Skyegrid Resmi Memulai Era Cloud Gaming Cross-Platform di Indonesia

Seiring bertambah besarnya industri game dan semakin canggih teknologi pendukungnya, cara konsumen menikmati konten turut mengalami transformasi. Hampir setengah abad silam, game hanya bisa dimainkan dengan mengunjungi zona arcade. Kehadiran console mengubah semua itu, membawa masuk kegiatan gaming ke dalam rumah. Lalu berkat dukungan internet, jarak yang memisahkan pemain tak lagi jadi penghalang.

Pertanyaannya kini adalah, ke arah mana industri itu akan berkembang? Di tahun 2000-an, sejumlah visioner membayangkan bahwa di masa depan nanti, aktivitas gaming tak lagi membutuhkan hardware khusus seperti console dan PC. Untuk membuktikan maksudnya, beberapa pionir mencetus konsep cloud gaming. Beberapa nama yang tak bisa dilepaskan dari upaya penggarapannya ialah Crytek dan OnLive.

Namun meski 18 tahun telah berlalu, layanan gaming on demand masih belum tersedia secara merata. PlayStation Now dan GeForce Now yang sudah diriis bertahun-tahun silam boleh dikatakan masih belum terjamah oleh konsumen di Indonesia. Mungkin absennya layanan cloud gaming itu yang mendorong Rolly Edward menggagas XenomX di tahun 2016. Sayang ide tersebut tak pernah lepas landas, hingga ia dan kawan-kawan mendirikan startup dan akhirnya resmi meluncurkan Skyegrid kemarin.

 

Apa itu Skyegrid?

Sejatinya, Skyegrid adalah layanan gaming on demand buatan developer lokal, yang memungkinkan kita menikmati berbagai judul permainan tanpa memerlukan dukungan hardware berperforma tinggi. Skyegrid mungkin bukanlah penyedia cloud gaming pertama di Indonesia, namun mereka turut memastikan konten dapat diakses dari platform berbeda, dari mulai Windows, Mac, Linux hingga perangkat Android dan unit Xbox.

Skyegrid 6

CEO Rolly Edward menjelaskan, alasan diciptakannya Skyegrid adalah karena developer sadar bahwa gaming bukanlah hobi yang murah. Agar bisa bermain, Anda setidaknya harus membeli console dan game-nya. PC memang menawarkan kualitas lebih superior, tapi menuntut biaya yang lebih tinggi pula. Lalu seiring berjalannya waktu, kita juga harus meng-upgrade hardware agar sistem mampu menghidangkan konten dengan optimal.

Skyegrid 1

Via Skyegrid, game bisa dimainkan dari PC desktop atau laptop tua hingga perangkat bergerak berspesifikasi rendah karena pada dasarnya konten diolah oleh server dan kemudian di-stream langsung ke device. Berdasarkan uji coba beta yang dilangsungkan di bulan Juni lalu dan demonstrasi langsung sang CEO di atas panggung, hasilnya terlihat ‘seamless‘. Game seolah-olah dijalankan secara lokal.

Skyegrid 8

Di sesi beta testing tertutup, saya terkesan melihat bagaimana Rise of the Tomb Raider berjalan lancar di 60-frame rate per detik dengan opsi grafis high. Namun live demo kemarin lebih mengagumkan lagi: Tom Clancy’s The Division dimainkan dari empat lokasi berbeda – Jakarta, Singapura, Bandung dan Surabaya – via Skyegrid. The Division merupakan game action role-playing multiplayer dan memerlukan sambungan konstan ke server Ubisoft. Kemampuan Skyegrid menyuguhkan game online tanpa masalah patut diacungi jempol.

Skyegrid 2

Dan karena tiap game dijalankan di server Skyegrid, kita tidak perlu memikirkan soal update. Pelanggan akan selalu disuguhkan versi terbaru dari permainan itu. Developer telah meracik layout kendali agar game-game PC nyaman dinikmati dari perangkat berlayar sentuh, tapi mereka juga sudah melakukan kolaborasi bersama produsen periferal GameSir demi mendukung penyajian konten.

Skyegrid 5

 

Konten

Di momen peluncurannya ini, Skyegrid menyajikan lebih dari 50 permainan dan berkolaborasi bersama tak kurang dari 25 publisher terkenal – misalnya Ubisoft, CD Projekt Red, Epic Games, hingga 2K Games. Developer berencana untuk terus menambah koleksi game mereka, menargetkan 120 judul di akhir tahun nanti.

Skyegrid 3

Tentu saja Skyegrid tidak melupakan developer independen lokal. Mereka juga mengumumkan kerja sama dengan studio asal Bandung pengembang DreadOut, Digital Happiness. Jika mendaftar layanan gaming on demand tersebut sekarang, DreadOut edisi Collection bisa Anda dapatkan secara gratis tanpa perlu mengeluarkan uang sebesar Rp 281 ribu.

Skyegrid 9

Basis konten dari layanan Skyegrid adalah gamg-game Steam. Agar bisa menikmati layanan ini, Anda harus mempunyai akun di platform distribusi digital tersebut. Lalu untuk bermain sejumlah judul blockbuster secara on-the go – misalnya Dragon Ball FighterZ, Dishonored 2, The Witcher 3 atau PlayerUnknown’s Battlegrounds – Anda perlu membelinya terlebih dulu.

Skyegrid 7

Lalu bagaimana jika alasan Anda mendaftar di Steam adalah untuk mencicipi layanan cloud tersebut? Tidak masalah. Skyegrid sudah menyiapkan 24 permainan gratis, beberapa judul terpopulernya meliputi Fortnite, Dota 2, World of Tanks dan League of Legends. Daftar lengkapnya bisa Anda simak via tautan ini. Di PC, konten Skyegrid sepenuhnya bisa diakses via browser, sedangkan di Android, Anda perlu mengunduh app-nya.

Skyegrid 4

Skyegrid punya keinginan untuk memajukan industri game tanah air. Mereka berharap bisa menjadi ‘ruang unjuk gigi talenta-talenta dalam negeri’ dengan cara merangkul sebanyak-banyaknya permainan lokal, dan berperan sebagai publisher-nya.

Aspek menarik lain dari Skyegrid adalah cakupan wilayahnya. Selain disiapkan untuk gamer di Indonesia, layanan cloud ini dapat diakses pula oleh khalayak yang berdomisili di Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam.

Skyegrid 10

 

Biaya yang harus Anda keluarkan

Layanan gaming on demand Skyegrid dihidangkan secara berlangganan. Buat mengakses 24 permainan gratis di sana, Anda diminta untuk mengeluarkan biaya Rp 180 ribu per bulan.

Console Xbox Next-Gen Akan Terdiri dari Dua Jenis Hardware?

Pengembangan console next generation yang tengah dilakukan oleh Microsoft dan Sony sudah jadi rahasia umum. Namun dalam prosesnya, sang console maker dari Amerika itu sedikit lebih terbuka dibandingkan rival Jepangnya. Eksistensi Xbox dikonfirmasi langsung oleh sang boss, Phil Spencer, di E3 2018. Dan kali ini ada info menarik baru yang terkuak mengenainya.

Website  Thurrott menyampaikan bahwa mereka telah menemukan detail terkini soal Scarlett (tampaknya ini merupakan penulisan codename Xbox next-gen yang tepat, sebelumnya sejumlah media menuliskan ‘Scarlet’). Ada kemungkinan, perangkat game baru tersebut tidak disajikan seperti console generasi sebelumnya: Microsoft punya rencana menyiapkan setidaknya dua jenis hardware yang berbeda.

Untuk varian pertama, sang produsen meraciknya sebagai home console tradisional. Seperti biasa, perangkat didesain untuk ditaruh di ruang keluarga sebagai pusat hiburan. Kita bisa menduga, kualitas konten hiburan akan tersaji lebih baik lagi dan ada bermacam-macam hal yang bisa ia hidangkan selain video game. Namun sang produsen tahu, ada banyak pecinta game yang tidak bisa bersantai di depan TV karena kesibukannya.

Berdasarkan bocoran narasumbernya, Thurrott juga mendengar rencana kedua Microsoft, yaitu mengembangkan sejenis set-top box untuk mendukung layanan streaming game baru mereka. Seorang informan memanggilnya ‘Scarlett Cloud’, dan ia tampaknya merupakan perwujudan dari demonstrasi teknologi streaming game yang sempat Microsoft lakukan lima tahun silam.

Unit streaming box tersebut mungkin akan memiliki kemiripan dengan produk microconsole yang sudah dipasarkan. Microsoft tak mau sekadar menyuguhkan layanan cloud gaming ala PS Now atau GeForce Now. Mereka ingin memastikan penyajian kontennya mulus dengan tingkat latency super-rendah.

Untuk itu, produsen memasukkan sejumlah komponen seperti input controller, unit image processing, sistem collision detection, serta (dugaan saya) port fisik di streaming box Scarlett Cloud. Dan ada yang menarik di sini: konten boleh jadi dijalankan di dua lokasi berbeda secara bersamaan, kemudian disulam oleh sistem cloud Microsoft. Prosesnya dimudahkan oleh tersebar luasnya data center  mereka.

Dampak negatif dari pendekatan ini adalah, harga streaming box/microconsole jadi sedikit lebih mahal, walaupun jelas lebih terjangkau dari membeli versi console tradisionalnya. Satu hal lain yang kemungkinan besar terjadi (jika laporan tersebut akurat) ialah, Scarlett Cloud dihidangkan sebagai layanan berlangganan.

Microsoft biasanya tidak mencetak banyak uang dari penjualan console. Keuntungan mereka peroleh dari layanan-layanan seperti Xbox Live, Xbox Gamepass serta penjualan game di platform-nya.

Via IGN.

Controller Xbox One Edisi Spesial Baru Dipersembahkan Buat Para Fans Game Olahraga

Sebagai sistem kendali utama pendukung console current-gen, DualShock 4 dan controller Xbox One menawarkan keunggulannya masing-masing. Ukuran dan desain gamepad Sony membuat-nya fleksibel untuk menangani genre game berbeda, sedangkan penempatan thumb stick yang asimetris dan tubuh ‘berisi’ controller Xbox One ideal buat permainan-permainan shooter.

Jika Anda menikmati game di platform berbeda, kompatibilitas controller Xbox One di perangkat Windows memastikannya jadi salah satu pilihan pertama  gamer PC saat mereka membutuhkan gamepad (meski DualShock 4 juga bisa dipasangkan ke PC berbekal app third-party). Keunggulan lain penawaran Microsoft adalah banyaknya varian periferal Xbox. Misalnya, jika Anda butuh gamepad berfitur lebih lengkap dan canggih, tersedia Elite Wireless Controller.

Xwhite 2

Dan melihat tingginya antusiasme gamer terhadap permainan-permainan ber-genre olahraga, Microsoft memperkenalkan Xbox Wireless Controller Sport White Special Edition. Segala hal yang Anda sukai mengenai gamepad Xbox kembali muncul di sana; namun di tubuhnya, produsen mengimplementasian warna putih yang dipadu bersama hijau mint serta abu-abu cerah (pada thumb-stick, D-Pad, teks action button dan pola segitiga pada grip).

Xwhite 1

Kombinasi putih, mint dan abu-abu tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesan energetik dan segar. Namun Microsoft juga tidak melupakan aspek fungsionalitasnya. Tim desainer mencantumkan lapisan rubberized berpola diamond di area belakang untuk meningkatkan daya cengkeram sehingga controller tetap nyaman dipakai di waktu lama dan tidak mudah tergelincir walaupun jari Anda mulai berkeringat.

Xwhite 3

Untuk membuat pengalaman gaming jadi lebih praktis, Microsoft juga telah menyiapkan aksesori Xbox Pro Charging Stand dengan warna dan desain serupa unit Xbox Wireless Controller Sport White Special Edition. Tanpa perlu mencolokkan kabel USB ke gamepad, setelah selesai bermain, Anda hanya tinggal menaruh controller di docking dan ia akan segera mengisi baterai ‘Sport White’.

Xwhite 4

Xbox Pro Charging Stand Sport White Special Edition dijual secara terpisah. Di dalam bungkusnya, Anda akan menemukan kabel sepanjang 180-sentimeter dan baterai rechargeable. Baterai tersebut bukanlah baterai AA biasa yang dibundel dalam boks controller Xbox One versi standar, melainkan baterai Xbox Play & Charge Kit.

Xwhite 6

Xbox Wireless Controller Sport White Special Edition serta Xbox Pro Charging Stand versi putih rencananya akan mulai dipasarkan secara global pada tanggal 7 Agustus nanti. Unit controller dibanderol US$ 70, lalu dock charging-nya dijajakan seharga US$ 50. Belum diketahui apakah Microsoft menyiapkan versi bundel lengkapnya…

Sumber: Xbox.com.

Microsoft Umumkan Xbox One Edisi PlayerUnknown’s Battlegrounds dan Minecraft

Bukan rahasia, console generasi kedelapan akan tutup usia dalam dua atau tiga tahun lagi. Sudah terdengar kabar terkait kerja sama Sony dengan AMD untuk menggarap sistem game next-gen-nya dan Microsoft bahkan telah mengonfirmasi pengembangan Xbox ‘Scarlet’. Tapi hal itu malah lebih menyemangati para console maker buat memasarkan produk current-gen mereka.

Setelah Sony melepas PlayStation 4 versi Days of Play berwarna biru di bulan Juni kemarin, kali ini giliran Microsoft mengumumkan Xbox One edisi bundel baru. Menariknya, mereka melakukannya secara lebih agresif, menjajakan tak cuma satu, tapi dua pilihan produk. Penawaran tersebut terdiri dari Xbox One S Minecraft dan Xbox One X versi PlayerUnknown’s Battlegrounds.

Penyingkapan dua bundel Xbox One ini sangat menarik karena beberapa hal. Pertama, dua permainan yang jadi andalan di sana bukanlah judul baru. Franchise Minecraft sudah menjadi milik Microsoft sejak mereka mengakuisisi Mojang di tahun 2014, lalu PUBG telah bisa dinikmati di Xbox One sejak bulan Desember (walaupun dalam keadaan belum rampung). Kedua, ‘branding‘ permainan hanya diterapkan di bungkusnya, bukan pada unit console.

Xbone 1

Di blognya, director of programming Xbox Live Larry ‘Major Nelson’ Hryb menyampaikan alasan mereka meramu dua edisi ini. Xbox One S Minecraft Bundle disajikan untuk merayakan peluncuran update Aquatic bertema kehidupan dan penjelajahan laut. Hryb juga mengajak Anda buat bergabung ke komunitas Minecraft yang tak hanya terdiri dari gamer Xbox, tapi juga Switch dan mobile.

Bundel Xbox One S menyajikan unit console berwarna putih, yang disertai akses download Minecraft, plus update Aquatic dan bonus Explorer’s Pack, game Minecraft: Story Mode The Complete Adventure, Xbox Game Pass selama sebulan dan Xbox Live Gold berdurasi 14 hari.

Xbone 2

Dan melalui Xbox One X PlayerUnknown’s Battlegrounds Bundle, Microsoft mencoba menggaet Anda meramaikan komunitas PUBG yang saat ini berisi lebih dari 8 juta pemain (diakses via program Xbox Game Preview). Konten bundel ini hampir mirip versi Minecraft, tetapi selain Xbox One X berwarna hitam kelabu dan bonus-bonus lain, ia turut dibekali satu unit Xbox Wireless Controller.

Berdasarkan keterangan Major Nelson, Xbox One X PUBG Bundle dan Xbox One S Minecraft Bundle sudah mulai dipasarkan minggu ini. Versi PUBG didistribusikan luas via toko-toko retail, namun edisi Minecraft-nya disajikan secara ‘lebih terbatas’.

Kedua produk baru ini masing-masing dibanderol US$ 500 (Xbox One X) dan US$ 300 (Xbox One S), namun tampaknya Anda juga harus mengeluarkan tambahan biaya buat membeli controller jika memilih Xbox One S Minecraft Bundle.

Unit Purwarupa Console Xbox Ternyata Masih Bisa Beroperasi, Seperti Ini Wujudnya

Terpaut jarak tujuh tahun dari ketika Sony memperkenalkan PlayStation generasi pertama dengan langkah perdana Microsoft memasuki ranah home console, tapi saat ini, mereka berdua adalah kompetitor besar. Xbox sendiri merupakan console game pertama yang digarap oleh perusahaan Amerika setelah produksi Atari Jaguar dihentikan di tahun 1996.

Xbox juga mempunyai nama yang unik. Terdiri dari dua elemen, ‘X’ dan ‘box’, realisasi dari konsep ini bisa Anda temukan pada bentuk huruf X yang diintergrasikan pada unit console Xbox pertama. Arahan desain tersebut akhirnya lenyap di Xbox 360, dan hanya menyisakan nama. Dan Anda akan kaget jika tahu sejauh apa Microsoft berani membenamkan tema X di rancangan purwarupa Xbox.

Boleh jadi, Anda sudah pernah melihat wujud prototype Xbox karena Microsoft sempat memperlihatnya. Kembali ke tahun 2000 sebelum dirilis resmi, sang perusahaan memamerkan purwarupa Xbox di Game Developers Conference. Penampilannya benar-benar menyerupai huruf X raksasa. Ketika itu, console dipresentasikan langsung oleh Bill Gates sendiri dan head of Xbox Seamus Blackley.

Xbox

Unit prototype tersebut dipamerkan untuk memberikan developer gambaran mengenai apa yang sedang Microsoft kerjakan sekaligus mendemonstrasikannya pada media. Namun waktu itu, Microsoft tidak menjelaskan kemampuan versi retail-nya. Mungkin karena alasan praktis, sang produsen akhirnya memodifikasi rancangan Xbox lebih jauh sehingga tampil berupa console yang kita kenal sekarang.

Berdasarkan informasi dari buku Opening the Xbox tulisan Dean Takahashi (jurnalis teknologi yang telah menekuni gaming selama 21 tahun dan menjadi lead writer di GamesBeat), Microsoft harus mengeluarkan dana sebesar US$ 18 ribu untuk tiap purwarupa Xbox yang mereka buat. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan material premium: tubuh prototype dibentuk dari bongkahan aluminium padat.

Dan ada kabar gembira bagi fans berat Microsoft. Berdasarkan tweet terkini mantan head of Xbox Seamus Blackley, unit purwarupanya ternyata masih dapat beroperasi. Bukan itu saja. Blackley juga mengonfirmasi bahwa Microsoft membuat lebih dari satu prototype, dan perangkat yang dipresentasikan Bill Gates dipakang kembali dalam etalasi kaca di Microsoft Visitor Center, berlokasi di Redmond Washington.

Walaupun rancangan ala huruf X memang tidak praktis, prototype Xbox merupakan bagian penting dari sejarah console game dan rancangannya begitu distingtif sehingga mampu mencuri perhatian mereka yang ada di sekitarnya.

Console memang semakin canggih dengan desain yang kian mungil. Kita telah memasuki fase akhir siklus hidup console generasi kedelapan, dan tak lama lagi kita akan menjadi saksi kelahiran perangkat-perangkat next-gen. Namun mungkin, presentasi unit-unit anyar itu belum bisa menandingi karakteristik dan keunikan Xbox generasi pertama.

Sumber: Eurogamer.

Yang Sudah Diketahui Mengenai Xbox ‘Project Scarlet’

Dengan waktu peluncuran PlayStation 4 dan Xbox One yang berdekatan, dua console current-gen tersebut mempunyai usia serupa. Dan sejak tahun ini, mereka boleh dibilang telah memasuki fase akhir siklus hidupnya. Dan dari laporan sejumlah sumber serta pengakuan langsung produsennya, baik Microsoft dan Sony diketahui telah memulai penggarapan console next-gen.

Meski Xbox One X baru dilepas tujuh bulan silam, bos Xbox Phil Spencer mengonfirmasi proyek bernama Xbox Scarlet. Di ajang E3 2018 kemarin, Spencer mengabarkan bahwa timnya tengah membangun arsitektur sistem tersebut, walaupun ia tidak memberikan detail lebih lanjut. Kabar baiknya, beberapa pakar dan pengamat di industri dengan sedang hati memberikan pandangan serta prediksi mereka.

Namun sebelum mengulas perkiraan-perkiraan itu, mari kita membahas hal-hal yang pasti lebih dulu. Dalam wawancara bersama Giant Bomb, Spencer mengungkapkan dua aspek yang menjadi fokus Microsoft dalam pengerjaan Project Scarlet. Pertama adalah frame rate, dan kedua ialah waktu loading permainan.

Dibanding kemampuan GPU dan CPU PC saat ini, bos Xbox mengaku performa console current-gen tertinggal cukup jauh. Dengan begini, kita boleh berharap agar resolusi 1080p di 60-frame rate per detik menjadi standar minimal penyajian game di console Xbox next-gen.

Microsoft juga belum berkomentar soal komposisi hardware Project Scarlet, tapi ada kemungkinan mereka memanfaatkan chip semi-kustom AMD sebagai otak dari console. Sony yang menjadi kompetitor utama Microsoft kabarnya berkolaborasi langsung bersama AMD dalam pengembangan arsitektur Navi, dan boleh jadi akan membekali PlayStation ‘5’ dengan kartu grafis discrete. Pertanyaannya, apakah Microsoft melakukan pendekatan serupa?

Tapi berbeda dari rivalnya itu, sepertinya Microsoft belum punya rencana untuk membenamkan fungsi cross reality ke sistem anyarnya. Berbicara pada Games Industry, sang produsen bilang mereka tidak memiliki agenda spesifik buat menyajikan konten virtual ataupun augmented reality di Xbox – tidak aneh karena divisi Microsoft lain telah difokuskan pada Windows Mixed Reality.

Berbicara soal aksesori dan periferal tambahan: jika upaya Microsoft menghadirkan dukungan keyboard dan mousethird-party di Xbox berjalan mulus, ada peluang mereka akan menurunkan kemampuan tersebut ke Project Scarlet.

Seperti PlayStation ‘5’, belum diketahui kapan tepatnya Xbox Scarlet akan dilepas. Menakar dari siklus hidup console terdahulu, Project Scarlet mungkin akan tiba paling cepat di tahun 2020 atau tak jauh dari pelepasan global PS5.

Via TweakTown, tambahan: T3.

Microsoft dan Razer Berkolaborasi Buat Hadirkan Dukungan Keyboard dan Mouse di Xbox

Superioritas keyboard dan mouse dalam menjadi input kendali game PC menginspirasi sejumlah produsen periferal third-party untuk memberikan solusi serupa di console. Hori contohnya. Brand ini sudah lama menawarkan Tactical Assault Commander buat PlayStation, namun dukungan mouse dan keyboard di sana belum sepenuhnya direstui oleh pemilik platform.

Hal serupa juga terjadi pada console Microsoft Xbox. Dukungan duet periferal PC itu sudah lama jadi pembahasan para komunitasnya, tetapi masih belum terealisasi. Tentu saja, kompatibilitas keyboard dan mouse di console membuatnya lebih leluasa dalam menangani permainan, khususnya genre dengan sistem kendali kompleks seperti RTS. Untuk sekarang, cuma ada satu game Xbox yang menunjang penuh keyboard-mouse: Minecraft Bedrock Edition.

Belum lama, terdengar kabar gembira bagi Anda yang menunggu kehadiran ‘resmi’ keyboard dan mouse dalam ber-gaming di console. Awal tahun ini, Microsoft melakukan diskusi bersama sejumlah developer terkait rencana mereka buat mengekspansi metode kendali Xbox One. Dan berdasarkan bocoran dokumen yang diperoleh Windows Central, terkuak detail agenda Microsoft untuk menghidangkan aksesori mouse.

Razer Turret 1

Di dokumen itu, Microsoft memamerkan Razer Turret. Berbeda dari pasangan keyboard dan mouse standar, Razer Turret didesain khusus agar gaming tetap nyaman dilakukan dari atas sofa di ruang keluarga berkat pemanfaatan lapboard. Rancangan tersebut artinya tetap selaras dengan konsep penyajian ‘couch gaming‘ khas home console.

Bentuk dari dukungan Razer Turret bukan hanya terletak pada input, tetapi juga fitur-fitur pelengkap semisal RGB. Sistem pencahayaan Razer Chroma nantinya kompatibel dengan permainan-permaianan Xbox. Chroma bukan sekadar menyuguhkan warna-warni RGB dan keleluasaan kustomisasi, tapi juga memungkinkan periferal menyampaikan informasi dalam permainan seperti tingkat health dan waktu cooldown skill via backlight LED. Sejauh ini, judul-judul eSport populer seperti Dota 2 dan Overwatch sudah memanfaatkannya.

Dokumentasi tersebut juga mengungkapkan sejumlah aturan dan panduan bagi developer dalam penerapan dukungan mouse dan keyboard di Xbox. Misalnya: Microsoft tetap ‘mewajibkan’ pengembang game buat memprioritaskan gamepad; lalu, Xbox One baru diperkenankan untuk tersambung ke satu keyboard dan satu mouse saja.

Faktor keseimbangan turut menjadi perhatian mereka, terutama di permainan-permaian kompetitif. Microsoft meminta developer untuk terus mengawasi implementasinya serta secara saksama dan memerhatikan skenario saat pemain bersenjata keyboard-mouse bertanding melawan gamer ber-gamepad. Boleh jadi, nantinya akan ada fitur ‘penguncian’ sehingga pemain ber-keyboard dan mouse cuma dapat bermainan dengan sesamanya.

Detail lebih lengkapnya bisa simak di artikel Windows Central ini.

Microsoft Umumkan Controller Xbox Buat Penyandang Disabilitas

Sebagai jenis hiburan interaktif, mayoritas video game sejauh ini hanya didesain untuk mereka yang sempurna secara fisik: konten disuguhkan lewat layar dan speaker, lalu gamer berinteraksi dengannya melalui controller. Namun semangat gaming bisa Anda temukan di setiap individu, termasuk penyandang cacat. Dalam acara VGA beberapa tahun silam, Stevie Wonder pernah berkomentar, seandainya saja permainan video bisa dinikmati pagi penderita tunanetra…

Teknologi memang belum melangkah sejauh itu, tapi Microsoft punya niat mulia agar hobi ini dapat lebih mudah diakses oleh gamer yang memiliki keterbatasan fisik, terutama bagi mereka yang tidak mampu menggenggam gamepad. Setelah beredar rumor terkait upaya mengembangkan controller baru buat Xbox One, Microsoft akhirnya mengumumkan eksistensinya beberapa minggu menjelang E3 2018 digelar.

Perangkat tersebut Microsoft namai Xbox Adaptive Controller, yaitu periferal yang dirancang buat memberikan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk menikmati permainan video. Penampilannya persis seperti yang ditunjukkan oleh gambar di artikel sebelumnya, tapi saya keliru soal ukurannya. Xbox Adaptive Controller punya wujud cukup besar, mengingatkan saya pada miniatur turntable DJ, dengan sepasang tombol bundar yang lebar, D-Pad dan deretan port.

AdptvCntlr_Top_Alt_RGB.jpg

Dua tombol A dan B raksasa di sana ternyata tidak sensor sentuh, namun fungsinya dapat diutak-atik. Xbox Adaptive Controller sendiri berperan sebagai hub, bisa disambungkan ke berbagai tombol atau input eksternal – termasuk switch dan joystick third-party. Dengan begini, penyandang keterbatasan fisik dapat mengustomisasi setup sesuai kebutuhan. Controller dapat digunakan untuk menikmati permainan di Windows 10 dan Xbox One, serta kompatibel ke Xbox Wireless Controller.

Adaptive 2

Tombol serta switch eksternal itu bisa Anda sambungkan ke Adaptive Controller melalui kabel dengan colokan 3,5mm. Saya melihat ada 19 port 3,5mm, ditambah satu lagi jack audio, satu USB dan satu port USB type-C. Untuk memaksimalkan faktor kompatibilitas periferal ini, Microsoft kabarnya berkolaborasi bersama banyak perusahaan aksesori gaming lain, misalnya Logitech dan QuadStick.

Adaptive 3

Pengembangan Adaptive Controller dimotivasi oleh usaha sejumlah kisah penyandang disabilitas demi terus menikmati video game, salah satunya adalah korban tabrak lari bernama Dan Bertholomey. Sesudah kehilangan tangan kanannya, ia belajar untuk bermain dengan tangan kiri dan meminta kawannya untuk memodifikasi pedal kaki agar dapat tersambunng ke Xbox miliknya.

Namun solusi sementara tersebut memang belum cukup memuaskan. Dan dengan Xbox Adaptive Controller, proses konfigurasi sistem input menjadi jauh lebih mudah dan sederhana.

Xbox Adaptive Controller rencananya akan dipasarkan tahun ini. Microsoft menjajakannya seharga US$ 100, tersedia eksklusif di Microsoft Store.

Sumber: Microsoft & Xbox Wire.

Penjualan Xbox One Naik 15 Persen, Tapi Microsoft Tetap Tak Mau Menyebut Angkanya

Tidak ada alasan kuat bagi gamer di Indonesia yang sudah memiliki gaming PC untuk membeli Xbox One. Pertama, layanan Xbox Live belum sampai di sini. Kedua, meskipun tidak ada ‘region lock‘, hampir seluruh permainan di console current-gen Microsoft itu bisa dipastikan dirilis di Windows, termasuk judul-judul ‘eksklusif’ seperti Sea of Thieves, State of Decay 2 hingga Crackdown 3.

Meski persebaran layanannya masih terbatas, penjualan Xbox One memperlihatkan angka yang menggembirakan. Menjelang digelarnya E3 2018, Mike Nichols selaku CMO for Gaming di Microsoft dengan bangga mengumumkan bahwa dibanding di periode yang sama di tahun lalu, penjualan perangkat game mereka meningkat 15 persen, lalu jumlah user Xbox Live juga naik 13 persen. Dan di rentang waktu ini, ada beragam rekor berhasil Xbox One pecahkan.

Nichols menyampaikan, platform-nya sukses membina lebih dari 600.000 pertemanan melalui fitur Looking For Group, lalu saat ini terhitung ada 1,2 juta lebih Club di Xbox Live, selain itu game-game indie yang terhimpun dalam program ID@Xbox diakses oleh pemain dengan total empat miliar jam, kemudian para user juga telah menikmati permainan-permainan last-gen via backward compatibility di Xbox One selama hampir satu miliar jam.

Walaupun pencapaian-pencapaian tersebut terdengar mengagumkan, sejak 2013 Microsoft tak pernah lagi menyingkap secara resmi total penjualan ataupun pengapalan home console mereka. Angka yang mereka ungkap waktu itu adalah 10 juta unit, diraih kurang lebih empat bulan setelah PlayStation 4 menyentuh batasan ini. Angka penjualan ‘terkininya’ sempat bocor di bulan Januari 2016 berdasarkan pengakuan Electronic Arts – kabarnya produsen berhasil memasarkan 19 juta Xbox One.

Kepada The Verge, juru bicara Microsoft mengatakan bahwa mereka tak akan lagi menyebutkan total penjualan console. Microsoft menggantinya dengan penaksiran lewat ‘engagementgamer sebagai takaran kesuksesan. Dan sejauh ini, waktu yang user pakai buat mengakses layanan Xbox terus bertambah. Pernyataan ini sangat menarik karena ‘platform‘ Xbox juga bisa diakses dari PC dan mobile. Anda bahkan dapat menikmati game di perangkat non-Xbox berkat fitur Play Anywhere.

Di akhir pengumuman tersebut, Mike Nichols sedikit membahas rencana Microsoft dalam memeriahkan E3 2018. Saat ini, mereka tengah mempersiapkan kejutan dan acara khusus fans di Microsoft Theater.

Di Indonesia, console Xbox One versi bundel (baik Shadow of War maupun Assassin’s Creed Origins) dibanderol di harga yang kurang lebih sama seperti versi bundel PlayStation 4 ‘slim‘ dan Nintendo Switch, yakni Rp 4,8 jutaan. Jika harus memilih, saya akan lebih mempertimbangkan produk Sony dan Nintendo ketimbang punya Microsoft.

Xbox One Akan Kembali Kedatangan Game Xbox Orisinal, Kali Ini Ada 19 Judul

Dengan memanfaatkan layanan GOG, ataupun selama sebuah permainan masih tersedia di Steam, para gamer PC punya kesempatan untuk bernostalgia bersama game-game lawas. Namun di console, kemampuan backward compatibility adalah satu fitur spesial, sejauh ini hanya dimiliki oleh produk Nintendo dan sistem game current-gen Microsoft, Xbox One.

Setelah membubuhkan kemampuan backward compatibility via update New Xbox One Experience di tahun 2015, Microsoft mengekspansi fitur ini sehingga console tersebut juga dapat menjalankan game-game Xbox orisinal yang dirilis dua generasi silam. Dan sesuai janji mereka, Microsoft berencana untuk menambahkan 19 judul lagi, memperbanyak koleksinya dari 13 game yang sudah ada.

Menariknya, ke-19 judul Xbox klasik itu tidak dilepas secara berbarengan. Microsoft membaginya jadi dua kloter, tapi semuanya akan meluncur di bulan ini juga.

Kelompok pertama akan dirilis pada tanggal 17 April, ini dia daftarnya:

  • Blinx: The Time Sweeper
  • Breakdown
  • Conker: Live & Reloaded
  • The Elder Scrolls III: Morrowind
  • Hunter: The Reckoning
  • Jade Empire
  • Panzer Dragoon Orta
  • SSX 3

 

Lalu sembilan hari setelahnya, tepatnya di tanggal 26 April, kloter kedua akan tiba dengan lebih banyak permainan. List-nya didominasi oleh Star Wars:

  • Destroy All Humans!
  • Full Spectrum Warrior
  • Mercenaries: Playground of Destruction
  • MX Unleashed
  • Panzer Elite Action: Fields of Glory (cuma di Eropa)
  • Star Wars: Battlefront
  • Star Wars: Battlefront II
  • Star Wars Jedi Knight: Jedi Academy
  • Star Wars: Jedi Starfighter
  • Star Wars Knights of the Old Republic II: The Sith Lords
  • Star Wars: Republic Commando

 

13 game Xbox yang melakukan pendaratan perdana di Xbox One meliputi:

  • Star Wars: Knights of the Old Republic
  • Ninja Gaiden Black
  • Crimson Skies: High Road to Revenge
  • Fuzion Frenzy
  • Prince of Persia: The Sands of Time
  • Psychonauts
  • Dead to Rights
  • Black
  • Grabbed by the Ghoulies
  • Sid Meier’s Pirates!
  • Red Faction II
  • BloodRayne 2
  • The King of Fighters Neowave

 

Berbeda dari permainan Xbox 360 backward compatible, game-game Xbox tua di atas tampaknya dipilih secara lebih teliti. Mereka ini adalah judul-judul cult classic serta permainan terpopuler ataupun paling inovatif di eranya.

Untuk pertama kalinya, gamer console generasi kedelapan dapat kembali menikmati The Elder Scrolls III: Morrowind, lalu jika telah selesai menghilangkan rindu dengan Knights of the Old Republic, Anda bisa meneruskan petulangan dalam The Sith Lords. Jade Empire menjadi RPG klasik kedua BioWare yang muncul di sana, kemudian jika menurut Anda pertempuran di remake Star Wars Battlefront terasa hambar, Raven Software sebetulnya sudah memberi contoh bagaimana meramu sistem pertarungan lightsaber yang istimewa 15 tahun silam via Jedi Knight: Jedi Academy.

Via The Verge.