Mengenal Marco Polo, Layanan Demand Side Platform Asal Jepang

Perusahaan agensi digital marketing asal Jepang Maverick berpartner dengan PT Reeracoen Indonesia meluncurkan sebuah produk pemasaran iklan berbasis Demand Side Platform (DSP) yang dinamai Marco Polo.

DSP adalah produk manajemen bagi pengiklan dalam menentukan ad placement secara real time. Pengiklan dapat menargetkan target user ketika mereka sedang berseluncur di dunia maya. Pemanfaatan DSP diharapkan bisa menyalurkan bujet iklan digital dari pengiklan jadi lebih efektif.

Atsushi Kitagawa, Sales Digital Marketing Department Reeracoen Indonesia, menjelaskan Marco Polo berbeda dengan konsep DSP lainnya yang ada di pasaran. Ada empat langkah bagaimana Marco Polo bekerja. Pertama, melakukan DMP Segmentation Targeting. Reeracoen sebagai perusahaan konsultan menyimpan data eksklusif dari internal yang disebut dengan Recruitment.

Di dalam sana ada tujuh spesifikasi data yang bisa dipakai, mulai dari jenis kelamin atau umur, kebangsaan, bahasa, industri, posisi pekerjaan, lokasi pekerjaan, dan lainnya. Kedua, data first party tersebut dipakai untuk remarketing user yang sudah mengunjungi situs media yang sudah jadi relasi Reeracoen dalam menempatkan iklannya. Jadinya, user akan selalu melihat iklan yang sudah mereka lihat dari situs lainnya.

Ketiga, Look-Alike Targeting. Maksudnya dari data first party yang sudah dikumpulkan, Marco Polo akan menganalisa percakapan yang dilakukan oleh user tersebut. Mesin secara otomatis akan mendapati target user baru.

Terakhir, Marco Polo akan menyortir user experience yang datang ke situs dan menganalisanya berdasarkan ketertarikan mereka masing-masing. Mesin kemudian secara otomatis akan memasukkan iklan ke target lainnya dengan ketertarikan yang sama.

“Marco Polo belum digunakan di negara manapun, baru pertama kali diperkenalkan di Indonesia. Kami ada produk yang hampir sama namun dengan brand yang berbeda yakni Sphere, sudah dipakai oleh klien kami di Jepang. Kami yakin klien di Indonesia akan tertarik dengan Marco Polo, sebab di negara lain misalnya Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang sudah cukup familiar dengan konsep DSP,” terang Kitagawa saat berkunjung ke kantor DailySocial.

Marco Polo, sambungnya, dapat menjadi jalan bagi pengiklan dalam mencari kebutuhan talenta yang sesuai spesifikasi yang diinginkan. Begitu pula untuk menjual produk secara business to businees (B2B), pengiklan dapat memilih segmentasi target user lewat posisi pekerjaan.

Beberapa publisher lokal yang sudah bekerja sama dengan Marco Polo di antaranya Kompas.com, Liputan6, KapanLagi, Okezone, dan Dream.

Kedatangan Marco Polo meramaikan iklim pemain DSP di Tanah Air. Sebelumnya sudah ada PT FreakOut dewina Indonesia untuk khusus menggarap segmen DSP. FreakOut mengklaim pihaknya adalah agensi pertama dan terbesar yang menggunakan DSP sebagai layanannya di Jepang.

PT Pegadaian Luncurkan Layanan Gadai Online Tahun Depan

Banyaknya perusahaan financial technology (fintech) lahir di Indonesia turut membuat perusahaan pelat merah seperti Pegadaian ikut andil berpartisipasi dengan mendirikan gadai online. Rencananya layanan ini akan diluncurkan tahun depan.

Riswinandi, Direktur Utama Pegadaian, menjelaskan pertimbangan tersebut didasarkan pada geliat fintech yang cukup agresif akhir-akhir ini. Ia mengharapkan gadai online bisa menjadi jalur cepat untuk konsumen dalam mencairkan pinjamannya.

“Kami mulai memantau perkembangan fintech sejak setahun ini, ada juga masukan dari konsumen. Akhirnya kami mulai merencanakan pendirian gadai online dan diharapkan bisa launch tahun depan,” ujarnya, Rabu (12/10).

Kendati demikian, dia mengaku pihaknya masih mempertimbangkan proses bisnis seperti apa yang akan dipilih Pegadaian. Pasalnya, dalam menyalurkan pinjaman Pegadaian tetap ingin mempertahankan proses tatap muka antara konsumen dengan petugas Pegadaian sebagai langkah perlindungan dan keamanannya.

Salah satu gambaran proses bisnis, lanjutnya, konsumen yang ingin menggadaikan barangnya dapat mengakses aplikasi gadai online lalu mengisi data pribadinya secara lengkap. Pihak Pegadaian kemudian akan melakukan verifikasi data. Bila data diterima, nasabah akan menerima nomor antrian saat mendatangi kantor Pegadaian.

“Masih [di]pikirkan proses bisnisnya, tapi pada intinya kami tetap ingin ada proses tatap muka karena ini kan barang berharga mereka yang mau digadaikan ke kami. Jangan sampai terjadi dispute karena ini salah satu bentuk service kami.”

Pegadaian merupakan salah satu pemain gadai offline terbesar dan tertua di Indonesia yang dimiliki oleh pemerintah. Awalnya pangsa bisnis Pegadaian terbesar adalah bisnis gadai, namun setelah pemain gadai swasta mulai menjamur kini Pegadaian melakukan diversifikasi usaha. Saat ini bisnis Pegadaian meliputi gadai, kredit mikro, investasi emas, pembiayaan melalui fidusia, remitansi, dan PPOB.

Kompetitor Pegadaian di ranah online adalah Pinjam yang cukup eksis setelah berhasil memperoleh pendanaan Seri A bulan Juni lalu.

Akamai Dorong Pentingnya Kesadaran Keamanan Awan

Akamai, penyedia jasa security cyber, mengungkapkan semakin banyaknya perusahaan berbasis teknologi di Indonesia menjadi momok baru untuk diserang oleh penyerang siber. Contoh nyata serangan siber terjadi saat flash sale layanan e-commerce. Saat itu jumlah pengunjung dalam waktu tertentu membludak dari biasanya.

Pada saat itu, tidak adanya kesiapan dari perusahaan e-commerce bisa membuat server jadi lumpuh. Kerugian pun akhirnya tidak terelakkan. Hal inilah yang menjadi fokus utama Akamai.

Serangan Distributed Denial of Service (DDoS) merupakan salah satu serangan siber yang paling sering menghantam dunia siber. DDoS adalah metode serangan siber lewat pemenuhan server dengan trafik tinggi dan bertujuan untuk menghentikan layanan karena server kelebihan kapasitas.

[Baca juga: Tren Serangan Siber yang Terus Meningkat dan Langkah Antisipasinya]

Akamai mengklaim solusi pencegahan serangan siber DDoS dengan fitur kemampuan yang dapat mendeteksi trafik yang berlebih, tidak wajar, yang mengundang kecurigaan. Fitur tersebut dapat mendeteksi alamat Internet Protocol (IP) yang berubah-ubah.

Akamai lalu mencoba menghentikan serangan di ujung saluran server agar tidak masuk ke infrastruktur internal perusahaan dengan membuang trafik DDoS dan mengalihkan pengguna internet ke jalur yang aman.

“Akamai bisa mendeteksi apakah itu serangan DDoS atau bukan, lewat deteksi IP, user agent, cookie, session ID. Kemudian, apakah serangan itu melakukan request yang berkali-kali, akan terlihat wajar atau tidaknya. Lewat parameter itu, secara otomatis Akamai akan mengalihkan serangan ke jalur lain, sehingga pengguna internet jadi tidak terganggu saat mengakses situs,” terang Ali Hakim, Country Manager Akamai Indonesia, Selasa (12/10).

Menurut data Akamai per kuartal II/2016, serangan DDoS naik 129% secara year-on-year (yoy) dibandingkan kuartal yang sama tahun sebelumnya. Akamai mengklaim telah menanggulangi sebanyak 4.919 serangan DDoS selama kuartal II/2016.

Kapasitas serangan DDoS terbesar yang dipantau oleh Akamai mencapai 363 Gbps dan terjadi pada 20 Juni 2016. Serangan ini menargetkan sebuah sebuah perusahaan dari sektor media di negara Eropa. Pada saat bersamaan, nilai tengah atau median dari serangan turun 36% menjadi 3,85 Gbps.

Selama kuartal II, Akamai melihat ada 12 serangan yang telah melampaui 100 Gbps dan dua diantaranya mencapai 300 Gbps. Serangan ini menyasar pelaku usaha di industri media dan hiburan.

Indosat Ooredoo Gaet Pegadaian Perluas Jaringan Remitansi

Indosat Ooredoo mengumumkan kerja sama strategis dengan Pegadaian dalam rangka memperluas jaringan layanan pengiriman uang antar wilayah atau negara atau lebih dikenal dengan remitansi. Kerja sama ini diharapkan bisa menjangkau lebih banyak pelanggan potensial sampai pelosok Indonesia.

Dompetku Pengiriman Uang (DPU) adalah salah satu layanan dari Indosat yang melayani kiriman uang untuk tujuan domestik dan internasional, khususnya bagi pelanggan yang tidak memiliki rekening bank. Meski produk ini milik Indosat, namun secara layanan bisnisnya tergolong layanan transfer uang yang telco agnostic dan bank agnostic. Artinya layanan uang independen tidak terikat oleh operator telekomunikasi serta tidak membutuhkan rekening bank.

Jadinya, baik dari penerima maupun pengirim uang hanya membutuhkan KTP sebagai syarat utama untuk transaksinya di outlet-outlet yang berlogo DPU. Outlet Pegadaian terhitung sebanyak 4.455 unit tersebar di seluruh Indonesia. Dengan demikian, total DPU bertambah menjadi lebih dari 20.000 outlet.

“Kami akan terus memperlebar jaringan outlet DPU melalui kerja sama lainnya dengan berbagai instansi yang sudah memiliki basis pelanggan untuk memperluas ekosistem Dompetku, sekaligus mendukung program inklusi keuangan pemerintah,” terang Alexander Rusli, President Director & CEO Indosat Ooredoo, Rabu (12/10).

Alex melanjutkan, selain dengan Pegadaian sebelumnya Indosat sudah bekerja sama dengan perusahaan lainnya untuk menangani remitansi dari luar negeri. Misalnya, dengan HomeSend sudah dimulai sejak 2014 dan Skrill pada April tahun ini. Kedua perusahaan tersebut memiliki basis remitansi yang kuat di Amerika dan Eropa.

Ke depannya Indosat tengah merampungkan proses kerja sama berikutnya dengan perusahaan jaringan global lainnya. Namun Alex enggan mengungkapkan identitas perusahaannya.

Group Head Mobile Financial Services Indosat Randy Pangalila menerangkan Indosat memiliki visi untuk menjadi MFS the largest transaction house in ASEAN region dalam beberapa tahun mendatang. Sejak setahun Dompetku berdiri, pihaknya mengklaim hingga September 2016 telah memproses 800 ribu transaksi harian dan nilai yang berhasil dihimpun mencapai Rp 5,5 triliun atau enam kali lipat dibanding tahun lalu.

“Kami terus lakukan improvement, mencetak inovasi, dan terus mendorong pemakaian layanan keuangan digital sejalan dengan visi perusahaan menjadi perusahaan telekomunikasi digital terdepan di Indonesia.”

Kemudahan transaksi pengiriman uang

Untuk proses pengiriman dan penerimaan dengan DPU cukup mudah, pelanggan hanya datang ke kantor Pegadaian atau outlet DPU. Kemudian, mengisi formulir pengiriman uang dan memberikan sejumlah dana tunai yang hendak dikirimkan ke petugas outlet. Dalam beberapa detik, sistem DPU akan mengirimkan kode konfirmasi ke nomor telepon pelanggan yang akan diteruskan ke penerima agar dapat mencairkan dananya.

Dana tersebut akan terkirim dalam hitungan detik. Untuk pengambilannya, setelah penerima menerima SMS berisi kode konfirmasi, mereka dapat datang ke outlet Pegadaian dengan membawa KTP dan kode konfirmasi. Setelah dikonfirmasi sukses, dana sudah bisa langsung dicairkan.

Maksimal dana yang bisa dikirimkan tidak boleh lebih dari Rp 25 juta. Adapun tarif yang dikenakan oleh pengirim untuk jasa remitansi ini, tergantung besaran dananya. Bila di bawah 1 juta Rupiah, fee yang dikenakan adalah Rp 15 ribu, antara Rp 1 juta hingga Rp 5 juta fee-nya sebesar Rp 25 ribu, dan lebih dari Rp 5 juta sebesar Rp 30 ribu.

“Saat penerima uang datang ke outlet DPU atau Pegadaian, mereka harus membawa KTP sebagai bukti sah. Nanti akan ada petugas yang melakukan verifikasi data penerima dan kode konfirmasi. Hal ini sebagai antisipasi perlindungan konsumen, apakah orangnya benar atau bukan,” pungkas Randy.

Mengenal Indonesia@ccess, Peluang Bisnisnya, dan Target IPO

Bila saat ini banyak yang menerapkan konsep bisnis startup untuk tidak berorientasi pada profit di tahun pertama berdiri, tidak demikian dengan Indonesia@access. Perusahaan di bawah naungan PT Valdo Investama justru menargetkan pada tahun pertama minimal sudah dapat balik modal.

Valdo merupakan perusahaan investasi sekaligus induk usaha yang bergerak di bidang jasa manajemen keuangan, termasuk manajemen proses bisnis, layanan teknologi digital dan media.

Reza Valdo Maspaitella, President dan CEO Valdo Investama, mengklaim inisiasi pendirian Indonesia@ccess perlu waktu selama lima tahun. Selama itu, pihaknya mengaku melakukan analisis pasar untuk mengetahui solusi yang bisa ditawarkan ke seluruh pelaku usaha di tiap sektor industri.

Indonesia@access adalah one stop service platform digital yang di dalamnya memiliki enam marketplace. Terdiri dari, Trading@ccess, Travel@ccess, Money@ccess, Education@ccess, Financial@ccess, dan Technology@ccess. Seluruh marketplace tersebut dibuat sebagi upaya pemberdayaan mulai dari UKM hingga perusahaan mapan dapat terintegrasi di Indonesia@ccess.

Untuk layanan Financial@ccess, ada ruang untuk perusahaan asuransi dan perbankan saling terintegrasi. Reza mengatakan ada pembinaan yang bisa diberikan untuk UKM dalam proses produksi, pendanaan, tata kelola keuangan, hingga branding.

Sementara itu, Technology@ccess menawarkan sistem akuntasi digital yang dapat berguna bagi pengusaha dalam menata kelola keuangan dengan berbasis cloud computing, core solution untuk koperasi simpan pinjam, dan sistem sumber daya manusia dalam kaitannya dengan penggajian dan lainnya.

Dalam Travel@ccess, tersedia paket jasa perjalanan untuk semua kalangan orang mulai dari level backpacker hingga pebisnis. Sementara ini Indonesia@ccess baru menggandeng Garuda Group untuk penyediaan paket wisata secara menyeluruh, tidak hanya tiket pesawat ataupun hotelnya saja.

Education@ccess bakal menawarkan sejumlah sekolah yang tertarik untuk bekerja sama dalam berbagi kurikulum pembelajaran. Pendidik individual pun bisa bergabung untuk saling berbagi kurikulumnya.

Money@ccess menyediakan pembayaran terintegrasi dengan 150 perbankan, mulai dari bank swasta, nasional, hingga Bank Pembangunan Daerah (BPD), kartu kredit Visa dan MasterCard. Nantinya, konsumen dapat dipertemukan oleh pihak penyedia jasa keuangan saat ingin mengajukan proses kredit.

“Kami akui layanan yang kami rangkul cakupannya sangat luas. Sampai akhir tahun ini kami akan terus pantau dulu bagaimana traffic dan reaksi masing-masing pasar serta komunitas,” ujarnya saat pengenalan Indonesia@ccess di Jakarta, Selasa (11/10).

Penjual produk di Indonesia@ccess tidak hanya menjajakan barangnya di dalam negeri saja, tetapi juga berpeluang ke pasar global. Reza menjelaskan pihaknya tengah melakukan penjajakan ke berbagai negara yang memiliki penduduk RI dalam jumlah banyak, misalnya Belanda, Amerika bagian Timur, Taiwan, Jepang, dan Cina untuk menjadi stockist. Produk yang dijual di Indonesia@ccess dapat didistribusikan dan disimpan stocknya di negara tersebut.

Pipeline kerja yang agresif

Dalam tiga bulan pertama ini, Reza mengungkapkan pihaknya akan fokus pembangunan embrio ekosistem ke penjual dan pembeli supaya mereka bisa mendapatkan pengalaman saat menggunakan Indonesia@ccess. Dalam menggandeng pihak penjual, Indonesia@ccess melakukan kerja sama dengan pihak kementerian, mulai dari perdagangan, perikanan, pertanian, koperasi, komunikasi dan informasi, dan lainnya.

Selain itu melakukan pendekatan ke berbagai komunitas dan asosiasi, dari Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI), asosiasi pedagang pasar, Kadin, dan lainnya.

“Selama tiga bulan ini, kami fokus mengembangkan komunitas dari kementerian, asosiasi, dan pelaku terkait untuk membangun consumer experience sebelum Indonesia@ccess launch pada Januari 2017.”

Meski tidak menerangkan berapa target awal mitra penjual yang bisa digaet Indonesia@ccess, namun pihaknya menargetkan di 2017 jumlah transaksi dari seluruh kanal mencapai 1 juta transaksi. Dari situ, diharapkan sudah ada balik modal yang bisa didapat perusahaan untuk kepentingan pengembangan inovasi berikutnya.

Ada tiga sumber monetisasi yang bisa didapat oleh Indonesia@ccess, program membership, pelatihan lanjutan, dan transaction fee. Dengan asumsi pertumbuhan bisnis seperti itu, dalam tiga tahun mendatang Indonesia@ccess ditargetkan sudah bisa melakukan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Nantinya, Valdo akan melepas saham mayoritasnya ke publik dengan perkiraan kepemilikan akhirnya akan terkikis antara 20% hingga 30%. “Pelepasan sahamnya akan dilakukan secara bertahap, misalnya awal dilepas 30%, lalu akan ada proses pelepasan berikutnya lewat rights issue atau lainnya. Sehingga nantinya kepemilikan publik jadi mayoritas sekitar 70%-80%.”

Reza beralasan, rencana IPO ini bukan tanpa sebab. Menurutnya, dengan menggandeng berbagai pihak, dari pemerintah, swasta, hingga masyarakat individual sendiri untuk terlibat di Indonesia@ccess, diharapkan ada rasa sama-sama saling memiliki. Indonesia@ccess dapat beralih fungsi menjadi rumah digital ekonomi yang secara harafiah benar-benar menjadi rumah bagi kebangkitan ekonomi rakyat.

Ada akses pasar, akses teknologi untuk menunjang kegiatan operasional usaha, akses pendidikan untuk peningkatan kemampuan dan pengetahuan guna menunjang kegiatan bisnis mereka, dan akses pembiayaan bagi pengembangan usaha.

“Kami ingin membuat posisi Indonesia@ccess sebagai rumah digital yang mendapat dukungan penuh dari seluruh pihak, sehingga ada rasa memiliki untuk saling kolaborasi demi menciptakan perbaikan ekonomi Indonesia di masa mendatangnya. Ditambah pula, sejak awal kami merencanakan dari total pendapatan sekitar 50%-nya akan dikembalikan ke masyarakat untuk bantu program pemberdayaan di tingkat provinsi dan kabupaten,” pungkas Reza.

GoApotik Mudahkan Akses Obat-Obatan Secara On-Demand

Startup teknologi kesehatan merupakan salah satu ranah bisnis yang cukup banyak digeluti oleh pengusaha sebab banyak celah yang bisa diseriusi. Begitupula dengan GoApotik, salah satu marketplace yang menyediakan jasa pembelian, pencarian, bahkan pengantaran untuk obat, alat kesehatan, herbal, dan lainnya.

GoApotik sebenarnya sudah diinisiasi sejak 2014, namun pada saat itu masih berupa ide dan analisis pasar. Layanan ini awalnya beroperasi dengan konsep bisnis e-commerce, tapi pada akhir 2015 melakukan pivot ke marketplace dengan alasan ingin menyediakan produk obat lebih beragam untuk kebutuhan pasien.

Tiffany Robyn Soetikno, Co-Founder dan GM GoApotik, menjelaskan ada beberapa pertimbangan mengapa pihaknya mengubah model bisnis. Menurutnya obat harus berasal dari apotek terpercaya, baik dari kepahamannya dan segi regulasinya, dan bisa dikirim dengan mudah secara logistik.

“Dulu produk obat yang kami jual terbatas, hanya bisa jual obat tanpa resep dokter. Sekarang dengan mengubah model bisnis, variasi produk bisa jadi lebih banyak, ada obat herbal, alat kesehatan, dan obat-obat tradisional Tiongkok,” terangnya kepada DailySocial, Selasa (11/10).

Secara total, ada tujuh kategori obat yang bisa dipilih oleh konsumen. Mulai dari obat, suplemen & vitamin, nutrisi, herbal & tradisional, produk bayi, alat kesehatan, dan perawatan & kecantikan. Selain itu, konsumen juga bisa mengunggah resep dokter secara online, dan melakukan pre-order.

Total produknya mencapai 8 ribu SKU dari 130 apotek independen yang tersebar di Jadetabek.

Seleksi apotek dengan ketat

Karena obat merupakan salah satu elemen penting menyangkut hajat hidup orang banyak, pihak GoApotik menerapkan sistem akuisisi merchant yang cukup ketat. Ada beberapa tahapan yang perlu dilalui oleh pihak apotek sebelum resmi menjadi merchant.

Mulai dari apotik harus mengikuti regulasi yang berlaku di Indonesia, memiliki SKU yang lengkap dan memiliki spesifikasi keahlian produk SKU, kemudian ada proses due dilligence, dan ada PIC yang memiliki passion di dunia digital. Sementara ini, sasaran apotek yang disasar oleh GoApotik adalah apotek independen.

Armada GoApotik saat mengantar pesanan / DailySocial
Armada GoApotik saat mengantar pesanan / DailySocial

“Kami juga memberikan pengarahan ke merchant bagaimana berjualan obat secara online yang baik sebagai added value untuk mereka. Sebab setelah jadi mitra, bisnis ritel offline mereka tidak akan terganggu sama sekali, malah membantu memperluas pasar.”

Untuk proses pengiriman barang, akan dilakukan oleh kurir yang sudah disediakan oleh pihak GoApotik. Mereka bisa berasal dari internal perusahaan, ritel kurir, atau dari partnership.

“Ada standarisasi pengiriman dari kami. Jadi setelah konsumen membeli obat [melalui] GoApotik di salah satu merchant, kurir akan datang ke apotek tersebut dan melakukan pengiriman langsung ke tempat tujuan.”

Target jangka panjang GoApotik

Sementara ini, GoApotik memang baru melayani Jakarta Depok, Tangerang, dan Bekasi. Namun, Robyn mengungkapkan pada tiga tahun mendatang ditargetkan akan bisa melayani seluruh Indonesia dengan cara organik. Perusahaan akan secara perlahan mengembangkan bisnis dan memperluas wilayah dengan meningkatkan volume penjualan, pendapatan, output melalui usaha sendiri.

[Baca juga: Kumpulan Startup Lokal Indonesia yang Memudahkan Akses Kesehatan via Online]

Pergerakan bisnis yang masif akan dimulai tahun depan dengan menambah lokasi, meluncurkan aplikasi untuk smartphone, meresmikan situs untuk situs, dan melengkapi produk obat jadi semakin bervariasi. Pada akhir tahun ini ditargetkan jumlah merchant apotek yang bermitra dapat menembus angka 200 apotek.

Secara model bisnis, sudah ada beberapa startup kesehatan yang menyediakan jasa pembelian obat secara online, yang paling dekat adalah Apotik Antar yang juga bakal co-brand dengan Go-Jek menjadi Go-Med.

Berikut Ini Klasifikasi Fintech yang Akan Diatur OJK

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjabarkan ada dua penggolongan fintech yang akan masuk ke dalam ranah pengawasan OJK. Mereka adalah Fintech 2.0 Digital LJK dan Digital Banking dan Fintech 3.0-3.5 Startup Companies. Kedua kategori tersebut nantinya harus mematuhi segala aturan yang dibuat oleh OJK. Pada akhir tahun rencananya Peraturan OJK (POJK) untuk fintech akan terbit.

Dijabarkan bahwa kategori Fintech 2.0 melingkupi tiga ranah sektor industri diantaranya perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non bank (IKNB). Untuk perbankan, ranah bisnis yang akan diatur mulai dari E-banking, Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai), Digital Branch, dan Banking Anywhere (Omnichannel).

Sementara, untuk pasar modal yakni E-stocks, Bonds, Mutual Funds, dan Trading. Terakhir, dalam IKNB yang akan diatur adalah E-Gadai, E-LKM, E-Penjaminan, dan E-Asuransi.

Kategori berikutnya, Fintech 3.0-3.5 khusus mengatur perusahaan startup fintech non lembaga jasa keuangan (LJK), dengan ranah bisnis yang akan diatur adalah koperasi, bursa berjangka, dan loan-based crowdfunding (P2P Lending).

Di sisi lain, Bank Indonesia akan menaungi dan mengatur Alat Pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK), E-Money, Telco Money, Blockchain (Bitcoin), dan National Payment Gateway (NPG). Sementara ini jumlah fintech yang masuk otorisasi OJK mencapai 120 perusahaan. Angka itu di luar perhitungan fintech bidang sistem pembayaran yang akan diatur oleh Bank Indonesia.

Rahmat Waluyanto, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, menerangkan aturan yang akan diterbitkan oleh OJK tersebut nantinya hanya mengatur manajemen risiko, governance, kecukupan modal, hingga likuiditas. Namun, standar pendekatannya tidak akan sedetil peraturan yang ada di perbankan maupun asuransi.

“Peraturannya akan dibuat sesuai kondisi fintech, misal di bank ada standar kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) untuk aturan likuiditasnya. Tidak akan sedetil CAR, namun tujuannya sama, ingin mengatur tingkat likuiditas fintech karena ini menyangkut perlindungan konsumen,” ujarnya beberapa waktu lalu.

[Baca juga: OJK Jadi Penerbit Sertifikat Tanda Tangan Digital]

Dia menambahkan fintech pun ke depannya memang harus diatur karena ke depannya masyarakat Indonesia beserta industri akan semakin bergantung pada teknologi informasi, baik dalam perdagangan sekuritas, bisnis perbankan, asuransi, dan lainnya.

POJK tersebut nantinya akan memastikan bahwa layanan fintech didukung oleh undang-undang pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.

Poin yang akan masuk dalam POJK ada empat hal, yakni fintech innovation HUB, Certificate Authority (CA), penerbitan Sandbox Regulatory, kajian mengenai implementasi standar pengamanan data dan informasi dalam pengelolaan industri fintech dan kebutuhan Pusat Pelaporan Insiden Keamanan Informasi di industri jasa keuangan, dan kajian Vulnerability Assessment Tersentralisasi.

BI terbitkan aturan fintech bulan ini

BI menyatakan pada pertengahan bulan ini akan segera mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) terkait Penyelenggaraan Transaksi Pembayaran (PTP). Dalam aturan tersebut, akan mengatur penyelenggaraan aktivitas usaha dalam model bisnis fintech seperti penyedia payment gateway, penyelenggara e-wallet, hingga penyelenggara penunjang seperti terminal ATM/EDC, dan point of sales (POS).

Berikutnya, akan ada regulatory sandbox dan fintech office untuk penyelenggarannya. “Nanti akan kita grand launching pertengahan Oktober ini. Regulatory sandbox itu kita berdiri bareng dengan pelaku fintech, mereka melakuakan inovasi di bawah supervisi kita. Kalau oke, kita lihat potensinya lalu akan diatur dengan baik,” ujar Pungky Wibowo, Direktur Kebijakan Sistem Pembayaran BI.

Menurutnya, saat ini regulator dan pemerintah sedang dalam tahap menciptakan ekosistem fintech. Regulator pun harus berhati-hati dalam mendorong akses finanseal sembari memperhatikan risiko dari perkembangan teknologi.

BI juga sedang mengkaji dan menyiapkan rancangan PBI terkait upaya meregulasi fintech yang berpotensi memicu praktik pencucian uang (money laundering).

Foody Indonesia Luncurkan Layanan Table Booking

Perlu pendekatan strategi yang berbeda agar bisnis perusahaan tetap survive di tengah kompetisi yang ketat. Dalam rangka menginjak usia satu tahun Foody Indonesia memilih untuk meluncurkan layanan table booking (pemesanan tempat di restoran) sebagai tahap awal ekspansi bisnis ke jasa kurir makanan.

Ghea Religia, Head of Marketing Foody Indonesia, menjelaskan perusahaan perlu memilah-milah strategi yang tepat bila diterapkan di Indonesia. Pasalnya, layanan jasa kurir makanan on-demand saat ini sudah didominasi oleh pemain skala besar seperti, Go-Food dan GrabFood.

“Persaingan food delivery akan semakin sengit karena kan ada Go-Food, GrabFood, dan sebentar lagi hadir UberEats. Dalam menanggapi kompetisi ini, kami tidak mau terburu-buru mengambil langkah but we will find the best way to do it. Tunggu saja tanggal mainnya,” ujar Ghea kepada DailySocial.

Adapun sasaran segmen restoran yang akan dipilih oleh Foody untuk layanan table booking adalah menengah hingga ke atas yang berlokasi di kota besar. Sebelum meresmikan layanan ini, Foody masih fokus melengkapi database, konten, dan komunitas.

Startup yang berbasis di Vietnam ini mengklaim telah memiliki 500.000 pengguna aktif, lebih dari 52.000 data tempat, serta 15.000 lebih ulasan restoran. Foody Indonesia berusaha menampilkan fitur yang dapat membantu pengguna saat mencari informasi restoran di Jabodetabek dengan mengedepankan konten video, reward voucher restoran, diskon, hingga promo istimewa.

Foody memiliki data tempat makan yang diklaim cukup lengkap untuk kawasan Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya. Rencananya tahun ini Foody akan menambah dua kawasann baru, Yogyakarta dan Bali.

Indonesia merupakan negara pertama yang disambangi Foody setelah sukses menjadi layanan direktori kuliner di Vietnam. Foody Vietnam mengklaim total penggunanya telah menyentuh angka 39 juta user, lebih dari 15 juta page view per bulan, dan 7 juta session per bulan. Di Vietnam, layanan on-demand food delivery menjadi favorit pengguna Foody dari berbagai kalangan.

“Kami memiliki pilihan berbeda untuk pengguna dan pemilik restoran. Dengan memanfaatkan fitur food delivery di aplikasi Foody, nantinya pengguna bisa memilih restoran sendiri di lokasi sekitar dengan menu yang lengkap. Sementara, restoran tidak perlu melakukan kerja sama untuk menjadi mitra layanan on-demand food delivery Foody,” ujar CEO Foody Minh Dang.

Application Information Will Show Up Here

Cipika Bookmate Beri Peluang Penulis Terbitkan Buku Cetak

Meski sektor digital sudah menunjukkan geliat yang cukup pesat di Indonesia, namun hal ini masih belum dianggap sebagai disruptive innovation oleh berbagai pihak termasuk penerbit buku. Oleh karenanya, transformasi buku digital di Indonesia masih belum terlalu massive. Baru beberapa penerbit kelas kakap yang sudah melakukannya.

Perlu diketahui, buku digital di Tanah Air memiliki peluang yang besar ke depannya. Kontribusi buku digital baru 2% terhadap total buku, sedangkan indeks literasi digital yang baru mencapai 0,06 membuat Indonesia ada di menengah bawah soal literasi digital.

Carlos D Karo Karo, Division Head of E-Commerce Cipika Bookmate, menjelaskan belum masifnya transformasi buku digital berbeda halnya dengan apa yang sudah terjadi pada koran dan majalah. Kedua sektor tersebut sudah mengganggap skema digital sebagai disruptive innovation sehingga banyak pihak mulai mengalihkannya ke sana.

Hal ini terlihat dari masih banyaknya toko buku offline di mall dan memberikan banyak diskon untuk menarik pembaca untuk membelinya.

“Menerbitkan buku secara cetak itu masih dianggap pride. Makanya kami memberikan peluang itu untuk orang-orang yang ingin melakukan debutnya sebagai penulis agar dapat menerbitkan bukunya secara cetak,” ujarnya, Jumat (7/10).

Cipika Bookmate dapat menjadi jembatan antara penulis dalam menemukan penerbit yang berminat untuk menerbitkan bukunya. Penulis pun juga bisa mendapatkan royalti bila menerbitkan hasil tulisannya di platform ini.

Ada dua cara publikasi yang bisa dipilih oleh penulis, yaitu publikasi secara gratis atau menjadi konten berbayar.

Penulis yang baru memulai debut bisa mengukur kualitas tulisannya lewat Cipika. Ada fitur-fitur social engagement yang transparan dan mudah terdeteksi, misalnya fitur komentar, quote, impresi, dan translate.

Hal ini dapat menjadi tolak ukur bagi penulis untuk menyesuaikan gaya tulisannya dengan pembaca. Ada karakteristik unik yang membedakan antara pembaca buku digital dengan buku cetak, salah satunya mereka lebih menyukai buku digital dengan konten yang ringan dan mudah dicerna.

“Penulis yang melakukan self publishing di Cipika, dapat mengetahui profil pembacanya terlihat dari berapa persen halaman yang sudah dibaca, seberapa sering pembaca melakukan social engagement, dan lainnya. Hal ini menjadi tolak ukur penulis untuk aktualisasi diri sebelum mengajukan diri ke penerbit.”

Sejauh ini, Cipika Bookmate memiliki 650.000 judul buku, yang terdiri dari 5.000 buku lokal dan sisanya dari internasional. Cipika Bookmate juga sudah bekerja sama dengan lebih dari 1.000 penerbit internasional, seperti Harper Collins, Harlequin, Disney, Viacom, dan lainnya.

Mereka juga telah bermitra dengan 10 penerbit lokal, yaitu Mizan, Noura, Bentang Pustaka, Yayasan Obor Pustaka, Elhamedia, Tempo, Zikrul Bestari, Nulisbuku.com, Agromedia Grup, Trimuvi, dan Rosdakarya.

Ada beragam genre yang tersedia di platform ini, mulai dari New York Times Best Seller hingga buku bestseller dari Indonesia.

Pembaca Cipika Bookmate didominasi oleh millennial

Dalam laporannya setahun setelah berdiri, pengguna aktif Cipika Bookmate menyentuh angka 80.000 pengguna. Dari total pengguna, 82% di antaranya mengakses platform ini secara mobile, pada hari Kamis hingga Minggu dengan kisaran waktu sore hari. Untuk segi umur kisarannya 16-35 tahun, 65% pengguna adalah perempuan.

Adapun genre yang paling diminati adalah fiksi, religi dan bisnis. Rerata secara per pengguna, jumlah buku yang masuk ke dalam rak buku per bulannya mencapai enam buku. Namun hanya sekitar satu buku yang berhasil selesai dibaca oleh per pengguna dalam sebulan.

Warih Satyarini selaku Product Manager Cipika Bookmate menambahkan pada faktanya pengguna Cipika di Indonesia merupakan paling aktif menggunakan fitur social engagement di aplikasi, dibandingkan 19 negara lainnya di mana Bookmate beroperasi.

“Artinya, pembaca Cipika didominasi oleh kaum millennial. Dari situ kami melihat, genre kesukaan mereka tergolong bacaan yang ringan, tidak memiliki halaman yang tebal dan bahasa yang mudah dicerna.”

Warih melanjutkan, untuk mendorong literasi pihaknya mendorong dari kedua sisi penulis dan pembaca. Untuk penulis, Cipika mengadakan pelatihan menulis dengan Institut Penulis Indonesia. Kemudian membangun komunitas tersendiri dengan bloggers dan pembaca yang aktif mengulas buku.

Selain itu, melakukan talkshow mengenai buku digital sekaligus mengadakan roadshow pelatihan menulis di enam kota, yakni Yogyakarta, Pekanbaru, Sukabumi, Surabaya, Makassar dan Jakarta.

“Kami ingin mendorong kualitas penulis agar makin mumpuni karena untuk meraih pembaca dari millennial butuh gaya bahasa yang catchy dan tidak ruwet,” pungkas Warih.

Menyusuri Perang Sengit Jasa Kurir Makanan di Indonesia

Seminggu ini banyak berita besar di bisnis pengantaran makanan di Indonesia. Uber mengumumkan salah satu layanannya UberEats akan hadir di 24 negara, salah satunya Indonesia. Foodpanda sendiri resmi menutup layanannya di Indonesia dan mengalihkan fokusnya ke pasar Eropa Timur dan Timur Tengah.

Tutupnya Foodpanda, kemungkinan besar tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap persaingan bisnis jasa kurir makanan di Tanah Air. Namun, kita tidak bisa meremehkan kekuatan Uber.

[Baca juga: foodpanda Indonesia Resmi Tutup Layanan]

Perlahan tapi pasti, menginjak usia dua tahun di Indonesia, Uber mulai melengkapi layanannya. Dengan hadirnya UberEats, otomatis posisi Uber semakin head-to-head dengan kompetitor terbesarnya di Indonesia, Go-Jek dan Grab.

Di Amerika Serikat, UberEats merupakan pemain dominan. UberEats diluncurkan pertama kali di Los Angeles di 2014, kemudian berkembang hingga 36 kota di 6 negara.

Go-Food sebagai pemimpin jasa kurir makanan on-demand

Go-Food mengklaim telah bekerja sama dengan lebih dari 37.000 restoran di seluruh Indonesia / DailySocial
Go-Food mengklaim telah bekerja sama dengan lebih dari 37.000 restoran di seluruh Indonesia / DailySocial

Seperti kita ketahui, Go-Food merupakan pelopor jasa on-demand yang mengembangkan layanan kurir makanan. Go-Food diperkenalkan pertama kali pada April 2015. Saat itu, Go-Food sudah dapat dilayani oleh ratusan ribu armada Go-Jek terdaftar dan telah terintegrasi dengan lebih dari 15 ribu tempat makanan di Jabodetabek dalam 23 kategori, mulai dari warung kaki lima hingga restoran mewah.

Strategi ini diungkapkan Alamanda Shantika, mantan VP Product Technology Go-Jek. Beberapa waktu yang lalu, sebagai pembicara untuk peluncuran program inkubator di Jakarta, Alamanda mengungkapkan awalnya tujuan Go-Jek tidak ingin menjadi head-to-head dengan Foodpanda. Pasalnya, Foodpanda adalah pemain utama untuk segmen tersebut.

Pendekatan yang dipilih pihak Go-Jek, sambungnya, terbilang cukup berbeda. Daripada mengunjungi satu per satu pemilik restoran untuk diakuisisi, Go-Jek lebih memilih memiliki database restoran di Jabodetabek untuk dimasukkan ke dalam sistem dan aplikasi Go-Jek.

“Kami memandang cara Foodpanda mengakuisisi restoran terbilang cukup lama. Harus satu per satu mengunjungi restoran. Makanya kami coba cara akuisisi yang berbeda. Jujur waktu itu tidak ada sama sekali rencana membuat Foodpanda jadi saingan utama Go-Jek. Kami hanya melihat listing restoran di Foodpanda terbatas, sedangkan kami ingin membantu konsumen menemukan tempat makan favorit mereka,” ujarnya.

Alhasil upaya ini berhasil membuat Go-Food sebagai salah satu fitur terfavorit Go-Jek. Dari situ, Go-Jek mendapat sumber pendapatan baru lewat kerja sama dengan restoran yang sudah mencantumkan label free delivery di aplikasi.

“Awalnya kami cuma berpikir sumber pendapatan Go-Jek hanya dari konsumen saja. Kini dengan kerja sama dengan restoran lewat Go-Food Partner, kami mendapat penghasilan tambahan.”

Dalam kesempatan lain, Nadiem Makarim, CEO dan Founder Go-Jek, pernah menyebut pihaknya mempelajari lewat Go-Food ada ciri khas dari orang Indonesia. Bahwa mereka lebih senang dengan makanan kaki lima, meski lokasinya harus masuk ke gang pedalaman.

“Lewat Go-Food, kami jadi tahu kebanyakan pengguna senang menggunakannya karena dapat menjangkau tempat makan kaki lima yang mereka sukai, meski lokasinya harus masuk ke pedalaman gang.”

Seiringnya waktu, Go-Food kian mendapat hati di masyarakat Indonesia. Terbukti, saat ini layanan tersebut sudah hadir di 10 kota dan bermitra dengan lebih dari 7.000 partner dari 35.000 restoran yang telah terdaftar.

Geliat Go-Food yang terbilang cukup sukses membuat Grab akhirnya ikut mencoba meraih peluang di segmen ini dengan membuat layanan serupa bernama GrabFood pada Mei 2016 untuk penggunanya di Jakarta. Versi beta GrabFood sementara ini baru bisa beroperasi di area Senayan, SCBD, Semanggi, dan Kuningan.

Uber perlu langkah pintar

UberEats akan hadir di 24 negara, salah satunya Indonesia / DailySocial
UberEats akan hadir di 24 negara, salah satunya Indonesia / DailySocial

Kepada DailySocial, Adrian Li, Managing Partner Convergence Ventures, mengatakan tidak ada yang bisa menyangkal potensi pengiriman jasa antar makanan on-demand di kota besar Indonesia tumbuh sangat pesat. Kombinasi keduanya membuat tingkat kemakmuran masyarakat kelas menengah, juga jumlah industri food and beverages (F&B), tumbuh pesat. Hal ini telah memicu simbiosis yang sehat antara permintaan dan penawaran untuk menawarkan makanan siap saji.

Go-Food, menurut Li, telah berhasil mengambil keuntungan dari faktor fundamental tersebut dengan tepat dan membuat jutaan penggunanya merasa nyaman. Kendati demikian, sambungnya, pasar Indonesia terlalu besar bila hanya dinikmati oleh Go-Food saja. UberEats perlu mengambil langkah yang cerdas, jangan sampai mengambil jalan yang sebelumnya telah dilakukan oleh Foodpanda.

Sebagai penantang baru, Li sarankan agar UberEats tidak mengambil posisi head-to-head dengan Go-Food, kecuali kalau pihak Uber punya dana yang besar untuk mengambil alih perhatian pengguna. Uber perlu mengambil beberapa strategi alternatif yang lebih murah dan lebih efektif untuk menyerang kelemahan Go-Food.

“Misalnya, saat jam sibuk dan cuaca buruk biasanya pengguna gagal memesan lewat Go-Food karena kurangnya pasokan pengemudi Go-Jek yang bersedia. Padahal momen seperti ini jadi terpenting bagi orang yang benar-benar ingin memesan makanan karena berbagai alasan, entah itu hujan atau terjebak di kantor. Penyedia layanan seperti itu dapat mengisi kesenjangan, sehingga akhirnya dapat memenangkan hati pelanggan.”

Li melanjutkan, Uber juga perlu menemukan cara untuk membedakan dengan perusahaan petahana. Contohnya mengumpulkan berbagai variasi restoran yang terhubung dengan platform direktori makanan dan menjadi mitra, misalnya dengan Qraved atau MokaPOS.

Uber dapat terus mengkhususkan diri dengan mengoptimalkan logistik makanan sebagaimana mereka mengefisienkan pengguna lewat sistem sharing dari layanan UberPool.

“Pada akhirnya keberhasilan Uber itu karena pengalaman pengguna yang baik dan pendekatan data yang tepat dalam mengukur pasokan ketersediaan pengemudi. Jika Uber dapat melakukan hal yang sama untuk UberEats, ini bisa jadi faktor kunci sukses. Uber akan memiliki kesempatan yang sangat baik untuk bermain di segmen jasa kurir makanan.”