Laporan JustWatch: Netflix Kuasai Pangsa Pasar Video Streaming Indonesia Sepanjang 2023

Netflix menjadi pemimpin pasar video streaming di Indonesia pada kuartal 4 2023 menurut laporan termutakhir yang dirilis oleh JustWatch. OTT asal Amerika Serikat ini stabil menguasai pangsa pasar selama tiga kuartal berturut-turut (Q2-Q4) sepanjang 2023, dengan angka 23%, 24%, 24%.

Menyusul Netflix, ditempati oleh Disney+ Hotsar yang tumbuh stabil di urutan kedua, hampir tiga kali lebih besar dari Prime Video. Pangsa pasarnya hanya beda 2% dari Netflix, yakni 22% pada Q4 2023. JustWatch juga mencatat pertumbuhan positif dari Iflix dan Viu. Masing-masing sebesar 16% dan 12%.

Satu-satunya OTT lokal, Vidio berada di urutan ke-5 untuk pangsa pasar sepanjang 2023. Di Q4 saja, Vidio memiliki pangsa pasar sebesar 11%. Angka ini hanya naik 1% dari tiga kuartal sebelumnya yang stabil di angka 10%.

Pengguna berbayar

Selain JustWatch, sebelumnya laporan lainnya yang dipublikasi Media Partner Asia (MPA) Media Partner Asia (MPA) mengungkapkan, Vidio memiliki 4 juta pelanggan berbayar alias terbanyak di Indonesia sepanjang 2023. Viu menyusul di posisi selanjutnya dengan lebih dari 3,5 juta pelanggan.

Posisi selanjutnya diisi oleh Disney+ Hotstar, jumlah pelanggannya beda tipis dengan Viu. Terakhir, diisi oleh Netflix dengan jumlah pelanggan berbayar sebanyak lebih dari 2 juta orang.

Diestimasi konten video di Asia Pasifik telah mencapai pendapatan $145 miliar pada 2023 dan diperkirakan terus bertumbuh sampai $165 miliar pada 2028 mendatang. Industri ini terus mengalami pergeseran signifikan dari TV ke platform online dalam hal konsumsi, keterlibatan, dan monetisasi.

Salah satu bisnis yang terdorong atas tren tersebut adalah SVOD (subscription video on-demand).

“Setelah melemah pada Q2 2023, pasar SVOD Indonesia telah pulih dengan permintaan yang lebih berkelanjutan berkat konten olahraga, lokal, dan Korea. Konten olahraga dan lokal tetap menjadi mesin utama bagi Vidio yang telah memimpin pertumbuhan kategori pada Q4 tahun 2023 dan diperkirakan akan tumbuh dengan pesat pada tahun 2024 dengan keseluruhan kategori diperkirakan akan menambah 1,3 – 1,4 juta pelanggan baru pada tahun 2024,” ujar CEO Media Partners Asia Vivek Couto.

Visinema Perkuat Jajaran Manajemen untuk Optimalkan Lini Bisnisnya

Visinema mengumumkan penunjukan mantan Country Manager Walt Disney Indonesia Herry Salim sebagai Presiden Grup perusahaan sekaligus CEO Visinema Studios. Secara bersamaan mereka juga mengumumkan penunjukan Aldi Haryopratomo sebagai komisaris. Penguatan jajaran manajemen ini dilakukan untuk perluasan bisnis perusahaan.

Didirikan sejak tahun 2008, Visinema saat ini menaungi sejumlah unit produksi yang terdiri dari  Visinema Pictures, Visinema Content, dan Visinema Studios; kemudian layanan distribusi digital melalui Bioskop Online; serta pengembangan Intellectual Property (IP).

Sebelumnya melalui Visinema Studios mereka menelurkan sejumlah IP lokal, sebut saja dari seri animasi Nussa, serial Filosofi Kopi, film Keluarga Cemara, hingga seri film anak Domikado dan Jumbo. Herry akan banyak bertugas mengembangkan IP berikutnya, sembari mengeksplorasi potensi industri kreatif di Indonesia.

“Saya percaya potensi industri kreatif Indonesia bisa sebesar Korea atau Hollywood. Namun untuk merealisasikan potensi industri, tidak bisa hanya mengandalkan kreasi berkualitas saja, tapi harus dilengkapi manajemen yang kuat dan ekspansi lini usaha ke ranah IP,” ujar Founder & CEO Visinema Angga Dwimas Sasongko.

Ia melanjutkan, “Oleh karena itu, Visinema dengan bangga merangkul pemimpin dengan pengalaman industri hiburan dan pengembangan IP yaitu Herry Salim, dan juga Aldi Haryopratomo yang telah terbukti mampu membangun fondasi bagi perusahaan untuk berkembang pesat, seperti halnya di sektor teknologi.”

Potensi konten video dan film terus meningkat

Menurut data Media Partners Asia, investasi konten video dan film Indonesia meningkat 13% di tahun 2022 senilai $979juta, terbesar di Asia Tenggara. Di tengah geliat tersebut, satu tahun terakhir Visinema telah mencetak berbagai pencapaian.

Dari sisi produksi film, Visinema Pictures telah menghasilkan hits seperti “Mencuri Raden Saleh” yang telah ditonton lebih dari 2,3 juta penonton bioskop dan juga “Hari ini Akan kita Ceritakan Nanti” salah satu top-10 Netflix. Di ranah distribusi, Bioskop Online telah diakses oleh lebih dari 11 juta penonton dengan lebih dari 200 konten lokal dari 100+ pembuat film di 15+ provinsi Indonesia.

“Berdasarkan pengalaman saya di industri hiburan global, saya percaya Visinema memiliki potensi untuk jadi katalis perkembangan industri hiburan di Indonesia. Angga dan tim Visinema telah menguasai cara storytelling yang mengena di hati menonton Indonesia. Sekarang saatnya Visinema naik kelas tidak hanya dari sisi kreatif namun juga distribusi serta komersial. Ekspansi ini juga akan memaksimalkan potensi industri kreatif Indonesia agar bisa semakin mengglobal,” ungkap Herry

Aldi menambahkan, “Industri kreatif, termasuk film, memiliki dampak langsung ke sektor lain. Karena kesuksesan K-Drama, produk Korea dari makanan, kosmetik, fesyen hingga pariwisata digemari masyarakat seluruh dunia. Selain itu, IP yang dihasilkan oleh perfilman bisa menyebar luas tanpa distribusi fisik, sama halnya dengan teknologi. Saya yakin Visinema akan terus membawa cerita, budaya dan produk Indonesia mendunia.”

Di lini produksi konten, peluangnya memang sangat lebar di pasar Indonesia untuk menghasilkan berbagai seri dan film lokal. Sementara untuk platform distribusi, tampaknya Visinema harus bekerja ekstra agar bisa memenangkan pasar OTT yang masih sangat dinamis dan dipenuhi kompetisi.

Laporan MPA terbaru menyebutkan, pada H1 2023 Netflix, Prime Video, Viu, iflix, HBO Go, dan Vidio menjadi layanan streaming yang saat ini banyak dipakai masyarakat Indonesia.

Terlepas dari persaingan vertikal, sebenarnya industri ini juga tengah dihadapkan pada pergeseran cara orang mengonsumsi konten. Masih dari laporan yang sama disebutkan, fenomena TikTok membuat pertumbuhan pelanggan baru SVOD menurun secara yoy. Tercatat hanya sekitar 7 ribu pelanggan baru di paruh pertama tahun ini, turun dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar 3,7 juta pelanggan.

Untuk memaksimalkan bisnisnya, Visinema didukung oleh sejumlah pemodal ventura. Awal tahun 2020 lalu, mereka mengumumkan pendanaan seri A senilai $3,25 juta. Putaran ini dipimpin oleh Intudo Ventures, didukung investor sebelumnya yakni GDP Venture dan Ancora Capital. Di tahap awal, perusahaan telah mendapatkan investasi dari GDP senilai US$2 juta.

Application Information Will Show Up Here

GoPlay Ganti Identitas Menjadi Everywhere.id

GoPlay memperkenalkan Everywhere.id sebagai identitas barunya, menggantikan nama mereknya saat ini. Identitas tersebut menandai langkah awal GoPlay sebagai perusahaan independen pasca-lepas kepemilikannya dari induk usaha PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (IDX: GOTO).

“Sejak awal, visi kami tidak berubah. Kami ingin mendukung kreator konten di Indonesia, membantunya mendapat lebih banyak panggung dan meningkatkan pendapatan mereka. Brand Everywhere.id akan lebih lanjut memperkuat posisi kami [di industri kreatif],” ungkap CEO Everywhere.id Edy Sulistyo dalam kesempatan wawancara dengan DailySocial.id.

Edy juga memperkenalkan Everywhere.id sebagai produk terbarunya menggantikan video-on-demand yang selama ini menjadi poros bisnis perusahaan. Everywhere.id menawarkan live stage secara O2O2O (online to offline to online) bagi kreator dan pemilik bisnis di segmen Horeka. Adapun, Edy menyebut bahwa GoPlay telah meninggalkan bisnis video-on-demand sejak beberapa tahun lalu.

Sebagai konteks, beberapa waktu lalu CEO GoTo Patrick Walujo menyatakan akan melepas bisnisnya di bidang hiburan. “Kami sedang proses untuk keluar dari bisnis hiburan karena bukan lagi inti dari strategi kami, dan kami akan terus mencari peluang untuk mendivestasi aset non-inti lainnya,” demikian kata Patrick dalam salinan Earning Call Kinerja 2Q23 pada Selasa (15/8).

GoTo memiliki lini bisnis hiburan yang terdiri dari platform streaming on-demand GoPlay di bawah entitas PT Produksi Kreasi Anak Bangsa, serta platform ticketing management service Go-Tix di bawah entitas PT Global Loket Sejahtera.

Berdasarkan informasi yang kami himpun, GoPlay dan Go-Tix diketahui tidak lagi bernaung di bawah Grup GoTo sejak Agustus 2023. DailySocial.id mencoba mengonfirmasi hal ini ke manajemen GoTo, tetapi pihaknya menolak berkomentar. Dari pantauan di Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), belum ada pengumuman divestasi GoTo di bisnis hiburan.

Ide awal Everywhere.id

Edy bercerita bagaimana pandemi Covid-19 membawa dampak positif terhadap perilaku masyarakat Indonesia, baik dalam memproduksi maupun mengonsumsi sebuah konten. Selama pandemi, kreator melatih kemampuan berbicara dan membekali diri dengan peralatan dalam mendukung produksi konten. Ini membuat kualitas kreator kini menjadi lebih siap pasca-pandemi.

Hanya saja, ungkapnya, muncul tantangan baru seiring dengan kembalinya aktivitas luar ruang. Sejumlah kreator di daerah sulit mendapat pekerjaan karena keterbatasan geografis. “Situasi ini memicu terjadinya oversupply kreator di sejumlah kota. Kreator daerah terhalang kondisi geografis, ada ketimpangan. Pain point kami clear, membantu mereka dapat panggung,” ujar Edy.

Melihat tantangan tersebut, muncul ide untuk mengembangkan sebuah teknologi yang memungkinkan kreator, seperti penyanyi, pemain alat musik, hingga instruktur olahraga, untuk tampil secara real-time dengan konsep O2O2O. “Bagaimana kita bisa buat kreator tampil di mana-mana secara online dan offline tanpa dibatasi oleh kondisi geografis,” tuturnya.

Keluarannya ada dua; sistem operasi PlayOS dan perangkat playbox untuk menampilkan tayangan dari kreator. Edy menjelaskan, PlayOS adalah sistem operasi yang dikembangkan sendiri, memakai engine bawaan platform GoPlay dan dimodifikasi kembali. PlayOS dapat dipasang di berbagai perangkat lain dengan ukuran layar variatif, seperti TV atau proyektor.

Sementara, playbox memungkinkan kreator untuk tampil secara live dari lokasinya. Playbox dapat dipasang di restoran, kafe, atau tempat lainnya. Edy menegaskan bahwa kualitas tayangan dapat tetap optimal meski di kawasan dengan koneksi 3G sekalipun. “Perangkat ini kami manufaktur sendiri karena teknologi di belakangnya sangat kompleks,” tambahnya.

DailySocial.id berkesempatan menyaksikan langsung playbox Everywhere.id yang telah dipasang di food court sebuah mal Jakarta Selatan. Bentuknya menyerupai pendingin ruangan berukuran tinggi dan besar. Playbox menampilkan penyanyi yang tampil secara live. Audiens di mal dan penyanyi dapat saling berinteraksi dua arah layaknya video call lewat ponsel. Layar playbox memiliki fitur scan yang memungkinkan audiens request lagu, juga ada fitur virtual gift semacam tip.

Model bisnis

Karena modelnya B2B2C, skema tarif paling dasar adalah playbox Everywhere.id dapat disewa/pinjam oleh pemilik bisnis. Jadi tidak ditujukan ke end-user langsung. Everywhere.id menawarkan tarif variatif kepada penyewa yang ingin mengadakan penampilan atau acara tertentu. Ambil contoh, penampilan musik.

Tarif paling dasar adalah Rp150 ribu-Rp200 ribu per hari di mana pemilik bisnis dapat menghemat biaya hingga 85% dari tarif yang biasa dikeluarkan untuk menyewa musisi. Sebagai disclaimer, persentase ini bisa bervariasi karena biaya penampilan musisi di setiap kota/daerah berbeda-beda. Ada juga paket 30 hari dengan biaya Rp5 juta.

“Kalau pemilik venue mengeluarkan biaya lebih murah, ini memungkinkan mereka untuk lebih sering menyewa musisi. This is the best use case of the true sharing economy karena menguntungkan semuanya. Kami ingin mendukung industri kreatif Indonesia supaya kreator bisa meningkatkan pendapatan. Kami meyakini, apabila mereka sudah punya pendapatan yang layak, mereka tidak perlu lagi membuat konten yang bersifat skandal atau sensasional. Otomatis konten yang dihasilkan positif,” kata Edy.

Menurut Edy, belum ada layanan sejenis Everywhere.id di Indonesia maupun di luar negeri, sehingga ia dapat menempatkan posisinya sebagai pelopor penyedia playbox untuk kreator. Kendati tak ada kompetitor sejauh ini, ia mengaku belum menemukan tantangan tertentu untuk melakukan benchmark. “Sejauh ini kami belum menemukan layanan seperti ini, makanya kami ingin mencari benchmark supaya bisa belajar.”

Produk Everywhere.id dikatakan telah beroperasi sejak beberapa bulan lalu, dan mendapat traksi positif dari pengguna. Ia mengaku ada kenaikan pendapatan, trafik, dan loyalitas pelanggan yang diperoleh pelaku bisnis dengan menggunakan produk Everywhere.id. Selanjutnya, Everywhere.id tengah menjajaki kemitraan dengan segmen korporasi.

Application Information Will Show Up Here

Riset JustWatch: Netflix dan Disney+ Jadi Platform SVOD Paling Laris Sepanjang Q1 2023

Maraknya layanan Subscription Video on Demand (SVOD) telah mengubah perilaku konsumen di Indonesia. Kini pengguna dapat mengakses berbagai konten di berbagai genre, memungkinkan mereka menjelajahi acara, film, dan dokumenter baru dari seluruh dunia.

Beberapa platform SVOD besar yang beroperasi di Indonesia adalah Netflix, iFlix, Disney+ Hotstar, Vidio, HBO Go, Prime Video, WeTV, hingga Viu. Platform-platform ini bersaing untuk menangkap permintaan konten SVOD yang terus meningkat di kalangan konsumen Indonesia.

Baru-baru ini JustWatch, merilis laporan SVOD untuk kuartal pertama tahun 2023, memberikan wawasan tentang layanan streaming yang terus berkembang. Laporan ini menawarkan pemahaman mendalam tentang tren, preferensi, dan dinamika pasar platform SVOD, menyoroti kebiasaan streaming pemirsa di seluruh dunia.

Persaingan Netflix dan Disney+ Hotstar

Secara umum laporan JustWatch menampilkan lanskap layanan streaming, memeriksa kehadiran pasar, konten, dan keterlibatan pengguna dari berbagai penyedia SVOD. Dengan basis data ekstensif di lebih dari 70 negara, JustWatch menganalisis data dari jutaan pengguna untuk menawarkan pemahaman mendalam tentang industri streaming.

Di Indonesia sendiri tercatat, saat ini ada 7 layanan SVOD yang paling banyak diakses oleh pengguna dan secara khusus diamati secara detail antara lain Netflix, Disney+hotstar, iFlix (+ WeTV), Viu, Vidio, Prime video dan HBO Go.

Dalam laporan tersebut terungkap, market share untuk Indonesia di kuartal I tahun 2023, Netflix dan Disney+hostar masih menjadi platform SVOD terbanyak yang diakses oleh pengguna di Indonesia sebanyak 22%. Disusul oleh iFlix sebanyak 16%, Viu 12%, Vidio platform lokal sebanyak 10%, kemudian Prime Video dari Amazon sebanyak 9%, dan yang terakhir adalah HBO Go sebanyak 6%.

Dari laporan tersebut juga terungkap Netflix, iflix, dan Viu menunjukkan pertumbuhan positif dengan masing-masing pertumbuhan hingga +1%. Sementara itu Prime Video dan Disney+hotstar masih berjuang untuk mengikuti pasar, dengan penurunan market share masing-masing sebesar -1%.

Dengan memahami variasi regional dan pola keterlibatan pengguna, penyedia dapat menyesuaikan penawaran mereka untuk memenuhi permintaan pasar tertentu dan memaksimalkan basis pelanggan mereka.

Sementara di laporan JustWatch tahun 2022 lalu tercatat, Disney+ Hotstar mendominasi pasar OTT dengan persentase pangsa pasarnya mencapai 23%. Kemudian, secara berurutan disusul Netflix (21%), iflix (15%), Viu (12%), Vidio (10%), Prime Video (9%), HBO GO (7%), dan lainnya (3%). Vidio kembali menjadi satu-satunya platform OTT lokal, dengan angka dua digit melesat dari tahun sebelumnya.

Strategi SVOD menjangkau pengguna

Dalam laporan yang dirilis oleh Media Partners Asia terungkap, pertumbuhan pendapatan Netflix pada tahun 2023 berasal dari pasar Australia yang menguntungkan namun tersaturasi, di mana kinerja Netflix secara bertahap akan didukung oleh pertumbuhan iklan. Sementara itu tingkat pertumbuhan Netflix yang kuat di Jepang dan Korea Selatan, telah menghasilkan pendapatan per pengguna yang tinggi, didukung dengan keuntungan materi dan kontribusi dari negara India, Indonesia, Filipina, dan Thailand.

Pada Februari 2023, perusahaan juga mengumumkan penyesuaian harga di Asia Tenggara. Hal ini diklaim dapat menambah jumlah pengguna di Asia Tenggara, dan dapat bersaing dengan platform SVOD lainnya.

Semantara itu Vidio sebagai satu-satunya platform SVOD lokal yang masuk dalam laporan JustWatch, berambisi dapat mendorong pertumbuhan dan memperkuat posisinya sebagai OTT lokal terkemuka. Menurut laporan dari Media Partner Asia, pada kuartal I 2022, Vidio menjadi platform OTT posisi teratas berdasarkan pengguna aktif bulanan (monthly active user/MAU) dan total durasi menit streaming (minute streamed). Perusahaan terus menambah katalog kontennya di bidang olahraga dan diklaim sebagai terlengkap di Indonesia.

Daftarnya mulai dari Piala Dunia FIFA 2022 Qatar, English Premier League, Liga sepak bola Indonesia (Liga 1, Liga 2, dan Liga 3), Liga Champions UEFA dan UEL, NBA, Liga sepakbola Eropa (Serie A, La Liga, Ligue 1), FA Cup, Formula One, Liga bola voli profesional Indonesia (ProLiga), Liga Bola Basket Indonesia (IBL), Women’s Tennis Association (WTA), dan ragam pilihan konten olahraga premium lainnya. Tak hanya itu, Vidio terus aktif merilis konten original hingga tiga judul setiap bulannya.

Rangkuman OTT 2022: Disney+ dan Netflix Kuasai Pangsa Pasar Indonesia

Perkembangan video streaming terus menjadi isu yang menarik bagi Indonesia dengan populasi terbesar keempat di dunia. DailySocial.id mengompilasi berbagai sumber mengenai persaingan platform OTT populer yang banyak digunakan oleh orang Indonesia dan konten apa yang paling banyak dinikmati sepanjang 2022.

Dalam data termutakhir yang dirilis JustWatch, Disney+ Hotstar mendominasi pasar OTT dengan persentase pangsa pasarnya mencapai 23%. Kemudian, secara berurutan disusul Netflix (21%), iflix (15%), Viu (12%), Vidio (10%), Prime Video (9%), HBO GO (7%), dan lainnya (3%).

Vidio kembali menjadi satu-satunya platform OTT lokal, dengan angka dua digit melesat dari tahun sebelumnya.

JustWatch

Angka pangsa pasar ini semakin berbicara jika membandingkan pertumbuhannya dari data di 2021. Saat itu, Netflix jadi pemimpin dengan pangsa pasar 21% dan Disney+ sebesar (22%). Sementara itu, Vidio angkanya masih single digit (5%) berada di urutan ke-7, setelah Prime Video.

Informasi menariknya, meski baru seumur jagung Prime Video mampu mencetak pertumbuhan yang signifikan. OTT ini baru resmi di Indonesia pada 1 Agustus 2022, bersamaan dengan negara ASEAN lainnya, yakni Thailand dan Filipina. Dalam data JustWatch, pada 2021, pangsa pasar Prime Video saat itu berada diangka 7%.

Data regional

Dalam laporan bertajuk “SEA Online Video Consumer Insights & Analytics”, di lima negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand), Netflix dan Viu mengambil posisi tiga teratas dengan jumlah pelanggan berbayar tertinggi dan pangsa pasar gabungan sebesar 52%.

Dipaparkan juga sepanjang tahun lalu terdapat 48,4 juta pelanggan yang membayar layanan SVOD (subscription video on demand), dengan pertumbuhan hampir 4,6 juta pelanggan baru pada kuartal IV 2022. Ini adalah pertumbuhan tertinggi sejak kuartal II 2021 dengan angka 5,1 juta pengguna baru.

Bila dikompilasi pengguna berbayar yang baru bergabung sepanjang 2022 saja sebanyak 11,8 juta orang. Indonesia disebutkan berkontribusi 50% terhadap pertumbuhan di kuartal IV dan 51% untuk keseluruhan tahun 2022.

Sementara itu, Vidio dan Viu menjadi kontributor terbesar dengan menyumbang 51% dari pelanggan baru. “Kedua platform telah membangun corong akuisisi pelanggan yang kuat melalui model freemium, dengan fokus yang berkembang pada konten berbayar dan pelanggan,” kata laporan itu.

Indonesia dan Thailand tetap menjadi pasar SVOD terbesar di Asia Tenggara pada 2022, mempertahankan 75% agregat langganan SVOD. Netflix, Viu, dan Disney memiliki 52% dari total langganan SVOD di Asia Tenggara.

Analis MPA menyampaikan, upaya pelokalan Prime Video di Indonesia, Filipina, dan Thailand sukses membuat daya tarik yang kuat dengan penambahan bersih 400 ribu pengguna baru. Indonesia menjadi pasar terkuat bagi OTT milik Jeff Bezos tersebut, momentumnya didorong oleh konten dari Korea dan lokal.

Tak hanya itu, Prime Video juga meniru strategi awal yang digunakan Disney+, yakni menggandeng eksklusif operator telekomunikasi dengan basis pengguna terbesar di Indonesia, Telkomsel. Dalam kerja sama tersebut, setiap pembelian paket data pengguna dapat menikmati konten di Prime Video tanpa batas. Terdapat pula tim lokal terdedikasi yang bertugas untuk memasarkan konten dengan skala penuh, sehingga pengalamannya benar-benar dilokalkan.

Kendati Amazon agak terlambat memperkenalkan layanannya di ASEAN. Namun, potensi dari industri video streaming yang ditawarkan di kawasan ini sebesar 180 juta konsumen dengan 8 miliar jam konten OTT per bulan di seluruh wilayah, menurut sebuah studi dari The Trade Desk, membuat pencapaiannya cukup mengesankan.

Lokalisasi konten

Menurut laporan Nielsen Streaming Content Ratings, dipaparkan Vidio unggul sebagai OTT lokal yang memproduksi 40 konten seri original dalam setahun. Jumlahnya melebihi gabungan seri yang didanai oleh Netflix hingga Disney+ di Indonesia.

Strategi tersebut sukses mengantarkan OTT milik Emtek ini menjadi OTT dengan pertumbuhan konsumsi tertinggi di luar YouTube. Setelah Vidio, posisi selanjutnya diisi oleh Disney+, Netflix, Viu, RCTI+, iQiyi, dan Vision+. Laporan ini berdasarkan survei terhadap 3.700 individu di lebih dari 11 kota besar di Indonesia. Penelitian dilakukan selama Juni-Agustus 2022.

Nielsen juga memaparkan tiap platform memiliki karakternya masing-masing dalam menarik penonton (data per Juli 2022):

  • Vidio: konten lokal dan olahraga
  • Netflix: film dan serial internasional
  • Disney+ Hotstar: film anak dan keluarga
  • Viu: konten Asia/Korea
  • RCTI+: konten olahraga dan sinetron
  • iQiyi: konten Asia dan barat

Poin menarik lainnya yang diungkap adalah profil pengguna OTT (khususnya SVOD) didominasi oleh kelas atas (60%). Nielsen mengkategorikan SVOD ini adalah Netflix dan Disney+. Kedua, kategori AVOD (advertising video on demand) didominasi oleh kelompok menengah (51%), yang terdiri dari platform Vidio, RCTI+, Vision+, iQiyi, dan Viu. Komposisi kelompok menengah terbesar terpusat di linear TV dengan porsi 58%.

Nielsen
Nielsen

MPA lebih merinci mengenai Vidio. Menurut laporan MPA, di Indonesia, Vidio memimpin interaksi video online premium dengan pangsa 25% pada tahun 2022. Piala Dunia FIFA Vidio adalah kontributor utama pertumbuhan. Setelah Piala Dunia, tingkat churn akan ditentukan oleh permintaan pelanggan akan sepak bola lokal dan internasional baru serta serial drama lokal baru.

Lebih lanjut, laporan tersebut paparkan dari seluruh platform SVOD, konten AS mendominasi dengan pangsa pasar 32%, disusul Korea (25%). Sementara di Indonesia, konten lokal menguasai 23% pangsa pasar pemirsa untuk tahun tersebut di pasar Asia Tenggara.

Direktur eksekutif MPA Vivek Couto memperkirakan tahun 2023 para pemain OTT akan sangat terfokus pada retensi pelanggan, manajemen churn, dan penerapan kenaikan harga, terutama di pasar seperti Indonesia yang padat prabayar.

“Pemain kunci akan terus berinvestasi dalam pelokalan dan pemasaran strategis konten premium Korea, AS, dan olahraga, tetapi dengan latar belakang dan mantra investor efisiensi modal,” tambahnya.

MPA

Netflix

Melanjutkan dari laporan MPA, diprediksi investasi konten lokal Netflix mencapai $1,9 miliar pada tahun ini (mewakili 47% pendapatan) akan didorong oleh Korea dan Jepang, diikuti oleh India, Australia, dan sebagian Asia Tenggara. Menurut analis MPA Dhivya T, investasi konten Netflix di APAC ini memiliki dampak global.

“Serial dan anime Jepang, bersama dengan drama dan film Korea, serta film dari Indonesia dan India, telah menempati peringkat tinggi di antara judul streaming teratas secara global selama 12 bulan terakhir hingga Januari 2023,” kata dia.

Sepanjang 2022, Netflix merilis 29 drama Korea eksklusif, enam di antaranya berada di antara 10 judul dengan pencapaian teratas di APAC pada tahun 2022, menurut anak perusahaan MPA, AMPD Research.

MPA

Menariknya, laporan ini berpendapat bahwa drama Korea adalah kategori video premium streaming teratas, merebut hampir 32% dari total penayangan. Akan tetapi Dhivya menambahkan, masih perlu dilihat apakah Netflix akan terus berinvestasi sebanyak tiga hingga tujuh drama Korea baru per kuartal karena laba atas investasi yang masih minim, namun biayanya yang mahal.

Sementara, dalam skala regional APAC, disoroti ada empat konten unggul Netflix dari masing-masing negara, seperti Mismatched (India), The Whole Truth (Thailand), Mom, Don’t Do That! (Taiwan), dan The Big 4 (Indonesia). MPA memprediksi di antara delapan pasar terbesar Netflix di APAC, India dan Indonesia akan tetap menjadi pertumbuhan tertinggi.

Pasalnya, pada kuartal IV 2022, terdapat sembilan film original dari India yang berhasil mendorong jumlah tayangan dan pertumbuhan ARPU (average revenue per user) yang kuat.

Disinyalir jadi salah satu cara untuk mendongkrak jumlah pengguna, pada Februari 2023, Netflix menurunkan biaya langganan. Paket Dasar (Basic) dari sebelumnya Rp120 ribu menjadi Rp65 ribu/bulan dan Paket Standar dari Rp153 ribu jadi Rp120 ribu.

Viu

Diversifikasi konten tak hanya dari Korea, juga telah jadi agenda Viu di tengah persaingan yang ketat. MPA mencatat, tiga hingga lima drama Korea eksklusif Viu per kuartal II-IV mendorong pertumbuhan pelanggan. Dikombinasikan dengan konten variety show maupun drama memberikan diferensiasi kompetitif.

“Upaya menghadirkan konten original dan akuisisi konten free-to-air (FTA) juga berdampak dalam mempertahankan pelangggan.”

CEO Viu dan Managing Director PCCW Media Group Janice Lee mengatakan, konten Viu Original diperluas dan kemitraan distribusi yang ditingkatkan pada tingkat lokal dan regional mendorong pertumbuhan pengguna baru Viu, meningkatkan engagement, dan menghasilkan pertumbuhan yang kuat pada SVOD dan pendapatan AVOD pada 2022.

“Melihat ke depan pada tahun 2023, kami terus fokus untuk menghadirkan rangkaian penawaran konten yang hebat kepada audiens kami, dengan sebagian besar pasar kembali ke masa pra-pandemi [..],” papar Lee.

Induk Viu, PCCW Limited, mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 45% menjadi $206 juta sepanjang 2022 dan mencapai EBITDA positif untuk tahun pertama. Pengguna aktif bulanan (monthly active user/MAU) tumbuh 13% year-on-year menjadi 66,4 juta dan pelanggan berbayar tumbuh lebih dari 45% menjadi 12,2 juta. Tidak dijabarkan kontribusi pengguna dari 16 negara di mana Viu beroperasi.

Viu

Akan tetapi, diklaim pencapaian tersebut membuat Viu berada di posisi teratas dalam kategori MAU selama 12 kuartal berturut-turut dan peringkat kedua dalam pelanggan berbayar, serta menit streaming di seluruh wilayah Asia Tenggara.

Pada tahun lalu, Viu menyajikan sejumlah Viu Original, seperti Again My Life, The Law Cafe, dan Reborn Rich. Drama terakhir ini juga didistribusikan secara global ke lebih dari 170 negara. Perusahaan menjamu para aktor untuk mengunjungi para penggemar dan berinteraksi langsung. Menurut Lee, aktivitas di luar layar ini akan terus dilakukan dalam rangka meningkatkan engagement secara langsung.

“Memasuki tahun 2023, dengan pertumbuhan yang baik pada MAU maupun pelanggan berbayar, strategi Viu adalah menghadirkan konten yang hebat dan lebih banyak pengalaman tatap muka kepada para penggemar sambil memanfaatkan pertumbuhan yang kuat dalam langganan premium dan pasar iklan digital di seluruh wilayah,” pungkasnya.

Fokus Bisnis dan Ekspansi Layanan Tencent Cloud di Asia Tenggara

Cloud computing atau komputasi awan telah merevolusi cara bisnis menyimpan, mengelola, dan memproses data. Dengan infrastruktur yang dapat diskalakan dan model penetapan harga yang hemat biaya. Hal tersebut telah menjadi pilihan yang semakin populer bagi perusahaan yang ingin meningkatkan infrastruktur teknologi informasi. Asia Tenggara pada khususnya dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan populasi yang tergolong “tech-savvy”, merupakan wilayah yang memiliki potensi besar dari penerapan cloud computing atau komputasi awan.

Dalam laporan yang dirilis DSInnovate dan Alibaba Cloud Indonesia bertajuk From Self-built to Cloud Native, Why Do Startup Choose Cloud? terungkap, bisnis digital saat ini dituntut untuk bisa untuk menghadirkan aplikasi dengan kinerja yang andal. Pertumbuhan pelanggan semakin sulit untuk diprediksi; ketika pertumbuhan terjadi dan sistem tidak siap, bisa menghasilkan retensi pengguna yang buruk.

Terlepas dari tantangan tersebut, potensi cloud computing di Asia Tenggara cukup signifikan. Dengan pertumbuhan ekonomi di kawasan ini dan meningkatnya permintaan layanan digital, komputasi awan kemungkinan akan memainkan peran yang semakin penting dalam transformasi digital di Asia Tenggara.

Fokus pengembangan Tencent Cloud di Asia Tenggara

Perwakilan Tencent Cloud / Tencent Cloud

Sebagai salah satu platform cloud computing dari Tiongkok, Tencent Cloud mencoba menghadirkan teknologi dan layanan yang relevan secara global.

Dalam sesi temu media di Singapura beberapa waktu lalu, SVP Tencent Cloud International Poshu Yeung mengungkapkan, fokus awal perusahaan adalah mengembangkan layanan dan teknologi untuk Tiongkok. Namun saat ini perusahaan juga mulai melakukan ekspansi di luar Tiongkok terutama di wilayah Asia Tenggara. Mulai dari Hong Kong (Macau), Thailand, dan tentunya Indonesia.

“Pada dasarnya adalah wilayah Asia Tenggara, karena menurut saya Asia Tenggara saat ini sedang mengalami proses skip generation, jadi mereka melewati one big step dan saat ini mereka melihat perlunya melakukan adaptasi dan adopsi teknologi secara cepat.”

Salah satu keuntungan utama komputasi awan adalah skalabilitas. Karena bisnis di Asia Tenggara terus tumbuh dan berkembang, mereka membutuhkan infrastruktur TI yang dapat mengikuti perubahan kebutuhan. Komputasi awan memungkinkan bisnis dengan cepat dan mudah meningkatkan atau menurunkan sumber daya TI mereka sesuai kebutuhan, tanpa harus berinvestasi dalam hardware dan software yang mahal.

Ditambahkan olehnya lokalisasi kemudian menjadi fokus perusahaan. Dalam hal ini sebelum melancarkan bisnis mereka di negara tertentu, sudah mengikuti aturan dari regulator terkait dan memastikan compliance atau kepatuhan sudah dijalankan secara akurat hingga 100%.

“Kita sudah menjalankan bisnis di Thailand, demikian juga di Indonesia. Secara menyeluruh di wilayah Asia Tenggara kami juga terus mengalami pertumbuhan. Tercatat Tencent Cloud telah mengalami pertumbuhan hingga 3 digit di Thailand dan Indonesia,” kata Poshu.

Membangun dua data center di Indonesia

Sejak tahun 2021 lalu Tencent Cloud sudah membangun dua data center di Indonesia. Perusahaan juga mengklaim masih terus membina relasi dan bekerja dengan pihak terkait di Indonesia, dengan menempatkan tim lokal. Pemain lain yang juga sudah mulai menggelontorkan investasi untuk membangun pusat data di Indonesia adalah Alibaba, Amazon, dan Google.

Sebagai platform yang memiliki konten dalam jumlah yang cukup besar, kehadiran Tencent di Indonesia selama ini telah diperkuat dengan WeTV dan iflix Indonesia. Kedua aplikasi tersebut kini dikelola Tencent, dan menempatkan Lesley Simpson sebagai Country Manager WeTV dan iflix Indonesia.

Disinggung apakah ke depannya Tencent Cloud akan lebih memfokuskan kepada pengembangan konten media seperti VOD hingga OTT di Indonesia. Menurut Poshu hal tersebut merupakan salah satu kekuatan Tencent Cloud, dilihat dari potensi dan demand dari platform OTT di Indonesia.

Ukuran pasar layanan media di wilayah APAC diproyeksikan mencapai $6.9 miliar pada tahun 2026, dengan CAGR sebesar 27% selama empat tahun ke depan. Selain itu, permintaan untuk solusi audio dan video diperkirakan akan meningkat di berbagai industri hilir, dengan sektor e-commerce menunjukkan CAGR terbesar di antara sektor lain termasuk game online, media dan hiburan, perusahaan, dan layanan kesehatan.

“Memanfaatkan pengalaman Tencent selama dua dekade dalam melayani dan menghubungkan lebih dari satu miliar pengguna di seluruh dunia pada platform yang berhubungan dengan konsumen, Tencent Cloud berada dalam posisi yang kuat secara strategis untuk membantu perusahaan mencapai immersive convergence, sebuah konsep yang menggabungkan teknologi dan pendekatan inovatif mengintegrasikan ekonomi digital dan dunia nyata untuk koneksi tanpa batas,” kata Poshu.

Ambisi Rangkai Berdayakan Sineas Lokal Melalui Platform Video-On-Demand

Setelah sempat terpukul ketika pandemi melanda, industri perfilman Indonesia kembali bangkit. Berbagai judul film mulai diproduksi dan tayang, baik di bioskop maupun platform digital. Meskipun begitu, jumlah penonton masih terbilang di bawah standar (sebelum pandemi).

Menurut penelitian, terdapat lebih dari 3000 film Indonesia yang bernasib idle, dibuat namun hanya disimpan. Salah satu penyebabnya ditengarai belum sempurnanya infrastruktur perfilman, terutama ekshibisi atau akses menonton. Hanya ada 517 bioskop di Indonesia, lebih dari 60% berada di wilayah Jabodetabek. Hal ini membatasi akses bagi penonton di kota tier 2 dan 3.

Hal ini menginspirasi Rangkai untuk membuat platform yang bisa mempertemukan film Indonesia dengan penonton baru. Selain itu, rendahnya aksesibilitas tayangan lokal berkualitas dengan harga terjangkau juga menjadi alasan lain hadirnya platform video-on-demand ini. Rangkai memiliki visi untuk menjadi ekosistem digital yang menumbuh-kembangkan ekonomi kreatif Indonesia.

Tidak hanya sekadar layanan platform film online, Rangkai memiliki aspirasi untuk turut membangun dan merangkai sektor perfilman Indonesia, dimulai dari film dan komunitas lokal. Sebagai ekshibitor film, pihaknya berkolaborasi dengan sineas dari berbagai kota di Indonesia. Sehingga, karya lokal dapat ditonton dan dinikmati secara nasional.

Founder & CEO Rangkai Redemptus Rangga mengungkapkan, “Kami tidak membatasi film kami menjadi hanya film naratif yang populer. Kami ingin memberikan wadah pada sineas muda sedari mereka di sekolah menengah untuk dapat menunjukan karyanya. Kami menyimpannya sebagai aset yang dapat terus bergulir sebagai pemasukan pasif sineas.”

Dari sisi pengguna, Rangga juga melihat adanya penurunan minat kepada sistem langganan bulanan. Film-film unggulan tersebar di berbagai OTT dengan sistem langganan bulanan. Hal ini memberatkan pengguna karena mereka harus mengeluarkan dana berlangganan yang lebih besar ketika mereka hanya ingin menonton beberapa film saja di sebuah platform.

Maka dari itu, Rangkai.id menggunakan sistem pay-per-view. Pengguna memiliki keleluasaan untuk memilih dan membayar film-film yang ingin mereka tonton – seperti di bioskop – dengan harga yang terjangkau. Tiket film yang mereka beli berlaku selama 24 jam. Perusahaan juga telah bermitra dengan provider dompet digital untuk menambah opsi pembayaran pengguna.

Rangga juga menambahkan bahwa keberdayaan ekonomi para sineas juga menjadi fokus selanjutnya dalam mengembangkan ekosistem. Oleh karena itu, Rangkai menerapkan sistem bagi hasil, tiap tiket yang terjual akan dibagi 50:50 antara platform dan sineas setelah dipotong pajak.

Perusahaan juga membangun sistem metadata untuk sistem pencaharian pengguna yang lebih akurat. Semakin banyaknya film, semakin sulit pengguna mengingat judulnya. Sistem pencaharian film di Rangkai.id dapat mencari momen spesifik di film tersebut meskipun tidak ada di judul. Misalnya, jika ingin mencari kata “Mobil” di kolom search akan keluar film-film dengan adegan mobil dalam filmnya.

Rangkai juga telah melakukan beberapa kerja sama dengan program pemerintah, festival, komunitas, dan akademisi. Film hasil kurasi dalam program kerjasama dapat ditayangkan di program kami. Sehingga, audiens dari masing-masing program kerjasama diharapkan akan tertarik menjadi pengguna Rangkai untuk dapat menonton karya tersebut.

Dari segi kurasi, Rangkai memastikan bahwa tiap produk film atau konten yang tayang memiliki kualitas yang baik dan mengutamakan inklusivitas dari berbagai kota di Indonesia. Hingga saat ini, Rangkai telah berhasil menjual lebih dari 25 ribu tiket dengan lebih dari 111 koleksi film lokal pilihan.

Ia juga mengungkap 4 hal yang menjadi tantangan selama menjalani legalitas, pendanaan, kepercayaan industri, kesadaran publik dan penjualan. “Saya rasa selain poin legalitas solusinya adalah waktu dan determinasi kami untuk terus menyebarluaskan informasi terkait Rangkai secara benar dan transparan,” ungkapnya.

Untuk perihal legalitas sendiri ini sifatnya lebih kepada peraturan negara, saya rasa untuk poin ini solusinya adalah untuk tetap terus aktif serta berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan hingga kompetitor, untuk dapat bersama membangun wadah yang berdampak baik dan benar bagi masyarakat luas, khususnya sektor perfilman Indonesia.

Potensi dan fokus ke depan

Tidak bisa dimungkiri bahwa pandemi Covid-19 memberikan banyak dampak negatif dan positif di sektor perfilman Indonesia. Tahun ini disebut sebagai momentum yang tepat untuk dapat mengembangkan dan mendorong ekosistem perfilman bersama. Selama dua tahun ke belakang, ketika membangun Rangkai, Rangga turut mengobservasi sektor perfilman Indonesia.

Ia mengungkapkan bahwa sektor perfilman Indonesia memiliki dinamika yang menarik karena berhubungan erat dengan kesenian dan kebudayaan serta menjadi salah satu poin utama di sektor ekonomi kreatif. Rangga pun melihat kenaikan dari sisi kuantitas dan kualitas film Indonesia. Hal ini menjadi salah satu acuan bahwa kondisi perfilman Indonesia saat ini lebih baik dan memiliki potensi yang besar.

Disrupsi teknologi saat pandemi covid-19 menjadi salah satu pengaruh gaya hidup seseorang khususnya dalam mendapatkan kebutuhan hiburan. Meskipun Rangkai.id hadir di masa pandemi, produk kami tidak meresponx secara langsung akan kebutuhan di masa pandemi saja. Keberlanjutan menjadi fokus utama melihat kebutuhan konsumen akan hiburan digital lokal serta sejalan dengan perkembangan teknologi yang ada.

“Harus kami akui, bahwa disrupsi teknologi saat pandemi covid-19 memberikan dampak percepatan edukasi produk Rangkai.id kepada pengguna kami. Selain itu, saat ini mulai terjadi tren pertumbuhan di sektor ekonomi kreatif Indonesia. Rangkai melihat potensi dan kemajuan produk digital ekonomi kreatif, khususnya di sektor perfilman, sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi secara global,” ungkap Rangga.

Fokus perusahaan di tahun pertama adalah mencari bentuk model bisnis yang menuai profit. Perusahaan memutuskan untuk bermain di ranah profit game. “Dan sangat bersyukur, atas kerja-bersama semua pihak khususnya tim kecil kami yang hebat, Rangkai.id sudah membukukan keuntungan/profit di tahun pertama,” tambahnya.

Di tahun ini perusahaan akan mengarahkan fokus pada peningkatan kapasitas SDM, organisasi dan produk. Kami sudah berencana mencari pendanaan untuk mempercepat serta memperluas pertumbuhan organisasi serta unit bisnis kami, agar dapat menjalankan ekosistem yang sirkuler serta menjadi fondasi infrastruktur digital sektor ekonomi kreatif Indonesia khususnya di perfilman.

“Inisiatif kami untuk lebih hyper-local market, hadir secara langsung dan berjalan bersama dengan sineas, transparansi, sharing economy serta berfokus pada pengembangan infrastruktur digital ekonomi kreatif Indonesia,” tutupnya.

Lionsgate Play Gandeng Migo untuk Menjamah Segmen Pengguna Kelas Menengah-Bawah

Platform OTT Lionsgate Play bergabung menjadi mitra baru yang memanfaatkan jaringan distribusi konten digital milik Migo. Lionsgate ingin jangkau pengguna baru di luar target pasar utama yang selama ini terbatas dalam mengakses konten hiburan. Selain Lionsgate, sebelumnya Migo sudah bermitra dengan penyedia OTT lainnya seperti Sushiroll, Genflix, GoPlay, dan Vision+.

“Saya pernah di industri telko, pay TV, ada kesamaan bahwa telko dan dunia entertainment itu adalah kebutuhan semua orang. Saya sudah melihat inovasi ini dari dulu. Inovasi yang diberikan Migo ini sudah memenuhi kebutuhan mass market, yang ingin mencari entertainment tapi tidak boros data,” terang Country Head Lionsgate Play Indonesia Guntur Siboro, Kamis (28/7).

Dia melanjutkan, sejak Lionsgate Play hadir di Indonesia pada tahun lalu, pihaknya sudah bermitra dengan berbagai provider telko dan TV kabel, seperti Telkomsel, First Media, dan Indihome. Namun dari kemitraan tersebut, belum ada yang menjangkau mass market alias di bawah piramida ekonomi terbawah. Solusi tersebut dihadirkan oleh Migo, melalui cloud lokal (Migo Download Station/MDS) yang tersedia di lokasi ritel.

Bersama dengan Migo, kedua perusahaan akan mengurasi konten film yang bakal didistribusikan sesuai dengan target pengguna. Namun Guntur memastikan, konten-konten Hollywood bergenre horor dan komedi menempati posisi tertinggi sebagai konten yang paling banyak ditonton pengguna Migo dalam setahun terakhir.

“Sebenarnya tidak ada batasan [konten mana yang disediakan dari Lionsgate Play], tapi karena di Migo perlu dikurasi mana yang cocok [untuk pengguna Migo] karena beda kalau tayang di platform kita sendiri. Jadi kurasi ini melihat selera penontonnya juga.”

Selama ini masyarakat Indonesia cenderung mengakses konten digital melalui smartphone, namun masih banyak yang memiliki keterbatasan jaringan dan kuota internet. Solusi inilah yang ditawarkan Migo dan dilihat oleh Lionsgate Play sebagai salah satu peluang untuk mencapai lebih banyak lagi lapisan masyarakat di Indonesia untuk menikmati konten hiburan digital tanpa harus berlangganan.

Kondisi tersebut seolah menjustifikasi bahwa para penyedia konten membutuhkan jaringan distribusi Migo yang murah untuk mencakup pasar yang lebih luas. Kenaikan jumlah pengguna Migo diklaim mencapai lebih dari 80% dalam satu tahun terakhir, turut meyakinkan pihaknya untuk bersinergi dengan Migo Indonesia.

Ekspansi jaringan

Secara terpisah, kepada DailySocial.id, Direktur Utama Migo Indonesia Dan Connor menyampaikan pihaknya menargetkan dapat memiliki 10 ribu jaringan yang tersebar di Jawa. Setelahnya, perusahaan akan melebarkan sayap ke luar Jawa dengan mengincar kota-kota di Sumatera dan Sulawesi.

“Sekarang ada 1.400 jaringan yang tersebar di Jawa bagian Barat, seperti Cirebon, Indramayu, Serang. Tapi tahun depan mau ke Sumatera dan Sulawesi.”

Dalam ekspansi jaringan, sambung Connor, pihaknya tidak melihat harus ke kota lapis dua atau tiga, sebab itu hanyalah soal lokasi saja. Yang menjadi perhatian utama perusahaan adalah titik tersebut tidak dilewati oleh orang-orang berekonomi kelas atas, sehingga tidak melihat kota tersebut adalah kota metropolitan atau bukan. Di Jakarta sekalipun tetap memiliki kelompok orang menengah ke bawah.

“Jadi tempat yang kita pilih sebagai warung dengan populasi yang diisi oleh orang-orang ekonomi kelas menengah ke bawah”

Sebutan Warung Migo ini sebetulnya adalah tempat usaha kecil, entah itu berupa warung kelontong, foto kopi, warung kopi, perkantoran, bahkan stasiun kereta, yang dapat ditempatkan cloud lokal MDS dan menjual paket-paket menonton. Connor menyebut, dari 1.400 jaringan yang tersedia, sekitar 80% berbentuk usaha kecil.

Di titik jaringan tersebut, menyediakan jaringan Wi-Fi yang dapat dihubungkan dengan perangkat untuk mengunduh konten film sepuasnya. Setiap film yang tersedia di Migo hanya kurang dari 60 detik untuk diunduh. Konten tersebut dapat dinikmati tanpa buffering, makan kuota internet, dan iklan. Pengguna dapat memilih paket seharga Rp3 ribu untuk sehari dan termahal Rp120 ribu untuk satu tahun. Pilihan lainnya mulai dari tujuh hari, 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan.

Selain menambah kemitraan dengan pemilik usaha kecil, Migo juga merilis inovasi baru transfer film secara peer-to-peer (P2P). Fitur ini seperti aplikasi Share It yang memungkinkan pengguna dapat membagikan file tanpa memakan jaringan internet.

Connor menjelaskan, file film yang dibagikan ke perangkat lain itu sudah dilisensi dengan jaminan tidak ada virus, rusak (corrupt), dan sebagainya. Selayaknya men-transfer file melalui ShareIt, pengguna dapat berbagi file film yang sudah mereka unduh ke rekan-rekannya yang belum menjadi pengguna Migo.

Inovasi ini selain mendorong strategi akuisisi pengguna baru, juga memungkinkan perangkat smartphone yang dipakai oleh pengguna Migo menjadi titik jaringan MDS baru, sebab membagikan file-nya ke pengguna lain. Tanggapan yang diterima dari pengguna, sambungnya, luar biasa positif.

“Ada pengguna kami yang berkunjung ke Jakarta tapi tempat tinggalnya di Tegal. Ia menjadi pengguna Migo dan mengunduh banyak film dari HP-nya. Begitu pulang, ia membagikan film-film tersebut ke keluarganya. Akhirnya dia menghubungi CS kami untuk di-install-kan MDS agar bisa berbagi dengan yang lain,” pungkasnya.

Sebagai catatan, MNC Vision Networks, pemilik OTT Vision+, merupakan jajaran investor Migo yang mengucurkan investasi senilai $40 juta pada September 2021. Dalam kesepakatan tersebut, sekaligus mengumumkan Presiden Direktur MNC Vision Networks Ade Tjendra dan Marketing Head Presiden Direktur MNC Vision Networks Clarissa Tanoesoedibjo sebagai Dewan Komisaris Migo Indonesia.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Netflix Gandeng Telkom untuk Rangkul Lebih Banyak Pengguna di Indonesia

Hampir dua tahun usai pembukaan blokir, Telkom akhirnya mengumumkan kerja sama dengan platform streaming Netflix. Kerja sama ini menghadirkan paket bundling pada layanan IndiHome dan Telkomsel, baik untuk pelanggan baru maupun existing.

“Kolaborasi dengan Netflix menjadi salah satu konsep IndiHome dalam mewujudkan window of entertainment bagi para pelanggan. Kemudahan melakukan pembayaran juga menjadi prioritas kami dalam kolaborasi ini,” ujar Direktur Consumer Service Telkom Venusiana dalam keterangan resminya.

Direktur Marketing Telkomsel Derrick Heng ikut menambahkan, kolaborasi ini dapat memperkuat posisi Telkomsel sebagai ‘The Home of Entertainment’ untuk membuka akses ke berbagai platform hiburan digital dan meningkatkan kualitas gaya hidup digital pelanggan.

“Kami mengedepankan layanan berbasis customer-centric yang didukung dengan ketersediaan konektivitas digital berteknologi broadband terdepan yang merata dan berkualitas hingga pelosok negeri,” tutur Derrick.

Bagi pengguna IndiHome, paket bundling dengan Netflix dapat dinikmati sebagai layanan add-on. Untuk aktivitasi, pelanggan existing tinggal mengklik tautan yang dikirimkan Netflix ke email terdaftar di aplikasi myIndiHome atau kanal lainnya.

Bagi pengguna Telkomsel, pelanggan Prabayar maupun Telkomsel Halo dapat berlangganan setiap bulan tanpa perlu menggunakan kartu kredit. Telkomsel menyediakan varian paket bundling kuota data dan berlangganan Netflix untuk 1 bulan mulai dari Rp62 ribu dengan pembayaran lewat pulsa.

Jika dibandingkan dengan paket yang sudah ada, paket bundling terbaru sedikit lebih mahal. Sebagai catatan, paket berlangganan untuk smartphone berkisar Rp54 ribu per bulan. Namun, layanan ini hanya dapat diakses lewat satu perangkat saja.

Sementara, paket bundling terbaru ini sudah termasuk akses ke berbagai perangkat seperti TV, laptop, smartphone dan tablet. Biaya langganan juga akan tergabung dalam satu tagihan bulanan. Keduanya sama-sama menawarkan nilai tambah tergantung dengan kebutuhan dari pelanggan. 

Pemblokiran akses

Kolaborasi ini tampaknya telah lama dinantikan oleh banyak pengguna Telkom pasca-konflik pemblokiran akses beberapa tahun silam. Apalagi, Telkom (IndiHome dan Telkomsel) menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar telekomunikasi di Indonesia.

Sedikit kilas balik, Telkom pertama kali memblokir akses Netflix pada 27 Januari 2016. Terhitung mulai pukul 00.00 WIB saat itu, seluruh sambungan internet Telkom tidak dapat mengakses Netflix. Pemblokiran ini pun berlaku ke seluruh penggunanya, mulai dari IndiHome, WiFi.id, dan Telkomsel.

Kala itu, dalih Telkom memblokir Netflix karena platform tersebut tidak memenuhi regulasi di Indonesia. Selain itu, pemblokiran ini disebut karena ada konten berbagai pornografi yang di platform tersebut. Kemudian hampir 4,5 tahun berselang, Telkom pun menyerah dan membuka akses Netflix ke seluruh penggunanya pada 7 Juli 2020.

Jumlah pengguna Netflix global / Diolah kembali oleh Katadata

Menariknya, sebelum kolaborasi ini diumumkan, Telkomsel sudah lebih dulu bekerja sama dengan Disney+ untuk menghadirkan paket layanan. Menurut survei Media Partners Asia (MPA), Disney+ bisa lebih cepat unggul penetrasinya karena menggandeng operator seluler lokal. Padahal, Disney+ baru masuk Indonesia per September 2020 kemarin.

MPA melaporkan jumlah pengguna Disney+ di Indonesia mencapai 2,5 juta, sedangkan Netflix yang sudah mengudara di tanah air sejak 2016 baru mengantongi 850 ribu per Januari 2021. Netflix pun masih kalah dari platform on-demand Viu yang memiliki 1,5 juta pengguna di periode tersebut.

Dapat dikatakan bahwa kolaborasi dengan operator seluler menjadi strategi kunci untuk memudahkan jalan masuk terhadap model pembayaran layanan dengan opsi pulsa. Dompet digital juga bisa jadi opsi pembayaran, tetapi belum semua masyarakat memakainya terlepas dari awareness-nya yang terus tumbuh. Pelanggan seluler di Indonesia masih bergantung pada pengisian pulsa.

Dari sudut pandang operator, kerja sama dengan platform streaming dapat berpotensi meningkatkan ARPU pelanggan. Operator dapat meningkatkan nilai tambah mereka sebagai penyedia jaringan.

Kolaborasi antara Telkomsel dan Disney+ juga dinilai strategis karena memberikan akses layanan Disney+ secara gratis pada paket data. Dalam pengamatan kami, operator XL Axiata pun memberikan akses gratis (semacam add-on) layanan Netflix pada beberapa paket data.

Persaingan platform on-demand

Cara-cara tersebut dapat membantu meningkatkan jumlah pelanggan–meski tidak secara organik–untuk memenangkan kompetisi di pasar streaming dan on-demand Indonesia.

Berbeda dengan Netflix yang tidak menggunakan skema iklan, platform streaming milik EMTEK, Vidio memakai skema tayangan premium dan iklan. Berbeda dengan platform on-demand sejenis, Vidio memperkuat posisinya dengan masuk ke konten olahraga yang dinilai punya peminat signifikan di Indonesia. Saat ini Vidio punya 62 juta pengguna, di mana 2,3 juta di antaranya adalah pelanggan berbayar.

Dalam konteks preferensi, survei The Trade dan Kantar melaporkan bahwa drama Korea menjadi konten paling favorit bagi 74 persen penonton OTT perempuan di Indonesia. Sementara, sebanyak 61 persen penonton laki-laki memilih konten berbau olahraga.

Total penonton Indonesia di platform OTT mencapai 83 juta dengan total menonton sebanyak 3,5 miliar jam setiap bulannya atau rata-rata 41,4 jam per bulan tiap penonton.

Application Information Will Show Up Here

Vidio Miliki 62 Juta Pengguna, Perbanyak Hak Siar Olahraga untuk Tingkatkan Pelanggan Berbayar

Vidio makin percaya diri menjadi penantang lokal untuk platform over-the-top (OTT), khususnya di layanan video on-demand (VOD). Berbagai upaya dilakukan, mengingat saat ini potensi penonton VOD semakin besar di Indonesia. Menurut hasil riset terbaru The Trade Desk dan Kantar, 1 dari 3 orang Indonesia menonton OTT dengan tingkat pertumbuhan 25% yoy.

Melalui grup perusahaannya, EMTEK, Vidio akan segera menyiarkan perhelatan olahraga yang cukup signifikan peminatnya, yakni Piala Dunia dan Liga Inggris, untuk melengkapi konten-konten olahraga yang sebelumnya ada. Dinilai ini akan menjadi langkah penting dalam meningkatkan jumlah pengguna, khususnya pelanggan berbayar. Karena untuk mengakses tayangan olahraga premium tersebut pengguna harus berlangganan di paket khusus yang disediakan.

“Vidio juga terus berusaha untuk semakin memantapkan posisinya sebagai platform OTT ‘home of sports’ yang selalu menyajikan tayangan olahraga dan hiburan terbaik serta terlengkap. Vidio pun menargetkan akan terjadinya pertumbuhan eksponensial di tahun 2022 ini” ujar Managing Director Vidio Monika Rudijono kepada DailySocial.id.

Saat ini, Vidio berbagai pertandingan sepakbola dari liga-liga terbaik dunia dan lokal seperti: BRI Liga 1, Liga 2, Liga 3, LaLiga, UEFA Europa League, UEFA Champions League, hingga puncaknya World Cup Qatar 2022. Tak ketinggalan ada juga cabang olahraga basket seperti NBA dan IBL, serta tenis dalam ajang WTA (Women’s Tennis Association), hingga balap Formula 1 yang tengah berlangsung pada bulan Maret ini hingga November 2022 mendatang.

Statistik pertumbuhan bisnis

Turut disampaikan oleh Monika, hingga penutupan Q4 2021 Vidio telah mengalami peningkatan jumlah monthly active users (MAU) mencapai 62 juta pelanggan. Di antara basis penggunanya, 2,3 juta di antaranya adalah pengguna berbayar.

“Vidio menutup Q1 2022 dengan pertumbuhan pelanggan berbayar 1,9x dibandingkan Q1 2021,” imbuhnya.

Mengutip laporan Media Partner Asia Q4 2021, Vidio mendapatkan peringkat #1 untuk OTT di Indonesia, didasarkan pada MAU dan durasi tonton para penggunanya. Sementara itu untuk jumlah pelanggan berbayar, Vidio ada di peringkat #3 setelah Netflix dan Viu.

Vidio sendiri memiliki posisi yang unik, selain dengan konten berseri dan film seperti yang dimiliki Netflix, mereka juga menayangkan program live – termasuk siaran dari televisi lokal. Makin relevan lagi di saat penetrasi smart TV semakin meningkat.

Masih dari hasil riset The Trade Desk, saat ini penonton OTT dengan smartphone masih mendominasi, namun demikian penggunaan smart TV juga semakin meningkat di angka 29%. Bahkan dari survei yang dilakukan, 27% pengguna OTT berencana membeli smart TV baru dalam 6 bulan mendatang.

Strategi penguatan bisnis

Dengan varian konten yang dimiliki, Vidio tidak bergantung sepenuhnya kepada model bisnis berlangganan. Karena bagi penonton yang menikmati konten gratis, mereka juga akan disuguhkan dengan iklan layaknya di televisi tradisional. Iklan ini juga menjadi salah satu sumber pemasukan yang signifikan untuk penyelenggara OTT.

Hal ini dikarenakan preferensi pengguna OTT di Indonesia masih sangat divergen. Sebagian besar menikmati platform yang memberikan opsi gratis dengan iklan dan berbayar.

Preferensi pengguna OTT di Indonesia / The Trade Desk, Kantar

Selain meningkatkan kuantitas konten olahraga, disampaikan oleh VP Marketing Vidio Rezki Yanuar dalam sebuah wawancara, strategi yang tengah digenjot adalah melahirkan konten-konten orisinal. Di tahun 2021 sudah mulai agresif, ada 7 serial yang diproduksi dan ditayangkan.

“Persaingan OTT yang paling signifikan adalah konten. Pemasaran dan produk bagus pun percuma kalau tanpa konten yang bisa memenuhi kebutuhan pengguna. Untuk itu kami punya tiga pilar terkait konten, yakni live streaming, sports, dan serial/film orisinal,” imbuh Rezki.

Di luar konten, beberapa strategi bisnis juga digencarkan, termasuk kerja sama dengan operator telekomunikasi. Vidio ditempatkan sebagai layanan add-on untuk pelanggan. Hal ini dianggap jadi langkah efektif karena berpotensi untuk mendapatkan early adaptor lebih banyak.

Application Information Will Show Up Here