Strategi Startup Ikuti Rekam Jejak Unicorn Memperoleh Valuasi Tinggi

Untuk menjadi startup unicorn, membutuhkan perhitungan yang matang sesuai kondisi pasar saat ini. Menjadi founder atau pemilik bisnis startup harus lebih aktif mengembangkan pelayanan bisnisnya agar mendapatkan tempat di hati pengguna. Dengan begitu, akan membawa ekspektasi investor mendukung kemajuan bisnis Anda.

Bila perlu trik ini bisa digunakan pelaku startup unicorn untuk memiliki valuasi senilai 1 miliar dolar.

Menemukan model bisnis yang menguntungkan

Untuk bersaing dalam startup unicorn, harus ada pendekatan tahap awal yang lebih unik dan menguntungkan dari sebelumnya. Sebab, investasi akan datang dari suatu ide baru yang muncul di industri bisnis startup nantinya.

Seperti status unicorn pertama di Indonesia yang terjadi pada pertengahan Agustus tahun lalu. Kala itu Go-Jek sebagai layanan pendatang baru dalam pengelolaan transportasi berbasis online. Mereka mendapatkan investasi besar dengan jumlah yang tak terbayangkan sebelumnya dari KKR, Warburg Pincus, Farallon Capital serta Capital Group Private Markets.

Perhitungan kondisi dan waktu yang tepat

Meluncurkan startup dapat menjanjikan sebagai industri bisnis yang besar biasanya memanfaatkan momen yang tepat untuk meluncurkan layanan muktahir.

Dengan begitu gagasan dalam membentuk sebuah startup besar harus menemukan waktu kala mendistribusikan bisnisnya menjadi unicorn. Dengan kata lain, terciptanya pangsa pasar yang tepat sasaran dibantu pendanaan yang matang. Sama seperti unicorn lain, bisa meroket seperti sekarang ini membutuhkan timing yang baik.

Bisnis startup sesuai ekspektasi investor

Startup unicorn masih sangat menikmati struktur transaksi business-to-consumer (B2C), karena transaksi itu tidak memerlukan saham atau penyimpanan benda fisik apa pun. Namun, kondisi ini bisa saja menjadi pressure bila tak sesuai ekspektasi investor untuk menaungi bisnis startup.

Oleh karena itu adanya fase negosiasi dengan investor, dapat kita pahami dengan dua frase kunci, yaitu valuasi pra-investasi dan pasca investasi. Dengan adanya fase ini investor dapat  menentukan harga yang bersedia mereka bayar untuk sebuah investasi.

Dengan trik startup ini bisa jadi jawaban mengenai kondisi unicorn menjadi kenyataan, dengan pendanaan yang besar dan tujuan yang tepat, bisnis Anda jadi mudah di aplikasikan.

Ramalan Investasi Startup di Tahun Ayam Api

Tahun 2016 menunjukkan sikap baiknya kepada kancah startup Tanah Air. Berdasarkan Indonesia’s Tech Startup Report 2016, setidaknya ada empat catatan khusus yang dapat ditinjau dengan seksama.

Laporan tahunan yang disusun oleh DailySocial ini menunjukkan bahwa ranah e-commerce dan fintech masih bersaing ketat sebagai ranah tech startup dengan investasi terbanyak, masing-masing sebesar 21% dan 20%. Itulah fakta pertama yang kemudian diikuti dengan fakta kedua bahwa fintech diprediksi menjadi sektor terpopuler di tahun 2017.

Catatan ketiga, 40% dari investasi startup tahun 2016 ditujukan untuk startup tahap awal (seed) sedangkan 24% ditujukan untuk startup yang telah mencapai tahap Seri A.

Sayangnya, menyambung fakta di atas, catatan keempat dari annual report DailySocial ialah mengenai kurangnya talenta dan akses ke pendanaan yang diproyeksikan masih akan ‘menghantui’ tech startup di 2017 ini.

Tantangan tersebut dapat diubah menjadi peluang oleh para pelaku startup, asalkan mereka dapat memahami secara komprehensif apa yang telah dan akan terjadi pada ekosistem bisnis teknologi rintisan di Indonesia.

Go-Jek, contohnya. Startup yang telah mengakuisisi empat perusahaan teknologi India ini telah memasang standar tersendiri dalam memanfaatkan peluang tersebut, hingga akhirnya berhasil mengeruk pendanaan $550 juta dan secara resmi menjadi startup unicorn pertama di Indonesia.

Bagaimana langkah yang tepat untuk mencapai peluang agar mendapat pendanaan? Apakah pintu untuk meraih gelar unicorn seperti Go-Jek masih terbuka lebar di tahun Ayam Api? Menjawab pertanyaan semacam ini, Mandiri Capital Indonesia (MCI), Metra Digital Innovation (MDI), dan DailySocial.id berinisiatif kembali menggelar DigiTalks yang kali ini mengambil tema Investment Trend in 2017.

DigiTalks: Investment Trend in 2017 / DailySocial
DigiTalks: Investment Trend in 2017 / DailySocial

Diskusi panel DigiTalks pada kesempatan ini akan mengajak para startup owner/founder, revenue officer, business development officer, dan mereka yang ingin terlibat di dalam tubuh tech startup untuk mengenal dan berdiskusi mengenai lanskap pendanaan di tahun 2017 bersama pengamat industri dan venture capitalist, antara lain Raditya Pramana (Investment Manager Venturra Capital) Antonny Liem (CEO Merah Putih Incubator), dan Amir Karimuddin (Editor-in-chief DailySocial Business), yang akan dimoderatori oleh Aldi Adrian Hartanto (Head of Investments Mandiri Capital Indonesia).

DigiTalks yang akan diselenggarakan pada 31 Januari 2017 di Mandiri Inkubator Bisnis ini akan menguak cerita yang berkisar dari soal ekosistem startup Indonesia, pendanaan, juga tantangan dan masa depan tech entrepreneurs, venture capitalist, dan startup anak bangsa.

Dengan mendaftar gratis di sini, Anda akan mendapatkan insight terkini agar bisnis semakin bergengsi di tahun Ayam Api.

Disclosure: DigiTalks adalah kolaborasi bersama Mandiri Capital Indonesia, Metra Digital Innovation, dan DailySocial

Mengenal Valuasi Startup dan Istilah “Unicorn”

Semenjak makin banyak startup Indonesia yang berhasil mendapat pendanaan dengan nilai yang sangat fantastis, istilah valuasi startup kencang didiskusikan oleh masyarakat. Lalu sebenarnya apa itu valuasi dan bagaimana cara melakukan kalkukasi untuk menentukan valuasi sebuah startup?

Singkatnya valuasi merupakan nilai dari suatu startup. Karena umumnya startup itu masih tergolong semi-enterprise, biasanya nilai valuasinya ditentukan berdasarkan peretujuan antara founder dengan investor. Tidak ada perhitungan yang saklek untuk menentukan valuasi.

Umumnya investor memiliki benchmark internal dan prosedur penghitungan valuasi, mulai dilihat dari kapabilitas founder/co-founder, produk yang dipasarkan, traksi pengguna hingga potensi produk tersebut ke depan.

Di sisi lain valuasi juga memerlukan pembuktian. Ketika ada yang bertanya “berapa nilai perusahaan tertentu?”, jawabannya harus merefleksikan komponen apa saja yang mampu dijadikan daftar dalam penentuan nilai tersebut. Menariknya startup di Indonesia sendiri memiliki proses yang unik, jadi antara satu dengan yang lainnya kadang memiliki pendekatan yang berbeda dalam melakukan perhitungan valuasi. Jumlah modal yang ditanamkan, jumlah investor, kekuatan produk dan kredibilitas founder terlibat besar di dalamnya.

Perhitungan valuasi paling mudah bisa dicontohkan dengan perhitungan modal awal dan suntikan dana investor. Misal sebuah startup memiliki nilai awal Rp 10 miliar, kemudian sebuah venture capital menambahkan pendanaan Rp 10 miliar, berarti valuasi startup menjadi Rp 20 miliar dengan kepemilikan saham 50% milik venture capital tersebut. Biasanya perhitungan ini akan berjalan jika startup memang sudah mapan berdiri dan apa yang diproduksi sudah jelas.

Namun pada praktiknya tak semudah itu untuk menghitung capaian valuasi. Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan:

“Untuk menentukan nilai valuasi dari sebuah startup sangat sulit sebenarnya. Dari sisi founder pasti merasa yang mereka kerjakan itu harganya tinggi sekali. Sementara dari investor, kita melihat kalau kita masuk di valuasi sekarang, di valuasi berapa kita bisa exit. Jadi valuasi pada saat investasi itu ditentukan nilai tengah dari ekspektasi investor dan founder.”

Willson menambahkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi valuasi startup sendiri adalah growth rate, setidaknya dengan persentase 30% MoM (Month-on-Month).

Perhitungan valuasi startup

Untuk menentukan nilai valuasi sendiri, satu startup dengan startup lainnya memang memiliki pendekatan yang berbeda-beda. Ada beberapa hal yang mungkin mempengaruhi nilai valuasi startup. Pertama adalah nilai yang ditentukan oleh pasar (umumnya diwakili oleh investor). Misalnya jika investor mengatakan bahwa startup X bernilai $5 juta, maka itulah nilai yang layak. Namun kadang founder merasa nilainya harus lebih tinggi, misalnya ternyata ada aset atau kekuatan dari talenta bisnis yang dihitung bernilai lebih, namun jika startup tidak bisa mengumpulkan uang dari aset itu senilai penilaian valuasi tadi, maka startup memang harus menerima penilaian pasar.

Startup sebenarnya juga punya hak untuk menentukan nilainya sendiri. Hal yang mungkin ditunjukkan untuk menyanggah nilai valuasi yang dinilai terlalu rendah bisa menggunakan perbandingan dan proyeksi keuangan. Perbandingan biasanya dilakukan dengan cara menilai kapabilitas dan laju perkembangan startup yang bermain di sektor sama di pangsa pasar yang sama. Bagaimana jangkauan produk, traksi pengguna hingga varian produk yang ada di dalamnya akan menjadi bagian penting dalam komparasi tersebut.

Yang kedua adalah proyeksi keuangan. Tak mudah memang melakukan memastikan angkanya, namun tren dan traksi pengguna yang ada dari waktu sebelumnya seharusnya dapat dijadikan acuan, terlebih untuk produk digital, maka proyeksi tersebut akan lebih mudah dianalisis juga didasarkan dengan upaya pemasaran yang akan dibubuhkan.

Cara yang paling mudah untuk menunjukkan valuasi tak lain adalah dengan menunjukkan profit bisnis. Menunjukkan kepada semua orang bahwa bisnis yang dijalankan mampu memberikan keuntungan yang fantastis. Ini pun menjadi tantangan untuk startup, karena rata-rata di fase awal fokus bisnis memang akan condong kepada akuisisi pengguna dan perluasan pangsa pasar. Untuk itu biasanya akan muncul pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada berapa tahun yang diperlukan sehingga bisnis bisa menguntungkan? Membandingkan berapa banyak perusahaan sejenis dan perbandingannya dalam mencapai profit?

Pada dasarnya penentuan valuasi startup memang menjadi sebuah proses seni. Seperti pada sebuah lukisan, penilaian kadang didasarkan poin-poin yang sulit dikalkulasikan secara matematis.

Mengapa bisa mencapai level unicorn?

Setelah mengenal tentang valuasi, umumnya orang akan berdiskusi tentang unicorn, sebuah “gelar” yang diberikan kepada startup yang memiliki valuasi lebih dari $1 miliar. Di Indonesia sendiri memang belum banyak startup unicorn. Salah satu yang sering digadang-gadang adalah Tokopedia, Traveloka, dan Go-Jek. Pada putaran pendanaan terakhir, Go-Jek berhasil membekukan valuasi $1,3 miliar.

Lalu muncul pertanyaan, mengapa valuasi Go-Jek bisa mencapai angka tersebut? Apa saja yang mempengaruhinya? Untuk menjelaskan tentang hal tersebut, kami mencoba berdiskusi dengan CEO MDI Ventures Nicko Widjaja.

Nicko banyak menjelaskan tentang dinamika bisnis di pangsa pasar on-demand dan persaingan di sektor itu sendiri. Spesifik tentang pembahasan Go-Jek dan gelar unicorn-nya, Nicko juga menyampaikan bagaimana pandangan pasar dari kaca mata investor sehingga memberikan kepercayaan meningkatkan valuasi Go-Jek itu sendiri.

“Dengan Grab memperoleh pendanaan Seri F $600 juta (di waktu yang hampir sama dengan pendanaan Go-Jek), Go-Jek bersaing di pasar (on-demand lokal) yang belum jelas siapa pemimpin pasarnya. Saat ini penilaian didorong oleh market value. Didi memiliki valuasi $36 miliar, Uber $70 miliar, dan terakhir Uber Cina diakuisisi oleh Didi.”

Ia melanjutkan bahwa pada saat yang sama semua venture capital pendukung berinvestasi untuk mencari “killer” untuk pangsa pasar di wilayah tersebut. Nilai unik Go-Jek sebagai masa depan bisnisnya adalah revolusi layanan pembayaran dengan Go-Pay. Mereka tidak mematokkan diri sebagai pemain di sektor transportasi, tapi sebagai sebuah platform yang memberikan berbagai jasa layanan untuk kebutuhan sehari-hari melalui sistem on-demand.

“Menjadi investor di pasar berkembang di Asia Tenggara, berarti bahwa kita berinvestasi dalam ekosistem dan infrastruktur. Go-Jek telah memainkan peran penting dalam membangun ekosistem dan infrastruktur mereka untuk [membudayakan] masyarakat melek digital,” ujar Nicko.

Go-Jek Dikabarkan Jajaki Pencarian Pendanaan Baru Sebesar 5,2 Triliun Rupiah

Layanan on-demand Go-Jek dikabarkan tengah melakukan negosiasi dengan investor KKR & Co, Warburg Pincus LLC, dan sejumlah investor lain untuk mendapatkan dana segar senilai $400 juta, atau sekitar 5,2 triliun Rupiah. Tak main-main, nilai investasi yang sedang diperbincangkan ini akan membawa valuasi Go-Jek melebihi $1 miliar. Jika kesepakatan ini terjadi, resmi sudah Go-Jek menyandang status “unicorn”.

Disebutkan investasi senilai $400 juta ini akan meningkatkan valuasi Go-Jek di angka $1,2 miliar (sekitar 15 triliun Rupiah). Startup yang sebelumnya mendapatkan pendanaan dari NSI Ventures, Sequoia Capital, dan DST Global ini memang beberapa waktu terakhir fokus pada inovasi produk, termasuk peluncuran Go-Pay dan pembaruan aplikasi mobile. Sedikit minggir dari isu panas seputar “perang” dengan moda konvensional dan regulasi ataupun membakar uang untuk subsidi penumpang.

Langkah serius ini salah satunya dibuktikan dengan akuisisi dua startup asal India beberapa waktu lalu, yang disiapkan untuk banyak melakukan improvisasi kualitas back-end aplikasinya.

Pada sebuah presentasi di bulan Januari 2016, Go-Jek memaparkan memiliki aktivitas pemesanan lebih dari 340 ribu kali per harinya. Upaya Go-Jek merangkul konsumen dengan subsidi yang banyak dinilai sebagai langkah “membakar uang” (pada Oktober 2015 – Maret 2016 dikabarkan menggunakan $73 juta untuk subsidi konsumen) nyatanya memang menumbuhkan pertumbuhan traksi hingga 12 persen. Traksi tersebut berusaha terus dipertahankan dan ditingkatkan, salah satunya dengan pencarian pendanaan ini.

Belum banyak perusahaan lokal (bahkan di tingkat regional) yang sudah memiliki valuasi lebih dari $1 miliar. Grab, sebagai pesaing terdekat Go-Jek, adalah salah satu-satunya.

Application Information Will Show Up Here

UKM Digital Nasional Siap Songsong Masyarakat Ekonomi ASEAN

Dalam berbagai forum diskusi seputar ekonomi bisnis yang dilakukan akhir-akhir ini, bahasan tentang kesiapan Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi salah satu poin utama. Tak mengherankan, dalam hitungan hari MEA akan segera dimulai. Secara kasat mata tantangan yang akan dihadapi bersama dengan dimulainya MEA adalah persaingan yang lebih terbuka antar negara di Asia Tenggara, dari sisi ekonomi, bisnis dan ketenagakerjaan.

Salah satu yang banyak menjadi fokus diskusi dalam penyambutan MEA adalah kesiapan dan ketangkasan tenaga kerja nasional dan UKM (Usaha Kecil Menengah). Lantas apakah komponen tersebut di Indonesia sudah siap untuk bersaing bersama negara-negara di Asia Tenggara, mari kita lihat beberapa indikasinya satu persatu, spesifik menitikberatkan pada UKM digital (startup).

UKM digital bertumbuh pesat, menciptakan tren baru dalam atmosfer bisnis nasional

Istilah “unicorn” diberikan kepada startup yang divaluasi senilai lebih dari $1 miliar. Layaknya startup di Silicon Valley, visi utama kebanyakan startup dalam negeri saat ini juga ingin menggaungkan label tersebut. Di penghujung tahun 2015 ini bahkan sudah terlihat beberapa startup yang sangat berpotensi untuk meraih unicorn dalam waktu dekat.

Untuk mendapatkan valuasi bernilai besar tentu sebuah bisnis harus mampu meyakinkan keberadaannya. Bisnis digital lahir dengan ruang lingkup persaingan global, internet membuat semua batasan yang ada menjadi kabur. Berbagai kebutuhan di setiap lini bidang mampu dikonversi menjadi sebuah layanan digital. Bahkan korporasi sekelas BUMN pun sudah mulai melakukan siasat, merasakan bisnisnya mulai “terganggu” oleh kehadiran solusi dari industri startup.

UKM digital turut menyumbang pertumbuhan ekonomi nasional tahunan

Laporan hasil riset yang diterbitkan Deloitte Access Economics dan Google Indonesia menyebutkan bahwa pertumbuhan tahunan ekonomi Indonesia sebesar 2% didorong oleh populasi UKM digital. Pertumbuhan tersebut kini terus digenjot untuk menjadikan Indonesia menjadi negara berpenghasilan menengah. Target pemerintah pada tahun 2025 pertumbuhan tahunan tersebut mampu mencapai 7%. Saat ini rata-rata pertumbuhannya di angka 5 persen.

Pertumbuhan Ekonomi Tahunan

Sejak beberapa tahun lalu pun, peran serta teknologi untuk pertumbuhan ekonomi nasional sudah mulai diramalkan, salah satunya oleh IDC. Dalam rilisnya, IDC turut mengutarakan bahwa salah satu sektor teknologi yang akan turut mengembangkan ekonomi Indonesia adalah pertumbuhan startup.

Penciptaan sumber daya manusia berdaya saing tinggi terjadi di lingkungan UKM digital

Tren baru yang terbentuk bersamaan dengan popularitas UKM digital di Tanah Air adalah pilihan pencari kerja (khususnya fresh graduate) untuk bekerja profesional dalam lingkungan yang lebih “bersahabat”. Berbeda dengan korporasi dengan regulasi yang begitu ketat, banyak peneliti yang mengemukakan bekerja di sebuah UKM digital atau startup memberikan beberapa keuntungan, salah satunya adanya keterlibatan dalam pembentukan kultur bisnis.

Bekerja di startup tetap bekerja secara profesional dan membutuhkan keahlian nyata untuk penciptaan inovasi produk. Lingkungan yang lebih fleksibel di dalamnya seringkali menjadikan seseorang bisa belajar banyak hal, termasuk membuka peluang untuk bertambahnya relasi. Tak mengherankan banyak lulusan kerja di startup keluar dan menciptakan peluang bisnis baru dengan startup barunya.

Bekerja secara digital cenderung akan membuka peluang terciptanya inovasi baru. Lingkungan startup yang menantang pekerjanya untuk berpikir kritis secara alami membentuk manusia berdaya saing tinggi. Kendati bekerja dengan produk spesifik, namun seringkali startup harus memperjuangkan secara maksimal demi penerimaan pasar. Edukasi seperti ini dirasa penting bagi generasi muda untuk terciptanya masyarakat madani.

UKM digital lebih cepat beradaptasi dengan cara-cara baru dan inovasi terkini

Media sosial hadir, dimanfaatkan baik sebagai kanal bisnis prospektif. Online marketplace dimanfaatkan baik untuk peningkatan jangkauan pasar. Pekerja lepas (freelancer) bertumbuh dengan makin banyaknya kanal yang menghubungkan keterampilannya dengan bisnis yang membutuhkan. Semua dilakukan dalam lingkup usaha kecil dan menengah.

Adaptasi UKM dengan cara-cara baru berbasis digital menjadi indikasi baik, bahwa bisnis sekarang mampu berimprovisasi dengan bagaimana cara konsumen berinteraksi. Ini menjadi indikasi baik, cara-cara dan keadaan baru bukan lagi menjadi hal yang harus diraba-raba. Begitu pula kehadiran MEA. Kendati “cerita horor” sudah banyak diutarakan oleh banyak orang, namun diyakini ide cerdik pebisnis digital akan selalu memunculkan celah untuk tetap bertahan, atau bahkan mengubah tantangan yang ada menjadi sebuah kesempatan ekspansi.

Kadin Klaim Go-Jek Sudah Mencapai Valuasi Unicorn

Startup unicorn sedang menjadi isu hangat di Indonesia. Publik memang sedang bertanya-tanya apakah sudah dan akan adakah startup berlabel unicorn asal Indonesia. Di tengah prediksi dan dugaan yang beredar, Ketua Komite Tetap Bidang Telekomunikasi Kadin Indonesia Johnny Swandi Sjam seperti diberitakan Kompas menyebut Go-Jek telah memiliki valuasi sebesar $1 miliar. Continue reading Kadin Klaim Go-Jek Sudah Mencapai Valuasi Unicorn