Valuasi: Pengertian, Faktor yang Memengaruhi, Cara Hitung dan Levelnya

Pernahkah kamu mendengar istilah valuasi? Istilah ini biasa digunakan startup sebagai acuan utama untuk menarik investor.

Pasalnya, valuasi adalah faktor yang digunakan untuk melihat kesuksesan bisnis secara umum. Nilai valuasi juga bersifat dinamis dan dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Lantas, apa saja faktor yang memengaruhi nilai valuasi dan bagaimana cara menghitungnya? Simak penjelasan selengkapnya dalam artikel ini.

Pengertian Valuasi

Secara umum, valuasi adalah upaya untuk menghitung nilai suatu perusahaan dengan melihat bagaimana manajemen dan performanya. Beberapa hal yang menentukan perhitungan valuasi, meliputi kualitas manajemen, struktur permodalan, jumlah aset, serta proyeksi pendapatan.

Valuasi juga dianggap sebagai hal yang sangat penting bagi perusahaan, khususnya perusahaan yang masih membutuhkan dana untuk berkembang. Sebab, perusahaan startup yang masih mengalami proses akuisisi membutuhkan valuasi sebagai perkiraan harga yang ditawarkan kepada calon pembeli.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Valuasi

Valuasi memiliki sifat yang dinamis dan dapat berubah sesuai faktor yang memengaruhinya. Lantas, faktor apa saja yang memengaruhi valuasi? Berikut penjelasan selengkapnya.

Stabilitas Penjualan Bisnis

Stabilitas bisnis berkaitan dengan keseimbangan hasil penjualan yang didapat oleh perusahaan. Dalam hal ini, angka penjualan sangat berpengaruh terhadap nilai valuasi, di mana jika angka penjualan meningkat, maka nilai valuasi juga akan meningkat.

Pendanaan

Umumnya, perusahaan startup yang masih dalam proses perkembangan bisa berdiri karena menerima berbagai macam pendanaan atau suntikan dana. Pendanaan juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan profit dan memengaruhi valuasi, yang berarti semakin meningkat profit, nilai jual bisnis juga bertambah.

Nilai jual bisnis yang bagus akan menarik banyak investor untuk menyuntikkan dananya pada perusahaan tersebut.

Keberhasilan Model Bisnis

Salah satu kunci keberlangsungan perusahaan startup adalah model bisnisnya. Model bisnis yang unik dan sesuai dengan target pasar biasanya dapat bertahan dalam perubahan waktu.

Sementara modal bisnis yang tidak sesuai dengan kebutuhan konsumen akan memengaruhi valuasi karena tidak menghasilkan pendapatan. Oleh sebab itu, model bisnis harus selalu disesuaikan dengan kebutuhan pasar dan perkembangan zaman.

Manajemen yang Berkualitas

Manajemen yang berkualitas dapat dijadikan sebagai acuan untuk melihat perusahaan mana yang memiliki valuasi tinggi. Pasalnya, manajemen yang baik sebanding dengan performa perusahaan yang meningkat sehingga menyebabkan perusahaan tersebut memiliki prospek yang baik.

Selain itu, manajemen yang berkualitas dapat membuktikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kualitas SDM yang baik.

Kepemilikan Aset

Setiap perusahaan pasti memiliki aset, baik berupa tanah, gedung, investasi, dan lain sebagainya. Aset yang dimiliki perusahaan ini juga dapat memengaruhi nilai valuasi. Semakin banyak aset yang dimiliki, maka semakin tinggi juga nilai valuasinya.

Persaingan Industri

Perusahaan juga pasti memiliki kompetitor yang bersaing dalam industri yang sama. Persaingan yang terjadi antar perusahaan ini termasuk ke dalam valuasi relatif. Artinya, sebuah perusahaan yang dinilai lebih menjanjikan dari kompetitornya di sebuah industri yang sama maka nilai valuasinya akan meningkat.

Cara Menghitung Valuasi

Ada 4 metode untuk menghitung valuasi, di antaranya:

Perbandingan Pasar

Cara pertama untuk menghitung valuasi adalah dengan perbandingan pasar. Caranya adalah dengan membandingkan sebuah perusahaan dengan kompetitor yang memiliki pendapatan kurang lebih sama.

Namun, hasil yang didapat dari cara ini hanya berupa estimasi saja. Sebab, ada berbagai faktor lain yang dapat memengaruhi nilai valuasi, seperti aset, pajak, hutang dan lain sebagainya.

Valuasi Aset

Nilai valuasi juga dapat ditentukan dari nilai aset yang dimiliki oleh sebuah perusahaan. Metodenya adalah dengan mengurangi total nilai aset dengan total nilai hutang yang dimiliki oleh sebuah perusahaan.

Metode ini dianggap dapat mengukur valuasi dengan cepat. Namun, metode ini dianggap kurang begitu akurat karena tidak memperhitungkn faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap nilai valuasi.

Discounted Cash Flow

Discounted cash flow adalah suatu cara yang dilakukan untuk menghitung potensi sebuah perusahaan dalam suatu peluang investasi. Discounted clash flow digunakan untuk memperkirakan arus kas di masa depan.

Caranya adalah dengan memperkirakan jumlah pendapatan dan pengeluaran untuk beberapa waktu ke depan. Kemudian, kurangi jumlah tersebut dengan total pendapatan dan pengeluaran saat ini.

Hasil yang didapat dari pengurangan tersebut merupakan net present value yang menunjukkan nilai ekonomi bisnis. Oleh sebab itu, jika arus kas sebuah perusahaan diprediksi akan meningkat, maka potensi perkembangan bisnisnya juga diperkirakan akan meningkat.

Revenue

Secara umum, revenue adalah total uang yang dihasilkan dari penjualan produk. Untuk menghitung valuasi menggunakan revenue, kalikan jumlah pendapatan kotor tahun sebelumnya dengan industry multiplier.

Cara lainnya adalah dengan mengalikan pendapatan sebelum bunga dan pajak (EBIT) atau pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) dengan industry multiplier.

Level Valuasi Startup

Setiap perusahaan startup memiliki level valuasi yang berbeda. Berikut adalah beberapa level valuasi startup, antara lain:

  • Cockroach, yakni level paling awal yang diberikan kepada setiap perusahaan startup yang masih baru dan memiliki valuasi yang rendah.
  • Pony, yaitu startup yang memiliki nilai ekonomi mencapai 140 miliar rupiah. Level ini menandakan bahwa startup sudah berhasil berkembang dan mudah menarik perhatian investor.
  • Centaur, yaitu startup yang mencapai nilai ekonomi sebesar 1,4 triliun rupiah. Level ini menandakan bahwa perusahaan sudah semakin matang.
  • Unicorn, yaitu startup yang mencapai nilai valuasi sebesar 14,1 triliun rupiah.
  • Decacorn, yaitu startup yang memiliki nilai ekonomi mencapai 140 triliun rupiah.
  • Hectocorn, yaitu startup yang memiliki nilai ekonomi mencapai 1.400 triliun rupiah.

Nah, itulah penjelasan lengkap mengenai valuasi. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa dari valuasi dapat diketahui nilai jual perusahaan dan performa bisnisnya.

Tokopedia Dikabarkan Mendapat Pendanaan Baru Hingga 14,6 Triliun Rupiah (UPDATED)

Tokopedia dikabarkan telah mencapai valuasi $7 miliar setelah mendapatkan tambahan investasi di putaran pendanaan baru. Dilansir dari Bloomberg, Tokopedia berhasil mendapatkan pendanaan $1 miliar (setara dengan 14,6 triliun Rupiah) dari beberapa investor. Belum ada informasi detail siapa saja investor yang terlibat dalam investasi kali ini, namun demikian Softbank dikatakan turut serta di dalamnya.

Dengan pendanaan tersebut, artinya kini valuasi Tokopedia (berkisar $7 miliar) melebihi valuasi Go-Jek ( berkisar $5 miliar) dan menjadi startup Indonesia dengan valuasi terbesar.

Tokopedia sendiri menjelma menjadi e-commerce yang makin lengkap dari segi layanan dan agresif dalam segi inovasi dalam tiga tahun terakhir. Pendanaan di tahun 2014 dari Softbank dan Sequoia Capital senilai $100 juta seolah menjadi modal berharga bagi Tokopedia untuk terus bergerak maju, bukan hanya soal uang tapi juga soal kepercayaan masyarakat mengenai potensi bisnis digital di Indonesia.

Tokopedia juga bergerak cepat dalam hal inovasi. Dalam kurun waktu dua tahun Tokopedia tidak hanya dikenal sebagai aplikasi berbelanja online tetapi juga aplikasi dengan banyak fitur, seperti investasi reksa dana, investasi emas, pembayaran segala jenis tagihan, pembayaran pajak PBB hingga pembelian tiket kereta.

Selain itu Tokopedia juga melakukan terobosan penting di tahun 2018 ini dengan menggandeng OVO untuk menggantikan TokoCash yang tak kunjung mendapat lisensi dari Bank Indonesia. Di sistem Tokopedia OVO tak sekadar jadi metode pembayaran instan, tetapi juga menjadi uang virtual yang bisa digunakan di seluruh ekosistem layanan Tokopedia.

Potensi e-commerce dan arah perkembangan selanjutnya

Semua tentu sepakat layanan e-commerce sekarang tidak hanya soal jual beli secara online. Industri ini berkembang begitu pesat dengan berbagai macam model, mulai dari C2C (Customer to Customer), B2C (Business to Customer), dan model-model lainnya hingga mulai masuk ke ranah industri lain seperti layanan teknologi finansial.

Industri e-commerce sendiri dari laporan Google-Temasek baru-baru ini masuk dalam salah satu industri dengan perkembangan yang cukup signifikan. Nilai bisnisnya di tahun 2025 diprediksi menyentuh angka $102 miliar. Dan tampaknya Tokopedia sedang di jalur yang benar untuk membangun layanan e-commerce yang lengkap dengan mulai masuknya mereka ke ranah teknologi finansial.

Beberapa waktu lalu DailySocial berkesempatan berbincang dengan VP of Engineering Tokopedia Herman Wijaya. Di sana ia menjelaskan bahwa salah satu inovasi dari Tokopedia, MyBills lahir karena Indonesia belum memiliki manajemen sistem keuangan yang terintegrasi dengan baik. Masalah tersebut dengan menghadirkan MyBills untuk permudah pembayaran tagihan bulanan secara auto debet.

Dengan potensi pasar yang begitu besar, dan persaingan yang mulai masuk ke ranah inovasi layanan mudah-mudahan bisa menghasilkan ekosistem e-commerce yang terus tumbuh dan menghadirkan layanan yang mampu memberikan solusi konkret bagi kebutuhan masyarakat di Indonesia.

Update : Informasi mengenai valuasi Tokopedia

Application Information Will Show Up Here

Menghitung Valuasi Startup dan Kaitannya dengan Perusahaan Tradisional

Topik ini merupakan hal yang sering ditanyakan oleh berbagai pihak. Banyak yang menyebutkan bahwa valuasi perusahaan startup itu “ajaib”. Bagaimana mungkin startup yang merugi besar memiliki valuasi yang gila-gilaan? Pada tulisan ini saya mencoba untuk menjabarkan hal-hal yang biasanya digunakan dalam menghitung valuasi startup, serta bagaimana hal tersebut memiliki dasar yang sama dengan menghitung valuasi perusahaan pada umumnya.

Apa itu startup?

Banyak pihak mendefinisikan startup, namun satu definisi yang saya cukup sukai adalah bisnis yang mencoba memecahkan suatu problem dengan solusi yang belum terbukti keberhasilan/skalabilitasnya. Belum berhasil atau belum scalable di sini dapat bermakna belum digunakan oleh banyak pihak (early/seed stage) atau sudah mulai digunakan oleh banyak pihak namun belum sustainable secara bisnis (growth stage).

Baik early/seed maupun growth stage, pada umumnya startup tersebut belum memperoleh keuntungan. Beberapa di antaranya sudah memperoleh pendapatan namun belum sampai memperoleh keuntungan.

Lantas mengapa investor mau mendanai startup yang masih merugi? Jawabannya adalah prospek masa depan, yakni investor menganalisis bahwa startup tersebut akan berkembang dari sisi ukuran maupun pendapatan sehingga di kemudian hari startup tersebut akan menjadi perusahaan besar — dan menguntungkan.

Hal ini digambarkan dengan grafik yang disebut kurva J yang tampak seperti di bawah.

Kurva J
Kurva J

Kurva ini menggambarkan posisi keuangan/kas perusahaan relatif dari titik awal sebelum perusahaan tersebut berdiri. Di awal (titik X), startup berada di bawah titik nol karena startup mengeluarkan modal awal untuk membangun perusahaan. Selanjutnya (antara titik X dan titik Y), startup mulai berjalan namun belum menghasilkan penghasilan. Dengan demikian, keuangan perusahaan akan terus berkurang/turun.

Pada akhirnya, startup mencapai BEP di titik Y, sehingga keuangan perusahaan tidak turun lagi. Jika setelah itu startup mencapai keuntungan, maka keuangan perusahaan akan naik dari titik Y. Titik Y ini dapat dianggap sebagai total investasi sebenarnya yang dibutuhkan oleh startup tersebut.

Apabila ini terus berlanjut, maka keuangan perusahaan akan terus naik hingga di atas titik nol (titik Z), dan setelah itu, keuangan akan perusahaan tumbuh secara eksponensial.

Tentu saja, kurva di atas adalah gambaran secara ideal. Pada kenyataannya, kondisi startup berbeda-beda. Ada yang berhasil mencapai kondisi seperti di atas, ada juga yang gagal (tidak berhasil naik dari titik Y). Keberhasilan suatu startup terletak pada kemampuannya untuk memperoleh keuntungan (naik dari titik Y) namun tetap tumbuh pesat secara ukuran.

Matriks untuk menghitung valuasi startup

Karena kondisi merugi, tentu sulit mengukur valuasi perusahaan berdasarkan laba/rugi (disebut dengan istilah price earning ratio atau PER). Oleh karena itu, biasanya investor akan menilai dari top line startup, yakni Gross Merchandise Value (GMV) atau nilai total transaksi.

Sebagai contoh, pada startup e-commerce, GMV menandakan jumlah transaksi melalui sistem pembayaran startup tersebut. Sementara itu, pada startup transportasi online, GMV menandakan total nilai tumpangan (ride) melalui startup tersebut.

Berapa faktor pengali (multiple) yang digunakan untuk menghitung valuasi berdasarkan GMV? Hal ini akan sangat beragam berdasarkan beberapa faktor, di antaranya:

  • Industri (semakin besar potensi industri, semakin besar multiple)
  • Pertumbuhan (semakin cepat pertumbuhan startup tersebut, semakin besar multiple)

Kaitan dengan perusahaan tradisional

Nah, bagaimana kaitan antara valuasi startup berdasarkan GMV dengan valuasi perusahaan pada umumnya? Jawabannya terletak pada IRR/ROI yang diharapkan oleh investor. Meskipun saat ini startup belum memperoleh keuntungan, namun investor berharap di masa yang akan datang startup akan untung sehingga menghasilkan return bagi investor.

Sebagai contoh, mari kita lihat tabel di bawah ini.

Perbandingan GMV dan keuntungan dua perusahaan
Perbandingan GMV dan keuntungan dua perusahaan

Pada umumnya, pertumbuhan startup mengalami pola seperti pada tabel Company 1. Tentu saja, ini merupakan penyederhanaan, tetapi pada intinya, startup memiliki pertumbuhan yang pesat, dan seiring dengan pertumbuhan tersebut, startup memperkuat model bisnis sehingga pada akhirnya dapat memperoleh keuntungan.

Sementara itu, perusahaan tradisional mengalami pola seperti pada tabel Company 2. Dapat dilihat ciri perusahaan tradisional yang memperoleh keuntungan sejak awal namun memiliki pertumbuhan yang tidak secepat startup.

Selanjutnya, mari kita anggap kedua perusahaan tersebut berada pada industri dan pasar yang sama sehingga kita gunakan PER yang sama, sebagai contoh 10. Dengan demikian, pada tahun 2021 kedua perusahaan ini memiliki valuasi yang sama yaitu 20 juta * 10 = 200 juta dolar.

Nah, apabila kita gunakan tingkat suku bunga 10% dan perhitungan present value, maka valuasi company 1 pada tahun 2017 adalah 136.6 juta dolar (dihitung dari 200/(1+10%)⁴). Apabila kita bandingkan dengan GMV company 1, maka kurang lebih ini setara dengan 1.4x GMV.

Di sinilah kita dapat melihat bahwa menilai startup dari GMV memang memiliki dasar finansial, bukan sesuatu yang mengawang-awang atau ajaib, asalkan startup tersebut diproyeksikan untuk memperoleh keuntungan (besar) di kemudian hari.

Apabila valuasi company 1 pada tahun 2017 ternyata sebesar 1x GMV atau 100 juta dolar, maka dengan asumsi proyeksi ini tercapai, startup ini menghasilkan IRR sebesar rata-rata 19% (dihitung dari (200/100)^(1/4) -1) bagi investor.

Apakah startup yang mengalami pertumbuhan pesat berarti pada akhirnya akan selalu memperoleh keuntungan? Belum tentu! Salah satu contoh paling fenomenal pada saat ini adalah Uber, yang masih diperdebatkan oleh banyak pihak apakah akan mungkin memperoleh keuntungan. Sampai artikel ini ditulis, Uber masih merugi, tepatnya rugi 645 juta dolar. Apakah ini berarti Uber gagal? Belum tentu juga, karena mungkin saja ia akan memperoleh keuntungan dalam beberapa waktu ke depan.

Kuncinya, seperti beberapa kali saya kemukakan sebelumnya, adalah startup harus tumbuh dari sisi ukuran dan juga dari sisi pendapatan. Startup harus mampu memperlihatkan pertumbuhan pendapatan yang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan top line startup tersebut. Sebagai contoh, Facebook merugi di awal berdirinya hingga tahun 2008 sebelum akhirnya memperoleh keuntungan sejak tahun 2009 hingga sekarang.

Pergeseran matriks top line ke pendapatan atau keuntungan

Fakta bahwa investor menjadikan GMV sebagai tolok ukur dalam menjadikan banyak startup berusaha untuk mengejar GMV dengan cara apa pun termasuk dengan cara yang berkesan kurang masuk akal. Termasuk di dalam hal ini misalnya mensubsidi transaksi (sehingga alih-alih memperoleh keuntungan dari tiap transaksi, startup justru memperoleh kerugian dari tiap transaksinya). Bahkan, ada startup yang berusaha untuk membuat transaksi palsu untuk meningkatkan GMV.

Hal-hal tersebut di atas saat ini cenderung dipandang kurang sustainable oleh investor sehingga selain melihat GMV, investor juga biasanya meminta data-data lain seperti:

  • Breakdown GMV (untuk melihat potensi seberapa besar kemungkinan transaksi palsu di atas)
  • Pendapatan dan keuntungan
  • Jumlah pelanggan baru dan berulang

Meskipun pada akhirnya biasanya GMV tetap dijadikan ukuran, namun hal-hal di atas akan dijadikan pertimbangan terhadap multiple. Dua startup dengan GMV yang mirip, namun startup yang satu memiliki GMV yang sehat besar kemungkinan memiliki multiple yang lebih tinggi dibandingkan dengan startup lain yang memiliki GMV yang sebagian didorong oleh transaksi palsu.

Pada akhirnya, valuasi bisnis adalah kesepakatan antara pembeli/investor dengan penjual/pemilik bisnis, yang berarti bahwa sepanjang terjadi kesepakatan, maka itulah valuasi bisnis yang bersangkutan.

Hal ini sama seperti menghitung harga tanah/rumah — apakah ada rumus untuk menghitungnya? Tidak ada. Harga tanah/rumah tersebut diestimasi berdasarkan harga pasaran tanah/rumah di lokasi sekitarnya, kondisi bangunan, dan semacamnya. Pada akhirnya apabila terjadi transaksi, maka itulah harga rumah/tanah tersebut. Hal ini juga berlaku pada startup.


Disclosure: Tulisan ini dibuat Co-Founder and CFO Bukalapak Fajrin Rasyid dan dipublikasi ulang atas seizin penulis. Artikel aslinya bisa dilihat di sini.

Fajrin dapat dihubungi melalui akun LinkedIn atau Twitter-nya.

Mengenal Valuasi Startup dan Istilah “Unicorn”

Semenjak makin banyak startup Indonesia yang berhasil mendapat pendanaan dengan nilai yang sangat fantastis, istilah valuasi startup kencang didiskusikan oleh masyarakat. Lalu sebenarnya apa itu valuasi dan bagaimana cara melakukan kalkukasi untuk menentukan valuasi sebuah startup?

Singkatnya valuasi merupakan nilai dari suatu startup. Karena umumnya startup itu masih tergolong semi-enterprise, biasanya nilai valuasinya ditentukan berdasarkan peretujuan antara founder dengan investor. Tidak ada perhitungan yang saklek untuk menentukan valuasi.

Umumnya investor memiliki benchmark internal dan prosedur penghitungan valuasi, mulai dilihat dari kapabilitas founder/co-founder, produk yang dipasarkan, traksi pengguna hingga potensi produk tersebut ke depan.

Di sisi lain valuasi juga memerlukan pembuktian. Ketika ada yang bertanya “berapa nilai perusahaan tertentu?”, jawabannya harus merefleksikan komponen apa saja yang mampu dijadikan daftar dalam penentuan nilai tersebut. Menariknya startup di Indonesia sendiri memiliki proses yang unik, jadi antara satu dengan yang lainnya kadang memiliki pendekatan yang berbeda dalam melakukan perhitungan valuasi. Jumlah modal yang ditanamkan, jumlah investor, kekuatan produk dan kredibilitas founder terlibat besar di dalamnya.

Perhitungan valuasi paling mudah bisa dicontohkan dengan perhitungan modal awal dan suntikan dana investor. Misal sebuah startup memiliki nilai awal Rp 10 miliar, kemudian sebuah venture capital menambahkan pendanaan Rp 10 miliar, berarti valuasi startup menjadi Rp 20 miliar dengan kepemilikan saham 50% milik venture capital tersebut. Biasanya perhitungan ini akan berjalan jika startup memang sudah mapan berdiri dan apa yang diproduksi sudah jelas.

Namun pada praktiknya tak semudah itu untuk menghitung capaian valuasi. Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan:

“Untuk menentukan nilai valuasi dari sebuah startup sangat sulit sebenarnya. Dari sisi founder pasti merasa yang mereka kerjakan itu harganya tinggi sekali. Sementara dari investor, kita melihat kalau kita masuk di valuasi sekarang, di valuasi berapa kita bisa exit. Jadi valuasi pada saat investasi itu ditentukan nilai tengah dari ekspektasi investor dan founder.”

Willson menambahkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi valuasi startup sendiri adalah growth rate, setidaknya dengan persentase 30% MoM (Month-on-Month).

Perhitungan valuasi startup

Untuk menentukan nilai valuasi sendiri, satu startup dengan startup lainnya memang memiliki pendekatan yang berbeda-beda. Ada beberapa hal yang mungkin mempengaruhi nilai valuasi startup. Pertama adalah nilai yang ditentukan oleh pasar (umumnya diwakili oleh investor). Misalnya jika investor mengatakan bahwa startup X bernilai $5 juta, maka itulah nilai yang layak. Namun kadang founder merasa nilainya harus lebih tinggi, misalnya ternyata ada aset atau kekuatan dari talenta bisnis yang dihitung bernilai lebih, namun jika startup tidak bisa mengumpulkan uang dari aset itu senilai penilaian valuasi tadi, maka startup memang harus menerima penilaian pasar.

Startup sebenarnya juga punya hak untuk menentukan nilainya sendiri. Hal yang mungkin ditunjukkan untuk menyanggah nilai valuasi yang dinilai terlalu rendah bisa menggunakan perbandingan dan proyeksi keuangan. Perbandingan biasanya dilakukan dengan cara menilai kapabilitas dan laju perkembangan startup yang bermain di sektor sama di pangsa pasar yang sama. Bagaimana jangkauan produk, traksi pengguna hingga varian produk yang ada di dalamnya akan menjadi bagian penting dalam komparasi tersebut.

Yang kedua adalah proyeksi keuangan. Tak mudah memang melakukan memastikan angkanya, namun tren dan traksi pengguna yang ada dari waktu sebelumnya seharusnya dapat dijadikan acuan, terlebih untuk produk digital, maka proyeksi tersebut akan lebih mudah dianalisis juga didasarkan dengan upaya pemasaran yang akan dibubuhkan.

Cara yang paling mudah untuk menunjukkan valuasi tak lain adalah dengan menunjukkan profit bisnis. Menunjukkan kepada semua orang bahwa bisnis yang dijalankan mampu memberikan keuntungan yang fantastis. Ini pun menjadi tantangan untuk startup, karena rata-rata di fase awal fokus bisnis memang akan condong kepada akuisisi pengguna dan perluasan pangsa pasar. Untuk itu biasanya akan muncul pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada berapa tahun yang diperlukan sehingga bisnis bisa menguntungkan? Membandingkan berapa banyak perusahaan sejenis dan perbandingannya dalam mencapai profit?

Pada dasarnya penentuan valuasi startup memang menjadi sebuah proses seni. Seperti pada sebuah lukisan, penilaian kadang didasarkan poin-poin yang sulit dikalkulasikan secara matematis.

Mengapa bisa mencapai level unicorn?

Setelah mengenal tentang valuasi, umumnya orang akan berdiskusi tentang unicorn, sebuah “gelar” yang diberikan kepada startup yang memiliki valuasi lebih dari $1 miliar. Di Indonesia sendiri memang belum banyak startup unicorn. Salah satu yang sering digadang-gadang adalah Tokopedia, Traveloka, dan Go-Jek. Pada putaran pendanaan terakhir, Go-Jek berhasil membekukan valuasi $1,3 miliar.

Lalu muncul pertanyaan, mengapa valuasi Go-Jek bisa mencapai angka tersebut? Apa saja yang mempengaruhinya? Untuk menjelaskan tentang hal tersebut, kami mencoba berdiskusi dengan CEO MDI Ventures Nicko Widjaja.

Nicko banyak menjelaskan tentang dinamika bisnis di pangsa pasar on-demand dan persaingan di sektor itu sendiri. Spesifik tentang pembahasan Go-Jek dan gelar unicorn-nya, Nicko juga menyampaikan bagaimana pandangan pasar dari kaca mata investor sehingga memberikan kepercayaan meningkatkan valuasi Go-Jek itu sendiri.

“Dengan Grab memperoleh pendanaan Seri F $600 juta (di waktu yang hampir sama dengan pendanaan Go-Jek), Go-Jek bersaing di pasar (on-demand lokal) yang belum jelas siapa pemimpin pasarnya. Saat ini penilaian didorong oleh market value. Didi memiliki valuasi $36 miliar, Uber $70 miliar, dan terakhir Uber Cina diakuisisi oleh Didi.”

Ia melanjutkan bahwa pada saat yang sama semua venture capital pendukung berinvestasi untuk mencari “killer” untuk pangsa pasar di wilayah tersebut. Nilai unik Go-Jek sebagai masa depan bisnisnya adalah revolusi layanan pembayaran dengan Go-Pay. Mereka tidak mematokkan diri sebagai pemain di sektor transportasi, tapi sebagai sebuah platform yang memberikan berbagai jasa layanan untuk kebutuhan sehari-hari melalui sistem on-demand.

“Menjadi investor di pasar berkembang di Asia Tenggara, berarti bahwa kita berinvestasi dalam ekosistem dan infrastruktur. Go-Jek telah memainkan peran penting dalam membangun ekosistem dan infrastruktur mereka untuk [membudayakan] masyarakat melek digital,” ujar Nicko.

Valuasi Ngomik Capai $1 Juta dan Segera Peroleh Pendanaan Eksternal

Aplikasi komik untuk platform mobile Ngomik disebutkan telah memperoleh valuasi lebih dari $1 juta (lebih dari Rp 11 miliar) dan akan segera memperoleh pendanaan eksternal dari investor Jepang. Pernyataan tersebut kami peroleh dari Andy Zain yang merupakan penggagas Ideabox yang dijalankan bersama dengan Indosat. Ngomik adalah salah satu peserta Ideabox batch pertama yang sudah menyelesaikan programnya di bulan Juni lalu.

Continue reading Valuasi Ngomik Capai $1 Juta dan Segera Peroleh Pendanaan Eksternal

Startup Indonesia : Valuasi Mimpi Dan Valuasi Nyata

Sebuah artikel dari rekan saya William mengenai reality check dunia startup di Indonesia benar-benar menangkap perhatian saya. Artikel itu pada dasarnya mengeluhkan hype yang sedang terjadi di Indonesia dimana sepertinya ekosistem startup di Indonesia tidak sebagus yang dihebohkan selama ini. William menyatakan bahwa beberapa akuisisi dan funding di perusahaan startup teknologi lokal sebaiknya jangan disikapi dengan kehebohan semata.

Tentu saja ada beberapa startup yang memang dijalankan dengan serius dan konsep yang bagus, namun dari sudut pandang investasi bisa jadi kurang menarik. Semua deal startup yang pernah terjadi di Indonesia, baik itu funding/investment atau akuisisi, tidak pernah ada nilai valuasi yang keluar. Karena tidak ada nilai resmi yang keluar, maka tidak ada benchmark yang bisa menjadi patokan untuk valuasi perusahaan teknologi di Indonesia.

Continue reading Startup Indonesia : Valuasi Mimpi Dan Valuasi Nyata