Kehadiran Bhinneka Bisnis Pastikan Kompetisi Sengit di Segmen E-Commerce B2B

Bhinneka memastikan genderang perang di segmen e-commerce B2B adalah nyata. Setelah sejak tahun 1999 memberikan layanan untuk 20 ribu korporasi tanpa bentuk formalisasi khusus, akhirnya Bhinneka menghadirkan Bhinneka Bisnis yang khusus membidik segmen B2B. Tidak cuma layanannya sendiri, Bhinneka mencoba menggandeng sejumlah layanan e-commerce lain untuk memperluas cakupan layanannya. Di segmen ini sudah hadir Bizzy (Ardent Capital) dan MBiz (Grup Lippo) yang membuat persaingan di sektor ini semakin ketat.

Dalam kegiatan procurement, korporasi dihadapkan pada fakta bahwa mereka memerlukan transparansi perpajakan di invoice dan layanan purnajual yang lebih baik ketimbang layanan marketplace biasa untuk ritel. Di sini layanan e-commerce B2B berperan.

Dalam sambutannya, CEO Bhinneka Hendrik Tio menyebut formalisasi layanan Bhinneka Bisnis sebagai layanan “Bhinneka Bisnis 2.0”. Tak sekedar berjualan produk, Bhinneka melengkapi layanannya dengan jajaran armada tersendiri dan dukungan purnajual untuk servis yang di-endorse oleh banyak vendor. Jika ada masalah dengan produk yang dijual Bhinneka Bisnis, konsumen korporasi seharusnya tidak perlu lagi secara langsung menghubungi pihak vendor.

Platform Smart Procurement yang dimiliki Bhinneka Bisnis mengklaim “keunggulan” seperti: (1) multi-login bagi masing-masing user pemegang kepentingan sesuai dengan fungsi dan tugasnya, (2) fitur proses persetujuan yang disesuaikan dengan level otorisasi dan alur kebijakan, (3) diferensiasi unit-bisnis sesuai struktur organisasi, (4) pengaturan dan kendali batas pembelian seusai kebijakan dan anggaran, (5) pelaporan untuk proses analisis pembelian yang transparan.

Logo Bhinneka Bisnis - Black

Bhinneka Bisnis juga membuka kemitraan dengan layanan e-commerce lain untuk meningkatkan variasi produk. Saat peluncuran, mereka telah bekerja sama dengan Ralali yang menyediakan alat-alat industrial, SwagShop (bagian dari Tees) yang mengurusi pemesanan kaos perusahaan atau komunitas, dan Tiket untuk kebutuhan pemesanan akomodasi.

Saat ini Bhinneka Bisnis menyebutkan telah memiliki 150 ribu produk yang siap dijajakan. Suntikan dana 300 miliar Rupiah dari Ideosource dan masuknya Heriyadi Janwar dari Microsoft sebagai VP Corporate dan Peter Rumahlewang sebagai General Manager Corporate Sales merupakan modal Bhinneka Bisnis lebih serius menggarap sektor ini.

Persaingan di segmen B2B

Tahun 2016 menjadi saksi bahwa tak cuma pasar konsumen ritel yang seksi di Indonesia, tetapi juga pasar B2B. Bermain di pasar B2B menjanjikan pemasukan yang jauh lebih stabil ketimbang ritel, meskipun usaha yang dilakukan lebih besar untuk menggandeng klien.

Selain kehadiran para raksasa di sektor marketplace B2B, hadir pula Vendorpedia yang mencoba memenuhi kebutuhan korporasi yang selama ini didominasi oleh sistem procurement secara offline.

CEO Bizzy Peter Goldsworthy kepada DailySocial mengatakan hanya 11% startup di Indonesia yang menyasar pasar B2B. Hambatan network dan sumberdaya menjadi halangan kebanyakan startup untuk memasuki segmen ini.

Bhinneka Bisnis sebagai pemain lama jelas memiliki keunggulan dengan modal klien yang sudah dijaga selama bertahun-tahun. Meskipun demikian, mereka tidak boleh lengah dengan situasi ini karena kompetitornya jelas berusaha terus berinovasi.

Dengan semakin mudanya usia pengambil keputusan di dalam perusahaan untuk pengadaan barang dan jasa, seperti disebutkan dalam laporan yang dikeluarkan Google dan Millward Brown, platform digital akan semakin menjadi pilihan bagi korporasi untuk melakukan procurement.

Bekraf: Masa Depan Industri Digital Cerah, Harus Difasilitasi

Salah satu pendukung acara Echelon Indonesia 2016 adalah Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Dalam perbincangannya dengan DailySocial, Deputy of Infrastructure Bekraf Hari Sungkari menyebutkan bahwa industri digital, termasuk e-commerce, memiliki masa depan cerah dengan pertumbuhan 8% per tahun. Mereka harus difasilitasi oleh pemerintah, dalam hal ini termasuk Bekraf, untuk memberikan sumbangsih bagi negara.

Berikut ini adalah video perbincangan singkatnya:

Coworking Space Comma Akhirnya Ditutup

Sekitar tiga tahun yang lalu, saya ingat menjadi salah satu yang perdana meliput coworking space pertama di Jakarta, Comma. Didirikan oleh Ario Pratomo, Dondi Hananto, Michael Tampi, Yoris Sebastian, Rene Suhardono, dan Dodong Cahyono, Comma yang berlokasi di pinggir jalan Wolter Monginsidi bisa dibilang cukup strategis bagi siapapun, termasuk penggiat startup, freelancer, desainer, untuk singgah dan menikmati bekerja bersama yang lebih “intim”. Sebelumnya mereka-mereka ini bekerja di kedai kopi yang belum tentu menyediakan koneksi Internet yang memadai atau colokan listrik yang cukup. Hari ini Comma mengumumkan penutupan layanannya, meskipun secara resmi baru tutup per 31 Maret mendatang.

Comma tak cuma sekedar coworking space. Tempat ini juga beberapa kali menjadi tuan rumah berbagai event startup.

Menurut pernyataan resminya, Comma mengaku tak mampu meraih profit untuk mempertahankan bisnis yang berkelanjutan. Mereka menyebutkan urusan penyewaan ruangan dan pembangunan jalan baru yang tepat berada di depan Comma menjadi tantangan bagi mereka mempertahankan operasional Comma hingga setelah beberapa bulan melakukan eksperimen, mereka memutuskan untuk menutup coworking space ini.

Pendiri Comma menyatakan kepada DailySocial untuk saat ini mereka tidak dalam posisi berinisiatif mencoba membuka coworking space lagi di tempat lain.

Buat kami, Comma tidak akan disebut sebagai “kegagalan”. Comma berhasil membangun budaya bekerja bersama hingga saat ini menjamur berbagai coworking space di berbagai pelosok Jakarta, bahkan sampai di kota-kota lain. Sejalan dengan itu, bermunculan kolaborasi dalam bentuk startup yang hadir di dalam sebuah coworking space. Gugurnya Comma akan melahirkan coworking space dan kolaborasi yang lebih banyak lagi.

Terima kasih Comma.

Menggandeng AEON, MatahariMall Bereksperimen dengan Skema Cicilan Tanpa Kepemilikan Kartu Kredit

Dalam bincang media hari ini, CEO MatahariMall Hadi Wenas mengungkapkan eksperimen terbaru layanan marketplace yang didukung oleh Grup Lippo ini. Mereka menggandeng layanan pembiayaan AEON untuk memberikan skema cicilan tanpa kepemilikan kartu kredit yang diberi nama Super Cintaku (Super Cicilan Tanpa Kartu). Modal yang dibutuhkan hanyalah informasi KTP. Saat ini mereka memilih 160 item yang bisa dicicil melalui AEON dan ke depannya, jika eksperimen ini dianggap menjanjikan, nantinya akan bekerja sama dengan lebih banyak mitra penjual.

Kepemilikan kartu kredit yang sangat rendah di Indonesia, sementara budaya orang Indonesia yang senang mencicil, membuat pihak MatahariMall mencari-cari alternatif pembiayaan yang bisa mengakomodasi kedua hal tersebut. Pilihan akhirnya jatuh ke AEON.

Selain disebut sebagai market leader di sektor ini, Wenas mengatakan pertimbangan bermitra dengan AEON karena AEON berani mengambil risiko untuk mencoba suatu skema yang belum ada success story-nya. Pihak AEON sendiri mengaku bahwa pihaknya tidak bisa lagi bergantung pada bisnis pembiayaan konvensional yang digelutinya dan lambat laun harus go online ke bisnis e-commerce. Kemitraan ini merupakan jembatan AEON memperluas bisnis dan basis penggunanya dengan cara yang “berbeda”.

Di tahap awal, MatahariMall dan AEON memilih 160 jenis produk yang bisa didukung oleh skema Super Cintaku. Jika memilih skema Super Cintaku, calon pembeli harus membayar DP sebesar 25% dari nilai barang untuk menunjukkan kesungguhan mengikuti program cicilan.

Setelah melengkapi data KTP, pihak AEON membutuhkan waktu 3 hari kerja untuk melakukan survei dan penilaian. Jika disetujui, skema cicilan bisa dipilih dengan pilihan tenor bervariasi, dengan cicilan maksimal 36 bulan (3 tahun) dengan minimum cicilan per bulan 100 ribu Rupiah. Bunga yang dikenakan AEON untuk program ini adalah 1,75% per bulan. AEON sendiri adalah layanan non-bank satu-satunya yang memiliki akses ke Sistem Informasi Debitur (SID) Bank Indonesia.

Meskipun terlalu dini untuk menyebutkan jenis produk yang populer dengan skema Super Cintaku, Hadi menyebutkan produk laptop, juicer, dan lemari pakaian sebagai kategori populer menggunakan skema ini.

Karena jumlah item yang ditawarkan masih terbatas, MatahariMall tidak akan mengiklankan program ini secara besar-besaran. Jika dianggap menjanjikan, nantinya MatahariMall dan AEON akan memperluas barang yang dicakup program Super Cintaku dengan menggandeng lebih banyak penjual yang memiliki performa sangat baik.

Update MatahariMall di Q1 2016

Di kesempatan yang sama, Hadi mengungkapkan sejumlah metrik terkait perkembangan bisnis MatahariMall. Ia menyebutkan selama bulan Desember, Januari, dan Februari MatahariMall mencatatkan angka pertumbuhan jumlah pendapatan dua digit, atau lebih dari 10% setiap bulannya.

Selain itu Hadi juga mengatakan bahwa titik O2O MatahariMall kini sudah mencapai 613 buah, melonjak sejak mereka bermitra dengan PT Pos Indonesia sebagai last mile. Melalui kerja sama ini, konsumen MatahariMall bisa mengambil barang pesanannya di kantor pos terdekat.

Ketika ditanya soal skema pembayaran yang mendominasi di layanan yang dikelolanya, Hadi menyebutkan bahwa sekitar 50% konsumen masih memanfaatkan skema transfer bank, dengan 80% di antaranya ditransfer ke akun virtual (virtual account) yang lebih memudahkan untuk proses rekonsiliasi. 30% konsumen disebutkan masih memanfaatkan skema COD, sedangkan pengguna kartu kredit berkontribusi di angka 15%.

Deals@DS Terbaru Minggu ini

Minggu lalu kami memperkenalkan Deals@DS, keluarga baru DailySocial yang memberikan penawaran diskon signifikan untuk berbagai layanan online. Sesuai komitmen kami, daftar ini akan kami perbarui tiap minggunya.

Kami memberikan diskon-diskon menarik dari berbagai layanan e-commerce, SaaS, cloud hosting, atau co-working space yang produk-produknya menjadi kebutuhan pembaca kami.

Untuk dapat menikmati penawaran ini, pembaca diwajibkan melakukan login, yang bisa dilakukan dengan menautkan akun Facebook atau LinkedIn. Tenang, kami menjaga privasi data-data Anda.

Berikut ini adalah promo yang sedang berjalan:

Tunggu apalagi, daftar sekarang dan nikmati privilege menjadi pembaca terdaftar dengan penambahan deals sepanjang waktu. Tentu saja syarat dan ketentuan berlaku.

Uber Dapat Lampu Hijau dari BKPM untuk Badan Hukum

Setelah mendapat “tekanan” dari sejumlah pihak, termasuk regulator (dalam hal ini Kementerian Perhubungan), Grab dan Uber tampaknya benar-benar serius untuk mengurus bentuk usaha tetap dan memenuhi aturan perizinan layanan transportasi. Grab telah setuju mengikuti kegiatan uji KIR dan memberikan 2 opsi pajak, sedangkan Uber sudah mendapat lampu hijau dari BKPM untuk mendirikan badan usaha berbasis PMA (modal asing). Keduanya menjalin kerja sama dengan Koperasi Jasa Perkumpulan Pengusaha Rental Indonesia (PRRI) untuk urusan perizinan transportasi dan pembayaran pajak.

Seperti dikutip dari Tempo, Deputi Bidang Pengendalian Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis memastikan bahwa Uber sudah mendapatkan perizinan portal web dari BKPM. Uber, seperti halnya Grab, juga bermitra dengan Koperasi Jasa PRRI untuk kemudahan perizinan layanan transportasi, kemudahan perpajakan untuk pembayaran ke pengemudi, dan kemudahan bagi pengemudi mitra untuk memperoleh asuransi dan kredit kendaraaan.

Sebelumnya wacana badan hukum Uber sudah bergulir sejak bulan Juli 2015.

[Baca juga: Bisnis Konvensional, Teknologi, dan Pertentangan yang Berlarut-larut]

Tentu saja hal ini adalah berita baik untuk mengakhiri polemik layanan transportasi, antara layanan taksi konvensional dan layanan transportasi berbasis aplikasi.

Satu hal yang masih menjadi ganjalan adalah perpajakan untuk perusahaan. Grab mengaku akan membayar pajak secara langsung untuk pembayaran menggunakan kartu kredit, sementara Uber sendiri belum menginformasikan hal apapun untuk pendapatan yang diperolehnya. Selama ini, seperti kita ketahui, Uber menggunakan teknik double irish with a dutch sandwich supaya bisa mengalihkan kegiatan keuangan (dan perpajakan) di negara-negara tax haven.

Application Information Will Show Up Here

 

Pengguna Aktif Instagram di Indonesia Capai 22 Juta

Dalam perbincangan WSJ dengan VP Facebook untuk Asia Pasifik Dan Neary, terungkap bahwa platform media sosial ini terus menambah jumlah pengguna di kawasan ini, meskipun program Free Basics (yang dahulu bernama Internet.org) mendapatkan tentangan di sejumlah negara. Selain menginformasikan jumlah angka soal pengguna Facebook di Asia Pasifik, Neary juga secara spesifik memberikan apresiasi terhadap jumlah pengguna aktif Instagram di Indonesia yang menurut data MAU (Monthly Active Users) mencapai 22 juta.

Neary mengatakan bahwa jumlah pengguna Facebook di Asia Pasifik mencapai 540 juta per akhir Desember 2015, atau sepertiga dari total pengguna aktif Facebook di seluruh dunia. Angka tersebut naik hampir 100 juta, dari 449 juta di periode yang sama tahun sebelumnya.

Untuk urusan periklanan, Neary menyebutkan kawasan Asia Tenggara memiliki pertumbuhan pengiklan terbesar, dengan secara global Facebook memiliki 3 juta pengiklan. Meskipun demikian, perolehan pendapatan Facebook rata-rata per orang di Asia Pasifik sejauh ini hanya $1,59, jauh lebih kecil dibanding di kawasan Amerika Utara yang mencapai $13,54.

Untuk jumlah pengguna, Indonesia saat ini disebutkan memiliki sekitar 82 juta pengguna aktif di Facebook, sama jumlahnya dengan gabungan pengguna aktif Facebook di Thailand, Filipina, dan Vietnam.

Khusus untuk Instagram, yang baru saja merayakan milestone 400 juta pengguna bulan September lalu, Indonesia menjadi salah satu pasar kunci dengan Neary menyebutkan 22 juta pengguna aktif di Nusantara mengakses layanan ini setiap bulannya. Ini pertama kalinya Instagram (dalam hal ini Facebook sebagai induk perusahaannya) menginformasikan jumlah pengguna layanannya di suatu negara.

Tren ini sejalan dengan survei JakPat yang menyimpulkan bahwa Instagram kini lebih populer ketimbang Twitter di Indonesia, apalagi di kalangan anak muda. Menurut survei JakPat, pengguna Instagram di Indonesia menggunakan layanan ini untuk mencari informasi produk online shop, meme, dan mengunggah foto-foto liburan dan wisata.

Melihat begitu aktifnya pengiklan Indonesia berpromosi di Instagram, tak ada yang bisa menampik Instagram sebagai platform media sosial yang bakal semakin berpengaruh di masa mendatang.

Kurio Peroleh Pendanaan Seri B Senilai 67 Miliar Rupiah dari Gunosy Jepang

Pertengahan tahun 2015, Pendiri dan CEO Kurio David Wayne Ika mengunjungi Tokyo, Jepang, untuk bertemu dengan 9 investor potensial. Kurio terakhir memperoleh pendanaan di bulan September 2014 dan kini adalah saatnya untuk menggalang dana putaran berikutnya. Salah satu dari investor potensial tersebut adalah Gunosy. David sangat terkesan bahwa pendiri dan manajemen Gunosy semua berusia di bawah 30 tahun dan sangat cerdas. David dan CEO Gunosy Yoshinori Fukushima bahkan memiliki selera buku bacaan yang sama. Satu lagi, bisnis Gunosy di Jepang serupa dengan apa yang ditekuni Kurio saat ini.

Hari ini Gunosy, sebuah layanan berita terkurasi Jepang yang telah diunduh lebih dari 13 juta kali membangun bisnis yang menghasilkan profit, dan telah melangsungkan IPO tahun lalu, mengumumkan investasi strategis Seri B senilai $5 juta (lebih dari Rp 67 miliar) ke Kurio.

Menurut David, ia mendapatkan instant chemistry ketika bertemu dengan tim Gunosy untuk pertama kalinya. Tak hanya soal buku bacaan, David dan Fukushima memiliki ketertarikan yang sama soal filosofi, nilai-nilai, dan roadmap produk. Setelah sejumlah pertemuan lanjutan di Tokyo dan Jakarta, David yakin bahwa mereka (Kurio dan Gunosy) adalah mitra yang ideal dan mereka bisa bergabung bersama, tak hanya mengembangkan Kurio sebagai produk, tetapi membangun model bisnis yang berkelanjutan. Sebaliknya, Gunosy pun percaya dengan kemampuan tim Kurio dan kualitas produk yang dihasilkannya.

Kepada DailySocial, David mengakui, “Mereka [Gunosy] adalah salah satu perusahaan teknologi Jepang yang memiliki perkembangan paling cepat dari startup ke IPO. Tentu saja kami sangat bersemangat untuk bermitra dengan tim dan manajemen Gunosy yang luar biasa.”

Kondisi Kurio saat ini

Saat ini Kurio memiliki hampir 30 pegawai dengan lebih dari 500 ribu instalasi aplikasi dan DAU (Daily Active Usage), MAU (Monthly Active Usage), dan retention rate yang diklaim sehat. Secara rata-rata, pengguna Kurio menggunakan aplikasi ini lebih dari 6 menit tiap sesinya.

David berharap investasi dan kemitraan ini bakal digunakan untuk meningkatkan produk dan pengembangan teknologi serta meningkatkan akselerasi pertumbuhan bisnis Kurio. Sebelumnya, seperti kita ketahui Kurio juga terpilih menjadi salah satu startup yang mengikuti batch pertama Google Launchpad Accelerator.

David mengatakan, “Kami belum melakukan banyak kegiatan pemasaran sejak peluncuran aplikasi [Kurio], kami ingin lebih fokus untuk memastikan kami memiliki produk, reabilitas, dan paduan isi konten yang tepat [untuk selera pembacanya].”

David mengaku timbal balik yang Kurio peroleh selama ini bersifat positif dan suportif, karena fokus Kurio tersebut. Mereka ingin membantu penggunanya menghindari kualitas informasi atau berita yang buruk, yang biasanya ditandai dengan judul atau konten sensasional.

David melanjutkan, “Kami ingin mengekspansi jaringan kami dengan lebih banyak mitra penerbit atau pembuat konten yang menghasilkan konten atau informasi yang bermanfaat, bernilai, dan berkualitas untuk pengguna kami, dan kami ingin membantu mendistribusikan konten tersebut untuk menjangkau audiensi konsumen yang lebih luas.”

Kurio berharap nantinya tak hanya bekerja sama dengan media yang sudah mapan, tetapi juga dengan para pembuat konten berkualitas yang independen.

“Kami percaya kami masih berada di awal perjalanan dan proses yang panjang, dan kami menantikan pilar terbaru kami berikutnya,” ujar David.

Hal berikutnya untuk Kurio

David berpendapat perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor media saat ini masih mencari cara terbaik, di zaman digital, seperti aplikasi agregator, aplikasi terkurasi, rangkuman berita, untuk menyampaikan berita dan konten dalam medium, format, dan metode konsumsi yang paling mudah dipahami konsumen.

“Kami percaya untuk pasar seperti Indonesia dan Asia Tenggara, ruang media masih merupakan kategori penting, karena menyasar kebiasaan yang sudah ada. Perkembangan yang ada saat ini adalah pergeseran layar, dari TV ke laptop kemudian ke pengalaman menggunakan perangkat mobile,” ungkap David.

Ia melanjutkan, “Untuk pembaca, mereka menginginkan metode konsumsi yang nyaman dan mampu [membantu mereka] menghilangkan konten jelek. Aplikasi berita atau konten akan berkembang dan mencakup layanan dan solusi yang luas, karena dengan informasi dan data yang kami miliki, kami dapat menyediakan lebih banyak jenis konten, tak hanya berita. It’s news and beyond.”

David menyebut timnya membangun Kurio dari hari pertama dengan penerbit dan konten pertama sebagai hal yang selalu dipikirkan (sebagai mitra). Kurio ingin menjadi pendukung platform dan ekosistem. Secara global, David menyebutkan ada banyak solusi, termasuk Instant Article dari Facebook, AMP dari Google, Medium.com, atau LinkedIn Pulse yang mencoba membantu menyelesaikan masalah discoverability, distribusi, dan penyampaian konten dari penerbit/kreator ke pembaca.

“Kami telah dan terus bekerja erat dengan penerbit [konten] untuk melihat apa saja perangkat atau teknologi dan medium atau formart periklanan yang mampu memaksimalkan pendapatan mereka dengan distribusi konten melalui platform Kurio,” tutup David.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

 


Disclosure: Kurio dan DailySocial berada di bawah induk perusahaan yang sama

YesBoss Mulai Ekspansi Regional dengan Akuisisi HeyKuya Filipina

Layanan asisten virtual YesBoss melihat potensi bisnis di kawasan regional dan mulai merambah negara tetangga dengan mengakuisisi HeyKuya yang berbasis di Filipina dengan nilai transaksi yang tidak disebutkan. Keduanya secara umum memilih fitur dan cara kerja serupa, mengandalkan layanan berbasis SMS untuk membantu konsumen memenuhi kebutuhannya. HeyKuya akan berubah nama menjadi YesBoss Filipina dengan CEO sekarang, Shahab Shahibi, menjadi Managing Director-nya.

HeyKuya, yang artinya dalam bahasa Tagalog adalah “kakak laki-laki”, didirikan oleh Machine Ventures pada bulan Oktober 2015 dan telah melayani pemesanan makanan dan pemesanan tiket perjalanan ke 15 ribu pengguna dan menangani 500 pemesanan setiap harinya. Shahibi tentang akuisisi ini berkomentar, “YesBoss dan HeyKuya memiliki passion yang sama dalam meningkatkan pertumbuhan yang cepat sembari mempertahankan nilai kultural yang ada pada perusahaan.”

Indonesia dan Filipina adalah dua negara dengan penduduk padat di kawasan Asia Tenggara dan memiliki karakteristik mirip sebagai penikmat messaging. Mencoba menyasar pasar yang tanpa mengharuskan penggunanya menggunakan smartphone atau mengunduh aplikasi merupakan cara menarik untuk mendapatkan lebih banyak pengguna.

YesBoss sendiri disebutkan saat ini telah menangani lebih dari 800 ribu percakapan sejak berdiri bulan Juni 2015. Co-Founder dan CEO YesBoss Group Irzan Raditya terhadap akuisisi ini mengatakan, “Pengguna kami saat ini maupun pengguna pada masa yang akan datang akan sangat diuntungkan saat sedang traveling di Asia Tenggara karena mereka akan mendapatkan pelayanan dengan kualitas yang sama dari asisten pribadi virtual mereka.”

Secara regional, sebelumnya di Malaysia sudah lebih muncul layanan serupa dengan nama Be Malas, tapi kini Be Malas sudah pivot dan bertransformasi menjadi platform e-commerce.

YesBoss telah memperoleh pendanaan awal di bulan Oktober 2015, dipimpin oleh 500 Startups dan melibatkan Convergence Ventures dan IMJ Investment Partners. Irzan beranggapan, “Conversational commerce di Asia Tenggara adalah the next big thing dan kami percaya bahwa salah satu kunci untuk menjadi juara dalam ranah conversational commerce di Asia Tenggara adalah dengan berkolaborasi.”

Berikut ini adalah perbincangan kami dengan Irzan  di bulan September 2015 soal on-demand economy:

Marketplace Pekerja Konstruksi Arsitag Peroleh Pendanaan Awal dari East Ventures

Setiap pekerjaan nampaknya kini perlu marketplace-nya sendiri. Seiring dengan mulai berkembangnya marketplace layanan on-demand, Arsitag mencoba mengakomodasi pasar niche arsitek dan desainer interior dengan layanan yang rencananya bakal diluncurkan akhir bulan ini. Untuk mendanai realisasi ide ini, Arsitag telah mengamankan pendanaan awal dari East Ventures.

Didirikan oleh tiga orang yang pernah tinggal di kawasan San Francisco, Edward Harjanto, Steven Gomedi, dan Michael Gani, Arsitag melihat adanya kesenjangan ketika masyarakat di Indonesia ketika membangun rumah langsung berhubungan dengan kontraktor dan tidak menggunakan jasa arsitek. Diperkirakan hanya 10-15% proyek konstruksi yang menggunakan jasa arsitek. Pun jika menggunakan jasa arsitek biasanya berbasis referensi, karena ternyata menjangkau arsitek, yang cocok dengan selera, tidak mudah.

Disebutkan pada tahun 2014 biaya konstruksi di Indonesia mencapai $100 miliar, atau hampir 10% GDP Indonesia. Para ahli memperkirakan pertumbuhan di sektor ini 50% lebih cepat ketimbang pertumbuhan nilai GDP.

Sasaran utama marketplace ini adalah 15 ribu arsitek dan 3000 desainer interior di Indonesia.

CTO Michael Gani, yang pernah bekerja sebagai Engineer Apple, berkomentar, “Industri konstruksi sangat tradisional – kondisinya tidak teorganisir dan kurang transparan. Sulit dibayangkan, di masa digital ini, referensi menjadi hal paling umum, jika tidak menjadi satu-satunya cara untuk menjangkau profesional di bidang konstruksi. Bahkan dengan begitu, kualitas pekerjaannya tidak terjamin. Aristag ini mengubah ini dan menginginkan pengguna menjelajahi direktori kami dan menemukan profesioanal yang cocok dengan kebutuhannya. Pencarian pintar kami memudahkan pengguna untuk mempersempit pencarian melalui filter praktis, seperti lokasi, gaya, dan lain sebagainya.”

“Arsitag adalah platform jaringan tempat profesional menunjukkan gambar pekerjaan mereka, berkoneksi dan menginspirasi satu dengan yang lain. Di masa mendatang, Arsitag akan memperkenalkan fitur analitik data yang bisa membantu profesional mengefisienkan usaha penjualan dan pemasaran. Kami berharap bisa membantu mereka fokus ke hal yang berarti – desain [itu sendiri],” tambah COO Steven Gomedi.

Managing Partner East Ventures Willson Cuaca, tentang pendanaan ini, menyebutkan, “Kita membangun 400 ribu unit rumah setiap tahun dan Jakarta saat ini memiliki hampir 1000 menara [perkantoran dan apartemen]. Jelas saja ini merupakan kategori besar lain yang perlu ‘diganggu’.”