul A’la Almaujudy menambahkan saat ini perusahaan tengah persiapkan aplikasi agar pengguna semakin mudah menjangkau layanan PergiUmroh. Menurutnya, nantinya aplikasi tersebut tidak hanya berisi fitur transaksi, tapi ada juga fitur yang dapat digunakan setiap hari.

“Sekarang masih proses pengembangan, rencananya sebelum tutup tahun 2018 sudah bisa diresmikan,” ucap Abul.

Meski saat ini masih melayani wisata umroh, Abul tidak menutup kemungkinan akan membuka layanan di luar itu. Bisa jadi haji atau lainnya.

“Tahap sekarang kami fokus di penyediaan produk umroh terlebih dulu. Karena secara kebutuhan dan pasokan, umroh punya kuota yang lebih masif. Tidak menutup kemungkinan kami akan bergerak ke produk lainnya termasuk haji dan lainnya,” pungkas dia.

Untuk operasional PergiUmroh, perusahaan masih mengandalkan dana dari kantong sendiri (bootstrapping).

Open Trip Marketplace Treya Connects Travelers with Local Guides

Indonesia has many tourism objects but still lack of contribution to the country’s foreign exchange compared to neighboring countries, like Thailand and Malaysia. According to the Ministry of Tourism, foreign reserve from the tourism sector last year only accounted at US$ 16.8 billion from 17 million foreign tourists in total.

The slow realization of this tourism potential encourages Treya’s establishment since October 2017. Until now, Treya still relies on its own pocket (bootstrap) for business operations.

As the open trip has become new trend, there are many people who still have difficulties in choosing and comparing the travel organizers (TO), in terms of price, time, and destinations. Treya offers to provide various options while promoting unrecognized tourism objects.

“We started Treya to improve Indonesia’s tourism industry, either for international or local tourists,” Hardwi Pinandityo, Treya’s CMO, said to DailySocial.

He said the challenge in open trip is to convince public that Treya’s partners are credible and capable to provide good services. Therefore, they partner only with professional and credible TOs.

The way to check its credibility is through recommendations from other TOs and local residents with frequent interaction in gathering guests. Treya also tracks the digital records and netizen discussion of the TO in travel and social media forums.

“It would have been better if the TO comes from a business entity but it doesn’t matter for individuals with a good reputation. Currently, from 100 TO partners, only 10%-15% becomes a business entity.

Business Plan

Arie Nasution (TREYA's CEO), Asoka Remadja (Travel Blogger), Hiramsyah Thaib (Head of Accelerated Development of Priority Tourism Destination), Schode Ilham (Travel Blogger), Duwi Satrio (TREYA's Chief Marketing Officer) / TREYA
Arie Nasution (TREYA’s CEO), Asoka Remadja (Travel Blogger), Hiramsyah Thaib (Head of Accelerated Development of Priority Tourism Destination), Schode Ilham (Travel Blogger), Duwi Satrio (TREYA’s Chief Marketing Officer) / TREYA

In running the business, Treya is using the profit-sharing business model by quoting 10%-15% for each transaction through the platform. Pinandityo claimed, since founded for two months, they have sent more than 100 people through the open trip.

The next plan is to increase supply side first. It is expected to add over 100 destinations to bring more options for users.

Treya is claimed to have 100 TO partners for 50 tourist destinations, such as Bangka Island, Belitong Island, Thousand Island, Yogyakarta, Ijen, Alor Island, Komodo Island, Derawan, and many more. Aside of open trip, Treya also provides the private trip for 2 people.

Currently, Treya is available for Android, soon will be followed by iOS version. Treya has over 400 members since its first establishment.

“We think, by having a strong supply, users will come by themselves,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Tokopedia Rilis Fitur Pembelian Tiket Pesawat

Tokopedia merilis fitur pembelian tiket pesawat melengkapi produk digital khususnya di bidang transportasi. Belum ada keterangan resmi dari Tokopedia perihal fitur terbarunya ini. Untuk sementara fitur ini baru tersedia di versi Android.

Sebelumnya Tokopedia baru memiliki layanan tiket kereta api untuk segmen transportasinya. Perusahaan memanfaatkan API PT Kereta Api Indonesia untuk menyediakan layanannya tersebut. Untuk kali ini, belum ada penjelasan dari Tokopedia apakah perusahaan memanfaatkan API dari masing-masing maskapai atau bermitra dengan salah satu pemain OTA.

Tokopedia menyediakan rute perjalanan domestik dengan maskapai seperti Air Asia, Batik Air, Citilink, XpressAir, Garuda, Kal Star, Lion Air, dan masih banyak lagi.

Proses pembeliannya sama seperti saat pengguna bertransaksi di Tokopedia. Memilih destinasi, jadwal penerbangan dari maskapai, kemudian mengisi data pribadi. Pengguna juga bisa menambahkan asuransi perjalanan setiap kali bertransaksi dari perusahaan asuransi yang telah bermitra dengan Tokopedia.

Metode pembayaran yang bisa dipakai TokoCash, kartu kredit, transfer bank, virtual account, pembayaran instan, dan pembayaran gerai. Pengguna juga dapat melakukan perubahan atau membatalkan penerbangan apabila terjadi sesuatu.

Layanan lain dengan fitur serupa

Layanan marketplace telah berkembang menjadi “layanan semua ada”, termasuk soal travel. Bukalapak sudah lebih dahulu meluncurkan fitur serupa sejak tahun lalu. Menurut perwakilan Bukalapak, perusahaan memiliki mitra sebagai penghubung API maskapai dengan Bukalapak.

Saat ini Bukalapak menyediakan ragam rute penerbangan domestik dan internasional, terutama di negara-negara Asia.

Blibli juga sudah memanfaatkan API Tiket.com untuk menyediakan layanan fitur tiket pesawat. Pihak Blibli dalam wawancara terdahulu menuturkan akan memanfaatkan database Tiket.com, seperti pembelian kamar hotel, tiket pesawat, dan kereta untuk menyasar pengguna Blibli.

Application Information Will Show Up Here

“Marketplace Open Trip” Treya Pertemukan Pelancong dan Pemandu Lokal

Indonesia memiliki destinasi wisata yang melimpah, namun sumbangsihnya terhadap devisa negara masih kalah jauh dibandingkan negara tetangga, seperti Thailand dan Malaysia. Menurut laporan Kementerian Pariwisata, devisa dari sektor pariwisata pada tahun lalu baru mencapai US$16,8 miliar dari total 17 juta wisatawan mancanegara.

Masih belum gencarnya realisasi potensi wisata ini mendorong didirikannya marketplace open trip Treya sejak bulan Oktober 2017. Sampai saat ini Treya masih mengandalkan dana dari kantong sendiri (bootstrap) untuk operasional bisnisnya.

Meski istilah open trip sudah menjadi tren, masih banyak masyarakat yang kesulitan memilih dan membandingkan trip organizer (TO) yang sesuai, baik dari segi harga, waktu, maupun destinasi wisata. Treya hadir untuk memberikan berbagai pilihan sesuai kebutuhan masing-masing sekaligus mempromosikan tempat wisata yang belum dijangkau oleh masyarakat luas.

“Kami memulai Treya dengan harapan dapat membantu mendongkrak industri pariwisata Indonesia, baik untuk turis lokal dan asing,” ucap CMO Treya Hardwi Pinandityo kepada DailySocial.

Menurutnya, tantangan bermain di open trip adalah meyakinkan masyarakat bahwa penyedia open trip yang telah bermitra dengan Treya sudah terjamin aman dan dapat memberikan pelayanan yang baik. Untuk itu pihaknya hanya bermitra dengan TO yang profesional dan memiliki kredibilitas baik.

Caranya memeriksa kredibilitas adalah lewat rekomendasi dari TO lain dan warga lokal yang sering berinteraksi di lapangan saat membawa tamu. Treya juga melacak jejak digitalnya hingga pembicaraan netizen tentang TO tersebut di forum travel dan media sosial.

“Sebenarnya akan lebih baik bila mitra TO berasal dari badan usaha, tapi untuk perorangan juga bisa asalkan reputasinya baik. Saat ini dari 100 mitra TO, baru sekitar 10%-15% yang sudah berbadan usaha.”

Rencana bisnis

Arie Nasution (CEO TREYA), Asoka Remadja (Travel Blogger), Hiramsyah Thaib (Ketua Tim Percepatan Pembanguna Destinasi Pariwisata Prioritas), Schode Ilham (Travel Blogger), Duwi Satrio (Chief Marketing Officer TREYA) / TREYA
Arie Nasution (CEO TREYA), Asoka Remadja (Travel Blogger), Hiramsyah Thaib (Ketua Tim Percepatan Pembanguna Destinasi Pariwisata Prioritas), Schode Ilham (Travel Blogger), Duwi Satrio (Chief Marketing Officer TREYA) / TREYA

Dalam menjalankan bisnisnya, Treya menganut model bisnis pembagian hasil dengan mengutip 10%-15% untuk setiap transaksi yang dilakukan melalui platform. Hardwi mengklaim sejak dua bulan diluncurkan, pihaknya telah memberangkatkan lebih dari 100 orang melalui paket-paket open trip.

Rencana berikutnya, dia ingin memperbanyak sisi suplai sebelum ke sisi pengguna. Diharapkan sampai akhir tahun ini bisa menambah hingga 100 destinasi, agar pengguna punya banyak pilihan menentukan destinasi.

Diklaim Treya telah menggandeng 100 mitra TO untuk ke 50 destinasi wisata, seperti Pulau Bangka, Pulau Belitung, Kepulauan Seribu, Yogyakarta, Ijen, Pulau Alor, Pulau Komodo, Derawan, dan masih banyak lagi. Tidak hanya open trip, Treya juga menyediakan private trip untuk kapasitas dua orang.

Saat ini Treya tersedia untuk versi Android, sementara untuk iOS akan menyusul dalam waktu mendatang. Adapun pengguna Treya sejak pertama diluncurkan sudah lebih dari 400 orang.

“Kami rasa apabila sudah memiliki supply yang kuat, maka pengguna akan bisa datang dengan sendirinya,” ujar Hardwi.

Application Information Will Show Up Here

 

Traveloka Rombak Tampilan Aplikasi, Coba Pendekatan Lewat Bercerita

Aplikasi Traveloka versi terbaru (versi 3.0) sudah resmi meluncur sejak sebulan belakangan. Banyak perubahan besar, baik dari segi UI/UX-nya dan kini menonjolkan unsur bercerita lewat berbagai konten inspirasi yang disajikan.

Senior Brand and Design Manager Traveloka Taufiq Adhie Wibowo menuturkan, dalam tampilan terbarunya ini perusahaan ingin menjembatani pengguna dengan produk Traveloka lewat inspirasi kisah seputar destinasi terkenal.

Kemudian Traveloka ingin menciptakan engagement yang lebih kuat dengan pengguna, betah berlama-lama di aplikasi, sehingga tidak hanya sekedar menarik potensi terjadinya transaksi. Hal ini berbeda dengan pendekatan versi sebelumnya, yang lebih menonjolkan produk dan promosi.

“Ternyata story adalah komponen yang penting dalam travelling. Kami mau hadir sebagai travel companion secara end-to-end buat pengguna,” terangnya kepada DailySocial, Senin (28/5).

Taufiq enggan membeberkan dampak yang dihasilkan dari peluncuran tampilan terbarunya tersebut, seperti lama durasi kunjungan, traffic, dan sebagainya. Menurutnya peluncurannya baru sekitar sebulan, sehingga belum bisa diungkapkan hasilnya secara langsung.

Tampilan UI/UX dari versi 2.0 dan 3.0 / Traveloka
Tampilan UI/UX versi 2.0 dan 3.0 / Traveloka

Perombakan UI/UX ini, sambungnya, baru dilakukan untuk di Indonesia. Di lima negara lainnya, pendekatannya berdasarkan masalah yang dihadapi masing-masing negara, misalnya lebih mengedepankan sistem pembayaran untuk Traveloka Thailand.

Produk Traveloka yang lebih beragam disediakan untuk bersaing di Indonesia. Saat ini hampir 20 produk yang tersedia. Di luar negeri, produk Traveloka yang paling diandalkan adalah pembelian tiket pesawat dan hotel.

Disebutkan proses perombakan ini memakan waktu kurang lebih enam bulan, dimulai dari pertengahan tahun lalu sampai akhir 2017.

Traveloka memproduksi konten tematik yang secara berkala terus diperbarui oleh tim in-house. Tak hanya berbentuk tulisan, tersedia juga foto-foto yang dilengkapi dengan video 360 derajat agar terlihat lebih menggugah. Cara ini juga dimanfaatkan untuk mempromosikan destinasi yang kurang begitu terkenal, namun memiliki potensi alam yang luar biasa.

Di dalam beberapa konten, tim memberikan rekomendasi destinasi yang diselipkan penjualan produk. Misalnya dalam mempromosikan destinasi di Korea, diselipkan informasi seputar atraksi yang menarik dan tiketnya bisa dibeli melalui Traveloka.

Tantangan bisnis OTA

Senior Brand and Design Manager Traveloka Taufiq Adhie Wibowo / Traveloka
Senior Brand and Design Manager Traveloka Taufiq Adhie Wibowo / Traveloka

Taufiq menuturkan, semakin besar skala bisnis perusahaan, maka semakin ketat pula persaingannya di pasar, apalagi untuk skala Asia Tenggara. Bagi bisnis OTA, keputusan seseorang untuk membeli tiket perjalanan kini sudah tidak lagi linier, malah cenderung tidak beratur.

Awalnya urutan pertama dimulai dari riset, kemudian membuat rencana, dan memesan tiket. Setelah itu seseorang akan mendapatkan pengalaman dan akhirnya berbagi pengalaman tersebut kepada orang lain.

“Kita enggak cuma sekadar beri inspirasi, tapi bagaimana konten yang kami berikan bisa jadi jembatan untuk ambil keputusan [membeli tiket].”

tim UI/UX Traveloka disebut selalu mengedepankan konsep DEDI (Data Informed, Emphatic, Deliver, Iterate). Informasi data didapat dari hasil riset para pengguna yang nantinya akan menjadi bahan hipotesis.

Dari situ, tim bisa mendapatkan terjemahan mentah apa yang bisa mereka lakukan sebelum disampaikan ke para pengguna. Proses tersebut akan terus berulang sampai akhirnya bertemu titik temu.

“Kami percaya produk yang bagus itu tidak pernah selesai. Makanya end goal kami konstan, terus menerus dilakukan. Tantangan sekarang makin berat, industri [OTA] makin mature, makanya harus beri inovasi terbaru,” pungkas Taufiq.

Application Information Will Show Up Here