Target dan Rencana dailymotion di Indonesia Tahun Depan

Berdiri sejak tahun 2005, layanan video sharing asal Perancis dailymotion masih tetap eksis dan mengklaim mengalami pertumbuhan di seluruh negara. Di Indonesia kehadiran dailymotion, meski tidak setenar YouTube, masih menjadi salah satu layanan video streaming dan sharing populer.

Untuk tahun 2017 mendatang, dailymotion yang memiliki kantor perwakilan di Indonesia berencana untuk memperluas pasar dan melakukan monetisasi kepada korporasi, brand hingga content creator (yang pada umumnya adalah anak-anak muda) untuk memanfaatkan platform dailymotion.

“Untuk Indonesia, saat ini kami dapat dikategorikan sebagai platform video baru. Namun, sejauh ini kami mengalami kemajuan pesat dan mendapat sambutan yang luar biasa dalam hal kemitraan dengan perusahaan media lokal, label musik, jaringan multi-channel dan para pencipta konten, terutama dalam penyediaan sebuah solusi alternatif untuk platform distribusi video,” kata Country Manager dailymotion Indonesia & Malaysia Juan Rosyid kepada DailySocial.

Memberikan fitur bermanfaat untuk pengguna, industri dan pencipta konten

Popularitas dailymotion bisa dibilang masih kalah jauh dari YouTube di Indonesia, namun saat ini dailymotion Indonesia makin diramaikan oleh konten video hingga acara televisi yang selalu diperbarui oleh pihak televisi hingga content creator lainnya. dailymotion kini menjadi platform video untuk ragam acara televisi lokal dan asing.

“Kami sedang meningkatkan kemitraan lokal yang berfokus pada kategori seperti TV, berita, olahraga, musik dan hiburan, dalam rangka memperkuat posisi kami bagi para pengguna khususnya yang berusia antara 25-49 tahun. Kami menawarkan sebuah akses untuk menemukan hal-hal yang seharusnya tidak mereka lewatkan, dengan berperan sebagai teknologi terbaik yang mendukung dan menyediakan konten lokal yang terbaik,” kata Juan.

Saat ini dailymotion telah memiliki lebih dari 20 juta views per bulan di Indonesia, dengan sekitar 1 juta pemirsa yang mengakses melalui desktop dan 1 juta pemirsa yang mengakses melalui ponsel. Jumlah tersebut diklaim semakin bertambah dengan ragam kategori video yang dimiliki. dailymotion juga mencatat kategori yang paling favorit dikunjungi adalah TV, film pendek, hiburan dan musik.

“Kami dalam proses untuk membawa para pengguna menuju sebuah pengalaman baru. Dalam waktu dekat, mereka dapat memiliki sebuah akses yang lebih cepat dan langsung ke konten favorit mereka, dengan memberikan notifikasi yang lebih relevan dan personalisasi yang akurat. Dan bagi para mitra, kami menawarkan sebuah solusi monetisasi yang unik dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan mereka,” kata Juan.

Melancarkan monetisasi

Selain memberikan fitur yang lebih personal kepada pengguna, dailymotion juga secara agresif masih berusaha memperluas kemitraan secara jangka panjang dengan berbagai industri terkait. Di antaranya adalah industri media di Indonesia.

“Hal ini selaras dengan strategi kami di mana konten adalah raja dan kualitas sebuah pengalaman adalah obsesi kami. Selain itu, kami bertujuan untuk lebih melayani para pengguna, meningkatkan basis pengguna, juga lebih mengerti kebutuhan mereka, sehingga hal ini juga dapat secara langsung memberi keuntungan bagi para mitra,” kata Juan.

Untuk tahun 2017 mendatang dailymotion Indonesia akan semakin gencar melakukan monetisasi dengan memberikan ragam penawaran untuk para para pemilik konten premium dan pencipta konten.

“Fokus tersebut sengaja kami lancarkan untuk dapat mengoptimalkan monetisasi mereka melalui program penerbit kami, di mana mereka dapat meningkatkan pangsa pendapatan di saat video mereka tertanam pada properti mereka sendiri yang menggunakan pemutar kami,” kata Juan.

Application Information Will Show Up Here

HOOQ Miliki Hampir Sejuta Pengguna di Indonesia

HOOQ, layanan video-on-demand (VOD), menargetkan jumlah pengguna di Indonesia sampai tahun depan dapat menyentuh angka 5 hingga 10 juta orang. Adapun posisi sekarang ini hampir mencapai angka satu juta pengguna. Target tersebut diharapkan bisa membawa Indonesia sebagai pengguna HOOQ terbanyak yang saat ini masih diduduki India.

Perlu diketahui, HOOQ baru menginjak enam bulan beroperasi di Indonesia. HOOQ pertama kali diluncurkan di India pada Mei 2015, kemudian secara berurutan tiba di Thailand dan Filipina. Singapura dan Vietnam disebutkan masuk ke pipeline negara berikutnya yang bakal disambangi.

Meski Indonesia adalah negara yang terakhir disambangi, namun persentase pertumbuhan pengguna yang pesat menjadikan HOOQ ingin bergerak agresif di pasar ini. Hal ini terlihat dari sejumlah rencana kerja sebelum menginjak usia pertamanya di Indonesia.

Dalam wawancara dengan DailySocial,CEO HOOQ Peter Bithos menerangkan Indonesia memiliki banyak kelebihan dibandingkan negara berkembang lainnya yang sudah HOOQ sambangi, termasuk jumlah pengguna smartphone yang terus meningkat, kualitas internet yang mulai membaik, partnership yang kuat dengan sejumlah perusahaan telekomunikasi, dan budaya orang Indonesia yang social media oriented.

HOOQ juga mengklaim memiliki data film Indonesia terbanyak dibanding layanan VOD lainnya. Hampir 70% dari 3596 film Indonesia ada di database HOOQ.

“Kami sangat optimis jumlah pengguna HOOQ di Indonesia akan menempati posisi pertama, mengalahkan India di 2017,” ujarnya, Senin (17/10).

Dalam waktu dekat, HOOQ siap menggelontorkan dana pemasaran agar layanan VOD ini bisa dikenal di seluruh Indonesia, salah satunya dengan meluncurkan iklan televisi.

“Ada tiga tujuan dari peluncuran TVC ini. Kami ingin menyasar keluarga Indonesia karena konten kartun kami yang cukup lengkap, bagaimana dampak HOOQ dalam kehidupan sehari-hari, dan mengapa harus berlangganan HOOQ. Kami ingin melakukan pendekatan tersebut secara emosional dengan menerbitkan TVC,” terang Ravi Prakash Vora, CMO HOOQ.

Umumkan layanan freemium

Sekaligus dalam rangka menjaring pengguna baru, HOOQ juga mengumumkan layanan tanpa iklan berbasis freemium. Pengguna yang sudah memakai layanan free trial HOOQ selama tujuh hari dapat berkesempatan menggunakan layanan tersebut untuk menonton episode pertama serial TV yang tersedia di database tanpa ada iklan yang bakal mengganggu mereka.

Bithos mengklaim layanan ini adalah pertama kalinya hadir di ASEAN. Pengguna yang tertarik dengan suatu serial TV lewat menonton episode pertamanya bisa dipastikan akan lebih mudah ditarik menjadi pelanggan tanpa harus mengunduh episode setiap serial secara ilegal.

“Kami bersemangat untuk memperkenalkan hybrid model ini karena memberikan keleluasaan kontrol kepada konsumen atas keputusannya sebelum menjadi pelanggan HOOQ.”

Menurutnya, hybrid model ini adalah hasil yang telah dilakukan oleh tim riset HOOQ selama setahun belakangan mempelajari pola konsumen dan bagaimana keinginan mereka terhadap layanan VOD.

“Kami percaya model ini adalah win win solution baik untuk konsumen dan bisnis kami sendiri. Kami jadi memiliki banyak kesempatan untuk re-engage konsumen setiap ada konten baru setelah masa free trial mereka berakhir.”

Lakukan redesign aplikasi

Tak sampai di situ, HOOQ juga menyiapkan tampilan aplikasi baru untuk smartphone yang siap didistribusikan merata pada pekan ini. Redesign aplikasi ini dilakukan karena hampir 80% pengguna HOOQ mengaksesnya dari smartphone. Tampilan baru HOOQ merupakan gabungan beberapa media sosial yang umumnya dipakai oleh pengguna, dari Facebook, Instagram, bahkan tampilan video yang bisa di-minimize seperti YouTube.

Ada fitur real time content feed yang cukup di-scroll, poster yang menarik seperti Instagram, bisa menyimpan konten dalam kolom favorit, melihat daftar film apa yang sudah ditonton oleh teman, fitur pencarian yang lebih mudah, dan wish-list.

Redesign ini bertujuan agar pengguna tidak memerlukan banyak klik. Kami mudahkan seluruh fitur, bahkan untuk menonton film hanya butuh satu klik saja.”

Ke depannya, HOOQ akan menambahkan fitur baru seperti parental control.

“Kami tahu sebagian besar pengguna HOOQ mengaksesnya lewat smartphone, jadi ini hal yang natural bila kami memutuskan ingin menambah kualitas layanan situ. Banyak fitur yang lebih user friendly guna menambah experience pengguna jadi lebih baik dan ada fitur lainnya siap menyusul untuk smartphone,” pungkas Guntur Siboro, Country Head HOOQ Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

meTube Segera Hadirkan Dedicated Channel di Indovision dan MNC Play

Sebagai portal berbagi video sesama pengguna, meTube yang dikelola MNC Group dan telah hadir di Indonesia sejak tahun 2015 berusaha semakin eksis dengan ragam konten yang diunggah oleh anak muda atau generasi millennial. Sejak awal meTube memang ingin menjadi platform video streaming yang menampung minat serta kreativitas anak-anak muda dengan memanfaatkan fitur dan layanan yang ada di meTube.

“Dunia digital saat ini merupakan media alternatif bagi generasi muda di luar dari media-media yang sudah ada (media konvensional). Untuk itu sebagai perusahaan media terbesar di Asia Tenggara sudah sepantasnya MNC memiliki meTube sebagai salah satu digital media bisnisnya dan MNC sangat serius dalam mengembangkan produk-produk digitalnya termasuk meTube,” kata Deputi Managing Director MNC Innovation Center I Made Putera Prastistha kepada DailySocial.

meTube menampilkan konten original yang diunggah langsung oleh kalangan individu, komunitas dan lainnya untuk berpromosi dan menampilkan kreasi dengan memanfaatkan fitur yang ada di meTube. Diharapkan nantinya meTube bisa menjadi portal berbagi video asli anak negeri dan merupakan wadah bagi generasi muda untuk menampilkan kreativitas dan talenta mereka lewat media video.

Selain konten original dari pengguna, meTube juga menghadirkan beberapa tayangan yang secara khusus hanya bisa disaksikan di semua channel MNC Group. Namun demikian, untuk pilihan lainnya, meTube juga menyediakan live stream beberapa channel Free-to-Air maupun channel eksklusif.

“meTube di desain sebagai wadah bagi masyarakat untuk berbagi video dari masyarakat untuk masyarakat. Walaupun demikian konten-konten dari MNC group merupakan salah satu value yang bisa dinikmati oleh masyarakat di meTube,” kata Made.

Menanggapi kompetitor lokal yang saat ini juga menawarkan layanan serupa, Made mengungkapkan meTube memiliki perbedaan yang cukup signifikan, mulai dari fitur hingga konten yang dimiliki.

“Masing-masing situs berbagi video memiliki uniqueness tersendiri. meTube memiliki banyak sekali value yang bisa ditawarkan kepada pengguna, diantaranya sebagai platform talent search, kompetisi dan komunitas,” kata Made.

Dedicated channel meTube di produk MNC Group

Untuk memaksimalkan layanan yang ada ke depannya meTube berencana memberikan inovasi yang unik, termasuk dedicated channel yang akan ditayangkan selama 24 jam.

“meTube berencana akan memiliki dedicated channel yang akan tayang 24 jam setiap harinya di Indovision dan MNC Play, sehingga meTube akan mengintegrasikan digital online content dengan traditional television. Kami memberikan wadah kepada individu, grup maupun komunitas untuk bisa narsis dan eksis secara maksimal,” kata Made.

Dengan integrasi tersebut memungkinkan pengguna yang berasal dari berbagai komunitas untuk tampil dengan jangkauan lebih luas memanfaatkan channel yang dimiliki oleh MNC Group. Hal tersebut yang menjadi kelebihan dari meTube sebagai portal berbagi video.

“Strategi utama meTube adalah sebagai penyedia platform atau wadah yang dapat digunakan individu, grup maupun komunitas untuk bisa eksis di berbagai platform yaitu smartphone, online dan televisi. Fitur-fitur meTube juga tentu akan terus kita kembangkan sehingga bisa menjadikan meTube tujuan hiburan utama,” tutup Made.

Ingin Saingi YouTube, Emtek Group Hadirkan Konten Terintegrasi di Vidio

Keseriusan PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk (Emtek), melalui anak perusahaannya PT Kreatif Media Karya (KMK), mengembangkan platform video yang terintegrasi, ditunjukkan dengan Vidio. Untuk menyatukan semua konten yang dimiliki Emtek Group, baru-baru ini konten video hingga live streaming dimigrasi langsung ke Vidio.

“Secara resmi semua konten video yang berasal dari Emtek Group tidak lagi kami upload di Youtube namun semua bisa dilihat langsung di Vidio.com. Youtube hanya kami gunakan untuk distribusi saja yang kemudian men-direct pengguna untuk mengunjungi langsung Vidio.com,” kata ‎Senior Vice President Emtek Digital Laode Hartanto kepada DailySocial.

Bukan hanya konten yang dimiliki oleh Emtek Group, semua televisi swasta yang ada di Indonesia bisa menggunakan Vidio untuk menampilkan live streaming dan konten lainnya. Kehadiran Vidio diharapkan bisa menggantikan posisi YouTube yang saat ini masih menjadi platform utama untuk konten dan live streaming.

“Diharapkan nantinya Vidio.com bukan hanya diposisikan sebagai platform milik Emtek Group tapi juga milik Indonesia,” kata Laode.

Terkait dengan pemain OTT lokal lainnya yang menawarkan layanan yang sama seperti Mivo, Laode mengklaim Vidio memiliki perbedaan yang cukup signifikan.

“Perbedaannya adalah ekslusivitas konten. Vidio.com akan memberikan layanan non-subscription base hingga akhir tahun, sementara pemain lainnya harus bayar dan harus registrasi untuk menonton konten dan live streaming yang ada,” kata Laode.

BlackBerry Messenger dan strategi digital Emtek Group

Vidio merupakan platform utama yang nantinya bisa menjadi sumber untuk strategi digital lainnya. Salah satu yang saat ini tengah dikembangkan adalah platform BlackBerry Messenger (BBM) yang baru-baru ini lisensinya dimiliki Emtek Group. Melaui BBM nantinya semua konten live streaming acara televisi di Indonesia bisa dinikmati di channel video BBM.

“Saat ini BBM sudah bertransformasi menjadi platform yang bukan hanya untuk chatting namun channel menarik lainnya, di antaranya adalah channel video yang memanfaatkan platform Vidio.com,” kata Laode.

Strategi lain yang rencananya akan dikembangkan Emtek Group untuk mengoptimalkan BBM adalah dengan memindahkan server yang saat ini berada di Kanada ke Indonesia. Diharapkan pemindahan server ini bisa mempercepat koneksi BBM yang selama ini masih dikeluhkan pengguna.

Kerja sama dengan Spotx

Baru-baru ini Emtek Group melalui KMK juga mengumumkan kerja samanya dengan Spotx, yang merupakan platform video inventory management. Kerja sama ini nantinya akan mengadopsi strategi programmatic video.

“Kerja sama dengan Spotx bukan bagian dari keluarga Emtek. Semuanya murni untuk kepentingan komersial sebagai vendor kerja sama untuk menjual inventory programmatic video,” kata Laode.

Dalam hal ini Spotx berfungsi sebagai re-seller untuk pengelolaan programmatic atau direct video. Programmatic sendiri adalah penjualan dengan metode automation. Diharapkan kerja sama ini bisa memberikan pemahaman dan edukasi kepada pengiklan untuk kemudian memanfaatkan platform Vidio untuk menampilkan iklannya kedalam konten eksklusif milik Emtek Group.

“Vidio.com adalah platform yang digunakan oleh Bintang, Bola, Liputan6 dan konten original Vidio.com. Semua sudah terintegrasi dalam satu platform,” kata Laode.

Dengan menargetkan kalangan millennial, diharapkan Vidio.com bisa menjadi platform pilihan untuk melihat konten original dan live streaming acara televisi dengan menampilkan ragam iklan yang berkualitas.

Application Information Will Show Up Here

Layanan “Video on Demand” Catchplay dan Ekspansi Bisnisnya di Indonesia

Pilihan layanan Video on Demand (VOD) di Indonesia kini semakin beragam, terutama dengan bergabungnya Catchplay di pasar. Sebelumnya, layanan VOD asal Taiwan yang masuk ke Indonesia pada Juni 2016 ini hanya tersedia untuk pelanggan IndiHome dari Telkom saja. Kini, Catchplay bisa diakses oleh publik melalui skema berlangganan Movie Fan (gratis) dan Movie Lover (berbayar).

Catchplay adalah perusahaan distribusi dan produksi film yang berdiri pada tahun 2007 dan dengan cepat menjadi yang terbesar di Taiwan dan wilayah Tiongkok. Dengan perkembangan teknologi yang kian pesat, di Maret 2016 Catchplay meluncurkan layanan Video on Demand di Taiwan.

Keunggulan yang coba ditawarkan dari layanan VOD tersebut adalah, 80-90 persen film yang tersedia di Catchplay adalah film yang belum lama tayang di bioskop, baik itu film Hollywood ataupun blockbuster lokal. Rentang waktu yang dijanjikan untuk ketersediannya yakni di antara 3-6 bulan setelah film rilis di bioskop. Terkadang, 60-70 persen dari film yang ada merupakan ketersediaan eksklusif.

Layanan VOD itulah yang kemudian diperkenalkan ke Indonesia dan Singapura melalui kerja sama dengan perusahaan telekomunikasi di masing-masing negara. Indonesia dengan Telkom, Singapura dengan StarHub.

Meski awalnya hanya tersedia untuk pelanggan Indihome dari Telkom, namun dalam acara temu media di Sea Grain kemarin (28/9) CEO Catchplay Dephne Yang menyampaikan bahwa kini Catchplay sudah tersedia untuk publik. Ada dua skema berlanggan yang ditawarkan bila ingin menggunakan layanan Catchplay, yaitu Movie Fan untuk pengguna gratis dan Movie Lover untuk pengguna berbayar yang ingin berlangganan per bulan.

Movie Fan menawarkan keanggotaan gratis untuk selamanya dan pengguna juga bisa menikmati satu film gratis setiap bulannya melalui skema ini. Sedangkan Movie Lover menawarkan tontonan tanpa batas dari kepustakaan Catchplay, ditambah satu judul film terbaru tiap bulan yang dapat dipilih sendiri.

Keanggotaan Movie Lover baru dapat diperoleh dengan pendaftaran kartu kredit atau debit, yang bisa dihentikan oleh pelanggan kapan saja dan akan dikenakan biaya Rp66.000 per bulannya. Pilihan lainnya yang tersedia yaitu Single Rental yang bisa digunakan pelanggan Movie Fan bila ingin menonton lebih dari satu film tiap bulan dengan dikenakan biaya Rp18.000 untuk film lama dan Rp27.000 untuk film yang lebih baru.

Mengenai pilihan pembayaran yang masih terbatas, Dephne mengatakan, “Kami sadar bahwa pengguna kartu kredit di Indonesia masih kecil, namun saat ini metode tersebut yang baru kami punya dan kami ingin mendorong penggunaan terlebih dahulu. […] Kami juga saat ini sedang berdiskusi dengan beberapa operator telekomunikasi Indonesia dan diharapkan dalam beberapa bulan ke depan pengguna sudah bisa dapat menggunakan metode carrier billing.”

Di samping penambahan metode pembayaran, Dephne juga mengungkap bahwa dalam beberapa minggu ke depan Catchplay akan meluncurkan fitur Parental Control. Lebih jauh, tak menutup kemungkinan juga Catchplay untuk berinvestasi di ekosistem perfilman Indonesia seperti yang sudah dilakukannya dengan film berbahasa Mandarin seperti “Paradise in Services”, “20 Once Again” hasil kerja sama dengan Korea’s CJ Entertainment, atau The Revenant yang dibintangi Leonardo DiCaprio.

Di Indonesia sendiri Catchplay telah bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang bergelut di industri perfilman Indonesia. Beberapa di antaranya Prima Cinema, MD Pictures, StarVision, Cinemaxx, dan CGV Blitz.

Dengan bergabungnya Catchplay di pasar Indonesia, artinya pilihan masyarakat untuk menikmati layanan VOD menjadi semakin beragam. Selain Catchplay, layanan VOD lain yang bisa dinikmati di Indonesia adalah iflix, HOOQ, Viu, Tribe, dan Mox. Yang terakhir merupakan pemain lokal.

Application Information Will Show Up Here

Persaingan Stasiun Televisi Merambah ke Platform Streaming Video

Seperti kita ketahui bersama infrastruktur internet di Indonesia terus diupayakan oleh pemerintah dan pihak operator telekomunikasi untuk terus ditingkatkan agar menghasilkan kualitas internet yang baik dengan jangkauan yang luas. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir bisa dibilang kecepatan dan kualitas internet Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan.

Dampak nyata terlihat pada konsumsi streaming yang meningkat cukup pesat, baik audio maupun video. Lambat laun pihak televisi pun mulai melirik platform video streaming untuk menempatkan konten-konten siaran mereka. Mulai dari MNC Group dengan MeTube, SCTV Group dengan Vidio dan yang paling baru Net dengan Zulu.

Jika Metube dan Vidio memungkinkan pengguna umum untuk bebas mengunggah video mereka ke platform tersebut, Zulu sementara ini hanya bisa digunakan untuk menikmati konten-konten NET TV yang diunggah ke Zulu. Jika ditelusuri lebih detil, Zulu terlihat masih dalam proses pengembangan. Salah satu contohnya bisa dilihat dari pemberitahuan bahwa aplikasi mobile mereka masih dikembangkan.

Dari segi konsep Zulu memang tampak seperti Netflik, iflix, dan layanan video on demand lainnya. Hanya saja saat ini semua konten yang tersedia di Zulu merupakan konten dari NET TV, lengkap dengan siaran langsungnya.

Sangat menarik melihat para stasiun TV berlomba-lomba untuk meramaikan sektor platform video streaming di tanah air. Persaingan antara stasiun TV sekarang juga merambah sektor platform video, meski untuk Zulu sedikit dengan konsep yang berbeda.

Menurut laporan DailySocial mengenai kebiasaan konsumen online di tahun 2016, lebih dari 32% responden mengakses layanan streaming setiap hari, dengan komposisi konten video sebanyak 52%. Sebuah kebiasaan yang cukup potensial untuk layanan-layanan streaming di Indonesia.

Menarik untuk melihat inovasi ketiganya. Vidio terus menggandeng para kreator video lokal, MeTube terlihat lebih “cantik” ketimbang saat pertama kali diperkenalkan, sementara Zulu yang baru masuk ke gelanggang pasti punya strategi khusus untuk menyeruak.

Hal penting yang menjadi faktor kritis agar sebuah layanan streaming bisa bertahan dan berkembang adalah konten dan teknologi.

Sisi teknologi kaitannya dengan kecepatan akses dan pengalaman pengguna. Bagaimana sebuah layanan tersebut menghasilkan sebuah platform yang mudah diakses dengan kualitas (gambar dan audio) yang baik.

Faktor lain yang tak kalah penting adalah kualitas (isi) konten. Dari ketiganya jelas Zulu yang paling ‘aman’ karena semua kontennya merupakan hasil siaran televisi yang lulus dari sensor KPI. Lain halnya dengan MeTube dan Vidio yang memungkinkan setiap pengguna bisa mengunggah video mereka sendiri. Harus ada sensor internal dari pihak-pihak penyedia platform untuk menjaga dan memastikan setiap video yang berada di platform mereka “aman” untuk ditonton semua kalangan.

Ketika Konten Platform Live Video Mulai Menjurus Ke Arah Negatif

Video streaming merupakan layanan yang makin populer terutama dikalangan millenial. Youtube sebagai salah satu pionir video streaming saat ini telah bertransformasi menjadi konten video kreatif yang kerap digunakan kalangan millenial untuk berbagi konten video menarik dan kreatif, sementara pemilik perusahaan hingga brand mulai banyak menggunakan YouTube sebagai media promosi dan branding.

Ketika Youtube sudah semakin mainstream, makin banyak layanan lain yang mencoba untuk bermain di layanan serupa, di antaranya adalah Periscope dan Meerkat yang mengedepankan layanan chatting dengan konten video dan disiarkan secara streaming. Kedua produk tersebut sempat menikmati masa kejayaannya dan sempat menjadi aplikasi yang paling trendy dan terkini.

Namun demikian layanan chatting yang dilengkapi dengan konten video yang saat ini makin populer tentu saja adalah Snapchat. Aplikasi buatan Evan Spiegel ini awalnya sempat mengalami kesulitan untuk menjadi aplikasi favorit, namun seiring berjalannya waktu, Snapchat saat ini makin digemari oleh kalangan millenial dengan ragam filter dan kemudahan yang ditawarkan. Tidak heran jika selanjutnya Instagram mencoba untuk menerapkan layanan hampir mirip dengan nama Instagram Stories.

Konten live video menjurus ke arah “vulgar”

Di Indonesia sendiri saat ini mulai banyak bermunculan layanan chatting dengan memanfaatkan platform live video yang dipandu host atau pengguna. Aplikasi yang kebanyakan buatan produk asing ini mencoba untuk menyasar kalangan millenial yang merupakan target pasar paling ideal. Sebut saja seperti Zeemi, Nonolive, CliponYu, atau Bigo Live.

Lantas apa yang membedakan layanan chatting dan video streaming ini dengan produk serupa yang telah populer secara global sebelumnya? Adalah fungsi dan pendekatan promosi serta penggunaan yang kemudian cukup menjadi perhatian dan tentunya perbedaan yang tampak jelas terlihat. Sekilas layanan Nonolive dan CliponYu tidak berbeda dengan layanan lainnya, namun foto profil yang ditampilkan (kebanyakan perempuan muda dengan foto seksi) cukup ampuh untuk mengundang perhatian pengguna (terutama kaum pria).

Saya pun kemudian tertarik untuk melihat lebih jauh, apa konten video dari layanan ini. Ternyata cukup mengejutkan, video yang dipandu oleh host (pengguna yang kebanyakan perempuan) menjurus kepada sikap dan perilaku yang sedikit ‘mengundang’ dan bersifat negatif. Meskipun ada juga pesan yang berisikan nada ramah dan sopan, namun kebanyakan host di layanan ini justru lebih mengedepankan kepada pendekatan yang vulgar.

Yang menjadi perhatian saya selanjutnya adalah kebebasan yang saat ini banyak diberikan orang tua yang telah memberikan smartphone kepada anak-anaknya. Hal ini bisa menjadi peluang, bagi anak-anak di bawah umur, untuk kemudian mengakses aplikasi dan situs layanan live video ini. Hanya dengan mengetik alamat situs atau mengklik tautan yang ada, pengguna sudah bisa langsung melihat tampilan video yang dipandu host seksi.

Jargon “sex sale” merupakan peluang yang kemudian dicoba untuk diambil oleh kedua layanan chatting dan live video tersebut, apalagi dengan menargetkan kalangan millenial yang memang sedang dalam masa “pematangan diri” menuju kedewasaan dan getol mengkonsumsi tayangan berbasis video.

Apakah nantinya layanan ini akan bertransformasi untuk melakukan filtering atau kurasi demi meminimalisir konten video yang bersifat vulgar? Tentunya hal ini  akan menarik untuk dicermati. Sementara itu, sebagai orang tua, ada baiknya untuk memonitor kegiatan yang dilakukan putra-putri Anda, terutama yang di bawah umur, untuk meminimalisir dampak buruk yang mungkin terjadi.

Menginjak Usia 7 Tahun, Mivo Berkomitmen Tetap Jadi Platform Live Streaming Terdepan di Indonesia

Situs live streaming Mivo telah menginjak usia 7 tahun dan hingga kini masih tetap eksis menyajikan video streaming dengan ragam konten untuk masyarakat Indonesia. Sudah banyak prestasi yang diraih oleh Mivo, diantaranya adalah tercatat sebagai Best Application 2015 dan Top Developer oleh Google Play.

Mivo kini bisa dinikmati di 100 negara. Makin maraknya layanan video streaming film dan televisi on-demand tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi Mivo yang dicoba dijawab dengan menyajikan konten dan inovasi terkini.

“Mivo juga telah menjalin kerja sama video upload dengan beberapa top publishers di Indonesia terkait peningkatan kualitas distribusi konten video dan potensi bisnis yang lebih baik. Media yang telah menjalin kerja sama dengan Mivo antara lain, Tribunnews, JakPost, Tabloid Bintang, Cek&Ricek, MalesBangetDotCom,  Republika Online, dan menyusul beberapa media lainnya,” kata VP of Strategy & Innovation Mivo Budi Yuwono.

Kemitraan juga telah dilancarkan bukan hanya dengan parner lokal namun juga internasional. Hingga kini Mivo mengklaim telah memiliki lebih dari 50 TV channel, mencakup berita hiburan, pendidikan, kesehatan dan religi.

Strategi Mivo menghadapi kompetitor

Secara lugas Budi menjelaskan tiga strategi yang dilancarkan Mivo, yaitu memahami pengguna loyal Mivo, mencermati data yang ada, dan merespon yang partner butuhkan.

“Ketiga acuan strategi tersebut disempurnakan dengan budaya kerja yang fun dan collaborative. Kami pahami setiap karakter tim dan kami padu padan untuk mereka saling melengkapi,” kata Budi.

Ditegaskan juga oleh Budi, secara khusus Mivo tidak berusaha mengejar posisi khusus, namun dengan mengedepankan inovasi terkini. Mivo ingin menjadi pelopor platform live streaming di Indonesia dan penyedia teknologi video streaming untuk top publishers Indonesia agar dapat diakses di lebih dari 100 negara.

Berdasarkan data Google Play, organic install aplikasi Mivo per hari sudah lebih dari 5000 install. Mivo juga mengklaim mengalami peningkatan aktivitas pengguna aktif baik Daily Active Users (DAU) maupun Monthly Active Users (MAU) dalam jumlah yang signifikan.

Fitur terbaru dan tren pengguna

Saat ini Mivo telah dilengkapi dengan fitur-fitur baru yang dibuat untuk memudahkan pengguna tayangan Mivo di situs dan aplikasi, yaitu live chat, share, remove ads, reaksi cepat, dan offline. Di sini Mivo menawarkan pilihan berbayar melalui Google Play sebagai salah satu cara monetisasi.

“Saat ini akses terbesar tetap dari perangkat mobile khususnya smartphone, selain tablet dan desktop. Traffic dari mobile mencapai 75% dari seluruh traffic yang masuk,” kata Budi.

Hingga kini tayangan pilihan favorit pengguna Mivo di antaranya adalah drama serial dan ajang pencarian bakat musik serta pertandingan sepak bola dan MotoGP. Segmen berita yang cukup menarik perhatian juga masih menjadi pilihan tontonan pengguna. Secara keseluruhan Mivo mencatat konten favorit di Mivo masih sama dengan pola masyarakat Indonesia pada umumnya.

Target dan rencana Mivo

Selain menambah fitur dan memperbanyak konten, berinovasi dan menghadirkan aplikasi baru yang menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia dari sisi video streaming, target dari Mivo lainnya adalah mencoba untuk membangun ekosistem video yang lebih baik dengan berkolaborasi dengan seluruh partner, menjalin kerjasama lebih luas tidak terbatas dengan partner lokal saja, termasuk integrasi dengan provider di beberapa negara lain.

“Kami juga berkomitmen untuk menjaga posisi prestasi sebagai Aplikasi Terbaik yang telah dicapai dan mengejar prestasi baru yang bisa diraih dari aplikasi lainnya. Saat ini aplikasi Mivo kembali terpilih dalam koleksi aplikasi Ramadhan Google Play,” tandas Budi.

Application Information Will Show Up Here

Gandeng Telkom, CatchPlay Ramaikan Pasar Streaming Film di Indonesia

Penyedia layanan distribusi film asal Taiwan CatchPlay, baru-baru mengumumkan kerja samanya dengan Telkom Indonesia untuk menghadirkan sebuah layanan streaming video-on-demand di Indonesia. Negosiasi CatchPlay dengan Telkom sendiri sudah dilakukan sejak bulan Maret lalu. Layanan CatchPlay pada dasarnya juga tidak berbeda dengan layanan video-on-demand lain yang sudah bersinggah di Indonesia sebelumnya, seperti Netflix, HOOQ dan iFlix.

Bagi CatchPlay, seperti yang diungkapkan oleh sang CEO Dephne Yang, bahwa populasi di Indonesia adalah pasar yang sangat logis untuk ekspansi sebuah layanan. Terlebih pangsa pasar film lokal dan Hollywood juga begitu besar.

“Ini adalah pasar terbesar di Asia Tenggara. Tidak hanya dari segi populasi, melainkan juga pangsa pasar yang sangat bersemangat dalam hal jaringan sosial (internet). Kami berpikir bahwa tingkat penggunaan jejaring sosial di Indonesia pasti akan membantu konsumsi konten hiburan. Kami melihat banyak potensi di negara ini,” ujar Daphne seperti dikutip dalam The Hollywood Reporter.

Layanan CatchPlay akan dibanderol dalam kisaran harga $1,42 (Rp 19 ribuan) untuk suguhan film lokal atau Hollywood, sedangkan untuk film rilis teranyar yakni $2,15 (Rp 29 ribuan).

Menanggapi begitu antusiasnya CatchPlay bersinggah di Indonesia, Vivek Couto selaku Executive Director of Research and Consulting Firm Media Partner Asia menjelaskan bahwa untuk pangsa pasar video online Indonesia sudah mulai melihat sejak enam bulan ke belakang, bersama dengan hadirnya Netflix dan kawan-kawan. Vivek menjelaskan bahwa pangsa pasar untuk layanan video-on-demand masih di tahap yang sangat awal. Perlu berbagai pendekatan yang memudahkan, seperti adanya kerja sama dengan operator lokal untuk sistem pembayaran dan sebagainya.

Terkait dengan populasi Vivek juga turut menyinggung, kendati terdapat lebih dari 250 juta penduduk, penetrasi pengguna fixed broadband di Indonesia baru dijamah sekitar 5,5 juta penduduk. Di luar itu baru terjamah untuk konektivitas biasa (misal mobile broadband), yang artinya belum begitu mumpuni untuk konsumsi layanan video-on-demand, terutama di luar ibukota Jakarta.

Kendati demikian persebaran mobile broadband yang terus digenjot dengan penumbuhan infrastruktur jaringan begitu berdampak pada peningkatan adopsi OTT (Over The Top) di Indonesia. Melihat dari sisi penetrasi konsumen layanan digital, tentu akan banyak penyedia layanan yang tergiur untuk menggarap pangsa pasar ini. Menggandeng Telkom, CatchPlay meyakini bahwa ini merupakan sebuah langkah strategis untuk menyampaikan layanannya ke khalayak yang lebih luas di Indonesia.

Belum ada tanggapan pasti terkait dengan bagaimana CatchPlay akan mengayomi peraturan pemerintah terkait dengan layanan OTT. Termasuk di dalamnya harus memiliki akta pendirian badan usaha tetap, perpajakan hingga sensor konten. Namun selayaknya CatchPlay pasca mendapatkan persetujuan dari operator komunikasi plat merah tentu sudah harus mempersiapkan berbagai macam regulasi tersebut. Mengingat salah satu pemain di bidang video-on-demand sudah menjadi korban pemblokiran karena isu konten.

Di Indonesia selama 9 bulan terakhir penikmat layanan TV Kabel (IPTV) sudah mencapai 1,6 pelanggan. Dan diprediksikan masih terus bertumbuh, mengingat berbagai penyedia layanan fixed broadband mulai mem-bundle layanan internetnya dengan kemampuan TV Kabel tersebut.

Tawarkan Konten Serial Televisi dan Film Asia, Portal Video-On-Demand Viu Hadir di Indonesia

Penyedia layanan video-on-demand premium Viu hari ini secara resmi meluncurkan layanannya di Indonesia. Aplikasi yang dimiliki oleh Vuclip dari PCW Media Company yang berbasis di Hongkong ini telah memiliki jumlah pelanggan sebanyak 9 juta orang di 4 negara di Asia.

Indonesia merupakan negara ke-5 yang disambangi oleh Viu setelah sebelumnya diluncurkan di Malaysia, India, Hong Kong dan Singapura. Sebagai layanan over-the-top (OTT), Viu mengklaim memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh kompetitor lainnya. Viu menawarkan pilihan konten fim dan serial televisi terbaik dari Korea, India dan Taiwan dengan lebih dari 15 ribu jam tayang. Saat ini Viu juga telah memiliki konten lokal serial televisi Indonesia.

“Viu memiliki konten lokal yang lengkap serta pilihan bahasa Indonesia untuk semua serial televisi asal India, Korea, Taiwan hingga Indonesia untuk semua pengguna. Selain itu pengguna Viu Premium Viu juga bisa menikmati serial televisi Korea terkini setelah tayang dalam waktu 24 jam,” kata CEO dan Founder Vuclip Nickhil Jakatdar saat temu media hari ini di Jakarta.

Pilihan Freemium dan Premium

Selain bisa dinikmati di dekstop saat ini Viu juga bisa diunduh di aplikasi mobile, baik itu di platform Android dan iOS. Untuk pengguna yang telah mendaftar bisa langsung menikmati semua konten pilihan dari Viu secara gratis. Layanan freemium ini merupakan pilihan yang memudahkan pengguna untuk menikmati semua konten dengan kualitas terbaik.

Pilihan lain yang ada di Viu yaitu premium, dengan layanan ini pengguna yang ingin menikmati serial televisi terkini dalam waku 24 jam dan tanpa iklan, bisa berlangganan layanan premium dengan biaya sebesar Rp 30 ribu/bulan.

Bagi pengguna aplikasi mobile iOS sistem pembayaran secara otomatis akan dialihkan ke iTunes, sementara untuk aplikasi mobile platform Android bisa melakukan pembayaran melalui Play Store, kartu kredit dan voucher.

“Saat ini Viu belum melakukan kemitraan dengan bank bank di Indonesia atau sistem pembayaran online lainnya, namun demikian ke depannya akan kita tambahkan sistem pembayaran yang ada,” kata Nickhil.

Viu juga memiliki fitur mengunduh yang memungkinkan pengguna untuk menikmati tayangan secara offline. Dibangun di atas teknologi Dynamic Adaptive Transcoding yang dipatenkan oleh Vuclip, Viu menawarkan pengalaman menyaksikan video-on-demand yang berkualitas dengan pendekatan terbaik untuk editoriaal dan kurasi konten.

“Viu memastikan pengguna bisa memberikan pengalaman terbaik untuk pengguna menikmati tayangan di aplikasi mobile dan desktop. Namun demikian saat ini Viu belum bisa dinikmati melalui Chromecast, kedepannya tentunya teknologi tersebut akan ditambahkan demikian juga dengan konten film dan serial televisi,” kata Nickhil.

Kemitraan strategis dengan Telkomsel, IndiHome dan Samsung

Untuk menjangkau lebih banyak masyarakat di Indonesia, saat ini Viu telah menjalin kemitraan strategis dengan Telkomsel, IndiHome dan Samsung. Bagi pelanggan IndiHome Fiber-to-the-Home (FTTH), konten Viu bisa dinikmati melalui paket bundle dari Telkom dengan jaringan FTTH. Sementara itu untuk operator Telkomsel, nantinya juga akan diberikan paket khusus untuk pelaggan pra bayar dan pasca bayar Telkomsel di seluruh Indonesia.

“Untuk semua pengguna operator Telkomsel nantinya akan diberikan paket data khusus (bundling), dan mengedepankan teknologi 4G LTE Telkomsel, sehingga menyaksikan tayangan Viu di smartphone menjadi lebih cepat dan tentunya nyaman” kata VP Prepaid & Broadband Marketing Telkomsel Ririn Widaryani.

Sementara itu melalui kemitraan dengan Samsung, para pengguna samsung Galaxy yang memiliki smartphone atau tablet dapat mengakses seluruh konten Viu saat mengaktivasi layanan “penawaran kemitraan Viu” yaitu gratis selama 12 bulan.

Viu nantinya akan berkompetisi langsung dengan layanan video-on-demand dan streaming lainnya yang telah hadir di Indonesia seperti Netflix, Hooq, Tribe dan iFlix.